BAB I Pembahasan
BAB I Pembahasan
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
Menurut John W. Santrock (2003) bahwa remaja (adolescene) diartikan sebagai masa
perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan
biologis, kognitif, sosial emosional. Sedangkan menurut Rumini dan Sundari (2004) remaja
adalah peralihan dari masa anak-anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan
semua aspek atau fungsi untuk memasuki masa dewasa.
Masa remaja adalah masa datangnya pubertas 11-14 tahun sampai usia sekitar 18
tahun yang merupakan masa transisi dari kanak-kanak ke dewasa. Masa ini hampir selalu
merupakan masa-masa sulit bagi remaja maupun orang tuanya. Masa perkembangan itu
merupakan suatu tugas yang muncul pada periode tertentu dalam rentang kehidupan individu,
yang apabila tugas itu dapat berhasil di tuntaskan akan membawa kebahagiaan dan
kesuksesan dalam menuntaskan tugas-tugas berikutnya, sementara apabila gagal, maka akan
menyebabkan ketidak bahagiaan pada diri individu yang bersangkutan, menimbulkan
penolakan masyarakat, dan kesulitan-kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugas berikutnya
(Monks, 2003).
Permasalahan yang sering muncul sering kali disebabkan ketidaktahuan para orang
tua dan pendidik tentang berbagai tuntutan psikologi ini, sehingga perilaku mereka seringkali
tidak mampu mengarahkan remaja menuju perkembangan mereka. Bahkan tidak jarang orang
tua dan pendidik mengambil sikap yang tidak sejalan dari yang seharusnya diharapkan,
sehingga semakin mengacaukan perkembangan diri para remaja tersebut. Dengan demikian
di harapkan para orang tua dan pendidik dapat memberikan motivasi yang tepat untuk
mendorong remaja menuju pada kepenuhan dirinya (Stice dan Whitenton, 2002).
I.II Rumusan Masalah
Rumusan Masalah ini juga dapat mempermudah kinerja penulisan dalam mencari atau
menjawab permasalahan yang ada dalam makalah yang berjudul Perkembangan Fisik Dan
Kognitif Di Masa Remaja.
1. Apa pengertian dari remaja?
2. Bagaimana ciri-ciri pada remaja?
3. Faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan remaja?
4. Bagaimana perkembangan fisik dan kognitif pada masa remaja?
5. Bagaimana tugas – tugas perkembangan pada masa remaja?
1
6. Bagaimana permasalahan pada masa remaja?
7. Bagaimana cara mengatasi masalah pada remaja?
2
BAB II
PEMBAHASAN
II.I Pengertian Remaja
Istilah remaja berasal dari kata latin yaitu “adolescene”(kata bendanya,adolescentia
yang berarti remaja) yang berarti tumbu/tumbuh menjadi dewasa.
Istilah remaja, seperti yang dipergunakan saat ini,mempunyai arti yang sangat luas
mencakup kematangan mental,emosional,sosial, dan fisik pandangan ini di ungkapkan oleh
Piaget.
Menurut Rumini dan Sundari (2004), remaja adalah peralihan dari masa anak dengan
masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek atau fungsi untuk memasuki masa
dewasa. Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita
dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria.
Menurut Santrock (2003), masa remaja diartikan sebagai masa perkembangan transisi
antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-
emosional.
3
perkembangan. Tak dapat disangkal, selama kehidupan janin dan tahun pertama atau kedua
setelah kelahiran, perkembangan berlangsung semakin cepat, dan lingkungan yang baik
semakin menentukan,tetapi yang bersangkutan sendiri bukanlah remaja yang memperhatikan
perkembangan atau kurangnya perkembangan dengan kagum, senang atau takut. Berdasarkan
pernyataan Hurlock di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan fisik yang terjadi
pada masa remaja berlangsung cepat dan penting, pertumbuhan fisik akan disertai dengan
perkembanganmental pula, terutama pada awal masa remaja. Semua perkembangan itu
menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan membentuk sikap, nilai dan minat baru.
4
d. Perubahan sosial, yang didalamnya terdapat perubahan perilaku pribadi dan sosial.
(Hurlock, 1980: 211)
4. Masa remaja sebagai usia bermasalah
Setiap periode mempunyai masalahnya sendiri-sendiri, namun masalah remaja sering
menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh anak lelaki maupun anak perempuan. Terdapat
dua alasan bagi kesulitan itu. Pertama, sepanjang masa kanak-kanak, masalah anak-anak
sebagian besar diselesaikan oleh orang tua dan guru-guru, sehingga kebanyakan remaja tidak
berpengalaman dalam mengatasi masalah. Kedua, karena para remaja merasa diri mandiri,
sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri, menolak bantuan orang tua dan guru-
guru. Karena ketidakmampuan mereka untuk mengatasi sendiri masalahnya menurut cara
yang mereka yakini, banyak remaja akhirnya menemukan bahwa penyelesaiannya tidak
selalu sesuai dengan harapan mereka. Sehingga kekecewaan dan rasa frustasi selalu
membayangi para remaja akibt masalah yang dihadapinya itu.
5
gambaran yang asli dan remaja membentuk perilakunya sesuai dengan gambaran ini”.
Menerima stereotip ini dan adanya keyakinan bahwa orang dewasa mempunyai pandangan
yang buruk tentang remaja, sehingga mengakibatkan para remaja mengalami kesulitan dalam
masa peralihan menuju masa dewasanya.
6
Tugas-tugas perkembangan fase remaja ini amat berkaitan dengan perkembangan
kognitifnya, yaitu fase operasional formal. Kematangan pencapaian fase kognitif akan sangat
membantu kemampuan dalam melaksanakan tugas-tugas perkembangannya itu dengan baik.
“Agar dapat memenuhi dan melaksanakan tugas-tugas perkembangan, diperlukan
kemampuan kreatif remaja. Kemampuan kreatif ini banyak diwarnai oleh perkembangan
kognitifnya” (Ali dan Asrori 2009:41).
7
remaja untuk bertindak kasar yang diwujudkan melalui sikap memusuhi standar orang tua
dan masyarakat, merupakan hal yang keliru. Memerankan sesuatu dan mencoba-coba adalah
usaha yang dilakukan remaja agar dapat diterima dan tiak ditolak oleh orang tua dengan nilai-
nilainya. Remaja yang hidup di zaman sekarang dihadapkan dengan bergbagi pilihan gaya
hidup yang ditawarkan melalui media dan kini banyak remaja yang tergoda untuk
menggunakan obat terlarang dan melakukan aktivitas seksual usia yang sangat dini. Terdapat
begitu banyak remaja yang tidak memperoleh kesempatan dan dukungan yang memadai
dalam proses menjadi orang dewasa yang kompeten (McLoyd dkk., 2019).
B. Perubahan Fisik
1. Pubertas
Pubertas (puberty) adalah sebua periode dimana kematangan fisik lebih cepat, yang
melibatkan perubahan hormonal dan tubuh, yang terutama berlangsung dimasa remaja awal.
Pubertas bukanlah suatu peristiwa tunggal dan terjadi secara tiba-tiba. Kita mengetahui
waktunya seorang anak laki-laki atau perempuan akan memasuki masa pubertas, meskipun
sulit menentukan awal dan akhir masa pubertas. Perubahan yang paling terlihat jelas dimasa
ini adalah terdapatnya tanda-tanda kematangan seksual serta bertambah tinggi dan berat
tubuh.
a. Kematangan seksual
Tinggi dan berat tubuh para peneliti menemukan urutan perkembangan
karakteristik pubertas pria sebagai berikut:
Meningkatnya ukuran penis dan testis
Keluarnya rambut kemaluan yang lurus
Perubahan sedikit pada suara
Ejakulasi pertama ( biasanya terjadi ketika melakukan masturbasi atau mimpi
basah )
Munculnya rambut kemaluan yang kaku
Terjadinya pertumbuhan maksimal
Tumbuhnya rambut di ketiak
Perubahan suara yang lebih terlihat jelas
Pertumbuhan rambut di wajah
8
Munculnya rambut kemaluan
Tumbuh rambut diketiak
Bertambahnhya tinggi badan
Pinggul melebar melebihi bahunya
Menarche- menstruasi pertama pada wanita berlangsung lebih akhir pada siklus
pubertas. Awalnya, siklus menstruasi mereka mungkin sangat tidak teratur.
Selama beberapa tahun pertama, ia ,mungkin tidak mengalami ovulasi di setiap
siklus menstruasi. Beberapa remaja perempuan tidak mengalami ovulusi sama
sekali sampai 1 hingga 2 tahun selama menstruasi pertama. Pada pubrttas
perempuan tidak terjadi perubahan suara seperti yang terjadi pada pubertas laki-
laki. Pada akhir masa pubertas, payudara perempuan lebih menjadi bulat.
Sementara itu pertambahan berat tubuh terjadi bertetapan dengan masa pubertas.
Diawal remaja, remaja perempuan cenderung lebih berat dibandingkan remaja laki-laki
meskipun demikian pada usia 14 tahun, berat tubuh remaja laki-laki melampaui berat tubuh
remaja perempuan. Demikian pula,dimasa awal remaja tubuh perempuan cenderung sama
tinggi atau lebih tinggi dibandingkian tubuh lali-laki namun diakhir usia sekolah dasar
sebagian besar laki-laki cenderumg mengejar ketinggian atau lebih tinggi dibandingkan
perempuan. Growth spurt pada perempuan terjadi dua tahun lebih awal dibandingkan pada
laki-laki. Rata-rata awal dari awalnya Growth spurt pada perempuan adalah 9 tahun untuk
laki-laki adalah 11 tahun. Rata-rata puncak perubahan dimasa pubertas terjadi pada usia 11,5
tahun untuk perempuan dan 13,5 tahun untuk laki-laki. Selama Growth spurt tubuh
perempuan bertambah tinggi sebesar 3 ½ inci pertahun, sementara laki-laki 4 inci. Perempuan
dan laki-laki yang lebih pendek atau lebih tinggi dibandingkan kawan-kawan sebayanya
sebelum memasuki masa remaja, cenderung tetap demikian ketika remaja meskipun demikian
30% dari ketinggian yang dicapai di remaja akhir tidak dapat dijelaskan oleh ketinggiannya
di masa sekolah dasar.
b. Perubahan Hormonal
Komponen yang melatarbelakangi tumbuhnya kumis pada laki-laki dan
melebarnya pinggul pada perempuan adalah aliran hormon-hormon (hormones), yakni
subtansi kimiawi yang dikeluarkan oleh kelenjar endokrin dan dibawa keseluruh
tubuh melalui aliran darah (Susman & Dorn, 2009., Wankowska & Polkowska, 2010).
9
Dimasa remaja, konsentrasi hormon-hormon tertentu dapat meningkat secara
dramatis (Roa, dkk, 2010). Testosteron adalah hormon yang diasosiasikan dengan
perkembangan genital, bertambahnya ketingggian tubuh, dan perubahan suara, pada
laki-laki. Estradiol adalah hormon yang diasosiasikan dengan perkembangan
payudara, uterus, dan kerangka pada manusia. Berdasarkan hasil dari sebuah studi,
pada masa pubertas level testosteron meningkat delapan belas kali lipat pada laki-laki
namun hanya dua kali lipat pada perempuan. Ekstradiol meningkat delapan belas kali
lipat pada perempuan namun hanya dua kali lipat pada laki-laki (Nottellman, dkk,
1987). Jadi, baik testosteron maupun estradiol terdapat pada hormone yang
membangun pada laki-laki dan perempuan.
Namun testosteron mendominasi perkembangan pubertas pria, sedangkan
estradiol mendominasi perkembangan pubertas perempuan. Tingkah laku dan suasana
hati juga dapat mempengaruhhi hormon (Derose & Brooks-Gun, 2008). Stress, pola
makan, latihan, aktifitas seksual, ketegangan, dan depresi dapat mengaktifkan atau
menekan aspek dari sistem hormnonal. Singkatnya, kaitan antara hormon dan tingkah
laku bersifat komplek.
c. Waktu dan variasi dalam pubertas
Program genetik yang mendasari pubertas terkait dengan spesies (Gajdos,
Hirschhorn, & Palmert, 2009). Meskipun demikian, nutrisi, kesehatan, dan
lingkungan lainnya juga mempengaruhi waktu dan pubertas (Ji & Chen, 2008). Pada
sebagian besar anak laki-laki pubertas mungkin dimulai pada usia 10 tahun atau
paling lambat usia 13,5 tahun . akhir masa pubertas, paling awal terjadi pada usia 13
tahun atau paling lambat pada usia 17 tahun. Rentang normal ini cukup luas dari dua
anak laki-laki dengan usia kronologis yang sama, yang satu mungkin telah
menyelesaikan rangkaian pubertasnya sebelum yang satu lagi memulainya, bagi anak
perempuan menarche dikatakan normal jika muncul pada usia 9 hingga 15 tahun.
Precosious puberty (pubertas yang datang sebelum waktunya) adalah istilah
yang digunakan untuk menjelaskan terjadinya pubertas dan perkembangannya yang
sangat cepat. Precosious puberty dikatakan terjadi ketika pubertas dimulai sebelum
usia 8 tahun untuk anak perempuan dan 9 tahun untuk anak laki-laki.
10
d. Kematangan awal dan akhir
Matang lebih awal dini atau yang terlambat dibandingkan kawan-kawan
sebaya memandang dirinya secara berbeda. Berdasarkan Berkeley Longitudinal study
beberapa tahun yang lalu, anak laki-laki yang lebih cepat matang memandang dirinya
lebih positif dan lebih berhasil dalam relasi dengan kawan-kawan dibandingkan
dengan anak laki-laki yang matang lebih lambat (Jones, 1965). Meskipun demikian, di
usia tiga puluhan, anak laki-laki yang matang kebih lambat ini mengembangkan rasa
identitas yang lebih kuat dibandingkan anak laki-laki yang matang lebih awal (Peskin,
1967).
Hal ini mungkin disebabkan anak laki-laki yang matang lebih lambat lebih
memiliki waktu untuk mengekplorasi pilihan-pilihan hidup, atau anak-anak laki-laki
yang matang lebih awal terus memfokuskan pada keutungan yang diperoleh dari
status fisiknya, bukan pada pengembangan karier dan prestasi. Riset yang dilakukan
belakangan ini mengkonfimasi bahwa, setidaknya-tidaknya di masa remaja, pada anak
laki-laki, matang kebih dini cenderung menguntungkan daripada matang lebih akhir
(Graber, Brooks-Gunn & Warren, 2006).
Bagi anak perempuan, kematangan yang lebih dini dan lebih lambat terkait
dengan citra tubuh. Pada siswa kelas enam, anak perempuan yang matang lebih dini
tampak lebih puas dengan sosoknya dibandingkan dengan yang matang lebih lambat;
meskipun demikian di kelas sepuluh, anak perenpuan yang matang lebih lambat
tampak lebih puas ( Simmons & Blyth, 1987 ). Salah satu penyebabnya adalah bahwa
di akhir masa remaja, anak perempuan yang matang lebih dini biasanya lebih pendek
dan gemuk, sementara anak yang matang lebih lambat biasanya lebih tinggi dan lebih
kurus.
Kini, semakin banyak peneliti yang menemukan bahwa kematangan lebih
awal meningkatkan kerentangan anak perempuan untuk mengalami sejumlah masalah
(Cavanagh, 2009; 2009; Ge 7 Natsuaki,2010). Anak perempuan yang matang lebih
awal cenderung merokok, minum-minuman keras, depresi, memiliki gangguan
makan, menuntut kemandirian lebih dini dari orang tuanya, memiliki kawan-kawan
yang lebih tua, tubuh mereka cenderung membangkitkan respons dari pria yang
mengarah pada pacaran dan pengalaman seksual lebih awal (Wiesner & Ittel, 2002).
Anak perempuan yang matang lebih awal cemderung tidak menyelesaikan masa SMA
nya dan cenderung hidup bersama atau menikah lebih awal (Cavanagh, 2009).
11
2. Otak
Bersamaan dengan bagian-bagian tubuh lainnya, otak mengalami perkembangan di
masa remaja, namun penelitian tentang perekembangan otak masih sangat sedikit. Seiring
dengan kemajuan teknologi, terjadi kemajuan pula dalam memetakkan perubahan
perkembangan otak remaja (Paus, 2009; Steinberg, 2009).
Dengan menggunakan pemindai otak fMRI, peneliti menemukan bahwa otak remaja
mengalami perubahan struktur yang sigmifika (Bava dkk., 2010; Lenroot dkk.,2009). Corpus
callosum, di mana serat optic menghubungkan hemisphere otak sebelah kiri dengan sebelah
kanan, semakin tebal pada masa remaja, sehingga meningkatkan kemampuan remaja dalam
memroses informasi (Giedd, 2008). Kami menjelaskan kemajuan dalam pekembangan
prefrontal cortex - level tertinngi dari lobus depan yang meliputi penalaran, pengambilan
keputusan, dan kendali diri.
Sebagai contoh, peneliti terkemuka Charles Nelson (2003) menyatakan bahwa
sementara remaja mampu mengalami emosi yang sangta kuat, kortek prefrontal mereka belu
cukup berekembang sehingga memungkinkan mereka untuk mengendalikan keinginan
itu.seolah-olah otak mereka belum memiliki rem untuk memperlambat emosinya.
3. Seksualitas Remaja
Masa remaja tidak hanya dicirikan dengan pertumbuhan fisik dan perkembangan otak
yang signifikan, namun masa remaja juga menjadi jembatan antara anak yang aseksual dan
orang dewasa yang seksual. Remaja adalah masa eksplorasi dan eksperimen seksual, masa
fantasi dan realitas seksual, masa mengintegrasikan seksualitas kedalam identitas orang
remaja. Remaja memiliki rasa ingin tahu dan seksualitas yang hampir tidak dapat dipuaskan.
Sebuah penelitian terbaru menyimpulkan bahwa remaja yang sering menonton
tayangan seksual di televisi cenderung untuk memulai hubungan seksualnya lenih awal
dibandingkan remaja yang sedikit menonton tayangan seksual di televise ( Brown &
Strasburger, 2007. Lebih lanjut, penenlitian terbaru terhadap remaja perempuan selama tiga
tahun mengungkapkan kaitan antara menonton tayangan seks di televise dan risiko kehamilan
yang lebih tinggi ( Chandra, dkk 2008 ).
a. Mengembangkan sebuah identitas seksual
Menguasai perasaan seksual dan membentuk rasa identitas seksual merupakan
proses yang bersifat multiaspek dan panjang (Diamond & Savin-Williams, 2009). Hal
ini mencakup kemampuan belajar untuk mengelola perasan seksual (seperti
ketergugahan dan keterikatan seksual), mengembangkan bentuk intimasi yang baru,
12
serta mempelajari keterampilan unutk mengelola tingkah laku seksual agar terhindar
dari konsekuensi yang tidak diinginkan. Mengembanhkan identitas seksual
melibatkan lebih dari skedar perilaku seksual. Identitas seksual muncul dalam konteks
faktor-faktor fisik, sosial, budaya, dan kebanyakan lingkungan masyarakat
memberikan batasan terhadap perilaku seksual remaja.
Identitas seksual remaja mencakup aktivitas, minat, gaya perilaku, dan
indikasi yang mengarah pada orintasi seksula (entah individu itu memiliki keterikatan
pasa jenis kelamin yang sama atau berbeda) (Buzwell & Resenthal, 1996). Beberapa
remaja memeiliki level kecemasan tinggi mengenai seks, sementara yang memiliki
level kecemasan rendah. Beberapa remaja mudah sekali terbanhgkitkan secara
seksual, sementara yang lain kurang. Beberapa remaja sangat aktif secara seksual,
sementara yang lain kurang. Beberapa remaja secara seksual tidak aktif karena
dibesarkan di dalam lingkungan religius yang kuat.
b. Waktu perilaku seksual remaja
Waktu untuk mengawali tingkah laku seksusal juga bervariasi di antara
negara, gender, maupun karakteristik sosiekonomi (Eaton dkk., 2008).
c. Faktor-faktor risiko dalam perilaku seksual remaja
Remaja yanhg secara emosi siap untuk mengatasi pengalaman seksual,
khususnya di masa remaja awal. Aktivitas seksual awal juga berkaitan dengan
perilaku beresiko lainnya seperti menggukan obat terlarang, kenakalan remaja, dan
masalah-masalah di sekolah (Dryfoos & Barkin, 2006). Sebuah studi terbaru
mengungkpkan bahwa penyalahgunaan alkohol, menarche awal, dan komunikasi
antara orang tua dan anak yang buruk terkait dengan perilaku intim seksual remaja
perempuan ( HIpweel dkk., 2010).
Selain melakukan hubungan seks di masa remaja awal, faktor-faktor resiko
lainnya seperti faktor status sosioekonomi (SES), keluarga/pengasuhan orang tua,
rekan sebaya, dan prestasi akademik ( Dupere, dkk., 2008; House dkk, 2010 ).
Sebuah ulasan penelitian terbaru menemukan bahwa kegiatan seksual yang
dimulai lebih dini terkait dengan pengawasan orang tua yang rendah ( Zimmer-
Gembeck & Helfand, 2008 ). Terhadap siswa sekolah menengah mengungkap bahwa
prestasi akademis yang baik merupakan faktor pelindung yang baik untuk menjaga
anak laki-laki dan perempuan dari hubungan seksual dini (Laflin, Wang, &
Barry,2008)
13
d. Penggunaan Kontrasepsi
Aktivitas seksual mengandung risiko apabila tidak disertai dengan
perliibndungan yang memadai. Remaja menghadapi dua macam risiko: kehamilan
yang tidak disengaja atau tidak diinginkan dan terkena infeksi yang ditularkan secara
seksual. Kedua risiko ini dapat dikurangi secara signifikan jika menggunakan alat
kontrasepsi.
Meskipun penggunaan kontrasepsi pada remaja meningkat, masih banyak
remaja yang aktif secara seksual. Aktif tidak mengunakan alat kontrasepsi, atau
menggunakannya secar tidak konsisten (Parkes dkk,2009; Sterling & Saddler, 2009).
Dibandinhkan dengan remaja yang lebih tua, remaja yang lebih muda cenderung
kurang menggunakan alat kontrasepsi.
e. Kehamilan pada remaja
Kehamilan remaja menciptakan risiko kesehatan baik pada bayi maupun ibu.
Bayi yang dilahirkan dari ibu yang masih remaja cenderung memiliki bobot yang
rendah ini merupakan faktor utama yang menyebabkan kematian pada bayi maupun
masalah-masalah neuorlogis dan penyakit pada bayi (Chedraui, 2008). Ibu yang masih
remaja sering kali putus sekolah. Meskipun ada di antara mereka yang melanjutkan
sekolahnya di kemudian hari, secara ekonomi mereka biasanya tidak dapat menyusul
para wanita yang menunda memiliki anak hingga usia dua puluhan. Sebuah studi
longitudinal menemukan bahwa anak-anak dari ibu yang memiliki anak pertamanya
ketika berusia belasan tahun memiliki skor yang rendah di dalam tes prestasi dan
lebih bermasalah dibandingkan anak-anak yang melahirkan anak pertamanya ketika
dewasa (Hofferth & Reith, 2002).
14
5. Kesehatan Remaja
a. Nutrisi dan Olahraga
Masalah nutrisi dan olahraga di masa remaja menjadi perhatian yang serius
(Biro dkk.,2010; Frisco, 209; Seo & Sa,2010). Olahraga terkait dengan sejumlah
hasil fisik yang positif terhadap remaja. Salah satunya adalh bahwa olahraga secara
teratur berdampak positif terhadap status berat badan remaja (van der Heijden dkk.,
2010 ). Hasil positif lainnya dari olahraga adalah penurunan tingkat trigliserida,
tekanan darah, serta diabetes sejenis II (Butcher dkk, 2008). Penelitian terbaru
melaporkan bahwa tingkst olahraga yang rendah berkaitan dengan gejala depresi
pada remaja (Sund, Larsson, & Wichstrom, 2010). Penelitian lainnya juga
menemukan bahwa aktivitas fisik terkait dengan rendahnya penggunaan obat
terlarang pada remaja (Delisle dkk., 2010).
b. Pola Tidur
Seperti halnya nutrisa dan olahraga, tidur memiliki dampak yang sangat besar
terhadap kesehatan seseorang. Remaja yang tidak cukup tidur dibandingkan 21
persen remaja yang lebih muda. Remaja yang tidak cukup tidurnya (delapan jam
atau kurang) pada hari sekolah cenderung merasa mudah lelah atau mengantuk,
lebih mudah tersinggung dan berubah perasaannya, tertidur di sekolah, depresi, dan
memimum minuman berkafein dibandingkan rekannya yang cukup tidur (Sembilan
jam atau lebih).
Mary Caeskadon dan kolegannya (2004, 2006; Jenni & Carskadon, 2007;
Tarokh & Carskadon, 2008) telah mengadakan sejumlah penelitian terhadap pola
tidur remaj. Mereka menemukan bahwa, ketika diberi kesempatan, remaja akan
tidur malam rata-rata selama9 jam 25 menit.
15
II.IV Penggunaan Dan Penyalahgunaan Narkoba
1. Peran perkembangan, orang tua, kawan sebaya, dan pendidikan
Diperlukan perhatian khusus kepada remaja yang mulai menggunakan obat terlarang
di awal masa remajanya atau bahkan dimasa kanak-kanak ( Patrick, Abar, & Maggs, 2009).
Sebuah studi longitudinal terhadap individu-individu berusia 8 hingga 42 tahun menemukan
bahwa apabila seseorang mulai meminum-minuman keras di usia dini, akan meningkatkan
resiko menjadi peminum berat di usia paruh baya (Pitkanen, Lyria, & Pilkkinen, 2005).
Orang tua berperan penting dalam mencegah remaja untuk menyalahgunakanobat
(Chasshin, Hussong, & Beltran, 2009; Harake dkk., 2010; Miller & Plant, 2010). Penelitian
telah menemukan bahwa pengawasan orang tua terkait dengan masalah perilaku remaja yang
rendah, termasuk penyalahgunaan obat terlarang ( Fletcher, Steinberg, & Williams-Wheeler,
2004; Tobler & Komro, 2010). Penelitian terbaru menemukan bahwa semakin sering remaja
makan malam bersama keluarganya, semakin sedikit mereka terlibat dalam masalah remaja,
termasuk dalam penyalahgunaan obat terlarang (Sen, 2010).
Keberhasilan pendidikan pun menjadi penyangga yang kuat terhadap timbulnya
masalah obat-obatan pada remaja. Sebuah analisis terbaru oleh Jerald Bachman dan
koleganya (2008) mengungkapkan bahwa keberhasilan pendidikan dasar sangatmengurangi
kecenderungan remaja terhadap obat terlarang,termasuk konsumsi alkohol, merokok, dan
berbagai obat-obatan terlarang.
16
Meskipun mereka sudah sangat kurus, mereka memandang dirinya terlalu
gemuk. Penderitanya tidak pernah menganggap dirinya cukup kurus, khususnya di
bagian perut, bokong, dan paha. Biasanya mereka sering menimbang berat tubuhnya,
seringkali menggunakan alat ukur tubuh, dan sering memandang tubuhnya sendiri
dengan krisis di depan cermin.
Anorexia nervosa biasanya dimula di awal hingga peretengahan masa remaja,
seringkalai diikuti dengan episode diet. Anorexia nervosa 10 kali lebih banyak dialami
oleh wanita dibandingkan pria. Sebagian besar penderita anorexia adalah remaja
perempuan kulit putih nonlatin atau wanita dewasa muda, berasal dari keluarga baik,
berpenghasilan menengah ke atas, dan berprstasi baik (Scmidt,2003). Mereka
menetapkan standar yang tinggi, menjadi stres ketida tidak mampu meraih standar yang
ditetapkan, dan sangat memerhatikan pandangan orang lain terhadap dirinya. Jika tidak
mampu memenuhi harapan yang tinggi ini, mereka beralih ke sesuatu yang mereka dapat
kendalikan; berat tubuhnya. Anak dari seorang ibu yang menderita anorexia nervosa
beresiko menjadi penderita pula (Striegel-Moore & Bulik, 2007).
2. Bulimia Nervosa
Jika penderita anorexia nervosa mengendalikan makanannya dengan sangat
ketat, sebagian besar penderita bulimia tidak dapat mengendalikannya. Bulimia Nervosa
adalah gangguan makan di mana individu secara konsisten mengikuti pola makan
berlebihan dan membersihkannya (binge-and-purge). Para penderita bulimia ini makan
terus menerus, kemudian mengosongkan perut dengan cara membuat dirinya muntah-
muntah atau menggunakan obat pencuci perut. Meskipun terdapat banyak orang yang
melakukan hal ini kadangkala bereksperimen dengan hal tersebut, seseorang dianggap
menderita kelainan bulimia hanya jika kejadian tersebut berlangsung minimal dua kali
seminggu selama tiga bulan (Napierski-Prancl, 2009).
Seperti penderita anoreksia, sebagian besar penderita bulimia sering
memikirkan makanan, sangat takut menjadi gemuk, depresi atau cemas, dan memiliki
citra tubuh yang salah. Sebuah penelitin terbaru menemukan bahwa penderita bulimia
berlebihan menilai berat dan bentuk tubuh mereka, dan penilaian yang berlebihan ini
terkait dengan depresi yang lebih tinggi dan percaya diri yang rendah (Hraboysky dkk.,
2007).
17
II.VI Kognisi Remaja
1. Teori Piaget
Menurut Piaget, ketika anak berusia 11 tahun dimulailah tahap perkembangan
kognitif yang keempat dan final atau disebut juga dengan tahap operasional formal.
2. Egosentrisme Remaja
Egosentrisme remaja adalah meningkatkan kesadaran-diri pada remaja. David Elkind
(1976) berpendapat bahwa egosentrisme remaja mengandung komponen utama yaitu
imaginary audience dan personal fable.
a) Audiens Imajiner (imaginary audience) adlah keyakinan remaja bahwa orang lain
berminat pada dirinya sebagaimana ia berminat pada dirinya sendiri, termasuk juga
tingkah laku menarik perhatian dan berusaha untuk diperhatikan.
18
b) Fabel Pribadi (personal fable) adalah bagian egosentrisme remja yang mengandung
penghayatan bahwa dirinya unik dan tidak terkalahkan. Fabel pribadi seringkali
muncul dalam buku harian renaja.
Remaja sering kali memperlihatkan rasa tidak terkalahkan atau kuat. Rasa tidak
terkalahkan ini juga dapat membuat remaja merasa yakin bahwa mereka itu kebal terhadap
bahaya dan bencana (seperti kecelakaan mobil yang fatal) yang terjadi pada orang lain.
Sehingga beberapa remaja melakukan perilaku beresiko, seperti balapan mobil, menggunakan
obat terlarang, bunuh diri, dan melakukan hubungan seks tanpa menggunakan alat
kontrasepsi. (Albert, Elkind, & Ginsberg, 2007).
3. Pemrosesan Informasi
Deanna Kuhn (2009), dalam pandangannya, ditahun-tahun terakhir masa kanak-kanak
dan berlanjut ke masa remaja, seseorang mencapai tingkat kognitif yang mungkin dicapai
atau tidak mungkin dicapai, kebalikan dengan tingkat kognitif universal yang sangat luas
yang dapat dicapai di masa kanak-kanak awal. Pada remaja, terdapat beberapa variasi fungsi
kognitif. Variasi ini mendukung pendapat bahwa remaja memproduksi perkembangan mereka
sendiri ke jangkauan yang lebih luas dari pada anak-anak.
Menurut Kuhn (2009), kognitif penting yang berlangsungpada remaja adalah
peningkatan di dalam fungsi eksekutif, yang melibatkan aktivitas kognitif dalam tingkatyang
lebih tinggi seperti penalaran, pengambilan keputusan, memonitor cara berfikir kritis, dan
memonitor perkembangan kognitif seseorang. Penigkatan dalam fungsi eksekutif membuat
remaja dapat belajar secara lebih efektif dan lebih mampu menenukan bagaimana
memberikan perhatian, mengambil keputusan, dan berfikir kritis.
II.VII Sekolah
1. Transisi dari Sekolah Dasar Ke Sekolah Menengah
Tahun pertama di sekolah menengah pertama dapat menyulitkan bagi sejumlah siswa
(Anderman & Anderman, 2010; Elmore, 2009). Transisi menuju sekolah menengah pertama
berlangsung ketika banyak perubahan di individu, keluarga, dan sekolah terjadi secara
simultan. Perubahan-perubahan ini mencakup hal-hal yang berkaitan dengan pubertas dan
citra tubuh;
munculnya pemikiran operasional formal, termasuk perubahan dalam kognisi sosial.
menigkatnya tanggungjawab dan menurunya ketergantungan pada orangtua
19
memasuki sturktur sekolah yang lebih besar dan impersonal, perubahan dari satu guru
ke banyak guru serta perubahan kelompok rekan sebaya yang kecil dan homogen
menjadi kelompok rekan sebaya yang lebih besar dan heterogen.
Masa transisi dari sekolah dasar menuju sekolah menengah pertama para siswa
mengalami fenomena top-dog, perubahan dari menjadi siswa yang paling besar, dan paling
kuat di sekolah dasar menjadi siswa yang paling muda, paling kecil, dan paling lemah di
sekolah menengah pertama.
Transisi dari sekolah dasar ke sekolah menengah ini juga memiliki aspek-aspek
positif. Para siswa merasa lebih berkembang, memiliki lebih banyak subjek untuk dipilih
memiliki lebih banyak kesempatan untuk meluangkan waktu bersama teman dan memilih
teman yang cocok, serta menikmati kemandirian dari pengawasan orang tua secara langsung.
Secara intelektual mereka juga lebih tertantang oleh tugas-tugas akademik.
2. Aktivitas Ekstrakulikuler
Penelitian menemukan bahwa berpartisipasi dalam kegiatan ekstrakulikuler terkait
dengan nilai yang lebih tinggi, keterlibatan sekolah, tidak putus sekolah, meningkatkan
kemungkinan meneruskan kuliah meningkatnya harga diri dan juga menurunkan tingkat
depresi, kenakalan remaja, dan penyalahgunaan obat terlarang (Fredrick & Eccles, 2010;
Mahoney dkk, 2009; Parente & Mahoney, 2009). Remaja dapat mengambil manfaat dari
beragamnya kegiatan ekstrakulikuler daripada hanya satu kegiatan saja.
Aktivitas ekstrakulikuler yang berkualitas tinggi yang dapat mendukung
perkembangan remaja mencakup mentor dewasa yang kompeten dan suportif, meningkatkan
keterlibatan sekolah, aktivitas yang menantang dan berarti, serta meningkatkan keterampilan.
3. Service Learning
Service learning adalah suatu bentuk pendidikan yang bertujuan mengembangkan
tanggung jawab sosial dan layanan kepada masyarakat. Dalam service learning para siswa
melakukan aktivitas seperti mengajar (menjadi tutor), membantu orang tua, bekerja dirumah
sakit, membantu di pusat penitipan anak, atau membersihkan tanah kosong menjadi tempat
bermain. Tujuan dari service learning adalah bahwa remaja tidak terlalu berpusat pada diri
sendiri (self-centered) dan lebih termotivasi untuk menolong orang lain (Sherrod &
Lauckhardt, 2009). Service learning seringkali lebih efektif ketika dua kondisi berikut
terpenuhi (Nucci, 2006):
1. Memberikan pilihan aktivitas pelayanan yang dapat dipilih oleh siswa.
2. Memberikan kesempatan pada siswa untuk memikirkan partisipasinya.
20
Service learning membawa pendidikan ke dalam masyarakat (Sherrod & Lauckhardt,
2009). Ciri utama dari service learning adalah bahwa kegiatan itu menguntungkan baik siswa
yang bertindak sebagai sukarelawan maupun oran yang menerima bantuan.
Para peneliti menemukan bahwa service learning dapat memberikan sejumlah
keuntungan kepada para siswa (Sherrod & Lauckhardt, 2009). Peningkatan perkembangan
remaja terkait service learning mencakup nilai yang membaik, penempatan tujuan yang lebih
baik, harga diri yang lebih tinggi, merasa lebih mampu berbuat sesuatu bagi orang lain, dan
meningkatkan kecenderungan para remaja itu untuk menjadi sukarelawan dimasa depan
(Hart, Matsuba, dan Atkins, 2008). Sebuah penelitian terbaru . Sebuah penelitian terbaru
menemukan bahwa remaja perempuan lebih banyak berpartisipasi dalam service learning
dibandingkan remaja laki-laki (Webster & Worrell, 2008).
21
Dari uraian di atas, dijelaskan bahwa masalah yang berkaitan dengan masalah sekolah,
masalah belajar, prestasi, dan potensi (bakat) bisa menjadi sumber timbulnya berbagai
tekanan dan frustrasi. Hal tersebut dapat mengakibatkan reaksi-reaksi perilaku nakal atau
penyalahgunaan obat terlarang (Libert, 2003).
2) Faktor Keluarga
Keluarga adalah unit sosial yang paling kecil dalam masyarakat. Lingkungan keluarga
berperan besar karena merekalah yang langsung atau tidak langsung terus-menerus
berhubungan dengan anak, memberikan perangsangan (stimulasi) melalui berbagai corak
komunikasi antara orang tua dengan anak (Prawirosudirjo, 2003).
3) Lingkungan Sosial dan Dinamika Perubahannya
Lingkungan sosial dengan berbagai ciri khusus yang menyertainya memegang peranan
besar terhadap munculnya corak dan gambaran kepribadian pada anak. Kesenjangan antara
norma, ukuran, patokan dalam keluarga dengan lingkungannya perlu diperkecil agar tidak
timbul keadaan timpang atau serba tidak menentu, suatu kondisi yang memudahkan
munculnya perilaku tanpa kendali, yakni penyimpangan dari berbagai aturan yang ada. (Ellis,
2001).
Lingkungan pergaulan anak adalah sesuatu yang harus dimasuki karena di lingkungan
tersebut seorang anak bisa terpengaruh ciri kepribadiannya, tentunya diharapkan terpengaruh
oleh hal-hal yang baik. Di samping itu, lingkungan pergaulan adalah sesuatu kebutuhan
dalam pengembangan diri untuk hidup bermasyarakat. Karena itu, lingkungan sosial
sewajarnya menjadi perhatian kita semua, agar bisa menjadi lingkungan yang baik, yang bisa
meredam dorongan-dorongan negatif atau patologis pada anak maupun remaja (Santrock,
2002).
22
orang tua melibatkan masalah mereka kepada anaknya bisa membuat anak tersebut berpikir
yang harusnya belum dia pikirkan dan bisa membuat dia menjadi depresi.
2. Masalah percintaan
Dalam masa remaja ini kita bisa mengenal yang namanya cinta biarpun yang di bilang
itu cinta monyet, tapi gara – gara cinta bisa merusak masa remaja kita apa lagi kalau kita
semua sudah mengenal free sex (seks bebas). Dalam kalangan remaja tidak mungkin tidak
tahu yang namanya cinta, tapi inilah masalah yang sering terjadi di saat kita hanyut dengan
cinta. Kita bisa saja melakukan apa saja untuk sampai – sampai kita bisa melupakan keluarga
kita sendiri.
3. Masalah lingkungan
Lingkungan sangat berperan penting dalam masa remaja karena lingkungan sanga
mempengaruhi masa pertumbuhan remaja. Jika lingkungan yang ditempati baik maka
berdampak positif terhadap remaja itu dan sebaliknya, Jika lingkungan yang di tempati itu
buruk, maka berdampak negatif bagi perkembangan remaja. Maka dari itu kita harus bisa
menentukan mana yang baik dan yang buruk.
23
BAB III
STUDI KASUS
“KENAKALAN REMAJA”
Pada saat ini, fenomena anak dan remaja menghirup lem, atau ‘ngelem’, menjadi
salah satu ancaman serius selain narkoba. Kalau biasanya perilaku ‘ngelem’ ditemukan di
kalangan anjal (anak jalanan), kini perilaku menyimpang tersebut merambah ke kalangan
pelajar. Mereka bahkan berani menggelar ‘pesta ngelem’ beramai-ramai.
Ini terungkap ketika polisi menciduk 25 remaja, 17 di antaranya pelajar, saat mereka sedang
‘pesta ngelem’ di Koja, Jakarta Utara. Mereka memang tidak diproses hukum, melainkan
dipulangkan ke orangtua masing-masing untuk dibina. Namun siapa yang bisa menjamin
mereka tidak kembali ‘ngelem’ bila sudah kecanduan.
Menghirup uap solvent yang terkandung pada lem, sama bahayanya dengan narkoba.
Efek yang ditimbulkan sama seperti pengaruh narkoba yaitu halusinasi, yaitu fly atau sensasi
terasa melayang-layang, kesenangan sesaat dan menimbulkan keberanian dan membuat
ketagihan. Itu sebabnya dalam beberapa kasus kejahatan jalanan, pelakunya ternyata lebih
dulu ‘ngelem’ sebelum beraksi. Tak banyak orangtua dan anak-anak tahu, menghirup uap
solvent yang terkandung pada lem, tinner atau cat minyak, pernis, atau bensin secara terus
menerus, berdampak mengerikan.
Dalam sejumlah penelitian disebutkan, efak uap solvent yang didapat dari kebiasaan ‘ngelem’
merusak syaraf otak, menimbulkan kebutaan bahkan bisa mati mendadak (Sudden Sniffing
Death).
Mau tidak mau, orangtua harus meningkatkan pengawasan terhadap pergaulan anak,
menjalin komunikasi yang baik guna memberi pemahaman tentang bahaya yang sedang
menghadang mereka. Bukan hanya keluarga, semua elemen juga bertanggung jawab memberi
pendidikan pada generasi muda, baik guru, tokoh agama, maupun tokoh masyarakat. Bila
tidak, zamanlah yang akan mendidik karakter dan moral mereka.
24
BAB IV
PENUTUPAN
IV.I Kesimpulan
Remaja adalah peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami
perkembangan semua aspek atau fungsi untuk memasuki masa dewasa. Masa remaja
berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai
dengan 22 tahun bagi pria.
Perkembangan di masa remaja diwarnai oleh interaksi antara faktor-faktor genetik,
biologis, lingkungan, dan sosial. Relasi dengan orang tua dapat terwujud di dalam suatu
bentuk yang berbeda dari sebelumnya, interaksi dengan kawan-kawan menjadi lebih akrab.
Pada masa ini mereka juga mengalami pacaran maupun eksplorasi seksual dan kemungkinan
melakukan hubungan seksual. Cara berpikir remaja menjadi lebih abstrak dan idealistik.
Perubahan tubuh yang terjadi memicu minat terhadap citra tubuh.
IV.II Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan
lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber – sumber
yang lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggung jawabkan.
25
DAFTAR PUSTAKA
Santrock, J. W. (2002). Life-span Development Perkembangan Masa Hidup Edisi
Ketigabelas. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Hurlock, E.B. 1999. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan. Alih bahasa: Istiwidayati & Soedjarwo. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.
26