Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan


Gerontik

Dosen pembimbing : Ria Anggraini S.Kep.Ners, M.Kep

KELOMPOK 6 :

1. Agel Tri Sasmiko (A1R18001)


2. Cindy Putri Aprilia (A1R18006)
3. Laela Salsabela (A1R18017)
4. Muhammad Nasrul (A1R18024)
5. Siti Linnasriyah (A1R18028)

SEMESTER 5
PRODI D3 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) HUTAMA ABDI
HUSADA TULUNGAGUNG TAHUN 2020/2021


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Seorang perawatan professional dalam merawat lanjut usia yang tidak ada
harapan mempunyai ketrampilan yang multi komplek. sesuai dengan peran yang
dimiliki, perawatan harus mampu memberikan pelayanan keperawatan dalam
memenuhi kebutuhan klien lanjut usia dan harus menyelami perasaan-perasaan
hidup dan mati.
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada lanjut usia yang sedang
menghadapi sakarotul maut tidaklah selamanya muda, klien lanjut usia akan
memberikan reaksi-reaksi yang berbeda –beda, bergantung kepada kepribadian
dan cara klien lanjut usia menghadapi hidup. tetapi bagaimanapun keadaan,
situasi dan kondisinya perawat harus dapat menguasai keadaan terutama terhadap
keluarga klien lanjut usia. Biasanya, anggota keluarga dalam keadaan krisis ini
memerlukan perhatian perawatan karena kematian pada seseorang dapat datang
dengan berbagai cara, dapat terjadi secara tiba-tiba dan dapat pula berlangsung
berhari-hari. kadang –kadang sebelum ajal tiba klien lanjut usia ke hilangan
kesadarannya terlebih dahulu.
Pentingnya bimbingan spiritual dalam kesehatan telah menjadi ketetapan
WHO yang menyatakan bahwa aspek agama (spiritual) merupakan salah satu
unsur dari pengertian kesehataan seutuhnya (WHO, 1984).Oleh karena itu
dibutuhkan dokter dan terutama perawat untuk memenuhi kebutuhan spritual
pasien.Karena peran perawat yang konfrehensif tersebut pasien senantiasa
mendudukan perawat dalam tugas mulia mengantarkan pasien diakhir hayatnya
dan perawat juga dapat bertindak sebagai fasilisator (memfasilitasi) agar pasien
tetap melakukan yang terbaik seoptimal mungkin sesuai dengan
kondisinya.Namun peran spiritual ini sering kali diabaikan oleh perawat.Padahal
aspek spiritual ini sangat penting terutama untuk pasien terminal yang didiagnose
harapan sembuhnya sangat tipis dan mendekati sakaratul maut.
Menurut Dadang Hawari (1977,53) “orang yang mengalami penyakit terminal
dan menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis
spiritual, dan krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien
menjelang ajal perlu mendapatkan perhatian khusus”.Usia lanjut adalah suatu
kejadian yang pasti akan dialami oleh semua orang yang dikaruniai usia panjang,
terjadinya tidak bisa dihindari oleh siapapun. Pada usia lanjut akan terjadi
berbagai kemunduran pada organ tubuh. Namun tidak perlu berkecil hati, harus
selalu optimis, ceria dan berusaha agar selalu tetap sehat di usia lanjut. Jadi
walaupunb usia sudah lanjut, harus tetap menjaga kesehatan.
Proses menua manusia mengalami perubahan menuju ketergantungan fisik
dan mental. Keluhan yang menyertai proses menua menjadi tanda adanya
penyakit, biasanya disertai dengan perasaan cemas, depresi atau mengingkari
penyakitnya. Apalagi penyakit stadium terminal (tinggal menunggu ajal) dalam
prediksi secara medis sering diartikan penderita tidak lama lagi meninggal dunia.
Keadaan ini menyebabkan lansia mengalami kecemasan menghadapi kematian.
Perawatan paliatif adalah semua tindakan aktif untuk meringankan beban
penderita, terutama terutama yang tidak mungkin disembuhkan. Yang dimaksud
tindakan aktif antara lain mengurangi/menghilangkan rasa nyeri dan keluhan lain
serta memperbaiki aspek psikologis, sosial, dan spiritual.Tujuan perawatan
paliatif adalah mencapai kualitas hidup maksimal bagi si sakit (lanjut usia) dan
keluarganya. Perawatan paliatif tidak hanya diberikan kepada lanjut usia yang
menjelang akhir hayatnya, tetapi juga diberikan segera setelah didiagnosisoleh
dokter bahwa lanjut usia tersebut menderita penyakit yang tidak ada harapan
untuk sembuh (mis., menderita kanker). Sebagian pasien lanjut usia, pada suatu
waktu akan menghadapi keadaan yang disebut “stadium paliatif”, yaitu kondisi
ketika pengobatan sudah tidak dapat menghasilkan kesembuhan. Biasanya dokter
memvonis pasien lanjut usia yang menderita penyakit yang mematikan (misal,
kanker, stroke, AIDS) juga mengalami penderitaan fisik, psikologis, sosial,
kultural dan spiritual.
Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang medis dan
keperawatan, memungkinkan diupayakan berbagai tindakan dan pelayanan yang
dapat mengurangi penderitaan pasien lanjut usia, sehingga kualitas hidup di akhir
kehidupannya tetap baik, tenang dan mengakhiri hayatnya dalam keadaan iman
dan kematian yang nyaman. Diperlukan pendekatan holistik yang dapat
memperbaiki kualitas hidup klien lanjut usia. Kualitas hidup adalah bebas dari
segala sesuatu yang menimbulkan gejala, nyeri, dan perasaan takut sehingga lebih
menekankan rehabilitasi dari pada pengobatan agar dapat menikmati kesenagngan
selama akhir hidupnya. Sesuai arti harfiahnya, paliatif bersifat meringankan,
bukan menyembuhkan. Jadi, perawatan paliatif diperlukan untuk meningkatkan
kualitas hidup dengan menumbuhkan semangat dan motivasi. Perawatan ini
merupakan pelayanan yang aktif dan menyeluruh yang dilakukan oleh satu tim
dari berbagai disiplin ilmu.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pada pasien terminal
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami pengertian menjelang ajal
b. Mahasiswa mampu memahami jenis-jenis penyakit terminal.
c. Mahasiswa mampu memahami manifestasi klinik
d. Mahasiswa mampu memahami tahap-tahap kematian
e. Mahasiswa mampu memahami Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Penyakit Terminal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN
Lansia adalah tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian dari proses
kehidupan yang tak dapat dihindarkan dan akan dialami oleh setiap individu. Pada
tahap ini individu mengalami banyak  perubahan baik secara fisik maupun
mental, khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang
pernah dimilikinya. Perubahan penampilan fisik sebagian dari proses penuaan
normal, seperti rambut yang mulai memutih, kerut-kerut ketuaan di
wajah, berkurangnya ketajaman panca indera, serta kemunduran daya tahan
tubuh, merupakan acaman bagi integritas orang usia lanjut. Belum lagi mereka
harus berhadapan dengan kehilangan-kehilangan peran diri, kedudukan sosial,
serta perpisahan dengan orang-orang yang dicintai.Semua hal tersebut menuntut
kemampuan beradaptasi yang cukup besar untuk dapat menyikapi secara bijak
(Soejono, 2000). Penuaan merupakan proses normal perubahan yang
berhubungan dengan waktu, sudah dimulai sejak lahir dan berlanjut sepanjang
hidup. Usia tua adalah fase akhir dari rentang kehidupan.
Menjelang ajal adalah bagian dari kehidupan, yang merupakan proses menuju
akhir.
Pengertian sakit gawat adalah suatu keadaan sakit, yang klien lanjut usia tidak
dapat lagi atau tidak ada harapan lagi untuk sembuh.
Pengertian kematian/ mati adalah apa bila seseorang tidak lagi teraba denyut
nadinya, tudak bernafas selama beberapa menit, dan tidak menunjukkan beberapa
reflek, serta tidak ada kegiatan otak.
Penyebab kematian:
1. Penyakit
a. Keganasan (karsinoma hati, paru, mammae).
b. Penyakit kronis, misalnya:
 CVD (cerebrovascular diseases)
 CRF (chronic renal failure (gagal ginjal))
 Diabetes militus (ganggua)
 MCI (myocard infarct (gangguan kardiovaskuler) )
 COPD (chronic obstruction pulmonary diseases)
2. Kecelakaan (hematoma epidural)

B. CIRI / TANDA KLIEN LANJUT USIA MENJELANG KEMATIAN


1. Gerakan dan pengindraan menghilang secara berangsur-angsur. Biasanya
dimulai pada anggota badan, khususnya kaki dan ujung kaki.
2. Gerak peristaltic usus menurun.
3. Tubuh klien lanjut usia tampak menggembung.
4. Badan dingin dan lembap, terutama pada kaki, tangan, dan ujung hidungnya.
5. Kulit tampak pucat, berwarna kebiruan / kelabu.
6. Denyut nadi mulai tidak teratur.
7. Nafas mendengkur berbunyi keras (stidor) yang disebabkan oleh adanya
lender pada saluran pernafasan yang tidak dapat dikeluarkan oleh klien lanjut
usia.
8. Tekanan darah menurun.
9. Terjadi gangguan kesadaran (ingatan menjadi kabur).

(Keperawatan. Gerontik & geriatrik, H. wahjudi Nugroho, B. Sc.,SKM 2008)

C. TAHAP KEMATIAN
Tahap-tahap ini tidak selamanya berurutan secara tetap, tetapi saling tindih.
Kadang-kadang seorang klien lanjut usia melalui satu tahap tertentu untuk
kemudian kembali ketahap itu. Apa bila tahap tertentu berlangsung sangat
singkat, bisa timbul kesan seolah-olah klien lanjut usia melompati satu tahap,
kecuali jika perawat memperhatikan secara seksama dan cermat.
1. Tahap pertama (penolakan)
Tahap ini adalah tahap kejutan dan penolakan. Biasanya sikap itu ditandai
dengan komentar, selama tahap ini klien lanjut usia sesungguhnya
mengatakan bahwa mau menimpa semua orang, kecuali dirinya. Klien lanjut
usia biasanya terpengaruh oleh sikap penolakannya sehingga ia tidak
memperhatikan fakta yang mungkin sedang dijelaskan kepadanya oleh
perawat. Ia bahkan telah menekan apa yang telah ia dengar atau mungkin akan
meminta pertolongan dari berbagai macam sumber professional dan
nonprofessional dalam upaya melarikan diri dari kenyataan bahwa mau sudah
ada di ambang pintu.
2. Tahap kedua (marah)
Tahap ini ditandai oleh rasa marah dan emosi yang tidak terkendali.
Sering kali klien lanjut usia akan mencela setiap orang dalam segala hal. Ia
mudah marah terhadap perawat dan petugas kesehatan lainnya tentang apa
yang telah mereka lakukan.pada tahap ini, klien lanjut usia lebih mengaggap
hal ini merupakan hikmah, daripada kutukan. Kemarahan ini merupakan
mekanisme pertahanna diri klien lanjut usia lebih mengaggap hal ini
merupakan hikmah, dari pada kutukan. Kemarahan di sini merupakan
mekanisme pertahanan diri kliebn lanjut usia. Pada saat ini, perawat kesehatan
harus hati-hati dalam member penilaiaan sebagai reaksi yang normal terhadap
kematiaan yang perlu diungkapkan.
3. Tahap ketiga (tawar-menawar)
Kemarahan biasanya mereda dank lien lanjut usia dapat menimbulkan
kesan dapat menerima apa yang sedang terjadi pada dirinya.Akan tetapi pada
tahap tawar-menawar ini bnyak orang cenderung untuk menyelesaikan urusan
rumah tangga mereka sebelum maut tiba, dan mempersiapkan jaminan hidup
bagi orang tercinta yang ditinggalkan.
Selama tawar-menawar, permohonan yang dikemukakan hendaknya dapat
dipenuhi karena merupakan urusan yang belum selesai dan harus diselesaikan
sebelum mati. Misalnya, klien lanjut usia mempunyai permintaan terakhir
untuk melihat pertandingan olahraga, mengunjungi kerabat, melihat cucu
terkecil, atau makan di restoran. Perawat dianjurkan memenuhi permohonan
itu karena membuat klien lanjut usia memasuki tahap berikutnya.
4. Tahap keempat (sedih/depresi)
Hal ini biasanya merupakan saat yang menyedihkan klien lanjut usia
sedang dalam suasana berkabung. Di masa lampau, ia sudah kehilangan orang
yang dicintai dan sekarang ia akan kehilangan nyawanya sendiri. Bersama
dengan itu, ia harus meninggalkan semua hal yang menyenangkan yang
dinikmatinya. Selama tahap ini, klien lanjut usia cenderung tidak banyak
bicara dan sering menangis. Saatnya bagi perawat untuk duduk dengan tenang
di samping klien lanjut usia yang sedang melalui masa sedihnya sebelum
meninggal.
5. Tahap kelima (menerima/asertif)
Tahap ini ditandai oleh sikap menerima kematian. Menjelang saat ini,
klien lanjut usia telah membereskan segala urusan yang belum selesai dan
mungkin dan mungkin tidak ingin bicara lagi karena sudah menyatakan segala
sesuatunya. Tawar-menawar sudah lewat dan lewat dan tibalah saat
kedamaiaan dan ketenangan.Seseorang mungkin saja lama ada dalam tahap
meneriam, tetapi bukan tahap pasrah yang berarti kekalahan. Dengan kata
lain, pasrah pada maut bukan berarti menerima maut.

D. PENGARUH KEMATIAN
Pengaruh kematian terhadap keluarga klien yang lanjut usia:
1. Bersikap kritis terhadap cara perawat
2. Keluarga dapat menerima kondisinya
3. Terputusnya komunikasi dengan orang yang menjelang maut
4. Penyesalan keluarga dapat mengakibatkan orang yang bersangkutan tidak
dapat mengatasi rasa sedih
5. Penglihatan tanggung jawab dan beban ekonomi
6. Keluarga menolak diagnosis. Penolakan tersebut dapat memperbesar bebab
emosi keluarga.
7. Mempersoalkan kemampuan tim kesehatan

Pengaruh kematian terhadap tetangga / teman:


1. Simpati dan dukungan moral
2. Meremehkan / mencela kemampuan tim kesehatan

Pemenuan kebutuan klien menjelang kematian


1. Kebutuan jasmaniah. Kemampuan toleransi terhadap rasa sakit berbeda pada
setiap orang. Tindakan yang memungkinkan rasa nyaman bagi klien lanjut
usia (mis: sering mengubah posisi tidur, perawtan fisik, dan sebagainya).
2. Kebutuhan emosi.untuk menggambarkan unggkapan sikap dan perasaan klien
lanjut usia dalam menghadapi kematian.
a. Mungkin klien lanjut usia mengalami ketakutan yang hebat (ketakutan
yang timbul akibat menyadari bahwa dirinya bahwa dirinya tidak mampu
mencegah kematian).
b. Mengkaji hal yang diinginkan penderita selama mendampinginya.
Misalnya, lanjut usia ingin memperbincangkan tentang kehidupan di masa
lalu dan kemudian hari. Bila pembicaraan tersebut berkenaan, luangkan
waktu sejenak. Ingat, tidak semua orang senang membicarakan kematian.
c. Mengkaji pengaruh kebudayaan atau agama terhadap klien.

Pertimbangan khusus dalam perawatan:


1. Tahap I (penolakan dan rasa kesendirian)
Mengenal atau mengetahuai proses bahwa ini umumnya terjadi karena
menyadari akan datangnya kematian atau ancaman maut.
a. Beri kesempatan kepada klien lan jut usia untuk mempergunakan caranya
sendiri dalam menghadapi kematian sejauh tidak merusak.
b. Memfasilitasi klien lanjut usiadalam menghadapi kematian. Luangkan
waktu 10 menit sehari, baik dengan bercakap-cakap atau sekedar
bersamanya.
2. Tahap II (marah)
Mengenal atau memahami tingkah laku serta tanda-tandanya.
a. Beri kesempatan kepada klien lanjut usia untuk mengungkapkan
kemarahannya dengan kata-kata.
b. Ingat bahwa dalam benaknya bergejolak pertanyaan, “ mengapa hal ini
terjadi pada diriku?“
c. Seringkali perasaanm ini dialihkan kepada orang lain atau anda sebagai
cara klien lanjut usia bertingkah laku.
3. Tahap III (tawar-menawar)
Menggambarkan proses yang berusaha menawar waktu.
a. Klien lanjut usia untuk mempergunakan ungkapan, seperti seandainya “
saya…”
b. Beri kesempatan kepada klien lanjut usia untuk menghadapi kematian
dengan tawar-menawar.
c. Tanyakan kepentingan yang masih ia inginkan. Cara ademikian dapat
menunjukkan kemampuan perawat untuk mendengarkan ungkapan
perasaannya.
4. Tahap IV (depresi)
Lanjut usia memahami bahwa tidak mungkin menolak lagi kematian yang
tidak dapat dihindarkan itu, dan kini kesedian akan kematian itu sudah
membayanginya.
a. Jangan mencoba menyenangkan klien lanjut usia. Ingat bahwa tindakan
ini sebenarnya hanya memenuhi kebutuhan petugas. Jangan takut
menyaksikan klien lanjut usia atau keluarganya menangis. Hal ini
merupakan ungkapan pengekpresian kesedihannya. Anda boleh saja ikut
berduka cita.
b. “ apakah saya akan mati?” sebab sebetulnya pertanyaan klien lanjut usia
tersebut hanya sekedar mengisi dan menghabiskan waktu untuk
membincangkan perasaannya, bukannya mencari jawaban. Biasanya klien
lanjut usia menanyakan sesuatu, ia sebenarnya sudah tahu jawabannya.
Biasanya klien lanjut usia menanyakan sesuatu, ia sebenarnya sudah tahu
jawabannya. Apakah anda merasa akan meninggal dunia?
5. Tahap V
Membedakan antar sikap menerima kematian dan penyerahan terhadap
kematian yang akan terjadi. Sikap meneriama: klien lanjut usia telah
meneriama, dapat mengatakan bahwa kematian akan tiba dan ia tidak akan
menolak. Sikap menyerah: sebenarnya klien lanjut usia tidak menghendaki
kematian ini terjadi, tetapi ia tahu bahwa hal ini akan terjadi. Klien lanjut usia
tidak merasa tenang dan damai.
a. Luangkan waktu untuk klien lanjut usia (mungkin beberapa kali dalam
sehari). Sikap keluarga akan berbeda dengan sikap klien lanjut usia. Oleh
karena itu, sediakan waktu untuk mendiskusikan mereka.
b. Beri kesempatan kepada klien lanjut usia untuk mengarahkan
perhatiannya sebanyak mungkin. Tindakan ini akan member ketenangan
dan perasaan aman.

E. HAK ASASI PASIEN MENJELANG AJAL


Lanjut usia berhak untuk diperlakukan sebagai manusia yang hidup sampai mati.
Lanjut usia,
1. Berhak untuk tetap merasa mempunyai harapan, meskipun fokusnya dapat
saja berubah.
2. Berhak untuk dirawat oleh mereka yang dapat menghidupkan terus harapan,
walaupun dapat berubah.
3. Berhak untuk merasakan perasaan dan emosi mengenai kematian yang sudah
mendekat dengan cara sendiri.
4. Berhak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan mengenai
perawatannya.
5. Berhak untuk mengharapkan terus mendapat perhatian medis dan perawatan,
walaupun tujuan penyembuhan harus diubah menjadi tujuan member rasa
nyaman.
6. Berhak untuk tidak mati dalam kesepian.
7. Berhak untuk bebas dalam rasa nyeri.
8. Berhak untuk memperoleh jawaban yang jujur atas pertanyaan.
9. Berhak untuk tidak ditipu.
10. Berhak untuk mendapat bantuan dari dan untuk keluarganya dalam menerima
kematian.
11. Berhak untuk mati dengan tenang dan terhormat.
12. Berhak untuk mempertahankan individualis dan tidak dihakimi atas keputusan
yang mungkin saja bertentangan dengan orang lain.
13. Membicarakan dan memperluas pengalaman keagamaan dan kerohanian.
14. Berhak untuk mengharapkan bahwa kesucian tubuh manusia akan di hormati
sesudah mati.

F. KEPERAWATAN PALIATIF
Bagan kepemimpinan pada perawatan paliatif tidak berbentuk
kerucut,melainkan lebih berbentuk lingkaran dengan pasien sebagai titik sentral.
Kunci keberhasilan kerja interdisiplin bergantung pada tanggung jawab setiap
anggota tim, sesuai dengan kemahiran dan spesialisasinya,sehingga setiap kali
pimpinan berganti,tugas profesi masing masing tidak akan terganggu.
Keberhasilan keperawatan paliatif pada pasien lanjutusia satu akan menjadi
pengalaman dan akan meningkatkan kekuatan tim untuk upaya penanggulangan
gejala yang sama pada pasien yang lain.
Tugas tim perawatan paliatif sebagai penyeimbang di antara
keduanya.keluarga pasien ( lanjut usia yang menderita kanker) adalah subjek
suasana tegang dan stress,baik fisik maupun secara psikologis, serta ketakutan
dan kekhawatiran kehilangan orang yang dicintainya. Dari pengamatan yang
dilakukan,di peroleh hasil bahwa sikap/kebutuhan keluarga adalah :
1. Ingin membantu lanjut usia sepenuhnya
2. Ingin mendapat informasi tentang kematian
3. Ingin selalu bersama lanjut usia
4. Ingin mendapatkan kepastian bahwa pasien tetap nyaman
5. Ingin mendapat informasi tentang perkembangan lanjutan usia
6. Ingin melepaskan/ mencurahkan isi hati
7. Ingin mendapatkan dukungan dan pendampingan anggota keluarga/ kerabat
lain.
8. Ingin diterima,mendapat bimbingan,dan dukungan dari para petugas medis/
perawat.

Pengamatan tersebut di dukung dengan beberapa pernyataan,meyakinkan


bahwa keluarga menempatkan diri dalam posisi segalanya bagi lanjutan usia.
Yang juga perlu di selenggarakan adalah manajemen dalam keluarga,untuk
mengatur giliran jaga,mengatur pendanaan,memenuhi kebutuhan fasilitas lanjut
usia,dan lain lain.Pada kenyataannya,lanjut usia dapat di ajak diskusi untuk
dimintai pertimbangannya. Dampak positifny adalah lanjut usia merasa di anggap
dan dihargai walaupun fisiknya tidak berdaya. Kelelahan fisik dan psikis pada
anggota keluarga sering mengakibatkan penurunan kualitas pelayanan perawatan
di rumah. Bila hal ini terjadi,sebaiknya untuk sementara waktu lanjut usia “di
titipkan” di rumah sakit member kesempatan kepada keluarga untuk beristirahat.
Dukungan pada keluarga saat masa sulit sangat penting,yaitu :
1. Pada saat perawatan
2. Pada saat mendekati kematian
3. Pada saat kematian
4. Pada saat masa duka
Beban sulit di rasa berat bila lanjut usia di rawat. Namun,hal tersebut akan
menimbulkan keseimbangan bila lanjut usia telah meninggalkan dan adanya rasa
puas karena keluarga telah member sesuatu yang paling berharga bagi lanjut
usia.,termasuk kehangatan keluarga. Kedekatan dengan lanjut usia akan tetap
berkesan bagi keluarga yang di tinggalkanya.
Hal yang terakhir ini terungkap pada saat kunjungan masa duka oleh anggota
tim perawatan paliatif. Silaturahmi dapat berlanjut dalam bentuk kesediaan
keluarga lanjut usia sebagai relawan. Dapat di simpulkan bahwa perawatan tim
paliatif merupakan suatu proses perawatan yang cukup kompleks. Pendekatan
holistic (menyeluruh) terhadap lanjut usia dengan mengikutsertakan keluarga
lanjut usia akan menyentuh factor fisik,psikis,sosial,spiritual,dan budaya pasien.
Keberhasilan program tidak dapat di jamin tanpa kemantapan dokter dan tim
paliatif dalam kualitas ilmu,kualitas karya, dan kualitas perilaku,serta
pertimbangan etika dalam pelaksanaannya. Perawat/ tim perawatan paliatif perlu
dan harus memperhatikan serta mengacu kutipan dame cecely saunders “ your
metter because are you,you matter to the last moment of your life,and we will do
all we can,not only to help you die peacefully,but to live until you die”.

G. PENATALAKSANAAN
1. Disiapkan sesuai agama dan kepercayaan.
Pasien didampingi oleh keluarga dan petugas. Usahakan pasien dalam
keadaan bersih dan suasana tenang.
2. Keluarga pasien diberitahu secara bijaksana.
Memberi penjelasan kepada keluarga tentang keadaan pasien. Berikan
bantuan kepada keluarga klien untuk kelancaran pelaksanaan upacara
keagamaan.

H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan penyakit terminal, menggunakan pendekatan
holistik yaitu suatu pendekatan yang menyeluruh terhadap klien bukan hanya
pada penyakit dan aspek pengobatan dan penyembuhan saja akan tetapi juga
aspek psikososial lainnya.Salah satu metode untuk membantu perawat dalam
mengkaji data psikososial pada klien terminal yaitu dengan menggunakan
metode “PERSON”.
a. MetodePerson.
 P: Personal Strenghat
Yaitu: kekuatan seseorang ditunjukkan melalui gaya hidup,
kegiatannya atau pekerjaan.
Contoh yang positif:
Bekerja ditempat yang menyenangkan bertanggung jawab penuh dan
nyaman, Bekerja dengan siapa saja dalam kegiatan sehari-hari.
Contoh yang negatif:
Kecewa dalam pengalaman hidup.
 E: Emotional Reaction
Yaitu reaksi emosional yang ditunjukkan dengan klien.
Contoh yang positif:
Binggung tetapi mampu memfokuskan keadaan.
Contoh yang negatif:
Tidak berespon (menarik diri)
 R: Respon to Stres
Yaitu respon klien terhadap situasi saat ini atau dimasa lalu.
Contoh yang positif:
 Memahami masalah secara langsung dan mencari informasi.
 Menggunakan perasaannya dengan sehat misalnya: latihan dan
olah raga.
Contoh yang negatif:
 Menyangkal masalah.
 Pemakaian alkohol.

 S: Support System
Yaitu: keluarga atau orang lain yang berarti.
Contoh yang positif:
 Keluarga
 Lembaga di masyarakat
Contoh yang negatif:
Tidak mempunyai keluarga
 O: Optimum Health Goal
Yaitu: alasan untuk menjadi lebih baik (motivasi)
Contoh yang positif:
 Menjadi orang tua
 Melihat hidup sebagai pengalaman positif
Contoh yang negatif:
 Pandangan hidup sebagai masalah yang terkuat
 Tidak mungkin mendapatkan yang terbaik
 N: Nexsus
Yaitu: bagian dari bahasa tubuh mengontrol seseorang mempunyai
penyakit atau mempunyai gejala yang serius.
Contoh yang positif:
 Melibatkan diri dalam perawatan dan pengobatan.
Contoh yang negatif:
 Tidak berusaha melibatkan diri dalam perawatan.
 Menunda keputusan.
b. Tanda vital
Perubahan fungsi tubuh sering kali tercermin pada suhu badan,denyut
nadi,pernapasan,dan tekanan darah. Mekanisme fisiologi yang
mengaturnya berkaitan satu sama lain. Setiap perubahan fungsi yang
berlainan dengan keadaan yang norml dianggap sebagai indikasi yang
penting untuk mengenali keadaan kesehatan seseorang.

c. Tingkat kesadaran
1. Komposmentis : sadar sempurna
2. Apatis : tidak ada perasaan/ kesadaran menurun
(masa bodoh)
3. Somnolen : kelelahan ( mengantuk berat)
4. Soporus : tidur lelap patologis(tidur pulas)
5. Subkoma : keadaan tidak sadar/hampir koma
6. Koma : keadaan pingsan lama disertai dengan
penurunan daya reaksi ( keadaan tidak sadar
walaupun di rangsang dengan apa pun/ tidak dapat
disadarkan).

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Ansietas/ ketakutan individu , keluarga yang berhubungan diperkirakan
dengan situasi yang tidak dikenal, sifat dan kondisi yang tidak dapat
diperkirakan takut akan kematian dan efek negatif pada pada gaya hidup.
2) Berduka yang behubungan dengan penyakit terminal dan kematian yang
dihadapi, penurunan fungsi perubahan konsep diri dan menarik diri dari
orang lain.
3) Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan gangguan
kehidupan keluarga,takut akan hasil ( kematian ) dengan lingkungnnya
penuh dengan stres ( tempat perawatan ).
4) Resiko terhadap distres spiritual yang berhubungan dengan perpisahan
dari system pendukung keagamaan, kurang pripasi atau ketidak mampuan
diri dalam menghadapi ancaman kematian

3. INTERVENSI (RENCANA KEPERAWATAN)

Dx. Keperwatan Tujuan Intervensi Rasional


Ansietas/ketakutan Setelah dilakukan 1. Bantu klien untuk 1. Ansietas cendrung
individu , keluarga tindakan mengurangi untuk memperburuk

yang berhubungan keperwatan ansietasnya. masalah. Menjebak

diperkirakan diharapkan klien pada lingkaran


peningkatan ansietas
dengan situasi ansietas klien
tegang, emosional dan
yang tidak dikenal, dapat teratasi
sifat dan kondisi dengan kriteria nyeri fisik
yang tidak dapat hasil: 2. Kaji tingkat 2. Beberapa rasa takut
diperkirakan takut  Klien tidak ansietas klien : didasari oleh
akan kematian dan cemas lagi. rencanakan informasi yang tidak
efek negatif pada  Klien pernyuluhan bila akurat dan dapat
pada gaya hidup. memiliki tingkatnya rendah dihilangkan denga

suatu harapan atau sedang. memberikan

serta informasi akurat.

semangat Klien dengan ansietas

hidup. berat atauparah tidak


3. Dorong keluarga menyerap pelajaran.
dan teman untuk 3. Pengungkapan
mengungkapkan memungkinkan untuk
ketakutan- saling berbagi dan
ketakutan mereka. memberiakn
kesempatan untuk
memperbaiki konsep
4. Berika klien dan yang tidak benar.
keluarga 4. Menghargai klien
kesempatan dan untuk koping efektif
penguatan koping dapat menguatkan
positif renson koping positif
yang akan dating
Berduka yang Setelah dilakukan 1. Berikan 1. Diskusi terbuka dan
berhubungan tindakan kesempatan pada jujur dapat membantu
penyakit terminal keperawatan klien da keluarga klien dan anggota
dan kematian yang berduka klien untuk keluarga menerima
akan dihadapi dapat teratasi mengungkapkan dan mengatasi situasi
penurunan fungsi, dengan kriteria perasaan, dan respon mereka
perubahan konsep hasil: didiskusikan terhdap situasi
diri dan menarik Klien penyakit kehilangan secara tersebut.
diri dari orang lain terminal merasa terbuka , dan gali
tenang makna pribadi dari
menghadapi kehilangan.jelaskan
sakaratul maut. bahwa berduka
adalah reaksi yang
umum dan sehat.
2. Berikan dorongan 2. Stategi koping fositif
penggunaan strategi membantu
koping positif yang penerimaan dan
terbukti yang pemecahan masalah.
memberikan
keberhasilan pada
masa lalu.
3. Berikan dorongan
pada klien untuk 3. Memfokuskan pada
mengekpresikan atribut yang positif
atribut diri yang meningkatkan
positif penerimaan diri dan
penerimaan kematian
4. Bantu klien yang terjadi.
mengatakan dan 4. Proses berduka,
menerima kematian proses berkabung
yang akan terjadi, adaptif tidak dapat
jawab semua dimulai sampai
pertanyaan dengan kematian yang akan
jujur. terjadi di terima.
5. Tingkatkan harapan
dengan perawatan 5. klien sakit terminal
penuh perhatian, paling menghargai
menghilangkan tindakan keperawatan
ketidak nyamanan missal: Membantu
dan dukungan berdandan,
Mendukung fungsi
kemandirian
Perubahan proses Setelah dilakukan 1. Luangkan waktu 1. Kontak yang sering
keluarga yang tindakan bersama keluarga dan
berhubunga keperawatan atau orang terdekat mengkomuikasikan
dengan gangguan perubahan proses klien dan tunjukkan sikap perhatian dan
kehidupan takut keluarga dapat pengertian yang peduli dapat
akan hasil tertasi dengan empati. membantu
( kematian ) dan kriteria hasil: mengurangi
lingkungannya Stress keluarga kecemasan dan
penuh stres terhadap meningkatkan
( tempat perawatan gangguan pembelajaran.
) kehidupan klien 2. Izinkan keluarga 2. Saling berbagi
berkurang. klien atau orang memungkinkan
terdekat untuk perawat untuk
mengekspresikan mengintifikasi
perasaan, ketakutan ketakutan dan
dan kekawatiran. kekhawatiran
kemudian
merencanakan
intervensi untuk
mengatasinya.
3. Anjurkan untuk 3. Kunjungan dan
sering berkunjung partisipasi yang
dan berpartisipasi sering dapat
dalam tindakan meningakatkan
perawan. interaksi keluarga
berkelanjutan.
4. Konsul dengan atau 4. Keluarga denagan
berikan rujukan masalah-masalh
kesumber seperti kebutuhan
komunitas dan financial , koping
sumber lainnya yang tidak berhasil
atau konflik yang
tidak selesai
memerlukan sumber-
sumber tambahan
untuk membantu
mempertahankankan
fungsi keluarga
Resiko terhadap Setelah dilakukan 1. Gali apakah klien 1. Bagi klien yang
distres spiritual tindakan menginginkan mendapatkan nilai
yang berhubungan keperawatan untuk tinggi pada do,a atau
dengan perpisahan resiko distress melaksanakan ritual praktek spiritual
dari system spiritual dapat keagamaan atau lainnya , praktek ini
pendukung teratasi dengan spiritual yang dapat memberikan
keagamaan, kriteria hasil: diinginkan bila arti dan tujuan dan
kurang prifasi atau Tidak terjadi yang memberi dapat menjadi sumber
ketidak mampuan distres spiritual. kesemptan pada kenyamanan dan
diri dalam klien untuk kekuatan.
menghadapi melakukannya. 2. Menunjukkan sikap
ancaman kematian 2. Ekspesikan tak menilai dapat
pengertrian dan membantu
penerimaan anda mengurangi kesulitan
tentang pentingnya klien dalam
keyakinan dan mengekspresikan
praktik religius atau keyakinan dan
spiritual klien. prakteknya.
3. Berikan prifasi dan 3. Privasi dan
ketenangan untuk ketenangan
ritual spiritual memberikan
sesuai kebutuhan lingkungan yang
klien dapat memudahkan refresi
dilaksanakan. dan perenungan.
4. Bila anda 4. Perawat meskipun
menginginkan yang tidak menganut
tawarkan untuk agama atau
berdo’a bersama keyakinan yang sama
klien lainnya atau dengan klien dapat
membaca buku ke membantu klien
agamaan memenuhi kebutuhan
spritualnya
DAFTAR PUSTAKA

Nugroho.Wahyudi. 2008. Kep gerontik dan geriatric. Jakarta : EGC

Nugroho.Wahyudi. 2000. Kep gerontik dan geriatric. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai