Laporan Kasus Gangguan Psikotik Non-Organik Ytt (F29) : Identitas Pasien
Laporan Kasus Gangguan Psikotik Non-Organik Ytt (F29) : Identitas Pasien
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn J
Umur : 26 tahun
Jenis Kelamin : ♂ (Laki-laki)
Agama : Islam
Suku Bangsa : Makassar
Pekerjaan : Petani
Alamat/No.Telp : Dusun Tamalabba, Kel. Garing, Kec. Tompobulu, Kab.Gowa.
Masuk RSKD : 15 April 2013
I. RIWAYAT PSIKIATRI
Diperoleh dari: autoanamnesis dan alloanamnesis dari rekam medis (20 April 2013)
Nama : Ibu N
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : SD (Tidak Tamat)
Alamat : Dusun Tamalabba, Kelurahan Garing, Kec. Tompobulu,
Kab.Gowa.
Hubungan dengan pasien : Ibu Kandung
1
B. Riwayat gangguan sekarang:
2) Hendaya/disfungsi:
Hendaya dalam bidang sosial (+)
Hendaya dalam bidang pekerjaan (+)
Hendaya dalam penggunaan waktu senggang (+)
2
D. Riwayat kehidupan pribadi:
Riwayat prenatal dan perinatal (0-1 tahun)
Pasien lahir normal di rumah tempat tinggal orang tuanya di Dusun Tamalabba,
tanggal 23 Mei 1987, cukup bulan, persalinan dengan bantuan bidan. Selama
masa kehamilan, ibu pasien dalam keadaan sehat.
Riwayat pernikahan
Pasien belum menikah.
3
F. Situasi sekarang:
Pasien sekarang tinggal bersama ibunya setelah tidak lagi bekerja di Sarawak.
DM : Assalamualaikum, Pak.
J : Waalaikumussalam, dok.
DM : Perkenalkan, saya dokter muda Hafizah, Pak. Boleh saya minta waktunya
sebentar? Ada beberapa hal yang ingin saya tanyakan ke Bapak. Saya harap saya
tidak mengganggu.
J : Iya, dok. Silakan.
DM : Bapak namanya siapa ya?
J : J, dok.
DM : Bapak tahu dimana bapak sekarang?
J : Di rumah sakit jiwa dok.
DM : Sudah berapa lama bapak disini?
J : Ndak ku tahu dok. Tapi kayaknya lama sekali kurasa di sini.
DM : Bapak tahu kenapa dibawa ke sini?
J : Ndak ingat dok. Tapi saya mau pulang. (melihat kearah ibunya yang duduk di
sebelah pasien)
DM : Pak J kangen ya sama ibumu?
J : Kangen sekali dok. Saya mau pulang dok. Ndak enak kurasa di dalam.
DM : Pak J, hari ini hari apa ya pak?
J : Tidak tahu dok. (Sambil melihat sekeliling)
DM : Bapak sudah makan siang?
J : Sudah ji. Tapi ndak banyak yang saya makan.
DM : Kenapa tidak banyak yang dimakan?
4
J : (menoleh ke tempat lain)
DM : Bapak, kira-kira bapak tahu ndak kenapa bapak ada di sini?
J : Tidak ku ingat dok.
DM : Pak J, kemarin bapak bilang ada yang bapak lihat ya?
J : Ohh itu cewek. Iya dok. Itu cewek temanku dok.
DM : Teman, akrab kah pak?
J : Itu temanku yang sama-sama mau ke Sarawak. Pacenya yang minta saya liat-liat
sama anaknya.
DM : Boleh saya tau namanya siapa Pak?
J : Siapa? Saya? Saya J.
DM : Ndak Pak, yang cewek teman Bapak?
J : Tika dok.
DM : Tika itu siapanya Bapak?
J : Temanku dok.
DM : Teman yang bagaimana Pak? Pacar kita Pak?
J : Ndak dok, Cuma saya mau dia, dia maukan saya. Ndak pacaran, Cuma saling
mengerti, begitu. Pacarku Normah dok.
DM : Normah siapa?
J : Pacarku di kampung. Tika.(menoleh ke arah lain)
DM : Bapak masih dapat ketemu dengannya ya?
J : Ada ji. Tadi malam dia datang. (Tersenyum)
DM : Dia ada bicara sama bapak?
J : Ndak ji dok. Dia cuma senyum sama saya.
DM : Kapan bapak biasa lihat Tika ya?
J : Ndak tentu waktunya dok. Kadang sore, kadang malam, kadang pagi-pagi dia
sudah datang ketemu saya.
DM : Dia ada bilang apa-apa sama bapak?
J : Ndak ji dok. Tapi itu, pusing sekali kepalaku. Itu, musiknya.
DM : Maksud kita Pak..? Musik apa ya?
J : Iyah, musik.
DM : Musiknya perlahan atau keras?
J : Cuma sayup-sayup,. Tapi sering. Pusing kepalaku.
DM : Terus, kalau ada musiknya terus, bapak bikin apa?
5
J : Dengar mi saja.
DM : Bapak, ingat ndak umur bapak berapa ?
J : Iya, sekitar 21. Tanggal 19 bulan Mei. Kalau tidak silap saya dok.
DM : Ini siapa di sebelah Bapak?
J : Mace ku.
DM : Kelmarin, pekerjaan Bapak apa ya?
J : Di Sawit. Di Sarawak. Tabur baja.
DM : Banyak teman di sana, Pak?
J : Banyak, itu Tika juga temanku di sana.
DM : bapak tahu tidak maksudnya tangan panjang?
J : Suka mencuri.
DM : Oh, tadi Pak J sudah makan siang?
J : Sudah, tadi dikasi sama orang-orang di dalam.
DM : Kampung Pak J dimana?
J : Tamalabba, Gowa.
DM : Bapak, kalau 10-4 itu berapa?
J : 6.
DM : Oh iya, Pak , saya sudahi pertanyaan saya. Terima kasih atas waktunya mau
menjawab pertanyaan saya.
J : Iya, dok.
6
B. Keadaan Afektif (mood), perasaan, ekspresi, dan empati, perhatian:
1. Mood : Sulit dinilai
2. Afektif : Tumpul
3. Empati : Tidak dapat dirabarasakan
C. Fungsi Intelektual
1. Taraf pendidikan, pengetahuan umum, dan kecerdasan: Sesuai dengan taraf
pendidikan pasien.
2. Daya konsentrasi: Kurang.
3. Orientasi (waktu, tempat dan orang): Waktu (Kurang), Tempat (Cukup), orang
(Cukup)
4. Daya ingat:
Jangka panjang : Kurang
Jangka pendek : Cukup
Segera : Cukup
D. Gangguan Persepsi:
1. Halusinasi :
Halusinansi visual (+) melihat bayangan seorang perempuan yang dikenali
Halusinasi auditorik (+) berupa alunan musik
2. Ilusi : Tidak ada
3. Depersonalisasi : Tidak ada
4. Derealisasi : Tidak ada
E. Proses Berpikir:
1. Arus pikiran:
-Produktivitas : Cukup
-Kontinuitas : Relevan, kadang-kadang asosiasi longgar
7
-Hendaya berbahasa : Tidak ada
2. Isi pikiran:
-Preokupasi : Tidak ada
-Gangguan isi pikiran : Waham (-)
G. Daya Nilai:
1. Norma sosial : Terganggu
2. Uji daya nilai : Terganggu
3. Penilaian realitas : Terganggu
Pemeriksaan Fisik:
Status Internus:
Tekanan darah : 120/80 mmHg; Nadi 88x/menit; Frekuensi pernafasan 24x/menit; Suhu
36,3ºC; konjungtiva anemis(-) ; Sklera ikterik (-); Cor dalam batas normal; Bunyi napas
tambahan: ronki(-), wheezing(-), ekstremitas atas dan bawah tidak ada kelainan.
Status Neurologis:
GCS E4M6V5, pupil bulat isokor, reflek cahaya langsung dan tidak langsung (+/+),
tanda ransang meningeal : kaku kuduk(-), kernig's sign(-), fungsi motorik & sensorik
dalam batas normal dan tidak ditemukan reflek patologis.
8
kurang lebih satu minggu ini, pasien sering bertingkah aneh. Pasien sering keluar masuk
rumah (gelisah) dan pasien juga sering mundar-mandir di dalam rumah, tidak tidur,
melempar barang-barang, menyanyi, menangis dan berbicara sendiri. Apabila berbicara,
butirannya tidak jelas. Pasien sering menunjuk-nunjuk ke suatu arah seperti ada
kehadiran seseorang, tapi ternyata tidak ada. Pasien memberitahu adanya kehadiran
seorng perempuan bernama “Tika”, yang mana Tika adalah temannya sewaktu bersama-
sama mau bekerja di Sarawak.
Gangguan yang pasien alami bermula ketika masih bekerja di Sarawak. Pasien
dipulangkan oleh kerana sakit. Pasien di Sarawak selama 2 bulan bekerja di kelapa sawit.
Riwayat NAPZA tidak diketahui. Saat ini pasien merasakan sudah sehat dan menyatakan
keinginannya untuk pulang. Walaupun begitu, melalui autoanamnesis, pasien juga ada
memberitahu beliau kadang-kadang masih melihat bayangan perempuan tersebut..
Sewaktu pertama datang ke RSKD pasien ditemukan dengan perawatan diri kurang,
wajah sesuai umur, berbadan sedang. Penampilan dan perawatan diri sewaktu
diwawancara juga kurang, memakai celana panjang, baju kaos putih dan botak. Kontak
mata (+), verbal (+), perilaku dan aktivitas psikomotor tenang, dengan pembicaraan yang
spontan. Pasien cukup kooperatif dengan pemeriksa. Mood pasien agak sulit dinilai, afek
tumpul dan empati tidak dapat dirabarasakan. Gangguan persepsi (+) berupa halusinasi
auditorik dan visual. Ilusi (-), depersonalisasi (-) dan direalisasi (-). Produktivitas cukup,
kontinuitas relevan dengan assosiasi sedikit longgar.Tidak ditemukan gangguan isi pikir.
Ditemukan bahwa daya nilai, normal sosial dan penilaian realitas pasien terganggu.
Pengendalian impuls juga terganggu. Pasien agak menyadari bahwa dirinya sakit dan
butuh bantuan, tapi dalam waktu yang sama juga merasa dirinya sudah tidak sakit dengan
merasa dirinya sehat sehingga tilikan derajat II.Setelah autoanamnesis, pasien dapat
dipercaya secara keseluruhan.
Aksis I
Berdasarkan alloanamnesis dan autoanamnesis, didapatkan adanya gejala klinis yang
bermakna berupa perubahan pola tingkah laku yaitu sering gelisah. Pasien sering
9
mundar-mandir di rumah, tidak tidur, melempar barang-barang, menyanyi, menangis,
senyum, tertawa dan berbicara sendiri. Apabila berbicara, butirannya tidak jelas, dan
pasien juga sering menunjuk seperti adanya kehadiran seseorang, yang ternyata tidak
ada.
Keadaan ini menimbulkan penderitaan (distress) dan ketidakmampuan
(disabilitas) bagian pasien dan keluarganya sehingga dapat disimpulkan sebagai
gangguan jiwa. Pada pemeriksaan status mental didapatkan adanya hendaya berat
dalam menilai realita berupa halusinasi visual yakni melihat bayangan seorang
perempuan, sehingga pasien digolongkan ke dalam gangguan jiwa psikotik.
Pada pemeriksaan status internus dan neurologis dalam batas normal, sehingga
kemungkinan gangguan organik dapat disingkirkan sehingga dapat digolongkan ke
dalam gangguan jiwa psikotik non-organik YTT (F29) menurut PPDGJ III.
Aksis II
Pendiam tetapi kooperatif apabila diwawancara
Aksis III
Tidak ada gangguan organik.
Aksis IV
Stressor psikososial ada, pasien terlalu memikirkan hal berkaitan seorang perempuan.
Aksis V
GAF Scale 50 – 41 (Gejala berat: serious; disabilitas berat)
10
IX. PROGNOSIS
Dubia.
Faktor pendukung:
Tidak ada kelainan organik, tidak ada riwayat keluarga dengan keluhan yang
sama. Keluarga mendukung kesembuhan pasien.
Faktor penghambat:
Pasien masih muda.
X. DISKUSI PEMBAHASAN
11
Haloperidol 1.5 mg 3x1
Psikoterapi suportif:
12
PSIKOPATOLOGI TERJADINYA HALUSINASI AUDITORIK
I. Pendahuluan
Halusinasi merupakan persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya
rangsangan (stimulus) eksternal. Dukungan keluarga merupakan suatu proses yang terjadi
selama hidup dengan sifat dan tipe dukungan yang bervariasi.
Halusinasi merupakan produksi mental yang timbul dari dalam, dengan demikian tidak
ada hubungannya dengan stimulasi eksternal. Isi halusinasi biasanya mempunyai arti
dinamik dan kecemasan seringkali memainkan peran penting. Apa yang dihalusinasikan
adalah proyeksi daripada kebutuhan-kebutuhan psikologi/sensor/perasaan
bersalah/keinginan untuk mendapatkan realitas yang lebih memuaskan. Isi halusinasi
bersifat sangat subyektif.
Halusinasi sebagai salah satu penyakit kejiwaan yang banyak ditemukan di RS Dadi
Makassar perlu mendapat perhatian khusus dalam penanganannya. Berdasarkan
pengamatan, penanganan yang dilakukan oleh keluarga dalam menghadapi anggota keluarga
dengan halusinasi belum memadai sehingga klien beserta keluarganya perlu mendapat
pendidikan kesehatan mengenai hal-hal yang terkait dengan halusinasi termasuk faktor-
faktor penyebab halusinasi dan bagaimana mencegah terjadinya halusinasi.
II. DEFINISI :
a) PSIKOPATOLOGI
Adalah suatu ilmu yang mempelajari gejala dari gangguan jiwa.Ada dua hal yang akan dipelajari,
yaitu :
Jenis-jenis gejala gangguan jiwa
Proses terjadinya gangguan jiwa [10]
b) HALUSINASI
13
Salah satu dari lima indra mungkin akan terpengaruh oleh pengalaman halusinasi
pada pasien dengan skizofrenia. Halusinasi yang paling umum, bagaimanapun, adalah
pendengaran, dengan suara yang sering mengancam, cabul, menuduh, atau menghina.
Dua atau lebih suara dapat berkomunikasi di antara mereka sendiri, atau suara dapat
mengomentari hidup atau perilaku pasien. Halusinasi visual yang umum, tetapi
sentuhan, penciuman, dan gustatory halusinasi tidak biasa, kehadiran mereka
seharusnya mendorong dokter untuk mempertimbangkan kemungkinan gangguan
medis atau neurologis yang mendasari yang menyebabkan seluruh sindrom.
c) HALUSINASI AUDITORIK
Ia juga disebut paracusia atau paracusis. Definisi terbaik untuk halusinasi
pendengaran ditemukan di seluruh literatur adalah "Sesuatu konsensus yang jelas,
yang telah dikembangkan dimana halusinasi pendengaran adalah peristiwa mental
internal, seperti kognisi, yang dirasakan oleh individu untuk menjadi bukan diri
sendiri. Ini berarti bahwa halusinasi pendengaran sedang dialami seseorang, tanpa
stimulus luar yang mempengaruhi individu tersebut. [6]
Pada tahun 1863, Broca menggambarkan lesi korteks frontal kiri pada pasien
dengan defisit ekspresi bahasa. Sekitar 10 tahun kemudian, Wernicke menunjukkan
defisit bahasa yang berbeda terkait dengan lesi temporal superior lobus. Wilayah
Wernicke sebelumnya dijelaskan adalah bagian dari apa yang sekarang disebut
korteks pendengaran.
14
A: Perjalanan dari telinga ke korteks. B: Auditory sinyal sinaps di thalamus sebelum mencapai
korteks pendengaran. C: Arcuate fasciculus terdiri dari saluran materi putih yang menghubungkan
korteks pendengaran dengan korteks frontal
Persepsi suara dimulai di telinga, kemudian terjadi melalui batang otak dan
thalamus sebelum mencapai korteks auditor pada aspek superior dari lobus temporal.
Saluran materi putih yang disebut fasciculus arkuata menghubungkan korteks
pendengaran dengan korteks frontal. Wernicke dan kemudian Kraepelin
mendalilkan bahwa halusinasi pendengaran adalah disebabkan kelainan lobus
temporal. Memang, aura pendengaran sebelum kejang menunjukkan lobus temporal
sebagai nidus aktivitas listrik. Demikian juga, halusinasi dapat terhasil dari stroke
yang melibatkan daerah lobus temporal. Jadi, penyebab neurologis halusinasi
pendengaran menunjuk ke lobus temporal. Sampai saat ini, itu hanya spekulasi
tentang korelasi saraf halusinasi pendengaran dengan skizofrenia.
Signifikansi lain dari studi ini adalah bahwa mereka mengidentifikasi kelainan
pada pasien dengan skizofrenia yang mencakup baik materi abu-abu dan putih untuk
satu gejala. Jelas, skizofrenia adalah gangguan yang kompleks dengan efek luas pada
otak. [8]
15
A: Functional Magnetic Resonance Imaging (fMRI) menunjukkan daerah materi abu-abu diaktifkan
ketika mereka mengalami halusinasi pendengaran. B: Difusi tensor imaging menunjukkan bidang
diubah oleh saluran materi putih untuk pasien yang mendengar halusinasi pendengaran dibandingkan
dengan kontrol yang sehat.
IV. EPIDEMIOLOGI
Halusinasi auditori (HA), salah satu gejala kejiwaan yang paling umum. Aspek
ini telah dibahas dalam hampir setiap konteks yang dibayangkan, mulai dari
pengalaman yang sangat pribadi sehingga ke fungsi normal otak individu yang
mengalami skizofrenia. Pada tahun 1838, Esquirol menjadi yang pertama untuk
merumuskan konsep asal otak berbasis hallusinasi. HA bias terjadi dengan prevalensi
seumur hidup sebesar 10% sampai 15% pada orang berpenyakit tanpa gejala
neuropsikiatrik. Mereka yang didiagnose sebagai skizofrenia merupakan yang paling
biasa mengalami HA, dengan prevalensi rata-rata 60.3%. Oleh karena itu, model
terbaru dari HA umumnya didasarkan pada hasil yang diperoleh dari pasien dengan
skizofrenia. [9]
V. ETIOLOGI
a. Prediposisi
Faktor perkembagan
Tugas perkembagan pasien yang terganggu misalnya rendahnya kontrol
dan kasih sayang keluarga menyebabkan pasien tidak mampu mandiri
sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih mudah stress
16
Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungan sejak bayi (unwanted
child) akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada
lingkungannya
Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress
yang berlebihan di alami seseorang maka di dalam tubuh akan di hasilkan
suatu zat yang dapat bersifat halusinogonik neurokimia seperti buffofenon
dan dimetytranferase (DMP). Akibat stress yang berpanjangan
mengakibatkan terakftifnya aktivitas neurotrasmitten otak. Misalnya
terjadi ketidak seimbangnya acetylchoin dan dopamin
Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus
pada penyalagunaan zat adektif. Hal ini berpengaruh terhadap ketidak
mampuan pasien mengambil keputusan yang tepat untuk masa depanya.
Pasien lebih memiliki ketenangan sesaat dan lari dari alam nyata dan
menuju alam hayal.
B. Presipitasi:
Perilaku
Respon pasien terhadap penyakit dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan
tidak aman, gelisah, dan mingung, prilaku merusak diri, kurang perhatian,
tidak mampu mengambil keputusan dan tidak mampu membedakan alam
nyata dengan alam hayal. Menurut Rawlins dan Heacock, 1993 mencoba
17
memecahkan masalah halusinasi berlandasan atas hakikat keberadaan
seseorang individu sebagai mahluk yang di bangun atas dasar bio, psiko,
sosio, spiritual sehinga halusinasi dapat di lihat dengan lima dimensi yaitu:
a. Dimensi fisik
Halusinasi dapat di timbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti
kelelahan yang luar biasa, pengunaan obat-obatan, demam hingga di
delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang
lama.
b. Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak bisa diatasi
merupakan penyebab halusinasi ini terjadi. Isi dari halusinasi bisa berupa
perintah memaksa dan menakutkan. Pasien tidak sangup lagi menentang
perintah tersebut sehingga dengan kondisi tersebut Pasien berbuat sesuatu
terhadap ketakutan tersebut.
c. Dimensi intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan
halusinasi akan memperlihatkanya adanya fungsi ego. Pada awalnya
halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang
menekan, namum merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan
yang dapat mengambil seluruh perhatian pasien dan tak akan atau jarang
akan mengontrol seluruh prilaku pasien.
d. Dimensi sosial
Pasien mengalami gangguan interaksi sosial dengan fase awal dan
comforting zone, pasien menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam
nyata sangat membahayakan. Pasien asik degan halusinasinya, seolah-olah
ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial,
kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi
halusinasi di jadikan kontor oleh individu tersebut, sehingga jika isi
halusinasi berupa ancaman, dirinya dan orang lain individu cenderung
18
untuk itu. Oleh karena itu aspek penting dalam melaksanakan intervensi
keperawatan pasien dengan mengupayakan sesuatu proses interaksi yang
menimbulkan pengalaman interpersona yang memuaskan, serta
mengusahakan pasien tidak menyendiri sehingga pasien selalu berinteraksi
dengan lingkungan dan halusinasi tidak berlangsung.
e. Dimensi spiritual
Secara spiritual pasien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup,
rutinitas tidak bermakna, hilanganya aktivitas ibadah dan jarang berupaya
secara spiritual untuk mengucikan diri. Irama jantungnya terganggu,
karena ia sering tidur larut malam dan bangun sangat siang. Saat bangun
merasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya. Ia sering memaki takdir
tetapi lemah dalam upaya menjemput rejeki, menyalahkan lingkungan dan
orang lain yang menyebapkan takdirnya memburuk.
1. Pengertian
Menarik diri merupakan gangguan dengan menarik diri dan orang lain
yang di tandai dengan isolasi diri (menarik diri) dan perawatan diri yang
kurang.
b. Aspek emosi
Bicara tidak jelas.
Merasa malu.
Mudah panik.
19
c. Aspek sosial
Duduk menyendiri
Tampak melamun
Tidak peduli lingkungan
Menghindar dari orang lain
d. Aspek intelektual
Merasa putus asa
Kurang percaya diri [7]
VI. DIAGNOSIS
Dibandingkan dengan data fenomenologis yang banyak yang kita miliki di halusinasi,
signifikansi diagnostik terbatas. Halusinasi dianggap sebagai gejala inti psikosis oleh
ICD-10 dan DSM-IV.
20
Hubungan antara trauma masa kecil dan halusinasi auditorik tidak terbatas
pada subyek dengan gangguan disosiatif, tetapi juga ditemukan pada populasi umum
dan pada pasien skizofrenia. Kessler mengambil 341 pasien psikotik pertama masuk
sebagai subyek dan melaporkan bahwa 18 (5,3%) memiliki riwayat terisolasi
halusinasi anak usia dini yang berlangsung untuk berbagai jangka waktu tanpa fitur
lain dari psikosis. Dia menyarankan bahwa terisolasi halusinasi anak usia dini
mungkin memberikan peningkatan risiko psikosis dewasa. Hal ini, bagaimanapun,
tidak jelas seperti apa, dan persen kasus terisolasi halusinasi anak usia dini
berkembang menjadi psikosis besar di kemudian hari.
perempuan. Sebuah banyak situasi dapat memicu halusinasi pada orang normal
(seperti halnya populasi klinis). Ini termasuk kekurangan (makanan, sensorik, tidur),
kelelahan, saat masuk ke atau bangun dari tidur, kondisi sleep yang terkait, negara
ketika sendirian di malam hari) atau ketika ada tertentu, biasanya berulang-ulang,
kebisingan latar belakang (misalnya, yang dekat dengan fans, mesin cuci). Adalah
umum bagi orang-orang (terutama orang tua) untuk melihat, mendengar atau
21
berbicara, sementara yang lain seperti suara nyata. Selain itu, beberapa
pasien melaporkan “suara tanpa suara'' di mana pesan atau makna
dikomunikasikan kepada pendengar suara tapi itu tidak benar-benar
kedengaran.
Loudness
Bervariasi dari bisik-bisik dengan berteriak. Seringkali, suara
menghina negatif lebih keras dari suara-suara positif. Kejelasan
berkisar dari bergumam dengan pengalaman suara yang jelas.
Properti linguistik.
Hallusinasi auditorik dapat bervariasi berbagai sifat linguistik, seperti
dari linguistik rendah kompleksitas (mendengar kata-kata) melalui
media (mendengar kalimat) ke kompleksitas tinggi (mendengar
percakapan)
Frekuensi.
Ada variabilitas yang cukup besar dalam frekuensi hallusinasi
auditorik pada orang dengan skizofrenia, biasanya berkisar dari sekali
atau dua kali seminggu untuk terus menerus. Beberapa individu tidak
pernah mengalami hallusinasi auditorik selama penyakit mereka,
sementara orang lain akan mengalami hal yang tersebut hanya selama
episode akut.
Kontrol.
Salah satu ciri-ciri utama hallusinasi auditorik adalah bahwa individu
memiliki sedikit kontrol atas onset atau offset pengalaman. Kurangnya
dirasakan kontrol mungkin penting (di samping fitur lainnya, seperti
sebagai konten) dalam pengembangan kesusahan dan dalam transisi
antara non klinis halusinasi klinis. Kognisi mengganggu juga fitur
khas dalam pengalaman dan dengan demikian penilaian pengendalian
dari hallusinasi auditorik perlu dipertimbangkan dalam kaitannya
22
dengan pengalaman disengaja lainnya seperti pikiran mengganggu dan
lainnya tanpa diminta ucapan kata-kata hati.
Lokalisasi batin-luar.
Hallusinasi auditorik dapat dialami sebagai datang dari dalam kepala
atau di luar kepala (atau keduanya), dan beberapa orang mungkin
merasa sulit untuk membuat pembedaan ini.
Konten.
Dalam hal pragmatis, suara sering terdiri dari perintah, penghinaan
pribadi, dan kekerasan, meskipun mereka juga bisa positif atau netral.
Suara cenderung laki-laki dan lebih dominan dengan didominasi
mempermalukan tema, sementara suara-suara positif berhubungan
dengan kontrol yang lebih besar dan atribusi positif. Suara yang mana
pendengar melaporkan rata-rata 3 suara yang berbeda. Hallusinasi
auditorik juga berbeda dalam kualitas struktural mereka. Berbagai
jenis pidato gramatikal telah diidentifikasi, dengan kedua (Anda) atau
ketiga (s / dia) orang halusinasi dan kalimat nonpersonal murni
deskriptif yang paling umum. Perbedaan ini penting, karena, secara
historis, orang ketiga halusinasi dianggap khas Skizofrenia dan, pada
mereka sendiri, cukup untuk diagnosis klinis Skizofrenia. Demikian
pula, 2 atau lebih suara bercakap-cakap atau berdebat tentang pasien
(seperti orang mendengar suara-suara berbicara tentang dia) dianggap
relevansi diagnostik untuk Skizofrenia. Banyak juga memiliki dialog
dengan suara mereka sendiri.
Personifikasi.
Suara sering dipersonifikasikan oleh individuals. Suara mungkin laki-
laki atau perempuan, namun, suara laki-laki lebih umum daripada
suara perempuan. Dalam hal usia, suara mungkin muda atau tua,
meskipun pasien yang lebih muda lebih cenderung mendengar suara-
suara yang juga lebih muda. Individu dapat melaporkan mengetahui
identitas suara mereka, dan suara dapat memberitahu orang / nama dia.
23
Suara halusinasi sering kali berbicara dengan aksen yang berbeda
untuk daerah tinggal atau kelas sosial pasien. Yang sangat
dipersonifikasikan sifat beberapa suara telah dikaitkan dengan (dalam
beberapa tapi jelas tidak semua kasus) pengalaman masa kanak-kanak
yang terkait dengan penderaan seksual.
Penilaian.
Orang-orang menawarkan penjelasan yang berbeda untuk mereka
pengalaman halusinasi. Atribusi dapat berkisar dari atribusi diri
(mendengar suara sendiri) untuk atribusi yang tidak mengidentifikasi
sumber tertentu, untuk atribusi hallusinasi kepada orang lain
(mendengar orang lain berbicara). Suara cenderung dikaitkan dengan
agen eksternal, yang memiliki identitas dan tujuan (sering merugikan
pasien).
24
Skizofrenia, teratur
Anak-onset skizofrenia
Schizo / afektif psikosis
Vegetatif, otonom, Gangguan endokrin
Narkolepsi
Keracunan (Agen Tertentu)
Amphetamine / Kecepatan toxidrome / Akut
Tremens delirium
Alkohol halusinasi / psikosis
Metamfetamin / Kecepatan / Amphetamine kronis / penyalahgunaan
Halusinogen psikotik / disord afektif [2]
Tahap II
Menyalahkan
Tingkat kecemasan berat secara umum halusinasi menyebabkan
perasaan antipati.
Pengalaman sensori menakutkan.
25
Merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut
Mulai merasa kehilangan kontrol.
Menarik diri dari orang lain non psikotik.
Terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah.
Perhatian dengan lingkungan berkurang.
Konsentrasi terhadap pengalaman sensori kerja.
Kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dengan realitas.
Tahap III
Mengontrol
Tingkat kecemasan berat
Pengalaman halusinasi tidak dapat ditolak lagi
Klien menyerah dan menerima pengalaman sensori (halusinasi)
Isi halusinasi menjadi atraktif
Kesepian bila pengalaman sensori berakhir psikotik
Perintah halusinasi ditaati
Sulit berhubungan dengan orang lain
Perhatian terhadap lingkungan berkurang hanya beberapa detik
Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat, tremor dan
berkeringat
Tahap IV
Klien sudah dikuasai oleh halusinasi
Klien panik
Pengalaman sensori mungkin menakutkan jika individu tidak
mengikuti perintah halusinasi, bisa berlangsung dalam beberapa
jam atau hari apabila tidak ada intervensi terapeutik.
Perilaku panic
Resiko tinggi mencederai
Agitasi atau kataton
Tidak mampu berespon terhadap lingkungan [7]
26
VII. PENATALAKSANAAN
a) Pengobatan farmakologis
Halusinasi sebagai bagian dari psikosis fungsional atau organik terbaik
untuk merespon antipsikotik. Semua antipsikotik yang efektif,
antipsikotik baru memiliki keunggulan berbanding antipsikotik
tradisional. Pedoman umum untuk farmakoterapi psikosis melamar
halusinasi juga. 25% sampai 30% dari halusinasi pendengaran
skizofrenia resistan terhadap obat antipsikotik tradisional. Bahkan
dengan munculnya antipsikotik baru, penurunan jumlah pasien
berhalusinasi.
c) Strategi coping
Coping didefinisikan sebagai upaya berubah kognitif dan perilaku untuk
mengubah tuntutan eksternal dan / atau internal yang tertentu yang dinilai
sebagai berat atau melebihi sumber daya orang tersebut. Percaya diri
mengatasi umum di psikosis, menunjukkan bahwa individu yang merasa
kewalahan oleh pengalaman psikotik mereka memobilisasi mengatasi
pertahanan. Strategi penanganan diidentifikasi dalam beberapa penelitian
dirangkum seperti berikut:
27
Psikoedukasi
28
mengkonseptualisasikan terapi perilaku kognitif sebagai rangkaian
enam tahap:
(1) membangun dan memelihara hubungan terapeutik
(2) menggunakan kognitif-perilaku strategi coping
(3) mengembangkan pemahaman baru dari pengalaman psikosis
(4) mengatasi delusi dan halusinasi
(5) mengatasi negatif evaluasi diri, kecemasan dan depresi
(6) mengelola risiko kambuh dan cacat sosial.
29
Kesulitan metodologis dalam pengobatan psikologis halusinasi pendengaran
VIII. PROGNOSIS
Dengan terapi yang efektif, prognosis pada umunya adalah baik. Kebanyakan
pasien kembali ke keadaan fungsi normal dalam waktu 3 bulan. Ada gangguan
penyesuaian yang berlangsung sementara dan dapat sembuh sendiri atau setelah
mendapat terapi. Remaja membutuhkan waktu lebih lama untuk pulih kembali
dibandingkan dengan orang dewasa. Terdapat penelitian follow-up setelah 5 tahun
mendapatkan terapi, 71% pasien dewasa sembuh tanpa gejala residual, 21%
berkembang menjadi gangguan depresi mayor, atau alkoholisme. Pada remaja
prognosis kurang baik, karena 43% menderita Gangguan Skizofrenia denga gangguan
skizoafektif, depresi mayor. Gangguan penyalahgunaan zat, serta gangguan
kepribadian. Adapun resiko bunuh diri cukup tinggi.
IX. KESIMPULAN
30
Apakah halusinasi pathognomic psikosis atau tidak?
Apakah kehadiran halusinasi (seperti atau dalam modalitas yang berbeda dan
bentuk) dapat menyertakan atau mengecualikan diagnosis tertentu atau tidak?
Apa substrat saraf halusinasi?
31
X. DAFTAR PUSTAKA
32
Johns9 , Simon McCarthy-Jones10, Antonio Preti11,12, Andrea,
Raballo13–15, Christina W. Slotema16 ,Massoud Stephane17, and Flavie
Waters18,19
33