Anda di halaman 1dari 8

KONSERVASI MANGROVE SEBAGAI

PENDUKUNG SUMBER HAYATI


PERIKANAN PANTAI

Gunarto
Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau, Jalan Makmur Daeng Sitakka No. 129, Maros 90512, Sulawesi Selatan

ABSTRAK
Luas hutan mangrove di Indonesia pada tahun 1999 mencapai 8,60 juta hektar dan yang telah mengalami kerusakan
sekitar 5,30 juta hektar. Kerusakan tersebut antara lain disebabkan oleh konversi mangrove menjadi kawasan
pertambakan, pemukiman, dan industri, padahal mangrove berfungsi sangat strategis dalam menciptakan ekosistem
pantai yang layak untuk kehidupan organisme akuatik. Konversi mangrove yang tidak terkendali dibarengi dengan
penumpukan limbah organik dari sisa pakan dan feses pada budi daya udang intensif disinyalir telah menyebabkan
munculnya berbagai jenis penyakit udang di tambak. Keseimbangan ekologi lingkungan perairan pantai akan tetap
terjaga apabila keberadaan mangrove dipertahankan karena mangrove dapat berfungsi sebagai biofilter, agen
pengikat dan perangkap polusi. Mangrove juga merupakan tempat hidup berbagai jenis gastropoda, kepiting
pemakan detritus, dan bivalvia pemakan plankton sehingga akan memperkuat fungsi mangrove sebagai biofilter
alami. Berbagai jenis ikan baik yang bersifat herbivora, omnivora maupun karnivora hidup mencari makan di
sekitar mangrove terutama pada waktu air pasang. Hutan mangrove Tongke-Tongke di Kabupaten Sinjai, Sulawesi
Selatan, merupakan hutan hasil reboisasi oleh masyarakat setempat sejak tahun 1986. Dengan adanya hutan
tersebut, abrasi pantai dan banjir tidak terjadi lagi. Berdasarkan monitoring hasil tangkapan ikan dengan alat
tangkap sero yang ditempatkan di perairan dekat mangrove, diidentifikasi terdapat 27 spesies ikan dan 4 spesies
udang bernilai ekonomis yang mencari makan di sekitar mangrove Tongke-Tongke pada waktu air pasang. Selain
itu, sedikitnya 8 spesies gastropoda dan 8 spesies bivalvia hidup menetap di mangrove tersebut.
Kata kunci: Mangrove, konservasi sumber daya, perikanan pantai

ABSTRACT
Mangrove conservation for supporting biotic resources of coastal fisheries

In 1999 mangrove forest in Indonesia is about 8.60 million hectares, from these about 5.30 million hectares were
destroyed mainly due to its convertion into rural settlement, industrial area, and brackishwater pond. Mangrove
has very strategic functions in term of its influence to the coastal ecosystems in attemp to suitable environment
for the aquatic organisms. The intensive mangrove destruction, coincided with the accumulation of organic
material from feed residue and shrimp feces from intensive shrimp farming, was presumed to contribute to the
rising of pathogenic bacteria in shrimp culture. The ecological balance of coastal ecosystem will be stable if the
mangrove existence was preserved because of its naturally function as biofilters, chelating agent, and pollution
trap. Many species of gastropod and crabs as deposit feeders, and many species of bivalvia filter feeders were also
found in mangrove. All of these will contribute to the high capacity of mangrove as natural biofilters. Various fish
species including herbivore, omnivore, and carnivore fishes will be grazing in the mangrove waters on high tide.
The Tongke-Tongke mangrove forest in Sinjai Regency, South Sulawesi, is the result of the planting activity since
1986 by fish farmers with the main objective to prevent abrasion of their coastal area. The plantation was highly
successful due to absence of coastal abrasion and flood. Monitoring result through sero as a traditional trap built in
Tongke-Tongke mangrove showed that there were approximately 27 fish species and four shrimp species of
economically important enter the mangrove during high tide and eight spesies of gastropod and eight spesies of
bivalvia inhibiting the Tongke-Tongke mangrove soil.
Keywords: Mangroves, resource conservation, coastal fisheries

B erdasarkan data tahun 1999, luas


hutan mangrove di Indonesia di-
perkirakan mencapai 8,60 juta hektar dan
Lahan dan Perhutanan Sosial 2001).
Kerusakan tersebut disebabkan oleh
konversi mangrove yang sangat intensif
dan Sulawesi dalam rangka memacu
ekspor komoditas perikanan. Hal tersebut
dapat dilihat dari perkembangan luas
5,30 juta hektar di antaranya dalam kondisi pada tahun 1990-an menjadi pertambakan tambak di Indonesia dari sekitar 225.000
rusak (Direktorat Jenderal Rehabilitasi terutama di Jawa, Sumatera, Kalimantan, ha pada tahun 1984 (Direktorat Jenderal

Jurnal Litbang Pertanian, 23(1), 2004 15


Perikanan 1985) menjadi 325.000 ha pada an pada akhirnya dapat menyebabkan FUNGSI MANGROVE
akhir Pelita IV (Cholik dan Poernomo produksi perikanan pantai menurun
1986). Selanjutnya untuk menunjang (Boyd 1999). Mangrove biasanya berada di daerah
keberhasilan “Protekan 2003”, pengem- Dalam era perdagangan bebas, muara sungai atau estuarin sehingga
bangan budi daya tambak hingga tahun persaingan akan semakin ketat terutama merupakan daerah tujuan akhir dari
2002/ 2003 ditargetkan mencapai 212.600 mengenai mutu produk. Selain itu, isu partikel-partikel organik ataupun endap-
ha untuk program intensifikasi tambak pelestarian sumber daya alam termasuk an lumpur yang terbawa dari daerah hulu
dan 122.800 ha untuk program eksten- perikanan dan isu internasional lainnya akibat adanya erosi. Dengan demikian,
sifikasi tambak, dengan target perolehan juga menjadi penentu dalam dunia per- daerah mangrove merupakan daerah
devisa US$ 6.778 juta (Nurdjana 1999). dagangan bebas. Di bidang kehutanan yang subur, baik daratannya maupun
Berdasarkan data Direktorat Jenderal dan perikanan juga telah didengungkan perairannya, karena selalu terjadi trans-
Perikanan, pada tahun 1999 luas hutan eco-labelling yang berkaitan dengan portasi nutrien akibat adanya pasang
mangrove yang telah dikonversi menjadi usaha pengelolaan sumber daya alam surut.
pertambakan mencapai 840.000 ha (Inoue secara terkendali dan berkesinambungan. Mangrove mempunyai berbagai
et al. 1999) sehingga hutan mangrove Pencegahan eksploitasi alam yang ber- fungsi. Fungsi fisiknya yaitu untuk men-
banyak yang mengalami kerusakan lebihan tanpa memperhitungkan batas jaga kondisi pantai agar tetap stabil,
(Gunarto dan Hanafi 2000). toleransinya perlu dicegah, misalnya melindungi tebing pantai dan tebing
Hilangnya mangrove dari ekosistem penangkapan udang ataupun ikan de- sungai, mencegah terjadinya abrasi dan
perairan pantai telah menyebabkan ke- ngan menggunakan pukat harimau yang intrusi air laut, serta sebagai perangkap
seimbangan ekologi lingkungan pantai dapat menangkap semua jenis dan ukuran zat pencemar. Fungsi biologis mangrove
terganggu. Melimpahnya bahan organik ikan. Sebagai contoh, di perairan Pulau adalah sebagai habitat benih ikan, udang,
yang berasal dari sisa pakan pada usaha Podang-Podang, Kepulauan Spermonde, dan kepiting untuk hidup dan mencari
budi daya udang intensif di lingkungan Sulawesi Selatan, jumlah ikan kerapu makan, sebagai sumber keanekaragaman
perairan pantai juga menyebabkan bak- yang dapat ditangkap semakin berkurang biota akuatik dan nonakuatik seperti
teri oportunistik patogen berubah men- akibat banyaknya pukat harimau yang burung, ular, kera, kelelawar, dan tanaman
jadi betul-betul patogen seperti bakteri beroperasi (Mansyur, komunikasi pribadi). anggrek, serta sumber plasma nutfah.
Vibrio harveyi. Selain itu, serangan white Contoh lainnya adalah produksi udang Fungsi ekonomis mangrove yaitu sebagai
spot baculo virus (WSBV) juga meningkat dari budi daya tambak hasil konversi sumber bahan bakar (kayu, arang), bahan
dan telah menyebabkan kematian udang hutan bakau yang tidak terkendali. Hal bangunan (balok, papan), serta bahan
windu yang dibudidayakan di tambak semacam itu akan dijadikan alasan negara- tekstil, makanan, dan obat-obatan.
(Ahmad dan Mangampa 2000). Inoue et negara maju untuk menolak produk suatu Mangrove mengangkut nutrien dan
al. (1999) melaporkan bahwa pada tahun negara masuk ke pasaran dunia, dengan detritus ke perairan pantai sehingga
1990, sekitar 15.000 ha tambak udang alasan tidak menerapkan eco-labelling produksi primer perairan di sekitar
mengalami gagal panen akibat serangan ataupun eco-friendly dalam sistem mangrove cukup tinggi dan penting bagi
virus. Serangan virus ini semakin meluas produksinya. kesuburan perairan. Dedaunan, ranting,
hingga tahun 2000 dan menyebabkan Untuk mengantisipasi hal-hal ter- bunga, dan buah dari tanaman mangrove
banyak tambak udang gagal panen. sebut serta untuk memulihkan kondisi yang mati dimanfaatkan oleh makrofauna,
Akibatnya produksi udang hasil budi perairan pantai yang telah rusak dan misalnya kepiting sesarmid, kemudian
daya terus menurun hingga tahun 2001, menciptakan ekosistem pantai yang didekomposisi oleh berbagai jenis mikroba
yaitu dari 180.000 metrik ton pada tahun layak untuk kehidupan ikan, maka yang melekat di dasar mangrove dan
1995 menjadi 80.000 metrik ton pada tahun perbaikan perairan pantai yang telah secara bersama-sama membentuk rantai
2001 (Sugama 2002). Dampak lainnya rusak mutlak dilakukan dengan melesta- makanan. Detritus selanjutnya dimanfaat-
adalah menurunnya keanekaragaman rikan mangrove. Kegiatan ini dapat kan oleh hewan akuatik yang mempunyai
hayati organisme akuatik (Soeriaatmadja dilakukan oleh kelompok-kelompok tingkatan lebih tinggi seperti bivalvia,
1997). masyarakat pantai sehingga akan tercipta gastropoda, berbagai jenis juvenil ikan
Sontirat (1989) melaporkan bahwa di community-based management, atau dan udang, serta kepiting. Karena
kanal Klong Wan, Thailand, sebelum masyarakat sebagai komponen utama keberadaan mangrove sangat penting
terjadi kerusakan mangrove terdapat 4 penggerak pelestarian mangrove (Bengen maka pemanfaatan mangrove untuk budi
genus kepiting yaitu Uca sp., Sesarma 2000). Kegiatan masyarakat pantai daya perikanan harus rasional. Ahmad
sp., Metapograpsus sp., dan Scylla Desa Tongke-Tongke Kabupaten Sinjai, dan Mangampa (2000) menyarankan
serrata serta 72 spesies ikan yang Sulawesi Selatan, dalam merehabilitasi hanya 20% saja dari lahan mangrove
termasuk dalam 6 ordo yaitu Clupeifor- kawasan pantai dengan penghutanan yang dikonversi menjadi pertambakan.
mes, Cypriniformes, Belonoformes, kembali mangrove merupakan salah satu
Mugiliformes, Perciformes, dan Tetro- contoh yang diharapkan dapat diprak-
dontiformes. Setelah mangrove hilang, tekkan di daerah lainnya. Tulisan ini VEGETASI MANGROVE
ukuran ikan menjadi lebih kecil dan membahas fungsi mangrove dan berbagai
spesiesnya tinggal 34 spesies yang jenis ikan, udang, kepiting, serta makro- Mangrove mempunyai komposisi ve-
masuk dalam 5 ordo yaitu Clupeiformes, bentos yang hidup sekitar perairan getasi tertentu. Pembentuk kelompok
Cypriniformes, Beloniformes, Mugili- mangrove. vegetasi ini adalah berbagai spesies
formes, dan Perciformes. Kondisi demiki- tanaman mangrove yang dapat ber-

16 Jurnal Litbang Pertanian, 23(1), 2004


adaptasi secara fisiologis terhadap aureum, dan Hibiscus tileaceus sebagai Terminalia catappa, Thespesia sp., dan
lingkungan yang khas, yaitu salinitas vegetasi pendukung dan asosiasinya. R. Vitex sp.
tinggi, sedang atau rendah, tipe tanah apiculata dan R. mucronata merupakan Menurut Kitamura et al. (1997),
yang didominasi lumpur, pasir atau lum- vegetasi mangrove yang mempunyai vegetasi mangrove dapat dibagi menjadi
pur berpasir, dan terpengaruh pasang kerapatan tinggi (7–18 pohon/100 m2) di tiga, yaitu vegetasi utama, vegetasi
surut sehingga terbentuk zonasi (Walter kedua lokasi tersebut. Kayunya sangat pendukung, dan vegetasi asosiasinya.
1971 dalam Mustafa dan Sunusi 1981). baik untuk dijadikan arang, bahan Di mangrove Pulau Bali dan Lombok
Tiap lokasi mangrove mempunyai bangunan ataupun chip, serta dapat ditemukan 17 spesies vegetasi utama, di
keanekaragaman vegetasi yang berbeda, diambil taninnya untuk digunakan dalam antaranya R. apiculata, R. mucronata,
bergantung pada umur mangrove ter- industri kulit. B. gymnorrhiza, B. cylindrica, dan
sebut. Mustafa et al. (1990) melaporkan, Vegetasi mangrove mempunyai Xylocarpus granatum (vegetasi utama),
di Delta Tampina Kabupaten Luwu morfologi dan anatomi tertentu sebagai 13 spesies vegetasi pendukung antara
ditemukan 10 spesies tanaman yang respons fisiogenetik terhadap habitat- lain A. aureum, Aegiceras corniculatum,
tergolong dalam 7 genera dan 5 famili, nya. Vegetasi mangrove yang bersifat dan A. floridum, serta 19 spesies vegetasi
sedangkan di Kecamatan Malili, terutama halopitik menyukai tanah-tanah yang mangrove asosiasi, misalnya Acanthus
di Lakawali, ditemukan 2 spesies tanaman bergaram, misalnya Avicennia sp., sp., Baringtonia sp., Callophyllum sp.,
mangrove (Tabel 1). Perbedaan vegetasi Bruguiera sp., Lumnitzera sp., Rhizo- Calotropis sp., Cerbera sp., Cleroden-
tersebut kemungkinan disebabkan oleh phora sp., dan Xylocarpus sp. Vegetasi dron sp., dan Derris sp. MacIntosh
perbedaan salinitas. Pada perairan de- tersebut menentukan ciri lahan mang- (1984) menyatakan bahwa beberapa
ngan salinitas tinggi di tepi pantai dijum- rove berdasarkan sebaran, dan sangat jenis kepiting antara lain Sesarma
pai komunitas Rhizophora apiculata, terikat pada habitat mangrove. Vegetasi onychophorum, Cleistocoeloma mer-
R. mucronata, Soneratia alba, dan yang tidak terikat dengan habitat gueinensis, Uca triangularis, U. dussu-
Bruguera gymnorrhiza. Pada perairan mangrove antara lain adalah Acanthus mieri, U. rosea, Ilyoplax spp., dan Meta-
dengan salinitas yang lebih rendah di sp., Baringtonia sp., Callophyllum sp., plax spp. hidup di area vegetasi utama.
tepi sungai dijumpai Nypa fruticans, Calotropis sp., Cerbera sp., Clero-
R. apiculata, dan Lumnitzera littorea dendron sp., Derris sp., Finlaysonia sp.,
sebagai vegetasi utama, serta Heritiera Hibiscus sp., Ipomoea sp., Pandanus sp.,
KOMUNITAS IKAN DAN
littoralis, Excoecaria agallocha, Pongamia sp., Scaevola sp., Sesuvium
Aegiceras corniculatum, Acrostichum sp., Spinifex sp., Stachytarpheta sp., UDANG DI PERAIRAN
MANGROVE

Perairan mangrove merupakan daerah


Tabel 1. Vegetasi mangrove di Delta Tampina dan di Lakawali, Kecamatan perawatan dan tempat makan bagi
Malili, Luwu Utara, Sulawesi Selatan. sejumlah spesies ikan dan udang. Chong
et al. (1990) melaporkan bahwa perairan
Lokasi/famili Spesies Nama lokal mangrove merupakan tempat mencari
makan pada waktu terjadi pasang tinggi
Delta Tampina bagi ikan-ikan ekonomis maupun non-
Rhizophoraceae Rhizophora apiculata Lonro ekonomis. Komunitas ikan di perairan
R. mucronata Tokke/bakau
mangrove didominasi oleh beberapa
Bruguiera gymnorrhiza Kajang-kajang
B. parviflora Sia-sia/tongi spesies, meskipun spesies ikan yang
Ceriops tagal Tangere tertangkap relatif banyak, dan pada
Combretaceae Lumnitzera littorea Bunga-bunga umumnya masih berukuran juvenil. Uji
Meliaceae Xylocarpus granatum Bolicela coba penangkapan berbagai spesies
X. mollucensis Bolilotong
ikan di perairan mangrove Selangor,
Palmae Nypa fruticans Nipa
Polipodiaceae Acrostichum aureum Lappio Malaysia, dengan menggunakan jaring
Lakawali insang monofilamen ukuran 0,50; 1,50; 2;
Rhizophoraceae R. apiculata Lonro 3; 4; dan 6 inci (1 inci = 2,54 cm), panjang
Rhizophoraceae R. mucronata Tokke/bakau jaring 46−91 m dan lebar 2,10−3,50 m
Rhizophoraceae B. gymnorrhiza Kajang-kajang
memperoleh 119 spesies dari 21.670
Rhizophoraceae B. cylindrica Tancang sukun
Meliaceae X. granatum Bolicela spesimen. Tangkapan didominasi (70%)
Malvaceae Hibiscus tileaceus Waru oleh enam spesies ikan, yaitu Ambassis
Polipodiaceae A. aureum Lappio gymnocephalus, Thryssa kammalensis,
Combretaceae Lumnitzera littorea Bunga-bunga T. hamiltonii, Leiognathus daura,
Myrsinaceae Aegiceras corniculatum Teruntun
Sardinella melanura, dan Secutor
Sterculliaceae Heritiera littoralis Dungun
Sonneratiaceae Sonneratia alba Padada insidiator. Di perairan mangrove Trinity,
Euphorbiaceae Excoecaria agallocha Buta-buta Quensland Utara, Australia diperoleh 55
spesies ikan, di Tudor Creek Kenya
Sumber: Mustafa et al. (1990); Pirzan et al. (2001). diperoleh 83 spesies ikan, dan di Puerto
Rico 59 spesies ikan. Jumlah spesies ikan

Jurnal Litbang Pertanian, 23(1), 2004 17


yang lebih banyak (128 spesies) diperoleh dapat ikan belodok “mudskippers” yang Tabel 2. Komposisi spesies dan jum-
di mangrove Paglibao, Filipina (Sesakumar mampu hidup di luar air dalam waktu lah udang yang tertang-
et al. 1992). relatif lama. Periopthalmus vulgaris kap di perairan mangrove
Berdasarkan hasil pemantauan sering berlama-lama jauh dari air. Selangor Malaysia, dan
tangkapan ikan di perairan mangrove Boleopthalmus boddaerti, Periopthal- Tongke-Tongke, Sulawesi
Tongke-Tongke, Sulawesi Selatan, mus chrysospilos, Periophthalmodon Selatan.
dengan alat tangkap sero yang memiliki schlosseri, dan Scartelaos viridis dapat
panjang 300−400 m dan dipasang di ditemukan di pantai di bawah tanaman Daerah/spesies Jumlah yang ter-
dataran lumpur 10 m di belakang hutan bakau. S. viridis dan kepiting Macrop- tangkap (%)
bakau, jumlah spesies ikan yang tertang- thalmus latreilli menyukai substrat Selangor
kap meliputi 27 spesies dengan jumlah lumpur mangrove yang sangat lunak dan Anak estuarin
individu terbanyak dari famili Mullidae. berair, sedangkan B. boddaerti dan P. Penaeus penicillatus 82,46
Jenis ikan yang mempunyai nilai ekono- schlosseri umumnya menempel pada Penaeus merguiensis 11,40
Penaeus indicus 2,92
mis tinggi di antaranya adalah Lates tanaman mangrove yang masih muda Macrobrachium sp. 2,92
calcarifer, Siganus guttatus, dan S. dan terdapat aliran air sehingga P. Metapenaeus affinis 0,30
vermiculatus (Pirzan et al. 2001). schlosseri sering terbawa arus masuk ke Estuarin
Pemantauan hasil tangkapan sero daerah terestrial (Berry 1972). P. penicillatus 28,65
di perairan muara Sungai Lamuru, Spesies udang jumlahnya relatif P. merguiensis 21,93
P. indicus 13,53
Kabupaten Bone dengan kondisi mang- sedikit. Keberadaan juvenil udang di P. monodon 0,21
rove yang sudah sangat berkurang mangrove terutama disebabkan banyak- Metapenaeus brevicornis 30,01
mendapatkan 17 spesies ikan, 3 spesies nya ketersediaan pakan. Sistem perakaran Metapenaeus affinis 3,88
udang, dan 5 spesies kepiting (Pirzan et mangrove merupakan tempat berlindung Macrobrachium sp. 1,68
al. 1999). Badrudin et al. (2001) me- juvenil udang dari sergapan predator. Parapenaeopsis sculptilis 0,10
Tongke-Tongke, Laut
laporkan 25 spesies ikan dan 6 spesies Selain itu, perairan mangrove biasanya P. indicus 8,90
udang berhasil ditangkap di perairan keruh sehingga secara alami akan meng- P. merguiensis 31,40
pasang surut Indragiri Hilir, Riau. Diduga hindarkan juvenil udang dari pemangsa- P. monodon 5
berbagai jenis ikan dan udang tersebut nya. Di anak estuarin Selangor, Malaysia P. semisulcatus 54,60
masuk ke mangrove pada saat air pasang dijumpai 5 spesies udang dan di estuarin
Sumber: Chong et al. (1990); Pirzan et al.
dan kembali ke laut setelah air surut. diperoleh 8 spesies udang dengan (2001).
Karena di belakang mangrove dipasang komposisi terbanyak adalah Penaeus
sero, sebagian udang dan kepiting yang penicillatus, P. merguiensis, P. indicus,
masuk ke mangrove akan terjebak oleh dan Metapenaeus brevicornis. Di sekitar
sero. perairan mangrove Tongke-Tongke, Sinjai, Pitipong (1984) membagi mangrove di
Daerah dataran lumpur (intertidal berdasarkan monitoring hasil tangkapan Ko Yao Yai, Thailand, menjadi empat zona
mud flat) yang terdapat di sebelah luar sero diperoleh empat spesies udang tegak lurus garis pantai dan menemukan
mangrove dan langsung menghadap ke yaitu Penaeus indicus, P. merguiensis, P. 18 spesies moluska di zona I di bagian
laut merupakan habitat berbagai ko- monodon, dan P. semisulcatus dengan paling dalam mangrove, 11 spesies di
munitas nekton dan jumlahnya sangat spesies dominan adalah P. semisulcatus zona II, 18 spesies di zona III, dan 9
melimpah. Hal ini menandakan bahwa (Tabel 2). Perbedaan jumlah spesies spesies di zona IV yang terletak paling
daerah tersebut kaya akan sumber pakan tersebut kemungkinan karena perairan luar dan menghadap langsung ke laut. Di
sebagai hasil dari produksi primer dan estuarin biasanya lebih subur dan mangrove Tongke-Tongke yang mem-
sekunder yang tinggi serta adanya impor mempunyai kisaran salinitas yang lebih punyai ketebalan sekitar 300 m ke arah
bahan organik dari laut dan mangrove. luas dibandingkan dengan perairan laut, Pirzan et al. (2001) mengambil
Di mangrove Malaysia yang didominasi pantai tanpa estuarin sehingga organisme sampel makrobentos dari tiga titik, yaitu
oleh komunitas Avicennia sp., produk- akuatiknya juga lebih beragam termasuk titik I pada jarak 100 m dari pantai, titik II
tivitas sekunder kepiting U. dussumieri udang. Perbedaan jumlah spesies ke- pada jarak 200 m, dan titik III pada jarak
mencapai 29 kkal/m2 (Sesakumar 1984). mungkinan juga disebabkan oleh per- 300 m dari pantai. Pengambilan sampel
Chong et al. (1990) melaporkan, spesies bedaan alat tangkap dan ukuran mata dilakukan dengan cara membuat plot
ikan yang dominan di perairan dataran jaring yang digunakan, lama waktu ukuran 25 cm x 25 cm x 10 cm pada dasar
lumpur merupakan spesies estuarin, penangkapan, dan kondisi mangrove mangrove. Dari penelitian tersebut
yaitu ikan manyung (Osteogeneiosus yang tidak terganggu oleh aktivitas ditemukan berbagai spesies bivalvia dan
militaris), ikan keting (Arius caelatus), manusia atau telah banyak dikonversi. gastropoda. Di stasiun pertama ditemukan
ikan sembilang (Plotosus canius), ikan 2 spesies bivalvia yaitu Sacostrea
belanak (Liza argentez), ikan gulameh cucullata dan Pitar manillae dan 3
(Pennahia argentata), ikan tiga waja KOMPOSISI MAKRO- spesies gastropoda yaitu Vexillum sp.,
(Protonibea diacanthus), ikan teri BENTOS DI HUTAN Barliea rubra, dan Clypeomorus coral-
(Stolephorus macroleptus), dan ikan MANGROVE lium. Di stasiun kedua ditemukan 6
cucut (Hemiscyllium indicum). spesies bivalvia yaitu S. cucullata, P.
Selain berbagai jenis ikan di perairan Berbagai spesies moluska hidup di manillae, Berthelinia chloris, Gafrarium
mangrove, di dasar mangrove juga ter- perairan mangrove. Nateewathana dan tumidum, Lopha cristagali, dan Tellina

18 Jurnal Litbang Pertanian, 23(1), 2004


timorensis serta 6 spesies gastropoda Ujung Kulon, mendapatkan beberapa ekskresi, dan senyawa organik yang
yaitu Vexillum sp., Cerithidea cingullata, spesies dominan di antaranya Littorina terlarut dalam bentuk bebas atau terikat
Drupa musica, Neritina turnita, Phasio- scabra, Terebralia sulcata, dan Neritina dengan partikel pasir dan lumpur.
nella australis, dan Smaragdia viridis. auriculata (Moro et al. 1986). Makrofauna di mangrove umumnya
Di stasiun ketiga ditemukan 4 spesies Menurut Sarpedonti dan Sesakumar didominasi oleh pemakan detritus. Oleh
bivalvia yaitu S. cucullata, T. timorensis, (1997), distribusi dan kelimpahan mak- karena itu, keragaman dan jumlah individu
Dosinia insilarum, dan Perna viridis dan robentos di mangrove dapat bersifat ho- setiap spesies di setiap biotop zona
3 spesies gastropoda yaitu D. musica, N. mogen atau heterogen, tetapi di perairan mangrove berhubungan dengan kan-
turnita, dan C. corallium (Gambar 1). C. estuarin, umumnya populasi akan mening- dungan bahan organik dan persentase
corallium dan S. cucullata masing-masing kat ke arah muara atau laut. Sebagian besar lempung berpasir dalam substrat dasar
merupakan gastropoda dan bivalvia yang makrofauna di mangrove memakan ber- mangrove. Dengan demikian, keragaman
mendominasi makrobentos di mangrove bagai tipe detritus organik. Komponen dan kepadatan individu berkurang sejalan
Tongke-Tongke. Pengamatan sebaran detritus organik tersebut terdapat dalam dengan menurunnya variasi bahan organik
moluska secara vertikal dan horisontal di berbagai tipe, yaitu material tanaman atau dan persentase lempung berpasir pada
mangrove Legon Lentah, Pulau Panaitan, hewan yang didekomposisi, produk substratnya.

3 2 1 0 0 10 20 30

Berat (g)/25 cm2 Jumlah/25 cm2

3,80 Saccostrea cucullata


Vexillum sp.
Barliea rubra
6,30 Clypeomorus corrallium
Pitar manillae

Stasiun 1

29,80 S. cucullata 79
Vexillum sp.
P. manillae
Berthelinia chloris
Cerithidea cingulata
Drupa musica
Gafrarium tumidum
Lopha cristagali
Neritina turnita
Phasionella australis
Smaragdia viridis
Tellina timorensis

Stasiun 2

27,10 S. cucullata
6,80 D. musica
N. turnita
T. timorensis
11,40 C. corallium
Dosinia insilarum
Perna viridis
Stasiun 3

Gambar 1. Komposisi spesies bivalvia dan gastropoda di mangrove Tongke-Tongke, Sulawesi Selatan.

Jurnal Litbang Pertanian, 23(1), 2004 19


KOMPOSISI SPESIES (Camptandrium sp., Dotilla myctiro- 200.000 ha mangrove di Indonesia meng-
KEPITING DI HUTAN ides, Ilyoplax delsmani, I. integer, I. alami kerusakan setiap tahun (Inoue et
obliquus, I. punctatus, Macrophthalmus al. 1999). Melihat fungsi mangrove yang
MANGROVE
depressus, M. pacificus, Paracleistostoma sangat strategis dan semakin meluasnya
microcheirum, Shenius anomalus, U. kerusakan yang terjadi, maka upaya
Berbagai jenis krustasea yang hidup di dussumieri dussumiera, U. forcipata, U. pelestarian mangrove harus segera
mangrove menggali tanah sampai water lactea, U. triangularis, U. urvillei, U. dilakukan dengan berbagai cara. Dalam
table, permukaan air. Kepiting Thalassina vocans vocans), dan famili Grapsidae budi daya udang, misalnya, harus
sp. yang merupakan indikator adanya (Chiromanthes darwinensis, C. haswelli, diterapkan teknik budi daya yang ramah
tanah sulfat masam menggali lubang C. indiarum, C. semperi, Chiromanthes mangrove, artinya dalam satu hamparan
hampir horisontal dengan percabangan sp., Clistocoeloma merguiensis, Geo- tambak harus ada hamparan mangrove
pada sisi-sisinya, sedangkan Upogebia sesarma sp., Holometosus sp., Metaplax yang berfungsi sebagai biofilter dan
sp. membentuk lubang seperti huruf “U”. distinctus, M. elegans, Neoepisesarma tandon air sebelum air masuk ke petakan
Kepiting Sesarma sp. menggali lubang versicolor, Parasesarma plicatum, P. tambak. Upaya penghutanan kembali
yang lebih sederhana dengan ruangan rutilimanum, Sarmatium crassum, S. tepi perairan pantai dan sungai dengan
yang luas di dasarnya. Selanjutnya germani, Grapsid sp.). Di perairan tanaman mangrove perlu dilakukan
kepiting jenis Portunidae seperti Scylla belakang mangrove Tongke-Tongke, dengan melibatkan partisipasi masya-
serrata dapat menggali lubang hingga Sulawesi Selatan, spesies yang domi- rakat, seperti yang dilakukan oleh
5 m ke luar dari sisi tebing sungai masuk nan adalah dari famili Portunidae, yaitu masyarakat Tongke-Tongke, Sulawesi
ke mangrove. Fungsi lubang bagi kepiting Portunus pelagicus, P. sanguinolentus, Selatan. Mangrove juga dapat dikem-
bervariasi, bergantung pada spesiesnya, S. serrata, Thalamita spinimana, dan bangkan sebagai daerah wisata seperti
yaitu sebagai tempat menghindar dari Sesarma sp. Kepiting dari famili Portuni- yang telah dilakukan di Cilacap (Jawa
predator, tempat menampung air, sumber dae mempunyai nilai ekonomis tinggi, Tengah), Sukamandi dan Cikiong, (Jawa
bahan pakan organik seperti pada sedangkan kepiting dari famili Grapsidae Barat).
Thalassina sp., sebagai rumah atau dan Oxypodidae berfungsi secara alami Untuk meningkatkan produktivitas
daerah teritorial dalam berpasangan dan sebagai dekomposer dedaunan mangrove mangrove tanpa merusak keberadaannya
kawin, tempat pertahanan, dan tempat yang jatuh ke tanah. dapat dikembangkan budi daya sistem
mengerami telur atau anaknya. silvo-fishery misalnya untuk pematangan
Campuran dari deposit organik atau penggemukan kepiting bakau,
dengan flora, bakteria, diatom, dan UPAYA PELESTARIAN pentokolan benur windu, pendederan
mikroorganisme lainnya yang terdapat di MANGROVE nener bandeng, dan pembesaran nila
dasar mangrove merupakan sumber merah. Di perairan sungai di kawasan
makanan bagi berbagai jenis kepiting. Tanaman mangrove mempunyai fungsi mangrove dapat dijadikan lahan budi
Kepiting Uca sp. betina mengambil lum- yang sangat penting secara ekologi dan daya ikan dengan sistem karamba apung
pur dengan kedua kaki capitnya yang ekonomi, baik untuk masyarakat lokal, terutama untuk ikan kakap, kerapu
kecil sehingga lebih cepat mengambil regional, nasional maupun global. lumpur, nila merah, dan bandeng.
makanan dibandingkan dengan Uca sp. Dengan demikian, keberadaan sumber
jantan yang hanya mempunyai satu kaki daya mangrove perlu diatur dan ditata
capit yang kecil, sedangkan kaki capit satu pemanfaatannya secara bertanggung KESIMPULAN
lagi ukurannya besar sehingga sulit untuk jawab sehingga kelestariannya dapat
mengambil makanan. dipertahankan. Inoue et al. (1999) Mangrove dapat berfungsi sebagai bio-
Spesies kepiting yang hidup di melaporkan bahwa di Indonesia terdapat filter serta agen pengikat dan perangkap
substrat dasar mangrove Kuala Selangor, sekitar 75 spesies vegetasi mangrove polusi. Mangrove juga merupakan tempat
Port Kelang, dan Sementa Besar, Malay- yang tersebar di 27 propinsi. Selanjut- hidup berbagai jenis gastropoda, ikan,
sia Barat, adalah dari famili Ocypodidae nya Suryati et al. (2001) melaporkan, kepiting pemakan detritus dan bivalvia
yaitu Uca triangularis, U. dussumieri, U. beberapa vegetasi mangrove seperti juga ikan pemakan plankton sehingga
rosea, U. forcipata, Ilyoplax delsmani, I. Osbornia octodonta, Exoecaria aga- mangrove berfungsi sebagai biofilter
orientalis, I. punctata, I. obliqua, I. locha, Acanthus ilicifolius, Avicennia alami.
longicarpa, Macropthalmus tomentosus, alba, Euphatorium inulifolium, Carbera Berbagai jenis ikan, baik yang ber-
M. erato, M. latreillei, dan M. pasificus manghas, dan Soneratia caseolaris sifat herbivora, omnivora, maupun
serta dari famili Grapsidae yaitu Clis- mengandung zat bioaktif yang dapat karnivora hidup mencari makan di sekitar
tocoeloma merguiense, Epicanthus dijadikan bahan untuk penanggulangan mangrove terutama pada waktu air
dentatus, Sesarma onychophorum, S. penyakit bakteri pada budi daya udang pasang. Di mangrove Tongke-Tongke,
versicolor, S. singaporensis, S. erythro- windu. Sulawesi Selatan, diidentifikasi terdapat
dactylum, Methaplax elegans, dan M. Daerah pantai termasuk mangrove 27 spesies ikan dan 4 spesies udang
crenulata. Di mangrove Ko Yao Yai, mendapat tekanan yang tinggi akibat bernilai ekonomis yang mencari makan di
Thailand, spesies kepiting yang do- perkembangan infrastuktur, pemukiman, sekitar mangrove Tongke-Tongke pada
minan adalah dari famili Portunidae pertanian, perikanan, dan industri, karena waktu air pasang. Selain itu, sedikitnya 8
(Scylla oceanica, S. serrata, dan S. 60% dari penduduk Indonesia bermukim spesies gastropoda dan 8 spesies bivalvia
transquebarica), famili Ocypodidae di daerah pantai. Diperkirakan sekitar menetap di mangrove tersebut.

20 Jurnal Litbang Pertanian, 23(1), 2004


DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, T. and M. Mangampa. 2000. The use of Kitamura, S., Ch. Anwar, A. Chaniago, and S. Pirzan, A.M., D. Rohama, Utojo, Burhanuddin,
mangrove stands for bioremediation in a Baba. 1997. Handbook of mangrove in Suharyanto, Gunarto, dan H. Padda. 2001.
close shrimp culture system. Proceeding of Indonesia, Bali & Lombok. The Develop- Telaah biodiversitas di kawasan tambak dan
International Symposium on Marine Bio- ment of Sustainable Mangrove Management mangrove. Laporan Akhir Proyek Inven-
technology. Bogor Agricultural University, Project. Ministry of Forestry Indonesia and tarisasi dan Evaluasi Sumber Daya Perikanan
Bogor. p. 114−122. Japan International Cooperation Agency, Pesisir. Balai Penelitian Perikanan Pantai,
Jakarta. 119 pp. Maros. 37 hlm.
Badrudin, B. Samiono, and T.S. Murtoyo. 2001.
Species composition and diversity of tidal MacIntosh, D.J. 1984. Ecology and productivity Sarpedonti, V. and A. Sesakumar. 1997. The
trap net catches in the waters of Indragiri of Malaysian mangrove crab populations macrobenthic community in the mangrove
Hilir, Riau, Indonesia. Indon. Fish. Res. J. 7: (Decapoda: Brachiura). Proceeding of Asia estuaries in Matang, Perak. In S. Hayashe
47–52. Symposium on Mangrove Environment (Ed.). Productivity and Sustainable Uti-
Research and Management. Phuket Marine lization of Brackishwater Mangrove Eco-
Bengen, G.B. 2000. Pedoman Teknis Pengenalan Biological Center, Phuket, Thailand. p. 354− systems. Japan International Research
dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. 377. Center for Agricultural Science (JIRCAS),
Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Ministry of Agriculture, Ministry of Forest-
Institut Pertanian Bogor, Bogor. hlm. 50. Moro, D.S., Y. Irmawati, G. Reksodihardjo, T.
ry, Jakarta. p. 13−23.
Setyowati, dan Y. Asmara. 1986. Pola
Berry, A.J. 1972. The natural history of West sebaran moluska di hutan mangrove Legon Sesakumar, A. 1984. Secondary productivity
Malaysian mangrove faunas. Malaysian Lentah, Pulau Panaitan. Prosiding Seminar in mangrove forests. Productivity of the
Natural J. (25): 135–162. III Ekosistem Mangrove. Lembaga Ilmu Mangrove Ecosystem, Management Im-
Boyd, C.E. 1999. Codes of practice for Pengetahuan Indonesia, Jakarta. hlm. 141− plication. p. 20–24.
responsible shrimp farming. Global Aqua- 146.
Sesakumar, A., V.C. Chong, M.U. Leh, and R.D.
culture Alliance, St. Louis, MO USA. 36 pp. Mustafa, A.A. Hanafi, B. Pantjara, dan Suwardi. Cruz. 1992. Mangrove as habitat for fish
Cholik, F. and A. Poernomo. 1986. Development 1990. Karakteristik lahan mangrove di Delta and prawns. Hydrobiologia 247: 195−207.
of aquaculture in mangrove areas and its Tampina, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan.
Soeriaatmadja, R.E. 1997. Kebijaksanaan dan
relationships to the mangrove ecosystems. Risalah Seminar Hasil Penelitian Balai
strategi pengelolaan keanekaragaman hayati
FAO/IPFC Workshop on the Strategies for Penelitian Perikanan Budi Daya Pantai,
Indonesia. Makalah Seminar Nasional
Management of Fisheries and Aquaculture Maros. hlm. 95−105.
Biologi XV. Bandar Lampung 24–26 Juli
in Mangrove Ecosystem, Bangkok 21−23 Mustafa, M. dan H. Sunusi. 1981. Laporan survei 1997. Perhimpunan Biologi Indonesia
June 1986. pembinaan dan pemanfaatan hutan bakau di cabang Lampung, Bandar Lampung. 19 hlm.
Chong, V.C., A. Sesakumar, M.U.C. Leh, and R. Kabupaten Luwu, Propinsi Sulawesi Selatan.
Sontirat, S. 1989. Impacts of destructions on
D. Cruz. 1990. The fish and prawn Kerja Sama Universitas Hasanuddin dengan
mangrove swamp or forest for shrimp culture
communities of a Malaysian coastal man- Direktorat Jenderal Perikanan. Universitas
purpose in Thailand. Symposium on Man-
grove system, with comparisons to adjacent Hasanuddin, Ujung Pandang.
grove Management: Its ecological and
mud flats and inshore waters. Estuarine, Nateewathana, A. and T. Pitipong. 1984. Species economic considerations. Biotrop Special
Coastal and Shelf Science (31): 703−722. composition, density and biomass of macro- Publication (37): 235–244.
Direktorat Jenderal Perikanan. 1985. Statistik fauna of a mangrove forest at Ko Yao Yai,
Sugama, K. 2002. Status budi daya udang
Perikanan 1984. Direktorat Jenderal Per- Southern Thailand. Proceeding of Asia
introduksi Litopenaeus vannamei dan L.
ikanan, Jakarta. Symposium on Mangrove Environment-
stylirostris serta prospek pengembangannya
Research and Management. Phuket Marine
Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan dalam tambak air tawar. Makalah di-
Biological Center, Phuket, Thailand. p. 258−
Perhutanan Sosial. 2001. Kriteria dan standar sampaikan dalam Temu Bisnis Udang di
271.
teknis rehabilitasi hutan mangrove. Direk- Makassar. Pusat Riset Perikanan Budidaya,
torat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Nurdjana, M.L. 1999. Kebijakan pengembangan Jakarta. 7 hlm.
Perhutanan Sosial, Jakarta. 79 hlm. perikanan budi daya pesisir mendukung
Suryati, E., Gunarto, Rosmiati, A. Panrerengi,
Gema Protekan 2003. Makalah Utama Rapat
Gunarto dan A. Hanafi. 2000. Pengembangan dan A. Tenriulo. 2001. Pemanfaatan bio-
Kerja Teknis Balai Penelitian Perikanan
budi daya ikan dan kepiting bakau dalam aktif tanaman mangrove untuk mereduksi
Pantai, Bogor, 17 Maret 1999. 22 hlm.
kawasan mangrove. Jurnal Penelitian dan penyakit pada budi daya udang windu.
Pengembangan Pertanian 19(1): 33−38. Pirzan, A.M., Gunarto, R. Daud, Utoyo, dan N. Laporan Hasil Penelitian Tahun 2001. Balai
Kabangnga. 1999. Pemantapan budi daya ke- Penelitian Perikanan Pantai, Maros.
Inoue, Y., O. Hadiyati, H.M. Afwan Affendi, K. piting bakau untuk mengantisipasi dampak
R. Sudarma, and I.N. Budiana. 1999. Sus- penangkapan di perairan Sungai Lamuru,
tainable management models for mangrove Kabupaten Bone. Laporan Penelitian Balai
forest. Japan International Cooperation Penelitian Perikanan Pantai, Maros.
Agency, hlm. 46.

Jurnal Litbang Pertanian, 23(1), 2004 21


www.irwantoshut.co.cc

http://irwantoshut.blogspot.com
http://irwantoforester.wordpress.com
http://sig-kehutanan.blogspot.com
http://ekologi-hutan.blogspot.com
http://pengertian-definisi.blogspot.com
www.irthebest.com

email : irwantoshut@gmail.com
email : irwantoshut@yahoo.com

Anda mungkin juga menyukai