Anda di halaman 1dari 3

Kecintaan umat terhadap figure Nabi ( Studi Kitab Barzanji )

Latar belakang

Indonesia adalah negara kepulauan yang wilayahnya terbentang dari Sabang sampai Merauke
dengan beragam suku dan ras sehingga menghasilkan kebudayaan yang beraneka ragam pula.
Kebudayaan dan tradisi yang beraneka ragam itu masih bisa kita saksikan hingga sekarang ini.
Berbicara tentang tradisi yang ada di Indonesia, tidak terlepas dari pengaruh budaya
leluhurnya. Sebelum Islam datang ke Nusantara, masyarakat Indonesia sudah mengenal agama
Hindu dan Budha, bahkan sebelum kedua agama itu datang masyarakat sudah mengenal
kepercayaan Animisme dan Dinamisme. Tapi setelah Islam datang, terjadi akulturasi antara
tradisi masyarakat setempat dengan Islam. Seiring perkembangan zaman, dalam masyarakat
yang ingin serba praktis dan singkat, banyak tradisi masyarakat yang tidak bertahan sampai
sekarang. Meskipun demikian, masih banyak juga tradisi yang masih bertahan sampai sekarang,
salah satunya adalah tradisi pembacaan kitab Barzanji. Pembacaan kitab ini tidak hanya
dilakukan di wilayah Indonesia yang mayoritas penduduknya memeluk agama Islam, tapi tradisi
ini juga dilakukan oleh kebanyakan umat Islam yang tersebar di seluruh penjuru dunia untuk
memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad saw.

Al-Barzanji adalah kitab karangan Syekh Ja'far bin Husain bin Abdul Karim al-Barzanji. Beliau
lahir di Madinah tahun 1690 M, dan wafat tahun 1766 M. Barzanji berasal dari nama suatu
daerah di Kurdikistan, Barzinj. Sebenarnya, kitab tersebut berjudul ‘Iqd al-jawahir (kalung
permata), tapi kemudian lebih terkenal dengan sebutan al-Barzanji.

Pembacaan kitab al-Barzanji tidak hanya terdengar saat bulan Maulid saja. Akan tetapi al-
Barzanji juga dibaca sebagai sarana tawassul kepada Nabi Muhmmad ketika ada hajat-hajat
tertentu. Misalnya saat kelahiran bayi, aqiqah, khitanan, pernikahan. Bahkan, sekarang sudah
menjadi bacaan rutin setiap sepekan sekali, di musholla masjid dan lainnya.

Banyak dari kalangan umat Islam yang menolak tradisi Barazanji. Mereka menganggap bid’ah
karena perbuatan tersebut tidak dilakukan Rasulallah SAW. Selain itu, barzanji hanyalah karya
sastra, bukan menjadi rujukan sumber orang Islam seperti Al Qur’an dan Hadist. Jadi, mereka
menolak dengan tegas tradisi tersebut.

Namun, sebagian pihak menganggap pembacaan Al-barzanji adalah refleksi kecintaan umat
terhadap figur Nabi sebagai pemimpin agamanya sekaligus untuk meneladani sifat-sifat luhur
Nabi Muhammad SAW. Kecintaan pada Nabi berarti juga kecintaan, ketaatan kepada Allah
SWT. tradisi ini meskipun banyak yang setuju dan tidak setuju, harus ada pemahaman yang
tajam. Pasalnya, hampir seluruh umat Islam di Indonesia melestarikan tradisi ini. Sebuah hadist
Nabi riwayat Bukhari Muslim menyatakan,”Barang siapa melakukan amalan tidak sebagaimana
sunnahku, maka amalan itu tertolak”. Wallahu ‘alam bisshowab. Hanya Allah yang maha
mengetahui.

Pada zaman sekarang, banyak sekali orang yang merasa belum afdhol kalau belum membaca al-
Barzanji pada kegiatan keagamaan. Namun, tidak sedikit pula mereka yang tidak mengetahui
arti dan makna dari apa yang mereka baca. Mereka sekedar ikut-ikutan dan menikmati
lantunan irama yang dibacakan oleh pembaca kitab al-Barzanji, dan tidak mengetahui siapa
yang sedang diceritakan dan apa makna yang tersurat dalam kitab tersebut.

Sejauh ini kajian mengenai pembacaan al-Barzanji atau dalam istilah masyarakat Sasak disebut
selakaran sudah banyak dilakukan oleh para peneliti. Setidaknya ada tiga kecenderungan
dalam kajian atas tradisi keagamaan yang berlangsung di masyarakat Muslim.

Pertama, kajian yang memfokuskan pada ranah praktik dan ritual yang berlangsung.

Kedua, studi yang menekankan pada pengamalan dan pesan-pesan yang ada dalam kitab
barzanji.

Ketiga, kajian tradisi barzanji dengan menggunakan perdebatan kritis budaya khususnya, yang
memberikan paradigma baru terhadap dikotomi sunnah dan bid’ah menjadi lebih dinamis
dalam menganalisis budaya

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori akulturasi. Akulturasi merupakan proses
pertukaran atau saling mempengaruhi dari satu kebudayaan asing yang berbeda sifatnya,
sehingga unsur-unsur kebudayaan asing tersebut diterima dan diolah ke dalam kebudayaan
sendiri, tanpa menghilangkan kepribadian kebudayaan tersebut. Peneliti menggunakan teori
akulturasi dalam penelitian ini karena di dalam tradisi selakaran pada suku sasak, dimana
terdapat akulturasi antara budaya Islam dan Hindu.

Hal tersebut bisa dilihat pada nada/lagu al-Barzanji yang dibaca dalam kegiatan selakaran
merupakan akulturasi dari budaya Hindu. Nada/lagu tersebut disebut nada/lagu mesanggu’.

Selain itu, peneliti menggunakan pendekatan fenomenologi. Pendekatan fenomenologi


merupakan pendekatan ilmiah dalam meneliti fakta religius yang bersifat subjektif serta pikiran,
perasaan, ide-ide, emosi, pengalaman, dan lain-lain dari seseorang yang diungkapkan dalam
tindakan luar yaitu perkataan dan perbuatan.

Teori yang digunakan juga dalam melihat tradisi ini adalah teori fungsional Thomas F. O’dea.
Teori ini mengakui sumbangan fungsional agama yang diberikan kepada sistem sosial
agama.Teori ini melihat agama sebagai kebudayaan yang istimewa yang mempengaruhi
tingkah laku manusia baik lahir maupun batin. Dengan menggunakan teori ini, penulis akan
mengulas mengenai fungsi dan peran dari tradisi selakaran bagi masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai