Memasuki era globalisasi yang ditandai dengan adanya persaingan pada berbagai aspek,
diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas tinggi agar mampu bersaing dengan negara
lain. Kesehatan dan gizi merupakan faktor penting karena secara langsung berpengaruh terhadap
kualitas SDM di suatu negara. Untuk itu diperlukan upaya perbaikan gizi yang bertujuan untuk
meningkatkan status gizi masyarakat melalui upaya perbaikan gizi dalam keluarga maupun
pelayanan gizi pada individu yang karena suatu hal mereka harus tinggal di suatu institusi kesehatan,
diantaranya rumah sakit (Depkes RI, 2005).
Rumah sakit sebagai salah satu institusi kesehatan mempunyai peran penting dalam
melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan
upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya
peningkatan dan pencegahanpenyakit. Pelayanan gizi di rumah sakit merupakan bagian integral dari
upaya penyembuhan penyakit pasien. Mutu pelayanan gizi yang baik akan mempengaruhi indikator
mutu pelayanan rumah sakit, yaitu meningkatkan kesembuhan pasien, memperpendek lama rawat
inap, serta menurunkan biaya (Direktorat Bina Pelayanan Medik Dasar, 2007).
Ruang lingkup kegiatan pokok pelayanan gizi di rumah sakit terdiri dari asuhan gizi pasien rawat
jalan, asuhan gizi rawat inap, penyelenggaraan makanan, serta penelitian dan pengembangan gizi
(Depkes RI, 2005). Untuk proses asuhan gizi pasien rawat jalan dan rawat inap harus melalui 4
tahapan, yaitu : (1) assessment dan pengkajian gizi; (2) perencanaan pelayanan gizi dengan
menetapkan tujuan dan strategi; (3) implementasi pelayanan gizi sesuai rencana; (4) monitoring dan
evaluasi pelayanan gizi (Almatsier, 2006).
Pelayanan gizi rumah sakit adalah kegiatan pelayanan gizi di rumah sakit untuk memenuhi
kebutuhan gizi masyarakat rumah sakit (pasien) baik rawat inap maupun rawat jalan, untuk
keperluan metabolisme tubuh, peningkatan kesehatan, maupun mengoreksi kelainan metabolisme,
dalam rangka upaya preventif, kuratif, rehabilitative, dan promotif. Hal ini sejalan dengan
perkembangan iptek di bidang kesehatan, dimana telah berkembang terapi gizi medis yang
merupakan kesatuan dari asuhan medis, asuhan keperawatan, dan asuhan gizi (Depkes RI, 2005).
Peran asuhan gizi sebagai bagian dari perawatan pasien di rumah sakit semakin penting dengan
berkembangnya konsep perawatan pasien dengan pendekatan menyeluruh. Dalam pelaksanaannya,
diperlukan keterlibatan dan kerjasama yang erat antar berbagai profesi terkait yang tergabung
dalam tim asuhan gizi. Profesi yang terlibat adalah dokter, perawat, dietisien, dan profesi kesehatan
lainnya sebagai pendukung. Tiap anggota tim bertugas memberikan sumbangan spesifik sesuai
dengan keahliannya, yang diharapkan dapat saling mengisi dalam upaya memberikan asuhan gizi
yang optimal. Selain itu, diperlukan koordinasi yang baik melalui komunikasi secara teratur, baik
secara tertulis melalui rekam medik, secara lisan melalui diskusi sewaktu-waktu, atau melalui
kunjungan/visite bersama yang dilakukan secara periodik (Almatsier, 2006).
Ahli gizi atau Registered Dietitien (RD) adalah sarjana gizi yang telah mengikuti pendidikan
profesi gizi (dietetic internship) dan dinyatakan lulus setelah mengikuti ujian kompetensi profesi gizi,
yang kemudian diberi hak untuk mengurus ijin memberikan pelayanan dan menyelenggarakan
praktek gizi (Persagi, 2010). RD bertugas melakukan pengkajian gizi, menentukan diagnosa gizi,
menentukan dan mengimplementasikan intervensi gizi, dan kemudian melakukan visite berkala
untuk memonitor dan mengevaluasi perkembangan kondisi pasien. Selain itu, RD juga bertugas
melakukan edukasi gizi untuk pencegahan penyakit dan konseling gizi untuk kondisi kronis (ADA,
2007). Sebagai ahli gizi profesional, hendaknya memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
7. Memiliki suatu organisasi profesi yang senantiasa meningkatkan kualitas pelayanan yang
diberikan kepada masyarakat oleh anggotanya
Di Indonesia, Ahli Gizi termasuk Ahli Madya Gizi sebagai pekerja profesional harus memiliki
persyaratan sebagai berikut :
10. Memiliki standar pendidikan yang mendasari dan mengembangkan profesi sesuai dengan
kebutuhan pelayanan
Standar kompetensi ahli gizi disusun berdasarkan jenis ahli gizi yang ada saat ini yaitu ahli gizi
dan ahli madya gizi. Keduanya mempunyai wewenang dan tanggung jawab yang berbeda. Secara
umum tujuan disusunnya standar kompetensi ahli gizi adalah sebagai landasan pengembangan
profesi Ahli Gizi di Indonesia sehingga dapat mencegah tumpang tindih kewenangan berbagai profesi
yang terkait dengan gizi. Adapun tujuan secara khusus adalah sebagai acuan/pedoman
dalam menjaga mutu Ahli Gizi, menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan gizi yang profesional
baik untuk individu maupun kelompok serta mencegah timbulnya malpraktek gizi (Persagi, 2010).
Peran Ahli Gizi
Secara umum, paling tidak seorang ahli gizi memiliki 3 peran, yakni sebagai dietisien, sebagai
konselor gizi, dan sebagai penyuluh gizi (Nasihah, 2010).
1. Dietisien adalah seseorang yang memiliki pendidikan gizi, khususnya dietetik, yang bekerja untuk
menerapkan prinsip-prinsip gizi dalam pemberian makan kepada individu atau kelompok,
merencanakan menu, dan diet khusus, serta mengawasi penyelenggaraan dan penyajian makanan
(Kamus Gizi, 2010).
2. Konselor gizi adalah ahli gizi yang bekerja untuk membantu orang lain (klien) mengenali,
mengatasi masalah gizi yang dihadapi, dan mendorong klien untuk mencari dan memilih cara
pemecahan masalah gizi secara mudah sehingga dapat dilaksanakan oleh klien secara efektif dan
efisien. Konseling biasanya dilakukan lebih privat, berupa komunikasi dua arah antara konselor dan
klien yang bertujuan untuk memberikan terapi diet yang sesuai dengan kondisi pasien dalam upaya
perubahan sikap dan perilaku terhadap makanan (Magdalena, 2010).
3. Penyuluh gizi, yakni seseorang yang memberikan penyuluhan gizi yang merupakan suatu upaya
menjelaskan, menggunakan, memilih, dan mengolah bahan makanan untuk meningkatkan
pengetahuan, sikap, dan perilaku perorangan atau masyarakat dalam mengonsumsi makanan
sehingga meningkatkan kesehatan dan gizinya (Kamus Gizi, 2010). Penyuluhan gizi sebagian
besarnya dilakukan dengan metode ceramah (komunikasi satu arah), walaupun sebenarnya masih
ada beberapa metode lainnya yang dapat digunakan. Berbeda dengan konseling yang komunikasinya
dilakukan lebih pribadi, penyuluhan gizi disampaikan lebih umum dan biasanya dapat menjangkau
sasaran yang lebih banyak.
Ketiga peran itu hanya bisa dilakukan oleh seorang ahli gizi atau seseorang yang sudah mendapat
pendidikan gizi dan tidak bisa digantikan oleh profesi kesehatan manapun, karena ketiga peran itu
saling berkaitan satu sama lain, tidak dapat dipisahkan.
Selain ketiga peran yang telah dijelaskan diatas, peran ahli gizi juga dapat dikaji pada rincian di
bawah ini :
1. Ahli Gizi
d. Pendidik/penyuluh/pelatih/konsultan gizi
f. Pelaku praktek kegizian yang bekerja secara profesional dan etis
(Persagi, 2010)
Namun, bila dibandingkan dengan kondisi di lahan, peran Ahli gizi belum berjalan secara maksimal.
Hal ini disebabkan oleh :
1. Kurangnya jumlah tenaga ahli gizi di rumah sakit sehingga belum dapat mencakup semua ruang
rawat inap dan masih merangkap tugas yang lain.
2. Belum terbentuknya tim asuhan gizi yang solid, sehingga praktek kolaborasi antara ahli gizi dan
profesi yang lain belum berjalan secara maksimal.
3. Tidak adanya nutritional assessment tools di ruangan, seperti microtoa, knee-height caliper, pita
LILA. Alat yang dipakai selama ini kebanyakan hanya medline dan timbangan berat badan.
4. Kurangnya kunjungan ahli gizi ke ruang rawat inap yang menjadi tanggung-jawabnya sehingga
memungkinkan pasien tidak mengenali ahli gizi rumah sakit.
5. Belum dilakukannya skrining gizi secara menyeluruh terhadap pasien, sehingga memungkinkan
pasien yang berisiko malnutrisi tidak terdeteksi.
Ahli Gizi yang melaksanakan profesi gizi mengabdikan diri dalam upaya memelihara dan
memperbaiki keadaan gizi, kesehatan, kecerdasan dan kesejahteraan rakyat melalui upaya
perbaikan gizi, pendidikan gizi, pengembangan ilmu dan teknologi gizi, serta ilmu-ilmu terkait. Ahli
Gizi dalam menjalankan profesinya harus senantiasa bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, menunjukkan sikap dan perbuatan terpuji yang dilandasi oleh falsafah dan nilainilai Pancasila,
Undang-Undang Dasar 1945 serta Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Persatuan Ahli Gizi
Indonesia serta etik profesinya.
A. Kewajiban Umum
1. Meningkatkan keadaan gizi dan kesehatan serta berperan dalam meningkatkan kecerdasan dan
kesejahteraan rakyat
2. Menjunjung tinggi nama baik profesi gizi dengan menunjukkan sikap, perilaku, dan budi luhur
serta tidak mementingkan diri sendiri
1. Memelihara dan meningkatkan status gizi klien baik dalam lingkup institusi pelayanan gizi atau di
masyarakat umum.
2. Menjaga kerahasiaan klien atau masyarakat yang dilayaninya baik pada saat klien masih atau
sudah tidak dalam pelayanannya, bahkan juga setelah klien meninggal dunia kecuali bila diperlukan
untuk keperluan kesaksian hukum.
5. Memberikan informasi kepada klien dengan tepat dan jelas, sehingga memungkinkan klien
mengerti dan mau memutuskan sendiri berdasarkan informasi tersebut.
3. Melakukan kegiatan pengawasan pangan dan gizi sehingga dapat mencegah masalah gizi di
masyarakat.
4. Peka terhadap status gizi masyarakat untuk mencegah terjadinya masalah gizi dan meningkatkan
status gizi masyarakat.
5. Memberi contoh hidup sehat dengan pola makan dan aktifitas fisik yang seimbang sesuai
dengan nilai paktek gizi individu yang baik.
6. Dalam bekerja sama dengan profesional lain di masyarakat, Ahli Gizi berkewajiban hendaknya
senantiasa berusaha memberikan dorongan, dukungan, inisiatif, dan bantuan lain dengan sungguh-
sungguh demi tercapainya status gizi dan kesehatan optimal di masyarakat.
7. Mempromosikan atau mengesahkan produk makanan tertentu berkewajiban senantiasa tidak
dengan cara yang salah atau, menyebabkan salah interpretasi atau menyesatkan masyarakat
1. Melakukan promosi gizi, memelihara dan meningkatkan status gizi masyarakat secara optimal,
berkewajiban senantiasa bekerjasama dan menghargai berbagai disiplin ilmu sebagai mitra kerja di
masyarakat.
3. Menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan keterampilan terbaru kepada sesama profesi dan mitra
kerja.
3. Menunjukan sikap percaya diri, berpengetahuan luas, dan berani mengemukakan pendapat serta
senantiasa menunjukan kerendahan hati dan mau menerima pendapat orang lain yang benar.
5. Tidak melakukan perbuatan yang melawan hukum, dan memaksa orang lain untuk melawan
hukum.
Referensi
1. Almatsier, Sunita. 2006. Pelayanan Gizi Pasien Rawat Inap dan Rawat Jalan. Penuntun Diet
Edisi Terbaru. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
5. Nasihah, Fathiya. 2010. Peran Ahli Gizi sebagai Penyuluh dan Konselor Gizi.