Anda di halaman 1dari 10

Kristen Ortodok Syiria Di Indonesia

Saat Maghrib telah tiba. Belasan orang di Hotel Sahid Surabaya itu bergegas shalat.
Semuanya berkopiah dan dipimpin seorang imam. Jangan keliru, mereka bukan kaum
Muslimin yang edang menunaikan kewajiban shalat Mahgrib. Mereka adalah jamaah
Kanisah Ortodoks Syiria (KOS), sebuah sekte dalam agama Kristen.

Bisa jadi, orang awam akan terkecoh. Sebab, sekte ini memang sangat mirip Islam.
Bukan saja asalnya serumpun, Timur Tengah, tapi juga ritual dan tatacara
peribadatannya nyaris sama.
Tengoklah saat mereka shalat. Selain berkopiah dan dipimpin seorang imam, bila
berjamaah, juga memakai bahasa Arab. Rukun shalatnya pun nyaris sama.

Ada ruku' dan sujud. Bedanya, bila kaum Muslimin diwajibkan shalat 5 kali sehari,
penganut KOS lebih banyak lagi, tujuh kali sehari setiap tiga3 jam masing-masing dua
rakaat. Mereka menyebutnya: sa'atul awwal (fajar/shubuh), sa'atuts tsalis (dhuha),
sa'atus sadis (dhuhur), sa'atut tis'ah (ashar), sa'atul ghurub (maghrib), sa'atun naum
(Isya'), dan sa'atul layl (tengah malam).

Hal yang sama juga pada praktik puasa. Puasa wajib bagi pemeluk Islam dilakukan
selama sebulan dalam setahun, dikenal dengan shaumu ramadhan. Sedang pada KOS
disebut shaumil kabir (puasa 40 hari berturut-turut) yang dilakukan sekitar bulan April.
Jika dalam Islam ada puasa sunah Senin-Kamis, pada KOS dilakukan pada Rabo-
Jum'at, dalam rangka mengenang kesengsaraan Kristus.

Selain shalat dan puasa, jamaah KOS juga mengenal ajaran zakat. Zakat, dalam ajaran
KOS, adalah sepersepuluh dari pendapatan bruto.

Tidak sebatas itu saja. Kalangan perempuan pemeluk KOS, juga mengenakan jilbab
plus pakaian panjang ke bawah hingga di bawah mata-kaki. Pemeluk KOS
mempertahankan Kitab Injil berbahasa asli Arab-Ibrani: Aram, sebagai kitab sucinya.
Model pengajian yang dilakukan pemeluk KOS juga tidak berbeda jauh dengan ala
pesantren di Indonesia. Mereka melakukan dengan cara lesehan di atas tikar atau
karpet. Ini tidak pernah didapati pada 'pengajian' pemeluk Kristiani di Indonesia yang
lazim duduk di atas kursi atau balkon.

Bambang Noorsena [36], seorang Syekhul Injil (penginjil) KOS yang pertama kali
memperkenalkan ajaran KOS di Indonesia, kepada Sahid mengatakan, di antara kedua
agama [Islam dan KOS] memang mempunyai kesamaan sejarah, etnis serumpun, dan
kultur (budaya). Adanya Pan-Arabisme di Timur Tengah, misalnya, ternyata bukan
ansich milik kalangan Muslim. Pemeluk KOS pun, turut memiliki Pan-Arabisme itu.
Salah satunya, kalangan KOS turut menyesalkan sikap Israel yang hingga sekarang
ngotot menduduki jalur Ghaza milik penduduk Palestina.

Menurut Prof Dr Nurcholis Madjid, agama Nasrani itu makin klasik makin banyak
kemiripannya dengan Islam. "Aliran KOS itu justru lebih murni ketimbang Kristen yang
berkembang di Barat," ujar Ketua Yayasan Paramadina asal Jombang yang akrab
dipanggil Cak Nur itu.

Sementara Jalaluddin Rahmat, tidak merasa kaget terhadap adanya banyak kesamaan
antara Islam dengan KOS. Pada zaman dulu, kata cendekiawan dari Bandung ini,
orang-orang Islam di Yordania, Syria, dan Lebanon hidup berdampingan dengan orang-
orang Kristen, yang dikenal dengan Kristen Monorit. Mereka melakukan tatacara
peribadatan hampir mirip dengan cara beribadah umat Islam.

Dengan banyaknya kemiripan itu, tak heran bila KOS lebih bisa diterima di kalangan
Muslim di Indonesia. Setidaknya, setiap bulan KOS diberikan kesempatan tampil dalam
'Forum Dialog Teologis' yang diselenggarakan Yayasan Paramadina, Jakarta. "Kami
sangat berterima kasih dan menaruh hormat kepada orang-orang Islam yang bersedia
menerima kehadiran KOS dengan lapang hati dan terbuka," ujar Bambang.

Anehnya, di kalangan Kristen sendiri KOS malah kurang bisa diterima, bahkan
dicurigai. Tengoklah pernyataan Direktur Bimbingan Masyarakat (Bimas) Kristen
Protestan Departemen Agama RI, Jan Kawatu. Menurut Jan, aliran tersebut belum
tercatat dalam komunitas Kristen di Indonesia.

Jan juga mengatakan bahwa pihaknya telah mengeluarkan surat edaran yang
disampaikan kepada para notaris. Isinya, agar mereka tidak mengesahkan berdirinya
sebuah yayasan atau lembaga Kristen sebelum mendapatkan izin resmi dari Direktur
Bimas Kristen. "Izin itu diperlukan untuk mengetahui siapa mereka, apa tujuannya, dan
macam apa alirannya," kata Jan Kawatu seperti dikutip Gatra [14/3/98]. Dan, masih
menurut Jan, bahwa Bimas Kristen-Protestan sudah menutup pintu bagi aliran baru.

Tetapi, kalangan KOS sendiri agaknya tak mau ambil pusing dengan surat edaran
Dirjen Bimas Kristen-Protestan itu. Mereka menilai, pelarangan itu lebih bersifat politis.
"Karena di Indonesia telah ada terlebih dahulu Kristen Ortodoks Yunani. Hanya saja,
selama bertahun-tahun tidak menunjukkan perkembangan berarti. Sedang KOS,
kendati baru beberapa tahun, tapi cukup bisa diterima masyarakat dan terus
berkembang," papar Henney Sumali (37), Ketua Yayasan KOS Surabaya.

Sementara Bambang menambahkan, saling curiga di antara sekte di Kristen itu


merupakan penyakit lama. Kristen Timur &emdash;KOS termasuk di
dalamnya&emdash; juga menaruh curiga kepada Kristen Barat (umumnya dianut
Kristen di Indonesia). Menurut Bambang, Kristen Barat telah mengalami helenisasi
(pembaratan), untuk kepentingan imperialisme. Terjadinya Perang Salib, misalnya,
tetap dicurigai kalangan Kristen Timur hanya semata sebagai kedok Barat yang
memakai agama untuk kepentingan imperialisme mereka.

Meskipun Dirjen Bimas Kristen telah menyebarkan surat larangan kepada para notaris,
nyatanya KOS tetap bisa mengantongi akte pendirian. Yakni melalui notaris Gufron
Hamal, SH, di Jakarta pada 17 September l997. Melalui yayasan inilah, Bambang yang
kelahiran Ponorogo ini terus mensosialisasikan KOS ke khalayak ramai. Yang kerap
mereka lakukan adalah lewat kajian-kajian, misalnya melalui 'Pusat Studi Agama dan
Kebudayaan' (Pustaka) di Malang (1990-1992). Kini, kajian itu sudah merambah
Jakarta dan Surabaya.

Tetapi soal pengikut, diakui Bambang, memang belum cukup banyak, baru sekitar 100
orang. Tapi kalau simpatisan, sudah mencapai ribuan. Untuk menjadi pengikut resmi
KOS di Indonesia belum bisa dilakukan, karena KOS di Indonesia belum mempunyai
imam dan gereja. Padahal untuk bisa menjadi pengikut resmi KOS harus melewati
prosedur pembaptisan seorang Imam. Di Indonesia, kata Bambang, yang kini tinggal di
Malang, baru bersifat 'studi atau kajian KOS'. Sebab itu, untuk sementara ini bagi
jamaah KOS yang ingin menjadi pengikut resmi KOS harus melalui prosedur
pembaptisan Abuna Abraham Oo Men di Singapura.

LAHIRNYA PAHAM ORTODOKS

Sejarah menyebutkan, paham ortodoks lahir dari perselisihan antara Gereja Alexandria,
Gereja Roma, dan Kaisar Konstantin. Puncaknya, pada masa Kaisar Bizantium
Marqilanus (450-458 M) seabad lebih sebelum Nabi Muhammad lahir di Mekkah (571).
Kala itu, tepatnya pada tahun 451, diadakan Majma Khalkaduniyah (Konsili Kalkedonia)
dalam hal ketuhanan. Buntut dari konsili ini menimbulkan perpecahan di antara gereja-
gereja yang sulit disatukan kembali.

Nah, rupanya, sejak inilah umat Kristen terpecah menjadi dua. Di satu pihak berpusat di
Roma dan Bizantium, dipimpin Bapa Laon (440-461). Kelompok ini mengakui, al-Masih
mempunyai dua sifat: Tuhan dan manusia. Kelompok ini kemudian lebih dikenal dengan
Kristen dan Katholik.

Di pihak lain, berpusat di Alexandria dan Antakia di bawah pimpinan Bapa Disqures
(444-454 Masehi). Kelompok ini berpegang kuat pada sifat tunggal bagi al-Masih.
Mereka tidak setuju dengan aliran Kristen yang mengakui sifat Tuhan sekaligus
manusia. Kelompok inilah yang kemudian dikenal dengan kelompok ortodoks. Nama
'ortodoks' dipakai karena berarti: menganut ajaran agama yang dianggap benar, yang
asli. Karena itu, penganut ortodoks mencoba untuk hidup secara lurus, sesuai dengan
tuntutan awal dari kelahiran agamanya.

Penganut ortodoks sendiri terdiri atas beberapa toifah (komunitas berdasarkan


kesamaan kultur, tradisi, bahasa, dan bangsa). Karenanya ada toifah Koptik, Syrian,
Armenian, dan Habasah. Sedang 'aqidahnya' sama.

Kanisah Ortodoks Syria (KOS) mengklaim punya bukti sejarah, bahwa Injil yang
pertama berbahasa Arab Syria. Menurut mereka, bahwa al-Masih &emdash;kalangan
penganut KOS pantang menyebut Nabi Isa as dengan Yesus seperti lazimnya
digunakan penganut Kristen Katholik/Protestan, tetapi lebih suka menyebutnya dengan
al-Masih atau Sayyidina Isa al-Masih; berbicara dengan menggunakan bahasa Syria.
Injil diterjemahkan ke dalam bahasa Arab pada tahun 643. Hingga sekarang, Injil yang
digunakan penganut paham Ortodoks Syria, Irak, Lebanon, dan Mesir, adalah
berbahasa Arab. Memang, antara bahasa Syria dan bahasa Arab terdapat kemiripan
dan persamaannya.

Di Indonesia, KOS mulai diperkenalkan secara resmi oleh Bambang Noorsena.


Berdasarkan akte notaris tertanggal 17 September 1997, Bambang mulai
memperkenalkan KOS. Sebelumnya, selama 2 tahun (1995-1997), alumnus Fakultas
Hukum Universitas Kristen Cipta Wacana Malang ini, keliling ke Timur Tengah, di
antaranya Suriah, Damaskus, Mesir, Yordan, Libanon, Palestina, dan Israel untuk
mempelajari pola-pola ajaran KOS. Karena di Indonesia belum mempunyai gereja,
kerapkali pengajian-pengajian jamaah KOS ini dilakukan di hotel: di Jakarta, Surabaya,
maupun Malang. Sebab itu pula keberadaan KOS di Indonesia masih berbentuk
lembaga studi dengan nama 'Studia Syriaca Ortodoxia' berpusat di Malang, Jawa
Timur.

Pemimpin tertinggi KOS adalah Patriakh, yang sekarang dipegang oleh Patriakh Mar
Ignatius Zakka I Iwas di Suriah. Berdasarkan Konstitusi 1991, KOS terdiri atas 20
keuskupan yang tersebar di seluruh dunia. Di bawah uskup ada abuna (pemimpin).
KOS di Indonesia belum sampai ke tingkat abuna, karena belum mempunyai gereja.
Yang ada, kata Bambang, baru sebatas Syekhul Injil (penginjil). Itu sebabnya, untuk
menjadi penganut KOS di Indonesia terlebih dulu dilakukan proses pembaptisan oleh
Abuna Abraham Oo Men di Singapura

KOS di Mata Pengikutnya

Henney Sumali (37)

Alumni Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya [1988] ini Ketua KOS
Surabaya. pria dibesarkan dari lingkungan keluarga Kristen Protestan ini mengaku,
tertarik dengan KOS baru setahun lalu [1998]. Berikut kisahnya:

Sejak kecil saya hidup dalam keluarga penganut Kristen-Protestan yang taat. Namun,
saya masih ingin mengembarakan naluri beragama saya itu. Hanya satu yang saya
tuju, mencari kepastian dalam menuju keselamatan hidup dunia-akhirat. Bertahun-
tahun lamanya, tapi belum juga ditemukan kecocokan. Hingga kuliah, belum juga
ketemu.

Pada suatu ketika dalam suatu pertemuan di Surabaya, tepatnya Mei 1998, saya
bertemu dengan Mas Bambang Noorsena. Dari perbincangan dengan Mas Bambang
itu, kemudian berlanjut dengan saya datang ke rumahnya, di kawasan Jalan Supriadi di
Malang. Dari situlah terjadi dialog teologi. Mas Bambang banyak cerita tentang Kanisah
Ortodoks Syria (KOS) dan pengalaman spiritualnya sebelum (Bambang sebelumnya
penganut Kristen-Protestan) dan sesudah mempelajari KOS di Timur Tengah.

Dari situ, saya menjadi tertarik. Karena menurut saya, sekalipun Kristen-Protestan yang
selama ini saya peluk merupakan rumpun agama samawi, namun belum saya temukan
kepastian iman. Tapi, di KOS saya seakan menjadi terbuka dan menemukan ikhwal
kepastian dalam menuju kehidupan dunia akhirat. Saya juga menemukan hakikat iman
yang selama ini saya cari. Bahwa Isa al-Masih &emdash;yang menurut pemeluk
Kristen-Protestan disebut Yesus adalah anak Tuhan&emdash; dihadirkan ke dunia,
menurut KOS dipahami sebagai Nuzul Tuhan (penyampai firman Tuhan). Tuhan itu
Esa. Tidak sama atau tidak bisa disamakan dengan makhluk. Karena kalau Tuhan
sama dengan makhluk. Berarti bisa fana (binasa). Saya memahami Isa al-Masih itu,
tidak berbeda halnya dengan Nabi Muhammad dalam Islam. Muhammad dihadirkan ke
dunia sebagai penyampai firman Tuhan.
Saya tidak beragama Islam. Tapi, saya menemukan "islam" dalam KOS. Bahwa, apa
yang saya yakini dan lakukan sehari-hari sebetulnya sudah inheren dengan "islam"
(KOS memakai nama islam dengan huruf "i" kecil, sebab kalau "I" besar itu identik
dengan "Dienul Islam" yang dibawa Nabi Muhammad saw). Karena hakikat "islam,"
dalam KOS, artinya: berserah diri pada Allah. Jadi, apa yang saya jalani ini tidak lepas
dari tuntutan.

CARA SHALAT ORTODOKS SYRIA

1. Adapun tata cara salatnya dimulai dengan posisi berdiri yang dipimpin oleh seorang
imam berpakaian jubah warna hitam. Imam meletakkan kedua tangan di dada,
membuat tanda salib, lalu mengucapkan lafaz dalam bahasa Arab: Bismil Abi wal Ibni
wa Ruhil Quddus Ilahu Wahid (Demi nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus, Allah Yang
Maha Esa). Jamaah menyambutnya: Amin.

2. Imam melanjutkan berdoa dengan mengangkat kedua tangan dan disahuti oleh
jamaah.

3. Setelah membuat tanda salib berikutnya, imam membungkukkan badan seperti


posisi ruku, dan mengucapkan: Quddusun Anta, ya Allah (Kuduslah Engkau, ya Allah).
Jamaah menyahut dengan menyucikan nama Allah Yang Mahakuasa, Yang Tak
Berkematian. Jamaah memohon kasih sayang Allah yang telah disalibkan sebagai ganti
umat manusia.

4. Imam berdiri tegak dan menadahkan tangan lagi.

5. Lalu imam bersujud, dan diikuti seluruh jamaah. Ketika bangun dari sujud, imam
membaca Subhanaka Allahumma (Mahasuci Engkau, ya Allah), jamaah menyahut
bersamaan. Sambil menadahkan tangan, imam dan jamaah membaca Doa Rabbaniyah
(Doa Bapa Kami versi bahasa Arab).

6. Selanjutnya dibaca Salam Walidatullah (atawa Salam Maria).

7. Imam kemudian membaca petikan Zabur (alias Mazmur dalam bahasa Aramaik), dan
salat pun berakhir.
Gereja dengan Haji dan Salat
Geraja Ortodoks Syria muncul di Indonesia sebagai upaya pendekatan kerukunan antar
umat beragama. JANGAN heran jika suatu saat Anda menemukan sebuah gereja de
ngan simbol-simbol berbahasa Arab, yang biasanya ditemui pada masjid dan musala.
Mereka juga melakukan salat (dengan istilah salat juga) dengan memakai peci bagi
pria, dan kerudung bagi kalangan wanita.

Yang membedakan dengan umat Islam terletak pada cara salatnya. Juga kitab suci
yang dipakainya. Mereka melakukan gerakan tanda salib dan membaca Bibel dalam
ibadahnya. Ini terungkap di Heritage Club, Surabaya, Sabtu, 5 September, dalam acara
pengukuhan pengurus Lembaga Studi Kanisah Ortodoks Syria dengan gelar “Seminar
Prospek Persahabatan Kristen-lslam di Indonesia”. Acara yang cukup menarik itu
dihadiri sekitar 300 orang, yang justru 60 persen beragama Islam. Pengenalan ini
dilakukan, menurut panitia, untuk menjembatani hubungan antar-agama, terutama
aotara Islarn dan kristen.

Hal semacam ini bisa juga dijumpai setiap hari Minggu, di bilangan Kalimalang, Jakarta
Timur. Di rumah aktor terkenal Roy Marten itu, sejak pukul 08.00 hingga pukul 12.00
siang, dilakukan kebaktian Minggu.Sekitar 150jemaat Gereja Ortodoks Indonesia
melakukan kegiatan sejak tahun lalu di ruangan seluas sekitar 100 meter persegi.
Mereka dibimbing Romo Archimandrit Daniel Bambang Dwi Byantoro.

Acara diawali dengan memasang lilin di ruangan depan yang disebut Bahtera. Lalu,
wanita dan laki-laki dipisahkan pada tempat tersendiri. Bagi wanita ditandai ikon Maria
sedangkan pria ditandai ikon Yesus. Mereka tidak duduk di bangku, tapi berdiri di atas
sajadah, dan membaca Injil. Yang pria mengenakan peci dan wanita memakai
kerudung. Sang imam mengenakan jubah panjang warna-warni, kepalanya ditutup
epitakheli (stola), bergelang tangan, serta mengenakan berbagai aksesori yang
semuanya memiliki arti. Sebelumnya, semua jemaat melakukan penyucian diri dengan
air, semacam wudu.

Acara berlangsung khidmat tanpa alunan musik. Doa-doa dilafalkan dalam bahasa
Indonesia. Lalu, ada juga arak-arakan keci yang disebut athawafis shughra (tawaf ke
cil). Selanjutnya, acara di lituragi yang lain ber langsung dalam bahasa Arab, yang
kemudian diterjemahkan. Ya, ini mengingatka orang pada pengajian dimasjid bagi umat
Islam. Dan, acara ini disudahi dengan jamuan kudus. Mereka menamakan diri Gereja
Ortodoks Indonesia yang berafiliasi ke Yunani (Calcedon). Sementara itu, kelompok
jemaat semacam yang berpusat di Malang menamakan diri Gereja Ortodoks Syria
(Anthiokia).

Memang, lambang-lambang keagamaannya hampir mirip dengan Islam. Misalnya,


untuk bacaan basmalah, mereka menggunakan bismil ab wal ibn warruhil qudsi al ilah
al wahid yang bermakna: dengan nama Tuhan bapak, anak, dan roh kudus, Tuhan
yang satu. Akan halnya untuk salam, mereka menggunahan salam Ibrani yang berbunyi
shalom aleikhem we birkat elohim be shem ha-mashiah, yang artinya kurang lebih
sama dengan assalamu ‘alaikum wa rahmatullahi wa baraktuh.
Gereja ini tiba-tiba menjadi unik apalagi dengan pengakuan sebagai gereja yang paling
murni dalam mengikuti ajaran Yesus Kristus. Mereka menganggap sehagai gereja
monumen Kristus sepanjang abad. “Kita hanya mengenal satu Tuhan. Jadi, ada konsep
tauhid seperti yang ada dalam Islam,” kata Henney Sumali, Wakil Ketua Bidang Seni,
Budaya, dan Apresiasi Studia Syriaca Orthodoxia, Surabaya.

Kalimat tauhid ini selalu dibaca dalam salat mereka yang dikenal dengan nama assab
‘us shalawat (tujuh waktu salat). Memang, mereka mengenal salat tujuh waktu. Lima
waktu sama persisdengan waktu salatumatIslam. Hanyadua waktu yang berbeda, yaitu
pukul 09.00 pagi hari dan pukul 24.00 tengah malam. “Ini sama dengan salat duha dan
tahajud bagi umat Islam,” kata Henney.

Diakui oleh Syaikh Efiaim Bar Nabba Bambang Noorsena, pimpinan Gereja Ortodoks
Syria, dalam makalah yang disampaikan pada Syiar Injiliyah di Hotel Surabaya, 19 Juni
1998. Salat dalam Kristen sebenarnya mengikuti salat yang berlaku dalam Yahudi, yaitu
tiga kali: petang, pagi, dan tengah hari. Dalam bahasa Ibraninya disebut: ‘erev wa boker
we tsohorayim. Atau, dalam bahasa Arabnya disebut: Puasa’an wa .subhanda dhuhran.
Namun, seperti dimuat Talmud, setelah penghancuran Baitul Maqdis dan eksodus ke
Babilonia, ditetapkan satu waktu salat lagi, yaitu jam kesembilan, yang disebut minhah.
“Menurut hitungan waktu Yahudi, kira-kira pukul tiga petang. Sejajar dengan waktu asar
dalam Islam,” kata Noorseno. Dan, selanjutnya berkembang menjadi tujuh waktu.

Salat-salat mereka adalah salat sa’atul awwal yang dalam istilah gereja Latin disebut
laudes (salat subuh), salat .saatut atau hora tertia ( salat duha, sekitar pukul 09.00
pagi), salat sa tu.s .sadis atau hora sexta (setara dengan waktu duhur), salat satut tis’ah
atau minah atau hora nona (yang setara dengan asar), salat sa’atul ghurub atau verper
(salat magrib), salat nawm, atau virgi/ (sama dengan salat isya), dan salat layl atau
salat satar atau copletorium (salat tengah malam yang dalam Islam dikenal dengan
nama tahajud.

Namun, diakui Noorseno salat dalam konsep Kristen ini tidak terkait dengan syariah,
seperti dalam Islam. “Melainkan lebih berlandaskan pada keinsafan batin,” katanya. Ini,
menurut Presbyter Daniel Bambang, dilakukan hukan untuk mencari pahala. Tapi,
untuk mengasihi Tuhan. “Karena, yang menyelamatkan manusia bukan karena
perbuatan dan amal baik seseorang, melainkan karena kasih dan karunia Allah.”

Setiap salat terdiri dari tiga rakaat (satuan gerakan). Pada rakaat pertama hanya
dilakukan qiyam (berdiri). Pada rakaat kedua dilakukan rukuk, dan sujud. Pada saat
rukuk dan sujud ini dilakukan gerakan tanda salib. Dan, doa yang digunakan dalam
bahasa Arab, Aram, Yunani, dan Ibrani. Lalu dibacakan pujian (qari’ah) yang dikutip
dari kitab Mazmur. Pada rakaat ketiga dilakukan pembacaan kanun al imam, semacam
pengakuan kepada Tuhan (syahadat) yang dikenal dalam Cereja Ortodoks.
Tak hanya itu, sebelum salat ditunaikan. ada semacam azan, panggilan untuk salat.
Dalam panggilan salat ini ada kalimat yang mirip dalam Islam, misalnya hanya
alashalah (marilah kita salat). Hayya alassalah bisa/am (marilah kita salat dengan
damai). Dan, sebelum acara salat dilakukan, diawali dengan pembacaan Injil.

* Menghadap ke Timur
Pada saat salat, mereka menghadap ke timur, mengikuti tradisi Yesus yang kala itu
menghadapkan kiblat salatnya ke Baitul Maqdis, Jerusalem. Namun, karena Jerus;llem
hancur, orang-orang Kristen menjadikLm tubuh Jesus sendiri sebagai kiblat. Hanya
karena tubuh Jesus kini di surga (istiwa all yaminillah), sesuai dengan Ayat Kejadian:
28, yang menyatakan surga di timur. salat mereka menghadap ke timur.

Tak hanya itu persamaan dengan Islam. Tenyata mereka juga mengenal haji. Ibadah hji
ke Palestina ini termasuk ibadah non-sakramen, seperti juga salat, zakat persepuluhan,
serta puasa. Berdasan Kitab Ulangan 16: 16-17 disebutkan hag atau haji dilakukan ke
tanah suci Palestina menjelang Pekan Kudus (perayaan Paskah). tiga kali dalam
setahun. Dan. sepulangnya, setiap orang Kristen Ortodoks mendapatkan sertifikat dari
Patliauk Jerusalem dengan sebutan hadzi (untuk pria) dan hldzina (untuk wanita).

Pusat Gereja Syria ini terletak di Jalan Supriyadi IXA Nomor 8. Malang, Jawa Timur.
Hanya, mereka belum memiliki gereja. Di Surabaya sendiri mereka masih nebeng
dengan gereja lain. Mereka menerima pembagian kapling waktu hari Senin. Sebab,
membentuk gereja bagi kalangan ortodoks tidak semudah kalangan lain. Diharuskan
memiliki iman yang meraka sebut dengan abuna (ayah kami). Hampir mirip pada
sebagian tradisi kita yang menganggap kiai dengan abuya (ayahku). Padahal, menjadi
seorang abuna tiduk mudah. Harus menguasai lima bahasa: Arab, Aram, Ibrani,
Yunani, dan Inggris “Dan, mereka dididik di Syria untuk menjaga kemurnian ajaran ini,”
kata Henney.

Masuknya Gereja Ortodoks Syria ini diawali dari perjalanan pendeta Bambang
Noorseno ke Syria. dan sempatat melakukan studi agama di negara Hafic Alasat sekitar
tahun 1995. Noorseno yang juga termasuk intelektuL muda Kristen itu antara lain
menulis buku sangggahan atas karya Maulice Bucaille yang terkenal, Quran Bibel,
sains moderen ini sempat pulal melihat arsip-arsip kuno yang masih tersimpan dalam
Gereja Ortodoks Syria atau yang dikenal dalam bahasa Arab: Al Kanisat Anthakiyat AS
SUI Yan AI Orhodokssiyyat Yang Sebagian besar naskah ditulis dalam bahasa Aram
bahasa yang yang dipercaya sebagai bahasa yang dipergunakan Isa Almasih Noorseno
sempat pula berdiskusi tentag naskah-naskah yanghampir tak pernah disentuh gereja
Barat ini dengan Abuna ‘Isa Ghubuz, Ketua Syrian Ortodok Seminary di kawasan Bab
Thoma. Damaskus Apalagi, tuduhan-tuduh miring tentang gereja ini banyak dilontarkan
gereja Barat yang haya melandaskan informasi sepihak
Padahal, menurut Noorseno dalam orasi ilmiahnya yang disampaikan pada peresmian
Yayasan Kanisah Ortodoks Syria yang berjudul Jalan Panjang ke Anthiokia: Kembali ke
Akar Kekristenan Semitik Mula-Mula (Sebuah Perseptektif Ortodoks Syria), 11
Desember 1997, Gereja Syria berdiri pada tahun 40. Rasul Petrus sendiri yang menjadi
uskup pertama Anthiokia. ..

Kehancuran gereja itu terjadi pada tahun 451 ketika kekuasaan Byzantium
mencengkeram Anthiokia dengan memaksakan Konsili Kalsedon. Gereja Anthiokia
didukung Gereja Koptik di Mesir, sehingga dua patriark dua gereja ini dibuang.
Kekaisaran Byzantium mengganti patriarknya dengan Paulus. Tapi, dua tahun
kemudian ia dipecat dan digantikan Auphrosius bin Mallah yang ikut meninggal dalam
kebakaran Kota Anthiokia. Lalu, Kaisar Justinus I mengangkat Gubernur Anthiokia
sendiri sebagai patriark. Makin kacau. Gereja Anthiokia baru menemukan sosoknya
kembali setelah tahun 543 dengan ditahbiskannya Mar Ya’qub Bar Addai. Hingga tahun
550, ia berhasil menahbiskan 27 uskup dan lebih 100.000 imam. Inilah yang dalam
konsili ketujuh gereja Yunani disebut bidat Ya’qubiyah (Jacobite), yang danggap
monofisit, yang menganggap Yesus hanya bersifat ilahi dan menyangkal
kemanusiaannya. “Padahal, ajaran monofisit dalam artian demikian itu sebenarnya
tidak pernah ada dalam sejarah,” tulis Noorseno.

Gereja Ortodoks ini, menurut Funk & Wagnall, dipeluk sekitar 250 juta jiwa. Ia
merupakan salah satu dari tiga pilar Kristen di dunia: Katolik, Protestan, dan Ortodoks.
Mereka besar di Mesir (Koptik), Libanon (Maronit), Syria, Jerusalem, Rusia, Serbia,
Yunani, dan Turki. Kaum ortodoks menganggap paling dekat dengan tradisi Yesus.
Liturginya telah dikukuhkan dalam tujuh kali pertemuan para patriark antara tahun 325
hingga 787 di Kota Nicaea, Constantinopel, Ephesus, dan Calcedon.
Gereja Ortodoks pernah singgah di Nusantara, yaitu Gereja Ortodoks Persia pada
zaman Sriwijaya dan Majapahit. Begitu juga Gereja Ortodoks Armenia pernah ada pada
zaman Belanda. Gerejanya yang bernama Gereja Santo Johannes Pembaptis dahulu
terdapat di Jalan Thamrin yang kini menjadi gedung Bank Indonesia. Namun,
belakangan, gereja ini muncul kembali setelah Daniel ditahbiskan menjadi pendeta
pada tahun 1988 di Mojokerto, Jawa Timur. Tahun 1991, gereja ini tercatat di
Departemen Agama sebagai Gereja Ortodoks Indonesia. Gereja ini memiliki sekitar
1.000 anggota yang tersebar di Jakarta, Solo, Mojokerto, dan Cilacap.

Sekitar tahun 1996 mengalami “perpecahan” dengan tampilnya Bambang Noorseno


sebagai syaikh untuk Gereja Ortodoks Syria, dengan anggota yang masih terbatas,
sekitar 250 orang. Namun, gereja ortodoks pimpinan Noorseno ini belurn terdaftar di
Departemen Agama. “Lagi pula nama sebuah gereja tidak boleh dikaitkan dengan
nama sebuah negara,” kata Drs. Yan Kawatu, Dirjen Bimas Kristen Protestan
Departemen Agama RI.

Kesimpulan
Hal yang menyatakan bahwa Kristen Ortodoks Syiria adalah agama baru yang meniru
Islam adalah keliru. Kehadiran agama ini lebih tua dari Islam. Sehingga tidak
bertentangan dengan agama islam.

Anda mungkin juga menyukai