Anda di halaman 1dari 16

Bab I

Pendahuluan

1. Latar Belakang Masalah

Persoalan hukum yang menyelimuti masyarakat Indonesia kian hari makin


beragam dan berkembang seiring dengan kemajuannya iptek dan imtak. Setiap
orang memilik hak yang merupakan unsure normative yang melekat pada diri
setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak
persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu
atau dengan instansi. Masalah akan mengenai hak lebih dijunjung tinggi dan lebih
diperhatikan dalam era reformasi dari pada era sebelum reformasi. Terkait dengan
hal tersebut untuk proses penegakan akan hak maka diperlukan adanya sebuah
instansi atau lembaga peradilan yang menjamin akan hal tersebut yang kini
disebut dengan pengadilan negeri berada dibawah kekuasaan Mahkamah Agaung.
Pengadilan negri tidak hanya mengurus hukum pidana saja tetapi juga masalah di
bidang hukum keperdataan. Nah, dalam proses peradilan dikenal adanya hukum
acara khususnya hukum acara perdata yang akan kita bahas kali ini. Dalam hal ini
penulis tertarik untuk membahas sekitar hukum acara perdata. Maka dengan ini
penulis mengambil judul makalah yakni “Hukum Acara Perdata”.

2. Identifikasi Masalah

Dalam makalah ini penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut

1. Apakah hubungan antara hukum perdata formil dengan materiil ?


2. Jelaskan pengertian hukum acara perdata menurut beberapa ahli ?

3. Jelaskan tujuan dan sifat hukum acara perdata ?

4. Bagaimanakah sejarah ringkas mengenai hukum perdata ?

5. Jelaskan sumber-sumber dalam hukum acara perdata ?


6. Apa sajakah asas-asas dalam hukum perdata ?

3. Batasan Masalah

Agar masalah pembahasan tidak terlalu luas dan lebih terfokus pada
masalah dan tujuan dalam pembuatan makalah ini, maka dengan ini penyusun
membatasi masalah hanya pada identifikasi masalah terkait.

4. Metode Pembahasan

Dalam hal ini penulis menggunakan :

1. Metode deskriptif, sebagaimana ditunjukan oleh namanya,


pembahasan ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang
suatu masyarakat atau kelompok orang tertentu atau gambaran
tentang suatu gejala atau hubungan antara dua gejala atau lebih
2. Penelitian kepustakaan, yaitu penelitian yang dilakukan melalui
kepustakaan, mengumpulkan data-data dan keterangan melalui
buku-buku dan bahan lainnya yang ada hubungannya dengan
masalah-masalah yang diteliti.
Bab II

PEMBAHASAN

1. Apakah hubungan antara hukum perdata formil dengan materiil ?

Hukum perdata materil ialah hukum yang mengatur hak dan kewajiban
pihak-pihak hubungan perdata. Hukum perdata formil ialah hukum yang mengatur
cara mempertahankan atau melaksanakan han dan kewajiban para pihak dalam
hubungan hukum perdata. Hubungan antara hukum perdata formil dengan hukum
perdata materil adalah hukum perdata formil mempertahankan tegaknya hukum
perdata materil sama dengan jika ada yang melanggar perdata materil maka
diselesaikan dengan perdata materil .

2. Jelaskan pengertian hukum acara perdata menurut beberapa ahli ?

R.Subekti, Hukum acara itu mengabdi kepada hokum materiil, maka dengan
sendirinya setiap perkembangan dalam hokum materiil itu sebaiknya selalu diikuti
dengan penyesuaian hokum acaranya. (R.Subekti, 1982 : 14)

Abdul Kadir Muhammad, Hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang
mengatur proses penyelesaian perkara perdata melalui pengadilan ( hakim) sejak
diajukan gugatan sampai dengan putusan hakim.

Wirjono Prodjodikoro, “Hukum acara perdata sebagai rangkaian peraturan-


peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan
dimuka pengadilan dan cara bagaimana pengadilan harus bertindak satu sama lain
untuk melaksanakan berjalanya peraturan-peraturan hokum perdata” (Wijono
Prodjodikoro, 1982: 12).

Sudikno Mertokusumo, Hukum acara perdata merupakan peraturan hukum


yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materil
dengan perantaraan hakim atau peraturan hokum yang menentukan bagaimana
caranya menjamin pelaksanaan hokum perdata materil. Kongkretnya: Hukum
acara perdata mengatur tentang bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak,
memeriksa serta memutusnya dan pelaksanaan dari pada putusannya.

MH.Tirtaamidjaja, Hukum acara perdata ialah suatu akibat yang timbul dari
hukum perdata materiil.

3. Jelaskan tujuan dan sifat hukum acara perdata ?

Hukum acara perdata mempunyai tujuan :

a. Mencegah jangan terjadi main hakim sendiri ( eigernrictig)


b. Mempertahankan hukum perdata materil

c. Memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang berperkara

Sedangkan sifat dari hukum acara perdata adalah memaksa maksudnya


mengikat para pihak yang berperkara dan ketentuan-ketentuan yang ada dalam
peraturan hukum acara perdata harus dipenuhi.

Menurut Abdul Kadir Muhammad peraturan hukum acara perdata bersifat


fleksibel dan terbuka. Ini disebabkan HIR/RBg diberlakukan untuk golongan
bumiputra yang hukum perdata materilya adalah hukum adat .Dalam suasana adat
hakim mempunyai peran aktif, sedangkan menurt sistem HIR/RBg hakim aktif
memimpin persidangan mulai dari sidang pertama sampai pada pelaksanan
putusan hakim.

4. Bagaimanakah sejarah ringkas mengenai hukum perdata ?

Berbicara mengenai sejarah hukum acara perdata, maka ada dua hal yang
akan diuraikan yaitu tentang sejarah ketentuan peundang-undangan yang
mengatur hukum acara di peradilan dan sejarah lembaga peradilan di Indonesia.
Sebagaimana diketahui bahwa ketentuan yang mengatur tentang hukum
acara di lingkungan peradilan umum adalah Herziene Indonesich Reglement
(HIR). HIR ini mengatur tentang acara di bidang perdata dan bidang pidana.
Dengan berlakunya UU No.8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP), maka pasal-pasal yang mengatur hukum acara pidana
dalam HIR dinyatakan tidak berlaku lagi.

Nama semula dari HIR adalah Inlandsch Reglement (IR), yang berarti
reglemen Bumiputera. Perancang IR itu adalah Mr. HL. Wichers, waktu itu
presiden dari Hoogerechtshof, yaitu badn pengadilan tertinggi di Indonesia di
zaman colonial Belanda. Dengan surat keputusan Gubernur Jendral Rochussen
tertanggal 5 Desember 1846 No. 3, Mr. Wichers tersebut diberi tugas untuk
merancang sebuah reglement (peraturan) tentang “administrasi polisi dan proses
perdata serta proses pidana” bagi golongan bumiputera. Dengan uraian yang
panjang itu dimaksudkan: hukum acara perdata dan pidana. Dalam waktu relative
singkat, yaitu belum sampai satu tahun, Mr. Wichers berhasil mengajukan sebuah
rencana pengaturan acara perdata dan pidana, yang terdiri atas 432 pasal.

Rwglement Indonesia atau IR ditetapkan dengan Keputusan Pemerintah,


tanggal 5April 1848, Staatsblad 1848 No.16 dengan sebutan Reglement op de
uitoefening van de politie, de burgerlijke rechtpleging en de strafvordering onder
de Indonesiers de vreemde Oosterlingen op Java en Madura atau lazim disebut
HIR. Disingkat IR dan mulai berlaku tanggal 1 Mei 1848.

Pembaruan IR menjadi HIR dalam tahun 1941 (staatblad 1941) ternyata


tidak membawa perubahan suatu apapun pada hukum acara perdata di muka
pengadilan negeri. Yang dinamakn pembaruan pada IR itu sebetulnya hanya
terjadi dalam bidang pidana saja, sedangkan dalam hukum acara perdata tidak ada
perubahan. Terutama pembaruan itu mengenai pembentukan aparatur kejaksaan
atau penuntut umum (Openbare Ninisteries) yang berdiri sendiri dan langsung
berada dibawah pimpinan Procureur General, sebab dalam IR apa yang dinamakan
jaksa itu pada hakikatnya tidak lain dan tidak lebih dari pada seorang bawahan
dari asisten residen, yang adalah seorang pejabat pamongraja.Jadi jaksa
waktu itu adalah lain sekali dari pada penuntut umum bagi golongan Eropa yang
betul-betul merupakan suatu aparatur Negara yang merdeka yang terdiri atas
Officieren vas justice yang semua sarjana hukum. Keberadaan itu oleh Pemerintah
Hindia Belanda sudah lama dirasakan sebagai suatu penghinaan bagi golongan
penduduk asli, maka sewaktu timbul kegoncangan dikawasan Samudera Pasifik
dengan pecahnya Perang Belanda memberikan hadiah berupa kejaksaan
(Openbare Ninisteries)yang berdiri sendiri (zelfstanding) . Dengan dimulai dikota-
kota besar seperti Jakarta, Semarang dan Surabaya secara berangsur-angsur
didirikan Parket van de Officer van justice bij de landraad tahun 1941 ( R Subekti
1982:3-4) .

Pada zaman Hindia Beanda sesuai dengan dualisme hukum, maka


pengadilan dibagi atas peradilan gubernemen dan peradilan pribumi. Peradilan
Gubernemen di Jawa dan Madura di satu pihak dan di luar jawa di lain pihak.
Dibedakan peradilan untuk golongan Eropa dan untuk Bumiputera. Pada
umumnya peradilan gubernemen untuk golongan Eropa pada tingkat pertama ialah
Raad van Justitie sedangkan untuk golongan Bumiputera ialah Landraad.
Kemudian Ran van Justitie ini juga menjadi peradilan banding untuk golongan
pribumi yang diputus oleh Landraad. Hakim-kaim pada kedua macam peradilan
tersebut tidak tentu. Banyak orang Eropa (Belanda) menjadi hakim Landraad. Dan
adapula orang Bumiputera di Jawa menjadi hakim pengadilan keresidenan yang
yurisdiksinya untuk orang Eropa.

Orang Timur dipecah dalam urusan peradilan ini.Dalam perkara perdata,


orang Cina tunduk pada system peradilan Eropa sedangkan dalam perkara pidana
tunduk kepada peradilan Bumiputera. Orang Timur asing lain, baik dalam perkara
perdata maupun dalam perkara pidana tunduk kepada peradilan Bumiputera. Pada
puncaknya, peradilan Hindia Belanda ada Hoogerechtscof itu ada procureur
general (semacam Jaksa Agung). Sebagaimana telah disebutkan di muka, bentuk
peradilan gubernemen itu bervariasi, maka berbeda antara susunan pengadilan
gubernemen di Jawa-Madura di satu pihak dan luar Jawa-Madura di lain pihak.
Susunan pengadilan di Jawa-Madura diatur dalam RO yang mulai berlaku 1Mei
1848, sedangkan susunan pengadilan di luar Jawa dan Madura diatur dalam
Rechtsreglement Buitengewesten, mulai berlaku 1 Juli 1927.

Pengadilan gubernemen untuk orang Eropa:

1. Raad van Justitie


2. Hoogerechtshof

Pengadilan gubernemen untuk orang Bumiputera ialah:

1. Landraad
2. Raad van Justitie

Selain itu untuk orang Bumiputera di Jawa dan Madura dikenal


pengadilan:

1. Districtgerecht
2. Regenscahapgerecht

3. Peradilan swapraja

4. Peradilan Pribumi

Pada masa pendudukan Jepang pada umumnya tidak terjadi perubahan


system peradilan,kecuali hapusnya perbedaan golongan penduduk, dan
oleh karena itu hapuslah Raad van Justitie sebagai peradilan Golongan
Eropa. Hal ini diatur dalam Usama Serei No.1 Tahun 1942.

Sesudah proklamaso tanggal 17 Agustus 1945 keadaan tersebut


dipertahankan dengan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 berlaku pada
tanggal 18 Agustus 1945 yang berbunyi “Segala badan Negara dan
peraturan yang ada masih langsung berlaku selama belum diadakan yang
baru menurut Undang-Undang Dasar ini.
Dalam UUD 1945, dasar peradilan terdapat dalam Pasal 24. Sebagai
perwujudan Pasal 24 UUD 1945, dibuatlah UU Nomor 14 Tahun 1970
tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman dilakukan
oleh pengadilan dalam lingkungan:

a. Peradilan umum
b. Peradilan Agama

c. Peradilan Militer

d. Peradilan Tata Usaha Negara

5. Jelaskan sumber-sumber dalam hukum acara perdata ?

Pada zaman Hindia Belanda ada 3 peraturan yang menjadi sumber hukum
acara perdata yaitu :

1. RV( Reglement op de Burgerlijk Rechtsvordering) yang berlaku


untuk golongan Eropa.
2. HIR ( Herziene Indlandsch Reglement ) untuk golongan Bumi putra
daerah Jawa dan Madura

3. RBg ( Reglement vooe de Buitengewesten) untuk golongan bumi putra


derah luar Jawa dan Madura

Setelah Indonesia merdeka dengan dasar hukum Undang-undang Darurat


No.1 Tahun 1951 maka sumber hukum acara perdata adalah :

1. Herziene Indonesiche Reglement (HIR)


2. Reglement Voor de Buitengewesten (RBg)

3. Undang-Undang No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok


Kekuasaan Kehakiman yang Memuat juga Beberapa Ketentuan Hukum
Acara
4. Undang-undang No.20 tahun 1947 untuk Jawa dan Madura

5. Undang-undang No.1 tahun 1963 tentang Kasasi

6. Undang-undang No.1 tahun 1974 tentang Pokok Perkawinan

7. Undang-undang No.4 tahun 2004 tentang Kehakiman

8. Undang-undang No.5 tahun 2005 tentang Mahkamah Agung

9. Kitab Undang-undang Hukum Acara perdata Buku ke –IV tentang


Pembuktian dan Daluarsa

10. Yurisprudensi, contohnya Putusan mahkamah Agung tanggal 14 April tahun


1971 No.99.K/SIP/1971 tentang menyeragamkan hukum acara perceraian
bagi mereka yang tunduk pada BW

11. SEMA No.13 tahun 1964 tentang putusan yang dijalankan terlebih dahulu
( Ultvoorbaar bij Voorraad)

12. SEMA No.13 tahun 1964 tentang permohonan peninjauan kembali putusan/
gugatan secara requet civil

13. Peraturan mahkamah Agung No.1 tahun 1969 tentang lembaga peninjauan
kembali putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap

14. Adat Kebiasaan

15. Perjanjian Internasional, contoh WTO

16. Doktrin

6. Apa sajakah asas-asas dalam hukum perdata ?

Dalam hukum acara perdata ada beberapa asas yaitu :

1. Hakim bersifat menunggu, maksudnya inisiatif untuk mengajukan tuntutan


hak diserahkan sepenuhnya kepada yang berkepentingan. Hakim hanya
menunggu adanya tunttan hak yang diajukan oleh yang berkepentingan.
Dasar hukumnya pasal 118 HIR/142 Rbg
2. Hakim bersifat pasif maksudnya ruang lingkup atau luas pokok perkara
/sengketa yang diajukan kepada hakim untuk diperiksa ditentukan oleh para
pihak yang berperkara bukan hakim. Hakim hanya membantu para pencari
keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan utuk dapat
peradilan berjalan sebagaimana mestinya para pihak dapat secara bebas
mengakhiri sendiri sengketamya. Hakim wajib mengadili seluruh gugatan
dan dilarang menjatuhkan putusan atas perkara yang tidak dituntut atau
mengabulkan lebih dari yang dituntut Hakim terikat peristiwa yang menjadi
sengketa yang diajukan oleh para pihak. Para pihak yang diwajibkan untuk
membuktikan dan bukan hakim asas ini disebut Verhandlungs-maxie.

3. Sifat terbukanya persidangan, maksudnya persidangan terbuka untuk umum,


artinya setiap orang dibolehkan hadir dan mendengarkan pemeriksaan
tujuanya meberikan perlindungan hak-hak asasi manusia dalam bidang
peradilan serta untuk lebih menjamin objektifitas peradilan dengan
mempertanggungjawabkan pemeriksaan yang tidak memihak serta putusan
yang adil kepada masyarakat Walapun demikian ada beberapa perkara yang
dilakukan pemeriksaanya secara tertutup contohnya dalam perkara
perceraian yang mana diatur oleh undang-undang.

4. Mendengarkan kedua belah pihak, hakim harus mendengarkan kedua belah


pihak dan tidak dibenarkan hakim menerima keterangan dari salah satu
pihak saja dan dalam mengajukan alat bukti harus dilakukan dimuka sidang
yang dihadiri kedua belah pihak.

5. Putusan harus disertai alasan-alasan, artinya semua putusan pengadilan harus


selalu diberikan alasan argumentasi-argumentasi oleh hakim (pasal 184 ayat
(1) 319 HIR, 195, 618 Rbg).

6. Beberapa dibebani biaya, artinya biaya perkara ditanggung oleh pihak yang
berperkara.
7. Dalam berperkara tidak ada keharusan untuk diwakilkan, maksudnya
beracara bisa langsung para pihak yang berperkara atau dapat juga
diwakilkan.

Bab III

Penutup

1. Kesimpulan

Hukum acara perdata merupakan peraturan hukum yang mengatur


bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materil dengan
perantaraan hakim atau peraturan hokum yang menentukan bagaimana caranya
menjamin pelaksanaan hokum perdata materil. Kongkretnya: Hukum acara
perdata mengatur tentang bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak,
memeriksa serta memutusnya dan pelaksanaan dari pada putusannya.

Hukum acara perdata mempunyai tujuan :

a. Mencegah jangan terjadi main hakim sendiri ( eigernrictig)


b. Mempertahankan hukum perdata materil

c. Memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang berperkara


2. Saran-saran

Sebagai makhluk social kita harus mampu mempertahankan dan


memperjuangkan hak yang kita miliki. Disamping itu kita juga harus bias
menghormati dan menjaga hak orang lain karena hak kita dibatasi oleh hak orang
lain. Dan jangan sampai pula hak kita dilanggar oleh orang lain.

Daftar Pustaka

Moh. Taufik Makarso.2004.Pokok-pokok Hukum Acara Perdata:PT Asdi


Mahasatya,Jakarta.

Tresna, R. Wantjik. 1981. Hukum Acara Perdta, HIR/RBG. Jakarta: Ghalia


Indonesia.

http//google.com
MAKALAH HUKUM ACARA PERDATA

Oleh:

RIDHO DWI SAPUTRA 1010112176


RINO SAPUTRA

IQNE

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ANDALAS

TAHUN 2011/2012

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT karena berkat
rahmat dan hidayah-Nya lah sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan
Makalah Hukum Acara Perdata. Luhak Nan Duo, tak lupa pula beriring salam kita
sampaikan kepada Nabi besar kita yakni Nabi besar Muhammad SAW, karena
jasa beliaulah kita dapat menikmati kehidupan yang terang benderang dan penuh
dengan teknologi seperti saat sekarang ini.

Makalah ini merupakan sedikit ringkasan tentang beberapa penjelasan


mengenai pengertian dan beberapa pengantar sebelum kita lebih jauh lagi masuk
kepada bab pembelajaran Hukum Acara Perdata selanjutnya.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada pembaca, semoga makalah ini
bermanfaat dan dapat menambah ilmu pembaca, seperti kata orang bijak “Tiada
gading yang tak retak” oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca senantiasa
kami nantikan demi perbaikan makalah dimasa mendatang.

Penyusun,

Penulis

Daftar isi

Judul

Kata pengantar

Daftar isi

Bab I Pendahuluan

1. Latar belakang masalah


2. Identifikasi masalah

3. Batasan masalah

4. Metode masalah
Bab II Pembahasan

1. Apakah hubungan antara hukum perdata formil dengan


materiil ?
2. Jelaskan pengertian hukum acara perdata menurut beberapa
ahli ?

3. Jelaskan tujuan dan sifat hukum acara perdata ?

4. Bagaimanakah sejarah ringkas mengenai hukum perdata ?

5. Jelaskan sumber-sumber dalam hukum acara perdata ?

6. Apa sajakah asas-asas dalam hukum perdata ?

Bab III Penutup

1. Kesimpulan
2. Saran-saran

Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai