Anda di halaman 1dari 13

TUGAS RESUME

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT SISTEM


INTEGUMEN

Dosen Pembimbing : Zulfikar M , S.Kep, Ns , M.Kep

Disusun oleh :

Khofifah (1810019)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN

TAHUN AJARAN 2020/2021


ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT SISTEM
INTEGUMEN

LUKA BAKAR DAN TRAUMA INHALASI

A. Definisi Luka Bakar


Luka bakar (combustio/burn) adalah cedera (injuri) sebagai akibat
kontak langsung atau terpapar dengan sumbersumber panas
(thermal), listrik (electrict), zat kimia (chemycal), atau radiasi
(radiation)
B. Etiologi
Termal :
– Api, air mendidih, dsb
• Elektrik :
– Sumber listrik → sengatan listrik
• Radiasi : – Sinar matahari, x – ray, dsb
• Kimiawi :
– Bahan / zat korosif : alkohol > 70%, H2SO4, dsb
C. Insiden
FAKTOR RESIKO:
– Anak-anak – Lansia
• TEMPAT / LOKASI:
– Rumah Tinggal >>>
– Tempat kerja yang beresiko tinggi
D. Patofisiologi
ETIOLOGI (Sumber Panas)

Pengalihan energi ke tubuh (hantaran / radiasi


elektromagnetik)

Destruksi Jaringan Kulit


Koagulasi, Denaturasi Protein dan/atau Ionisasi isi sel

Nekrosis dan kegagalan fungsi organ

Respon sistemik Luka Bakar


E. Fase luka Bakar
1. Fase Akut
Fase akut Disebut sebagai fase awal dimana penderita akan
mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething
(mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gangguan
airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat
setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran
pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca
trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama
penderita pada fase akut
2. Fase Sub Akut
Fase sub akut Berlangsung setelah fase syok teratasi.
Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau kehilangan
jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang
terjadi menyebabkan: • Proses inflamasi dan infeksi. •
Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka
telanjang atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur
atau organ – organ fungsional. • Keadaan hipermetabolisme.
3. Fase lanjut
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi
parut akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ
fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah
penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan
pigmentasi, deformitas dan kontraktur.
F. KLASIFIKASI LUKA BAKAR (berdasarkan kedalamannya )
 Derajat I
1. Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis (surperficial)
2. Kulit hipermik berupa eritem, tidak dijumpai bullae,
terasa nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi.
3. Penyembuhan terjadi secara spontan tanpa pengobatan
khusus.
 Derajat II
1. Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis,
berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi.
2. Terdapat bullae, nyeri karena ujungujung saraf sensorik
teriritasi.

Cont’d

Dibedakan atas 2 (dua) bagian :

1. Derajat II dangkal/superficial (IIA) Kerusakan mengenai bagian


epidermis dan lapisan atas dari corium/dermis. Organ – organ kulit
seperti folikel rambut, kelenjar sebecea masih banyak.Semua ini
merupakan benih-benih epitel.

2. Derajat II dalam / deep (IIB) Kerusakan mengenai hampir seluruh


bagian dermis dan sisa – sisa jaringan epitel tinggal sedikit. Organ –
organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebacea
tinggal sedikit. Penyembuhan terjadi lebih lama dan disertai parut
hipertrofi.

 Derajat III
1. Kerusakan meliputi seluruh tebal kulit dan lapisan yang
lebih dalam sampai mencapai jaringan subkutan, otot dan
tulang.
2. Organ kulit mengalami kerusakan, tidak ada lagi sisa
elemen epitel. Tidak dijumpai bullae, kulit yang terbakar
berwarna abu-abu dan lebih pucat sampai berwarna hitam
kering.
3. Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis
yang dikenal sebagai esker.
4. Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi karena
ujung – ujung sensorik rusak.
5. Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi epitelisasi
spontan.
G. KLASIFIKASI BERDASARKAN LUAS LUKA BAKAR
Wallace membagi tubuh atas bagian – bagian dengan kelipatan dari
9 dan terkenal dengan nama Rule of Nine atau Rule of Wallace.
1. Kepala dan leher → 9 %
2. Lengan → 18 %
3. Badan Depan → 18 %
4. Badan Belakang → 18 %
5. Tungkai → 36 %
6. Genitalia/perineum → 1 % Total → 100 %
 Pada anak-anak dipakai modifikasi Rule of Nine menurut
Lund and Bower, yaitu ditekankan pada umur 15 tahun, 5
tahun, dan 1 tahun.
H. KRITERIA BERAT RINGAN (American Burn Association)
1. Luka Bakar Ringan.
– Luka bakar derajat II < 10 % pada anak – anak
– Luka bakar derajat III < 2 %
2. Luka bakar sedang
• Luka bakar derajat II 15-25 % pada orang dewasa
• Luka bakar II 10 – 20 5 pada anak – anak
• Luka bakar derajat III < 10 %

Cont’d

3. Luka bakar berat


• Luka bakar derajat II 25 % atau lebih pada orang dewasa
• Luka bakar derajat II 20 % atau lebih pada anak – anak.
• Luka bakar derajat III 10 % atau lebih
• Luka bakar mengenai tangan, wajah, telinga, mata, kaki dan
genitalia/perineum.
• Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain.
I. TRAUMA INHALASI
Pada kebakaran dalam ruangan tertutup atau bilamana luka bakar
mengenai daerah muka / wajah dapat menimbulkan kerusakan
mukosa jalan napas akibat gas, asap atau uap panas yang terhisap.
Edema yang terjadi dapat menyebabkan gangguan berupa hambatan
jalan napas karena edema laring yang disebut sebagai trauma
inhalasi
J. ETIOLOGI TRAUMA INHALASI
• Trauma panas langsung adalah terhirup sesuatu yang sangat panas,
produk produk yang tidak sempurna dari bahan yang terbakar
• Keracunan asap yang disebabkan oleh termodegradasi material
alamiah dan materi yang diproduksi
• Efek intoksikasi karbon monoksida (CO)
K. MANIFESTASI KLINIK TRAUMA INHALASI
1. Riwayat terjebak dalam ruangan tertutup
2. Sputum tercampur arang
3. Luka bakar perioral, termasuk hidung, bibir, mulut atau
tenggorokan
4. Penurunan kesadaran termasuk confusion.
5. Terdapat tanda distress napas, seperti rasa tercekik. Tersedak,
malas bernafas atau adanya wheezing atau rasa tidak nyaman
pada mata atau tenggorokan, menandakan adanya iritasi mukosa.
6. Adanya takipnea atau kelainan pada auskultasi seperti krepitasi
atau ronhi.
7. Adanya sesak napas atau hilangnya suara.

Bilamana ada 3 tanda / gejala diatas sudah cukup dicurigai adanya


trauma inhalasi. Penanganan penderita trauma inhalasi bila tanpa
distress pernapasan maka harus dilakukan trakheostomi. Penderita
dirawat diruang resusitasi instalasi gawat darurat sampai kondisi
stabil.

 Penanganan Luka Bakar di Tempat Kejadian Bila seseorang


mengalami luka bakar:
• Hentikan penyebabnya, misalkan padamkan api.
• Periksa jalan napas dan pernapasan.
• Singkirkan benda-benda yang ikut panas (pakaian, cincin,
arloji, perhiasan).
• Bagi korban yang tidak sadar lakukan perawatan, atasi
pendarahan, dinginkan luka dengan air biasa atau
mencucinya di bawah air yang mengalir.
Cont’d
• Cari bantuan medis. Apabila bantuan lama datangnya,
tutupi luka yang sudah dingin dengan kasa atau kain yang
lembab. Jangan pakai kapas atau kain yang berbulu. Jangan
melepaskan kain yang melekat pada luka bakar- gunting di
sekelilingnya.
• Jika memungkinkan, sambil menunggu bantuan medis
tinggikan bagian yang terluka atau pindahkan korban ke
tempat perawatan. • Kalau orang ini sadar dan meminta,
berikan minum.
L. Pertolongan Pertama Pada Luka bakar
UNTUK LUKA BAKAR RINGAN
 Aliri dengan air biasa selama 10 menit atau kalau tidak ada
air tutupi dengan kompres lembab.
 Tutupi luka dengan perban atau kain bersih yang tidak
lengket. Pastikan perban atau kain menutupi daerah kulit
yang terbakar. Bisa juga pakai daun pisang muda yang masih
tergulung untuk membalut luka bakar. Untuk meredakan rasa
sakit bisa digunakan lendir tanaman lidah buaya.
 Jangan pakai mentega, pasta gigi dan bahan yang berlemak
dan jangan memecah gelembung yang terjadi pada luka.

LUKA BAKAR PARAH

 Jika pakaian korban terbakar, padamkan api dengan


selimut, handuk, seprai yang tebal, dsb. Bekap supaya api
tidak mendapat udara. Balutkan sampai api padam.
 Lepaskan pelan-pelan pakaian yang menempel, biarkan
sobekan yang sulit dikelupas melekat pada luka.
 Kalau tidak bisa langsung dibawa ke rumah sakit, rawat
korban dari syok.
 Apabila korban sadar dan meminta minum, beri minum
air hangat. Air membantu menggantikan cairan yang
hilang.
 Penanganan Luka Bakar di Ruang Emergency
1. Diwajibkan memakai sarung tagan steril bila melakukan
pemeriksaan penderita.
2. Bebaskan pakaian yang terbakar.
3. Dilakukan pemeriksaan yang teliti dan menyeluruh untuk
memastikan adanya trauma lain yang menyertai.
4. Bebaskan jalan napas. Pada luka bakar dengan distress
jalan napas dapat dipasang endotracheal tube.
Traheostomy hanya bila ada indikasi.
5. Diberikan cairan ringer Laktat dengan jumlah 30-50
cc/jam untuk dewasa dan 20-30 cc/jam untuk anak – anak
di atas 2 tahun dan 1 cc/kg/jam untuk anak dibawah 2
tahun.
6. Dilakukan pemasangan Foley kateter untuk monitor
jumlah urine produksi. Dicatat jumlah urine/jam.
7. Di lakukan pemasangan nosogastrik tube untuk gastric
dekompresi dengan intermitten pengisapan.
8. Untuk menghilangkan nyeri hebat dapat diberikan morfin
intravena dan jangan secara intramuskuler.
9. Timbang berat badan
10. Diberikan tetanus toksoid bila diperlukan. Pemberian
tetanus toksoid booster bila penderita tidak
mendapatkannya dalam 5 tahun terakhir.
11. Pencucian Luka di kamar operasi dalam keadaan
pembiusan umum. Luka dicuci debridement dan di
disinfektsi dengan salvon 1 : 30. Setelah bersih tutup
dengan tulle kemudian olesi dengan Silver Sulfa Diazine
(SSD) sampai tebal. Rawat tertutup dengan kasa steril
yang tebal. Pada hari ke 5 kasa di buka dan penderita
dimandikan dengan air dicampur Salvon 1 : 30
12. Eskarotomi adalah suatu prosedur atau membuang
jaringan yang mati (eskar)dengan teknik eksisi tangensial
berupa eksisi lapis demi lapis jaringan nekrotik sampai di
dapatkan permukaan yang berdarah.Fasiotomi dilakukan
pada luka bakar yang mengenai kaki dan tangan
melingkar, agar bagian distal tidak nekrose karena
stewing.
13. Penutupan luka dapat terjadi atau dapat dilakukan bila
preparasi bed luka telah dilakukan dimana didapatkan
kondisi luka yang relative lebih bersih dan tidak infeksi.
 KOMPLIKASI
• Gagal Nafas Akut (ARDS)
• Syok Hipovolemik • Gagal Ginjal Akut (ARF)
• Sindrom kompartemen
• Ileus paralitik
• Ulcus Pepticum
M. PROSES KEPERAWATAN LUKA BAKAR
 PENGKAJIAN KEPERAWATAN
 Penyebab Luka Bakar
 Fokus pada prioritas utama bagi setap pasien trauma 
dengan luka sebagai permasalahan sekunder
 Monitor KU dan TTV ketat (status respirasi, denyut 
nadi apikal, karotid dan femoral terutama pada LB 
elektrik, TD k/p dgn doppler dan suhu tubuh)
 Pemantauan asupan dan haluaran urine
 Estimasi Berat Badan
 Riwayat kesehatan (alergi, imunisasi TT, riw penyaki

sblm – ssdh LB, serta penggunaan obat yg diberikan
 Pengkajian neurologik (tk kesadaran, status fisiologik
,  skala nyeri, kecemasan dan perilaku pasien)
 Pemahaman (tk pengetahuan klien dan keluarga) 
terhadap cedera dan penanganannya
 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.Kerusakan Pertukaran Gas b.d. keracunan gas 
CO, inhalasi asap dan obstruksi saluran nafas atas
2.Bersihan jalan tidak efektif b.d.edeme dan efek 
dari inhalasi asap 3.Kurang volume cairan b.d. peningkatan 
permeabilitas kapiler dan kehilangan cairan akibat 
evaporasi dari daerah LB
4. Hipotermia b.d. gangguan mikrosirkulasi kulit dan 
luka terbuka
5.Nyeri b.d. cedera jaringan serta syaraf dan dampak 
emosional dari LB
6. Ansietas b.d. ketakutan & dampak emosional dr  LB
7. Resiko komplikasi b.d. depresi sist pernafasan, dll.
 INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Meningkatkan pertukaran gas dan  bersihan jalan nafas
•Kaji pola dan karakteristik nafas (frekuensi, 
irama, kedalaman, bunyi dan kesimetrisan  paru kanan – kiri)
• Kaji adanya cedera LB pada organ pernafasan
• Dorong utk batuk efektif dan nafas dalam
• Kaji tandatanda hipoksia
• Kolaborasi : penggunaan O2, hasil AGD,  spirometry
2. Memulihkan keseimbangan cairan dan elektrolit
• Monitor TTV, CVP & haluaran urine setiap jam
• Waspada tanda2 hipovolemia / hipervolemia
• Timbang BB setiap hari (bila mampu)
•Pertahankan pemberian infus, atur tetesannya 
pada kecepatan yg tepat sesuai program medik
•Monitor hasil laboratorium (defisiensi / 
kelebihan) thdp Na, K, Ca, F dan bikarbonat
•Tinggikan bagian kepala tempat tidur dan 
ekstremitas yang terbakar
3. Mempertahankan suhu tubuh normal
• Kaji suhu inti tubuh klien setiap jam
•Beri lingkungan yang hangat, k/p 
gunakan lampu atau selimut  penghangat
• Bekerja dengan cepat kalau luka  terpajan udara dingin
4. Mengurangi nyeri
• Kaji intensitas nyeri (gunakan skala  nyeri 1 – 10)
• Berikan dukungan emosional k/p  pendampingan
•Kolaborasi : pemberian preparat 
analgetik dan amati supresi pernafasan 
pada klien yang tidak menggunakan 
ventilator mekanis. Lakukan penilaian 
respon klien thdp analgetik setiap  pemberian
5. Mengatasi kecemasan
• Kaji tingkat kecemasan klien
• Bentuk support sistem adekuat
• K/p konsul pemuka agama,  psikolog/psikiater
• Bantu pasien mengatasi stress yang  dialaminya
6. Pemantauan, pencegahan &  penatalaksaan komplikasi
•Monitor ketat KU, TTV dan tandatanda terjadinya gagal naf
as, infeksi,  gagal ginjal akut, syok 
hipo/hipervolemik, ileus paralitik
 EVALUASI KEPERAWATAN
•Terpelihara kepatenan jalan nafas 
pasien, ventilasi dan oksigenasi  jaringan
• Tercapainya kondisi keseimbangan 
volume cairan dan elektrolit •
Pemeliharaan suhu tubuh normal (tidak  terjadi hipotermi)
• Rasa nyeri teradaptasi dan berkurang
• Kecemasan teratasi
• Tidak terjadi komplikasi
DAFTAR PUSTAKA

PPT BPK Zulfikar M , S.Kep, Ns , M.Kep

Anda mungkin juga menyukai