MAKALAH
OLEH
DANIEL
147020006
0
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat
pada waktunya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Nicolaus Simamora,
MSA, IAI selaku dosen mata kuliah Etika Profesi yang memberikan kesempatan
dalam rangka pembuatan makalah ini.
Judul yang akan dibahas adalah “Etika dan Hukum” sesuai dengan arahan
yang diberikan guna memahami lebih lanjut mengenai arti dan esensi etika serta
hukum dan perbandingan kedua hal tersebut.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu
penulis selalu mengharapkan setiap kritik serta saran yang bersifat membangun untuk
penyempurnaan makalah ini. Terima kasih.
ii
DAFTAR ISI
HAL
Halaman Judul
HALAMAN KATA PENGANTAR .............................................. ii
Halaman DAFTAR ISI .................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG ........................................ 1
1.2 TUJUAN ............................................................. 2
1.3 METODE PENULISAN ..................................... 2
BAB II ETIKA
2.1 META-ETIKA..................................................... 5
2.2 ETIKA NORMATIF............................................ 9
2.3 ETIKA TERAPAN.............................................. 12
BAB III HUKUM.............................................................. 14
3.1. PENGERTIAN HUKUM..................................... 14
3.2 PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ETIKA....... 21
3.3 HUBUNGAN ETIKA DENGAN HUKUM......... 21
3.4 CONTOH ETIKA HUKUM................................. 22
BAB IV KESIMPULAN.................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 TUJUAN
Tujuan pembelajaran etika dan hukum adalah untuk memahami maksud dan
fungsi etika serta hukum secara umum; mengerti posisi etika dan hukum dalam
dunia profesional.
BAB II
2
ETIKA
Etika disebut sebagai bagian dari filosofi, dan sering disebut sebagai filosofi
moral yang mana, kembali lagi, berbicara tentang perilaku atau berbuatan yang benar
maupun yang salah. Kini, filsuf membagi teori etika menjadi tiga bagian
pembelajaran, yaitu meta-etika, etika normatif, dan etika terapan.
Fungsi etika adalah sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan
berbagai moralitas. Orientasi kritis diperlukan karena kita dihadapkan dengan
3ocial33m moral. Etika bersifat lebih umum, konseptual, dan hanya berlaku dalam
pergaulan (saat ada orang lain) sedangkan moral bersifat lebih detail dan secara
langsung, moral berlaku sepanjang hidup (ada atau tidak ada orang lain. Etika adalah
kebiasaan atau adat istiadat yang sudah disepakati bersama.
Macam-Macam Etika
3
a) Etika Deskriptif, yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis dan rasional
sikap dan prilaku manusia 4ocial4 yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini
sebagai sesuatu yang bernilai. Etika Deskriptif memberikan fakta sebagai dasar
untuk mengambil keputusan tentang prilaku atau sikap yang mau diambil.
b) Etika Normatif, yaitu etika yang mengajarkan berbagai sikap dan pola prilaku
ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalamkehidupan sehari-hari.
Etika Normatif juga memberi penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar
dan kerangka tindakan yang akan dilakukan.
4
Sikap terhadap sesame
Etika keluarga
Etika profesi misalnya etika untuk pustakawan, arsiparis, dokumentalis,
pialang informasi.
Etika politik
Etika lingkungan
Etika idiologi adalah filsafat atau pemikiran kritisrasional tentang ajaran
moral sedangka moral adalahajaran baik buruk yang diterima umum
mengenaiperbuatan, sikap, kewajiban dsb. Etika selalu dikaitkandengan
moral serta harus dipahami perbedaan antaraetika dengan moralitas.
2.1 META-ETIKA
Meta-etika adalah teori etika yang mempertanyakan asal usul dari prinsip etika
yang ada, dan makna dari asal prinsip tersebut. Sering kali meta-etika
mengandung pertanyaan yang mempertanyakan apakah etika hanyalah sebuah
temuan dalam lingkup sosial, atau bahkan mempertanyakan apakah etika
melibatkan lebih dari ekspresi emosi individu.
Bila dilihat dari etimologi kata, meta berarti sesuatu yang bersifat hal yang
mempunyai hubungan ke depan, ataupun hal yang mempunyai cakupan lebih
besar/luas. Meta-etik bisa pula diartikan sebagai sudut pandang mata burung dari
etika itu sendiri. Bila dibandingkan dengan dua teori etika yang lain, maka meta-
etika adalah teori etika yang paling sedikit membahas tentang filosofi moral,
namun, sebagaimana telah disebutkan, lebih membahas mengenai asal usul etika
itu sendiri. Dalam pembahasan meta-etika, ada dua isu yang kerap kali menjadi
pembahasan, yaitu isu metafisik dan isu psikologis.
5
Metafisik adalah pembelajaran mengenai objek atau benda yang
ada/nyata/memiliki eksistensi di alam semesta. Eksistensi itu sendiri tidak
dibatasi oleh bentuk, apakah itu yang memiliki bentuk dan massa (physical)
seperti batu, tanah, atau sesuatu yang tidak memiliki bentuk dan massa (non-
physical) seperti pemikiran dan roh. Isu metafisik yang merujuk pada meta-etika
adalah pembahasan mengenai apakah etika atau nilai moral adalah sesuatu yang
bersifat kekal, mempunyai eksistensi yang tidak berbentuk/bermassa (non-
physical) atau hanya sebatas persetujuan yang dilakukan oleh sekelompok
manusia.
Pandangan yang mengatakan bahwa etika atau nilai moral adalah sesuatu yang
objektif, kekal, pasti dan tidak dibatasi oleh waktu pertama diungkapkan oleh
Plato (terjemahan Cooper, 1997), yang mengambil contoh matematis, yaitu
ketika disebutkan 1+1=2 adalah pasti dan tidak akan berubah – yang berlaku
dimanapun. Hal ini berarti bahwa karakter matematika ini merupakan sesuatu
yang objektif, kekal, dan bahkan memiliki eksistensi sendiri – yang mana
disebutkan oleh Plato bahwa nilai moral pula adalah sama, yaitu sebuah
objektivitas, yang memiliki eksistensi tersendiri.
Filsuf pada abad pertengahan juga menetapkan bahwa nilai moral adalah sesuatu
yang absolut atau pasti dan menganggapnya sebagai hukum yang kekal. Lebih
jauh lagi, pendapat mengenai keberadaan nilai moral (etika) ini adalah bahwa
nilai ini terjadi di dalam hidup manusia secara sukarela, yang sebagai contoh
adalah ketika manusia tahu bahwa membunuh adalah sebuah perbuatan yang
salah (melanggar nilai moral).
Pandangan lain, menjelaskan bahwa nilai moral adalah sebuah persetujuan yang
dibentuk oleh sekelompok manusia dan bersifat subjektif. Hal ini pertama kali
disampaikan oleh filsuf Yunani bernama Sextus Empiricus (terjemahan Annas
6
dan Barnes, 1994), dan ia pula menentang adanya objektivitas nilai moral.
Orang-orang yang berpandangan demikian tidak menolak adanya nilai moral itu
sendiri, namun menentang adanya eksistensi yang melekat pada setiap manusia
sehingga nilai moral tersebut bersifat pasti dan objektif. Mereka beranggapan
bahwa nilai moral semata-mata adalah persetujuan yang dibuat oleh manusia –
yang disebut sebagai moral relatif.
Dari sifat relatif tersebut, Sumner (1906) menambahkan dua pembagian sifat
relatif tersebut, yaitu moral relatif yang bersifat individual dan moral relatif yang
bersifat kultural. Kedua pembagian relativitas ini sudah cukup menjelaskan, yang
mana yang bersifat individual adalah nilai moral yang dibentuk berdasarkan
persetujuan satu individu dengan yang lain, dan moral relatif yang bersifat
kultural merujuk pada nilai yang disetujui bersama tanpa memperhitungkan
kepentingan satu atau dua individu semata-mata. Hal ini cukup terbukti dengan
adanya suku yang masih menerapkan kanibalisme, yang mana pada saat ini
dianggap sangat amoral dan bertentangan dengan nilai yang dianut masyarakat
luas.
Psikologi manusia yang berhubungan dengan moral sering kali dikaitkan dengan
sifat egois manusia. Hobbes (1994) dengan tegas berpendapat bahwa hampir
7
setiap perilaku atau sikap yang kita ambil adalah berdasarkan keinginan diri
(egois), bahkan ketika seseorang hendak melakukan sebuah tindakan yang
tampak tidak egois, seperti memberi sedekah, seseorang tersebut memiliki alasan
egois akan hal itu – yaitu untuk merasakan memiliki kekayaan lebih atas orang
lain. Pandangan ini disebut sebagai ego psikologis yang mana beranggapan
bahwa semua perilaku manusia didasarkan oleh keinginan yang perpusat pada
diri sendiri. Mirip dengan pandangan ini adalah hedonisme, yaitu pandangan
yang beranggapan bahwa kesenangan pribadilah yang mendorong manusia untuk
melakukan sesuatu.
8
normatif adalah ”Lakukanlah apa yang ingin diperlakukan kepada anda oleh
orang lain.” Contohnya adalah, karena seseorag berharap agar benda berharganya
tidak dicuri/diambil oleh orang lain, maka seseorang tersebut tidak mencuri
benda berharga milik orang lain. Dari aturan emas tersebut, teori normatif ini
terbentuk, yang mana mempengaruhi semua perbuatan yang hendak seseorang
lakukan. Asumsi utama dalam etika normatif adalah bahwa hanya ada satu
kriteria utama dalam berperilaku, apakah itu aturan atau prinsip tertentu.
Terdapat tiga pandangan atau tori yang mempengaruhi kriteria utama itu, antara
lain teori kebaikan, teori tanggung jawab, dan teori konsekuensialis.
9
yang pertama dikemukakan oleh Pufendorf (1691), yang mengklasifikasikan
bahwa manusia bertanggung jawab terhadap 3 pribadi: kepada Tuhan, sesama,
dan orang lain.
Pendekatan terhadap teori tanggung jawab yang kedua adalah teori hak. Pada
umumnya, hak adalah sesuatu yang patut diperoleh seseorang dari sikap atau
perilaku orang lain. Hak dan tanggung jawab atau sering kali dihubungkan
dengan kewajiban sangat berhubungan satu dengan yang lain sehingga hak
seseorang mempengaruhi tanggung jawab orang lain, sebagai contoh bila A
memiliki hak atas satu benda dari B, maka B bertanggung jawab atau
berkewajiban untuk memberikan benda tersebut kepada A. Locke (1963),
merupakan perintis HAM, yang tentunya sangat mempengaruhi teori tanggung
jawab ini, memaparkan bahwa kita tidak memiliki hak untuk merusak hidup,
kesehatan, kebebasan, dan milik sesorang, yand pastinya menjadi kewajiban
moral bagi kita untuk berlaku agar hak orang tersebut tidak terrenggut dari
mereka.
Pendekatan ketiga adalah oleh Kant (1985) yang menekankan satu penerapan
prinsip tanggung jawab – yaitu perlakukanlah seseorang sebagai satu tujuan
akhir, bukan sebagai ”alat” untuk mencapai tujuan akhir. Contoh dari pendekatan
ini yang secara moral benar (beretika baik) adalah memberi donasi/sumbangan –
yaitu ketika orang yang menerima sumbangan tersebut adalah tujuan akhir, yaitu
untuk memberikan kebahagiaan bagi penerima sumbangan tersebut. Contoh yang
salah adalah mencuri, yaitu ketika seseorang mengambil benda orang lain untuk
mencapai kebahagiaan orang yang mencuri. Pendekatan ini diyakini oleh Kant
dapat menjadi prinsip dalam bermoral dan berperilaku.
Pendekatan keempat adalah oleh Ross (1930) yang menekankan tanggung jawab
prima facie yang terdiri dari tujuh buah tanggung jawab terhadap sesama yaitu
10
tanggung jawab untuk menepati janji (fidelity), tanggung jawab untuk memberi
kompensasi ketika kita menyakiti seseorang (reparation), tanggung jawab untuk
berterima kasih (gratitude), tanggung jawab untuk mengenali kebaikan (justice),
tanggung jawab untuk memberi pengaruh baik kepada orang lain (beneficience),
tanggung jawab untuk meningkatkan kebaikan dan kepintaran diri sendiri (self-
improvement), serta tanggung jawab untuk tidak menyakiti orang lain (non-
maleficience). Dikatakan bahwa akan ada saat ketika seseorang dihadapkan
dengan kondisi yang mungkin menjadikan beberapa poin dari tujuh tanggung
jawab tersebut saling bertentangan, seperti misalnya bila A meminjam senjata
tajam dari B, maka menjadi tanggung jawab bagi A untuk mengembalikannya
kepada B (fidelity), namun ketika B hendak mengambil senjata tersebut untuk
menyakiti orang lain, A kemudian diperhadapkan dengan tanggung jawab untuk
tidak menyakiti orang lain (non-maleficience). Maka A seharusnya mengetaui
manakah tanggung jawab utama (prima facie) yang harus dikerjakan yang mana
dalam kasus ini adalah untuk tidak mengembalikan senjata tajam agar tidak ada
yg disakiti.
11
terhadap semua orang kecuali pelaku; utilitarianism adalah tindakan yang
bermoral baik bila konsekuensi memiliki nilai positif lebih bagi semua orang.
Etika profesi, sebagaimana yang menjadi sorotan dalam pembahasan ini, adalah
etika yang mencakup standar perilaku secara perorangan, organisasi, dan
korporat, yang mana diharapkan dapat ditemui dalam setiap profesional (RIBA,
2005). Pendekatan etika profesi yang sering ditemui menyangkut unsur berikut,
yakni: kejujuran, integritas, transparansi, akuntabilitas, konfidensialitas (mampu
menjaga rahasia perusahaan), objektivitas, rasa hormat, patuh hukum, loyalitas.
12
Dari unsur – unsur pendekatan etika profesi, dapat terlihat salah satunya adalah
patuh hukum. Hal ini menekankan adanya hubungan yang cukup erat antara
penerapan etika profesi dengan hukum yang mengikat – tanpa menjalankan
hukum, seseorang tidak mampu memenuhi etika profesi tersebut.
BAB III
HUKUM
3.1. PENGERTIAN HUKUM
Hukum adalah himpunan peraturan-peraturan yang dibuat oleh penguasa
negara atau pemerintah secara resmi melalui lembaga atau intuisi hukum untuk
mengatur tingkah laku manusia dalam bermasyarakat, bersifat memaksa, dan
memiliki sanksi yang harus dipenuhi oleh masyarakat. Hukum berisi sanksi yang
tegas bagi mereka yang melanggar peraturan-peraturan tersebut.
Definisi Hukum dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997):
1) Peraturan atau adat, yang secara resmi dianggap mengikat dan dikukuhkan
oleh penguasa, pemerintah atau otoritas.
13
2) Undang-undang, peraturan dan sebagainya untuk mengatur kehidupan
masyarakat.
3) Patokan (kaidah, ketentuan).
4) Keputusan (pertimbangan) yang ditentukan oleh hakim dalam pengadilan,
vonis.
Dalam hukum pidana dikenal, dua jenis perbuatan yaitu kejahatan dan pelanggaran,
kejahatan ialah perbuatan yang tidak hanya bertentangan dengan undang-undang
tetapi juga bertentangan dengan nilai moral, nilai agama dan rasa keadilan
masyarakat, contohnya mencuri, membunuh, berzina, memperkosa dan sebagainya
( inilah contoh tindakan – tindakan yang bukan hanya menyimpang hukum tetapi juga
menyimpang norma dan etika ). Filsafat hukum membahas soal-soal kongkret
mengenai hubungan antara hukum dan moral ( etika ).
Hukum, pada umumnya merupakan sebuah sistem yang teridir dari peraturan -
peraturan yang diadakan secara paksa (enforced) melalui institusi sosial untuk
mengatur tingkah laku (Robertson, 2007). Hukum dibuat oleh badan legislatif
melalui legislasi, hukum juga bisa dibuat oleh badan eksekutif melalui dekrit (decree)
dan regulasi, bisa juga dibuat oleh hakim melalui pengukuhan putusan pengadilan
(precedent). Hukum juga dapat dibentuk dalam kontrak yang legal oleh pihak
perorangan.
Terdapat dua sistem hukum yang berlaku, antara lain yurisdiksi hukum publik dan
sistem hukum umum. Selain kedua sistem hukum tersebut, Syariat Islam juga
merupakan jenis hukum yang menjadi hukum utama dalam beberapa negara,
khususnya negara Islam. Bentuk hukum sendiri dapat pula dibagi menjadi dua yaitu
hukum pidana dan hukum perdata.
14
- aturan publik yang kemudian dibagi dalam dua belas (12) jumlah buku. VerSteeg
(2002) menyebutkan bahwa aturan - aturan tersebut didasarkan pada konsep Ma'at,
konsep keadilan dan penegakan keadilan di negara Mesir Kuno. Dalam
perkembangannya, sampai pada masa kejayaan kota Athena kuno sekitar abad 8 SM,
hukum masih belum tersebut secara khusus, namun menggunakan tiga unsur
pembeda aturan, yaitu aturan yang berasal dari dewa (thémis), dekrit manusia
(nomos), serta budaya (díkē). Namun dalam perkembangan hukum Yunani kuno,
terdapat banyak inovasi konstitusi dalam perkembangan demokrasi (Ober, 1996).
15
Hukum di Indonesia, mengambil sistem hukum sipil yang berasal dari Eropa,
berdasarkan pada bentuk hukum atau aturan dari kerajaan Romawi. Bentuk - bentuk
hukum yang berkembang di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Hukum Publik
Hukum publik mengatur hubungan antara warga negara dengan negara yang
menyangkut kepentingan umum.
Hukum Tata Negara
Serangkaian peraturan hukum yang mengatur bentuk negara, susunan dan
tugas-tugas serta hubungan antara alat-alat perlengkapan negara. Hukum Tata
Negara hanya khusus menyoroti negara tertentu yang mempelajari bentuk
negara, bentuk pemerintahan, hak-hak asasi warga negara, dan sebagainya.
Yang menitikberatkan hal-hal yang bersifat mendasar (fundamental) dari
negara.
Hukum Administrasi Negara
Seperangkat peraturan yang mengatur cara berkerja alat-alat perlengkapan
negara, termasuk cara melakukan kekuasaan dan wewenang yang dimiliki
oleh setiap negara dalam melakukan tugasnya. Hukum Administrasi Negara
menitikberatkan pada hal-hal yang bersifat teknis yang dibuat berdasarkan
wewenang yang diberikan oleh Hukum Tata Negara.
Hukum Pidana
Berisi hukum yang mengatur pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-
kejahatan terhadap kepentingan umum dan perbuatan mana diancam dengan
sangsi pidana tertentu.Bentuk atau jenis pelanggaran dan kejahatan dimuat
didalam kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Hukum Acara/hukum formal
Merupakan seperangkat aturan yang berisi tata cara untuk menyelesaikan,
melaksanakan, atau mempertahankan Hukum Material. Hukum Acara
16
dibedakan antara Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata. Dalam
Hukum Acara Pidana, diatur tata cara penangkapan, penahanan, penyitaan,
penggeledahan, dan penuntutan. Dalam Hukum Acara juga diatur pihak yang
berhak melakukan penyitaan, penyidikan, pengadilan mana yang berwenang
mengadili dan sebagainya. Semua itu diatur dalam Kitab Undang - Undang
Hukum Acara Pidana (KUHP), yaitu UU No.8 Tahun 1981.
17
Hukum Waris
Hukum yang mengatur kedudukan hukum harta kekayaan seseorang setelah
orang tersebut meninggal, terutama berpindahnya harta kekayaan itu kepada
orang lain/ahli waris kelaurga tersebut. Dalam Hukum Waris diatur
pembagian harta peninggalan, ahli waris, urutan penerimaan waris, hibah serta
wasiat.
Hukum Dagang
Hukum ini mengatur permasalahan perdagangan/perniagaan yang timbul
karena tingkah laku manusia (person) dalam perdagangan atau perniagaan.
Hukum Adat
Hukum Adat tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat tertentu, serta
hanya dipatuhi dan ditaati oleh masyarakat yang bersangkuta. Hukum adat
biasanya merupakan perbuatan yang diulang-ulang terhadap hal yang sama,
yang kemudian diterima dan diakui oleh masyarakat. Contoh hukum adat: tata
cara pernikahan daerah Jawa, pembagian warisan di Minangkabau dengan
system matrilineal atau patrilineal di Batak, dan sebagainya.
Hukum Islam
Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dari ajaran Islam.
a) Sebagai sistem hukum, yang berarti Hukum Islam tidak hanya hasil
pemikiran yang dipengaruhi oleh kebudayaan manusia disuatu tempat pada
suatu masa, tetapi dasarnya ditetapkan oleh Allah melalui wahyu-Nya yang
terdapat dalam Al-Quran.
b) Ruang lingkup yang diaturnya, dalam hal ruang lingkup yang diatur oleh
Hukum Islam tidak hanya mengenai hubungan manusia dengan manusia dan
benda serta penguasanya dalam masyarakat, tetapi juga mengatur hubungan
antara manusia dengan Allah Tuhan yang Maha Esa.
18
Sebagaimana telah dipaparkan, terlihat jelas bahwa hukum merupakan aturan - aturan
yang harus dipatuhi dan mengatur bagaimana seharusnya sebuah kelompok
masyarakat atau bahkan sebuah negara bertindak dan berperilaku. Hukum, berbeda
dengan nilai moral atau etika, disetujui dan diakui, serta memiliki status legalitas
sehingga orang - orang yang terikat dengan institusi yang menyatakan legalitas
hukum tersebut harus dan wajib mematuhi. Hukum juga pada dasarnya akan memiliki
sanksi bagi pelanggar hukum, sehingga mau tidak mau (enforced), masyarakat yang
terikat dengan hukum tersebut wajib mematuhi.
Dalam praktek, tentunya pembuatan hukum harus memiliki batasan, dan dari nilai
moral yang melekat pada manusia, batasan tersebut muncul, sehingga hukum yang
dipaksakan tersebut masuk akal dan tidak mendatangkan kekecewaan atau bahkan
kerugian bagi pelaku hukum yang ada (utilitarianism). Kant (1985) juga
menyebutkan bahwa hukum yang dibentuk harus melindungi kebebasan pribadi dan
hak asasi manusia. Dan seperti teori normatif moral, hukum yang baik adalah hukum
yang mampu memberi lingkungan yang baik bagi manusia untuk mengembangkan
kebaikan (virtue) manusia tersebut.
Sebuah studi kasus yang melibatkan pelanggaran hukum dan etika profesi adalah
kasus Philippe Leblanc, berumur 60 tahun (RFI, 2014). Philippe merupakan seorang
arsitek yang tidak tergabung dalam asosiasi arsitek manapun, namun dengan
menggunakan stempel asosiasi dari saudara iparnya, dia mampu mengesahkan
dokumen untuk konstruksi bangunan yang dirancang dan hal ini telah dilakukan
selama 30 tahun - merancang dan membangun tanpa lisensi. Tentu saja parktek
arsitektur demikian melanggar hukum yang ada di Paris, yang mengharuskan
bangunan yang dibangun, dirancang oleh arsitek yang meiliki lisensi.
Selain melanggar hukum, Philippe juga tidak mengindahkan etika profesi yang dia
miliki, yang mana, seorang arsitek harus memiliki lisensi. Ternyata Philippe belum
19
menyelesaikan diploma yang dia ambil dulu - dan hampir menyelesaikannya saat ini.
Hukum yang dilanggar oleh Philippe tentunya membawa konsekuensi atau sanksi
hukum, yaitu 2 tahun tidak diberi izin praktek. Pada awalnya sanksi hukum berupa
denda juga diberikan, namun dalam pembelaan oleh pengacara Philippe, ternyata
bangunan yang telah dihuni yang dirancang oleh Philippe tidak pernah bermasalah,
dan bahkan baik menurut pendapat pengguna. Kasus ini muncul dan dilaporkan
setelah beberapa pengguna jasa arsitek ini menanyakan pertanyaan - pertanyaan
seputar hal lisensi tersebut.
20
manusia kepada kebahagiaan, dan menilai apakah itu buruk yang bakal mengantarkan
seseorang kepada kehinaan dan penderitaan .
Selain daripada itu terdapat perbedaan dalam luasnya dalam bidang yang
dicakup. Ada masalah yang diperkatakan etika, tetapi tidak dicakup oleh hukum.
Yang kita maksudkan disini hukum umum yang bersifat sekuler atau yang dibuat oleh
manusia. Misalnya etika yang memerintahkan berbuat apa saja yang berguna dan
melarang apa saja yang merusak, sedangkan hukum sekuler kadang-kadang tidaklah
sejauh itu. Misalnya menyantuni fakir miskin dinilai oleh etika sebagai perbuatan
yang baik dan terpuji, namun dalam hukum sekuler tiada hukum yang mengharuskan
perbuatan itu dan tiada sangsi manakala hal itu ditinggalkan.
1. POLISI
Dalam lingkungan hukum atau pengadilan Polisi bertugas sebagai penyidik. Polisi
ditugaskan untuk mencari barang bukti, keterangan dari berbagai sumber, baik
keterangan saksi maupun keterangan saksi ahli.
Selama ini peran Polri sebagai penegak hukum dalam menegakkan hukum pidana
yaitu:
1. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakan norma hukum demi
mengayomi masyarakat
21
2. Memasyarakatkan pelaku pidana dengan mengadakan pembinaan sehingga
menjadi orang yang baik dan berguna,
3. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan
keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat.
Dalam melaksanakan tugasnya, Polisi juga harus melihat keadaan masyarakat. Tugas
Polisi yang menjadi sorotan di kalangan masyarakat yaitu penegakan hukum.
Terdapat dua pilihan praktik penegakan hukum yang dilakukan oleh Polisi :
1. Penegakan hukum sebagaimana yang disyaratkan oleh undang-undang pada
umumnya, dimana ada upaya paksa yang dilakukan Polisi untuk menegakkan hukum
sesuai dengan hukum acara yang diatur dalam undang undang No. 8 tahun 1981
tentang KUHAP.
2. Tindakan yang mengutamakan kepentingan moral pribadi dan kewajiban hukum
untuk memberikan perlindungan dan mengayomi masyarakat.
Meskipun Polisi berperan sebagai aparat penegak hukum tetapi tujuan dan kewajiban
Polisi adalah mengabdi kepada negara dan pemimpinnya. Dalam melakukan
penangkapan dan penahanan misalnya polisi menghadapi atau mempunyai
permasalahan sendiri.
Pada saat memutuskan untuk melakukan penangkapan dan penahanan polisi sudah
menjalankan pekerjaan yang multifungsi yaitu tidak hanya sebagai polisi tetapi
sebagai jaksa dan hakim sekaligus.
Melalui penyidikan ini rawan sekali terjadi pelanggaran kode etik atau
penyalahgunaan kekuasaan Polisi berupa police corruption maupun police brutality.
Melalui riset yang dilakukan, sebagian besar kasus yang menyagkut citra Polisi
terjadi ketika Polisi melakukan penyidikan.
Melihat keadaan tersebut dapat disimpulkan bahwa seketat apapun undang undang
yang mengatur jika aparat penegak hukum tidak menerapkan moral dan integritas
yang baik dalam bertugas maka hasilnya tetap saja tidak memuaskan. Etika profesi
Polisi merupakan perwujudan dari nilai yang terkandung dalam Tri Brata dan Catur
22
Prasetya yang didasari oleh Pancasila yang dirangkum sebagai Pedoman Hidup Polri
dan sekarang menjadi Kode Etik Profesi Polri.
Kode Etik Profesi Polri diberlakukan bagi pangkat terendah sampai dengan pangkat
tertinggi yang berdasarkan undang-undang memiliki tugas, fungsi, dan wewenang
kepolisian. Kode Etik Profesi Polri yang selanjutnya disingkat KEPP adalah norma-
norma atau aturan-aturan yang merupakan kesatuan landasan etik atau filosofis yang
berkaitan dengan perilaku maupun ucapan mengenai hal-hal yang diwajibkan,
dilarang, patut, atau tidak patut dilakukan oleh anggota Polri dalam melaksanakan
tugas, wewenang, dan tanggung jawab jabatan.
Hukum
Pasal 2 UU No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, fungsi Kepolisian adalah salah satu
fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban
masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat.
2. GURU
Kode Etik Guru
1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia
Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
2. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.
3. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan
melakukan bimbingan danpembinaan.
4. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang
berhasilnya proses belajar-mengajar.
5. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat di
sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggungjawab bersama
terhadap pendidikan.
23
6. Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan
mutu dan martabat profesinya.
7. Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan
kesetiakawanan sosial.
8. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi
PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
9. Guru melaksanakan segala kebijakan Pemerintah dalam bidang pendidikan.
Hukum
3.AKUNTANSI
Kode etik Akuntansi
Setiap anggota harus berperilaku konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan
menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi
tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi sebagai perwujudan
tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf,
pemberi kerja dan masyarakat umum. Dalam upaya memasarkan dan
mempromosikan diri dan pekerjaan, akuntan profesional sangat tidak dianjurkan
mencemarkan nama baik profesi. Akuntan wajib mempunyai sikap jujur dan dapat
dipercaya.
HUKUM
Pasal 23 UUD 1945 hal keuangan. ... Dengan demikian maka ICW yang dalam
bahasa Indonesia dikenal sebagai Undang-undang Perbendaharaan Indonesia masih
tetap berlaku.
24
4. JAKSA
2. Menghormati prinsip cepat, sederhana, biaya ringan sesuai dengan prosedur yang
ditetapkan.
3. Mendasarkan pada keyakinan dan alat bukti yang sah untuk mencapai keadilan dan
kebenaran.
4. Bersikap mandiri, bebas dari pengaruh, tekanan atau ancaman opini publik secara
langsung atau tidak langsung. Seorang jaksa harus berpendirian terhadap dirinya
sendiri tanpa gangguan dari orang lain dan tidak boleh takut dengan ancaman
seseorang
5. Bertindak secara objektif dan tidak memihak. Jaksa tidak boleh berpihak kepada
salah satu tersangkat karena tersangkat masih ada hubungan dengan jaksa
25
10. Menghormati kebebasan dan perbedaan pendapat sepanjang tidak melanggar
ketentuan peraturan perundang-undangan.
11. Menghormati dan melindungi hak asasi manusia dan hak-hak kebebasan
sebagaimana yang tertera dalam peraturan perundang-undangan dan instrumen hak
asasi manusia yang diterima secara universal.
13. Bertanggung jawab secara internal dan berjenjang, sesuai dengan prosedur yang
ditetapkan.
14. Bertanggung jawab secara eksternal kepada publik sesuai kebijakan pemerintah
dan aspirasi masyarakat tentang keadilan dan kebenaran.
HUKUM
Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk
bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang.
5. PRESIDEN
Profesionalisme
Keahlian khusus yang dimiliki oleh seseorang baik yang diperolehnya dari
pendidikan formal (dokter, akuntan, pengacara, dll), dari bakat (penyanyi, pelukis,
pianis,dll), serta dari kompetensi dari mengerjakan sesuatu (direktur, pejabat,
pegawai,dll).
26
Akuntabilitas
Kesanggupan seseorang untuk mempertanggung jawabkan apa pun yang
dilakuannya berkaitan dengan profesi serta perannya sehingga dia dapat dipercaya.
Misalnya seorang auditor yang memeriksa laporan keuangan sebuah perusahaan. Ia
harus dapat mempertanggung jawabkan hasil pemeriksaan yang dibuatnya sesuai
dengan kondisi perusahaan yang sebenarnya.
Menjaga kerahasiaan
Sebuah kemampuan memelihara kepercayaan dengan bersikap hati-hati dalam
memberikan informasi. Seorang profesional harus mampu menyeleksi hal-hal yang
bisa diinformasikan kepada umum dan informasi yang perlu disimpan sebagai sebuah
kerahasiaan. Hal ini dilakukan demi menjaga reputasi sebuah perusahaan dan profesi
yang dijabatnya. Misalnya seorang konsultan merupakan orang kepercayaan sebuah
perusahaan, ia mengetahui seluruh seluk-beluk perusahaan tersebut, tapi harus
menjaga informasi yang dimilikinya agar tidak sampai ke pihak luar yang tidak
berkepentingan.
Independensi
Sikap netral, tidak memihak salah satu pihak, menyadari batasan-batasan
dalam mengungkapkan sesuatu juga merupakan salah satu pertimbangan kode etik.
Misalnya, untuk mendamaikan dua pihak yang berselisih dan merugikan perusahaan.
Seorang manejer yang bisa menjaga sikap independennya akan lebih dipercaya oleh
kedua belah pihak sehingga akan sangat membantu dalam penyelesaian khasus
perselisihan yang dihadapinya.
HUKUM
1) Pasal 4 ayat 1 UUD 1945 : Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
pemerintahan menurut UndangUndang Dasar.
27
2) pasal 5 ayat 1 UUD 1945 : Presiden berhak mengajukan rancangan undangundang
kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
BAB IV
KESIMPULAN
Etika merupakan nilai - nilai yang dianut, memberi pemahaman mengenai yang benar
dan yang salah (normative), serta mengarahkan tingkah laku, perbuatan, dan
pengambilan keputusan dalam kehidupan sehari - hari maupun profesional yang
mencakup berbagai bidang (applied). Etika menetapkan nilai moral yang membantu
manusia menjadi lebih baik dalam berperilaku dan menjadikan manusia dianggap
baik di mata seseorang dalam berperilaku. Etika bisa bersifat perorangan, komunal,
kultural, dan profesional - sehingga terdapat unsur pluralisme, yaitu kemungkinan
adanya perbedaan nilai moral atau etika yang dianut antara sekelompok orang dengan
orang lain.
Berbeda dengan etika, hukum mengatur tingkah laku, sehingga dapat mencegah
terjadinya kewenang-wenangan karena merupakan aturan yang dipaksakan (enforced)
serta memiliki sanksi bagi pelanggar hukum. Meskipun terdapat perbedaan yang
cukup signifikan dari etika, hukum tidak terlepas dari etika sendiri, karena pembuatan
atau pembentukan hukum didasari oleh kaidah etika normatif, yang mana hukum
yang dibuat, tidak boleh merugikan orang lain (utilitarianism), menjaga kebebasan
28
hak asasi manusia (deontology), serta mendorong manusia untuk berbuat baik
(virtue).
1) Etika adalah Ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan
kewajiban moral.
2) Adapun pengertian etika dilihat dari sisi ilmu pengetahuan, etika sama artinya
dengan filsafat moral. Etika adalah ilmu yang membahas tentang moralitas atau
menyelidiki perilaku moral.
3) Hukum adalah himpunan peraturan-peraturan yang dibuat oleh penguasa
negara atau pemerintah secara resmi melalui lembaga atau intuisi hukum untuk
mengatur tingkah laku manusia dalam bermasyarakat, bersifat memaksa, dan
memiliki sanksi yang harus dipenuhi oleh masyarakat.
4) Antara etika dengan hukum terjalin hubungan erat, karena lapangan
pembahasan keduanya sama-sama berkisar pada masalah perbuatan manusia.
Tujuannya pun sama, yakni mengatur perbuatan manusia demi terwujudnya
keserasian, keselarasan, kebahagiaan mereka.
29
30
DAFTAR PUSTAKA
31
Samuel Pufendorf. 1691. THE WHOLE DUTY OF MAN ACCORDING TO THE
LAW OF NATURE. London.
Sextus Empiricus. 1994. OUTLINES OF PYRRHONISM. terjemahan J. Annas dan J.
Barnes. Cambridge: Cambridge University Press.
Stein, Peter. 1999. ROMAN LAW IN EUROPEAN HISTORY. Cambridge: Cambridge
University Press.
Sumner, William Graham. 1906. FOLKWAYS. Boston: Guinn.
VerSteeg, Russ. 2002. LAW IN ANCIENT EGYPT. Durham: Carolina Academic
Press.
32