Anda di halaman 1dari 8

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN


RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)/SAP

Nama/Kode Mata Kuliah : Blok Gastroenterohepatologi


Pertemuan ke :
Judul Materi : Penyakit Hirschsprung
Alokasi Waktu : 50 menit
Nama dosen : dr. Azis Beru Gani, M.Kes,Sp.B
Tanggal penyusunan : 6 Desember 2020

Capaian Pembelajaran Mata Kuliah-CPMK


- Mahasiswa mampu menguasai langkah-langkah manajemen terapi pada kelainan sistem Gastroenterohepatologi berdasarkan level SKDI dengan kriteria diagnosis
meliputi anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan, pencegahan, komplikasi dan rehabilitasi medik dalam rangka penanganan
paripurna pasien

Sub Capaian Pembelajaran Mata Kuliah-subCPMK


- Mahasiswa mampu menjelaskan pengelolaan penyakit Ilmu Bedah terkait sistem Gastroenterohepatologi berdasarkan level SKDI mulai dari etiologi, faktor resiko,
epidemiologi, menegakkan diagnosis hingga penatalaksanaan, pencegahan dan komplikasi dalam rangka penanganan paripurna pasien

Indikator
Metode Langkah Pencapaian
No Materi Ajar penyajian pembelajaran Pra Tugas Referensi kompetensi
Pendahuluan Kuliah Awal: - Membaca 1. Ashcraft Tingkat
Penyakit Hirschsprung merupakan kelainan kongenital pada usus dengan karekteristik Diskusi - Video slide buku/jurna ’s pemahaman
tidak adanya sel ganglion parasimpatik bagian dalam sub mukosa dan pleksus - Kuis (pre l A pada Pediatric terhadap topik
mienterik. Hal ini akibat dari suatu keterlambatan perkembangan dari perubahan test) hal. tentan Surgery kuliah >90%
cranio caudalnervus vagus pada sel crest di usus pada usia 5 dan 12 minggu usia g topik ini 5th (Nilai Pre test
1.
gestasi dalam membentuk entericnervus system (ENS) yang merupakan bagian dari Inti: - Membuat edition dan post test)
perkembangan neurocristopathi. - Kuliah ringkasan 2010
Secara epidemiologi ratio perbandingan kejadian penyakit Hirschsprung laki-laki - Diskusi dari 2. Hirschsp
terhadap perempuan 4 : 1. Penelitian secara epidemiologi yang pernah dilakukan di bacaan rung’s
Iran menemukan bahwa ratio antara laki-laki dan perempuan 2 : 1. Akhir: teserbut Disease
Materi - Diskusi in Africa
2. 1. Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap Penyakit - Post-test in the
Hirschsprung 21st
Century
Anamnesis & Pemeriksaan Fisik 2010
Gambaran klinis penyakit Hirschsprung dapat kita bedakan berdasarkan usia 3. Bailey &
gejala klinis mulai terlihat : Love’s
(1) Periode Neonatal : Short
Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni pengeluaran Practice
mekonium yang terlambat, muntah hijau dan distensi abdomen. Pengeluaran of
mekonium yang terlambat (lebih dari 24 jam pertama) merupakan tanda klinis Surgery
yang signifikans. Penelitian yang dilakukan oleh Swenson (1973) terhadap 501 26th
kasus Hirschsprung menemukan 94% yang mengalami keterlambatan edition
mekonium, sedangkan Kartono menemukan 93,5% yang mengalami 2013
keterlambatan mekonium pada 24 jam pertama kehidupan.

(2) Periode Anak :


Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah
konstipasi kronis dan gizi buruk (failure to thrive). Dapat pula terlihat gerakan
peristaltik usus di dinding abdomen. Jika dilakukan pemeriksaan colok dubur,
maka feses biasanya keluar menyemprot, dengan konsistensi semi-liquid dan
berbau tidak sedap. Penderita biasanya buang air besar tidak teratur, atau
sekali dalam beberapa hari bahkan biasanya sulit untuk berdefekasi.

2. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi


penanganan pasien Penyakit Hirschsprung
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan yang penting pada
penyakit Hirschsprung . Pada foto polos abdomen dapat dijumpai gambaran
obstruksi usus letak rendah, meski pada bayi sulit untuk membedakan usus
halus dan usus besar. Pemeriksaan yang merupakan standard dalam
menegakkan diagnosis penyakit Hirschsprung adalah barium enema, dimana
akan dijumpai 3 tanda khas :
1. Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang
panjangnya bervariasi;
2. Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan
ke arah daerah dilatasi;
3. Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi

Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas penyakit
Hirschsprung , maka dapat dilanjutkan dengan foto retensi barium, yakni foto
setelah 24-48 jam barium dibiarkan membaur dengan feces. Gambaran
khasnya adalah terlihatnya barium yang membaur dengan feces kearah
proksimal kolon.

Pemeriksaan barium enema pada penderita penyakit Hirschsprung Tampak


rektum yang mengalami penyempitan, dilatasi sigmoid dan daerah transisi
yang melebar.

Pemeriksaan patologi anatomi


Diagnosa histopatologi penyakit Hirschsprung didasarkan atas tidak
terdapatnya sel ganglion pada pleksus mienterik (Auerbach) dan pleksus sub-
mukosa (Meissner). Disamping itu akan terlihat dalam jumlah banyak
penebalan serabut saraf (parasimpatis). Akurasi pemeriksaan akan semakin
tinggi jika menggunakan pengecatan immunohistokimia asetilkolinesterase,
yaitu suatu enzim yang banyak ditemukan pada serabut saraf parasimpatis,
dibandingkan dengan pengecatan konvensional dengan haematoxylin eosin.
Disamping memakai asetilkolinesterase, juga digunakan pewarnaan protein S-
100, metode peroksidase-antiperoksidase dan pewarnaan enolase. Hanya saja
pengecatan immunohistokimia memerlukan ahli patologi anatomi yang
berpengalaman.
Swenson pada tahun 1955 mempelopori pemeriksaan histopatologi
dengan eksisi tebal dinding otot rektum, untuk mendapatkan gambaran
pleksus mienterik. Secara tekhnis, metode ini sulit dilakukan sebab
memerlukan anastesi umum, dan dapat menyebabkan inflamasi dan
pembentukan jaringan ikat yang mempersulit tindakan bedah definitif. Noblett
tahun 1969 mempelopori tekhnik biopsi hisap dengan menggunakan alat
khusus, untuk mendapatkan jaringan mukosa dan sub-mukosa sehingga dapat
melihat keberadaan pleksus Meissner. Metode ini kini telah menggantikan
metode biopsi eksisi sebab tidak memerlukan anastesi dan juga akurasi
pemeriksaan mencapai 100%. Biasanya biopsi hisap dilakukan pada 3 tempat :
2, 3 dan 5 cm proksimal dari anal verge. Apabila hasil biopsi hisap meragukan,
barulah dilakukan biopsi eksisi otot rektum untuk menilai pleksus Auerbach.
Polley pada tahun 1986 melakukan biopsi hisap rektum pada 309 kasus
Hirschsprung , ternyata dia tidak menemukan adanya hasil negatif palsu dan
komplikasi terhadap tindakan ini.

Tatalaksana awal penyakit Hirschsprung ditujukan pada dua hal :


1. Resusitasi dan tatalaksana komplikasi
Resusitasi dan tatalaksana komplikasi pada penyakit Hirschsprung
meliputi :
1.1 Rehidrasi dan koreksi elektrolit
Rehidrasi dilakukan dengan menggunakan cairan isotonic. Koreksi
terhadap gangguan elektrolit diberikan setelah dipastikan fungsi ginjal baik.
1.2. Dekompresi lambung dengan pemasangan pipa orogastrik
terutama pada pasien dengan distensi abdomen dan muntah
1.3. Antibiotik spektrum luas untuk mencegah sepsis.
Pemberian antibiotik profilaksis untuk mencegah episode berulang
penyakit Hirschsprung tidak terbukti mempunyai dampak yang baik dan dapat
meningkatkan risiko terjadinya resistensi. Antibiotik digunakan untuk menekan
overgrowth dan translokasi bakteri-bakteri di usus ke pembuluh darah melalui
dinding usus. Adanya demam dan lekositosis dapat menjadi dasar untuk
memulai pemberian antibiotik. Pasien dengan penyakit Hirschsprung berat
yang dihubungkan dengan enterokolitis dan sepsis ini membutuhkan
penanganan di unit perawatan intensif untuk mengontrol kondisi
hemodinamik, perlu mendapat antibiotik spektrum luas yang dimulai dengan
ampisilin, gentamisin dan metronidazole.
1.4. Rehabilitasi nutrisi
Nutrisi parenteral harus diberikan pada pasien dengan gangguan
intestinal . Terapi konservatif dengan nutrisi parenteral ini dihubungkan
dengan luaran jangka panjang yang bai. Beberapa penelitian terhadap obstruksi
usus halus yang membandingkan antara terapi konservatif dan operatif pada
penyakit Hirschsprung memperlihatkan respon yang buruk terhadap terapi
konservatif. Oleh karena itu resusitasi dan tatalaksana komplikasi ini diberikan
sampai dilaksanakannya operasi definitif.
2. Dekompresi kolon menunggu dilaksanakannya operasi definitif
TINDAKAN BEDAH
1.Tindakan Bedah Sementara
Tindakan bedah sementara pada penderita penyakit Hirschsprung
adalah berupa kolostomi pada usus yang memiliki ganglion normal paling
distal. Tindakan ini dimaksudkan guna menghilangkan obstruksi usus dan
mencegah enterokolitis sebagai salah satu komplikasi yang berbahaya.
Manfaat lain dari kolostomi adalah : menurunkan angka kematian pada saat
dilakukan tindakan bedah definitif dan mengecilkan kaliber usus pada
penderita Hirschsprung yang telah besar sehingga memungkinkan dilakukan
anastomose
2. Tindakan Bedah Definitif
(1). Prosedur Swenson
Operasi yang dilakukan adalah tarik terobos (pull-through)
rektosigmoidektomi dengan preservasi spinkter ani. Dengan meninggalkan 2-
3 cm rektum distal dari linea dentata. Swenson memperbaiki kembali metode
operasinya (tahun 1964) dengan melakukan spinkterektomi posterior, dengan
hanya menyisakan 2 cm rektum bagian anterior dan 0,5-1 cm rektum
posterior.
(2). Prosedur Duhamel
Prosedur ini diperkenalkan Duhamel tahun 1956 untuk mengatasi
kesulitan diseksi pelvik pada prosedur Swenson. Prinsip dasar prosedur ini
adalah menarik kolon proksimal yang ganglionik ke arah anal melalui bagian
posterior rektum yang aganglionik, menyatukan dinding posterior rektum yang
aganglionik dengan dinding anterior kolon proksimal yang ganglionik sehingga
membentuk rongga baru dengan anastomose end to side
(3). Prosedur Soave
Tujuan utama dari prosedur Soave adalah membuang mukosa rektum
yang aganglionik, kemudian menarik terobos kolon proksimal yang ganglionik
masuk kedalam lumen rektum yang telah dikupas tersebut.
(4). Prosedur Rehbein
Prosedur ini tidak lain berupa deep anterior resection, di mana
dilakukan anastomose end to end antara usus aganglionik dengan rektum
pada level otot levator ani (2-3 cm diatas anal verge), menggunakan jahitan 1
lapis yang dikerjakan intraabdominal ekstraperitoneal. Pasca operasi, sangat
penting dilakukan businasi secara rutin guna mencegah terjadinya stenosis .
3. Lulusan dokter mampu menindaklanjuti pasien Penyakit HIrschsprung
setelah kembali dari rujukan
Secara garis besarnya, komplikasi pasca tindakan bedah penyakit Hirschsprung
dapat digolongkan atas : kebocoran anastomose, stenosis, enterokolitis dan
gangguan fungsi spinkter. Sedangkan tujuan utama dari setiap operasi definitif
pull-through adalah menyelesaikan secara tuntas penyakit Hirschsprung , dan
diharapkan penderita mampu menguasai dengan baik fungsi spinkter ani dan
kontinen yang di alaminya.

3. Kesimpulan
 Penyakit Hirschsprung merupakan kelainan kongenital pada usus dengan
karekteristik tidak adanya sel ganglion parasimpatik bagian dalam sub mukosa dan
pleksus mienterik.
 Trias Hirschsprung untuk Neonatal : perlambatan meconium, muntah hijau dan
distensi abdomen
 Diagnosis untuk anak adalah : konstipasi kronik, tampak peristaltik dinding
abdomen, faeces menyemprot saat RT
 Diagnosis utama berdasarkan hasil PA

Anda mungkin juga menyukai