Anda di halaman 1dari 43

STUDI PENENTUAN GEOMETRI TURBIN RADIAL

ALIRAN MASUK PADA SIKLUS RANKINE


ORGANIK DENGAN FLUIDA KERJA R134a

TUGAS SARJANA
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Teknik

Oleh
Prihadi Prasetyo
13111003

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK MESIN DAN DIRGANTARA


INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2015
Lembar Pengesahan

Tugas Sarjana

Studi Penentuan Geometri Turbin Radial


Aliran Masuk pada Siklus Rankine
Organik Dengan Fluida Kerja R134a

Oleh

Prihadi Prasetyo
13111003

Program Studi Teknik Mesin


Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara
Institut Teknologi Bandung

Disetujui pada tanggal:


ta nggal: 21 September 2015

Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Ari Darmawan Pasek


 NIP 19590507 19870210 01
Tugas Sarjana

Studi Penentuan Geometri Turbin Radial


Prihadi
Judul Aliran Masuk pada Siklus Rankine
Prasetyo
Organik Dengan Fluida Kerja R134a
Program Studi Teknik Mesin 13111003
Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara
Institut Teknologi Bandung
Abstrak
Siklus Rankine Organik (SRO) merupakan salah satu metoda terbaik dalam
 pemanfaatan sumber energi panas terbarukan bertemperatur rendah hingga
hingga
menengah yang
yang sampai saat ini masih
masih terabaikan di Indonesia.
Indonesia. Mengingat turbin
menjadi komponen penting dalam efisiensi keseluruhan SRO, upaya riset mengenai
turbin radial perlu dilakukan.
Pada tugas sarjana ini dilakukan studi penentuan geometri turbin radial
aliran masuk dengan fluida kerja R134a dengan kondisi masuk laju aliran masuk
sebesar 1-2 kg/s, tekanan masuk sebesar 1,5 hingga 5 bar dan temperatur masuk 80

hingga 130 C dengan target daya keluaran sebesar 20 hingga 25 kW. Penentuan
geometri mencakup penentuan geometri awal dan detail pada rotor, geometri nosel,
dan geometri volute.
volute. Setelah geometri turbin radial didapatkan, dilakukan analisis
menggunakan simulasi Computational Fluid Dynamics 
Dynamics   (CFD)  ANSYS  CFX .
Simulasi yang dilakukan menggunakan model gas nyata Redlich-Kwong dan model
turbulensi Shear Stress Transport   (SST). Dari hasil simulasi, diperoleh prediksi
 performansi turbin radial.
Penulis menggunakan koefisien beban (ψ)
( ψ) 0,905,
 0,905, koefisien aliran (φ)
( φ) 0,26,
0,26,
rasio r 2/r 3 sebesar 1,2, jumlah sudu rotor sebanyak 13 buah, dan kecepatan putaran
20.000 RPM pada simulasi untuk mendapatkan performa hasil rancangan terbaik.
Hasil desain mencetak performa terbaik
ter baik dengan daya spesifik sebesar 16,77 kW/kg
dan daya keluaran 24,98 kW serta efisiensi total terhadap total sebesar 89,44%.

Kata kunci : Turbin radial aliran masuk, penentuan geometri


Final Project

Study of Designing Radial Inflow Turbine in


Prihadi
Title Organic Rankine Cycle with R134a
Prasetyo
as Working Fluid
Major Mechanical Engineering 13111003
Faculty of Mechanical and Aerospace Engineering
Abstract
Organic Rankine Cycle (ORC) is one of the best methods to utilize
renewable energy source which has low temperature. Radial turbine as one of the
most influencimg component in the efficiency of ORC has not been researched, so
the effort to research radial turbine is important to be done.
In this study, geometry determination of radial turbine with R134a as
working fluid is researched. The range inlet condition are mass flow rate about 1-2

kg/s, inlet pressure 1.5 to 5 bar, and inlet temperature 80 to 130 C with power
output target is 20 to 25 kW. The geometry determination scope are the preliminary
and detail design of rotor, nozzle geometry, and volute geometry. After the
geometry of radial turbine achieved, simulation with Computational Fluid
Dynamics (CFD) using  ANSYS  CFX   performed. The simulation used Redlich-
Kwong real gas to model gas physical condition and Shear Stress Transport to
model the turbulence. Performance prediction of the radial turbine then derived
from the simulation result.
Writer used load coefficient (ψ) at 0.905, flow coefficient (φ) at 0.26, ratio
of r 2/r 3 at 1.2, 13 rotor blades, and rotational speed at 20,000 RPM achieved best
 performance results. Best performance result showed specific output power at 16.77
kW/kg with output power 24,98 kW and total to total efficiency at 89.44%.

Keywords : Radial inflow turbine, geometry determination


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas karena
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas sarjana yang
 berjudul “Studi Penentuan Geometri Turbin Radial Aliran Masuk pada Siklus
Rankine Organik dengan Fluida Kerja R134a”. Buku ini disusun sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik dari program studi Teknik Mesin,
Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara, Institut Teknologi Bandung.
Selama pengerjaan tugas sarjana ini, penulis mendapatkan banyak sekali
 bantuan baik dalam bentuk pengajaran, bimbingan, bantuan, dukungan dan
semangat dari berbagai pihak. Penulis dengan sepenuh hati mengucapkan terima
kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Ari Darmawan Pasek selaku pembimbing tugas sarjana yang
telah memberi bimbingan dan arahan sedari awal pengerjaan sehingga tugas
sarjana ini dapat diselesaikan.
2. Ibu dan kakak penulis yang senantiasa memberikan semangat dan motivasi
untuk menyelesaikan tugas sarjana ini.
3. Segenap dosen Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara yang telah
mengajarkan dan memberikan pelajaran hidup yang berharga.
4. Staff Laboratorium Termodinamika terkhusus pada Ibu Tuti yang telah
ramah kepada penulis selama bernaung di Lab.
5. Teman-teman Teknik Mesin ITB 2011 terutama Barcuk, Hanif, Pijul, Jalu,
Faisal, Luthfan, dan Iduy sebagai teman karib penulis. Juga kepada
Mushlih, Enrico, Isnain, dan Fachry sebagai  ADP Boys  yang telah
menemani perjuangan penulisan tugas akhir ini sedari awal. Tak lupa
teman-teman Lab Termodinamika Akbaw, Agung, Adi, Agreen, Je ki, Rafi,
Idris, Joel, Kamal, Madun, Didit, Razif dan Addo yang telah menemani
 penulis selama di lab.
6. Terkhusus kepada Kania Devi Suharno yang telah memperhatikan dan
mengingatkan penulis dengan tulus agar mengerjakan tugas sarjana ini
setiap hari.

i
7. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantu dalam perkuliahan dan penulisan tugas sarjana ini.

Penulis sadar apabila tugas sarjana ini masih terdapat kekurangan sehingga
 penulis dengan terbuka mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
 pembaca.
Bandung, 27 Agustus 2015
Penulis,

Prihadi Prasetyo
13111003

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................................v
DAFTAR TABEL ................................................................................................ viii
DAFTAR NOTASI ................................................................................................ ix
Bab 1 Pendahuluan..................................................................................................1
Latar Belakang..........................................................................1
Tujuan .......................................................................................2
Rumusan Masalah ....................................................................2
Ruang Lingkup Pembahasan ....................................................3
Metodologi Penelitian ..............................................................3
Sistematika Penulisan ...............................................................4
Bab 2 Dasar Teori dan Tinjauan Pustaka ................................................................ 5
2.1 Siklus Rankine Organik............................................................5
2.2 Pemilihan fluida kerja siklus Rankine organik .........................7
2.3 Turbin Radial Aliran Masuk .....................................................9
2.4 Perancangan Awal Rotor Turbin ............................................13
2.5 Perancangan Detail Rotor Turbin ...........................................22
2.5.1 Bentuk Sudu Dengan Elemen Garis Lurus ............................ 23
2.5.2 Bentuk Sudu dengan Elemen Radial ...................................... 24
2.5.3 Pembuatan Garis Quasi-normal Metoda Analitik.................. 24
2.5.4 Perhitungan Parameter Sudut ................................................. 25
2.5.5 Transformasi Koordinat Sudu Dua Dimensi Menjadi Tiga
Dimensi.................................................................................. 26
2.6 Perancangan Nosel .................................................................27
2.7 Perancangan Profil Volute ......................................................32
Computational Fluid Dynamics .............................................34
Bab 3 Hasil Perancangan .......................................................................................36
3.1 Hasil Perancangan Awal Geometri Rotor ..............................36
3.2 Perancangan Detail Sudu........................................................45

iii
DAFTAR NOTASI

ΔH : jatuh entalpi (kJ/kg)


ΔZR : panjang aksial rotor (m)
a : lokasi tinggi maksimum camberline pada
camberline pada nosel (m)
A : luas penampang, panjang horizontal penampang volute (m2)
AR : aspect ratio (A/B)
ratio (A/B) pada volute (-)
 b : lebar saluran pada rotor, tinggi maksimum camberline pada
camberline pada nosel
(m)
B : panjang vertikal penampang volute (m)
⃗B : vektor sejajar dengan elemen garis pada sudu (-)
C : kecepatan absolut uap (m/s)
c : panjang chord  nosel
 nosel (m)
C0s : kecepatan sembur uap (m/s)
d : lokasi tempat tmax terjadi pada nosel sepanjang chord (m)
H : entalpi total (kJ/kg)
h : entalpi statik (kJ/kg)
m : arah meridional (-)
̇
Ma
:
:
laju aliran massa (kg/s)
bilangan Mach (-)
n : nilai pangkat pada kontur shroud 
kontur shroud  rotor
 rotor (-)
 N : jumlah sudu (buah)
n s : kecepatan spesifik (-)
P : tekanan statik (Pa)
Q : laju aliran volume (m3/s)
r : jari-jari (m), arah radial (-)
R : jari-jari kelengkungan
kelengkungan (m), rotor stage reaction (-)
s : jarak pitch sudu rotor dan sudu nosel (m), entropi (kJ/kg.K)

 : vektor yang menyinggung profil sudu sepanjang arah meridional


(-)
t : tebal nosel (m)
T : temperatur (K)

ix
⃗
t b
:
:
vektor tegak lurus profil sudu (-)
tebal sudu rotor (m)
U : kecepatan singgung fluida (m/s)
v s : perbandingan kecepatan total dan statik (-)
W : kecepatan relatif keluar uap (m/s)
z : arah aksial (-)
α : sudut serang (derajat)
β : sudut sudu (derajat)
γ sudut penyetelan nosel (derajat)
ηtt : efisiensi total terhadap total (%)
θ : sudut camberline (derajat)
θ : sudut polar (derajat)
ξ : parameter tuna dimensi (-)
ρ : massa jenis (kg/m3)
τ : sudut antara garis quasi-normal  dengan
 dengan arah radial (derajat)
φ : sudut singgung sudu terhadap arah aksial (derajat)
χ  : sudut singgung nosel (derajat)
ω : kecepatan putar (RPM, rad/s)

Keterangan Subskrip
0 : kondisi total
1 : kondisi masuk volute
2 : kondisi keluar volute dan
volute dan masuk nosel
3 : kondisi keluar nosel
4 : kondisi masuk rotor
5 : kondisi keluar sudu
h : kondisi hub
id : kondisi ideal
m : arah meridional
max : kondisi maksimum
 N : parameter nosel
out : kondisi sisi keluar

x
R : parameter rotor
s : kondisi shroud 
kondisi shroud 
θ : arah tangensial

xi
1 Bab 1
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Pertumbuhan ekonomi suatu negara erat kaitannya dengan kebutuhan energi
yang semakin meningkat. Pada kenyataannya, perkembangan pemenuhan energi
sekarang didominasi oleh pembakaran bahan bakar fosil yang dapat merusak
lingkungan. Di Indonesia sebagai contoh, pemenuhan energi didominasi oleh
 pembakaran bahan bakar fosil sebanyak 96% dengan minyak bumi sebesar 48%,
gas bumi sebesar 18%, dan batu bara sebesar 30% [1]. Penggunaan bahan bakar
fosil tidak hanya menimbulkan permasalahan lingkungan aki bat polusi, tetapi juga
 bahan bakar fosil tidak dapat diperbaharui dan jumlahnya semakin menipis. Oleh
karena itu, potensi pengembangan energi lain yang berpotensi besar khususnya
 bidang energi baru dan terbarukan perlu dikembangkan.
Salah satu energi baru terbarukan yang terdapat di Indonesia adalah
 pemanfaatan energi bersumber dari sumber panas bertemperatur rendah melalui
 pemanfaatan low grade heat recovery [2]. Salah satu metoda yang paling umum
ditawarkan untuk memanfaatkan sumber energi tersebut adalah dengan
memanfaatkan sistem siklus Rankine organik (SRO) [3]. Rentang temperatur dari
siklus Rankine organik adalah antara 80 hingga 200 ⁰C [4]. Oleh karena itu, SRO
menggunakan fluida kerja yang memiliki temperatur didih dan temperatur
kondensasi yang lebih rendah daripada air yang digunakan pada sistem pembangkit
 biasa.
Siklus Rankine Organik telah diteliti pada berbagai penelitian seperti pada
 pemanfaatan waste to heat recovery  [5], geotermal [6], dan  solar energy [7].
Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa SRO memiliki beberapa keunggulan
seperti tidak membutuhkan peralatan dengan tekanan ti nggi dan sumber panas yang
dibutuhkan rendah dibanding siklus Rankine sederhana sehingga dapat
dimanfaatkan pada daerah-daerah remote terutama pembangkit listrik skala kecil
[8].

1
Prestasi kerja dari SRO ditentukan oleh performa termodinamika dari fluida
kerja yang digunakan dan efisiensi komponen yang menyusun siklus tersebut. Salah
satu komponen yang paling mempengaruhi ektstraksi energi dari siklus Rankine
organik adalah turbin. Terdapat dua jenis turbin yang dapat digunakan, yakni turbin
aksial dan turbin radial. SRO menawarkan efisiensi terbaik saat dioptimasi
 bersamaan dengan perancangan turbin [9]. Sampai saat ini, turbin radial masih
 jarang sekali diteliti lebih lanjut di Indonesia. Oleh karena itu, pengkajian tentang
turbin radial penulis anggap masih memerlukan penelitian lebih lanjut.

1.2 Tujuan
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mendapatkan geometri dan
memperkirakan performa dari turbin radial aliran masuk untuk SRO menggunakan
fluida kerja R134a. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Memperoleh geometri dimensi dari komponen-komponen turbin radial


yakni volute, nosel, dan rotor, berikut dengan estimasi performansi kerja,
dengan parameter laju aliran massa 1-2 kg/s, kecepatan putar 10.000-20.000

RPM, temperatur masuk 80-130 C, dan tekanan masuk sebesar 1,5-5 bar
sehingga didapatkan daya keluaran sebesar 20-25 kW.
2. Mendapatkan metoda yang tepat dan mudah untuk menentukan geometri
turbin radial aliran masuk.
3. Mengetahui validasi performa hasil perancangan pada tahap analisis
 parametrik terhadap simulasi CFD beserta optimasinya.

1.3 Rumusan Masalah


Pembangkit listrik menggunakan sistem Rankine organik di Indonesia
sampai saat ini belum ada yang dibangun. Persiapan teknologi kedepannya salah
satunya dimulai dari perancangan komponen yaitu turbin sehingga kedepannya
Indonesia dapat membangun SRO secara lebih ekonomis. Tugas akhir ini akan
membahas proses perancangan turbin radial aliran masuk meliputi komponen
volute, nosel, dan rotor juga validasi perancangan beserta optimasi menggunakan
CFD.

2
1.4 Ruang Lingkup Pembahasan
Penentuan geometri turbin radial aliran masuk terbatas pada pertimbangan
aspek hidrodinamika dan termodinamika yang terjadi pada tiap komponen turbin.
Proses pembuatan, pemilihan material, aspek tegangan, metoda perawatan, dan
vibrasi tidak dibahas pada proses perancangan. Asumsi termodinamika yang
digunakan pada seluruh tahapan penentuan geometri adalah proses ekspansi pada
turbin bersifat adiabatik dimana tidak ada kalor yang masuk dan keluar selama
 proses ekspansi berlangsung.
Penelitian ini akan membahas perancangan geometri dari turbin radial
khususnya turbin radial aliran masuk menggunakan fluida kerja R134a dengan
temperatur masuk turbin berkisar 80-130 ⁰C dan tekanan masuk berkisar 1,5-5 bar
sehingga menghasilkan daya keluaran sebesar 20-25 kW.

1.5 Metodologi Penelitian


Perancangan dimulai dengan menentukan fluida kerja yang sesuai untuk
kondisi kerja dari SRO. Pemilihan dilakukan dengan cara studi literatur dan
membandingkan dengan kondisi kerja pembangkit terdistribusi skala mikro yang
menghasilkan daya antara 1 hingga 20 kW. Setelah fluida kerja didapatkan,
dilakukan pemilihan tipe turbin yakni turbin tipe turbin radial aliran masuk.
Perancangan turbin radial aliran masuk diawali dengan perancangan rotor
yang dibagi menjadi dua tahap, yakni perancangan awal dan perancangan detail.
Perancangan awal menghasilkan geometri dua dimensi dari rotor, sedangkan
 perancangan detail menghasilkan geometri tiga dimensi dari rotor. Perancangan
 profil volute  dan nosel merupakan perancangan awal dimana penulis tidak
memperhatikan aspek detail dalam menentukan geometrinya. Penulis
menggunakan metoda gagal-coba untuk menentukan koefisien dan variabel
 perancangan sehingga hasil geometri dari turbin bersifat unik. Pada perancangan
rotor, setelah didapatkan geometri, dilakukan evaluasi untuk memprediksi pe rforma
 pada turbin.
Algoritma dan persamaan-persamaan yang digunakan mengacu kepada
 beberapa literatur dan menggunakan perangkat lunak  Microsoft Excel   sebagai
 pengolah data dan  Autodesk Inventor   dan SolidWorks  untuk Computer Aided
Drawing (CAD).

3
Hasil geometri rancangan kemudian diterjemahkan menjadi bentuk tiga
dimensi dengan menggunakan perangkat lunak CAD. Setelah geometri tiga dimensi
selesai dibuat, dilakukan analisis Computational Fluid Dynamics  (CFD)
menggunakan program ANSYS CFX  untuk proses simulasi.

1.6 Sistematika Penulisan


Pada Bab 1, penulis menerangkan latar belakang, tujuan, rumusan masalah,
ruang lingkup pembahasan, metoda penelitian, dan sistematika penulisan pada
tugas sarjana ini.

Pada Bab 2, penulis menjelaskan studi pustaka mengenai SRO, pemilihan


fluida kerja, turbin radial aliran masuk, perancangan awal rotor, perancangan detail
rotor, perancangan nosel, perancangan volute, dan CFD.

Hasil dari perancangan yang didapat melalui perhitungan ditampilkan pada


Bab 3. Hasil perancangan pada bab ini adalah berbentuk parameter geometri dan
 penerjemahan geometri tersebut menjadi bentuk tiga dimensi menggunakan
 perangkat lunak CAD. Estimasi performa juga akan dibahas pada bab ini.

Simulasi dan analisis dari CFD menggunakan  ANSYS  CFX   sebagai


 perangkat lunak penulis letakkan pada Bab 4. Pada bab ini penulis akan
membandingkan hasil estimasi performa pada Bab 3 dan hasil estimasi performa
melalui perangkat lunak CFD.

Bab 5 menyajikan kesimpulan dan saran dari penelitian ini. Pada bagian
akhir disertakan daftar pustaka dan lampiran.

4
2 Bab 2
Dasar Teori dan Tinjauan Pustaka

2.1 Siklus Rankine Organik


Siklus Rankine Organik adalah salah satu bentuk siklus Rankine yang
memanfaaatkan refrigeran organik sebagai fluida kerja. Secara umum, SRO ideal
memiliki empat tahapan proses yaitu kompresi isentropik pada pompa, evaporasi
isobarik pada boiler, ekspansi isentropik pada turbin, dan kondensasi isobarik pada
kondensor [10]. Kelebihan dari siklus ini adalah menggunakan refrigeran dengan
titik didih dan titik kondensasi yang lebih rendah daripada air yang digunakan pada
siklus Rankine biasa. Dampak dari penggunaan refrigeran tersebut adalah siklus
dapat memanfaatkan sumber panas yang temperaturnya lebih rendah daripada
temperatur didih air. Berikut adalah diagram entalpi-entropi dan temperatur entropi
 pada SRO.
Aliran fluida
panas
Penukar Panas
2 (Evaporator) 3

Tu rbin Generator
Pompa

1 Penukar Panas 4
(Kondensor)

Aliran fluida
dingin

Gambar 2.1 Siklus Rankine organik sederhana

5
 bergantung pada geometri utama
utama dua dimensi dari
dari sudu rotor. Pada tahap ini, volute
dan nosel dianggap memiliki rugi-rugi yang kecil sehingga tingkat keadaan masuk
rotor dianggap sama dengan tingkat keadaan masuk masuk volute 
volute  [17].
Perancangan awal menggunakan alur pengerjaan seperti diagram alir di bawah ini:

Mulai A

Input tingkat keadaan Membuat kontur


masuk dari fluida (p shroud dan hub
total, T total, m)
Evaluasi stage reaction,
reaction,
Evaluasi entalpi total
Menentukan nilai
dan statik pada rotor
loading dan flow
exit dan inlet
coefficient, rasio
kecepatan me ridional,
ridional,
rasio radius rotor inlet,
kecepatan putar rotor
Evaluasi efisiensi total-
to-total

Meramalkan efisiensi
total-to-total
total-to-total rot or

Pilih geometri rotor

Menghitung segitiga
kecepatan rotor inlet
Selesai

Menghitung tingkat
keadaan masuk inlet
(densitas, bilangan
mach, tekanan st atik,
temperatur statik)

Menghitung area
passage inlet dan exit

Menghitung parameter
geometri (tebal, rh, rt,
r4, b4, panjang rotor
axial, jumlah blade
A
rotor, r5, b5, jarak pitch
s5, panjang chord,
panjang rata-rata
surface rotor)

Gambar 2.10 Diagram alir perancangan awal rotor turbin radial

Kecepatan spesifik adalah parameter tak berdimensi yang menggambarkan


hubungan performa yang dibutuhkan terhadap variabel kecepatan putar rotasi
turbin, volumetric flow rate, dan ΔH id (perubahan entalpi saat ekspansi isentropik
atau ideal). Untuk turbin radial aliran masuk, specific speed memiliki rentang 0,4

14
hingga 0,75 untuk efisiensi maksimum yang dibuktikan secara empirik. Berikut
adalah rumusan dari kecepatan spesifik [18]:

  ∆ ,   (2.1)

Gambar 2.11 Diagram hubungan kecepatan spesifik terhadap efisiensi maksi mum
turbin [19]

Diameter spesifik adalah diameter parameter yang menunjukkan hubungan


erat dengan specific speed melalui rumus Ns.Ds = 2. D adalah diameter stasiun
masuk pada rotor. Berikut adalah rumus dari Ds [18]:

  ∆ ,   (2.2)

15
Gambar 2.12 Kurva ns
ns – 
 –  Ds
 Ds dari turbin radial [18]

Velocity ratio 
ratio  adalah perbandingan antara kecepatan sudu rotor masuk
terhadap Cs. Cs  adalah kecepatan yang dapat dicapai oleh fluida kerja apabila
diekspansikan secara ideal dengan rasio tekanan p01/pexit yang sama. Velocity ratio
memliki nilai maksimum sebesar 0,7 agar efisiensi bernilai maksimum [18].
   20.(737  )
  (2.3)

  ,   (2.4)

Koefisien beban menggambarkan koefisien beban yang ada pada rotor,


 parameter nondimensional antara perbandingan kecepatan masuk absolut
tangensial fluida (Cθ4) kepada nilai dari masuk kecepatan rotor masuk (U 4). Sisi
kanan dari persamaan bernilai kecil karena pada turbin radial terjadi sedikit
 peristiwa swirl 
 peristiwa swirl  sehingga
 sehingga persamaan dapat disederhanakan [18].

  ∆ℎ     


 ≅  (2. 6)

Koefisien aliran merupakan perbandingan antara kecepatan meridional


keluar fluida (Cm5) terhadap nilai exit blade speed (U 6) [18].

φ   (2. 7)

φ   (2. 8)

Efisiensi akan bernilai maksimum saat koefisien aliran bernilai 0,2-0,3 dan
koefisien beban berada pada 0,9-1,0.
0,9-1, 0. Nilai ζ normalnya mendekati satu [18].
satu  [18].

16
ζ = Cm4/Cm5 (2. 9)
Peramalan efisiensi total terhadap total dari rotor dapat diestimasi
menggunakan koefisien beban dan aliran menggunakan umus berikut [18]

  ,∆  2 ∆   2   (2.10)

Gambar 2.13 Kurva efisiensi turbin radial terhadap koefisien beban dan koefisien
aliran [18]

Tingkat keadaan pada rotor masuk dan keluar dapat dihitung menggunakan
 persamaan berikut [18]

    (2.11)

       (2.12)

   1 −    (2.13)

   1 −    (2.14)

       (2.15)

   /   (2.16)

     (2.17)

,       (2.18)

       (2.19)

  1 −    (2.17)

17
,  1 − ,   (2.18)

   1 −    (2.19)

,  1 − ,   (2.20)

    ∆   (2.21)

       (2.22)

   1  1    (2.23)

Segitiga kecepatan pada stasiun masuk dan keluar rotor dijelaskan pada
gambar di bawah. Persamaan yang digunakan pada segitiga kecepatan adalah
 persamaan Euler untuk mesin-mesin turbo. Turbin diinginkan mencapai kondisi
kerja optimal sehingga diasumsikan kecepatan tangensial keluar rotor (
nol untuk mengurangi rugi-rugi saat fluida keluar dari rotor. Berikut adalah
  bernilai

 persamaan yang digunakan pada segitiga kecepatan rotor[17].


  ≅    (2.24)

    (2.25)
    ,   (2.26)

  (−   )   (2.27)

  tan    (2.28)

  tan− −   (2.29)

          (2.30)

18
Gambar 2.14 Segitiga kecepatan pada stasiun masuk dan keluar rotor (20)

Penampakan samping dari sudu rotor dapat dilihat pada gambar di bawah ini
 berikut dengan nomenklatur penamaannya.

Gambar 2.15 Nomenklatur geometri turbin radial [20]

Jari-jari sisi masuk rotor, r 4, dan lebar saluran pada sisi masuk rotor, b 4, dapat
diketahui melalui persamaan berikut [17]:

    
  (2.31)

  ̇   (2.32)

19
Ketebalan sudu pada stasiun masuk dan keluar dan jari-jari hub  keluar
didapatkan melalui persamaan berikut [17]:
   0,0,0042   (2.33)

    (2.34)
  0,185   (2.35)
Perbandingan jari-jari  shroud   sisi keluar rotor, r 5s, dan jari-jari masuk
rotor,r 4, direkomendasikan menggunakan persamaan berikut [17]
  ≤ 0,78   (2.36)

Panjang aksial rotor, ΔZ R , didapatkan melalui persamaan berikut [17]


∆  1,5     (2.37)
Jumlah sudu, NR  yang dibutuhkan oleh rotor dituliskan pada rumus berikut
(20)

  −   (2.38)

Jari-jari keluar rotor, r 5, dan lebar saluran pada sisi keluar rotor, b 5,
didapatkan melalui persamaan [17]:
   +    (2.39)

     (2.40)

Jarak pitch antar sudu pada stasiun keluar rotor, s 5, didapatkan melalui
 persamaan [17]:

s      (2.41)

Panjang sudu rotor rata-rata, Lms, didapatkan melalui persamaan berikut


(20):

 
      
   − +   +     (2.42)

Panjang chord sudu rotor, C r , didapatkan melalui persamaan berikut (20):

  √    (2.43)

Tingkat keadaan masuk dan keluar pada kondisi statik dapat diketahui
melalui persamaan [18]:

ℎ     (  )   (2.44)

20
Koordinat dari titik-titik grid pada kontur untuk membentuk garis quasi-
normal  dapat didekati melalui persamaan berikut [17]:

      
  ∫         (2.66)

Persamaan diatas membagi kontur sama besar melalui kordinat meridional


 pada kontur hub dan shroud . Jumlah nilai i akan menentukan jumlah pembagian
kontur sehingga menjadi beberapa bagian. Persamaan tersebut penulis anggap
terlalu rumit dikarenakan persamaan tersebut akan menggunakan metoda iteratif
yakni akan membutuhkan tebakan nilai r dan z untuk tiap m yang akan didapat.
Penulis menggunakan metoda tersendiri yang dijelaskan pada bab selanjutnya
untuk membuat garis quasi-normal menggunakan bantuan perangkat lunak
SolidWorks.

2.5.4 Perhitungan Parameter Sudut


Perancangan detail rotor akan membutuhkan sudut-sudut untuk
mentransformasi koordinat dua dimensi menjadi koordinat tiga dimensi. Sudut
yang dibutuhkan adalah sudut polar, ,   sudut sudu,
 permukaan kontur hub dan shroud terhadap arah aksial,
. , dan sudut singgung
  Parameter sudut akan
dimiliki tiap titik grid  yang terbentuk.
Sudut polar yang dimiliki oleh hub dan shroud masing-masing ditulis
sebagai  
  dan . Persamaan yang digunakan untuk mendapatkan parameter
sudut polar adalah Persamaan 2.51 dan Persamaan 2.63. Kemudian dilakukan
   
 perhitungan nilai   dan   dengan menggunakan Persamaan 2.67 hingga
Persamaan 2.71.    dan  adalah koordinat horizontal dan vertikal pada kordinat
kartesian. Untuk lebih jelasnya, koordinat
    cos 
dan
sin  
 diterangkan pada gambar 2.18.
(2.67)

     (2.68)
    sicosn   (2.69)

     (2.70)

tan     (2.71)

25
yc

r c

θc

xc

Gambar 2.17 Hubungan antara ,, 


, dan

Setelah parameter sudut


nilai sudut sudu, ,   sepanjang kontur hub dan shroud didapatkan,
 ditentukan melalui persamaan [17]

cot      (2.72)

Dengan   adalah koordinat titik arah radial dan m adalah panjang
meridional dari titik grid.
Parameter sudut terakhir yang dicari adalah sudut singgung antara
 permukaan sudu dengan arah aksial,   , menggunakan persamaan berikut [17]

sin      (2.73)

Untuk mendapatkan nilai dari suku


, penulis menggunakan metoda curve

 fitting   pada grafik  Microsoft Excel   dengan persamaan polinomial sebagai


 pendekatan fungsinya. Cara ini lebih mudah dilakukan daripada mencari diferensial
fungsi tersebut dengan metoda numerik.

2.5.5 Transformasi Koordinat Sudu Dua Dimensi Menjadi Tiga Dimensi


Transformasi koordinat sudu dua dimensi menjadi koordinat tiga dimensi
menggunakan vektor ruang. Terdapat tiga vektor ruang yang digunakan, yakni [17]:

1.   ̂    ̂  


, vektor yang menyinggung profil sudu sepanjang ar ah

meridional.

2. ⃗  ̂   ̂   


, vektor yang sejajar dengan elemen garis pada sudu.

3. ⃗   × ⃗  ̂   ̂   , vektor yang tegak lurus profil sudu.

26
Untuk mendapatkan variabel penyusun vektor singgung sudu arah


meridional, , digunakan persamaan berikut
   sicosn  sisinnsisinn  cos cos   (2.74)

   sin  cos   (2.75)

  cossin   
Metoda yang digunakan untuk menentukan nilai penyusun vektor sejajar
(2.76)

elemen garis sudu, ⃗ , adalah metoda  straightline element . Metoda ini
mentransformasikan tiap titik pada kontur hub dan shroud  dan kemudian titik yang
telah ditransformasi dihubungkan dengan garis lurus. Berikut adalah persamaan

yang digunakan untuk menyusun vektor ⃗


   , [17]

  −− 


  (2.77)

   −    (2.78)

       (2.78)

               


Setelah seluruh vektor ruang didapatkan, dilakukan proses transformasi
(2.79)

geometri dengan mengalikan cross product  suku penyusun vektor tegak lurus profil

sudu, ⃗ , dengan menggunakan persamaan berikut [17]:


       (2.80)

       (2.81)

       (2.81)

Untuk mentransformasi koordinat dua dimensi ke koordinat tiga dimensi,


digunakan persamaan berikut [17]:.

   ±     (2.82)

   ±     (2.83)

   ±     (2.84)

Dengan nilai z adalah koordinat aksial yang dimiliki oleh kontur hub dan shroud

2.6 Perancangan Nosel


Perancangan nosel yang dilakukan pada tugas sarjana ini menggunakan
diagram alir yang ada pada Gambar 2.18. Nosel memiliki profil yang berbentuk

27
airfoil yang dibentuk melalui profil garis camberline. Profil garis camberline
memenuhi fungsi berikut [17]:

Mulai

Input geometri rotor 2D


(b4, r4, α4, C θ4, dan p4)

Input nilai default


perancangan (a/c, t2/c,
t3/c, tmax/c, d/c)

Membuat profil
camberline sudu

Evaluasi parameter
nosel

Plot fungsi di Ms Excel

Buat 3D nosel passage

Selesai

Gambar 2.18 Diagram alir perancangan nosel

   −   −

    −   0
   (2.85)

Untuk mencari fungsi y terhadap x, Aungier menggunakan metoda rekursi


numerik menggunakan persamaan di bawah ini [17]

  [ +−
−
 ]
  (2.86)

28
 Lokasi normalisasi dari letak tebal maksimum sudu, d/c
 Rasio jarak pitch keluar terhadap panjang chord, s 3/c
 Jumlah sudu nosel, N n

 Nilai minimum dari rasio radius keluar nosel dengan radius masuk rotor,
r 3/r 4, didapat melalui persamaan berikut [17]:
  1  ∝   (2.92)

Kecepatan tangensial dan meridional keluar nosel didapat melalui


 persamaan berikut. Dari persamaan tersebut, didapatkan sudu serang masuk sudu
[17].

      (2.93)

m   ̇    (2.94)

  tan−    (2.95)

Radius masuk dari sudu nosel memiliki rentang diantara [17]

1,1 ≤  ≤ 1,7   (2.96)


Batasan sudut masuk β 2 ≥ 5 , persamaan untuk sudut setel sudu dengan sudut
garis camber sudu adalah sebagai berikut [17]:
 cos    cos   (2.97)

       (2.98)


Panjang chord dari sudu didapatkan melalui persamaan [17]

C=
−
ϒ 
  (2.99)

Besaran jarak pitch antar sudu pada sisi keluar nosel dihitung melalui


 persamaan [17]

     (2.100)

Aungier menggunakan beberapa parameter default   untuk menyelesaikan


 persamaan-persamaan diatas yaitu [17]:
  0,025   (2.101)
  0,012   (2.102)
   0,06   (2.103)

30
  0,4   (2.104)

Evaluasi dari hasil tebakan yang dilakukan secara iteratif, dilakukan


menggunakan persamaan di bawah ini [17]:

+  ≤ 1
 
 − 
   (2.105)

Gambar 2.20 Profil ketebalan sudu nosel [17]

Untuk membentuk profil airfoil dari sudu nosel, sebaran ketebalan


sepanjang garis profil camberline memenuhi persamaan berikut [17]

    (  )


       
   ; ≤ 
    ; > 
   , 0,951  1  0,05   (2.106)

Pada kenyataannya, sudu nosel harus diseting dengan cara diputar dengan
sudut tertentu pada ring nosel dengan menggunakan persamaan dibawah dengan
 batasan 0 ≤ Xc ≤ c. Dibawah ini digambarkan profil yang telah diputar dengan sudut
ϒ3 [17].
    ±± 0,0,55cos
sin 
  (2.107)

   (2.108)

31
Gambar 2.21 Penyetelan sudut sudu nosel

2.7 Perancangan Profil Volute


Perancangan geometri volute menggunakan diagram alir yang ditunjukkan
 pada gambar di bawah ini.

Mulai

Input geometri r2, c2

Menentukan nilai AR,


tebakan r1

Menghitung A1 hingga
nilai r1 konvergen

Menghitung nilai r1, C1

Menghitung Ac dan rc

Membuat 3D dengan
bantuan CAD dari volute

Selesai

Gambar 2.22 Diagram alir perancangan volute

32
Perancangan volute menggunakan parameter luas primer dari laluan volute,
A1, dan radius rata-rata, r 1. Dari persamaan kekekalan massa dan momentum pada
daerah masuk nosel, didapat [17]:
   ̇   (2.109)

      (2.110)
Untuk vaneless passage yang ada diantara volute  dengan nosel, Aungier
menggunakan asumsi pada perancangan awal dengan menggunakan lebar  passage
yang tetap dengan memasukkan rasio antara masuk dan keluar sebesar 1. Untuk
memudahkan perhitungan, tingkat keadaan keluar volute disamakan dengan tingkat
keadaan masuk walaupun ada vaneless passage[17].
Terdapat dua jenis volute  yakni tipe internal dan tipe eksternal. Tipe
eksternal menggunakan penampang elips, sedangkan tipe internal didesain agar
volute masuk dan keluar memiliki radius yang identik. Volute tipe eksternal dipilih
dengan alasan radius yang semakin mengecil akan memperepat kecepatan
tangensial yang dimiliki fluida untuk kecepatan awal yang sama. Profil volute
internal memiliki keunggulan radius maksimum yang lebih kecil.

Gambar 2.23 Volute tipe internal (kiri) dan tipe eksternal (kanan) [17]

Luas passage dan radius rata-rata dihitung menggunakan rumus di bawah.


Profil eksternal didesain dengan secara iteratif, dengan asumsi awal r 1 = r 2 [17].

     1   (2.111)

      
Entalpi statik dari fluida masuk dihitung dengan cara [17]
(2.112)

ℎ        (2.113)

      (2.114)

33
Pada saat transformasi koordinat sudu, penulis menggunakan turbin radial
dengan tipe radial elemen. Penulis menggunakan kontur shroud  dan hub saja untuk
mengubah geometri 2 dimensi menjadi bentuk tiga dimensi.
Untuk mendapatkan garis quasi-normal , penulis menggunakan cara
tersendiri karena rumitnya persamaan analitik pada Persamaan 2.66 yang dijelaskan
oleh Aungier. Penulis menggunakan fasilitas program CAD SolidWorks yang dapat
membagi garis sama besar. Penulis juga tidak memperhitungkan besar deviasi
 parameter sudut dengan alasan tujuan awal garis quasi-normal adalah membagi
 bagian kontur hub dan shroud sama besar yang sudah dipenuhi oleh metoda penulis.
Berikut adalah hasil pembagian kontur hub  dan  shroud   menggunakan
 perangkat lunak SolidWorks menggunakan fitur Reference Geometry.

Gambar 3.8 Penentuan titik grid garis quasi-normal pada SolidWorks

Dari penggunaan perangkat lunak CAD SolidWorks, didapatkan koordinat


titik grid pada kontur hub dan shroud yang dirangkum pada tabel di bawah ini
Tabel 3.9 Tabel koordinat grid pada kontur hub dan shroud 

Nomor Quasi-normal Quasi-normal


titik Shroud Hub
z(m) r (m) z(m) r (m)
1 0 0,04113 0 0,01763
2 0,00384 0,04113 0,00676 0,01828

46
3 0,00769 0,04113 0,01328 0,02022
4 0,01153 0,04118 0,0193 0,02338
5 0,01532 0,04172 0,0246 0,02763
6 0,0183 0,04403 0,02899 0,03281
7 0,01996 0,04749 0,0323 0,03875
8 0,021 0,05119 0,03441 0,04521
9 0,02176 0,05496 0,03524 0,05195
10 0,02235 0,05876 0,03526 0,05876

Perhitungan transformasi koordinat sudu dua dimensi menjadi koordinat


sudu tiga dimensi terdapat pada CD sertaan karya tulis ini. Penentuan sudut polar
 pada kontur hub dilakukan dengan menebak sudut polar pada titik  grid   ke empat
dan titik ke sepuluh pada hub dan menyamakan sudut polar hub dan shroud   pada
stasiun rotor masuk. Kemudian dibuat pendekatan fungsi dengan memanfaatkan
fitur curve fitting   pada  Microsoft Excel   dengan pendekatan fungsi polinomial.
Berikut adalah persamaan yang didapat dari metoda ini:
  112.37   18.955   3×10−  
Berikut adalah rangkuman dari perhitungan seluruh parameter sudut dari
(3.1)

rotor:
Tabel 3.10 Tabel parameter sudut pada kontur shroud rotor

Nomor
titik
m θs(derajat) βs(derajat) 
(derajat)
1 0 0 123,982 5,134
2 0,007 6,663 123,060 -1,784
3 0,014 12,892 120,493 -1,529
4 0,021 18,354 116,550 3,771
5 0,028 22,820 111,720 12,059
6 0,035 26,181 106,747 21,441
7 0,043 28,448 101,413 29,946
8 0,050 29,729 96,0486 34,942
9 0,057 30,243 91,7701 33,298

47
10 0,064584 30,322 90 23,006
Tabel 3.11 Tabel parameter sudut pada hub rotor

Nomor
Titik
m θh(derajat) βh(derajat) 
(derajat)
1 0 0 106,115 -0,211
2 0,011 7,047 108,627 6,769
3 0,022 13,287 110,107 13,418
4 0,033 18,562 110,253 19,644
5 0,044 22,820 108,534 25,320
6 0,055 26,073 104,665 30,258
7 0,066 28,362 99,1593 34,207
8 0,077 29,747 93,682 36,064
9 0,088 30,276 90,837 37,921
10 0,099 30,322 90,853 37,109

Jika sudut sudu dibuat grafik terhadap koordinat meridional yang


ternormalisasi, terjadi perubahan harga sudut sudu pada kontur hub dan rotor. Hal
ini disebabkan oleh perbedaan metoda yang digunakan oleh Aungier dan penulis.
Penulis pada bab selanjutnya melalui simulasi CFD akan mengecek apakah metoda
ini dapat digunakan atau tidak. Berikut adalah sebaran sudut sudu rotor terhadap
koordinat meridional ternormalisasi:

Gambar 3.9 Kurva perancangan detail sebaran sudut sudu terhadap koordinat
meridional ternormalisasi

48
Koordinat kartesian hasil perhitungan detail sudu rotor terdapat pada file
 Microsoft Excel  yang ada pada CD tugas sarjana ini. Setelah didapatkan koordinat
titik di ruang tiga dimensi, berikut adalah langkah-langkah yang ditempuh hingga
 bentuk sudu tiga dimensi didapatkan di perangkat CAD Autodesk Inventor :

1 Membuat form tabulasi pada Microsoft Excel  dengan format tiga kolom dan


 pada baris pertama dimasukkan huruf x, y, dan z. Kemudian mengisi tabel
tersebut dengan kordinat tiga dimensi sudu yang telah didapatkan melalui
 perhitungan.

Gambar 3.10 Import geometri koordinat sudu rotor pada Autodesk Inventor 

2 Membuat komponen baru dengan format standard (mm).ipt kemudian


melakukan 3D Sketch dan melakukan import koordinat menggunakan
fasilitas dan mengimport hasil koordinat dalam bentuk .xls.
3 Membuat garis dari setiap bagian yang dibagi oleh garis quasi normal
dengan menu  Line  pada  Autodesk Inventor   dan membuat surface dengan
menggunakan menu  Loft Surface. Buat surface penutup hasil  Loft Surface
dengan menu  Patch dengan memilih  Edges pada penutup sisi masuk dan
keluar. Hasil langkah ini ada pada gambar dibawah.

49
Gambar 4.3 Tampilan pada ANSYS  Meshing 

4.2 Simulasi dengan ANSYS CF X 


Setelah geometri sudah dimesh  sesuai dengan kriteria yang diinginkan,
 proses selanjutnya adalah simulasi dengan menggunakan  ANSYS  CFX . Penulis
menggunakan beberapa simplifikasi pada  ANSYS  CFX   dengan menggunakan
metoda pembuatan domain otomatis dengan menggunakan fitur Turbo Mode yang
ada pada menu Tools. Berikut adalah langkah-langkah yang dilakukan penulis
dalam memodelkan di ANSYS CFX :

1. Membuka program  ANSYS CFX  Pre, dengan sendirinya program tersebut


akan membaca hasil geometri tiga dimensi dan mesh  yang dikerjakan
sebelumnya. Pada awal pengaturan yang dilakukan oleh penulis adalah

61
menghilangkan Default Domain dengan menghilangkan centang  Automatic
 Default Domain  dan  Automatic Default Interfaces  pada menu  Edit  – 
Options - General . Hal tersebut dilakukan oleh penulis dikarenakan step
Turbo Mode akan membuatkan domain baru yang tidak boleh bertumpang
tindih dengan domain sebelumnya.
2. Menjalakan Turbo Mode melalui menu Tools – Turbo Mode.
3. Pada menu  Basic Settings di Turbo Mode, penulis memilih tipe simulasi
sebagai Radial Turbin dan memposisikan koordinat sumbu sesuai dengan
kordinat sumbu dari desain.
4. Membuat domain simulasi pada menu selanjutnya. Penulis membagi tiga
domain yakni domain volute  (S1), nosel (S2), dan rotor (R1). Penulis
memberikan keterangan bagian-bagian komponen seperti rotor hub, rotor
shroud, dan lain-lain sesuai dengan desain pada bagian menu Component
 Definition.

Gambar 4.4 Halaman Component Definition pada TurboMode ANSYS CFX  Pre

62
5. Mendefinisikan jenis fluida kerja yang digunakan pada menu selanjutnya
yakni  Physics Definition. Penulis menggunakan model real gas  Redlich
Kwong  Dry Refrigerant   R134a (R134aRK) sebagai fluida kerja. Model
turbulensi yang digunakan adalah SST (Shear Stress Transport ) dan model
 perpindahan panas Total Energy  dimana model turbulensi ini merupakan
model turbulensi terbaik yang dapat digunakan pada pemodelan mesin
turbo.
6. Pada halaman menu yang sama, penulis menggunakan model tekanan
masuk total dan tekanan statik keluar. Model ini yang menurut penulis
 paling menggambarkan fenomena simulasi dan yang paling mendekati
desain perhitungan teoretik setelah melalui sekian banyak pemodelan.
Tekanan masuk total diisikan dengan besaran tekanan masuk total (P 04)
 pada rotor stasiun masuk dan tekanan keluar statik yang digunakan adalah
tekanan (P5) pada stasiun keluar. Tekanan referensi yang digunakan adalah
0 atm dengan tujuan seluruh kondisi tekanan dalam kondisi absolut.

Gambar 4.5 Halaman Physics Definition pada Turbo Mode ANSYS CFX Pre

63
7. Mendefinisikan zona interface yang menghubungkan antar komponen. Pada
 bagian antara volute  dengan nosel, tidak terdapat perpindahan rotasional
antar mesh  sehingga interface yang digunakan adalah tipe  None. Pada
 bagian nosel dengan rotor, terdapat perpindahan rotasional yang selalu
 berubah terhadap waktu karena domain rotor yang selalu berputar sehingga
interface yang digunakan adalah tipe Stage.

Gambar 4.6 Halaman interface definition pada TurboMode ANSYS CFX Pre

8. Mengecek boundary yang telah otomatis dibuat oleh turbo mode pada
halaman selanjutnya. Pada tahapan ini, yang perlu dilakukan adalah
mengecek seluruh permukaan pada domain telah memiliki boundary dan
memiliki kondisi yang sesuai dengan kondisi simulasi yang diinginkan.

64
terjadi pada turbin. Hal ini terjadi apabila kondisi awal opera si laju aliran massa d an
kecepatan putar akan secara transien membesar hingga suatu nilai dan kemudian
 steady. Hal tersebut membutuhkan simulasi dalam keadaan transien. Akan tetapi,
 penulis tidak membahas perubahan laju aliran massa dikarenakan simulasi yang
digunakan terbatas pada kondisi tunak.
Sudu rotor yang diambil oleh penulis adalah 13 buah yang mana optimum
 pada jumlah sudu nosel sebanyak 21 buah. Perlu diadakan investigasi lebih lanjut
tentang variasi jumlah sudu rotor dan jumlah sudu nosel terhadap kinerja performa
dari turbin radial.

81
5 Bab 5
Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan
1 Parameter koefisien beban, koefisien aliran, dan kecepatan putar rotor
 berpengaruh kepada hasil desain awal rotor yang mana sangat menentukan
 performa turbin pada saat perancangan detail. Pada perancangan digunakan
nilai koefisien beban sebesar 0,905 dan koefisien aliran sebesar 0,26.
2 Desain awal turbin menghasilkan daya spesifik sebesar 9,58 kW/kg dengan
efisiensi total terhadap total sebesar 70,14%. Dengan data r 2/r 3 sebesar 1,5,
 jumlah sudu rotor 13 buah, dan kecepatan putar rotor sebesar 20.000 RPM.
Hal ini sesuai dengan validasi performa desain awal dengan menggunakan
simulasi CFD dimana efisiensi turbin adalah 69,45%.
3 Telah mendapatkan metoda perancangan detail pada rotor yang lebih
sederhana dan mudah dilakukan pada bagian penentuan garis quasi-normal
dan sebaran sudut polar pada rotor hub. Metoda transformasi sudu hanya
 pada bagian kontur ternyata dapat dilakukan dan mendapatkan efisiensi
yang cukup baik.
4 Hasil optimasi melalui simulasi CFD menunjukkan performa terbaik dari
turbin terjadi pada rasio r 2/r 3 sebesar 1,2, jumlah sudu rotor sebanyak 13
 buah, dan kecepatan putar rotor sebesar 20.000 RPM yakni efisiensi total
terhadap total sebesar 89,4% dengan daya keluaran spesifik 16,77 kW/kg
dengan daya keluaran sebesar 24,98 kW.
5 Penggunaan nosel pada turbin radial aliran masuk berfungsi untuk
mengarahkan sudut serang aliran fluida masuk rotor sehingga dapat
meningkatkan efisiensi total terhadap total.
6 Penggunaan bentuk mesh yang terstruktur pada tahap CFD dapat memotong
waktu proses dan mempermudah konvergensi iterasi. Penggunaan boundary
condition  tekanan masuk dan tekanan keluar menghasilkan iterasi pada

82
solver yang lebih mudak konvergen dan memiliki hasil komputasi yang
mendekati hitungan manual.

5.2 Saran
1 Korelasi antara jumlah sudu rotor dengan jumlah sudu nosel terhadap
 performansi turbin radial aliran masuk perlu diinvestigasi lebih dalam
mengingat kombinasi jumlah sudu rotor dan jumlah sudu nosel pada tugas
sarjana ini tidak divariasikan.
2 Perlu diadakan simulasi lebih lanjut menggunakan simulasi transien pada
turbin sehingga didapatkan perilaku performa turbin terhadap perubahan
laju aliran massa dan kecepatan putar rotor.

83
6 DAFTAR PUSTAKA

[1] Dewan Energi Nasional, (Online).


(http://den.go.id/index.php/outlookenergi/all, diakses 19 Agustus 2015).

[2] Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral, (Online).


(http://intranet.p3tkebt.esdm.go.id/index.php?, diakses 19 Agustus 2015).

[3] S. Quoilin dan V. Lemort, “The Organic Rankine Cycle : Thermodynamics


Application and Optimization,” Energy Research Unit, University of Liege,
Liege, Belgium.

[4] M. Khennich dan N. Galanis, “Optimal Design of ORC Systems with a


Low-Temperature Heat Source,” Faculté de Génie, Université de
Sherbrooke, Sherbrooke, Canada, 2012.

[5] B. F. Tchanche, “Low-Grade Heat Conversion into Power Using Small


Scale Organic Rankine Cycle,” Agricultural University of Athens, Athena,
Yunani, 2010.

[6] Q. Liu, Y. Duan dan Z. Yang, “Performance Analyses of Geothermal


Organic Rankine Cycles with Selected,” Elsevier, 2013.

[7] Y. Li, Analysis of Low Temperature Organic Rankine Cycles for Solar,
2013.

[8] S. Quoilin dan V. Lemort, “Technological and Economical Survey of


Organic Rankine Cycle,” University of Liège, Belgia.

[9] F. Marcuccilli dan D. Thiolet, “Optimizing Binary Cycles Thanks to Radial


Inflow Turbines,” dalam World Geothermal Congress, Hesingue, Prancis,
2010.

[10] H. Chen dan E. K, “A Review of Thermodynamic Cycles and Working


Fluids for The Conversion of Low Grade Heat,” Elsevier, 2010.

[11] M. Arifin, “Penentuan Geometri Rotor dan Analisis Parameter Kinerja


Turbo-Ekspander Radial Untuk Sistem Siklus Rankine Organik,” Institut
Teknologi Bandung, Bandung, Indonesia, 2014.

[12] V. F. , J. Segovia, A. G. , . C. F. dan Q. A., “A technical, economical and


market review of organic Rankine cycles for the conversion of low-grade
heat for power generation,” Renewable Sustain Energy, 2012.

84
[13] L. J. Brasz dan W. M. Bilbow, “Ranking of Working Fluids for Organic
Rankine Cycle Applications,” International Refrigeration and Air
Conditioning, 2004.

[14] C. N. , “Design, Construction And Commissioning Of An Organic Rankine


Cycle Waste Heat Recovery System With A Tesla-Hybrid Turbine
Expander,” Colorado State University, Colorado, AS, 2011.

[15] S. Quoilin, S. Declaye, A. Legros, L. Guillaume dan V. Lemort, “Working


fluid selection and operating maps for Organic Rankine Cycle expansion
machines,” University of Liège, Liege, Belgia.

[16] B. Saleh, G. Koglbauer, M. Wendland dan J. Fischer, “Working fluids for


low-temperature organic Rankine cycles,” Elsevier, 2005.

[17] R. H. Aungier, Turbine Aerodynamics Axial-Flow and Radial-Inflow


Turbine Design and Analysis, New York: ASME Press, 2006.

[18] N. C. Baines, Axial and Radial Turbines, CONCEPT NREC, 2003 .

[19] O. Balje, Turbomachines A Guide to Design, Selection, and Theory,


Canada: John Wiley & Sons, Inc, 1981.

[20] C. A. Ventura, P. A. Jacobs, A. S. Rowlands, P. Petrie-Repar dan E. Sauret,


“Preliminary Design and Performance Estimation of Radial Inflow
Turbines: An Automated Approach,” Journal of Fluids Engineering, no.
ASME, 2012.

[21] S. C. Chapra dan R. P. Canale, Numerical Methods for Engineers, New


York: McGraw-Hill, 2002.

[22] . F. Tuakia, Dasar-Dasar CFD Menggunakan Fluent, Bandung: Penerbit


Informatika, 2008.

[23] ANSYS , Inc., ANSYS -Solver Modeling Guide, 2013.

[24] M. FR, L. R dan H. T, “CFD S imulation of Turbomachinery Flows


Verification, Validation and Modeling,” European Congress on
Computational Methods in Applied Sciences and Engineering, ECCOMAS,
2004.

[25] S. AT, S. SWT dan W. JK, “A Comparison of The Flowstructures and


Losses Within Vaned and Vaneless Stators for Radial Turbines,” Journal of
Turbomachinery, 2009.

85

Anda mungkin juga menyukai