Sejarah, Nilai, dan Peran A. Sejarah Jamaah Shalahuddin Sejarah awal terbentuknya Jamaah Shalahuddin di Gelanggang pada bulan Ramadhan 1976 ada lima tokoh perintis yaitu Mushlich Zainal Arifin (Teknik Sipil), Ahmad Lukman Ahmad Farani (Teknik Arsitektur), Ahmad Lukman (Teknik Arsitektur) Muhammad Thoyibi (Kedokteran), Ahmad Samhari Baswedan (Kedokteran). Muncul karena keinginan mengadakan Gerakan Dakwah Kampus yang modern mementingkan persamaan dan mengedepankan kolaborasi dengan berbagai elemen baik di lingkungan kampus maupun di luar lingkungan kampus. Awal mulanya mengadakan Jumatan di gelanggang kemudian menjadi ramai jamaah sehingga juga mengadakan acara tarawih di bulan Ramadhan kala itu. Pada awal-awal terbentuknya Jamaah Shalahuddin kolaborasi sangat erat dengan seluruh civitas akademika kampus seperti dosen-dosen bahkan pejabat di kampus seperti rektor sehingga agenda Jamaah Shalahuddin mendapatkan dukungan dari pihak rektorat. Selain itu, Jamaah Shalahuddin juga berkolaborasi dengan mahasiswa dari berbagai Perguruan Tinggi di Yogyakarta dalam berbagai kegiatan yang menarik salah satunya adalah buka bersama dengan mengajak pula umat agama lainnya untuk menikmati makanan buka bersama untuk meningkatkan toleransi dan persaudaraan antar umat beragama. Pada era Soeharto, risiko dalam organisasi sangat berbahaya ketika dapat mengumpulkan massa dalam jumlah banyak sehingga pemerintah berusaha mengontrol dengan datang ke UGM mengawasi gerakan dakwah agar tidak mengganggu pemerintahan Soeharto. Hal tersebut tidak lepas dari peran Jamaah Shalahuddin yang pada saat itu seolah memiliki jamaah yang berasal dari berbagai daerah di Yogyakarta sehingga Jamaah Shalahuddin bukan sekadar organisasi mahasiswa semata namun juga dimiliki oleh masyarakat Yogyakarta secara luas. Kondisi politik yang saat itu cenderung otoriter melihat hal tersebut sebagai sebuah ancaman sehingga pemerintah mengawasi gerakan tersebut. Pemimpin dalam organisasi Jamaah Shalahuddin juga berisiko karena sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap organisasi tersebut. Ramadhan in Kampus, Ramadhan di Kampung, Ramadhan di Kampus B. Nilai-Nilai Jamaah Shalahuddin Nilai-nilai yang dianut dalam dakwah: a. Mencari persamaan bukan mencari perbedaan Persamaan menjadi dasar untuk menciptakan persatuan sementara itu perbedaan juga tidak menghalangi untuk bersatu sehingga akan lebih baik jika kita mencari persamaan- persamaan untuk bersatu dibandingkan mencari-cari perbedaan untuk kemudian justru malah menjadi konflik b. Bangga apa yang kita miliki Harus merasa bersyukur dengan apa yang dimiliki dalam organisasi Jamaah Shalahuddin baik berupa sarana-prasarana penunjang aktivitas organisasi maupun SDM dan berusaha memanfaatkan serta memberdayakan hal tersebut semaksimal mungkin untuk kepentingan dakwah Contohnya: penceramah di kampus dari mahasiswa dan dosen-dosen, imam tetap dari mahasiswa IAIN c. Dakwah rahmatan lil alamin melihat Ikhtiar Dakwah harus menjadi rahmat bagi alam semesta berarti dakwah harus memberikan kedamaian bagi seluruh masyarakat yang terlibat dalam Jamaah Shalahuddin C. Peran Jamaah Shalahuddin di Era Sekarang JS harus merangkul berbagai elemen civitas akademika dari berbagai golongan seperti dosen- dosen dan petinggi Universitas karena saat ini cenderung mengendur. Hal tersebut juga berdampak pada konflik antara JS dan rektorat karena mungkin mereka kurang terlibat dalam gerakan tidak seperti dulu yang dijadikan sebagai bagian dakwah. Kolaborasi yang dilakukan Jamaah Shalahuddin kurang karena kapasitas Jamaah Shalahuddin mengecil. JS dahulu berkolaborasi dengan berbagai Universitas di Yogyakarta, bahkan Indonesia dalam dakwah. Namun, dengan adanya teknologi yang semakin canggih saat ini memberi kemudahan dalam menjalankan dakwah melalui berbagai media-media baru seperti instagram, facebook, twitter, dll sehingga bentuk kolaborasi dapat memanfaatkan media tersebut dalam memperluas jaringan dakwah ke seluruh penjuru Indonesia.