ABSTRAK
Pembacaan barzanji dengan berbagai varian dilakukan oleh masyarakat muslim
hampir di seluruh Indonesia. Namun, pada saat ini sudah mulai ada gerakan
yang ‘mempurifikasi’ ajaran Islam yang salah satu isinya adalah
mempertanyakan keberadaan pembacaan Maulid yang dianggap bukan bagian
dari agama Islam. Selanjutnya, terlepas dari perdebatan mengenai gerakan
tersebut, masyarakat Betawi yang sebagian besar memegang teguh ajaran Sunni
Asy’ari, walaupun sebagian hanya taqlid kepada guru, muallim, habib yang mereka
percayai kebenarannya, mereka tetap memegang teguh tradisi berzanji. Metode
penelitian menggunakan penelitian lapangan dengan pendekatan kualitatif yang
bertujuan lebih menekankan aspek sastra dan estetika dalam pembaca al-Barzanji
dan aspek sosiologis. Hasil penelitian ditemukan bahwa tradisi barzanji ini
dilakukan untuk berbagai acara (ritual) seperti acara maulid, mengadakan akad
pernikahan, potong rambut untuk bayi dan lain sebagainya. Tradisi di Betawi
adalah setiap ritual selain acara maulid Nabi saw, pembacaan barzanji selalu di
mulai dengan bacaan surat Yasin dan tahlil, mereka menyalakan petasan, al-
barzanji adalah salah satu aspek untuk mempersatukan umat Islam dan hubungan
sosial antar warga, baik dari Betawi ataupun pendatang. Kesimpulan dari
penelitian ini adalah al-Barzanji dengan berbagai varian yang ada sudah
memberikan kontribusi kepada masyarakat Betawi dalam membentuk budaya
mereka dan disarankan dengan kenyataan itu, kontroversi yang berkaitan dengan al-
Barzanji merupakan hal yang wajar seperti bentuk ritualitas atau seremoni al-barzanji
ternyata mampu menjaga keutuhan masyarakat.
Key word: Barzanji, Majelis Taklim, Betawi
ABSTRACT
Barzanji readings with various variants performed by the Muslim community
almost throughout Indonesia. However, at this time there is already a movement
that 'purifies' the teachings of Islam which one sobs questioned the reading
of maulid that is no longer part of the Islamic religion. Furthermore, regardless
of the debate over the movement, the Betawi people, which are largely full of
Sunni Ash'ari teachings, though some are merely taqlid to teachers, muallim,
habibs they believe in guts, they continue to uphold the tradition of berzanji.
Research method by using research qualitative approach which more
Volume: V No. 1 Januari – Juni 2017 1
Andragogi Jurnal Diklat
Teknis
K
itab Barzanji adalah menggunakan berbagai model
salah satu kitab yang dan
berisi sejarah kelahiran
Rasulullah saw dan beberapa hal
lainnya yang berkaitan dengan
Rasulullah saw. Biasanya dalam
pembacaan Kitab Barzanji diikuti pula
dengan pembacaan Maulid Diba’i atau
yang dikenal dengan sharaf al-nam
dan Barzanji Nadzm serta diakhiri
dengan doa.
Acara ini selalu dikumandangkan
dalam pengajian/majlis taklim secara
umum yang ada di daerah Betawi
untuk memperingati berbagai acara,
misalnya akan melakukan akad
nikah, akan melakukan sunatan dan
tasyakuran atas berdirinya rumah.
Acara ini tidak hanya dilakukan pada
bulan Maulid atau pada acara besar
agama Islam (PHBI: Peringatan Hari
Besar Islam).
Pada aspek lainnya, acara ini
juga mendapatkan benturan besar,
baik dari dalam agama sendiri
ataupun dari luar agama. Dalam
agama, artinya pada saat ini sudah
mulai populer acara pembacaan Kitab
berbagai sumber bacaan kitab maulid mulai menjangkit ke masyarakat Islam
yang lain seperti kitab Maulid Simth seperti adanya lagu dangdut, adanya
al- Durar dan al-Dhiya’ al-Lami’. mall, adanya acara televisi yang
Aspek lainnya dalam agama, adalah acaranya ‘memikat’ yang waktunya
bentuk perlawanan dari orang yang bertepatan dengan acara tersebut,
tidak menyetujuinya acara tersebut, serta masih banyak lagi lawan-
sehingga bagi mereka yang tidak setuju lawan budaya tersebut.
acara itu di anggap bid’ah, Thoha
Problema kedua ini, akan
Hamim (2004:183-206), Ahmad
dikaji secara sosiologis dalam konteks
Mujahid
sistem kebudayaan dalam
Abdullah (2016: 35). Namun, problema
mempertahankan ritualitas lokal
dalam agama ini sudah lama menggejala
kebetawian.
dan sudah mulai pudar dalam
perdebatannya. Kajian mengenai al-Barzanji di
Indonesia adalah hal yang menarik
Sedangkan lawan dari luar agama
untuk
adalah adanya kebudayaan baru yang
diteliti. Sebab keberadaan pembacaan tidaklah mengarah pada “negatif” dalam
kitab al-Barzanji adalah sesuatu yang arti buruk, tetapi lebih bermakna munculnya
dianggap sacral dan penting dalam defamiliarisasi dalam teks al- Barzanji
ritualitas berbagai acara sebagaimana tersebut. Defamiliarisasi lebih diberi arti
yang telah disebutkan di atas. sebagai ketidakakraban pembaca
terhadap bahasa teks al- Barzanji yang
Penelitian mengenai al-Barzanji
keluar dari kaidah umum. Hal ini
dalam konteks lokal keIndonesiaan
dikarenakan al-Barzanji menggunakan
sudah dilakukan misalnya oleh:
bahasa sastra sebagai bahasa tingkat
1. Hasim Ashari dan kawan-kawan, kedua (secondary modeling system) yang
(Desember 2012: 276-284) lebih cenderung kepemakaian bahasa secara
dalam jurnal yang diterbitkan oleh konotatif.
Universitas Gadjah Mada–
Dalam tradisi tulis dapat disimpulkan
Kawistara.- Tulisan tersebut
bahwa resepsi masyarakat Banyuwangi Jawa
berjudul ‘Tradisi berzanjen
masyarakat Banyuwangi: kajian Timur atas teks Al- Barzanji berupa
resepsi sastra terhadap al- transformasi bentuk teks,
Banzanji’.
Berdasarkan penelitian yang
dilakukan dapat disimpulkan bahwa
tradisi barzanjen adalah seiring
dengan pelaksanaan kegiatan ritual
keagamaan diantaranya acara
pernikahan, kelahiran anak, khitan,
maulid Nabi Muhammad saw, dan
pelepasan jamaah haji. Sedangkan
konsep estetika negatif yang diterapkan
dalam studi teks al-Barzanji ini
di mana proses itu telah 2. Nur Rasyid, bershalawat bersama
melahirkan teks- teks saduran Habib: Transformasi Baru relasi
Al- Barzanji dalam bentuk prosa Audiens Muslim NU di Indonesia
lirik. Hal ini, menandakan (Vol. VII, No. 2 Des. 2013).
adanya perubahan bentuk karya Hasil penelitiannya adalah
Sastra Arab klasik jenis perkembangan tradisi shalawatan yang
maddah nabawi yang berkembang di Surakarta dan sekitarnya
dipengaruhi oleh nilai budaya atau telah mengalami perubahan. Tradisi
sistem budaya yang berlaku memang tidak semestinya
pada masyarakat penyambutnya ditempatkan dalam oposisi dengan
pada budaya masyarakat modern. Tradisi memang bersifat
Banyuwangi Jawa Timur. kontekstual. Proses kontekstualisasi
Penelitian ini tradisi berlangsung melalui
menggunakan pendekatan komodifikasi. Proses tersebut
sastra terutama dalam hal dibangun melalui dua media, yaitu media
resepsi dilihat dari fisik teks yang perekaman dan manggung. Selain itu,
berupa: intertekstual, Habib sebagai artis membangun
penyalinan, penyaduran, dan audiences dengan cara penyamaan
penerjemahan. Aspek utama nama melalui serangkaian
penelitian ini adalah penyaduran peresmian.
dalam melihat sambutan atas Selanjutnya, proses komodifikasi
teks al-Barzanji dalam sastra ini membawa perubahan relasi yang
masyarakat Jawa, khususnya Jawa dalam dunia bisnis disebut sebagai
Timur. “religious franchise”. Kecocokan dengan
konsep franchise tersebut, terletak pada
label “Ahbabul Musthofa”, produk dengan Judul Haflah al-Mawlid al-
shalawat, dan manajemen cara Nabawi wa Qira’at Kitab al-
pentas. Semua itu dilakukan melalui Barzanji di Mujtama Sasak:
standarisasi praktik dan produk. Manzhurat Tarikhiyah.
Dengan demikian, secara sadar atau Menurut penelitian yang
tidak, logika bisnis global tentang dilakukan mengenai tradisi barzanji di
waralaba, ikut berdampak pada Sasak, dapat ditemukan beberapa
kontekstualisasi tradisi shawalat. temuan yaitu antara lain, pertama,
Berdasarkan hal itu, peneliti tradisi pembacaan kitab Barzanji
dalam penelitian memberikan suatu diperkenalkan pertama kali oleh TGH.
verfisikasi bahwa yang Peng Chan dan Umar pada abad ke 19. Pada
Justis adalah benar yang menyatakan awalnya, pembacaan ini hanya
bahwa metode franchise tidak hanya dilakukan pada saat peringatan
mengubah sistem pemasaran, tetapi Maulid Nabi Muhammad saw pada
juga cara kita hidup. bula rabiul awal. Namun,
perkembangan selanjutnya
3. Jamaluddin, menulis suatu artikel pembacaan mauled dilakukan
berbahasa Arab yang dipublikasikan pada bulan-bulan lain selain bulan
dalam Jurnal Studi Islamika mauled, baik untuk kegiatan ataupun
kegiatan adat. Bahkan di beberapa ditemukan bahwa pembacaan mauled
tempat di Lombok pembacaan justru dilakukan pada bulan Sya’ban.
Maulid dilakukan setiap malam Pelaksaannya adalah selama sebulan
Jumat. penuh dengan waktu yang bergiliran
4. M. Junaid (Juni 2005, 89) dari satu rumah ke rumah yang lain.
menulis sebuah artikel yang Pembacaan dalam bulan Sya’ban
berjudul ‘tradisi barzanji sya'ban seperti ini dilakukan sebagai bentuk
masyarakat bugis wajo tanjung dari rasa Syukur kepada Allah atas
jabung timur. segala nikmat yang diberikan oleh
Allah.
Berdasarkan penelitiannya
dilakukan secara antropologi dapat Berdasarkan beberapa kajian
pembacaan kitab mauled di Daerah
Indonesia, ternyata pembacaan
Maulid Barzanji adalah fenomena yang
menarik untuk dikaji dikaji dengan
berbagai sudut pandang dan
perpsektif.
Dalam tulisan ini akan
dijelaskan pula mengenai tradisi
barzanji di Betawi dengan corak dan
budaya yang berlaku dalam
masyarakat setempat. Penelitian ini
akan menjelaskan relasi antara
pembacaan Barzanji dengan dinamika
sosial masyarakat di era modernitas
saat ini.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian mengenai pembacaan
al-Barzanji yang ada di lingkungan
Betawi merupakan penelitian
lapangan yang berkaitan dengan
budaya masyarakat setempat.
Penelitian lapangan ini adalah
penelitian dengan menggunakan
pendekatan kualitatif.
Untuk mendapatkan data
penelitian, sumber data berupa informan
memiliki peran penting dalam membantu
penggalian data. Informan adalah orang-
orang yang dimanfaatkan untuk
memberi informasi tentang situasi
dan kondisi latar belakang
penelitian. Informan di lapangan merupakan sumber data primer,
sedangkan sumber data sekunder didatangkan oleh Belanda ke Batavia (Shahab:
adalah semua sumber data yang 1997, 16). Sebutan suku Betawi sebenarnya
berupa buku, jurnal dan data lainnya
yang ada di perpustakaan. Informan
tersebut adalah beberapa ustadz dan
tokoh agama yang ada di sekitar
pengajian di mana acara tersebut
diadakan.
Data yang dikumpulkan baik
berupa data primer yaitu berupa
hasil interaksi dengan banyak
informan, serta data skunder yang
berupa buku, majalah serta bahan
perpustakaan lainnya, dibaca dan
difahami dengan menggunakan
teknik content analysis atau “kajian
isi”.
Tujuan dari hasil penelitian ini
lebih menekankan aspek sastra dan
estetika dalam pembacaan al-
Barzanji, sedangkan aspek pertahanan
sosiologis dalam rangka
mempertahankan tradisi di tengah
masyarakat yang dilakukan para
pelakunya tersebut. Kajian secara sastra
ini sebenarnya menjadi kajian
menarik, sebab banyak sekali pembaca
al-barzanji yang tidak tahu secara
benar car abaca tulisan tersebut dan
makna yang dikandungnya.
1. Hasil
Struktur Sosial Keagamaan
Masyarakat Betawi
Suku Betawi berasal dari hasil
melting pot antaretnis dan bangsa di
masa lalu. Secara biologis, mereka yang
mengaku sebagai orang Betawi
adalah keturunan kaum berdarah
campuran aneka suku dan bangsa yang
terhitung pendatang baru di bahwa orang Betawi tidak hanya
Jakarta. Kelompok etnis ini lahir mencakup masyarakat campuran
dari perpaduan berbagai dalam benteng Batavia yang dibangun
kelompok etnis lain yang sudah oleh Belanda tapi juga mencakup
lebih dulu hidup di Jakarta, penduduk di luar benteng tersebut yang
seperti orang Sunda, Jawa, disebut masyarakat proto Betawi.
Bali, Bugis, Makassar, Ambon, Penduduk lokal di luar benteng
dan Melayu serta suku-suku Batavia tersebut sudah menggunakan
pendatang lainnya, seperti Arab, bahasa Melayu, yang umum digunakan
India, Tionghoa, dan Eropa. di Sumatera, yang kemudian
dijadikan sebagai bahasa nasional.
Pengakuan terhadap
adanya orang Betawi sebagai
sebuah kelompok etnis dan Betawi dan Arab Yaman (Habaib) dan
sebagai satuan sosial dan guru non habaib
politik dalam lingkup yang a. Habaib di lingkungan Betawi
lebih luas, baru muncul pada Salah satu aspek penting dalam
tahun 1923. Hal ini sejak sistem keberagamaan di Betawi
munculnya Husni Thamrin adalah pengaruh para Habaib dari
(1894-1941 M), tokoh Yaman. Para Habaib adalah ulama yang
masyarakat Betawi yang memberikan warna tersendiri dalam
mendirikan Perkoempoelan sendi kehidupan keberagaman
Kaoem Betawi. (Ruhiat:2013, masyarakat Betawi. Namun pada saat
7) ini, orientasi habaib dan habib sudah
Ada juga yang berpendapat mulai bergeser dari orientasi masa lalu.
Para Habaib, masyarakat Arab pemerintah kolonial banyak
pada umumnya, menurut penelitian melakukan impor mesin-mesin dan
Van den Berg, sudah lama ada dan perlengkapan modern untuk
bermukim di Nusantara, sejak abad ke- meningkatkan produksi perkebunan
17 beberapa orang sudah datang secara dan pabrik gula. Perluasan produk
terpisah untuk mengadu nasib di Timur sitanaman ekspor dan impor barang-
Jauh. Sementara orang Hadhramaut barang dari Eropa ini kemudian
secara massal datang ke Timur Jauh, mengakibatkan perdagangan
termasuk ke Nusantara pada tahun- internasional semakin ramai di
tahun terakhir abad ke-18. Mereka Nusantara.
mulai menetap di pulau Jawa
Pada awal abad ke-19
setelah tahun 1859. Kedatangan
tercatat sekitar 400 orang Arab dan
masyarakat Arab dari Hadhramaut
Moor tinggal di Batavia. Jumlah
terjadi sejak pembukaan Terusan
orang Arab secara eksplisit baru
Suez pada 1869. (Raffles:1817,63)
disebutkan pada 1859, yakni 312
Pembukaan Terusan Suez ini orang, sebagian besar tinggal di
turut memperlancar hubungan kota dan sebagian kecil lainnya
perdagangan Asia-Eropa, pembukaan tinggal di Meester Cornelis,
Terusan Suez pun membuat Buitenzorg, dan Tangerang. Pada
tahun 1870 jumlah mereka berlipat pun setelahnya dari masa 1930-
tiga kali lebih. Selanjutnya pada 1942 tidak begitu ada perubahan
tahun 1885 Batavia menampung yang signifikan terhadap jumlah
1.448 penduduk Arab, 972 di populasi mereka. Berdasarkan dari
antaranya lahir di Hindia Belanda. negeri asalnya penduduk Arab di
Antara 1900-1930 minoritas Arab bentuk dari empat golongan yang
bertambah dari 2.245 menjadi berbeda, yaitu; Syarif, Sayid dan
5.231, artinya 7 persen lebih dari Habib merupakan kelas tertinggi
keseluruhan populasi Arab di Hindia yang artinya bangsawan, tinggi, ini
Belanda. Begitu adalah sebutan yang diberikan kepada
keturunan Nabi Muhammad (Assegaf:
2006, 200) Syekh dan Gabili
merupakan golongan menengah.
Sedangkan Masakin merupakan
golongan terendah. Terdiri dari para
pedagang kecil, buruh, pelayan dan
budak (Van den Berg: 1989 : 46).
Dari pengelompokkan golongan-
golongan Arab tersebut, sebenarnya
yang memiliki keleluasaan dalam
menjalin hubungan dengan etnis lain
ialah dari kalangan Syarif, Sayid,
dan Habib. Sehingga mempunyai
pengaruh yang cukup kuat dalam
aktivitas perdagangan di Nusantara.
PENUTUP
1. Simpulan
Al-Barzanji dengan berbagai
varian yang ada sudah memberikan
kontribusi kepada masyarakat Betawi
dalam membentuk budaya mereka.
Al- barzanji juga sudah memberikan
kemampuan kepada masyarakat Betawi
menjaga hilangnya sekat modernitas di adalah tidak menjadi bijak, jika pada
masyarakat Jakarta. saat ini, banyak orang yang
mengkritik mengenai keabsahan
2. Saran
pembacaan al- Barzanji. Sebab,
Dengan kenyataan itu, kontroversi dengan mempertanya- kan dan
yang berkaitan dengan al-Barzanji mengikis tradisi tersebut, maka secara
merupakan hal yang wajar. Namun, ada tidak langsung akan memberikan
hal yang harus diperhatikan adalah bahwa dampak perubahan sistem sosial dan
bentuk ritualitas atau seremoni al- semakin memperlemah moral
barzanji ternyata mampu menjaga masyarakat dalam menghadapi era
keutuhan masyarakat. Oleh karena itu, modernitas ini. semoga bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA