Demam Chikungunya PDF
Demam Chikungunya PDF
PENDAHULUAN
3. Pemeriksaan Laboratorium
Untuk memastikan diagnosis perlu pemeriksaan laboratorium yang dapat
dilakukan dengan beberapa metode yaitu: Isolasi virus dari inokulasi serum
fase akut, pemeriksaan serologis dengan cara ELISA, pemeriksaan IgG dan
IgM dengan metode Immuno Fluorescent Assay(IFA), pemeriksaan materi
genetik dengan Polymerase Chain Reaction (PCR), pemeriksaan antibodi
dengan uji Hemaglutinasi Inhibisi (H.I Test) menggunakan serum diambil
pada masa akut (hari ke 5 mulai demam) dan serum konvalesen pada
minggu ke 2 sesudah demam serta sequencing.
a. Isolasi Virus
Isolasi virus chikungunya didasarkan pada inokulasi spesimen biologis
dari nyamuk atau dari manusia (serum) secara invitro dengan
menggunakan kultur jaringan sel vero, BHK-21, HeLa sel dan sel C6/36.
Isolasi virus juga dapat dilakukan secara in vivo dengan menggunakan
anak mencit yang masih menyusui (suckling mice). Jenis untuk isolasi
virus chikungunya adalah serum pada masa akut 0-6 hari, tetapi ada
beberapa literatur menyebutkan bisa sampai 8 hari. Spesimen yang
berasal dari nyamuk juga dapat digunakan untuk bahan isolasi virus.
Semua spesimen biologis untuk isolasi virus harus diproses secepatnya,
bila memang perlu ditunda maksimal penundaan adalah 48 jam dengan
disimpan pada suhu 2-8 oC.
b. Deteksi Viral RNA
Deteksi viral RNA virus chikungunya dapat dilakukan pada saat akut
penderita (<8 hari). Deteksi viral RNA juga dapat menggunakan
spesimen biologis dari nyamuk (vektor). Deteksi viral RNA didasarkan
pada gen NSP1 atau E16 saat ini telah dikembangkan berbagai macam
teknik deteksi viral RNA virus chikungunya yaitu secara RT-PCR
(Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction) dan Real Time
PCR.
c. Serologi (Deteksi IgM dan atau IgG)
Infeksi Chikungunya juga dapat dideteksi secara serologi dengan
mendeteksi anti-chik berupa IgM atau IgG. Sampai saat ini telah banyak
dikembangkan teknik diagnostik untuk mendeteksi chikungunya secara
serologi diantaranya Haemaglutination, Complement Fixation Test
(CFT), Immuno flourescent assay (IFA), dan Plaque Reduction
Neutralization Testing (PRNT). Antibodi IgM dapat dideteksi dari hari
ke-4 infeksi sampai beberapa minggu waktu lamanya. Antibodi IgG
dapat dideteksi hari ke-15 sampai beberapa tahun lamanya (Depkes,
2012).
Interpretasi:
a. Bila IgM (-) dan IgG (-) dengan gejala klinis jelas, pemeriksaan
diulang 10-14 hari kemudian. Bila hasil pemeriksaan ulang IgM (+)
IgG(-) berarti infeksi akut primer.
b. Bila IgM (-)IgG(+) dilakukan pemeriksaan ulang 10-14 hari
kemudian. Bila hasil pemeriksaan ulang IgG (+) dengan kenaikan
titer >4X berarti infeksi sekunder.
c. Bila IgM (+) IgG(+) berarti sedang terjadi infeksi sekunder.
Untuk saat ini untuk pemeriksaan konfirmasi diagnosis chikungunya
dapat dilakukan di Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
(BALIT BANGKES), B/BTKL PP, RSPI Soelianti Saroso, Labkesda.
Metode yang digunakan adalah secara deteksi Antibodi (IgM dan atau
IgG), deteksi molekuler (RT-PCR) dan Isolasi virus jika diperlukan.
Spesimen yang digunakan adalah Serum atau Plasma penderita pada
masa akut. Jumlah spesimen yang dibutuhkan untuk konfirmasi KLB
chikungunya adalah 5-10 spesimen dari setiap satuan KLB (per
kecamatan/ per puskesmas). jika jumlah penderita > 10, namun jika
jumlah penderita < 10 maka untuk konfirmasi jumlah spesimen yang
diperiksa jumlah penderita (Depkes, 2012).
Untuk pemeriksaan penunjang dapat dilakukan pemeriksaan :
a. Hematologi rutin
➢ Pemeriksaan Kadar Hemoglobin.
Biasanya dijumpai Hb normal atau anemia bila ada perdarahan .
➢ Pemeriksaan Trombosit
Dapat ditemukan Trombositopenia
➢ Pemeriksaan Hematokrit
Ht normal atau meningkat bila dengan dehidrasi
➢ Pemeriksaan Leukosit
Leukopenia atau juga leukositosis
➢ Hitung Jenis Leukosit
Pada hitung jenis bisa dijumpai relatif limfositosis.
➢ Pemeriksaan Laju Endap Darah
LED meningkat karena adanya infeksi
b. Kimia Klinik
Fungsi hati : SGOT, SGPT dan bilirubin total/direk yang bisa
meningkat bila dijumpai hepatomegali. CK (Creatinin Kinase) yang
meningkat karena adanya nyeri otot.
c. Serologis Chik: Rapid Diagnostic Test (RDT) terhadap anti-IgM
Chikungunya dapat dilakukan sebagai penapisan (screening) untuk
diagnosis chikungunya. Pemilihan Rapid Diagnostik Test (RDT)
juga harus memenuhi persyaratan sensitifitas dan spesifisitas diatas
85% dengan uji lokal.
d. Serologis Dengue : Anti Dengue IgM-IgG untuk menyingkirkan
DBD (Depkes, 2012).
2.7. Terapi
Chikungunya merupakan self limiting disease, sampai saat ini penyakit ini
belum ada obat ataupun vaksinnya, pengobatan hanya bersifat simtomatis dan
suportif.
1. Simtomatis
Antipiretik : Parasetamol atau asetaminofen (untuk meredakan demam)
Analgetik : Ibuprofen, naproxen dan obat Anti-inflamasi Non Steroid
(AINS) lainnya (untuk meredakan nyeri persendian/athralgia/arthritis).
Catatan: Aspirin (Asam Asetil Salisilat) tidak dianjurkan karena adanya
resiko perdarahan pada sejumlah penderita dan resiko timbulnya Reye’s
syndrome pada anak-anak dibawah 12 tahun.
2. Suportif
a. Tirah baring (bedrest), batasi pergerakkan
b. Minum banyak untuk mengganti kehilangan cairan tubuh akibat muntah,
keringat dan lain-lain.
c. Fisioterapi
3. Pencegahan penularan
Penggunaan kelambu selama masa viremia sejak timbul gejala (onset of
illness) sampai 7 hari (Depkes, 2012).
2.8. Prognosis
Penyakit ini bersifat self limiting disease, tidak pernah dilaporkan adanya
kematian. Keluhan sendi mungkin berlangsung lama. Brighton meneliti pada
107 kasus infeksi Chikungunya, 87,9% sembuh sempurna, 3,7% mengalami
kekakuan sendi atau mild discomfort, 2,8% mempunyai persistent residual joint
stiffness, tapi tidak nyeri, dan 5,6% mempunyai keluhan sendi yang persistent,
kaku dan sering mengalami efusi sendi (Depkes, 2012).
2.9. Komplikasi
Dalam literatur ilmiah belum pernah dilaporkan kematian, kasus
neuroinvasif, atau kasus perdarahan yang berhubungan dengan infeksi virus
Chikungunya. Pada kasus anak komplikasi dapat terjadi dalam bentuk : kolaps
pembuluh darah, renjatan, Miokarditis, Ensefalopati dsb, tapi jarang ditemukan
(Depkes, 2012).