Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Definisi
Tennis elbow adalah suatu kondisi kerusakan pada tendon otot yang
berfungsi menekuk pergelangan tangan kearah belakang menjauhi telapak
tangan, yang menyebabkan nyeri pada lengan bawah (Helmi, 2012). Dulu,
sindroma ini diperkenalkan dengan nama lawn tennis arm oleh Morris pada
1882. Setahun kemudian, Mayor menyingkat istilah itu menjadi tennis
elbow (Bojanic, 2004).
Tennis elbow dapat terjadi karena otot-otot tersebut digunakan secara
terus-menerus sehingga terjadi kerusakan yang semakin lama semakin
melebar dan gejala yang dirasakan menjadi lebih parah (Harris, 1997).
Berdasar gambaran klinis, tennis elbow dibagi menjadi 4 tipe, yaitu (1)
tipe 1, adanya kerusakan pada suprakondilar atau tepatnya pada otot
ekstensor karpi radialis longus, (2) tipe 2, adanya kerusakan pada otot
ekstensor karpi radialis brevis pada bagian tenoperiosteal, (3) tipe 3,
adanya kerusakan pada bagian tendon dari otot-otot ekstensor, (4) tipe 4,
adanya kerusakan pada perut ototnya. Mungkin juga tennis elbow
merupakan kombinasi dari kerusakan tendo otot ekstensor karpi radialis
brevis dan longus (Coninck, 2012).
Otot ekstensor karpi radialis brevis biasanya paling sering mengalami
kerusakan karena terletak paling lateral, mengalami kontraksi otot paling
tinggi saat melakukan aktivitas sehari-hari dan berkontraksi lebih saat
melakukan backhand selama bermain tenis (Johnson, 2012).
2. Anatomi fungsional sendi siku
Sendi siku atau articulatio cubiti dibentuk oleh beberapa tulang, otot,
ligamen, struktur persendian dan diinervasi oleh beberapa saraf. Sendi siku
terdiri dari art.humeroulnaris, art.humeroradialis dan art.radioulnaris
proksimal.
a) Tulang pembentuk sendi siku

7
8

Sendi siku atau articulatio cubiti merupakan persendian yang


menghubungkan permukaan ujung distal tulang humerus dengan ujung
proksimal tulang radius dan tulang ulna.

a. Tulang Humerus
Ujung distal korpus humeri melebar, pada pinggir luar terdapat
epikondilus lateralis, pinggir dalam terdapat epikondilus medialis, dan
bagian belakang terdapat sulkus nervi ulnaris (Syaifuddin, 2002).
b. Tulang Ulna
Tulang panjang berbentuk prisma terletak sebelah medial lengan
bawah sejajar dengan tulang radius (Syaifuddin, 2002).
c. Tulang Radius
Tulang radius terletak disepanjang lateral dari ulna dan mempunyai
dua ujung (ekstremitas) yaitu ekstremitas proksimalis dan distalis radii
(Syaifuddin, 2002).
b) Ligamentum pada sendi siku

Ligamen pada sendi siku terdiri dari ligamen kolateral ulna, ligamen
kolateral radial dan ligamen annular radii . Ligamen kolateral ulna
berbentuk tebal dan berhubungan dengan otot triceps brakhii, fleksor
karpi ulnaris, nervus ulnaris merupakan origo dari otot fleksor digitorum
sublimis. Ligamen kolateral radial menghubungkan epikondilus lateralis
humeri dengan ligamen ulnar berhubungan dengan tendo otot supinator
(Syaifuddin, 2002). Ligamen annular radii memiliki fungsi utama untuk
menstabilkan sendi proksimal radioulnar (Wolf 2002).
(1) Ligamentum collaterale lateral
Ligamen ini merupakan ligamen yang kuat dan terletak pada tepi
radial. Ligamen tersebut merupakan bundle yang kuat melekat pada
epicondylus lateralis humeri dan berjalan kearah distal, sebagian
melekat pada ulna dan sebagian lagi melekat pada ligamen annulare.
(2) Ligamentum collaterale medial
Ligamen ini berbentuk segitiga datar yang kuat. Ligamen ini terdiri
dari tiga bagian yaitu :
(a) Pars anterior melekat pada epicondylus medialis humeri ke
processus coronoideus humeri.
9

(b) Pars posterior melekat pada epicondylus humeri ke olecranon.


(c) Pars transversal yang menghubungkan kedua bagian ini,
membentang dari processus coronoideus ulnae menuju ke
olecranon.
(3) Ligamentum annulare radii
Bentuknya seperti cincin melekat pada ventral dan dorsal incisura
radius ulna, melingkari capitulum radii. Ligamen ini berfungsi untuk
menjaga tetap kontaknya capitulum radii dengan incisura radius ulna.
Serabut bagian atas berhubungan dengan ligamen pada articulatio
cubiti sedangkan serabut bagian bawah berhubungan dengan colum
radii.

2
3
7

Gambar 2.1
Komponen ligamen kolateral lateral sendi siku kanan (Neumann, 2003,).
Keterangan Gambar 2.1 :
1. Humerus
2. Ligamen annular
3. Radius
4. Ulna
5. Puncak otot supinator
10

6. Ligamen kolateral lateral/ulna


7. Ligamen kolateral radial
c) Otot-otot pada sendi siku
Otot-otot yang terpenting, yang bersangkutan dengan gerakan siku
adalah otot brakhialis, otot briceps brakhii, otot triceps brakhii, otot
brakhioradialis, otot pronator teres, otot supinator. Dari siku juga berasal
sejumlah otot ekstensor dan fleksor pergelangan tangan dan tangan yang
penting. Otot-otot ekstensor berasal dari sekitar epikondilus lateralis
humeri, sedangkan otot-otot fleksor berasal dari epikondilus medialis
humeri (Wolf and Mens, 1990). Pada kebanyakan kasus tennis elbow,
yang biasanya terkena adalah origo dari otot ekstensor karpi radialis
brevis dan otot ekstensor karpi radialis longus.
Otot ekstensor karpi radialis brevis, otot ekstensor digitorum komunis,
dan otot ekstensor karpi ulnaris bergabung membentuk suatu tendo yang
kuat serta melekat pada anterior epikondilus lateral dan pada punggung
suprakondilar lateral, dekat dengan origo otot brakhioradialis dan otot
ekstensor karpi radialis longus. Epikondilus lateral juga merupakan
tempat perlekatan ekstensor digiti minimi dan supinator, yang bergabung
bersama dengan otot ekstensor karpi radialis brevis, ekstensor digitorum
komunis dan ekstensor karpi ulnaris, untuk membentuk tendo ekstensor
komunis.
11

Gambar 2.2
Otot-otot lengan bawah tampak lateral (Bojanic, 2004).
Keterangan gambar :
1. Epikondilus lateralis
2. Otot brakhioradialis
3. Otot ekstensor karpi radialis brevis
4. Otot ekstensor karpi radialis longus
5. Otot ekstensor digitorum komunis
6. Retinaculum ekstensorum
d) Struktur mikroskopis otot rangka
Secara mikroskopis sel otot rangka terdiri atas sarkolema atau
membran sel serabut otot yang terdiri atas membran sel yang disebut
membran plasma dan sebuah lapisan luar yang terdiri atas satu lapisan
12

tipis mengandung kolagen. Setiap serabut terbentuk oleh (1) sejumlah


mio-fibril, yang mengandung filamen aktin dan miosin, (2) sarkoplasma
yang mengandung cairan intrasel berisi kalsium, magnesium, fosfat,
protein dan enzim, (3) retikulum sarkoplasma yang mempunyai fungsi
sebagai tempat penyimpanan kalsium dan (4) tubulus T yang merupakan
sistem tubulus pada serabut otot (Helmi, 2012).
Mekanisme kerja otot pada dasarnya melibatkan suatu perubahan
dalam keadaan yang relatif dari filamen-filamen aktin dan miosin. Pada
waktu kontraksi, filamen aktin meluncur diantara miosin ke dalam zona H
(zona H adalah bagian terang diantara dua pita gelap). Dengan demikian
serabut otot menjadi memendek yang tetap panjangnya adalah pita A
(pita gelap), sedangkan pita I (pita terang) dan zona H bertambah pendek
waktu kontraksi (Helmi, 2012).
Ujung miosin dapat mengikat ATP dan menghidrolisisnya menjadi
ADP. Beberapa energi dilepaskan dengan cara memotong pemindahan
ATP ke miosin yang berubah bentuk ke konfigurasi energi tinggi. Miosin
yang berenergi tinggi ini kemudian mengikatkan diri dengan kedudukan
khusus pada aktin sehingga membentuk jembatan silang. Kemudian,
simpanan energi miosin dilepaskan. Ujung miosin lalu beristirahat dengan
energi rendah dan pada saat inilah terjadi relaksasi. Relaksasi ini
mengubah sudut perlekatan ujung miosin menjadi miosin ekor. Ikatan
antara miosin energi rendah dan aktin terpecah ketika molekul baru ATP
bergabung dengan ujung miosin. Kemudian siklus tadi berulang lagi
(Helmi, 2012).
13

1
2
3

10 9 4 5 4

8
7
6

Gambar 2.3

Pergeseran filamen pada kontraksi otot (Helmi, 2012).

Keterangan gambar 2.3 :


1. Sarkolema
2. Mitokondria
3. Miofibril
4. Diskus Z
5. Zona H
6. Filamen tebal (miosin)
7. Filamen elastik (aktin)
8. Filamen tipis (aktin)
9. Pita gelap I
10. Pita gelap A
3. Biomekanika
Sendi siku terdiri dari art.humeroulnar, art.humeroradial dan
art.radioulnar proximal. Art.humeroulnar yang berbentuk hinge joint,
merupakan sendi utama untuk gerakan fleksi dan ekstensi. Sedangkan
art.humeroradial yang berbentuk ball and socket, juga ikut bergerak saat
fleksi dan ekstensi, tapi utamanya untuk bergerak pronasi dan supinasi.
Art.radioulnar proximal yang berbentuk uniaxial pivot joint, membantu
dalam gerakan pronasi dan supinasi (Mens, 2002).
14

a. Osteokinematika

Pada bagian ini akan dibahas mengenai gerakan aksis sendi dan
Lingkup Gerak Sendi (LGS)

1) Sendi Siku
a. Fleksi dan Ekstensi
Bergerak pada bidang sagital dengan aksis frontal dari Lingkup
Gerak Sendi normal yaitu dari posisi awal 00 ditulis S : 00 - 00 –
1450 (tidak ada hiperekstensi), gerakan di luar batas 100 di bawah
posisi dasar 00 disebut hiperekstensi sehingga ditulis S : 100 – 00 –
1450
b. Rotasi Lengan Bawah
Gerakan memutar kearah medial atau lateral, dengan posisi awal
00 (posisi netral) bila dorsum tangan pararel terhadap aksis
longitudinal dari pergelangan tangan, dengan siku menempel pada
tubuh dengan fleksi 900, supinasi 850 dan pronasi 900 ditulis R : 850
– 00 – 900
2) Sendi Pergelangan Tangan
a. Fleksi dan Ekstensi
Bergerak pada bidang sagital dengan aksis frontal untuk ekstensi
800 dan fleksi 900, ditulis R : 850 – 00 - 900
b. Radial dan Ulnar Deviasi
Bergerak pada bidang frontal dengan aksis sagital Lingkup Gerak
Sendi pada posisi 00 (netral) bila lengan bawah dan jari ketiga
dalam garis lurus. Radial Deviasi 200 (posisi anatomi dengan
telapak tangan abduksi) dan ulnar deviasi (adduksi) 300 ditulis F :
200 – 00 – 300.
4. Perubahan Patologi
a) Etiologi
Tennis elbow umumnya dikenali setelah adanya trauma kecil dan
sering tidak terdeteksi pada otot-otot ekstensor dari lengan bawah
(Buchbinder, 2007). Etiologi tennis elbow antara lain : (1) usia, (2)
gerakan yang kuat dan berulang-ulang, (3) cara bekerja yang buruk, (4)
posisi anatomi tendon ekstensor carpi radialis brevis yang langsung
15

berhimpitan dengan aspek lateral capitulum, (5) kekuatan otot saat


menggenggam yang tidak optimal, (6) peralatan yang tidak sesuai
b) Patofisiologi
Selain akibat cedera yang berulang, tennis elbow juga dapat terjadi
karena trauma langsung. Tennis elbow mungkin mengakibatkan
sobekan kecil, metaplasia fibrokartilaginaous, pengapuran mikroskopik,
dan reaksi vaskular yang nyeri pada serabut tendon yang dekat dengan
epikondilus lateral (Helmi, 2012).
Epikondilus lateralis humeri merupakan origo dari otot-otot ekstensor
tangan, sehingga bila otot-otot ekstensor tangan melakukan aktivitas
yang kuat dan berkepanjangan, terutama bagi orang-orang yang kurang
terlatih, dapat mengalami perobekan pada daerah origo atau myofacial
yang ada didekat origo tersebut. Tennis elbow sering timbul saat
melakukan ekstensi pergelangan tangan yang kuat dengan tangan
dalam keadaan pronasi, misalnya saat pemain tennis melakukan back
hand dengan siku menghadap net atau pada ibu rumah tangga yang
sedang memeras cucian dengan kedua tangan dalam keadaan pronasi.
Sering timbul juga saat melakukan supinasi pergelangan tangan dengan
melawan tahanan, misalnya saat mengencangkan sekrup dengan
gerakan searah jarum jam (Hudaya, 2002).
5. Tanda dan gejala klinis
Tanda dan gejala klinis pada tennis elbow antara lain : (1) timbul rasa
nyeri secara spontan pada epikondilus lateralis humeri yang sangat hebat
yang dapat menyebar kebagian lateral lengan atas dan lengan bawah, (2)
terdapat nyeri tekan pada epikondilus lateralis humeri, (3) adanya sedikit
pembengkakan pada epikondilus lateralis humeri, (4) adanya nyeri gerak
isometrik pada epikondilus lateralis humeri, (5) rasa nyeri bertambah saat
pasien mengekstensikan siku dengan pergelangan tangan dalam keadaan
pronasi dorsifleksi, (6) nyeri juga dirasakan bertambah saat pasien
melakukan dorsifleksi tangan dengan adanya tahanan dari pemeriksa,
sementara lengan bawahnya diletakkan di atas meja dalam keadaan
pronasi, (7) pemeriksaan darah tidak ditemukan kelainan, dan (8)
pemeriksaan radiologis biasanya normal, kadang dapat terlihat bayangan
tulang baru yang kecil di daerah yang nyeri tekan (Hudaya, 2002).
16

6. Pemeriksaan Spesifik pada Regio Elbow


1. Test instabilitas ligamen.
Stabilitasi lengan pasien di daerah siku oleh tangan pemeriksa,
sedang tangan lainnya diletakkan diatas pergelangan tangan pasien.
Selanjutnya pasien memfleksikan sikunya sekitar 20-30 derajat. Untuk
memeriksa ligamen collateral lateral, berikan penekanan kearah adduksi
/ varus dan penekanan kearah abduksi / valgus untuk memeriksa
ligamen collateral medial. Penekanan ditingkatkan dan perhatikan ada
tidaknya perubahan nyeri atau ROM.
2. Test tinel’s pada elbow.
Tempat dari nervus ulnaris di dalam celah antara processus
olecranon dan epicondylus medial. Apabila terdapat neuroma atau
entrapment neuritis disulkus n. ulnaris, maka penekanan pada nervus
ulnaris ditempat tersebut (sulkus n. ulnaris) akan menimbulkan nyeri
yang dirasakan berpangkal pada tempat penekanan dan menjalar
sepanjang perjalanan n. ulnaris.
3. Test untuk Tennis Elbow (metode I).
Stabilisasi siku dengan ibu jari pemeriksa, selanjutnya pasien diminta
untuk melakukan gerakan pronasi lengan bawah, radial deviasi dan
ekstensi pergelangan tangan sementara itu pemeriksa memberikan
resisted terhadap gerakan tersebut. Tanda positif indikasi tiba-tiba
muncul timbul nyeri yang hebat di area epicondylus lateral humeri.
Epicondylus dapat juga di palpasi untuk menetukan tempat nyeri. Test
ini dikenal dengan nama Cozen’s test.
4. Test untuk Tennis Elbow (metode II).
Sambil mempalpasi epicondylus lateral, pemeriksa mempronasikan
lengan bawah pasien disertai fleksi pergelangan tangan dan ekstensi
siku. Jika tes ini positif indikasi timbul nyeri diatas epicondylus lateral
humeri. Test ini dikenal dengan nama Manuver mill test.
5. Test untuk Golf Elbow.
Pemeriksa mempalpasi epicondylus medial pasien selanjutnya
pemeriksa menggerakkan lengan pasien kearah supinasi lengan bawah
disertai ekstensi siku dan pergelangan tangan. Tanda positif indikasi
timbul nyeri diatas epicondylus medial humeri.
17

6. Fleksi Elbow Test.


Minta pasien untuk fleksi siku maksimal dan pertahankan posisi
tersebut sampai 5 menit. Tanda positif indikasi adanya rasa kram atau
paresthesia sepanjang distribusi saraf ulnar di lengan bawah dan
tangan. Tes ini membantu untuk mengetahui adanya cubital tunnel
syndrome.(indonesiarehap, 2012)

7. Problematika Fisioterapi
Problematika yang muncul dari tennis elbow antara lain :
1. Impairment
Pada tingkat impairment, problematika yang muncul antara lain:
a. Primary problem berupa adanya nyeri pada sendi siku dan terkadang
menyebar sampai ke lengan atas dan lengan bawah (Hudaya, 2002).
Nyeri disebabkan karena aktivitas yang sangat kuat dan
berkepanjangan sehingga merusak jaringan. Adanya stimuli noksius
akan melepaskan zat-zat kimiawi endogen yang selanjutnya akan
mentranduksi stimuli ini menjadi impuls nyeri melalui mekanisme
yang belum diketahui dengan pasti. Ada 3 tipe kimiawi endogen
untuk nyeri, seperti bradikinin, histamine dan prostaglandin.
Pelepasan substansi P dan neuropeptida secara berlebihan akan
membantu terjadinya efek inflamasi di jaringan yang dapat menjadi
kontributor terjadinya nyeri kronik (Parjoto, 2006). Sebagian besar
pasien tidak mengeluhkan nyeri terus-menerus. Kebanyakan pasien
mengeluhkan nyeri bila jaringan atau organ yang rusak mendapat
stimulus, misalnya: sendi yang sakit semakin hebat bila digerakkan.
b. Adanya keterbatasan gerak pada lengan.
Keterbatasan gerak pada lengan timbul karena adanya rasa nyeri,
sehingga pasien tidak ingin bergerak dan beraktivitas. Keadaan ini
dapat menyebabkan perlengketan jaringan dan keterbatasan lingkup
gerak sendi.
c. Penurunan kekuatan otot-otot ekstensor lengan
Apabila tennis elbow sudah berlangsung kronik, dapat terjadi
penurunan kekuatan otot-otot ekstensor lengan. Ini disebabkan
karena otot ekstensor lengan jarang digerakkan. Penurunan kekuatan
18

otot terjadi karena adanya disuse otot atau penurunan gerakan.


Kontraksi ATP terurai menjadi ADP dan melepaskan energi yang
digunakan untuk mengikatkan aktin dan miosin. Padahal untuk terjadi
suatu gerakan memerlukan sumber energi utama berupa ATP,
sedangkan bila ATP dan ADP dalam keadaan habis maka otot tidak
mampu berkontraksi. Untuk dapat berkontraksi kembali maka ATP
harus dibentuk lagi agar otot mendapat sumber energi (Helmi, 2012).
2. Functional limitation
Dilihat dari impairmentnya, maka penderita merasakan
ketidaknyamanan dan mengalami gangguan dalam aktivitas fungsional
lengan seperti membawa segelas kopi, menuangkan teh, berjabat
tangan, memutar pegangan pintu yang berat, menggunakan obeng,
mengangkat sesuatu dengan tangan pada posisi pronasi dan lain-lain
(Helmi, 2012)
8. Diagnosis Banding
Beberapa diagnosis banding dari tennis elbow antara lain :
a. Sindrom radial tunnel
Penyakit ini ditandai oleh adanya nyeri dan kelemahan pada sisi
lateral siku setelah pasien melakukan aktivitas berupa ekstensi, pronasi
lengan bawah dan pergelangan tangan dalam keadaan palmar fleksi.
Gejalanya sangat mirip dengan tennis elbow, hanya saja nyeri pada
sindrom radial tunnel adalah nyeri tumpul pada posterolateral dari
lengan bawah sekitar 4 jari kearah distal epikondilus lateralis, dimana
kadang menyebar kesisi dorsal pergelangan tangan (Bojanic, 2004).
b. Bursitis olekranon
Pada bursitis olekranon kadang siku tampak membesar sebagai
akibat dari tekanan, gesekan, dan riwayat rematik. Pada pemeriksaan
fisik, dapat ditemukan adanya efusi sendi siku dan eritema pada kulit
daerah siku, pada tennis elbow tidak ditemukan tanda eritema. Pada
bursitis olekranon, nyeri dapat timbul ketika dilakukan penekanan pada
olekranon sedangkan pada epikondilus lateral, nyeri timbul saat
dilakukan penekanan pada epikondilus lateral (Appley, 1995).
c. Corpus liberum
19

Corpus liberum intraartikuler dapat disebabkan oleh ostheochondritis


dissecans, osteochondromatosis synovials, trauma dan arhtrosis. Tanda
dan gejala corpus liberum biasanya nyeri kejut dan menusuk, kadang
sendi seperti terkunci dan dapat hilang sesudah digerakkan beberapa
kali. Sedangkan pada tennis elbow nyeri bersifat tumpul dan menyebar.
Saat dilakukan pemeriksaan gerak terdapat rasa sakit saat ekstensi
pergelangan tangan dengan adanya tahanan (Wolf, 1990).
d. Kelainan –kelainan didaerah leher
Yang membedakan dengan tennis elbow adalah jika telah dilakukan
pemeriksaan fungsi gerak siku dan tidak terdapat suatu kelainan, maka
kemungkinan kelainan diakibatkan karena gangguan pada level C6.
Gangguan-gangguan pada level C6 dapat mengakibatkan rasa sakit di
siku bagian lateral (Wolf, 1990).
9. Prognosis
Angka kesembuhan pasien dari penyakit ini cukup tinggi. Sebanyak 47
% berhasil pulih dengan tindakan fisioterapi dengan jangka waktu sekitar 6
minggu. Meskipun begitu, tennis elbow memiliki potensi menjadi masalah
kronik terutama jika tidak tertangani dengan baik. Untuk menurunkan resiko
kronik, maka pasien dianjurkan menjalani terapi secara rutin (Bojanic,
2004).
10. Teknologi fisioterapi
Ada beberapa Modalitas fisioterapi yang dapat digunakan untuk
mengatasi problematik pada Tennis Elbow diantaranya :
a) TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation)
b) IR (Infra Red)
c) US (Ultra Sound Therapy)
d) MWD (Micro Wave Dhiatermy)
e) Terapi Manipulasi
f) Terapi Latihan

B. Teknologi Intervensi
1. Ultrasound
Ultrasound therapy adalah suatu terapi menggunakan gelombang suara
dengan frekuensi lebih dari 20000 Hz. Bunyi ini tidak dapat didengar oleh
20

manusia tetapi dapat berguna dalam bidang kesehatan antara lain untuk
terapi pada frekuensi 0,7-3,3 MHz (Sujatno, dkk, 2002) .
a. Mesin ultrasound
Mesin ultrasound terdiri dari dua sirkuit, yaitu primer dan sekunder.
Sirkuit primer merupakan sebuah generator yang menghasilkan arus
bolak balik berfrekuensi tinggi. Sirkuit primer ini akan dihubungkan
dengan bahan piezo-electric yang terdapat di dalam treatment head,
yang disebut sirkuit sekunder. Frekuensi dari sirkuit sekunder harus
sama dengan sirkuit primer. Frekuensi dari sirkuir sekunder ditentukan
oleh ketebalan dari bahan piezo-electric sehingga ketebalan dari bahan
piezo-electric harus disesuaikan dengan frekuensi sirkuit primer yang
sekaligus menentukan frekuensi dari mesin ultrasound tersebut.
Dalam tranduser terdapat pula apa yang disebut area radiasi efektif
(ERA atau Effecting Radiation Area). ERA adalah merupakan suatu data
yang penting untuk menentukan dosis terapi oleh karena itu ERA harus
selalu diukur dan dilaporkan (Sujatno, dkk, 2002).
b. Penyebaran gelombang ultrasound
Penyebaran gelombang ultrasound didalam tubuh manusia timbul
karena adanya dua fenomena yaitu adanya refleksi dan divergensi pada
area divergen. Penyebaran gelombang ultrasound dapat menimbulkan
efek pada jaringan lain diluar daerah pancaran bundle ultrasound akibat
adanya pantulan/refleksi dari media-media yang kuat daya refleksinya
seperti metal, udara, dan jaringan tulang (Sujatno, dkk, 2002).
c. Penyerapan dan penetrasi pada gelombang ultrasound
Jika energi ultrasound masuk kedalam jaringan tubuh maka efek
pertama yang diharapkan adalah efek biologis. Karena adanya
penyerapan energi ultrasound tersebut, semakin dalam gelombang
ultrasound masuk kedalam tubuh maka intensitasnya akan semakin
berkurang dan penetrasi yang dapat dicapai juga berkurang (Sujatno,
dkk, 2002).
Penetrasi terdalam gelombang ultrasound pada jaringan tubuh
dimana efek terapeutik masih bisa diharapkan dinyatakan dengan istilah
penetration depth (P). Pada penetration depth intensitas ultrasound
yang diberikan masih tersisa 10% (Sujatno, dkk, 2002).
21

d. Bentuk gelombang
Bentuk gelombang dari ultrasound antara lain: (a) Continous yaitu
gelombang yang dihantarkan secara terus - menerus (b) Pulsed yaitu
gelombang yang terputus, dengan bentuk pulsa dan lamanya ditentukan
oleh karakteristik mesin yang digunakan (Sujatno, dkk, 2002).
e. Media penghantar
Media penghantar diantara tranduser dan permukaan tubuh sifatnya
mutlak agar energi ultrasound dapat masuk kedalam tubuh. Media
penghantar yang baik harus memenuhi kriteria yaitu bersih dan steril
pada keadaan tertentu, tidak terlalu cair (kecuali metode sub aqual),
tidak cepat terserap kulit, tidak menyebabkan flek-flek, tidak
menimbulkan iritasi kulit, mudah menghantarkan ultrasonic, transparan,
dan murah (Sujatno, dkk, 2002).
f. Efek dari ultrasound
a. Efek panas/thermal
Panas yang dihasilkan tergantung dari nilai frekuensi gelombang
yang dipakai, intensitas dan lama pengobatan. Jaringan yang paling
besar mengabsorbsi panas adalah jaringan dengan komposisi
kolagen tinggi. Efek thermal akan memberikan pengaruh yaitu
memperlancar proses metabolisme, mengurangi nyeri dan muscle
spasme, meningkatkan sirkulasi, dan meningkatkan ekstensibilitas
jaringan lunak (Cameron, 1999).
b. Efek non-thermal
Efek yang pertama kali didapat oleh tubuh adalah efek
mekanik/non-thermal. Gelombang ultrasound menimbulkan adanya
peregangan dan perapatan didalam jaringan dengan frekuensi yang
sama dengan frekuensi dari ultrasound. Efek mekanik ini juga disebut
dengan micro massage. Selain micro massage dihasilkan pula efek
micro streaming. Pengaruhnya terhadap jaringan yaitu menggerakan
cairan disekitar sel dan tissue fibers sehingga meningkatkan
permeabilitas jaringan dan meningkatkan metabolisme (Low, 2000).
g. Teknik aplikasi
a. Kontak langsung
22

Tranduser menempel langsung pada area yang diterapi dengan


media penghantar (coupling media). Tujuan coupling media adalah
untuk memaksimalkan jumlah gelombang ultrasonic yang masuk ke
tubuh.
b. Kontak tidak langsung
1. Under water (menggunakan media air)
2. Water pillow (menggunakan kantong plastik/karet mengandung
air)
h. Indikasi dan kontraindikasi ultrasound
Indikasi pemberian ultrasound yaitu pada kondisi sebagai berikut: (1)
gangguan pada jaringan tulang sendi dan otot, (2) keadaaan
postraumatik seperti contusio, distorsi, luxation, dan fraktur, (3)
rheumatoid arthritis stadium tidak aktif, (4) kelainan atau penyakit pada
sirkulasi darah, (5) penyakit-penyakit pada organ dalam, (6)
penyakit/kelainan pada kulit, (7) jaringan parut karena trauma atau
operasi, (8) Dupuytren Contracture, dan (9) luka terbuka (Sujatno, dkk,
2002).
Sedangkan kontra indikasi ultrasound yaitu (1) penggunaan
ultrasound pada daerah mata, jantung, uterus pada wanita hamil,
epiphyseal plate, dan testis, (2) hilangnya sensibilitas, (3) post
laminectomy, (4) DM, (5) septis-inflamations, (6) tumor, (7) post
traumatik, (8) tromboplebitis dan varises, dan (9) endorprothese.
(Sujatno, 2002).

i. Dosis
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan dosis dengan
penggunaan dosis antara lain :
1) Frekuensi
Frekuensi terapi tergantung pada kondisi pasien, frekuensi 3 Mhz
untuk jaringan superfisial dengan kedalaman 1-2 cm dan frekuensi 1
Mhz untuk jaringan dengan kedalaman lebih dari 5 cm (Cameron,
1999).
2) Intensitas
23

Intensitas dapat dibagi menjadi 3 yaitu 1,2-3 W/cm2 (kuat), 0,3-1,2


W/cm2 (sedang), <0,3 W/cm2 (rendah) (Sujatno, 2002).
3) Duty cycle
Duty cycle tergantung kondisi pasien. Duty cycle 100% atau arus
continuous digunakan untuk mendapat efek thermal dari US. Duty
cycle 20 % yang biasa digunakan sebagai arus pulsed US dipakai
untuk mendapat efek non-thermal dari US (Cameron, 1999).
4) Lama terapi
Lama terapi tergantung pada luas ERA dan area yang akan
diterapi, misalnya dalam terapi menggunakan ERA dengan luas 5
cm2 dan luas area terapi 25 cm2 maka lama waktu terapi adalah 5
menit (diperoleh dari luas area terapi dibagi luas ERA). Seringkali
yang dipakai sebagai acuan untuk tennis elbow tipe 1 dan 2 adalah 5
menit, tipe 3 selama 8 menit dan tipe 4 selama 12 menit (Nonius,
2009).
2. Terapi Latihan
Terapi Latihan adalah gerakan tubuh untuk memperbaiki impairment,
meningkatkan kemampuan fungsional, mengurangi faktor resiko,
mengoptimalkan kesehatan secara menyeluruh dan meningkatkan
kebugaran (Bandy and Sanders, 2008). Dalam kasus tennis elbow terapi
latihan yang diberikan berupa stretching dan strengthening otot-otot lengan
bawah.
Stretching yaitu meregangkan suatu jaringan yang mengalami
perlengketan atau pemendekan, selain itu stretching juga bertujuan untuk
menambah LGS dan meningkatkan fleksibilitas otot (Kisner, 1996).
Stretching disini lebih digunakan untuk memelihara LGS dan meningkatkan
fleksibilitas jaringan disekitar sendi siku.
Strengthening yaitu merupakan latihan yang dilakukan dengan
memberikan tahanan dari luar terhadap kerja otot yang membentuk suatu
gerakan. Tahanan dari luar tersebut bisa berasal dari tahanan normal
maupun mekanik (Kisner, 1996). Apabila otot itu berkontraksi dengan
melawan suatu tahanan, maka ketegangan dalam otot itu akan naik.
Karena ketegangan otot bertambah (bila melawan suatu tahanan) maka
untuk memperkuat otot-otot lengan menggunakan tahanan. Tahanan yang
24

diberikan bisa menggunakan tahanan manual, kantong pasir, per dan


karet. Efek penggunaan latihan strengthening adalah (1) menambah
kekuatan dan daya tahan otot (2) memperbaiki ketidakseimbangan otot (3)
mengembangkan koordinasi gerakan (4) memperbaiki kemampuan
fungsional dan (5) memperbaiki kondisi umum pasien.

3. Pemeriksaan nyeri dengan skala VDS


Verbal Descriptive Scale (VDS) adalah cara pengukuran derajat nyeri
dengan tujuh skala penilaian yaitu :
1 = Tidak nyeri.
2 = Nyeri sangat ringan.
3 = Nyeri ringan.
4 = Nyeri tidak begitu berat.
5 = Nyeri cukup berat.
6 = Nyeri berat.
7 = Nyeri tak tertahankan.
(Mardiman, 2002)
4. Pemeriksaan kekuatan otot dengan Manual Muscle Testing (MMT)
Manual Muscle Testing (MMT) adalah suatu usaha untuk menentukan atau
mengetahui kemampuan seseorang dalam mengkontraksikan otot atau
group ototnya secara voluntary atau disadari.(Mardiman, 2002)
Kriteria nilai kekuatan otot meliputi :

Nilai Keterangan

5 N (Normal) : subyek bergerak dengan LGS penuh, melawan


gravitasi dan melawan tahanan maksimal
100% : subyek bergerak dan mempertahankan posisi dengan
melawan gravitasi dan tahanan maksimal

4+ G + (Good plus) : subyek bergerak dengan LGS penuh,


melawan gravitasi dan tahanan hampir maksimal

4 G (Good) : subyek bergerak dengan LGS penuh, melawan


25

gravitasi dan tahanan sedang (moderat)


80% : subyek bergerak dan mempertahankan posisi dengan
melawan gravitasi dan tahanan kurang dari maksimal

4- G – (Good minus) : subyek bergerak dengan LGS penuh


melawan gravitasi dan tahanan minimal

3+ F + (Fair plus) : subyek bergerak penuh melawan gravitasi,


sedikit melawan tahanan (LGS hampir penuh antara mide
range)

3 F (Fair) : subyek bergerak dengan LGS penuh melawan


gravitasi tanpa melawan tahanan
50% : subyek bergerak dan mempertahankan posisi dengan
melawan gravitasi

3- F – (Fair minus) : subyek bergerak melawan gravitasi dengan


LGS lebih besar dari posisi “Midle Range”

2+ P + (Poor Plus) : subyek bergerak sedikit dengan melawan


gravitasi atau bergerak dengan LGS penuh dengan tahanan
minimal tanpa melawan gravitasi

2 P (Poor) : subyek bergerak dengan LGS penuh tanpa


melawan gravitasi

2- P – (Poor minus) : subyek bergerak dengan LGS tidak penuh


tanpa melawan gravitasi

1 T (Trace) atau 5% : kontraksi otot bisa dipalpasi tetapi tidak


ada gerakan sendi

0 0 (Zero) atau 0% : kontraksi otot tidak terdeteksi dengan


palpasi
26

Tabel 2.2
Kriteria nilai kekuatan otot

Anda mungkin juga menyukai