Anda di halaman 1dari 8

TUGAS MATA KULIAH SURVEILANS KESEHATAN

EVALUASI SISTEM SURVEILANS


PADA KEJADIAN AFP POLIO DI KOTA YOGYAKARTA

OLEH :

SEPTIAN (1802561042)
IDA AYU KADE ADIATMIKA (1802561046)
NYOMAN ARI PURWANINGSIH (1802561057)
A.A.A SG. OKA NUR CANDRADEWI (1802561058)
ANITA HAYATUN (1802561068)

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
TAHUN 2020
EVALUASI SISTEM SURVEILANS KESEHATAN MASYARAKAT
PADA KEJADIAN AFP POLIO DI KOTA YOGYAKARTA

TASK A
Dalam mengevaluasi Sistem Pengawaan Kesehatan Masyarakat ada pemangku
kepentingan dalam evaluasi ini yaitu Dinas Kesehatan Yogyakarta.
TASK B
Sistem Surveilans yang akan dievaluasi yaitu Penyakit Polio di Yogyakarta. Polio
merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus polio yang berasal dari genus
enterovirus serta family picorna viridae. Penyakit ini merupakan penyakit yang sangat
menular dan ditandai dengan gejala nyeri tenggorokan, rasa tidak enak diperut disertai
demam ringan, nyeri kepala ringan serta kelumpuhan akut. Penyakit ini sangat berbahaya
karena bisa menyebabkan komplikasi, kerusakan otak yang dapat menyebabkan
kelumpuhan pada organ dalam, kelumpuhan pada kaki, otot-otot sampai kematian. Kasus
polio sendiri dilaksanakan dengan surveilans AFP (Acute Flaccid Paralysis) atau kasus
lumpuh layuh mendadak yang sasarannya yaitu semua penduduk Kota Yogyakarta
dengan usia kurang dari 15 tahun.
Hasil dari surveilans AFP Kota Yogyakarta tahun 2018 telah ditemukan 2 kasus
AFP semuanya negative polio. Hasil dari surveilans AFP Kota Yogyakarta tahun 2018
telah ditemukan 2 kasus AFP semuanya negative polio. Tahun 2018 kasus AFP
ditemukan oleh rumah sakit RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta 1 kasus (50%) dan
sebanyak 1 kasus (50%) di puskesmas Ngampilan. Penemuan kasus AFP dalam 5 tahun
terakhir masih didominasi rumah sakit sebanyak 8 kasus dari 10 temuan kasus.
Sedangkan di puskesmas menemukan 2 temuan kasus dan dari dokter praktek swasta
tidak pernah dilaporkan penemuan kasus AFP. penemuan kasus AFP di Yogyakarta yaitu
3/100.000 penduduk dengan usia < 15 tahun. jumlah penduduk tahun 2018 yaitu 82.299
jiwa, sehingga target penemuan kasusnya sebesar 3. Dengan begitu target penemuan
kasus AFP di Yogyakarta minimal ada 3 kasu. Di tahun 2018 ditemukan sebanyak 2
kasus AFP dengan 50% specimen adekuat. hal tersebut mengartikan bahwa penemuan
kasus AFP domisili Kota Yogyakarta di tahun 2018 tidak memenuhi target. Dalam AFP
ini tidak disebutkan hasil pembiayaannya.
Cara pencegahan penyakit Polio dengan diadakannya imunisasi.Imunisasi polio
yang biasa dilakukan saat semasih bayi dan anak-anak. Vaksinnya tersebut ada 2 jenis
yaitu, vaksin salk dan vaksin sabin. Vaksin salk merupakan vaksin virus polio yang tidak
aktif sedangkan vaksin sabin merupakan vaksin virus polio yang aktif. Serta harus bisa
membiasakan menjaga pola hidup yang sehat dan terapkan sanitasi yang baik dan bersih.
Penyakit ini awalnya masih ringan tanpa gejala yang dimana nantinya akan disertai
dengan gejala-gejala yang berat. perjalanan penyakit yang sifatnya bifasik ini biasanya
akan tampak dijumpai pada infeksi pada anak-anak dari pada orang dewasa. Tujuan dari
pengoperasian AFP yaitu untuk mendeteksi kemungkinan keberadaan virus polio liar
supaya tidak menyebar ke bagian lainnya.
Data atau hasil dari Surveilans AFP(Acute Flaccid Paralysis) di Kota Yogyakarta
akan dilampirkan pada Profil Kesehatan Kota Yogyakarta pada setiap tahunnya sebagai
bentuk pelaporan temuan kasus. Namun Tidak disebutkan penggunaan data lainnya dari
hasil Surveilans AFF (Acute Flaccid Paralysis) seperti pengunaannya untuk
pengembangan program pencegahan atau lainnya. Pedomanan Surveilans AFP(Acute
Flaccid Paralysis) dan otoritas hukum pengumpulan data sudah tercantum pada
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 483/Menkes/SK/IV/2007. Surveilans AFP(Acute
Flaccid Paralysis) merupakan salah satu bentuk dari Eradaksi Polio yang dilakukan secara
Nasional. Surveilans AFP(Acute Flaccid Paralysis) Kota Yogyakarta dilakukan dibawah
pengawasan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. Alur pelapolaran Surveilans AFP(Acute
Flaccid Paralysis) Kota Yogyakarta yaitu, adanya kasus kasus lumpuh layuh akut pada
anak usia < 15 kemudian terdeteksi oleh puskesmas, rumah sakit maupun praktik dokter
swasta.
Selanjutnya dilakukan pelaporan oleh pihak yang menemukan kasus (puskesmas,
rumah sakit maupun praktik dokter swasta) kepada Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta.
Kemudian akan dilakukan pengambilan spesimen tinja untuk diperiksa apakah
mengandung virus polio, pemeriksaan dilakukan dilaboratorium. Data hasil pemeriksaan
laboratorium kemudian akan dilaporkan kepada Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta.
Setelah data terkumpul akan dilakukan pengolahan dan analisis data. Hasil pengolahan
dan analisis data hasil Surveilans AFP(Acute Flaccid Paralysis) dilampirkan pada profil
kesehatan. Populasi dari Surveilans AFP adalah semua kasus lumpuh layuh akut pada
anak usia < 15 tahun di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. Pengambilan
sampel dilakukan tidak lebih dari 14 hari sejak terjadi kelumpuhan, masing-masing
specimen diambil minimal 8 gram atau satu sendok makan bila penderita diare, harus
dalamkondisi baik saat diserahkan ke laboratorium pemeriksa , speciem tidak bocor,
volume cukup, suhu spesimen karier 2-8ᵒ C, spesimen tidak rusak). Jarak waktu
pengambilan masing masing sampel yaitu minimal 24 jam.
Evaluasi dilakukan juga dengan komponen sistem yang terdiri dari delapan ,
populasi dalam pengawasan pada surveilans AFP ini adalah seluruh penemuan kasus
lumpu layuh akut pada anak usia dibawah 15 tahun di kota Yogyakarta, karena kelompok
tersebut rentan terhadap penyakit polio. Dengan dilakukan surveilans terhadap kasus
lumpuh layu ini bisa didapatkan tidak adanya kasus polio liar yang ditemukan dalam 3
tahun. Jangka waktu pengambilan data dilakukan selama satu tahun pada tahun 2018
dengan pengumpulan data menggunakan surveilans standar spesifikasi AFP sebagai bukti
eradikasi polio telah tercapai. Standar tersebut terdiri atas penemuan 3/100.000 anak usia
<15 tahun yang lumpuh layuh mendadak per tahun, pengambilan spesimen tinjanya dan
dibuktikan dengan hasil laboratorium bahwa tinja tidak mengandung virus polio liar,
spesimen yang adekuat, dan pencatatan dan pelaporan kasus harus baik.
Selanjutnya melaporkan sumber data, pada surveilans sumber data sudah
disertakan yaitu berasal dari RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dan Puskesmas
Ngampilan. Analisis dilakukan berdasarkan target capaian yang didapatkan dari hasil
perhitungan berdasarkan jumlah kasus yang ditemukan dan jumlah penduduk dengan
kriteria <15tahun didapatkan 3 kasus per 100.000 penduduk, sedangkan selama tahun
2018 hanya ditemukan 2kasus per 100.000 penduduk sehingga masih belum memenuhi
target. Hasil surveilans dan analisis ini diseminasi melalui Profile Kesehatan Kota
Yogyakarta yang bisa diakses oleh seluruh warga dengan memperhatikan pula
kerahasiaan dari pasien sehingga privasi tetap terjaga. Data dari hasil surveilans selama
2018 hanya menampil kan umur, jenis kelamin, dan distribusi kasus sehingga tidak
menyertakan data pribadi yang dapat mengganggu privasi pasien. Adapun beberapa
komponen yang tidak disebutkan yaitu mengenai manajemen data dari surveilans AFP di
kota Yogyakarta dan juga program manajemen arsipnya.
Pada surveilans yang dilakukan selama 2018 di Kota Yogyakarta ini berasal dari
APBD dan APBN dengan total anggaran sejumlah 322,148,609,332. Akan tetapi, dalam
laporan tidak disebutkan berapa dana yang dialokasi untuk program surveilans dari AFP
non Polio. Adapun seharusnya dalam laporan sistem surveilans disertakan persyaratan
dari personel surveilans dan juga sumber daya lainnya, tetapi dalam laporan ini tidak
jelaksan mengenai hal tersebut. Hal ini berarti masih kurang lengkapnya mengenai
sumber daya yang digunakan dalam mengoperasikan sistem surveilans.
TASK C
Adapun tujuan dari evaluasi surveilans kesehatan pada kejadian Polio di
Yogyakarta sebagai berikut. Menemukan 3/100.000 anak usia < 15 tahun yang lumpuh
layuh mendadak per tahun. Kemudian diambil spesimen tinjanya dan dibuktikan di
laboratorium bahwa tidak mengandung virus polio liar. Lalu, spesimen harus adekuat (2
specimen terambil dengan tenggang waktu minimal 24 jam, waktu pengumpulan kedua
specimen tidak lebih dari 14 hari sejak terjadi kelumpuhan, masing-masing specimen
diambil minimal 8 gram atau satu sendok makan bila penderita diare, diterima
laboratorium pemeriksa dalam kondisi baik.
Pemangku kepentingan yang akan menerima temuan dan rekomendasi evaluasi
adalah Dinas Kesehetan Yogyakarta. Dimana, hasil-hasil pelaporan baik mellaui
puskesmas dan rumah sakit dijadikan evaluasi dalam menangani pelaporan Polio dari
tahun ke tahun.
Informasi hasil evaluasi untuk mencegah kejadian polio di Yogyakarta dan kian
meningkatkan kegenceran tentang pelaporan kasus, khususnya agar semua kejadian polio
mendapatkan penanganan yang sesuai tanpa terlewat. Selain itu, hasil pelaporan menurut
lokasi kasus yang terdiri dari daerah kecamatan Mantrijeron, Gondokusuman,
Wirobrajan, Umbulharjo, Ngampilan, Kotagede, Kraton dapat dijadikan sumber evaluasi
agar pusat pelayanan kesehatan terkait dapat mengambil tindakan pencegahan dan
penanganan yang baik di masa yang akan datang agar kasus tidak terulang kembali.
Pertanyaan untuk evaluasi surveilans kejadian polio di yogyarakata sebagai berikut.
Bagaimana selama ini pelaksanaan evaluasi surveilans? Bagaimana selanjutnya untuk
mengurangi kejadian APF Polio di Yogkarta melalui sistem surveilans yang telah
dilakukan? Siapa yang sebaiknya terkait dalam surveilans yang dilakukan? Dan
pertanyaan lainya yang sebaiknya diajukan berdasarkan situasi saat ini bagaimana
surveilans kesehatan masyarakat dilakukan pada kejadian AFP Polio di kota Yogyakarta
hingga angka kejadiannya dapat berkurang bahkan dicegah.
Standar kinerja sistem surveilans pada kejadian polio di kota Yogyakarta telah
digambarkan melalui tata laksana kasus AFP yakni dengan sedemikian rupa menurut
alurnya sehingga target penemuan kasus AFP di Kota Yogyakarta minimal adalah 3 (tiga)
kasus. Selama tahun 2018 ditemukan sebanyak 2 (dua) kasus AFP dengan 50% specimen
adekuat. Hal tersebut berarti penemuan kasus AFP domisili Kota Yogyakarta tahun 2018
tidak memenuhi target.
TASK D
Suatu sistem surveilans dapat dikatakan bermanfaat bila sistem tersebut
mempunyai andil dalam menanggulangi dan mencegah peristiwa kesehatan yang tidak
dikehendaki. Menurut hasil surveilans Polio, telah menunjukkan tingkat kegunaan
melalui poin-poin berikut. Mendeteksi tren penyakit Polio, mendeteksi KLB yang akan
terjadi, kemudian merangsang penelitian epidemiologis untuk bisa mengawali tindakan
melalui pemeriksaan specimen tinja dan dibuktikan di laboratorium bahwa tidak
mengandung virus polio liar, mengidentifikasi faktor risiko baik menurut golongan umur
dan jenis kelamin, serta mengawali upaya untuk meningkatkan tindakan-tindakan praktek
klinis dalam sistem surveilans Polio dengan cara melihat hasik pemeriksaan laboratorium.
Menjelaskan setiap atribut sistem dari evaluasi surveilans yang telah dilaksanakan
sebagai berikut.
a. Simplicity
Alur pelaporan surveilans AFP yang berjalan di Kota Yogyakarta tidak sederhana,
Hal tersebut dikarenakan dalam pelaksanaannya dilakukan dengan uji
laboratorium dalam penegakan diagnosis.
b. Fleksibility
Dari hasil surveilans Polio, pengamatan telah dilakukan terhadap semua kasus
lumpuh layuh akut pada anak usia < 15 tahun yang merupakan kelompok yang
rentan terhadap penyakit polio. Namun, seiring berjalannya waktu dari tahun ke
tahun tidak banyak kasus yang dapat dilaporkan, sehingga analisis surveilans yang
dilakukan.
c. Data quality
Surveilans AFP di Yogyakarta tidak memenuhi target yang telah ditetapkan, hal
tersebut kemungkinan dipengaruhi oleh kualitas data yang buruk dan tidak
lengkap.
d. Acceptability
Berdasarkan hasil analisis sistem surveilans AFP di Yogyakarta pelaporan kasus
AFP dalam 5 tahun terakhir didominasi oleh sebanyak 8 (delapan) kasus atau 80%
dari 10 (sepuluh) temuan kasus. Dari puskesmas sendiri hanya menyumbangkan 2
(dua) temuan kasus atau sebesar 20%, sedangkan dari dokter praktek swasta
dalam kurun waktu 4 tahun terakhir yaitu dari tahun 2014-2018 tidak pernah
dilaporkan menemukan kasus AFP (0%). Dapat disimpulkan bahwa akseptabilitas
yang dihasilkan adalah rendah hal tersebut dipengaruhi oleh rendahnya
ketersediaan individu maupun organisasi diluar instansi yang membantu.
e. Sensitivity
Target penemuan kasus AFP di Kota Yogyakarta minimal adalah ditemukannya 3
(tiga) kasus. Namun selama tahun 2018 ditemukan hanya ditemukan sebanyak 2
(dua) kasus AFP dengan 50% specimen adekuat. Hal tersebut berarti penemuan
kasus AFP domisili Kota Yogyakarta tahun 2018 tidak memenuhi target. Dapat
disimpulkan bahwa tingkat kepekaan yang dimiliki oleh sistem surveilans AFP di
Yogyakarta adalah rendah hal tersebut dipengaruhi oleh kasus yang dilaporkan
dalam sistem tidak sesuai.
f. Predictive value positive
Hasil surveilans AFP Kota Yogyakarta tahun 2018 ditemukan 2 kasus AFP yang
semuanya negatif Polio. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sistem
surveilans tidak mampu mengidentifikasi suatu populasi yang kenyataannya
memang kasus, sehingga Nilai Prediksi Positif dapat dikatakan rendah.
g. Representativeness
Berdasarkan hasil analisis sistem surveilans AFP di Yogyakarta telah melakukan
analisis berdasarkan variable orang (jenis kelamin dan golongan umur), variable
tempat (berdasarkan tempat tinggal) dan variabel waktu (periode waktu tertentu).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa atribut kerepresentatifan pada surveilans AFP
di Yogyakarta representatif.
h. Timeliness
Dilihat dari ketepatan waktu pelaporan sistem surveilans AFP di Kota Yogyakarta
telah mengumpulkan laporan rutin bulanan secara tepat waktu kepada pihak
terkait.
i. Stability
Manajemen pengumpulan data yang dilakukan sudah baik dengan menggunakan
sistem formulir dan komputer.
TASK E
Dapat disimpulkan bahwa dari hasil evaluasi surveilans AFP di Kota Yogyakarta kurang
memenuhi standar sehingga tidak mencapai target yang ditentukan. Hal tersebut
disebabkan oleh rendahnya atribut dari sistem surveilans yaitu seperti kesederhanaan,
kualitas data, akseptabilitas, sensitivitas, dan prediksi nilai positif.
TASK F
Rekomendasi yang dapat diberikan mengenai sistem surveilans AFP di Kota Yogyakarta
adalah sebagai berikut.
1) Membangun jejaring komunikasi yang bagus antar pihak terkait baik dari pihak
pengambil keputusan maupun pihak pembuat kebijakan
2) Optimalisasi sistem pelaporan agar lebih gencar dan bekerja sama dengan sektor -
sektor terkait dalam pelaporan.
3) Peningkatan kapasitas petugas surveilans melalui pelatihan serta sosialisasi.

Anda mungkin juga menyukai