Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

FAKTOR-FAKTOR PSIKOLOGIS YANG MEMPENGARUHI PROSES BELAJAR


Mata Kuliah : Dasar-dasar Penyuluhan Agribisnis
Dosen Pengampuh : Edy Safrin

OLEH
KELOMPOK 2 / KELAS B
RIZA DWI YOLANDA IMRAN 1219010062
SUDARWO 1219010034
BADARIA 1219010043

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMDIYAH BUTON
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Syai’ful Bahri Djamarah dalam bukunya “Psikologi Belajar” pengertian
belajar adalah serangkai kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
sebagai hasil pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut
kognitif, afektif dan psikomotorik.
Secara umum faktor-faktor yag mempengaruhi proses hasil belajar dibedakan atas dua
kategori, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Kedua faktor tersebut saling memengaruhi
dalam proses individu sehingga menentukan kualitas hasil belajar. Tugas utama seorang Guru
adalah membelajarkan siswa. Ini berarti bahwa bila Guru bertindak mengajar, maka
diharapkan siswa untuk mampu belajar. Hal-hal seperti berikut, diantaranya Guru telah
mengajar dengan baik, ada siswa yang belajar dengan giat, siswa yang berpura-pura belajar,
siswa yang belajar dengan setengah hati, bahkan adapula siswa yang sesungguhnya tidak
belajar. Maka dari itu, sebagai Guru yang professional harus berusaha mendorong siswa agar
belajar dengan baik.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa sajakah faktor – faktor yang mempengaruhi hasil belajar?
2. Apa sajakah faktor psikologis dalam belajar?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi hasil belajar.
2. Untuk memahami faktor psikologis dalam belajar.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Belajar


Secara Umum, factor – factor yang mempengaruhi belajar siswa dapat dibedakan
menjadi tiga macam.
1. Faktor Internal (Faktor dari Siswa), yakni keadaan atau kondisi jasmani dan rohani
siswa.
2. Factor eksternal (Faktor dari luar siswa), takni kondisi lingkungan disekitar siswa.
3. Factor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar siswa
yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan
pembelajaran materi – materi pembelajaran.
Faktor – factor tersebut dalam banyak hal, sering saling berkait dan mempenaruhi satu
sama lain. Seorang siswa yang bersifat conserving terhadap imu pengetahuan atau bermotif
ektrinsik(factor eksternal) misalnya, biasanya cenderung mengambil pendekatan belajar yang
sederhana dan tidak mendalam. Sebaliknya, seorang siswa yang berintelejensi tinggi (factor
internal) dan mendapat dorongan positif dari orangtuanya (faktor eksternal), mungkin akan
memilih pendekatan belajar yang lebih mementingkan kualitas hasil pembelajaran. Jadi,
karena pengaruh factor – factor tersebut di atas, muncul siswa – siswa yang high-achievers
(berprestasi tinggi) dan under achievers (berprestai rendah) atau gagal sama sekali.
Dalam hal ini, seorang guru yang berkompeten dan professional, diharapkan mampu
mengantisispasi kemungkinan – kemungkinan munculnya kelompok siswa yang
menunjukkan gejala kegagalan dengan berusaha mengetahui dan mengatasi factor yang
menghambat proses belajar mereka.
1. Faktor Internal Siswa
Factor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri meliputi dua aspek, yakni : aspek fisiologis
(yang bersifat jasmaniah) dan aspek psikologis (yang bersifat rohaniah).
2. Faktor Eksternal Siswa
Seperti factor internal siswa, factor eksternal siswa juga terdiri atas dua macam, yakni : factor
lingkungan social dan factor lingkungan non social.
3. Faktor Pendekatan Belajar
Pendekatan belajar dapat dipahami sebagai segala cara atau strategi yang digunakan siswa
yang dalam menunjang efektivitas dan efisiensi proses pembelajaran materi tertentu.
Disamping factor – factor internal dan eksternal siswa sebagaimana yang telah dipaparkan di
atas, factor pendekatan belajar juga berpengaruh terhadap taraf keerhasilan proses
pembelajaran siswa tersebut. Seorang siswa yang terbiasa mengaplikasikan pendekatan
belajar deep misalnya, mungkin seklai berpeluang untuk meraih prestasi belajar yang
bermutu daripada siswa yang menggunakan pendekatan belajar surface atau reproductive.

2.2 Faktor Psikologis dalam Belajar


Belajar pada hakekatnya adalah proses psikologis. Oleh karena itu, semua keadaan
dan fungsi psikologis tentu saja mempengaruhi belajar seseorang. Itu berarti belajar bukanlah
berdiri sendiri, terlepas dari factor lain seperti factor dari luar dan factor dari dalam. Factor
psikologis sebagai factor dari dalam tentu saja merupakan hal yang utama dalam menentukan
intensitas belajar seorang anak. Meski factor luar mendukung, tetapi factor psikologis tidak
mendukung, maka factor luar itu akan kurang signifikan. Oleh karena itu, minat, kecerdasan,
bakat, motivasi, dan kemampuan – kemampuan kognitif adalah factor – factor psikologis
yang utama mempengaruhi proses dan hasil belajar anak didik.
Adapun factor – factor tersebut adalah sebagai berikut:
1. Minat Siswa
Secara sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi
atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.Menurut Reber (1988), minat tidak termasuk
istilah popular dalam psikologi karena ketergantungannya yang banyak pada factor-faktor
internal lainnya seperti: pemusatan perhatian, keingintahuan, motivasi, dan kebutuhan.
Namun terlepas dari masalah popular atau tidak, minat seperti yang dipahami dan dipakai
oleh orang selama ini dapat mempengaruhi kualitas pencapaian hasil belajar siswa dalam
bidang-bidang studi tertentu. Umpamanya, seorang siswa yang menaruh minat besar terhadap
matematika akan memusatkan perhatiannya lebih banyak daripada siswa lainnya. Kemudian,
karena pemusatan perhatian yang intensif terhadap materi itulah yang memungkinkan siswa
tadi untuk belajar lebih giat, dan akhirnya mencapai prestasi yang diinginkan. Guru dalam
kaitan ini, seyogyanya berusaha membangkitkan minat sswa untuk memnguasai pengetahuan
yang terkandung dalam bidang studinya dengan cara membangun sikap positif.
2. Kecerdasan atau Intelegensi Siswa
Karena intelegensi diakui ikut menentukan keberhasilan belajar seseorang, maka
orang tersebut seperti M. Dalyono (1997:56) misalnya secara tegas mengatakan bahwa
seseorang yang memiliki intelegensi baik (IQnya tinggi) umumnya mudah belajar dan
hasilnyapun cenderung baik. Sebaliknya,orang yang intelegensinya rendah, cenderung
mengalami kesukaran dalam belajar, lambat berfikir, sehingga prestasi belajarnya pun
rendah. Karenanya Walter B. kolesnik (1979)mengatakan bahwa: In most cases there is fairly
high correlation between one’s IQ, and his scholastic success. Usually, the higher a person’s
IQ, the higher the grades he receives. (Slameto, 1991 : 130). Oleh karena itu, kecerdasan
mempunyai peranan yang besar dalam ikut menentukan berhasil dan tidaknya seseorang
mempelajari sesuatu atau mengikuti suatu program pendidikan dan pengajkaran. Dan orang
yang lebih cerdas umumnya akan lebih mampu belajar daripada orang yang kurang cerdas
(Noehi Nasution, 1993: 7).
Berbagai hasil penelitian, sebagaimana diungkapkan oleh Noehi Nasution, telah
menunjukkan hubungan yang erat antara IQ dengan hasil belajar disekolah. Dijelaskan dari
IQ, sekitar 25% hasil belajar di sekolah dapat dijelaskan dari IQ, yaitu kecerdasan
sebagaimana diukur oleh tes intelegensi. Karena itu, berdasarkan informasi mengenai taraf
kecerdasan dapat diperkirakan bahwa anak-anak mempunyai Iq 90-100 pada umumnya akan
mampu menyelesaikan sekpolah dasar yanpa banyak kesukaran, sedangkan anak-anak
mempunyai IQ 70-89 pada umumnya akan memerlukan bantuan-bantuan khusus untuk dapat
menyelesaikan sekolah dasar. Pada sisi lain, pemuda-pemudi yang mempunyai IQ diatas 120
padas umumnya akan mempunyai kemampuan untuk belajar di perguruan tinggi.
Pendapat Noehi Nasution dipertegas lagi oleh Raden Cahaya Prabu (1986:45) yang
mengatakan bahwa anak – anak yang taraf intelegensinya di bawah rata – rata, yaitu dull
normal, debil, embicil, dan idiot sukar untuk suskses dalam sekolah. Mereka tidak akan
mencapai pendidikan tingga karena kemampuan potensinya terbatas. Sedangkan anak – anak
yang taraf intelegensinya normal di atas rata – rata seperti superior, gifted atau geinus, jika
saja lingkungan keluarga, masyarakat, dan lingkungan pendidikannya turut menunjang maka
mereka akan dapat mencapai prestasi dan keberhasilan dalam hidupnya.
Seperti ditulis oleh Anwar Prabu Mangkunegara (1993:43), Gertrude Hildreth dalam
penelitiannya menyimpulkan. Anak -anak gifted yang IQnya antara 135 – 145 menunjukkan
sikap ramah dan umumnya sering menjadi pemimpin dari teman – teman sebaya sedangkan
anak – anak gifted dengan IQ 175 banyak yang mengalami kesulitan dalam bergaul dan
kurang dapat memanfaatkan kemampuannya sehingga sering kurang dihargai kawan – kawan
sebayanya. Begitu pula kesimpulan penelitian Lete S. Hollingworth yang menyatakan bahwa
anak – anak gifted yang taraf intelegensinya lebih dari 180 mempunyai kesulitan dalam
menyesuaikan diri terhadap lingkungannya.
3. Sikap Siswa
Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif, berupa kecenderungan untuk
mereaksi atau merespon (response tendency) dengan cara yang relative tetap terhadap objek
orang, barang, dan sebagainya baik secara positif maupun negative. Sikap (attitude) siswa
yang positif, terutama kepada guru dan mata pelajaran yang guru sajikan merupakan pertanda
awal yangbaik bagi proses belajar siswa tersebut. Sebaliknya sikap negative siswa terhadap
guru dan mata pelajaran, jika diiringi kebencian terhadap guru atau kepada mata pelajaran
dapat menimbulkan kesulitan belajar siswa tersebut. Selain itu sikap terhadp ilmu
pengetahuan yang bersifat conserving, walaupun mungkin tidak menimbulkan kesulitan
belajar, namun prestasi yang dicapai siswa akan kurang memuaskan.
Untuk mengantisipasi kemungkinan munculnya sikap negative siswa seperti tersebut
di atas guru dituntut untuk terlebh dahulu menunjukkan sikap positif terhadap dirinya sendiri
dan mata pelajaran yang menjadi bidangnya. Dalam hal bersikap positif terhadap mata
pelajarannya, seorang guru sangat danjurkan untuk senantiaasa menghargai dan mencintai
profesinya. Guru yang demikian tidak hanya menguasai bahan – bahan yang terdapat dalam
bidang studinya, tetapi juga mampu meyakinkan kepada para siswa akan manfaat bidang
studi itu bagi kehidupan mereka. Dengan meyakini bidang study tertentu, siswa akan merasa
membutuhkannya, dan dari perasaan butuh itulah diharapkan muncul sikap positif terhadap
bidang studi tersebut seklaigus terhadap guru yang mengajarkannya.
4. Bakat
Hampir tidak ada orang yang membantah, bahwa belajar pada bidang yang sesuai
dengan bakat memperbesar kemungkinan keberhasilan usaha tersebut. Akan tetapi, banyak
sekali hal-hal yang menghalangi untuk terciptanya kondisi yang sangat diinginkan oleh setiap
orang . dalam linngkup perguruan tinggi misalnya, tidak selalu perguruan tinggi tempat
seorang belajar menjanjikan tempat studi yang benar-benar sesuai denan bakat orang tersebut.
Kemungkinan penghambat lainnya adalah biaya. Suatu lapangan studi yang sesuai dengan
bakat seseorang mungkiin terlalu mahal bagi orang tersebut. Dan penghambat terbesar di
Indonesia adalah belum adanya alat pengukur yang atau tes bakat yang benar-benar
diandalkan.
Dalam kenyataan tidak jarang ditemukan seorang individu dapat menumbuhkan dan
mengembangkan bakat bawaannya alam lingkungan yang kreatif. Istilah darah seni yang
menglir alam tubuh seorang anak dan menyebabkan seorang anak pandai menyanyi dan
menyenanginya karena dididik dan dilatih adalah karena salah satu faktornya orang tuanya
seorang penyanyi. Besarnya minat seorang anak untuk mengikuti jejak untuk mengikuti jejak
langkah orang tuanya, akhirnya menumbuhkan bakat terpendamnya menjadi kenyataan.
Sebenarnya banyak bakat bawaan (terpendam) yang dapat ditumbuhkan asalkan diberikan
kesempatan dengan sebaik-baiknya. Mengenai hal itu terdapat faktor yang
mempengaruhinya, pertama, faktor anak itu sendiri misalnya, anak tidak atau berkurang
berminat untuk mengembangkan bakat-bakat yang ia miliki, atau pula mempunyai kesulitan
atau masalah pribadi, sehingga ia mendapatkan hambatan dalam pengembangan diri dan
berprestasi dalam pengembangan dirinya. Kedua, faktor luar anak tersebut bisa menjadi
penghalang perkembangan bakat anak. Tetapi lingkungan yang ramah dan kreatif telah
disediakan bagi anak untuk mengembangkan bakatnya, namun karena anak tidak berhasrat
mengembangkan bakatnya, maka bakat tersebut hanya akan menjadi potensi bawaan yang
bersifat pasif. Gejala perkembangan bakat anak pada bidang-bidang tertentu dapat dilihat
dari kecenderungan perilaku anak dalam mengimplementasikan potensi bakatnya.
5. Motivasi
Menurut Noehi Nasution(1993:8) motivasi adalah kondisi psikologis yang mendorong
seseorang untuk melakukan sesuatu. Jadi motivasi untuk belajar adalah kondisi psikologi
seseorang untuk belajar. Jika seseorang mendapat motivasi yang tepat, maka lepaslah tenaga
yang luar biasa, sehingga tercapai hasil-hasil yang semula tidak terduga.
Kuat lemahnya motivasi belajar seseorang turut mempengaruhi keberhasilan belajar. Karena
itu motivasi belajar perlu diusahakan terutama yang berasal dari diri sendiri (motivasi
intrinsik).
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Ada dua faktor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu:
a. Faktor Internal Siswa
Faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri meliputi dua aspek, yakni : aspek fisiologis
(yang bersifat jasmaniah) dan aspek psikologis (yang bersifat rohaniah).
b. Faktor Eksternal Siswa
Seperti faktor internal siswa, faktor eksternal siswa juga terdiri atas dua macam, yakni : factor
lingkungan sosial dan faktor lingkungan non social.
c. Factor Pendekatan Belajar
Pendekatan belajar dapat dipahami sebagai segala cara atau strategi yang digunakan siswa
yang dalam menunjang efektivitas dan efisiensi proses pembelajaran materi tertentu.
2. Adapun factor psikologis dalam belajar adalah:
a. Minat
b. Kecerdasan atau intelegensi
c. Bakat
d. Sikap
e. Motivasi

3.2 Saran
Hendaknya para calon guru atau calon pendidik memperhatikan dengan seksama apa
yang menjadi faktor yang mempengaruhi dalam hasil belajar peserta didik. Terutama faktor
psikologis, karena akan sangat berpengaruh dalam proses dan hasil pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA

Bahri Djamarah, Syaiful. Psikologi Belajar. Jakarta:CV Rineka Cipta. 2002


Islamudin, Haryu, Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Belajar. 2012
Syah, Muhibbin ,Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, Bandung:PT Remaja
Rosdakarya.1995

Anda mungkin juga menyukai