Anda di halaman 1dari 36

ETIKA DAN HUKUM

MAKALAH

OLEH

DANIEL
147020006

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK ARSITEKTUR


BIDANG KEKHUSUSAN PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI ARSITEK
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

0
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat
pada waktunya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Nicolaus Simamora,
MSA, IAI selaku dosen mata kuliah Etika Profesi yang memberikan kesempatan
dalam rangka pembuatan makalah ini.
Judul yang akan dibahas adalah “Etika dan Hukum” sesuai dengan arahan
yang diberikan guna memahami lebih lanjut mengenai arti dan esensi etika serta
hukum dan perbandingan kedua hal tersebut.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu
penulis selalu mengharapkan setiap kritik serta saran yang bersifat membangun untuk
penyempurnaan makalah ini. Terima kasih.

Medan, 25 September 2014


Penulis,

Daniel (NIM: 147020006)

ii
DAFTAR ISI

HAL
Halaman Judul
HALAMAN KATA PENGANTAR .............................................. ii
Halaman DAFTAR ISI .................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG ........................................ 1
1.2 TUJUAN ............................................................. 2
1.3 METODE PENULISAN ..................................... 2
BAB II ETIKA
2.1 META-ETIKA..................................................... 5
2.2 ETIKA NORMATIF............................................ 9
2.3 ETIKA TERAPAN.............................................. 12
BAB III HUKUM.............................................................. 14
3.1. PENGERTIAN HUKUM..................................... 14
3.2 PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ETIKA....... 21
3.3 HUBUNGAN ETIKA DENGAN HUKUM......... 21
3.4 CONTOH ETIKA HUKUM................................. 22
BAB IV KESIMPULAN.................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Etika dan hukum adalah dua hal yang cukup berbeda, etika mencakup hal yang
bersifat moral, kebiasaan, dan dijadikan patokan untuk melakukan sebuah
kegiatan yang baik adanya. Di sisi lain, hukum merupakan kumpulan peraturan –
peraturan yang mengikat dan memiliki sanksi bila terjadi pelanggaran terhadap
peraturan – peraturan tersebut. Etika dan hukum merupakan satu subjek atau
pembelajaran yang sangat diperlukan dalam dunia profesional, sehingga para
pelaku profesional tersebut mengerti dan memahami kode etik yang ada dalam
profesi tertentu tersebut dan mampu menjalankan profesi tersebut tanpa
melanggar hukum yang memiliki kuasa terhadap profesi tersebut.

Merujuk kepada bagaimana pentingnya pemahaman akan etika dan hukum di


dalam dunia profesi, maka dari itu perlu dipahami lebih lanjut dan lebih
terperinci mengenai etika dan hukum. Pemahaman akan lebih dalam melalui
penyertaan contoh kasus yang akan disediakan dalam penulisan makalah ini.
Kehadiran etika 1ocia justru mau menegakkan keseimbangan perlakuanantara
hak perorangan dan hak bersama. Oleh karena itu, secara hakiki 1ocia
haruslah pasti dan adil sehingga dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Hal tersebut menunjukkan pada hakikatnya para penegak 1ocia
(hakim, jaksa, Notaris, Advokat, dan polisi) adalah pembela kebenaran dan
keadilan sehingga para penegak 1ocia harus menjalankan dengan itikad baik dan
ikhlas, sehingga profesi 1ocia merupakan profesi terhormat dan luhur, oleh
karena itu mulia dan
terhormat.

1
1.2 TUJUAN
Tujuan pembelajaran etika dan hukum adalah untuk memahami maksud dan
fungsi etika serta hukum secara umum; mengerti posisi etika dan hukum dalam
dunia profesional.

1.3 METODE PENULISAN


Penulisan makalah ini dilakukan dengan menggunakan metode kepustakaan.

BAB II

2
ETIKA

Etika sering kali dilibatkan atau dihubungkan dengan perngertian yang


mengandung unsur kata ”sifat manusia yang ideal, baik, dan moral” (Lobaton, 2003).
Etika juga sering kali merupakan kumpulan konsep atau prinsip yang membimbing
atau menuntun manusia dalam berperilaku dan memberi pengertian mengenai
perbuatan apa yang baik maupun buruk (Paul dan Elder, 2006). Etika sendiri berasal
dari bahasa Yunani, yaitu ”ethos” yang berarti kebiasaan, budaya, dan lebih luas
dapat diartikan sebagai karakter sebuah kepercayaan atau idealisme yang digunakan
sebagai ciri-ciri sebuah komunitas, negara, atau ideologi.

Etika disebut sebagai bagian dari filosofi, dan sering disebut sebagai filosofi
moral yang mana, kembali lagi, berbicara tentang perilaku atau berbuatan yang benar
maupun yang salah. Kini, filsuf membagi teori etika menjadi tiga bagian
pembelajaran, yaitu meta-etika, etika normatif, dan etika terapan.

Fungsi etika adalah sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan
berbagai moralitas. Orientasi kritis diperlukan karena kita dihadapkan dengan
3ocial33m moral. Etika bersifat lebih umum, konseptual, dan hanya berlaku dalam
pergaulan (saat ada orang lain) sedangkan moral bersifat lebih detail dan secara
langsung, moral berlaku sepanjang hidup (ada atau tidak ada orang lain. Etika adalah
kebiasaan atau adat istiadat yang sudah disepakati bersama.

 Macam-Macam Etika

3
a) Etika Deskriptif, yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis dan rasional
sikap dan prilaku manusia 4ocial4 yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini
sebagai sesuatu yang bernilai. Etika Deskriptif memberikan fakta sebagai dasar
untuk mengambil keputusan tentang prilaku atau sikap yang mau diambil.
b) Etika Normatif, yaitu etika yang mengajarkan berbagai sikap dan pola prilaku
ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalamkehidupan sehari-hari.
Etika Normatif juga memberi penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar
dan kerangka tindakan yang akan dilakukan.

Secara umum etika dibagi menjadi dua bagian, yaitu :


a) Etika Umum, mengajarkan tentang kondisi – kondisi & dasar – dasar bagaimana
seharusnya manusia bertindak secara etis teori-teori etika dan prinsip-prinsip
moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolak
ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Etika umum
dapat pula dianalogkan dengan ilmu pengetahuan, yang membahas mengenai
pengertian umum dan teori-teori etika.
b) Etika Khusus, merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang
kehidupan. Penerapan ini 4oci berwujud : Bagaiman seseorang bersikap dan
bertindak dalam kehidupannya dan kegiatan profesi khusus yang dilandasi
dengan etika moral. Namun, penerapan itu dapat juga
berwujud  Bagaimana manusia bersikap atau melakukan tindakan dalam
kehidupan terhadap sesama.

Etika Khusus dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :


1) Etika individual, yaitu menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap
dirinya sendiri.
2) Etika 4ocial, yaitu mengenai sikap dan kewajiban, serta pola perilaku
manusia sebagai anggota bermasyarakat. Etika 4ocial meliputi banyak
bidang, antara lain :

4
Sikap terhadap sesame
Etika keluarga
Etika profesi misalnya etika untuk pustakawan, arsiparis, dokumentalis,
pialang informasi.
Etika politik
Etika lingkungan
Etika idiologi adalah filsafat atau pemikiran kritisrasional tentang ajaran
moral sedangka moral adalahajaran baik buruk yang diterima umum
mengenaiperbuatan, sikap, kewajiban dsb. Etika selalu dikaitkandengan
moral serta harus dipahami perbedaan antaraetika dengan moralitas.

2.1 META-ETIKA
Meta-etika adalah teori etika yang mempertanyakan asal usul dari prinsip etika
yang ada, dan makna dari asal prinsip tersebut. Sering kali meta-etika
mengandung pertanyaan yang mempertanyakan apakah etika hanyalah sebuah
temuan dalam lingkup sosial, atau bahkan mempertanyakan apakah etika
melibatkan lebih dari ekspresi emosi individu.

Bila dilihat dari etimologi kata, meta berarti sesuatu yang bersifat hal yang
mempunyai hubungan ke depan, ataupun hal yang mempunyai cakupan lebih
besar/luas. Meta-etik bisa pula diartikan sebagai sudut pandang mata burung dari
etika itu sendiri. Bila dibandingkan dengan dua teori etika yang lain, maka meta-
etika adalah teori etika yang paling sedikit membahas tentang filosofi moral,
namun, sebagaimana telah disebutkan, lebih membahas mengenai asal usul etika
itu sendiri. Dalam pembahasan meta-etika, ada dua isu yang kerap kali menjadi
pembahasan, yaitu isu metafisik dan isu psikologis.

2.1.1 Isu Metafisik

5
Metafisik adalah pembelajaran mengenai objek atau benda yang
ada/nyata/memiliki eksistensi di alam semesta. Eksistensi itu sendiri tidak
dibatasi oleh bentuk, apakah itu yang memiliki bentuk dan massa (physical)
seperti batu, tanah, atau sesuatu yang tidak memiliki bentuk dan massa (non-
physical) seperti pemikiran dan roh. Isu metafisik yang merujuk pada meta-etika
adalah pembahasan mengenai apakah etika atau nilai moral adalah sesuatu yang
bersifat kekal, mempunyai eksistensi yang tidak berbentuk/bermassa (non-
physical) atau hanya sebatas persetujuan yang dilakukan oleh sekelompok
manusia.

Pandangan yang mengatakan bahwa etika atau nilai moral adalah sesuatu yang
objektif, kekal, pasti dan tidak dibatasi oleh waktu pertama diungkapkan oleh
Plato (terjemahan Cooper, 1997), yang mengambil contoh matematis, yaitu
ketika disebutkan 1+1=2 adalah pasti dan tidak akan berubah – yang berlaku
dimanapun. Hal ini berarti bahwa karakter matematika ini merupakan sesuatu
yang objektif, kekal, dan bahkan memiliki eksistensi sendiri – yang mana
disebutkan oleh Plato bahwa nilai moral pula adalah sama, yaitu sebuah
objektivitas, yang memiliki eksistensi tersendiri.

Filsuf pada abad pertengahan juga menetapkan bahwa nilai moral adalah sesuatu
yang absolut atau pasti dan menganggapnya sebagai hukum yang kekal. Lebih
jauh lagi, pendapat mengenai keberadaan nilai moral (etika) ini adalah bahwa
nilai ini terjadi di dalam hidup manusia secara sukarela, yang sebagai contoh
adalah ketika manusia tahu bahwa membunuh adalah sebuah perbuatan yang
salah (melanggar nilai moral).

Pandangan lain, menjelaskan bahwa nilai moral adalah sebuah persetujuan yang
dibentuk oleh sekelompok manusia dan bersifat subjektif. Hal ini pertama kali
disampaikan oleh filsuf Yunani bernama Sextus Empiricus (terjemahan Annas

6
dan Barnes, 1994), dan ia pula menentang adanya objektivitas nilai moral.
Orang-orang yang berpandangan demikian tidak menolak adanya nilai moral itu
sendiri, namun menentang adanya eksistensi yang melekat pada setiap manusia
sehingga nilai moral tersebut bersifat pasti dan objektif. Mereka beranggapan
bahwa nilai moral semata-mata adalah persetujuan yang dibuat oleh manusia –
yang disebut sebagai moral relatif.

Dari sifat relatif tersebut, Sumner (1906) menambahkan dua pembagian sifat
relatif tersebut, yaitu moral relatif yang bersifat individual dan moral relatif yang
bersifat kultural. Kedua pembagian relativitas ini sudah cukup menjelaskan, yang
mana yang bersifat individual adalah nilai moral yang dibentuk berdasarkan
persetujuan satu individu dengan yang lain, dan moral relatif yang bersifat
kultural merujuk pada nilai yang disetujui bersama tanpa memperhitungkan
kepentingan satu atau dua individu semata-mata. Hal ini cukup terbukti dengan
adanya suku yang masih menerapkan kanibalisme, yang mana pada saat ini
dianggap sangat amoral dan bertentangan dengan nilai yang dianut masyarakat
luas.

2.1.2 Isu Psikologis


Sisi lain meta-etika adalah yang melibatkan psikologi manusia yang mendasari
penilaian dan perbuatan moral, terutama untuk memahami alasan mengapa
seorang manusia harus bermoral (memiliki etika). Pemahaman isu psikologis ini
dapat dielaborasi dengan pertanyaan yang mudah seperti alasan mengapa
manusia harus bermoral – dan sering kali pertanyaan tersebut dijawab dengan
alasan agar seseorang menghindari cibiran atau bahkan hukuman, memperoleh
kepuasan diri dan pujian, atau agar dapat berbaur dengan sebuah komunitas.

Psikologi manusia yang berhubungan dengan moral sering kali dikaitkan dengan
sifat egois manusia. Hobbes (1994) dengan tegas berpendapat bahwa hampir

7
setiap perilaku atau sikap yang kita ambil adalah berdasarkan keinginan diri
(egois), bahkan ketika seseorang hendak melakukan sebuah tindakan yang
tampak tidak egois, seperti memberi sedekah, seseorang tersebut memiliki alasan
egois akan hal itu – yaitu untuk merasakan memiliki kekayaan lebih atas orang
lain. Pandangan ini disebut sebagai ego psikologis yang mana beranggapan
bahwa semua perilaku manusia didasarkan oleh keinginan yang perpusat pada
diri sendiri. Mirip dengan pandangan ini adalah hedonisme, yaitu pandangan
yang beranggapan bahwa kesenangan pribadilah yang mendorong manusia untuk
melakukan sesuatu.

Pandangan lain mengenai isu psikologi yang mempengaruhi moral adalah


pandangan yang menghubungkan perasaan dan alasan (rasio) seseorang dalam
berperilaku. Sebagai contoh, sebuah anggapan bahwa seks bebas adalah salah –
bisa jadi merupakan pemikiran yang rasional atau hanya ungkapan perasaan.
Berhubungan dengan hal ini, dapat pula terjadi perbedaan psikologi dalam alasan
menganut nilai – nilai moral dan pembeda tersebut adalah jenis kelamin, pria,
maupun wanita. Hal ini menimbulkan pandangan bahwa kebanyakan nilai moral
yang tradisional adalah berdasarkan persepsi pria (berpusat pada keputusan pria)
dan bisa jadi, bila melihat perspektif wanita, akan ditemukan pandangan yang
unik dan mungkin bisa dijadikan nilai moral. Sebagai contoh disebutkan bahwa
pada umunya peran sebagai pengusaha, pemimpin, pemerintah sering kali hanya
disediakan bagi pria, dan wanita pada umumnya memiliki peran untuk
memelihara keluarga dan berhubungan dengan pekerjaan rumah tangga.
Pandangan ini sering kali dihubungkan dengan gerakan feminis.

2.2 ETIKA NORMATIF


Etika normatif adalah standar moral yang mengarahkan perilaku yang benar atau
salah. Etika normatif bertujuan untuk mengadakan sikap manusia yang baik
adanya. Aturan emas yang klasik yang merupakan contoh penerapan dari etika

8
normatif adalah ”Lakukanlah apa yang ingin diperlakukan kepada anda oleh
orang lain.” Contohnya adalah, karena seseorag berharap agar benda berharganya
tidak dicuri/diambil oleh orang lain, maka seseorang tersebut tidak mencuri
benda berharga milik orang lain. Dari aturan emas tersebut, teori normatif ini
terbentuk, yang mana mempengaruhi semua perbuatan yang hendak seseorang
lakukan. Asumsi utama dalam etika normatif adalah bahwa hanya ada satu
kriteria utama dalam berperilaku, apakah itu aturan atau prinsip tertentu.
Terdapat tiga pandangan atau tori yang mempengaruhi kriteria utama itu, antara
lain teori kebaikan, teori tanggung jawab, dan teori konsekuensialis.

2.2.1 Teori Kebaikan


Banyak filsuf mengakui bahwa moral terdiri dari aturan – aturan perilaku yang
tepat guna, seperti jangan membunuh, jangan mencuri – yang harus dipelajari
dan menjadi acuan hidup. Pandangan etika kebaikan, menempatkan proses
pembelajaran dan menjadikan aturan – aturan acuan menjadi sesuatu yang tidak
begitu penting, dan malah menekankan pada pengembangan sikap kebaikan
dalam diri seseorang. Pandangan ini juga menyatakan bahwa untuk memiliki
moralitas atau etika yang baik, makan seseorang harus menjauhi perilaku buruk
yang menghasilkan karakter yang buruk pula. Pembelajaran dan pengenalan akan
etika atau moral seharusnya diadakan sejak dini karena karakter yang baik
terbentuk pada masa muda seseorang yang menjadi tanggung jawab orang tua
terhadap anaknya.

2.2.2 Teori Tanggung Jawab


Seseorang sering kali merasa bahwa ada satu tanggung jawab sebagai manusia,
contohnya untuk berbuat baik, untuk menghindari perbuatan yang jahat. Teori
tanggung jawab ini mendasari perbuatan moral dengan prinsip – prinsip utama
yang berhubungan, tentunya, dengan tanggung jawab seseorang terhadap orang
lain. Ada empat teori yang menyetujui pendasaran moral atas tanggung jawab,

9
yang pertama dikemukakan oleh Pufendorf (1691), yang mengklasifikasikan
bahwa manusia bertanggung jawab terhadap 3 pribadi: kepada Tuhan, sesama,
dan orang lain.

Pendekatan terhadap teori tanggung jawab yang kedua adalah teori hak. Pada
umumnya, hak adalah sesuatu yang patut diperoleh seseorang dari sikap atau
perilaku orang lain. Hak dan tanggung jawab atau sering kali dihubungkan
dengan kewajiban sangat berhubungan satu dengan yang lain sehingga hak
seseorang mempengaruhi tanggung jawab orang lain, sebagai contoh bila A
memiliki hak atas satu benda dari B, maka B bertanggung jawab atau
berkewajiban untuk memberikan benda tersebut kepada A. Locke (1963),
merupakan perintis HAM, yang tentunya sangat mempengaruhi teori tanggung
jawab ini, memaparkan bahwa kita tidak memiliki hak untuk merusak hidup,
kesehatan, kebebasan, dan milik sesorang, yand pastinya menjadi kewajiban
moral bagi kita untuk berlaku agar hak orang tersebut tidak terrenggut dari
mereka.

Pendekatan ketiga adalah oleh Kant (1985) yang menekankan satu penerapan
prinsip tanggung jawab – yaitu perlakukanlah seseorang sebagai satu tujuan
akhir, bukan sebagai ”alat” untuk mencapai tujuan akhir. Contoh dari pendekatan
ini yang secara moral benar (beretika baik) adalah memberi donasi/sumbangan –
yaitu ketika orang yang menerima sumbangan tersebut adalah tujuan akhir, yaitu
untuk memberikan kebahagiaan bagi penerima sumbangan tersebut. Contoh yang
salah adalah mencuri, yaitu ketika seseorang mengambil benda orang lain untuk
mencapai kebahagiaan orang yang mencuri. Pendekatan ini diyakini oleh Kant
dapat menjadi prinsip dalam bermoral dan berperilaku.

Pendekatan keempat adalah oleh Ross (1930) yang menekankan tanggung jawab
prima facie yang terdiri dari tujuh buah tanggung jawab terhadap sesama yaitu

10
tanggung jawab untuk menepati janji (fidelity), tanggung jawab untuk memberi
kompensasi ketika kita menyakiti seseorang (reparation), tanggung jawab untuk
berterima kasih (gratitude), tanggung jawab untuk mengenali kebaikan (justice),
tanggung jawab untuk memberi pengaruh baik kepada orang lain (beneficience),
tanggung jawab untuk meningkatkan kebaikan dan kepintaran diri sendiri (self-
improvement), serta tanggung jawab untuk tidak menyakiti orang lain (non-
maleficience). Dikatakan bahwa akan ada saat ketika seseorang dihadapkan
dengan kondisi yang mungkin menjadikan beberapa poin dari tujuh tanggung
jawab tersebut saling bertentangan, seperti misalnya bila A meminjam senjata
tajam dari B, maka menjadi tanggung jawab bagi A untuk mengembalikannya
kepada B (fidelity), namun ketika B hendak mengambil senjata tersebut untuk
menyakiti orang lain, A kemudian diperhadapkan dengan tanggung jawab untuk
tidak menyakiti orang lain (non-maleficience). Maka A seharusnya mengetaui
manakah tanggung jawab utama (prima facie) yang harus dikerjakan yang mana
dalam kasus ini adalah untuk tidak mengembalikan senjata tajam agar tidak ada
yg disakiti.

2.2.3 Teori Konsekuensialis


Pada umumnya, tanggung jawab moral yang dilakukan didasarkan oleh
konsekuensi dari tindakan yang diperbuat. Pandangan inilah yang beranggapan
bahwa perbuatan moral yang benar didasarkan hanya oleh analisis konsekuensi
dari sebuah tindakan yang mana bila sebuah tindakan menimbulkan lebih banyak
konsekuensi yang bisa diterima/baik adanya, maka sebuah perbuatan tersebut
benar. Terdapat tiga pembagian konsekuensialis, yaitu ethical egoism adalah
ketika sebuah tindakan secara moral benar bila konsekuensi tindakan tersebut
memiliki nilai positif lebih hanya bagi pelaku tindakan; ethical altruism adalah
tindakan yang secara moral benar bila konsekuensi memiliki nilai positif lebih

11
terhadap semua orang kecuali pelaku; utilitarianism adalah tindakan yang
bermoral baik bila konsekuensi memiliki nilai positif lebih bagi semua orang.

2.3 ETIKA TERAPAN


Etika terapan, berbeda dengan etika normatif yang membedakan yang benar dan
salah, serta meta-etika yang mempertanyakan asal usul moral tersebut. Etika
terapan merupakan pengujian filosofis terhadap satu isu atau kejadian tertentu
dalam kehidupan pribadi maupun sosial yang berhubungan dengan penilaian
secara moral. Maka dari itu, etika terapan mengarah atau mengacu pada
bagaimana manusia menentukan tindakan yang benar dalam berbagai bidang
dalam hidup manusia. Porter (2006) menyatakan tujuh bidang atau tipologi
terapan yang dapat membantu adanya peningkatan moral dalam lingkup
organisasi maupun sosial dalam taraf nasional maupun global yaitu etika
pengambilan keputusan, etika profesi, etika klinis, etika bisnis, etika organisasi,
etika sosial, dan etika seksual.

Hampir keseluruhan etika terapan tersebut menggunakan pendekatan berupa teori


seperti ulititarianism yang mencari keuntungan atau kebahagiaan terbaik bagi
semua belah pihak, deontological ethics yang berhubungan dengan hak dan
kewajiban manusia yang mempengaruhi tindakan yang diambil, serta virtue
ethics yang mana setiap tindakan adalah berdasarkan pada kebaikan semata-
mata.

Etika profesi, sebagaimana yang menjadi sorotan dalam pembahasan ini, adalah
etika yang mencakup standar perilaku secara perorangan, organisasi, dan
korporat, yang mana diharapkan dapat ditemui dalam setiap profesional (RIBA,
2005). Pendekatan etika profesi yang sering ditemui menyangkut unsur berikut,
yakni: kejujuran, integritas, transparansi, akuntabilitas, konfidensialitas (mampu
menjaga rahasia perusahaan), objektivitas, rasa hormat, patuh hukum, loyalitas.

12
Dari unsur – unsur pendekatan etika profesi, dapat terlihat salah satunya adalah
patuh hukum. Hal ini menekankan adanya hubungan yang cukup erat antara
penerapan etika profesi dengan hukum yang mengikat – tanpa menjalankan
hukum, seseorang tidak mampu memenuhi etika profesi tersebut.

BAB III
HUKUM
3.1. PENGERTIAN HUKUM
Hukum adalah himpunan peraturan-peraturan yang dibuat oleh penguasa
negara atau pemerintah secara resmi melalui lembaga atau intuisi hukum untuk
mengatur tingkah laku manusia dalam bermasyarakat, bersifat memaksa, dan
memiliki sanksi yang harus dipenuhi oleh masyarakat. Hukum berisi sanksi yang
tegas bagi mereka yang melanggar peraturan-peraturan tersebut.
Definisi Hukum dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997):
1) Peraturan atau adat, yang secara resmi dianggap mengikat dan dikukuhkan
oleh penguasa, pemerintah atau otoritas.

13
2) Undang-undang, peraturan dan sebagainya untuk mengatur kehidupan
masyarakat.
3) Patokan (kaidah, ketentuan).
4) Keputusan (pertimbangan) yang ditentukan oleh hakim dalam pengadilan,
vonis.
Dalam hukum pidana dikenal, dua jenis perbuatan yaitu kejahatan dan pelanggaran,
kejahatan ialah perbuatan yang tidak hanya bertentangan dengan undang-undang
tetapi juga bertentangan dengan nilai moral, nilai agama dan rasa keadilan
masyarakat, contohnya mencuri, membunuh, berzina, memperkosa dan sebagainya
( inilah contoh tindakan – tindakan yang bukan hanya menyimpang hukum tetapi juga
menyimpang norma dan etika ). Filsafat hukum membahas soal-soal kongkret
mengenai hubungan antara hukum dan moral ( etika ).

Hukum, pada umumnya merupakan sebuah sistem yang teridir dari peraturan -
peraturan yang diadakan secara paksa (enforced) melalui institusi sosial untuk
mengatur tingkah laku (Robertson, 2007). Hukum dibuat oleh badan legislatif
melalui legislasi, hukum juga bisa dibuat oleh badan eksekutif melalui dekrit (decree)
dan regulasi, bisa juga dibuat oleh hakim melalui pengukuhan putusan pengadilan
(precedent). Hukum juga dapat dibentuk dalam kontrak yang legal oleh pihak
perorangan.

Terdapat dua sistem hukum yang berlaku, antara lain yurisdiksi hukum publik dan
sistem hukum umum. Selain kedua sistem hukum tersebut, Syariat Islam juga
merupakan jenis hukum yang menjadi hukum utama dalam beberapa negara,
khususnya negara Islam. Bentuk hukum sendiri dapat pula dibagi menjadi dua yaitu
hukum pidana dan hukum perdata.

Sejarah hukum sangat berhubungan dengan perkembangan peradaban manusia.


Hukum Mesir kuno, diketahui keberadaannya sejak 3000 SM yang terdiri dari aturan

14
- aturan publik yang kemudian dibagi dalam dua belas (12) jumlah buku. VerSteeg
(2002) menyebutkan bahwa aturan - aturan tersebut didasarkan pada konsep Ma'at,
konsep keadilan dan penegakan keadilan di negara Mesir Kuno. Dalam
perkembangannya, sampai pada masa kejayaan kota Athena kuno sekitar abad 8 SM,
hukum masih belum tersebut secara khusus, namun menggunakan tiga unsur
pembeda aturan, yaitu aturan yang berasal dari dewa (thémis), dekrit manusia
(nomos), serta budaya (díkē). Namun dalam perkembangan hukum Yunani kuno,
terdapat banyak inovasi konstitusi dalam perkembangan demokrasi (Ober, 1996).

Hukum Romawi sangat dipengaruhi oleh filosofi hukum Yunani, namun


pengembangan aturan-aturan yang mendetail dibuat oleh juri profesional yang
hasilnya bisa dikatakan sangat mutakhir (Stein, 1999). Pada abad pertengahan, aturan
- aturan tidak begitu signifikan terlihat dan sering kali digantikan dengan keberadaan
adat istiadat dan hukum kasus, sampai pada saat ketika para cendikiawan kembali
meneliti aturan - aturan Romawi. Perkembangan hukum terus berlanjut pada abad
pertengahan sampai terbentuknya hukum umum. Hukum juga pada akhirnya
terbentuk oleh para pedagang Eropa agar dalam praktek dagang terdapat standar yang
bisa dipatuhi untuk mencegah terjadinya penipuan. Pada abad 18 dan 19 M, cikal
bakal hukum Negara Perserikatan Eropa terbentuk, melalui aturan - aturan
Napoleonik dan Jerman - yang kemudian terus berkembang dalam prakteknya oleh
Dewan Hukum Eropa (Mattei, 1997). Menurut Apeldoorn, tujuan hukum adalah
mengatur tata tertib dalam masyarakat secara damai dan adil.
Prof. Soebekti mengatakan, tujuan hukum adalah mengabdi pada tujuan negara yang
intinya mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan rakyatnya. Peraturan Hukum
adalah sekumpulan peraturan yang terdiri atas norma dan sanksi dengan tujuan untuk
menciptakan ketertiban dalam sosialisasi antar manusia. Peraturan di sini bersifat
memaksa dan orang yang melanggarnya akan mendapatkan hukuman tertentu.
peraturan ini tidak mengikat kepada sekelompok orang saja tetapi berlaku universal
kepada setiap orang yang berada dalam lingkup peraturan tersebut diberlakukan.

15
Hukum di Indonesia, mengambil sistem hukum sipil yang berasal dari Eropa,
berdasarkan pada bentuk hukum atau aturan dari kerajaan Romawi. Bentuk - bentuk
hukum yang berkembang di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Hukum Publik
Hukum publik mengatur hubungan antara warga negara dengan negara yang
menyangkut kepentingan umum.
 Hukum Tata Negara
Serangkaian peraturan hukum yang mengatur bentuk negara, susunan dan
tugas-tugas serta hubungan antara alat-alat perlengkapan negara. Hukum Tata
Negara hanya khusus menyoroti negara tertentu yang mempelajari bentuk
negara, bentuk pemerintahan, hak-hak asasi warga negara, dan sebagainya.
Yang menitikberatkan hal-hal yang bersifat mendasar (fundamental) dari
negara.
 Hukum Administrasi Negara
Seperangkat peraturan yang mengatur cara berkerja alat-alat perlengkapan
negara, termasuk cara melakukan kekuasaan dan wewenang yang dimiliki
oleh setiap negara dalam melakukan tugasnya. Hukum Administrasi Negara
menitikberatkan pada hal-hal yang bersifat teknis yang dibuat berdasarkan
wewenang yang diberikan oleh Hukum Tata Negara.
 Hukum Pidana
Berisi hukum yang mengatur pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-
kejahatan terhadap kepentingan umum dan perbuatan mana diancam dengan
sangsi pidana tertentu.Bentuk atau jenis pelanggaran dan kejahatan dimuat
didalam kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
 Hukum Acara/hukum formal
Merupakan seperangkat aturan yang berisi tata cara untuk menyelesaikan,
melaksanakan, atau mempertahankan Hukum Material. Hukum Acara

16
dibedakan antara Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata. Dalam
Hukum Acara Pidana, diatur tata cara penangkapan, penahanan, penyitaan,
penggeledahan, dan penuntutan. Dalam Hukum Acara juga diatur pihak yang
berhak melakukan penyitaan, penyidikan, pengadilan mana yang berwenang
mengadili dan sebagainya. Semua itu diatur dalam Kitab Undang - Undang
Hukum Acara Pidana (KUHP), yaitu UU No.8 Tahun 1981.

2. Hukum Perdata (privat)


Perdata sama artinya dengan warga negara, pribadi, sipil, atau privat. Sumber
pokok hukum perdata adalah Burgerlijk Wetboek (BW) yang dalam arti luas juga
mencakup Hukum Dagang dan Hukum Adat. Jadi Hukum Perdata adalah hukum
yang mengatur tentang kepentingan - kepentingan perorangan (privat). Dalam
ilmu pengetahuan hukum, Hukum Perdata dapat dibagi sebagai berikut:

 Hukum Perorangan (pribadi)


Berupa himpunan peraturan yang mengatur tentang manusia sebagai subjek
hukum dan tentang kecakapannya memiliki hak - hak serta bertindak sendiri
dalam melaksanakan hak-haknya itu.
 Hukum Keluarga
Hukum yang memuat rangkaian peraturan yang timbul dari pergaulan hidup
dalam keluarga. Hubungan keluarga terjadi karena adanya perkawinan antara
seorang laki - laki dan perempuan yang kemudian melahirkan anak.
 Hukum Kekayaan
Peraturan - peraturan hukum yang mengatur hak-hak dan kewajiban manusia
yang bernilai uang. Hukum Kekayaan mengatur benda dan hak - hak yang
dapat dimiliki atas benda. Benda dalam hal ini adalah segala barang dan hak
yang dapat menjadi milik orang atau sebagai objek hak milik.

17
 Hukum Waris
Hukum yang mengatur kedudukan hukum harta kekayaan seseorang setelah
orang tersebut meninggal, terutama berpindahnya harta kekayaan itu kepada
orang lain/ahli waris kelaurga tersebut. Dalam Hukum Waris diatur
pembagian harta peninggalan, ahli waris, urutan penerimaan waris, hibah serta
wasiat.
 Hukum Dagang
Hukum ini mengatur permasalahan perdagangan/perniagaan yang timbul
karena tingkah laku manusia (person) dalam perdagangan atau perniagaan.
 Hukum Adat
Hukum Adat tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat tertentu, serta
hanya dipatuhi dan ditaati oleh masyarakat yang bersangkuta. Hukum adat
biasanya merupakan perbuatan yang diulang-ulang terhadap hal yang sama,
yang kemudian diterima dan diakui oleh masyarakat. Contoh hukum adat: tata
cara pernikahan daerah Jawa, pembagian warisan di Minangkabau dengan
system matrilineal atau patrilineal di Batak, dan sebagainya.
 Hukum Islam
Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dari ajaran Islam.
a) Sebagai sistem hukum, yang berarti Hukum Islam tidak hanya hasil
pemikiran yang dipengaruhi oleh kebudayaan manusia disuatu tempat pada
suatu masa, tetapi dasarnya ditetapkan oleh Allah melalui wahyu-Nya yang
terdapat dalam Al-Quran.
b) Ruang lingkup yang diaturnya, dalam hal ruang lingkup yang diatur oleh
Hukum Islam tidak hanya mengenai hubungan manusia dengan manusia dan
benda serta penguasanya dalam masyarakat, tetapi juga mengatur hubungan
antara manusia dengan Allah Tuhan yang Maha Esa.

18
Sebagaimana telah dipaparkan, terlihat jelas bahwa hukum merupakan aturan - aturan
yang harus dipatuhi dan mengatur bagaimana seharusnya sebuah kelompok
masyarakat atau bahkan sebuah negara bertindak dan berperilaku. Hukum, berbeda
dengan nilai moral atau etika, disetujui dan diakui, serta memiliki status legalitas
sehingga orang - orang yang terikat dengan institusi yang menyatakan legalitas
hukum tersebut harus dan wajib mematuhi. Hukum juga pada dasarnya akan memiliki
sanksi bagi pelanggar hukum, sehingga mau tidak mau (enforced), masyarakat yang
terikat dengan hukum tersebut wajib mematuhi.

Dalam praktek, tentunya pembuatan hukum harus memiliki batasan, dan dari nilai
moral yang melekat pada manusia, batasan tersebut muncul, sehingga hukum yang
dipaksakan tersebut masuk akal dan tidak mendatangkan kekecewaan atau bahkan
kerugian bagi pelaku hukum yang ada (utilitarianism). Kant (1985) juga
menyebutkan bahwa hukum yang dibentuk harus melindungi kebebasan pribadi dan
hak asasi manusia. Dan seperti teori normatif moral, hukum yang baik adalah hukum
yang mampu memberi lingkungan yang baik bagi manusia untuk mengembangkan
kebaikan (virtue) manusia tersebut.

Sebuah studi kasus yang melibatkan pelanggaran hukum dan etika profesi adalah
kasus Philippe Leblanc, berumur 60 tahun (RFI, 2014). Philippe merupakan seorang
arsitek yang tidak tergabung dalam asosiasi arsitek manapun, namun dengan
menggunakan stempel asosiasi dari saudara iparnya, dia mampu mengesahkan
dokumen untuk konstruksi bangunan yang dirancang dan hal ini telah dilakukan
selama 30 tahun - merancang dan membangun tanpa lisensi. Tentu saja parktek
arsitektur demikian melanggar hukum yang ada di Paris, yang mengharuskan
bangunan yang dibangun, dirancang oleh arsitek yang meiliki lisensi.

Selain melanggar hukum, Philippe juga tidak mengindahkan etika profesi yang dia
miliki, yang mana, seorang arsitek harus memiliki lisensi. Ternyata Philippe belum

19
menyelesaikan diploma yang dia ambil dulu - dan hampir menyelesaikannya saat ini.
Hukum yang dilanggar oleh Philippe tentunya membawa konsekuensi atau sanksi
hukum, yaitu 2 tahun tidak diberi izin praktek. Pada awalnya sanksi hukum berupa
denda juga diberikan, namun dalam pembelaan oleh pengacara Philippe, ternyata
bangunan yang telah dihuni yang dirancang oleh Philippe tidak pernah bermasalah,
dan bahkan baik menurut pendapat pengguna. Kasus ini muncul dan dilaporkan
setelah beberapa pengguna jasa arsitek ini menanyakan pertanyaan - pertanyaan
seputar hal lisensi tersebut.

3.2 Persamaan Dan Perbedaan Antara Etika Dan Hukum


 Persamaan etika dan hukum terdapat dalam tujuan sosialnya. Sama – sama
menghendai agar agar manusia melakukan perbuatan yang baik/benar. Oleh karena
itu, dapat dikatakan bahwa pelanggaran hukum merupakan perbuatan yang tidak etis.
Perbedaannya adalah bahwa Etika itu ditujukan pada sikap batin manusia, dan
sanksinya dari kelompok masyarakat profesi itu sendiri. Sedangkan hukum
ditujukan pada sikap lahir manusia, membebani manusia dengan hak dan kewajiban,
bersifat memaksa, sanksinya tegas dan konkret yang dilaksanakan melalui
wewenang penguasa/ pemerintah.

3.3 Hubungan Etika dengan Hukum


Antara etika dengan hukum terjalin hubungan erat, karena lapangan
pembahasan keduanya sama-sama berkisar pada masalah perbuatan manusia.
Tujuannya pun sama, yakni mengatur perbuatan manusia demi terwujudnya
keserasian, keselarasan, kebahagiaan mereka. Bagaimana seharusnya bertindak,
terdapat dalam kaidah-kaidah hukum dan kaidah-kaidah etika. Bedanya ialah jika
hukum memberikan putusan hukumnya perbuatan, maka etika memberikan penilaian
baik atau buruknya. Putusan hukum ialah menetapkan boleh tidaknya perbuatan itu
dilakukan dengan diiringi sangsi-sangsi apa yang bakal diterima oleh pelaku.
Penilaian etika apakah perbuatan itu baik dikerjakan yang bakal mengantarkan

20
manusia kepada kebahagiaan, dan menilai apakah itu buruk yang bakal mengantarkan
seseorang kepada kehinaan dan penderitaan .
Selain daripada itu terdapat perbedaan dalam luasnya dalam bidang yang
dicakup. Ada masalah yang diperkatakan etika, tetapi tidak dicakup oleh hukum.
Yang kita maksudkan disini hukum umum yang bersifat sekuler atau yang dibuat oleh
manusia. Misalnya etika yang memerintahkan berbuat apa saja yang berguna dan
melarang apa saja yang merusak, sedangkan hukum sekuler kadang-kadang tidaklah
sejauh itu. Misalnya menyantuni fakir miskin dinilai oleh etika sebagai perbuatan
yang baik dan terpuji, namun dalam hukum sekuler tiada hukum yang mengharuskan
perbuatan itu dan tiada sangsi manakala hal itu ditinggalkan.

3.4 5CONTOH ETIKA HUKUM

1. POLISI

Kode Etik Kepolisian


Polisi adalah suatu badan pemerintah yang bertugas menjaga ketertiban, keamanan,
dan menegakkan hukum serta mengayomi masyarakat. Kepolisian adalah salah satu
lembaga penting dalam tugas menjaga kemanan dan ketertiban suat negara sehingga
lembaga kepolisian ada di seluruh negara berdaulat.

Dalam lingkungan hukum atau pengadilan Polisi bertugas sebagai penyidik. Polisi
ditugaskan untuk mencari barang bukti, keterangan dari berbagai sumber, baik
keterangan saksi maupun keterangan saksi ahli.

Selama ini peran Polri sebagai penegak hukum dalam menegakkan hukum pidana
yaitu:
1. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakan norma hukum demi
mengayomi masyarakat

21
2. Memasyarakatkan pelaku pidana dengan mengadakan pembinaan sehingga
menjadi orang yang baik dan berguna,
3. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan
keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat.
Dalam melaksanakan tugasnya, Polisi juga harus melihat keadaan masyarakat. Tugas
Polisi yang menjadi sorotan di kalangan masyarakat yaitu penegakan hukum.
Terdapat dua pilihan praktik penegakan hukum yang dilakukan oleh Polisi :
1. Penegakan hukum sebagaimana yang disyaratkan oleh undang-undang pada
umumnya, dimana ada upaya paksa yang dilakukan Polisi untuk menegakkan hukum
sesuai dengan hukum acara yang diatur dalam undang undang No. 8 tahun 1981
tentang KUHAP.
2. Tindakan yang mengutamakan kepentingan moral pribadi dan kewajiban hukum
untuk memberikan perlindungan dan mengayomi masyarakat.
Meskipun Polisi berperan sebagai aparat penegak hukum tetapi tujuan dan kewajiban
Polisi adalah mengabdi kepada negara dan pemimpinnya. Dalam melakukan
penangkapan dan penahanan misalnya polisi menghadapi atau mempunyai
permasalahan sendiri.
Pada saat memutuskan untuk melakukan penangkapan dan penahanan polisi sudah
menjalankan pekerjaan yang multifungsi yaitu tidak hanya sebagai polisi tetapi
sebagai jaksa dan hakim sekaligus.
Melalui penyidikan ini rawan sekali terjadi pelanggaran kode etik atau
penyalahgunaan kekuasaan Polisi berupa police corruption maupun police brutality.
Melalui riset yang dilakukan, sebagian besar kasus yang menyagkut citra Polisi
terjadi ketika Polisi melakukan penyidikan.
Melihat keadaan tersebut dapat disimpulkan bahwa seketat apapun undang undang
yang mengatur jika aparat penegak hukum tidak menerapkan moral dan integritas
yang baik dalam bertugas maka hasilnya tetap saja tidak memuaskan. Etika profesi
Polisi merupakan perwujudan dari nilai yang terkandung dalam Tri Brata dan Catur

22
Prasetya yang didasari oleh Pancasila yang dirangkum sebagai Pedoman Hidup Polri
dan sekarang menjadi Kode Etik Profesi Polri.

Kode Etik Profesi Polri diberlakukan bagi pangkat terendah sampai dengan pangkat
tertinggi yang berdasarkan undang-undang memiliki tugas, fungsi, dan wewenang
kepolisian. Kode Etik Profesi Polri yang selanjutnya disingkat KEPP adalah norma-
norma atau aturan-aturan yang merupakan kesatuan landasan etik atau filosofis yang
berkaitan dengan perilaku maupun ucapan mengenai hal-hal yang diwajibkan,
dilarang, patut, atau tidak patut dilakukan oleh anggota Polri dalam melaksanakan
tugas, wewenang, dan tanggung jawab jabatan.

Hukum
Pasal 2 UU No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, fungsi Kepolisian adalah salah satu
fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban
masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat.

2. GURU
Kode Etik Guru
1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia
Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
2. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.
3. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan
melakukan bimbingan danpembinaan.
4. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang
berhasilnya proses belajar-mengajar.
5. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat di
sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggungjawab bersama
terhadap pendidikan.

23
6. Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan
mutu dan martabat profesinya.
7. Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan
kesetiakawanan sosial.
8. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi
PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
9. Guru melaksanakan segala kebijakan Pemerintah dalam bidang pendidikan.

Hukum

1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;


2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen;
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara

3.AKUNTANSI
Kode etik Akuntansi
Setiap anggota harus berperilaku konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan
menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi
tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi sebagai perwujudan
tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf,
pemberi kerja dan masyarakat umum. Dalam upaya memasarkan dan
mempromosikan diri dan pekerjaan, akuntan profesional sangat tidak dianjurkan
mencemarkan nama baik profesi. Akuntan wajib mempunyai sikap jujur dan dapat
dipercaya.
HUKUM
Pasal 23 UUD 1945 hal keuangan. ... Dengan demikian maka ICW yang dalam
bahasa Indonesia dikenal sebagai Undang-undang Perbendaharaan Indonesia masih
tetap berlaku.

24
4. JAKSA

Kode Etik Jaksa

1. Menaati kaidah hukum, peraturan perundang-undangan, dan peraturan kedinasan


yang berlaku. Jaksa harus mengikuti peraturan-peraturan yang berlaku pada saat ini

2. Menghormati prinsip cepat, sederhana, biaya ringan sesuai dengan prosedur yang
ditetapkan.

3. Mendasarkan pada keyakinan dan alat bukti yang sah untuk mencapai keadilan dan
kebenaran.

4. Bersikap mandiri, bebas dari pengaruh, tekanan atau ancaman opini publik secara
langsung atau tidak langsung. Seorang jaksa harus berpendirian terhadap dirinya
sendiri tanpa gangguan dari orang lain dan tidak boleh takut dengan ancaman
seseorang

5. Bertindak secara objektif dan tidak memihak. Jaksa tidak boleh berpihak kepada
salah satu tersangkat karena tersangkat masih ada hubungan dengan jaksa

6. Memberitahukan dan/atau memberikan hak-hak yang dimiliki oleh tersangka atau


terdakwa maupun korban.

7. Membangun dan memelihara hubungan fungsional antara aparat penegak hukum


dalam mewujudkan sistem peradilan pidana terpadu.

8. Mengundurkan diri dari penanganan perkara yang mempunyai kepentingan pribadi


atau keluarga, mempunyai hubungan pekerjaan, partai atau finansial atau mempunyai
nilai ekonomis secara langsung atau tidak langsung.

9. Menyimpan dan memegang rahasia sesuatu yang seharusnya dirahasiakan.

25
10. Menghormati kebebasan dan perbedaan pendapat sepanjang tidak melanggar
ketentuan peraturan perundang-undangan.

11. Menghormati dan melindungi hak asasi manusia dan hak-hak kebebasan
sebagaimana yang tertera dalam peraturan perundang-undangan dan instrumen hak
asasi manusia yang diterima secara universal.

12. Menanggapi kritik dengan arif dan bijaksana.

13. Bertanggung jawab secara internal dan berjenjang, sesuai dengan prosedur yang
ditetapkan.

14. Bertanggung jawab secara eksternal kepada publik sesuai kebijakan pemerintah
dan aspirasi masyarakat tentang keadilan dan kebenaran.

HUKUM

UU 16 Tahun 2004 Pasal 1

Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk
bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang.

5. PRESIDEN

KODE ETIK PRESIDEN

Profesionalisme
            Keahlian khusus yang dimiliki oleh seseorang baik yang diperolehnya dari
pendidikan formal (dokter, akuntan, pengacara, dll), dari bakat (penyanyi, pelukis,
pianis,dll), serta dari kompetensi dari mengerjakan sesuatu (direktur, pejabat,
pegawai,dll).

26
Akuntabilitas
            Kesanggupan seseorang untuk mempertanggung jawabkan apa pun yang
dilakuannya berkaitan dengan profesi serta perannya sehingga dia dapat dipercaya.
Misalnya seorang auditor yang memeriksa laporan keuangan sebuah perusahaan. Ia
harus dapat mempertanggung jawabkan hasil pemeriksaan yang dibuatnya sesuai
dengan kondisi perusahaan yang sebenarnya.

Menjaga kerahasiaan
            Sebuah kemampuan memelihara kepercayaan dengan bersikap hati-hati dalam
memberikan informasi. Seorang profesional harus mampu menyeleksi hal-hal yang
bisa diinformasikan kepada umum dan informasi yang perlu disimpan sebagai sebuah
kerahasiaan. Hal ini dilakukan demi menjaga reputasi sebuah perusahaan dan profesi
yang dijabatnya. Misalnya seorang konsultan merupakan orang kepercayaan sebuah
perusahaan, ia mengetahui seluruh seluk-beluk perusahaan tersebut, tapi harus
menjaga informasi yang dimilikinya agar tidak sampai ke pihak luar yang tidak
berkepentingan.

Independensi
            Sikap netral, tidak memihak salah satu pihak, menyadari batasan-batasan
dalam mengungkapkan sesuatu juga merupakan salah satu pertimbangan kode etik.
Misalnya, untuk mendamaikan dua pihak yang berselisih dan merugikan perusahaan.
Seorang manejer yang bisa menjaga sikap independennya akan lebih dipercaya oleh
kedua belah pihak sehingga akan sangat membantu dalam penyelesaian khasus
perselisihan yang dihadapinya.

HUKUM
1) Pasal 4 ayat 1 UUD 1945 : Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
pemerintahan menurut UndangUndang Dasar.

27
2) pasal 5 ayat 1 UUD 1945 : Presiden berhak mengajukan rancangan undangundang
kepada Dewan Perwakilan Rakyat. 

3) pasal 5 ayat 2 UUD 1945 : Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk


menjalankan undangundang sebagaimana mestinya.

BAB IV
KESIMPULAN

Etika merupakan nilai - nilai yang dianut, memberi pemahaman mengenai yang benar
dan yang salah (normative), serta mengarahkan tingkah laku, perbuatan, dan
pengambilan keputusan dalam kehidupan sehari - hari maupun profesional yang
mencakup berbagai bidang (applied). Etika menetapkan nilai moral yang membantu
manusia menjadi lebih baik dalam berperilaku dan menjadikan manusia dianggap
baik di mata seseorang dalam berperilaku. Etika bisa bersifat perorangan, komunal,
kultural, dan profesional - sehingga terdapat unsur pluralisme, yaitu kemungkinan
adanya perbedaan nilai moral atau etika yang dianut antara sekelompok orang dengan
orang lain.

Berbeda dengan etika, hukum mengatur tingkah laku, sehingga dapat mencegah
terjadinya kewenang-wenangan karena merupakan aturan yang dipaksakan (enforced)
serta memiliki sanksi bagi pelanggar hukum. Meskipun terdapat perbedaan yang
cukup signifikan dari etika, hukum tidak terlepas dari etika sendiri, karena pembuatan
atau pembentukan hukum didasari oleh kaidah etika normatif, yang mana hukum
yang dibuat, tidak boleh merugikan orang lain (utilitarianism), menjaga kebebasan

28
hak asasi manusia (deontology), serta mendorong manusia untuk berbuat baik
(virtue).
1) Etika adalah Ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan
kewajiban moral.
2) Adapun pengertian etika dilihat dari sisi ilmu pengetahuan, etika sama artinya
dengan filsafat moral. Etika adalah ilmu yang membahas tentang moralitas atau
menyelidiki perilaku moral.
3) Hukum adalah himpunan peraturan-peraturan yang dibuat oleh penguasa
negara atau pemerintah secara resmi melalui lembaga atau intuisi hukum untuk
mengatur tingkah laku manusia dalam bermasyarakat, bersifat memaksa, dan
memiliki sanksi yang harus dipenuhi oleh masyarakat.
4) Antara etika dengan hukum terjalin hubungan erat, karena lapangan
pembahasan keduanya sama-sama berkisar pada masalah perbuatan manusia.
Tujuannya pun sama, yakni mengatur perbuatan manusia demi terwujudnya
keserasian, keselarasan, kebahagiaan mereka.

29
30
DAFTAR PUSTAKA

Hobbes, Thomas. 1994. LEVIATHAN. ed., E. Curley. Chicago: Hackett Publishing


Company.
Kant, Immanuel. 1985. GROUNDING FOR THE METAPHYSICS OF MORALS.
terjemahan James W. Ellington. Indianapolis: Hackett Publishing Company.
Kidder, Lobaton. 2003. HOW GOOD PEOPLE MAKE TOUGH CHOICES REV ED:
RESOLVING THE DILEMMAS OF ETHICAL LIVING. New York: Harper
Collins.
Locke, John. 1963. TWO TREATISES. ed., Peter Laslett. Cambridge: Cambridge
University Press.
Mattei, Ugo. 1997. THE DISTINCTION BETWEEN COMMON LAW AND CIVIL
LAW. Michigan: University of Michigan Press.
Ober, Josiah. 1996. THE NATURE OF ATHENIAN DEMOCRACY. Princeton:
Princeton University Press.
Paul, Richard; Elder, Linda. 2006. THE MINIATURE GUIDE TO
UNDERSTANDING THE FOUNDATIONS OF ETHICAL REASONING.
Tomales: Foundation for Critical Thinking Free Press.
Plato. 1997. REPUBLIC. terjemahan Cooper, John M.. Indianapolis: Hackett
Publishing Company.
Porter, R. 2006. THE HEALTH ETHICS TYPOLOGY: SIX DOMAINS TO IMPROVE
CARE. Hampton: Socratic Publishing.
RFI. 2014. FAKE ARCHITECT BUILT SCHOOLS AND CRÈCHES AROUND
PARIS OVER 30 YEARS. France: RFI.
RIBA. 2005. CODE OF PROFESSIONAL CONDUCT. London: Royal Institute of
British Architects.
Robertson, Geoffrey. 2007. CRIMES AGAINST HUMANITY: THE STRUGGLE FOR
GLOBAL JUSTICE (Rev). New York: New Press.
Ross, W. D. 1930. THE RIGHT AND THE GOOD. Oxford: Oxford University Press.

31
Samuel Pufendorf. 1691. THE WHOLE DUTY OF MAN ACCORDING TO THE
LAW OF NATURE. London.
Sextus Empiricus. 1994. OUTLINES OF PYRRHONISM. terjemahan J. Annas dan J.
Barnes. Cambridge: Cambridge University Press.
Stein, Peter. 1999. ROMAN LAW IN EUROPEAN HISTORY. Cambridge: Cambridge
University Press.
Sumner, William Graham. 1906. FOLKWAYS. Boston: Guinn.
VerSteeg, Russ. 2002. LAW IN ANCIENT EGYPT. Durham: Carolina Academic
Press.

32

Anda mungkin juga menyukai