Anda di halaman 1dari 9

Pengantar Ideologi

indoprogress.com /2014/12/pengantar-ideologi/

Logika 12/16/2014

[Teks berikut sebelumnya disampaikan pada kesempatan Karya Latihan Bantuan Hukum (Kalabahu)
untuk buruh se-Jabodetabek yang diadakan oleh LBH Jakarta. Karena tujuannya demi pelatihan
dasar tentang ideologi, maka penjelasannya dibuat sesistematis dan sesederhana mungkin. Semoga
teks berikut bisa menjadi bahan yang berguna, khususnya bagi rekan-rekan di berbagai organisasi
sosial yang memerlukan bahan pendidikan elementer.]

Apa itu Ideologi?

Ideologi adalah gambaran yang disadari maupun tidak disadari tentang kenyataan sosial-politik. Gambaran
semacam itu biasanya dianggap benar tanpa dicari tahu alasannya. Orang-orang menerima begitu saja
kebenaran gambaran tersebut.
Karl Marx (1818-1883) menyebut ideologi sebagai ‘kesadaran palsu’ atau kesadaran yang keliru tentang
kenyataan sosial-politik. Misalnya, kesadaran yang keliru tentang kapitalisme sebagai sistem ekonomi yang
adil padahal sebenarnya sangat menindas.
Antonio Gramsci (1891-1937) menyebut proses penanaman ideologi sebagai ‘hegemonisasi’, yaitu
penindasan kebudayaan rakyat dengan cara menggantikannya dengan kebudayaan elit tertentu. Misalnya,
para buruh di Itali yang semestinya memperjuangkan hak-hak ekonomi dan politiknya malah terpengaruh

1/9
oleh retorika ‘anti-asing’ yang dipropagandakan elit partai fasis. Akibatnya, para buruh itu justru tidak
memperjuangkan hak-haknya dan malah ikut berperang demi para elit partai dan pengusaha.
Louis Althusser (1918-1990) menyebut perangkat yang menyebar-luaskan ideologi sebagai ‘aparatus
ideologis negara’: semua lembaga yang menyebar-luaskan gagasan tentang kenyataan sosial-politik tanpa
melalui jalan kekerasan fisik (misalnya, sekolah, adat-istiadat, dll). Mereka yang menolak penanaman nilai-
nilai itu akan dikenai sanksi non-fisik seperti dikucilkan, dianggap murtad, dsb. ‘Aparatus ideologis negara’ ini
berbeda dari ‘aparatus represif negara’ yang bekerja menanamkan nilai-nilai melalui kekerasan, seperti
misalnya polisi, pengadilan, tentara, dll.
Kekuatan ideologi:

Mampu mempengaruhi cara berpikir kita: mana benar, mana salah


Mampu mengarahkan cara kita menilai: mana baik, mana buruk
Mampu mengarahkan kita pada tindakan tertentu: mana yang harus dilakukan, mana yang tidak boleh
dilakukan
Sekilas terkesan masuk akal (misalnya, personalia mengintimidasi buruh agar tidak masuk serikat
sebab merasa bahwa kehadiran serikat buruh akan merugikan perusahan dan semua karyawannya)

Liberalisme

Perbedaan kapitalisme dan liberalisme: kapitalisme adalah sistem ekonomi, sementara liberalisme adalah
ideologi yang membenarkan kapitalisme. Dengan kata lain, kapitalisme adalah suatu keadaan, suatu
kenyataan ekonomi, sementara liberalisme adalah keyakinan yang melegitimasi kenyataan tersebut. Namun
ada bermacam-macam bentuk ideologi liberal. Kita akan memperhatikan empat jenis utamanya: liberalisme
klasik, liberalisme modern, libertarianisme dan neoliberalisme.
Liberalisme klasik: ideologi yang mengutamakan kebebasan individual

Tokoh-tokohnya: John Locke, Adam Smith, Alexis de Tocqueville


Konteks historis kemunculannya: perlawanan atas feodalisme dan monarki di mana kebebasan
individu (dalam berbagai bentuknya: hak atas pengadilan yang wajar, hak untuk berdagang secara
bebas, jaminan bahwa kepemilikan privat tidak dirampas tiba-tiba oleh pemerintah) tidak dihargai.
Ciri-ciri pandangannya:

Pemerintahan terbatas: pemerintah tidak boleh mengintervensi kebebasan sipil warga negara
(tidak boleh melarang mereka untuk berserikat dan menyatakan pendapat) dan tidak boleh
berkuasa secara mutlak (harus ada pembagian kekuasaan: eksekutif, legislatif, yudikatif)
Tegaknya supremasi hukum: semua warga negara, termasuk pejabat pemerintah, harus tunduk
pada hukum yang berlaku
Pembatasan kuasa redistributif pemerintah: pemerintah tidak boleh menjalankan praktik
redistribusi kesejahteraan yang berlebihan. Pemerintah hanya boleh memungut pajak demi
kepentingan masyarakat, tidak demi kepentingan segelintir kelompok dalam masyarakat.
Perdagangan bebas: pemerintah tidak boleh melakukan intervensi dalam perdagangan, entah
melalui pembatasan impor maupun subsidi dan penetapan harga secara sepihak. Intervensi
pemerintah terhadap pasar dianggap akan mengacaukan pertumbuhan ekonomi yang alamiah.
Asas suci hak milik pribadi: negara diciptakan demi melindungi kepemilikan pribadi warganya.
Semua aturan perundang-undangan dan kinerja pemerintah mesti diarahkan untuk menjamin
2/9
agar hak milik perseorangan tidak dilanggar.
Masalah kesejahteraan = masalah privat: pemerintah liberal klasik hanya menjamin
‘kesetaraan kesempatan’ (equal opportunity) bagi seluruh warganya untuk mencapai
kemakmuran. Pemerintah tidak punya wewenang untuk mewujudkan ‘kesetaraan
kesejahteraan’. Perkara kesejahteraan diserahkan pada usaha masing-masing individu dalam
bersaing mewujudkan kesejahteraannya sendiri.

Contoh penerapannya: di banyak negara di Eropa semenjak abad ke-17 sampai dengan era Revolusi
Industri di abad ke-19. Di Inggris, ide liberalisme klasik mengemuka awalnya diperjuangkan oleh
Partai Whig yang menentang kuasa absolut raja dan membela demokrasi parlementer. Partai ini
berhasil mengkampanyekan pembatalan undang-undang yang membatasi impor jagung (Corn Law)
dan karenanya mereka membawa Inggris pada kebijakan perdagangan bebas dan meninggalkan
kebijakan proteksionis kaum merkantilis. Di Prancis, liberalisme klasik mewujud dalam ideal Revolusi
Prancis 1789: kebebasan, kesetaraan dan persaudaraan. Puncak penerapan liberalisme klasik adalah
Revolusi Industri yang memiskinkan kaum buruh. Dalam Revolusi Industri, hak-hak pekerja tidak
dijamin karena itu dianggap sebagai intervensi pemerintah atas pasar yang tidak sehat bagi bisnis.

Liberalisme modern: versi lunak dari liberalisme klasik yang mengakomodasi sebagian dari perspektif
sosialis. Sistem ekonomi yang dibangun di atas ideologi liberalisme modern lazimnya disebut ‘negara
kesejahteraan’ (welfare state) atau ‘demokrasi sosial ( socia democracy / sosdem).

Tokoh-tokohnya: John Stuart Mill, John Maynard Keynes, Franklin D. Roosevelt


Konteks historis kemunculannya: liberalisme modern muncul dari pembelajaran atas kegagalan
liberalisme klasik dalam mewujudkan masyarakat kapitalis yang adil dan stabil. Keadilan sosial lenyap
dalam liberalisme klasik karena masalah kesejahteraan dianggap sebagai masalah pilihan pribadi.
Stabilitas ekonomi juga tak terjamin dalam liberalisme klasik sebab kapitalisme yang tidak boleh
diintervensi negara hanya akan berujung pada krisis ekonomi (misalnya, krisis finansial tahun 1929
atau ‘Depresi Besar’). Maka itu, liberalisme modern muncul dengan mencari landasan baru bagi
keadilan sosial dan stabilitas ekonomi dalam kerangka kapitalisme.
Ciri-ciri pandangannya:

Ada kuasa redistributif pemerintah melalui pajak progresif: pemasukan pajak negara
dilandaskan pada kemampuan ekonomi warga negara—yang kaya membayar banyak, yang
miskin membayar sedikit dan disubsidi oleh yang kaya.
Pembatasan atas perdagangan bebas: pemerintah berwenang mengintervensi pasar apabila
ada indikasi bahwa mekanisme pasar itu akan membahayakan perekonomian masyarakat luas
(misalnya, ditetapkan segudang aturan yang mengatur impor-ekspor dan spekulasi finansial)
Masalah kesejahteraan = masalah negara dan swasta: negara wajib turun tangan memberikan
subsidi pada warga yang kurang mampu biarpun jurang antara kaya-miskin tetap ada akibat
kompetisi bebas di pasar.

Contoh penerapannya: kebijakan New Deal yang dicanangkan presiden Roosevelt di Amerika Serikat
antara tahun 1933-1936. Dalam rangka menanggulangi krisis finansial tahun 1929, presiden
Roosevelt antara lain memberlakukan mekanisme jaminan dana pensiun, subsidi atas warga miskin
dan pengangguran dari pajak. Selain itu, dalam konteks perburuhan, Roosevelt juga membatasi
jumlah jam kerja per hari hingga 8 jam dan melarang pekerja di bawah usia 17 tahun.

Libertarianisme: versi ekstrem dari liberalisme klasik yang muncul sesudah kegagalan liberalisme modern.

Tokoh-tokohnya: Robert Nozick dan Friedrich Hayek


3/9
Konteks historis kemunculannya: kegagalan ‘negara kesejahteraan’ dalam mewujudkan pertumbuhan
ekonomi karena dibebani oleh besarnya biaya subsidi dan rendahnya motivasi ekonomi masyarakat
karena subsidi. Dari sudut pandang liberal, ‘negara kesejahteraan’ gagal menjamin kebebasan
akumulasi modal. Tingginya pajak bagi perusahaan besar membuat para pengusaha kehilangan
motivasi untuk berbisnis.
Ciri-ciri pandangannya:

Negara ultra-minimal: tidak ada hukum selain hukum yang menjaga kepemilikan pribadi (tidak
boleh ada hukum tentang jaminan sosial, kebudayaan, agama, dll).
Pemerintahan ultra-minimal: pemerintahan hanya terdiri dari lembaga peradilan dan keamanan
dengan birokrasi sekecil mungkin
Penghapusan kuasa redistributif pemerintah: tak ada pajak samasekali atau pajak rata untuk
sekadar membiayai administrasi negara (tidak boleh untuk didistribusikan-kembali dalam rupa
subsidi).
Subsidi dianggap sebagai pelanggaran atas kebebasan individu: kekayaan dan kemiskinan
dipandang sepenuhnya sebagai hasil pilihan bebas individu sehingga subsidi atas kaum miskin
dianggap melanggar pilihan bebasnya untuk menjadi orang miskin.

Contoh penerapannya: ideologi libertarian ini tidak pernah diterapkan secara utuh tetapi ikut
berpengaruh dalam perumusan agenda kebijakan neoliberal dewasa ini.

Neoliberalisme: penerapan ideologi libertarianisme dan liberalisme klasik dalam praktik kebijakan liberal
dewasa ini.

Tokoh-tokohnya: Milton Friedman, George Stigler, Friedrich Hayek, Ronald Reagan, Margaret
Thatcher
Konteks historis kemunculannya: seperti libertarianisme, neoliberalisme muncul dari upaya ekstrem
untuk mengatasi beratnya subsidi dan rendahnya akumulasi modal yang diakibatkan oleh ‘negara
kesejahteraan’. Model kebijakan ‘negara kesejahteraan’ dianggap memboroskan anggaran negara
dan menghalangi pertumbuhan ekonomi.
Ciri-ciri pandangannya:

Supremasi pasar: tidak boleh ada pengendalian harga lewat campur tangan negara
Fleksibilitas modal: tidak boleh ada pembatasan terhadap gerak modal lintas negara sehingga
salah satu dampaknya adalah maraknya kerja kontrak atau outsourcing.
Privatisasi/swastanisasi badan usaha negara: agar menutup kemungkinan bagi monopoli dan
korupsi, semua badan usaha negara mesti dibuat lebih ‘profesional’ dengan cara diswastanisasi
Deregulasi atau penghapusan peraturan yang membatasi perputaran modal: seluruh aturan
yang menghalangi akumulasi modal (kebijakan upah tinggi, undang-undang tentang
kepemilikan komunal atas tanah adat, dll) harus dihapuskan.
Pemotongan anggaran negara yang selama ini dialokasikan untuk biaya sosial
Penghapusan konsep ‘barang publik’ (sistem jaminan kesehatan, subsidi pendidikan, dana
pensiun, dsb) sebab hal-hal publik seperti kesehatan dan pendidikan dianggap sebagai
tanggung jawab masing-masing individu dan bukan urusan negara atau perusahaan.

Contoh penerapannya: Sebagai sebuah kerangka kebijakan, neoliberalisme dipelopori oleh Ronald
Reagan di Amerika Serikat dan Margaret Thatcher di Inggris. Di Inggris pada masa Thatcher (1979-
1990), seluru subsidi negara dihapuskan, serikat buruh diberangus dan badan-badan usaha negara
4/9
diswastanisasi.

Anarkisme

Anarkisme adalah ideologi yang memandang sumber permasalahan politik ada pada negara. Penindasan
atas manusia terjadi karena adanya lembaga yang dianggap berwenang untuk memaksa orang-orang, kalau
perlu menggunakan kekuatan fisik. Lembaga itu adalah negara. Oleh karenanya, negara mesti dihapuskan
dan digantikan dengan persekutuan komunal di tiap daerah di mana setiap warga setara. Sebagai ideologi,
anarkisme diajarkan oleh Pierre-Joseph Proudhon, Mikhail Bakunin, Peter Kropotkin, dll.
Konteks historis kemunculannya: kecenderungan monarkis di Rusia dan Prancis abad ke-19 menindas
kedaulatan rakyat banyak. Anarkisme muncul sebagai respon terhadap penindasan politik oleh negara yang
berkuasa mutlak semacam itu.
Ada tiga hal yang dipermasalahkan kaum anarkis dari keberadaan negara:

Negara sebagai lembaga terpisah dari rakyat: karena berdiri sendiri di luar rakyat, negara dipandang
beresiko bergerak di luar kendali rakyat
Negara sebagai lembaga pemaksa: negara mesti ditolak karena negara memaksakan aturannya
sehingga melanggar kedaulatan individu warga negara
Negara sebagai lembaga monopoli kuasa: negara mesti ditolak karena kekuasaan politik dimonopoli
olehnya dan rakyat kehilangan akses langsungnya pada kekuasaan.

Contoh penerapannya: Komune Paris 1871 merupakan contoh penerapan anarkisme dan komunisme. Saat
itu, kota Paris berhasil diambil alih oleh gerakan buruh, birokrasi negara dibubarkan dan pemerintahan buruh
pun didirikan. Namun karena gerakan ini tidak terkoordinasi dengan baik, beberapa bulan setelah mengambil
alih kekuasaan, pemerintahan buruh itu ditumbangkan oleh kaum kapitalis dan reaksioner. Para aktivis
anarkis dan komunis, baik dari kalangan buruh maupun intelektual, dibantai dalam satu peristiwa yang
dikenal sebagai ‘Minggu Berdarah’. Selain itu, anarkisme juga pernah diterapkan dalam sebuah Perang
Saudara di Spanyol (1936-1939) sebelum akhirnya gerakan anarkis dihabisi oleh kaum fasis yang dipimpin
oleh diktator jenderal Franco dengan bantuan militer dari Hitler.

Marxisme

Marxisme adalah sebuah rumpun teori sosial-politik yang dicetuskan oleh Karl Marx bersama dengan
Friedrich Engels. Sebagai rumpun teori sosial-politik, Marxisme mencakup antara lain gagasan tentang
sosialisme demokratik dan komunisme. Cita-cita utama Marxisme adalah mewujudkan ‘masyarakat tanpa
kelas’, yakni sebuah masyarakat di mana penindasan antar kelas sudah tidak ada lagi.
Konteks historis kemunculannya: Marxisme lahir dari keprihatinan terhadap kondisi kelas buruh di Eropa
pada masa Revolusi Industri. Penindasan terhadap kelas buruh telah taraf yang mengerikan: tidak ada
regulasi yang membatasi jam kerja, tak ada regulasi yang menetapkan standar minimal upah, tak ada
regulasi yang menjamin keselamatan kerja, tak ada regulasi yang melarang penggunaan pekerja anak-anak,
dll. Namun di sisi lain ajaran sosial yang dikemukakan kaum ‘sosialis utopis’ (seperti Robert Owen, Saint-
Simon, dll) bahwa kaum pemodal mesti menyantuni kaum buruh tidak dapat menyelesaikan akar
permasalahan kapitalisme. Sebab akar masalah kapitalisme bukanlah bahwa kaum kapitalis kurang
dermawan, melainkan bahwa sistem kapitalisme itu sendiri memang bermasalah dan mesti diganti dengan
sistem pembagian kerja yang lebih manusiawi.
Beberapa pokok Marxisme:
5/9
Cara masyarakat berpikir dikondisikan oleh cara masyarakat berproduksi (basis ekonomi
mengkondisikan superstruktur politik-kebudayaan): orang tidak bisa berpikir, berimajinasi,
berkebudayaan, kalau orang itu tidak makan. Untuk makan, orang mesti bekerja dalam sistem
pembagian kerja sosial tertentu. Karenanya, cara orang berimajinasi dikondisikan oleh cara orang
memenuhi kebutuhan hidupnya.
Sejarah adalah riwayat perjuangan kelas: seluruh fase dalam sejarah dibentuk oleh pertarungan
perebutan sarana produksi antar kelas-kelas dalam masyarakat
Keberadaan kelas sosial adalah bukti adanya penindasan: selama ada perbedaan kelas sosial,
selama itulah ada ketimpangan akses kepemilikan atas sarana produksi. Selama ada ketimpangan
akses kepemilikan atas sarana produksi, selama itulah ada penindasan dari kelompok yang punya
akses pada sarana produksi terhadap kelompok yang tak punya akses.
Kapitalisme adalah rezim penindasan yang paling modern dengan kecenderungan meruncingnya
pertentangan kelas di antara dua kelompok sosial (para kapitalis/pemodal dan para buruh/pekerja-
upahan).
Satu-satunya emansipasi sosial-politik yang nyata adalah dengan mewujudkan komunisme di mana
tak ada lagi perbedaan kelas dalam masyarakat
Komunisme hanya bisa dicapai melalui pengambil-alihan kekuasaan negara ke tangan kelas buruh
(kediktatoran proletariat). Negara peralihan menuju komunisme inilah yang disebut sosialisme. Di sini,
Marxisme berbeda dengan anarkisme. Kaum anarkis, menghendaki perwujudan langsung
komunisme. Namun kaum Marxis, belajar dari pengalaman kegagalan Komune Paris 1871,
memperjuangkan komunisme melalui instrumen sosialisme.

Sosialisme demokratik merupakan tahapan masyarakat sesudah kapitalisme dan yang menurut kaum Marxis
mesti dilewati terlebih dulu untuk mencapai komunisme. Sosialisme demokratik mesti dibedakan dari
‘demokrasi sosial’ atau ‘sosdem’ (social democracy) sebab sosialisme demokratik bukan merupakan tujuan
akhir perjuangan kaum Marxis sementara demokrasi sosial kerap dianggap sebagai tujuan akhir oleh kaum
sosdem. Karena sosialisme demokratik mesti diarahkan untuk mewujudkan komunisme, maka sosialisme
demokratik mengandung ciri khas yang membuatnya berbeda dari visi tentang ‘negara kesejahteraan’.
Beberapa ciri sosialisme demokratik:

Kediktatoran proletariat: negara berada di tangan kelas buruh yang berkuasa melalui partai.
Semua kelompok pekerja (berbasis profesinya) memiliki wakil di lembaga legislatif di mana lembaga
legislatif memiliki kuasa yang lebih tinggi dari lembaga eksekutif dan yudikatif.
Deprivatisasi: semua sarana produksi dimiliki secara kolektif melalui perantaraan negara.
Negara berperan aktif dalam meregulasi pasar untuk memastikan terpenuhinya semua kebutuhan
masyarakat.
Negara menerapkan sistem jaminan sosial universal (mulai dari pendidikan, kesehatan, pensiun,
keselamatan kerja, dll) untuk seluruh warga negara.
Dalam bentuk murninya, tidak ada lagi uang. Semua pembelian dan penjualan komoditas dilakukan
melalui instrumen ‘sertifikat jam kerja’.
Prinsipnya: “Dari setiap orang sesuai dengan kemampuannya, untuk setiap orang sesuai dengan
kerjanya bagi masyarakat”.

Contoh penerapan sosialisme demokratik: di Uni Soviet dan beberapa negara sosialis di dunia (Kuba,
Vietnam, dll), sosialisme demokratik sudah diterapkan. Di Kuba, misalnya, semua kelompok profesi punya
wakil di lembaga legislatif nasional. Di Uni Soviet, kekuasaan terbesar dipegang oleh Sidang Umum Soviet

6/9
(Soviet = ‘Dewan Rakyat’) yang beranggotakan perwakilan buruh dan tani dari seluruh wilayah Uni Soviet. Di
Jerman pada periode Republik Soviet Bayern-München (1919), komoditas diperjual-belikan tidak melalui
pertukaran uang, melainkan dengan menukar ‘sertifikat jam kerja’ di Bank Sentral. Di Chile sebelum presiden
Allende dikudeta oleh Amerika Serikat, pemerintah berperan aktif meregulasi harga seluruh komoditas pokok
di dalam negeri melalui suatu jejaring komputer yang canggih. Di Kuba, semua fasilitas kesehatan gratis
untuk semua anggota masyarakat (termasuk untuk pengobatan penyakit kronis seperti kanker).
Komunisme adalah tahapan masyarakat selepas fase sosialisme demokratik. Dalam komunisme, ideal
Marxisme tentang masyarakat tanpa kelas telah tercapai sepenuhnya.
Beberapa ciri komunisme:

Tidak ada lagi negara, tak ada lagi perbedaan antara yang memimpin dan yang dipimpin—semua
orang betul-betul setara secara politik.
Tidak ada lagi kelas sosial—semua orang betul-betul setara secara ekonomis.
Tidak ada lagi pembagian kerja yang dipaksakan—semua orang bebas memilih jenis pekerjaan apa
saja dan berunding dengan masyarakat tentang apa yang perlu dikerjakan untuk mencukupi
kehidupan bersama.
Tak ada uang dan komoditas—yang ada hanyalah barang pemenuhan kebutuhan yang didistribusikan
oleh masyarakat berdasarkan kebutuhan setiap orang dalam masyarakat.
Kemajuan teknologi akan membuat keperluan untuk kerja fisik semakin berkurang dan kondisi kerja
akan jadi jauh lebih manusiawi sehingga setiap orang tidak akan keberatan untuk secara bergiliran
melakukan kerja fisik.
Prinsipnya: “Dari setiap orang sesuai dengan kemampuannya, untuk setiap orang sesuai dengan
kebutuhannya”.

Contoh penerapan komunisme: komunisme belum pernah terwujud secara utuh sebab perwujudannya
mensyaratkan penghapusan negara dan kelas sosial. Apa yang lazimnya disebut ‘negara komunis’ (seperti
Uni Soviet) sebetulnya lebih tepat disebut ‘negara sosialis’. Namun komunisme pernah diuji-cobakan dalam
skala kecil-kecilan. Misalnya, dalam Komune Paris 1871. Komunisme yang sejati baru akan terwujud setelah
seluruh dunia melalui fase transisi yang disebut dengan sosialisme.

Apa Ideologi Indonesia?

Pancasila merupakan ideologi resmi negara kita. Tetapi Pancasila dapat ditafsirkan ke berbagai aliran
ideologi lain karena nilai-nilai Pancasila sangatlah umum dan terdapat juga dalam berbagai ideologi lain yang
lebih khusus. Oleh karena itu, dalam sejarah Indonesia, Pancasila sering diterjemahkan ke dalam berbagai
ideologi yang lebih rinci seperti sosialisme, liberalisme maupun neoliberalisme.
Di zaman Orde Lama: mengarah ke sosialisme demokratik.

Ideologi Pancasila ditafsirkan sebagai cita-cita tentang ‘sosialisme Indonesia’. Cita-cita tersebut
dijabarkan dalam ‘Panca Azimat Revolusi’ yang mencakup lima pokok berikut:

Nasakom: perpaduan antara visi nasionalis, agama dan komunis


Pancasila
Manipol USDEK: Manifesto politik / Undang-Undang Dasar 1945, Sosialisme
Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia
Trisakti: berdaulat di lapangan politik, mandiri di lapangan ekonomi, berkepribadian di lapangan
7/9
kebudayaan
Ekonomi berdikari: berdiri di atas daya upaya ekonomi dalam negeri, tidak mengandalkan
perdagangan luar negeri

Contoh praktik ideologi ekonomi:

Rencana Urgensi Industri (1951-1955): pemerintah sebagai agen utama pendorong kemajuan
ekonomi dengan penciptaan sejumlah BUMN dan pengutamaan pada industri
UU no 5 tahun 1960 (UU PA 1960): ditekankan perlunya land-reform atau pembagian tanah
bekas milik kolonial diperuntukkan bagi rakyat miskin
Deklarasi Ekonomi (Dekon 1963): penertiban atas perusahaan swasta lewat badan koordinasi
terpusat dan pembatasan atas mobilitas modal asing di Indonesia

Di zaman Orde Baru: liberalisme campuran

Ideologi Pancasila ditafsirkan sebagai percampuran antara liberalisme dan otoritarianisme.


Dalam praktiknya, percampuran itu mengemuka ke dalam apa yang disebut ‘kapitalisme
negara’ (state-capitalism), yakni kapitalisme yang dikendalikan oleh negara untuk kepentingan
sejumlah birokrat pemangku jabatan negara. Pokok-pokok pandangan yang menyusun ideologi
tersebut adalah sebagai berikut:

Hubungan antara presiden dan warga negara diibaratkan seperti hubungan antara bapak
dan anggota keluarga yang lain. Karena negara digambarkan seperti sebuah keluarga,
maka perlawanan dan kritik harus dibungkam. Warga negara diharuskan menjadi
‘manusia Pancasila’ yang baik, yakni menaati pemerintah ibarat anak menaati perintah
bapaknya.
Perekonomian negara dijalankan dengan ideologi liberalisme modern dengan
manajemen yang sangat terpusat pada negara. Praktiknya, pemerintah kongkalikong
dengan pengusaha untuk menindas rakyat. Ada upaya untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi melalui instrumen pasar yang diregulasi negara (antara lain lewat
BUMN dan lembaga-lembaga monopoli seperti Bulog dan BPPC) tetapi hal ini dilakukan
dengan mengorbankan rakyat.
Komunisme dianggap sebagai ajaran yang tidak berdasarkan Pancasila. Semua
gerakan rakyat tertindas yang berani melawan pemerintah akan dicap ‘komunis’ dan
dibungkam dengan keras.

Contoh praktik ideologi ekonomi:

UU PMA 1967 & UU PMDN 1968: bidang-bidang ekonomi yang selama masa Orde
Lama diproteksi dari intervensi modal asing mulai dibuka (mulai dari telekomunikasi, air
minum, telepon sampai penerbangan)
Liberalisasi perbankan era 1980-an: dimulai dengan Paket Kebijakan Juni 1983 yang
mengizinkan bank-bank untuk menentukan besarnya kredit yang diberikan tanpa
persetujuan Bank Indonesia sebagai bank sentral. Bank Indonesia juga tak berwenang
mengatur penyaluran kredit bank-bank lain.

Di zaman Reformasi: kecenderungan ke arah neoliberalisme

Ideologi Pancasila ditafsirkan sebagai landasan demokratis dari perikehidupan warga


negara. Dalam banyak bidang, partisipasi rakyat secara langsung diberi ruang, tetapi
8/9
pada praktiknya oligarki sisa Orde Baru masih memegang peranan penting dalam
penentuan arah pemerintahan, baik di pusat maupun daerah. Dalam konteks globalisasi
yang mencakup juga peningkatan fleksibilitas modal global, oligarki tersebut cenderung
menerjemahkan ideologi Indonesia ke dalam cara berpikir neoliberal. Namun
neoliberalisme yang berkembang di periode Reformasi mempunyai ciri khas yang
dikondisikan oleh proses historis di Indonesia:

Deregulasi peraturan yang membatasi investasi modal asing dan swastanisasi


BUMN
Transformasi jaminan sosial ke dalam sistem asuransi yang menghilangkan
tanggung jawab sosial pemerintah pada warganya dengan mewajibkan warganya
untuk membayar sendiri jaminan sosialnya.
Pemberlakuan sistem kerja kontrak dan outsourcing dalam rangka deregulasi
segala peraturan yang menghambat fleksibilitas modal global
Kongkalikong antara jaringan oligarki sisa Orba dan agenda neoliberalisme. Para
pejabat pemerintah kerap mengambil keuntungan dari penjualan aset negara
maupun deregulasi melalui komisi dari pihak yang berkepentingan.

Contoh praktik ideologi ekonomi:

MP3EI adalah contoh yang paling mencolok dari agenda neoliberal di Indonesia
belakangan ini. Skema percepatan ekonomi ini hendak diraih melalui
pembesaran investasi asing dan pembatasan peran pemerintah. Ini dilakukan
dengan cara debottlenecking yang sebetulnya hanyalah istilah baru dari
deregulasi. Ada desakan untuk melakukan beberapa revisi secepatnya atas
sejumlah aturan hukum yang dipandang menghambat percepatan pembangunan,
antara lain:

Revisi atas UU & PP Keagrariaan dengan arah privatisasi tanah ulayat


Revisi UU No. 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan dengan arah
privatisasi usaha penyediaan sumber daya listrik
Revisi PP No. 38 tahun 2003 tentang Pembebasan Bea Masuk
Percepatan revisi PP No. 62 tahun 2008 dengan arah peringanan pajak
investasi

Pemberlakuan kerja kontrak yang terus diperpanjang. Banyak perusahaan


melanggar UU no 13 tahun 2003 yang membatasi masa perpanjangan kontrak
sebanyak satu kali (dengan 2 tahun kerja kontrak dan 1 tahun masa
perpanjangan kontrak). Kenyataannya, di banyak perusahaan, kerja kontrak
justru diperpanjang sampai 4 kali, atau bahkan 15 kali.
Pemberlakuan sistem kerja alih daya (outsourcing) pada produksi utama
perusahaan. Seharusnya kerja alih daya hanya boleh diterapkan pada jenis-jenis
pekerjaan di luar fokus produksi utama perusahaan, misalnya kebersihan,
keamanan dan makanan. Kenyataannya, peraturan ini dilanggar dengan
banyaknya buruh kontrak yang dialih-dayakan ke dalam jenis pekerjaan utama
suatu perusahaan.***

9/9

Anda mungkin juga menyukai