Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN

BANGSAL ANAK
RUMAH SAKIT STROKE NASIONAL BUKITTINGGI

“DEMAM BERDARAH DENGUE”

Oleh:
KELOMPOK IV

MAHDALENI 3005045
ELSI YUWANDA 3005057
FADILLAH JAINIR 3005063
IRVAN ZULIANSYAH 3005071
ENDA FITRIANI 3005079

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


SEKOLAH TINGGI FARMASI INDONESIA
YAYASAN PERINTIS
PADANG
2020

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Demam Berdarah Dengue

Infeksi virus dengue merupakan suatu penyakit demam akut yang

disebabkan oleh virus genus Flavivirus, famili Flaviviridae, mempunyai 4 jenis

serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4, melalui perantara nyamuk

Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Keempat serotipe dengue terdapat di

Indonesia, DEN-3 merupakan serotipe dominan dan banyak berhubungan dengan

kasus berat, diikuti serotipe DEN-2.3

Pada saat ini jumlah kasus masih tetap tinggi rata-rata 10-25 per 100.000

penduduk, namun angka kematian telah menurun bermakna <2%.Umur terbanyak

yang terkena infeksi dengue adalah kelompok umur 4-10 tahun, walaupun makin

banyak kelompok umur lebih tua. Spektrum klinis infeksi dengue dapat dibagi

menjadi (1) gejala klinis paling ringan tanpa gejala (silent dengue infection), (2)

demam dengue (DD), (3) demam berdarah dengue (DBD) dan (4) demam

berdarah dengue disertai syok (sindrom syok dengue/DSS).3

Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi

kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan

sebagai akibat perdarahan.3

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Demam Berdarah

2.1.1 Definisi

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah infeksi yang disebabkan oleh

virus dengue. Dengue adalah virus penyakit yang ditularkan dari nyamuk Aedes

aegypti, nyamuk yang paling cepat berkembang di dunia. Ini telah menyebabkan

hampir 390 juta orang terinfeksi setiap tahunnya. Beberapa jenis nyamuk

menularkan atau menyebarkan virus dengue.1

2.1.2 Epidemiologi

Istilah haemorrhagic fever di Asia Tenggara pertama kali digunakan di

Filipina pada tahun 1953. Pada tahun 1958 meletus epidemi penyakit serupa di

Bangkok. Setelah 1958 penyakit ini dilaporkan berjangkit dalam bentuk epidemi

dibeberapa negara lain di Asia Tenggara, diantaranya Hanoi (1958), Malayasia

(1962-1964), Saigon (1965) yang disebabkan virus dengan tipe 2, dan Calcutta

(1963) dengan virus dengue tipe-2 dan chikungu berhasil diisolasi dari beberapa

kasus. Di Indonesia DBD berturut-turut dilaporkan di Bandung (1972),

Yogyakarta (1972). Epidemi pertama diluar Jawa dilaporkan pada tahun 1972 di

Sumatera Barat dan Lampung, disusul oleh Riau, Sulawesi Utara, dan Bali (1973).

Pada tahun 1974 epidemi dilaporkan di Kalimatan Selatan dan Nusa Tenggara

Barat. Pada 1993 DBD telah menyebar ke seluruh provinsi di Indonesia. Pada saat

ini DBD sudah endemis di banyak kota-kota besar, bahkan sejak tahun 1975

penyakit ini telah berjangkit di daerah pedesaan. Berdasarkan jumlah kasus DBD,

Indonesia menempati urutan kedua setelah Thailand. Sejak 1968 angka kesakitan

3
rata-rata DBD di Indonesia terus meningkat dari 0,05 (1968) menjadi 8,14 (1973),

8,65 (1983), dan mencapai angka tertinggi pada tahun 1998 yaitu 35,19 per

100.000 penduduk dengan jumlah penderita sebanyak 72.133 orang. Pada saat ini

DBD telah menyebar luas di kawasan Asia Tenggara, Pasifik Barat, dan daerah

Karibia.2

2.1.3 Etiologi

Virus dengue termasuk group B arthropod borne virus (arboviruses) dan

sekarang dikenal sebagai genus flavivirus, famili Flaviviradae, yang mempunyai 4

jenis serotipe yaitu den-1, den-2, den-3, dan den-4. Infeksi dengan salah satu

serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang

bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe yang lain. Seseorang

yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi dengan 3 atau bahkan 4

serotipe selama hidupnya. Kempat jenis serotipe virus dengue dapat dilakukan

sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe

ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe den-3 merupakan serotipe

yang dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat.2

2.1.4 Patofisiologi

a. Volume Plasma

Fenomena patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit

dan membedakan antara DD dengan DBD ialah peningkatan permeabilitas

dinding pembuluh darah, penurunan volume plasma, terjadinya hipotensi,

tromobositopenia, serta diathesis hemoragik. Penyelidikan volume plasma

pada kasus DBD dengan menggunakan 131 lodine labeled human albumin

sebagaiindikator membuktikan bahwa plasma merembes selama perjalanan

4
penakit mulai dari permulaan masa demam dan mencapai puncaknya pada

masa syok. Pada kasus berat, syok terjadi secara akut, nilai hematokrit

meningkat bersamaan dengan menghilangnya plasma melalui endotel

dinding pembuluh darah.Meningginya nilai hematokrit pada kasus syok

menimbulkan dugaan bahwa syok terjadi sebagai akibat kebocoran plasma

ke daerah ekstra vascular (ruang interstisial dan rongga serosa) melalui

kapiler yang rusak.Bukti yang mendukung dugaan ini ialah meningkatnya

berat badan, ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu

rongga peritoneum, pleura, dan terdapatnya edema.2

Pada sebagian besar kasus, plasma yang menghilang dapat diganti

secara efektif dengan memberikan plasma atau ekspander plasma.Pada masa

dini dapat diberikan cairan yang mengandung elektrolit.Syok terjadi secara

akut dan perbaikan klinis terjadi secara cepat dan drastic.Sedangkan pada

otopsi tidak ditemukan kerusakan dinding pembuluh darah yang bersifat

dekstruktif atau akibat radang, sehingga menimbulkan dugaan bahwa

perubahan fungsional dinding pembuluh darah agaknya disebabkan oleh

mediator farmakologis yang bekerja secara cepat.Gambaran mikroskop

electron biopsy kulit pasien DBD pada masa akut memperlihatkan

kerusakan sel endotel vascular yang mirip dengan luka akibat anoksia atau

luka bakar.Gambaran itu juga mirip dengan binatang yang diberi histamine

atau serotonin atau dibuat keadaan trombositopenia.2

b. Trombositopenia

Trombositopenia merupakan kelainan hematologis yang ditemukan

pada sebagian besar kasus DBD.Nilai trombosit mulai menurun pada masa

5
demam dan mencapai nilai terendah pada masa syok.Jumlah trombosit

secara cepat meningkat pada masa konvalesens dan nilai normal biasanya

tercapai 7-10 hari sejak permulaan sakit.Trombositopenia yang

dihubungkan dengan meningkatnya megakariosit muda dalam sumsum

tulang dan pendeknya masa hidup trombosit diduga akibat meningkatnya

destruksi trombosit. Dugaan mekanisme lain trombositopenia ialah depresi

fungsi megakariosit. Penyelidikan dengan radioisotope membuktikan bahwa

penghancuran trombosit terjadi dalam sistem retikuloendotel, limpa, dan

hati.Penyebab peningkatan destruksi trombosit tidak diketahui, namun

beberapa factor dapat menjadi penyebab yaitu virus dengue, komponen aktif

sistem atau secara terpisah. Lebih lanjut fungsi trombosit pada DBD terbukti

menurun mungkin disebabkan proses imunologis terbukti ditemui kompleks

imun dalam peredaran darah. Trombositopenia dan gangguan fungsi

trombosit dianggap sebagai penyebab utama terjadinya perdarahan pada

DBD.2

c. Sistem Koagulasi dan Fibrinolisis

Kelainan sistem koagulasi juga berperan dalam perdarahan

DBD.Masa perdarahan memanjang, masa pembekuan normal, masa

tromboplastin parsial yang teraktivasi memanjang. Beberapa factor

pembekuan menurun, termasuk factor II, V, VII, VIII, X, dan fibrinogen.

Pada kasus DBD berat terjadi peningkatan fibrinogen degradation products

(FDP).Penelitian lebih lanjut faktor koagulasi membuktikan adanya

penurunan aktifitas antitrombin III. Disamping itu juga dibuktikan bahwa

menurunnya aktifitas factor VII, menimbulkan dugaan bahwa menurunnya

6
kadar fibrinogen dan factor VIII. Hal ini diakibatkan oleh konsumsi sistem

koagulasi, tetapi juga oleh konsumsi sistem fibrinolisi.Kelainan fibrinolisis

pada DBD dibuktikan dengan penurunan aktifitas ά-2 plasmin inhibitor dan

penurunan aktifitas plasminogen.2

Seluruh penelitian diatas membuktikan bahwa (1) pada DBD

stadium akut telah terjadi proses koagulasi dan fibrinolisis, (2)

Disseminated intravascular coagulation (DIC) secara potensial dapat terjadi

juga pada DBD tanpa syok. Pada masa dini DBD, peran DIC tidak menonjol

dibandingkan dengan perubahan plasma tetapi apabila penyakit memburuk

sehingga terjadi syok dan asidosis maka syok akan memperberat DIC

sehingga perannya akan mencolok. Syok dan DIC akan saling

mempengaruhi sehingga penyakit akan memasuki syok irreversible disertai

perdarahan hebat, terlibatnya organ-organ vital yang biasanya diakhiri

dengan kematian, (3) Pendarahan kulit pada umumnya disebabkan oleh

factor kapiler, gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia; sedangkan

perdarahan masif ialah akibat kelainan mekanisme yang lebih kompleks

seperti trombositopenia, gangguan factor pembekuan, dan kemungkinan

besar oleh factor DIC, terutama pada kasus syok lama yang tidak dapat

diatasi disertai komplikasi asidosis metabolik, (4) Antitrombin III yang

merupakan kofaktor heparin. Pada kasus dengan kekurangan antitrombin

III, respons pemberian heparin akan berkurang.2

d. Sistem Komplemen

Penelitiansistem komplemen pada DBD memperlihatkan penurunan

kadar C3, C3 proaktivator, C4, dan C5, baik pada kasus yang disertai syok

7
maupun tidak. Terdapat hubunganpositif antara kadar serum komplemen

dengan derajat penyakit. Penurunan ini menimbulkan perkiraan bahwa pada

dengue, aktivasi komplemen terjadi baik melalui jalur klasik maupun jalur

alternative. Hasil penelitian radioisotope mendukung pendapat bahwa

penurunan kadar serum komplemen disebabkan oleh aktivasi sistem

komplemen dan bukan oleh karena produksi yang menurun atau ekstrapolasi

komplemen. Aktivasi ini menghasilkan anafilaktoksin C3a dan C5a yang

mempunyai kemampuan menstimulasi sel mast untuk melepaskan histamine

dan merupakan mediator kuat untuk menimbulkan peningkatan

permeabilitas kapiler, pengurangan volume plasma, dan syok

hipovolemik.Komplemen juga bereaksi dengan epitop virus pada sel

endotel, permukaan trombosit dan limfosit T, yang mengakibatkan waktu

paruh trombosit memendek, kebocoran plasma, syok dan

perdarahan.Disamping itu komplemen juga merangsang monosit untuk

memproduksi sitokin seperti tumor necrosis factor (TNF), interferon

gamma, interleukin (IL-2 dan IL-1).2

Bukti-bukti yang mendukung peran sistem komplemen pada

penderita DBD ialah (1) ditemukannya kadar histamine yang meningkat

dalam urin 24jam, (2) adanya kompleks imun yang bersirkulasi (circulating

immune complex), baik pada DBD derajat ringan maupun berat, (3) adanya

korelasi antara kadar kuantitatif kompleks imun dengan derajat berat

penyakit.2

8
e. Respons Leukosit

Pada perjalanan penyakit DBD, sejak demam hari ketiga terlihat

peningkatan limfosit atopic yang berlangsung sampai hari kedelapan.

Suvatte dan Longsaman menyebutnya sebagai transformed lymphocytes.

Dilaporkan juga bahwa pada sediaan hapus buffy coat kasus DBD dijumpai

transformed lymphocytes dalam persentase yang tinggi (20-50%). Hal ini

khas untuk DBD oleh karena proporsinya sangat berbeda dengan infeksi

virus lain (0-10%).Penelitian yang lebih mendalam dilakukan oleh Sutaryo

yang menyebutnya sebagai limfosit plasma biru (LPB).Pemeriksaan LPB

secara seri dari preparat hapus darah tepi memperlihatkan bahwa LPB pada

infeksi dengue mencapai puncak pada hari demam keenam.Selanjutnya

dibuktikan pula bahwa diantara hari keempat sampai kedelapan demam

terdapat perbedaan bermakna proporsi LPB pada DBD dengan demam

dengue.Namun, antara hari kedua sampai dengan harri kesembilan demam,

tidak terdapat perbedaan bermakna proporsi LPB pada DBD syok dan tanpa

syok.Berdasarkan uji diagnostik maka dipilih titik potong (cut off point)

LPB 4%.Nilai titik potong itu secara praktis mampu membantu diagnosis

dini infeksi dengue dan sejak hari ketiga demam dapat dipergunakan untuk

membedakan infeksi dengue dan non-dengue.Dari penelitian imunologi

disimpulkan bahwa LPB merupakan campuran antara limfosit-B dan

limfosit-T.definisi LPB ialah limfosit dengan sitoplasma biru tua, pada

umumnya mempunyai ukuran lebih besar atau sama dengan daerah

perinuklear yang jernih. Inti terletak pada salah satu tepi sel berbentuk bulat

oval atau berbentuk ginjal.Kromosom inti kasar dan kadang-kadang didalam

9
ini terdapat nucleoli.Pada sitoplasma tidak ada granula azurofilik.Daerah

yang berdekatan dengan eritrosit tidak melekuk dan tidak bertambah biru.2

2.1.5 Patogenesis

Mekanisme sebenarnya tentang patofisiologi, hemodinamika, dan

biokimiawi DBD belum diketahui secara pasti karena kesukaran mendapatkan

model binatang percobaan yang dapat dipergunakan untuk menunjukkan gejala

klinis DBD seperti pada manusia. Hingga kini sebagian besar sarjana masih

menganut the secondary heterologus infection hypothesis atau the sequential

infection yang menyatakan bahwa DBD dapat terjadi apabila seseorang setelah

terinfeksi virus dengue pertama kali mendapatkan infeksi kedua dengan virus

dengue serotipe lain dalam jarak waktu 6 bulan- 5 tahun.2

a. Hipotesis Peningkatan Imunologis

Antibody yang terbentuk pada infeksi dengue terdiri dari IgG yang berfungi

menghambat peningkatan replikasi virus dalam monosit, yaitu enhancing-

antibody dan neutralizing antibody. Pada saat ini dikenal 2 jenis tipe antibody

yaitu (1) Kelompok monoclonal reaktif yang tidak mempunyai sifat menetralisasi

tetapi memacu replikasi virus, dan (2) Antibodi yang dapat menetralisasi tetapi

memacu replikasi virus, dan (2) Antibodi yang dapat menetralisasi secara spesifik

tanpa disertai daya memacu replikasi virus. Perbedaann ini berdasarkan adanya

virion determinant specificity.2

2.1.6 Manifestasi Klinis

Demam Berdarah Dengue ditandai oleh 4 manifestasi klinis, yaitu demam

tinggi, pendarahan, terutama pendarahan kulit, hepatomegali, dan kegagalan

peredaran darah.Fenomena patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit

10
dan membedakan DBD dan DD ialah peningkatan permeabilitas dinding

pembuluh darah, menurunnya volume plasma, trombositopenia, dan diastesis

hemoragik.2

Pada DBD terdapat perdarahan kulit, uji tourniquet positif, memar, dan

perdarahan pada tempat pengambilan darah vena.Petekia haus yang tersebar di

anggota gerak, muka, aksila seringkali ditemukan pada masa dini demam.Harus

diingat juga bahwa perdarahan dapat terjadi di setiap organ tubuh.Epitaksis dan

perdarahan gusi jarang dijumpai, sedangkan perdarahan saluran pencernaan hebat

lebih jarang lagi dan biasanya timbul setelah renjatan yang tidak dapat diatasi.

Perdarahan lain, seperti pedarahan subkonjungtiva kadang-kadang ditemukan.

Pada masa konvalesens seringkali ditemukan eritema pada telapak tangan/telapak

kaki.2

Pada DBD syok, setelah demam berlangsung selama beberapa hari

keadaan umum tiba-tiba memburuk, hal ini biasanya terjadi pada saat atau setelah

demam menurun, yaitu diantara hari sakit ke 3-7.Hal ini dapat diterangkan dengan

hipotesis peningkatan reaksi imunologis.Pada sebagian besar kasus dtemukan

tanda kegagalan peredaran darah, kulit teraba lembab dan dingin, sianosis sekitar

mulut, nadi menjadi cepat dan lembut.Anak tampak lesu, gelisah, dan secara cepat

masuk dalm fase syok.Pasien seringkali mengeluh nyeri di daerah perut sesaat

sebelum syok.2

Disamping kegagalan sirkulasi, syok ditandai oleh nadi lembut, cepat,

kecil sampai tidak dapat teraba.Tekanan nadi menurun menjadi 20mmHg atau

kurang dan tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau lebih rendah. Syok

harus segera diobati, apabila terlambat pasien dapat mengalami syok berat,

11
tekanan darah tidak dapat diukur dan nadi tidak dapat diraba. Tatalaksana syok

yang tidak adekuat akan menimbulkan komplikasi asidosis metabolic, hipoksia,

perdarahan gastrointestinal hebat denga prognosis buruk. Sebaliknya engan

pengobatan yang tepat segra terjadi masa penyembuhan dengan cepat.Pasien

membaik dalam 2-3 hari.Selera makan yang membaik merupakan petunjuk

prognosis baik.2

Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan trombositopenia dan

hemokonsentrasi.Jumlah trombosit <100.000 ditemukan anatar hari sakit ke 3-7.

Peningkatan kadar hematokrit merupakan bukti adanya kebocoran plasma, walau

dapat terjadi pula pada kasus derajat ringan meskipun tidak sehebat dalam kedaan

syok. Hasil laboratorium lain yang sering ditemukan ialah hipoproteinemia. Pada

beberapa kasus ditemukan asidosis metabolic.Jumlah leukosit bervariasi antara

leucopenia dan leukositosis.Kadang-kadang ditemukan albuminuria ringan yang

bersifat sementara.2

2.1.7 Diagnosis

Patokan diagnosis Demam Berdarah Dengue (DBD) (WHO, 1975)

berdasarkan gejala klinis dan laboratorium.2

 Klinis : demam tinggi mendadak dan terus-menerus selama 2-7 hari,

manifestasi pendarahan minimal uji tourniquet positif dan salah satu

bentuk pendarahan lain, pembesaran hati, syok yang ditandai oleh nadi

lemah dan cepat disertai tekanan nadi menurun (< 20 mmHg), tekanan

menurun, disertai kulit yang teraba dingin dan lembab terutama pada

ujung hidung, jari, kaki, pasien menjadi gelisah, dan timbul sianosis di

sekitar mulut.

12
 Laboratorium : trombositopenia (<100.000/ul) dan hemokonsentrasi yang

dapat dilihat dari nilai hematokrit >20% dibandingkan dengan nilai

hematokrit pada masa sebelum sakit atau masa konvalesen.3

Menurut Pedoman Pelayanan Medisdiagnosis demam dengue dapat

dilakukan sebagai berikut :

a. Ananesis :

- Demam merupakan tanda utama, terjadi mendadak tinggi, selama 2-7 hari

- Disertai lesu, tidak mau makan dan muntah

- Pada anak besar dapat mengeluh nyeri kepala, nyeri otot, dan nyeri perut

- Diare kadang – kadang dapat ditemukan

- Perdarahan yang paling sering dijumpai adalahperdarahan kulit dan

mimisan

b. Pemeriksaan fisis :

- Gejala klinis DBD diawali demam mendadak tinggi, facial flush, muntah,

nyeri kepala, nyeri otot dan sendi, nyeri tenggorokan dengan faring

hiperemis, nyeri dibawah lengkung iga kanan. Gejala penyerta tersebut

lebih mencolok pada DD dan DBD.

- Sedangkan hepatomegali dan kelainan fungsi hati lebih sering ditemukan

pada DBD.

- Perbedaan antara DD dan DBD adalah pada DBD terjadi peningkatan

permeabilitas kapiler sehingga menyebabkan peremberasan plasma,

hipofolemia, dan syok.

- Perembesan plasma menyebabkan ekstravasasi cairan kedalam rongga

pleura dan rongga peritonial selama 24-48 jam.

13
- Fase kritis hari ke 3-5 perjalanan penyakit. Pada saat ini suhu turun, yang

dapat merupakan awal penyembuhan pada infeksi ringan namun pada

DBD berat merupakan tanda awal syok.

- Perdarahan dapat berupa petekie, epistaksis, melena, atau hematoria.

c. Tanda – tanda Syok

- Anak gelisah, sampai terjadi penurunan kesadaran, sianosis.

- Nafas cepat, nadi teraba lembut, kadang-kadang tidak teraba.

- Tekanan darah turun, tekanan nadi <10 mmHg

- Akral dingin, capilary refill menurun.

- Deuresis menurun sampai anoria

d. Pemeriksaan Penunjang

- Darah perifer, kadar hemoglobin, leukosit, dan hitung jenis, hemokrit,

trombosit. Pada asupan darah perifer juga dapat dinilai limfosit darah biru,

peningkatan 15% menunjang diagnosis DBD.

- Uji serologis, uji hemaglutinasi inhibisi dilakukan saat fase akut dan fase

konvalesens.

- Pemeriksaan radiologi (urutan pemeriksaan sesuai indikasi klinis):

 Pemeriksaan foto dada, dilakukan atas indikasi (1) dalam keadaan klinis

ragu-ragu namun perlu diingat bahwa terdapat kelainan radiologis pada

perembesan plasma 20-40%, (2) pemantauan klinis, sebagai pedoman

pemberian cairan.

 Kelainan radiologi dilatasi pembuluh darah baru terutama di daerah

hilus kanan, hemithoraks kanan lebih radioopak dibandingkan kiri,

kubah diafragma kanan dari kiri, dan efusi pluera.

14
 USG : efusipluera, ascites, kelainan (penebalan) dinding vesica felea

dan vesica urinaria.3

Menurut WHO (1975) derajat penyakit DBD terbagi dalam 4 derajat2

Derajat Gejala

Derajat I Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya

manifestasi perdarahan adalah uji tourniquet positif.

Derajat II Derajat I disertai perdarahn spontan di kulit dan atau

perdarahan lain.

Derajat III Ditemukannya tanda kegagalan sirkulasi, yaitu nadi

cepat dan lemut, tekanan nadi menurun atau hipotensi

disertai kulit dingin, lembab dan pasien menjadi

gelisah.

Derajat IV Syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak

dapat diukur.

2.1.8 Tatalaksana

Pada awal perjalanan penyakit DBD tanda/ gejalanya tidak spesisifk, oleh

karena itu masyarakat diharapkan untuk waspada jika melihat tanda/ gejala yang

mungkin merupakan gejala awal perjalanan penyakit DBD .Tanda/ gejala awal

penyakit DBD ialah demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, teus-

menerus badan lemah, dan anak tampak lesu.Pertama-tama ditentukan terlebih

dahulu adakah tanda kedaruratan yaitu tanda syok, muntah terus-menerus, kejang,

kesadaran menurun, muntah darah, berak hitam, maka pasien perlu dirawat

(tatalaksana disesuaikan). Apabila tidak dijumpai tanda kedaruratan, periksa uji

tourniquet : apabila uji tourniquet positif lanjutkan dengan pemeriksaan trombosit,

15
apabila trombosit <100.000 pasien diawat untuk observasi. Apabila uji tourniquet

postif dengan jumlah trombosit >100.000 atau normal atau uji tourniquet negative,

pasien boleh pulang dengan pesan untuk datang kembali setiap hari sampai suhu

turun.Nilai gejala klinis dan lakukan pemeriksaan Hb, Ht, dan trombosit setiap

kali selama anak masih demam. Bila terjadi penurunan kadar Hb dan atau

peningkatan kadar Ht, segera rawat. Bila klinis menunjukkan tanda-tanda syok

seperti anak menjadi gelisah, ujung kaki/tangan dingin, muntah, lemah,

dianjurkan segera dibawa berobat ke dokter atau ke puskesmas, dan rumah sakit.2

16
Pasien dengan keluhan demam 2-7 hari, disertai uji tourniquet positif

(DBD deajat I) atau disertai perdarahan spontan tanpa peningkatan hematokrit

(DBD derajat II) dapat dikelola seperti pada bagan dibawah.Apabila pasien masih

dapat minum, berikan minum banyak 1-2 liter/ hari atau 1 sendok makan setiap 5

menit. Jenis minuman yang dapat diberikan adalah air putih, the manis, sirup, jus

buah, susu atau oralit. Obat antipiretik diberikan bila suhu >38,5 oC.pada anak

dengan riwayat kejang dapat diberikan obat anti konvulsif. Apabila pasien tidak

dapat minum atau muntah terus-menerus, sebaiknya diberikan infuse NaCl 0,9% :

Dekstrosa 5% (1:3) dipasang dengan tetesan rumatan sesuai dengan berat badan.

17
Disamping itu, perlu dilakukan pemeriksaan Hb, Ht, dan trombosit setaip 6-12

jam.Pada tindak lanjut, perhatikan tanda syok, raba hati setiap hari untuk

mengetahui pmbesarannya oleh karena pembesaran hati yang disertai nyeri tekan

berhubungan dengan perdarahan saluran cernaa. Diuresis diukur tiap 24 jam dan

awasi perdarahan yang terjadi. Kadar Hb, Ht, dan trombosit diperiksa tiap 6-12

jam. Apabila pada tindak lanjut telah terjadi perbaikan klinis dan laboratories,

anak dapat dipulangkan: tetapi bila kadar Ht cenderung naik dan trombosit

menurun, maka infuse cairan ditukar dengan ringer laktat dan tetesan

disesuaikan.2

18
Pada DBD derajat II apabila dijumpai demam tinggi, terus-menerus selama

<7hari tanpa sebab yang luas, disertai tanda perdarahan spontan, disertai

penurunan jumlah trombosit <100.000 dan peningkatan kadar hematokrit. Pada

19
saat pasien datang, berikan cairan kristaloid ringer laktat/Nacl 0,9% atau dekstrosa

5% dalam ringer laktat/ Nacl 0,9% 6-7 mL/kgBB/jam2.

20
Sindrom syok dengue ialah DBD dengan gejala gelisah, nafas cepat, nadi

teraba kecil, lembut atau tak teraba, tekanan nadi menyempit, bibir biru, tangan

kaki dingin, dan tidak ada produksi urin2.

(1) Segera beri infus kristaloid 20ml/kgBB secepatnya, dan oksigen 2 liter/menit.

Untuk DSS berat (DBD derjat IV, nadi tidak teraba dan tensi tidak terukur),

diberikan ringer laktat 20mL/kgBB bersama koloid. Observasi tensi dan nadi

tidap 15 menit hematokrit dan trombosit tiap 4-6 jam. Periksa elektrolit dan

gula darah.

(2) Apabila dalam waktu 30 menit syok belum teratasi, tetesan ringer laktat

belum dilanjutkan20mL/kgBB, ditambah plasma atau koloid sebanyak 1-

20mL/kgBB, maksimal 30mL/kgBB. Obsevasi keadaan umum, tekanan

darah, keadaan nadi tiap 15 menit, dan periksa hematokrit tiap 4-6 jam.

Koreksi asidosis, elektrolit, dan gula darah.

21
Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung dari umur

dan berat badan pasien, serta derajat kehilangan plasma sesuai dengan derajat

hemokonsentrasi yang terjadi. Pada anak gemuk, kebutuhan cairan disesuaikan

dengan berat badan ideal untuk anak umur yang sama, kebutuhan cairan rumatan

dapat diperhitungkan dari table berikut2:

22
Berat Badan (kg) Jumlah Cairan (mL)
10 100 per kg BB
10-20 1000+ 50 x kg (diatas 10kg)
>20 1500+ 50 x kg (diatas 20kg)

Pasien harus dirawat dan segera diobati bila dijumpai tanda-tanda syok

yaitu gelisah, letargi/ lemah, ekstremitas dingin, bibir sianosis, oliguri, dan nadi

lemah, tekanan nadi menyempit (20mmHg atau kurang) atau hipotensi, dan

peningkatan mendadak kadar hematokrit atau kadar hematokrit yang meningkat

terus-menerus walaupun telah diberi cairan intravena.

Kriteria memulangkan Pasien

Pasien dapat dipulangkan apabila tidak demam selama 24 jam tanpa

antipiretik, nafsu makan membaik, tampak perbaikan secara klinis, hematokrit

stabil, tiga hari setelah syok teratasi, jumlah trombosit >50.000 dan cenderung

menigkat, serta tidak dijumpai distress pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura

atau asidosis).2

BAB III
TINJAUAN KASUS

23
3.1 Identitas Pasien

Nama : An. K

Umur : 9 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat :Kotodalam, pulai anak air, mandiangin koto

selayan, Bukittinggi

Tanggal masuk : 03 Agustus 2020

Tanggal keluar : 08 Agustus 2020

No. Rekam Medik : 1314xx

3.2 Anamnesa

Seorang anak perempuan berumur 9 tahun masuk rumah sakit stroke

melalui Instalasi Gawat Darurat (IGD) dengankeluhanutamademam sejak 5 hari

ini.

3.2.1 Riwayat Penyakit Sekarang

Demam sejak 5 hari ini, mimisan 1 sehari sebelum masuk rumah sakit,,

tidak mengalami batuk, tidak sakit tenggorokan, tidak pilek, gusi tidak berdarah,

tidak muntah, tidak mual serta buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK)

pasien normal.

3.2.2 Riwayat Penyakit Keluarga

Berdasarkan wawancara dengan keluarga pasien, pasien tidak mempunyai

riwayat penyakit sebelumnya.

3.2.3 Riwayat Imunisasi

a. BCG : ada

24
b. Polio : ada

c. Hepatitis B : ada

d. Campak : ada

e. DPT : ada

3.2.4 Riwayat Kelahiran

Kelahiran normal dengan berat badan 3000 gram , panjang badan nya 39 cm.

3.3 Pemeriksaan Fisik

Hasil pemeriksaan fisik di RSSN pada tanggal 03 Agustus 2020 :

a. Pemeriksaan fisik

Kondisi Umum : Sedang

Kesadaran : Composmentis

Frekuensi Nadi : 95 x/ menit

Frekuensi Nafas : 20 x / menit

Suhu : 37oC

Tekanan Darah : 90/60 mmHg

Berat Badan : 27 kg

b. Pemeriksaan Umum

Kepala : Tidak ditemukan kelainan (normal)

Mata : Palpebra ( normal),

Konjungtiva Anemis tidak temukan kelainan

(normal)

Sklera Ikterik tidak ditemukan kelainan ( normal)

Pupil isokor tidak ditemukan kelainan (normal)

Thorak : Jantung ( corona) S1, S2 reguler (normal)

25
Abdomen : Distensi tidak ditemukan kelainan (normal), bising

usus dan nyeri tekan tidak ditemukan kelainan

(normal)

Exstermitas : Ujung kaki dan ujung tangan hangat (normal)

3.4 Pemeriksaan Penunjang

Nama Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan


HEMATOLOGI
Hemoglobin (HGB) 12,7 g/dl Pr : 12,0 – 14,5
Leukosit (WBC) 2,8 103/µL 4,4 -11,3
Trombosit (Platelet) 21 103/µL 150-450
Hematokrit 38,2 % Pr : 25-45
Keterangan

: Rendah

3.5 Diagnosa

Demam Berdarah Dengue derajat II.

3.6 PENATALAKSANAAN

3.6.1 Terapi/Tindakan yang diberikan di IGD

- IVFD RL 63 tetes/ menit

- Kontrol TTV/ 6 jam

- Diet ML 1650 kkal

- Siapkan trombosit 10 unit, darah segar 1 unit

- Paracetamol 300 mg (PO) 3x1

3.6.2 Terapi/Tindakan yang diberikan di Bangsal Anak

- IVFD RL 27 tetes/ menit


- Paracetamol 300 mg (PO) 3x1
- Makanan lunak 1650 kkal

26
27
3.7 Follow Up Pemakaian Obat

03 Agustus 2020 04 Agustus 2020 05 Agustus 2020 06 Agustus 2020 07 Agustus 2020 08 Agustus 2020
Nama Obat Reg 8 12 18 24 8 12 18 24 8 12 18 24 8 12 18 24 8 12 18 24 8 12 18 24
am am pm pm am am pm pm am am pm pm am am pm pm am am pm pm am am pm pm

Paracetamol 3x1
300 mg (PO)                 

Ringer Laktat 27
gtt/i                    
Infus

28
3.8 FOLLOW UP

27
Tanggal S O A P
03/08/20 Demam sejak 5 Kondisi umum (sakit Demam IVFD RL 63 tetes/ menit,
20 harisebelum sedang), suhu tubuh 37 berdarah Kontrol TTV/6 jam, Cek
o
dirawat, keluar C, nadi 95 dengue lab DL/6 jam, diet ML
bintik merah di x/menit,pernafasan 20x/ derajat II 1650 kkal, Siapkan
bagian lengan serta menit, BB 27 kg trombosit 10 unit, darah
mimisan sebelum segar 1 unit, Parasetamol
dirawat. 3x300 mg.
04/08/ Demam tidak ada Kondisi umum (sakit Demam IVFD RL 27 tetes/ menit,
2020 sedang), tekanan darah cek tanda Vital Sign/6 jam,
berdarah
90/70 mmHg, suhu diet Makan Lunak 1650
dengue
tubuh 36,3 oC, nadi 95 kkal, Parasetamol 3x300 mg.
x/menit,pernafasan 20x/ derajat II
menit, BB 27 kg, Hb
12,7, leukosit 2800 ,
Trombosit 21000/mm3,
Ht 38,2 Vol %
05/08/20 - Demam tidak ada Kondisi umum (sakit Perbaikan Terapi dilanjutkan
sedang), suhu tubuh
36,4oC, tekanan darah
90/62 mmhg, berat
badan 27 kg.- Hb 10,9,
leukosit 4800 ,
Trombosit 71000/mm3,
Ht 33,6 Vol %
06/08/20 Demam tidak ada Kondisi Umum Perbaikan Terapi dilanjutkan
(sedang), suhu tubuh
36,3oC, tekanan darah
28

100/60 mmHg.
Trombosit 117000/mm3,
BAB IV
DISKUSI
4.1. Drug Related Problem

Lampiran 2. Tabel Drug Related Problem (DRP)


DRUG RELATED PROBLEM
No Drug Therapy Problem Check Keterangan Rekomendasi/ Komentar
. List
1. Terapi Obat Yang Tidak
Diperlukan
Pasien telah mendapatkan terapi sesuai
dengan kondisi medis.
1. Infus RL 63 tetes/menit untuk
mengembalikan keseimbangan elektrolit
Terdapat terapi tanpa indikasi medis pada pasien.
-
2. Parasetamol 300 mg untuk
menurunkan suhu tubuh pasien dan
mengurangi nyeri ringan sampai
sedang.

Pasien mendapatkan terapi tambahan Pasien tidak mendapatkan terapi tambahan


yang tidak di perlukan -
yang tidak di perlukan. -
Pasien diiringi terapi non farmakologi
Pasien masih memungkinkan dengan cara memberikan terapi cairan
menjalani terapi non farmakologi - -
sebnayak 1-2 L air minum perhaari, karena
pasien mengalami DBD derajat II2

29
Terdapat duplikasi terapi
- Tidak terdapat duplikasi terapi -
Pasien mendapatkan penanganan
terhadap efek samping yang Pasien tidak mendapatkan penanganan
- -
seharusnya dapat di cegah terhadap efek samping.

2. Kesalahan Obat
Bentuk sediaan sudah disesuaikan dengan
kondisi pasien ( Medscape )
1. Ringer Laktat diberikan secara IVFD -
Bentuk sediaan tidak tepat untuk mengembalikan keseimbangan
-
kadar elektrolit dalam tubuh secara cepat.
2. Parasetamol 300 mg tablet untuk
penggunaan secara peroral.

Terdapat kontraindikasi Tidak terdapat kontraindikasi antar obat dan


- -
kondisi pasien.
Kondisi pasien dapat disembuhkan oleh
Kondisi pasien tidak dapat obat, dimana ditandai dengan perbaikan
disembuhkan oleh obat - yang dapat dilihat di follow up dan pasien -
diperbolehkan pulang dengan kondisi
perbaikan.

30
Obat tidak diindikasi untuk kondisi
Tidak ada obat yang tidak diindikasikan
pasien - -
untuk pasien.

Obat yang diberikan sudah efektif dalam


proses penyembuhan. Dimana terapi obat
Terdapat obat lain yang efektif
- yang diberikan telah memberikan perbaikan -
terhadap pasien berdasarkan Follow Up
harian pasien.
3. Dosis Tidak Tepat
Dosis yang terlalu rendah. 1. Dosis terapi
1. Paracetamol 300 mg 3 x 1 paracetamol yaitu
10mg/kg BB – 15
Paracetamol yang diterima pasien
mg/kgBB)/sekali
adalah : 300 mg sekali pakai
pakai (IDAI, 2008)
Dosis terlalu rendah -
Sehingga masih aman dan berada di

rentang dosis anak dengan berat

badan 27 kg.

Dosis terlalu tinggi - 1. Paracetamol 300 mg 3 x 1 1. Dosis terapi

31
Paracetamol yang diterima pasien

adalah : 300 mg sekali pakai


paracetamol yaitu
Sehingga masih aman dan berada di 10mg/kg BB – 15
rentang dosis anak dengan berat mg/kgBB)/sekali
pakai (IDAI, 2008)
badan 27 kg.

Frekuensi pengguna tidak tepat - Frekuensi penggunaan sudah tepat 1. Terapi cairan RL pada
1. Infus Ringer Lactat 63 tetes/menit pasien DBD derajat II
2. Paracetamol 300 mg tablet 1 x1 yaitu 7 ml/kg bb/jam
(IDAI, 2008)
2. Dosis terapi
paracetamol yaitu
10mg/kg BB – 15
mg/kgBB)/sekali
pakai (IDAI, 2008)

32
-
Durasi penggunaan sudah tepat
- Paracetamol dapat diberikan sampai
Durasi penggunaan tidak tepat
- kondisi pasien tidak mengalami -
demam , dapat digunakan kapan
per,lu jika pasien demam
Penyimpanan obat sudah tepat, dimana obat
disimpan didalam tempat obat pasien,
menurut AHFS
Penyimpanan tidak tepat 1. Infuse RL dibawah suhu 300C, -
-
terlindung dari cahaya
2. Paracetamol tablet dibawah suhu
300C, terlindung dari cahaya

Terdapat interaksi obat


- Tidak terdapat interaksi obat pada pasien

.
4. Reaksi Yang Tidak Diinginkan

33
Obat aman untuk pasien, pemberian
Obat tidak aman untuk pasien paracetamol dan Ringer lactate pada pasien -
-
sudah disesuaikan dengan dosis yang tepat
untuk pasien.
Tidak terjadi reaksi alergi, pasien tidak
Terjadi reaksi alergi
- memiliki riwayat alergi sehingga obat aman -
digunakan
Terjadi interaksi obat Tidak terjadi interaksi obat yang terlihat dari -
-
pasien.
Dosis obat dinaikan atau diturunkan -
Tidak ada dosis obat yang dinaikkan /
terlalu cepat -
diturunkan

Muncul efek yang tidak diinginkan Menurut pengamatan, tidak muncul efek
- -
yang tidak diinginkan.
Administrasi obat yang tidak tepat - Administrasi obat yang diberikan sudah -
tepat.
1. Ringer Laktat & diberikan secara IVFD
untuk mengembalikan keseimbangan
kadar elektrolit dalam tubuh secara cepat.
2. Paracetamol tablet diberikan secara

34
peroral karena kondisi pasien yang
masih bisa menelan

5. Ketidaksesuaian Kepatuhan Pasien


Tidak ada obat yang tidak tersedia, semua
Obat tidak tersedia
- obat yang di butuhkan pasien tersedia di -
apotek rumah sakit
Pasien tidak mampu menyediakan
obat - Pasien mampu menyediakan obat -

Pasien tidak bisa menelan obat atau Pasien mampu mengkonsumsi obat dengan
- -
menggunakan obat baik
Pasien tidak mengerti intruksi
Keluarga Pasien mengerti instruksi
penggunanan obat - -
penggunaan obat

Pasien patuh dalam menggunakan obat,


Pasien tidak patuh atau memilih untuk obat-obat untuk pasien rawat inap
tidak menggunakan obat - disediakan dalam bentuk UDD untuk satu -
kali pakai, sehingga ketidakpatuhan pasien
dapat teratasi.

35
6. Pasien Membutuhkan Terapi
Tambahan
Terdapat kondisi yang tidak diterapi Tidak ada kondisi yang tidak mendapatkan
- -
terapi
Pasien membutuhkan obat lain yang
Pasien tidak membutuhkan obat lain yang
sinergis - -
sinergis.

Pasien membutuhkan terapi


Pasien telah mendapatkan terapi profilaksis
profilaksis - -
sesuai dengan kondisinya, paracetamol

36
37
4.2 Perhitungan Dosis

 Paracetamol2

Dosis Lazim paracetamol untuk anak 10mg/kg BB – 15 mg/kgBB)

Berat badan pasien 27 kg. Jadi dosis untuk anak berat badan 27 kg adalah :

 10mg/kgBB X 27 kg = 270 mg

 15 mg/kgBB X 27 kg = 405 mg

Paracetamol yang diterima pasien adalah : 300 mg. Sehingga masih

aman dan berada di rentang dosis anak dengan berat badan 27 kg.

 Ringer Laktat2.

Terapi cairan RL pada pasien DBD derajat II yaitu 7 ml/kg bb/jam (IDAI,
2008).
Berat badan pasien 27 kg. Jadi, terapi cairan yang dibutuhkan untuk berat

badan 27 kg adalah :

 7 ml/kgBB/jam x 27 kg = 189 ml (1 ml= 20 tetes)

 189 ml x 20 tetes -= 3780 tetes/60 menit -= 63 tetes/menit

Terapi infuse Ringer Laktat yang diterima pasien adalah : 63 tetes/menit

Sehingga sudah sesuai untuk terapi cairan pada anak dengan berat badan

27 kg.

4.3 Pembahasan

Seorang anak perempuan berumur 9 tahun, masuk rumah sakit stroke

melalui Instalasi Gawat Darurat (IGD) pada tanggal 03 Agustus 2020 pada pukul

11.50 WIB dengan keluhan utama demam sejak 5 hari ini, mimisan 1 kali sehari

sebelum masuk rumah sakit, tidak mengalami batuk, tidak sakit tenggorokan,

27
tidak pilek, gusi tidak berdarah, tidak muntah, tidak mual serta buang air besar

(BAB) dan buang air kecil (BAK) pasien normal.

Dari hasil pemeriksaan fisik umum dapat didapat keadaan umum

pasien sedang, kesadaran compos mentis, frekuensi nadi 95x/ menit,

frekuensi nafas 20x/menit, suhu 370C, tekanan darah 90/60 mmHg. Terapi

yang diberikan kepada pasien di IGD adalah IVFD RL 63 tetes/ menit.

Berdasarkan perhitungan terapi cairan untuk pasien DBD derajat II, dapat

diberikan 7 ml/kg bb/jam. Maka terapi infuse Ringer Laktat yang

diterima pasien adalah : 63 tetes/menit Sehingga sudah sesuai untuk terapi

cairan pada anak dengan berat badan 27 kg.

Lalu pasien juga diberikan Paracetamol 300 mg (PO) 3x 1 Pada tanggal 3 Agustus

2020 untuk mengatasi demam pada pasien, kemudian pasien dipindahkan ke

ruang anak dan diagnosa demam berdarah derajat II. Pada hasil pemeriksaan fisik

dan hasil labor pasien, kondisi pasien mengalami perbaikan, sehingga terapi

cairan pada pasien diberikan terapi IVFD RL 27 tetes/ menit. Hal ini sesuai

dengan perhitungan terapi cairan DBD derajat II jika kondisi pasien mengalami

perbaikan pemberian tetesan terapi cairan dapat diturunkan menjadi 3 ml/kg

bb/jam. Sehingga terapi cairan IVFD RL 27 tetes/ menit sudah sesuai untuk

pasien anak dengan berat badan 27 kg.

Pada tanggal 8 Agustus 2020 pasien diperbolehkan pulang dengan kondisi

perbaikan, dengan diberikan obat pulang Paracetamol 300 mg (PO) 3 x 1 cap.

Semua terapi obat yang diberikan kepada pasien sudah sesuai dengan indikasi

medis pasien, tidak ada terjadinya interaksi antara obat dan tidak adanya

28
menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan sehingga terapi obat aman

digunakan untuk pasien.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan kasus diatas dapat disimpulkan bahwa dari data

anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan labor, pasien didiagnosa

menderita demam berdarah dengue derajat II.Dosis obat yang diberikan

pada pasien sesuai dengan dosis untuk anak-anak sehingga dalam

pengobatan ini tidak terjadinya permasalahan terkait obat (Drug Related

Problem).

5.2. Saran

Disarankan kepada keluarga pasien untuk terus memantau suhu

tubuh pasien dan melakukan kontrol pengobatan secara rutin.Mengontrol

pola makan dan mengkonsumsiobat dengan tepat.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Indrayani A Yoeyoen, Tri Wahyudi, 2018, InfoDATIN: Situasi Penyakit


Demam Berdarah di Indonesia Tahun 2017. Jakarta: Kemenkes RI,
Halaman 1

2. Soedarmo, P. S.dkk. 2008.Infeksi Virus Dengue. Dalam : S P Soedarmo,


H Gama, R S Hadinegoro: Buku Ajar Infeksi dan Pediatri. Jakarta: Balai
Penerbit IDAI. Halaman 155-179, 338-345

3. Pudjiadi Antonius H. dkk. 2009. Infeksi Virus Dengue : Pedoman


Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit
IDAI. Halaman141-149

30
Lampiran 1.

Parasetamol

 Komposisi :

Tiap tablet mengandung:

Parasetamol 500 mg

 Indikasi:

1. Mengurangi nyeri pada kondisi: sakit kepala, nyeri otot, sakit gigi,

nyeri pasca operasi minor, nyeri pada trauma ringan.

2. Menurunkan demam yang disebabkan oleh berbagai penyaki kondisi

demam, parasetamol hanya bersifat simtomatik yaitu meredakan

keluhan demam (menurunkan suhu tubuh) dan tidak mengobati

penyakit demam itu sendiri

 Kontraindikasi :

1. Parasetamol jangan diberikan kepada penderita hipersensitif/ alergi

terhadap parasetamol

2. Penderita gangguan fungsi hati berat

 Efek Samping :

Penggunaan jangka lama dan dosis besar dapat menyebabkan kerusakan

hati dan reaksi hipersensitifitas

 Peringatan dan perhatian :

1. Bila setelah 2 hari demam tidak menurun atau setelah 5 hari nyeri tidak

menghilang, segera menghubungi unit pelayanan kesehatan.

31
2. Gunakan parasetamol berdasarkan dosis yang dianjurkan oleh dokter.

Penggunaan parasetamol melebihi dosis yang dianjurkan dapat

menyebabkan efek samping yang serius dan overdosis.

3. Hati-hati penggunaan parasetamol pada penderita penyakit hati / liver,

penyakit ginjal dan alkoholisme. Penggunaan paracetamol pada

penderita yang mengkonsumsi alcohol dapat meningkatkan resiko

kerusakan fungsi hati

4. Hati-hati penggunaan paracetamol pada penderita G6PD deficiency.

32

Anda mungkin juga menyukai