Anda di halaman 1dari 110

TIM PENULIS

Tim Rating GBCI


Ir. Rana Yusuf Nasir, I. P. M.
Lestari Suryandari, S. P., M. Si.
Anky C. J. Padmadinata, M. Sc.
Yodi Danusastro, S. T.
Dian Fitria, S. T., M. Sc.
Yanu Aryani, S. Si.
Rahmi Novalia, S. T., M. Sc.
Teuku Muhammad Zulfadly, S. T.
Ibnu Malik, S. Si.

TAG untuk Appropriate Site Development


Iwan Prijanto (Ketua), Core Founder GBCI
Anggia Murni, Core Founder GBCI
Dr. Ir. Srihartiningsih Purnomohadi, M. Sc., Core Founder GBCI
Prasetyoadi, Core Founder GBCI
Quintarina Uniaty, Ph. D., Core Founder GBCI
Ir. Timmy Setiawan, IAI, Core Founder GBCI

TAG untuk Energy Efficiency and Conservation


Ir. Agus Sudjadi Tjokrorahardjo (Ketua), Core Founder GBCI
Ir. Achmad Yani Chaidir, M. T., I. P. M., Core Founder GBCI
Dick Arnan, Core Founder GBCI
Dion Anandityo, Surbana Technologies
Eka Sediadi Rasyad, Core Founder
Eko Wisaksono, PT Bita Enarcon Engineering
Herman Endro, Core Founder GBCI
HP Manullang, Core Founder GBCI
Kafi'uddin, PT Summarecon Agung, Tbk.
M. Sacha J. van Diest, Core Founder GBCI
Romanus,
Sinta Marino, PT Philips Indonesia
Ir. Sri Oetari Saleh, PT Pertamina (Persero)
Yosef Lim Tjay Ong, G-Energy Global Pte. Ltd.
Dra. Yulia Sulasmi, M. K3, PT Pertamina (Persero)

TAG untuk Water Conservation


Jimmy S. Juwana (Ketua), Core Founder GBCI
Dwi Joko Anggoro, PT Surya Toto Indonesia, Tbk.
Hendry Tanuwidjaja, PT Surya Toto Indonesia, Tbk.
Hendry Wijaya, PT Surya Toto Indonesia, Tbk.
Mahfudin, PT Surya Toto Indonesia, Tbk.
Sunardi H., PT Surya Toto Indonesia, Tbk.
TAG untuk Material Resources and Recycle
Ir. Dina Hartadi (Ketua), Core Founder GBCI
Anto P. Suparmanto, PT Cipta Mortar Utama
Ir. Asmady Parman, Core Founder GBCI
Bambang Sukoaji, PT Knauf Gypsum Indonesia
Esther Tiurma, PT Knauf Gypsum Indonesia
Eva H., PT Knauf Gypsum Indonesia
Gunawan Salim, PT Sumalindo Lestari, Tbk.
Dra. Ika Yuni Purnama, M. Hum., Core Founder GBCI
Irene Pirokida Hasugian, Jotun
Mulyo Soetomo, Toucanecofloors
Naning Adiwoso, Core Founder GBCI
Raymond Irawan, PT Duta Sarana Perkasa
Rudi Gunawan, PT Sumalindo Lestari, Tbk.
Moh. Sigit Kusbandono, S. T., PT Cipta Mortar Utama
Slamet Widjaja, PT Duta Sarana Perkasa

TAG untuk Indoor Air Health and Comfort


Priyanto H. S. (Ketua), Core Founder GBCI
Ahmad Djuhara, Core Founder GBCI
Bintang Nugroho, Core Founder
Gregorius Wahyu Kurniawan, S. T., PT Holcim Indonesia
John Budi L., Core Founder

TAG untuk Building and Environment Management


Tondy O. Lubis, Core Founder GBCI
Slamet Ristono, PT Grand Indonesia
Totok Sulistiyanto, Core Founder GBCI
KATA SAMBUTAN

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Mahaesa atas terselesaikannya buku Panduan
Penerapan Perangkat Penilaian Bangunan Hijau GREEENSHIP Versi 1.0, yang merupakan hasil studi
Direktorat Rating dan Teknologi dari Konsil Bangunan Hijau Indonesia (Green Building Council of
Indonesia – GBCI). Proses penyelesaian buku ini melibatkan sejumlah tenaga ahli dan profesional
dari berbagai disiplin ilmu dan instansi terkait. Diharapkan, terbitnya buku ini akan menjadi tonggak
penting dalam penerapan konsep bangunan hijau (green building) di Indonesia.

Panduan Penerapan Perangkat Penilaian Bangunan Hijau GREENSHIP Versi 1.0 ini disusun dengan
maksud membantu dimulainya praktik green building di Indonesia. Dengan demikian, diharapkan
dapat terjadi transformasi pasar dan perilaku. Panduan ini juga diharapkan dapat membantu untuk
memperkenalkan green building kepada seluruh lapisan masyarakat sehingga terjadi proses edukasi
yang berujung kepada perilaku hidup yang green. Oleh sebab itu, GBCI sebagai badan independen
yang diakui oleh World Green Building Council (WGBC) merasa terpanggil untuk berperan serta
dalam melakukan tugas ini, dengan menyusun perangkat penilaian yang disusun disesuaikan dengan
kondisi dan budaya di Indonesia. Dalam hal ini, kami terbuka terhadap umpan balik dan kritik yang
membangun dari pihak mana pun, sehingga dengan demikian diharapkan terjadi perbaikan yang
bersifat terus-menerus pada perangkat ini, yang tentunya akan berakibat pada semakin majunya
industri bangunan di Indonesia dalam menerapkan konsep green building.

Pada kesempatan yang berharga ini, kami juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada rekan-rekan founder (core dan corporate), para tenaga ahli, dan tim penyusun yang berperan
serta secara aktif dalam penyusunan ini.

Jakarta, 17 Juni 2010

Hormat kami,

Konsil Bangunan Hijau Indonesia

Naning Adiwoso

(Ketua Umum)
KATA PENGANTAR

Buku Panduan Penerapan Bangunan Hijau GREENSHIP Versi 1.0 ini memuat sistem perangkat
penilaian bangunan hijau yang merupakan penyempurnaan akhir dari panduan kerangka konsep
versi pertama dan kedua. Sistem ini akan digunakan dalam melakukan sertifikasi green building di
Indonesia. Oleh karena itu, panduan penerapan tidak hanya berisi tolok ukur dan poin nilai seperti
versi sebelumnya, melainkan juga sudah dilengkapi dengan pengantar kepada proses sertifikasi dan
prosedur yang harus dilakukan sehingga dapat melaksanakan fungsinya.

Panduan ini merupakan kumpulan dari praktik-praktik terbaik serta pengetahuan yang tersebar, dan
terdiri atas berbagai disiplin ilmu yang kemudian dirangkum dan dikelompok-kelompokkan. Dalam
proses penyusunannya, panduan ini telah melalui serangkaian proses dan diskusi dengan para ahli
dari berbagai disiplin ilmu, kemudian dilegitimasi melalui proses Konsensus Nasional. Tentunya
isinya akan terus-menerus mengalami penyempurnaan seiring dengan waktu, kemajuan teknologi,
serta perkembangan keahlian dan ilmu pengetahuan dari para profesional dan industri bangunan
yang menerapkannya. Selanjutnya, diharapkan pula akan terjadi suatu proses berkesinambungan
yang mendorong peningkatan kinerja dari industri konstruksi dan bangunan di Indonesia, sehingga
dapat bersaing dengan standar internasional.

Dalam penyusunan ini, tentu masih dijumpai sejumlah kekurangan, kekurang-tepatan, serta struktur
penulisan yang masih harus disempurnakan. Oleh sebab itu, kami selalu terbuka terhadap masukan,
komentar, koreksi, serta usulan untuk butir-butir rating dan hal-hal lain berdasarkan pengalaman
dan pengetahuan, sehingga dapat terjadi proses perbaikan yang berkelanjutan terhadap perangkat
penilaian GREENSHIP versi-versi berikutnya. Untuk itu, semua saran, komentar, dan usul dapat
dikirimkan melalui email ke input@gbcindonesia.org. sehingga dapat dipertimbangkan dan diolah
oleh Direktorat Rating dan Teknologi GBCI untuk versi-versi selanjutnya.

Terakhir, perlu ditekankan bahwa panduan ini hanya akan terus berkembang bila melalui proses
penerapan dan dukungan dari semua pemangku kepentingan. Oleh karena itu, kami mengharapkan
partisipasi aktif dari kalangan industri dalam membangun industri bangunan di Indonesia.

Jakarta, 17 Juni 2010

Hormat Kami,

Direktorat Rating & Teknologi

Konsil Bangunan Hijau Indonesia


DAFTAR ISI Hal

JUDUL

KATA SAMBUTAN 0-1


KATA PENGANTAR 0-2
DAFTAR ISI 0-3
DAFTAR TABEL 0-4
DAFTAR ISTILAH 0-5
RINGKASAN RATING 0-6
RINGKASAN TOLOK UKUR 0-7

PENDAHULUAN 1-1
LATAR BELAKANG 1-2
TUJUAN 1-3
FILOSOFI GREENSHIP 1-4
PROSES PENYUSUNAN 1-5
Guidelines v1
Framework v2
Framework v3
Konsensus Nasional

SISTEMATIKA 2-1
GREEN SEBAGAI TUJUAN 2-2
NEW BUILDING/ BANGUNAN BARU 2-3
ELIGIBILITY 2-4
TOLOK UKUR 2-5
ACCREDITED PROFESSIONAL 2-6
PERANGKAT PENILAIAN 2-7
Kategori
Rating
Prerequisite
Nilai Point
Bonus

ELIGIBILITY 3-1
Tujuan
Latar belakang

RATING & PENILAIAN


Appropriate Site Development 4-6
(Tepat Guna Lahan)
4-8
Energy Efficiency and Conservation
(Efisiensi dan Konservasi Energi)
Water Conservation 4-18
(Konservasi Air)
4-27
Material Resources and Cycle
(Sumber dan Siklus Material)
4-35
Indoor Air Health and Comfort
(Kualitas Udara dan Kenyamanan Ruangan)
4-44
Building and Environment Management
(Manajemen dan Lingkungan Bangunan)

SERTIFIKASI PROYEK 5-1

DAFTAR PUSTAKA 6-1

TABEL 6-10
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Daftar Fasilitas Umum untuk Rating ASD 2


Tabel 2. Koefisien Limpasan (Runoff) Air Hujan untuk Rating ASD 7
Tabel 3. Kebutuhan Air untuk Rating WAC 1
Tabel 4. Kemampuan Fixtures untuk Rating WAC 2
Tabel 5. Standar Batas VOC pada Aplikasi Material Bangunan untuk Rating IHC 3
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN

Adjusment : Suatu usaha untuk mengatur besaran (parameter) operasional dari suatu
peralatan sehingga unjuk kerja dari peralatan tersebut sesuai dengan
perencanaan
AHU : Air handling unit atau unit pendistribusian udara dingin
Air conditioning : Pengondisian udara
Albedo : Daya refleksi panas matahari suatu permukaan yang dapat memengaruhi
heat island effect
AP : Accredited professional, yaitu seorang tenaga ahli yang sudah tersertifikasi,
bertugas untuk mengarahkan berjalannya proyek sejak tahap perencanaan
desain dan sebelum pendaftaran sertifikasi

ASD : Appropriate site development


Balast : Alat yang dipasang pada lampu fluoresen dan lampu pelepasan gas lainnya
untuk membantu dalam penyalaan dan pengoperasiannya
BEM : Building environmental management
Best practise : Praktik terbaik yang dapat dilakukan
BMKG : Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika
BPO : Bahan perusak ozon
Brownfield : Lahan bekas industri atau fasilitas komersial yang dapat digunakan
kembali dengan terlebih dahulu dilakukan pembangunan atau rehabilitasi
lahan
CFC : Chloro fluorocarbon, merupakan bahan refrigerant yang memiliki potensi
merusak lapisan Ozon
Cfm : Cubic feet per minute, merupakan satuan kecepatan arus larutan dalam
satuan kaki kubik per menit
CO2 : Carbon dioxide
Comissioning : Serangkaian kegiatan pemeriksaan dan pengujian suatu obyek untuk
meyakinkan bahwa obyek yang diperiksa dan diuji, baik alat demi alat
maupun sebagai suatu sistem, telah berfungsi sebagaimana mestinya dan
memenuhi persyaratan kontrak sehingga dapat dinyatakan siap untuk
dioperasikan, dan secara resmi dapat diserahterimakan oleh perencana
kepada pengelola gedung
Cooling load : Beban pendingin pada sistem pengondisian udara
Cooling tower : Alat pembuang panas yang tidak berguna ke atmosfer melalui pendingan
aliran air
COP : Coefficient of performance, yaitu perbandingan antara kalor bersih yang
dilepaskan (net heat removal) dan total masukan energi, yang dinyatakan
dalam unit yang konsisten dan di bawah kondisi yang ditetapkan dalam
perencanaan
Data centre : Merupakan sebuah fasilitas yang digunakan untuk sistem komputer utama
dan komponen-komponen yang tergabung di dalamnya, seperti halnya
telekomunikasi dan sistem penyimpanan
Database : Data dasar yang terdiri atas kumpulan data yang terorganisasi untuk satu
atau lebih penggunaan
Drainase : Tindakan teknis penanganan kelebihan air yang disebabkan oleh hujan,
rembesan, irigasi, atau buangan air rumah tangga dengan cara
mengalirkan, menguras, membuang, meresapkan dengan tujuan akhir
mengembalikan ataupun meningkatkan fungsi kawasan
EEC : Energy efficiency conservation
Energy modelling software : Perangkat lunak yang digunakan untuk melakukan simulasi penggunaan
energi pada gedung designed yang dibandingkan dengan gedung baseline
F&B : Food and beverages, adalah sektor/industri yang mengkhususkan konsepsi
atas pembuatan dan distribusi pangan
FAKO : Faktur angkutan kayu olahan
Fit-out : Aktivitas mengimplementasikan desain interior pada ruang yang telah
ditentukan
Fluks luminus (lumen) : Ukuran tingkat kekuatan cahaya yang diterima oleh mata manusia
Formaldehyde : Zat kimia organik yang penting bagi industri material bangunan berupa gas
dan berbau tajam yang biasa digunakan sebagai perekat pada kayu
komposit
FSC : Forest Stewardship Council, yaitu lembaga internasional yang
menyertifikasi produk kayu beserta sistem produksinya
Gravity : Teknologi yang digunakan untuk membersihkan kotoran pada WC dengan
menggunakan potensi gravitasi
GBCI : Green Building Council Indonesia
Gedung baseline : Gedung yang digunakan sebagai acuan penggunaan energi dimana
komponen-komponennya berdasarkan SNI, keputusan pemerintah, dan
peraturan yang ada
Gedung designed : Gedung yang akan dibangun. Gedung ini akan dibandingkan dengan
gedung baseline untuk mengetahui perbedaan penggunaan energinya
sesuai dengan desain yang telah direncanakan.
Global warming : Proses peningkatan suhu rata-rata global pada permukaan bumi yang
meliputi atmosfer, laut, dan daratan
Grade emission factor : Konversi antara CO2 dan energi listrik
Green building : Bangunan ramah lingkungan yang dicapai baik dari tahap perencanaan,
pembangunan maupun pengoperasian dan pemeliharaan sehari-hari
Green practice : Praktik-praktik yang mengimplementasikan konsep ramah lingkungan
Green product : Produk ramah lingkungan yang mempertimbangkan beberapa ketentuan
dampak lingkungan, antara lain bahan baku produk, proses produksi,
emisi produk, dan sumber bahan baku produk
Halon : CFC yang mengandung bromin, yang merupakan gas perusak ozon dengan
ODP < 1
Hardscape : Bagian dari lansekap yang dikenal sebagai elemen keras atau bagian dari
taman yang bersifat padat
HCFC : Hydro chloro fluoro carbon, yang merupakan gas perusak ozon dengan
ODP < 1
Icon/landmark : Penanda yang diberikan untuk menggambarkan sesuatu berdasarkan ciri
khas tertentu
IHC : Indoor air health and comfort
Iluminasi : Fluks luminus yang datang pada permukaan atau hasil bagi antara fluks
cahaya dengan luas permukaan yang disinari dinyatakan dalam lux
Infrared : Sinar tidak tampak pada spektrum warna merah dengan panjang
gelombang sekitar 750 nm
Introduksi udara luar : Kebutuhan udara luar atau kebutuhan laju udara ventilasi bangunan
gedung
ISO 14001 : Suatu standar internasional untuk sistem manajemen lingkungan (SML)
yang meliputi pencegahan polusi, kesesuaian dengan undang-undang yang
berlaku, dan perbaikan yang berkesinambungan SML
Kawasan lindung : Wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian
lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya
buatan
Kawasan perkotaan : Wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan
susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman, pemusatan dan
distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan
ekonomi
Klaustrofobia : Rasa takut akan terkurung pada suatu tempat (ruangan) yang sempit dan
tertutup
Kondensasi : Perubahan suatu zat dari fasa uap menjadi fasa cair
kWh : Kilo watt hour, satuan daya listrik yang mengalir selama 1 jam
Laminating adhesive : Bahan perekat pada material finishing
LEI : Lembaga Ekolabel Indonesia, yaitu lembaga nasional yang dapat
mensertifikasi produk kayu beserta sistem produksinya
Loker : Tempat penyimpanan barang yang dilengkapi dengan sistem kunci
Lux sensor : Automatisasi sistem yang mengatur tingkat pencahayaan sesuai dengan
kebutuhan
Make up water cooling : Sebagai tambahan untuk kebutuhan air di menara pendingin
tower
Material modular : Material yang diproduksi dalam modul tertentu di pabrik sesuai dengan
kebutuhan pasar
measuring-adjusting : Alat ukur dan alat adjusting. Hasil pengukuruan digunakan untuk
instruments melakukan adjusting bila parameter belum sesuai dengan perencanaan
Mekanikal elektrikal : Hal-hal yang berhubungan dengan desain aktif bangunan yang diatur baik
secara mekanis maupun elektrik
MRC : Material resources and cycle
Nikotin : Senyawa kimia organik kelompok alkaloid, kandungan dalam tembakau
yang bersifat karsigonik
NLA : Nett letable area, luasan area gedung komersial yang termasuk
komponen hitungan sewa atau jual
ODP : Ozone depleting potential, kemampuan suatu zat untuk merusak lapisan
ozon
OTTV : Overall thermal transfer value, yaitu nilai perpindahan panas menyeluruh
untuk bidang luar bangunan gedung dengan orientasi tertentu atau
pengukuran rata-rata perpindahan panas dari luar lingkungan ke dalam
kondisi bangunan melalui selubung bangunan per satuan luas watt/m2,
nilai tersebut bergantung dari sifat konduktivitas suatu bahan
Owner : Pemilik gedung
Ozon : Molekul triatomik yang terdiri dari tiga molekul oksigen yang bersifat
reaktif
Papan partikel : Rekayasa produk kayu yang diproduksi dari limbah kayu , seperti serpihan
kayu, serutan penggergajian, atau bahkan debu gergaji. . Limbah ini diolah
menjadi partikel kayu yang dilem, dipadatkan dan di bawah tekanan yang
ekstrim menjadi panel yang solid
PDAM : Perusahaan Daerah Air Minum
Phase balance : Tegangan di antara ketiga fase dalam jala-jala listrik harus seimbang
Planter box : Wadah tanaman
Pollutant : Zat pencemar
Ppm : Part per million
Prafabrikasi : Merupakan metode konstruksi yang komponen-komponennya dirakit di
pabrik
Protokol Montreal : Piagam perjanjian pada 16 September 1987 di Montreal, berisi
perlindungan lapisan ozon dengan menghapus produksi bahan-bahan
yang dapat menimbulkan kerusakan lapisan ozon
QS : Quantity surveyor, yaitu pihak profesional yang bekerja dalam industri
konstruksi bangunan dalam bidang estimasi biaya
Ramp : Jalur untuk pengguna kursi roda dengan kemiringan tertentu
Rapid transit : Sistem angkutan transportasi massal yang memiliki kecepatan tinggi pada
jalur khusus
Rating tools : Perangkat penilaian
Recycle : Memanfaatkan kembali sisa material atau air dengan cara melalui proses
daur ulang menjadi bentuk baru.
Reduce : Mengurangi sampah (limbah) dengan cara minimalisasi barang atau
material yang digunakan
Refrigerant : Bahan yang digunakan untuk mengatur suhu sampai mencapai di bawah
suhu lingkungan
Regenerative drive system : Lift yang menggunakan energi untuk menghasilkan energi lisrik yang bisa
digunakan untuk alat lain berdaya lsitrik rendah
Return air grill : Tempat masuknya kembali udara dalam ruang yang telah bersikulasi di
dalam ruangan ke dalam mesin pendingin untuk dikondisikan
Reuse : Menggunakan kembali material atau air yang masih dapat digunakan
tanpa melalui proses perubahan bentuk
Revitalisasi : Upaya untuk meningkatkan daya dukung kawasan yang produktivitasnya
telah menurun agar vitalitasnya kembali
Ruang terbuka hijau (RTH) : Area memanjang dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih
bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara
alamiah maupun yang sengaja ditanam
Sampah anorganik : Sampah seperti kertas, kardus, kaca/gelas, plastik, serta besi dan logam
lainnya
Sampah organik : Sampah yang mudah membusuk, antara lain bekas makanan, bekas
sayuran, kulit buah lunak, daun-daunan, dan rumput
Sanitasi : Usaha pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan atau mengatur
faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan rantai perpindahan
penyakit tersebut
SDM : Sumber daya manusia
Selubung bangunan : Pemisah antara interior dan eksterior sebuah bangunan lingkungan yang
berfungsi sebagai kulit terluar untuk melindungi lingkungan dalam ruang
(indoor) serta untuk memfasilitasi kontrol iklim
Shuttle bus : Moda transportasi yang secara khusus menghubungkan dua titik tujuan
Sistem flushing : Sistem penggelontoran air untuk membersihkan dan menghanyutkan
kotoran yang dimasukkan ke dalam lubang peturasan atau kloset yang
dibantu dengan tekanan tertentu.
Sistem kotak kontak : Sistem yang digunakan sebagai media penghubung antara sumber listrik
dan peralatan yang membutuhkan listrik
Sistem tata cahaya : Sistem yang digunakan untuk mengatur penerangan sesuai dengan fungsi
ruang
Sistem tata udara : Sistem yang digunakan untuk mengatur pengondisian udara dalam ruang
sesuai dengan kebutuhan
Sleep mode : Mode stand by daya rendah untuk perangkat elektronik
SNI : Standar Nasional Indonesia
Softscape : Bagian dari lansekap yang merupakan vegetasi
SPB : Surat pengantar barang
Stormwater management : Manajemen air limpasan hujan
Stratosfer : Lapisan kedua dari atmosfer bumi, terletak di atas troposfer dan di
bawah mesosfer
Styrofoam : Nama generik untuk semua busa polystyrene
Supplier : Pihak yang memasok produk kepada konsumen
Tenant : Pengguna gedung
Tengkulak : Pihak yang membeli hasil pertanian sebelum waktu panen kemudian
berhak memanen dan mendistribusikannya ke pasar
TPA : Tempat pembuangan akhir, yaitu lahan akumulasi akhir penimbunan
sampah
TPS : Tempat pembuangan sementara, yaitu tempat pemindahan sampah dari
alat pengumpul ke alat angkut sampah yang dapat dipindahkan secara
langsung atau melalui tempat penampungan sampah sementara
Traffic management : Sistem pengelolaan lalu lintas lift sehingga mencapai waktu tempuh dan
system konsumsi energy sehingga mencapai efisiensi optimal
UKL dan UPL : Upaya pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauan lingkungan,
merupakan perangkat pengelolaan lingkungan hidup untuk pengambilan
keputusan dan menjadi dasar untuk menerbitkan izin melakukan usaha
dan atau kegiatan.
Valve : Katup yang digunakan untuk suatu aliran.

Ventilasi : Pergerakan udara masuk ke dan keluar dari ruangan tertutup


Verifier : Petugas yang melakukan verifikasi kesesuaian data proyek terhadap
persyaratan yang telah ditentukan
VOC : Volatile organic compound, yaitu senyawa kimia organik yang memiliki
tekanan uap yang cukup tinggi dalam kondisi normal secara signifikan
sehingga mudah menguap
Voltage drop : Penurunan tegangan dalam rangkaian listrik yang terjadi antara sumber
dan beban
Volume meter : Alat untuk mengukur besaran volume air yang telah dialirkan
WAC : Water conservation
Water fixtures : Alat yang digunakan untuk keluaran sumber air
Water runoff : Kondisi di mana air tidak dapat diserap oleh tanah karena porositas tanah
rendah
WC : Water closet
Worksheet : Kertas kerja elektronik yang mengitung penghematan energi dengan
membandingkan penggunaan energi pada gedung baseline dengan
gedung designed
RINGKASAN RATING

Perangkat Penilaian Provisi


Poin Poin
Code Rating
Max Max
Appropriate Site Development 17% 20%
Prasyarat 1 Basic Green Area A
ASD 1 Site Selection 2 A 2
ASD 2 Community Accessibility 2 A 2
ASD 3 Public Transportation 2 A 2
ASD 4 Bicycle 2 A 2
ASD 5 Site Landscaping 3 A 3
ASD 6 Micro Climate 3 A 3
ASD 7 Storm Water Management 3 A 3
8 17 17
Energy Efficiency and Conservation 26% 36%
Prasyarat 1 Electrical Sub Metering A
Prasyarat 2 OTTV Calculation A
EEC 1 Energy Efficiency Measure 20 A 20
EEC 2 Natural Lighting 4 A 4
EEC 3 Ventilation 1 A 1
EEC 4 Climate Change Impact 1 A 1
EEC 5 On Site Renewable Energy 5 A 5
7 26 31
Water Conservation 21% 24%
Prasyarat 1 Water Metering A
WAC 1 Water Use Reduction 8 A 8
WAC 2 Rainwater Harvesting 3 A 3
WAC 3 Water Recycling 3 A 3
WAC 4 Alternative Water Resource 2 A 2
WAC 5 Water Fixtures 3 A 3
WAC 6 Water Efficiency Landscaping 2 A 2
7 21 21
Material Resource and Cycle 14% 6%
Prasyarat 1 Fundamental Refrigerant A
MRC 1 Building and Material Reuse 2 A 2
MRC 2 Environmentally Processed Product 3 NA
MRC 3 Non ODS Usage 2 NA
MRC 4 Certified Wood 2 NA
MRC 5 Modular Design 3 A 3
MRC 6 Regional Material 2 NA
7 14 5
Indoor Health and Comfort 10% 7%
Prasyarat 1 Outdoor Air Introduction A
IHC 1 CO2 Monitoring 1 A 1
IHC 2 Environmental Tobacco Smoke Control 2 A 2
IHC 3 Chemical Pollutants 3 NA
IHC 4 Outside View 1 A 1
IHC 5 Visual Comfort 1 A 1
IHC 6 Thermal Comfort 1 A 1
IHC 7 Acoustic Level 1 NA
8 10 6
Building Environmental Management 13% 8%
Prasyarat 1 Basic Waste Management A
BEM 1 AP as a Member of The Project Team 1 A 1
BEM 2 Pollution of Construction Activity 2 NA 1
BEM 3 Advance Waste Management 2 A 2
BEM 4 Proper Commissioning 3 A 3
Submission Implementation Green Building
BEM 5 2 NA
Data for Database
BEM 6 Fit Out Guide 1 NA
BEM 7 Occupant Survey 2 NA
8 13 7
45 Total Nilai Keseluruhan Maksimum 101 87
RINGKASAN TOLOK UKUR

Max.
No Category Benchmark Point
Point
ASD 17
Adanya vegetasi (softscape) bangunan taman
(hardscape) dengan luas area minimum 10% dari
luas total lahan atau 50% dari ruang terbuka dalam
tapak.
P1 Basic Green Area P P
Memiliki komposisi vegetasi 50% lahan tertutupi
luasan pohon ukuran kecil, ukuran sedang, ukuran
besar, perdu setengah pohon, perdu, semak dalam
ukuran dewasa dengan jenis tanaman.
Membangun di dalam kawasan perkotaan yang
masih berdensitas rendah, yaitu tingkat 1
okupansi/hunian <300 orang/Ha.
1 Site Selection Pembangunan yang berlokasi dan melakukan 2
revitalisasi diatas lahan yang bernilai negatif dan tak
1
terpakai karena bekas pembangunan / dampak
negatif pembangunan.
Terdapat minimal 7 jenis fasilitas umum dalam jarak
1
pencapaian jalan utama sejauh 1500m dari tapak.
Membuka akses pejalan kaki ke minimal 3 fasilitas
1
umum sejauh 300 m.
Menyediakan fasilitas/akses yang aman, nyaman dan
Community
2 bebas dari perpotongan akses kendaraan bermotor 2
Accessibility 2
ke minimal 3 fasilitas umum atau dan dengan stasiun
transportasi masal.
Membuka lantai dasar gedung sehingga dapat
menjadi akses pejalan kaki yang aman dan nyaman 2
selama minimum 10 jam sehari.
Adanya halte atau stasiun transportasi umum dalam
jangkauan 300 m (walking distance) dari gerbang 1
lokasi bangunan
atau
Menyediakan shuttle bus untuk pengguna tetap
gedung dengan jumlah unit minimum untuk 10% 1
3 Public Transportation pengguna tetap gedung. 2
Menyediakan fasilitas jalur pedestrian di dalam area
gedung untuk menuju ke stasiun transportasi umum
terdekat yang aman dan nyaman sesuai dengan
1
Peraturan Menteri PU 30/PRT/M/2006 mengenai
Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksessibilitas pada
Bangunan Gedung dan Lingkungan Bab 2 B.
Adanya parkir sepeda yang aman sebanyak 1 unit
1
parkir per 20 pengguna gedung.
4 Bicycle Apabila memenuhi butir 1 di atas dan menyediakan 2
shower sebanyak 1 unit untuk setiap 10 tempat 1
parkir sepeda.
Adanya area lansekap berupa vegetasi (softscape)
minimal 40% luas total lahan termasuk taman di atas
1
basement, roof garden, terrace garden, dan wall
garden.
Penambahan nilai sebesar 1 poin untuk setiap
5 Site Landscaping 3
penambahan sebesar 10% area lansekap dari luas 2
lahan di tolok ukur 1 di atas.
Penggunaan tanaman lokal (indigenous) dan
budidaya lokal dalam provinsi sebesar 60% luas 1
tajuk/jumlah tanaman.
Menggunakan material pada area atap gedung
sehingga nilai Albedo (daya refleksi panas matahari) 1
minimum 0,3.
Menggunakan material pada area non-atap sehingga
nilai Albedo (daya refleksi panas matahari) minimum 1
0,3.
Desain menunjukkan adanya pelindung pada
6 Micro Climate sirkulasi utama pejalan kaki di daerah luar ruangan 3
area luar ruang gedung menurut Peraturan Menteri 1
PU No. 5/PRT/M/2008 mengenai Ruang Terbuka
Hijau (RTH) Pasal 2.2.3.c mengenai Sabuk Hijau.
dan/atau
Desain Lanskap menunjukan adanya fitur yang
mencegah terpaan angin kencang kepada pejalan 1
kaki di daerah luar ruangan area luar ruang gedung.
Pengurangan beban volume limpasan air hujan
1
hingga 50% total volume hujan harian.
atau
Pengurangan beban volume limpasan air hujan
2
Storm Water hingga 85% total volume hujan harian.
7 3
Management Menunjukan adanya upaya penanganan
pengurangan beban banjir lingkungan dari luar lokasi 1
bangunan.
Menggunakan teknologi-teknologi yang dapat
1
mengurangi debit limpasan air hujan
EEC 26
Memasang kWh meter pada sistem tata udara ,
Electrical Sub
P1 sistem tata cahaya dan kotak kontak serta sistem P P
Metering
beban lainnya.
Menghitung selubung gedung OTTV yang akan
P2 OTTV Calculation P P
disertifikasi.
Menggunakan Energy Modelling Software untuk
menghitung konsumsi energi di gedung baseline dan
gedung designed. Setiap penghematan sebesar 2,5%
20 20
dimulai dari penurunan energi sebesar 10% dari
Energy Efficiency gedung baseline, mendapat nilai 1 poin dengan
1
Measures maksimum 20 poin (wajib untuk level platinum).
atau
Menggunakan perhitungan dengan worksheet.
Setiap penghematan 2% dari selisih antara gedung 15 15
designed dengan baseline mendapat nilai 1 poin.
Penghematan mulai dihitung dari penurunan energi
sebesar 10% dari gedung baseline.
atau
Memperhitungkan secara terpisah Overall Thermal
Transfer Value (OTTV) dari selubung bangunan dan
mempertimbangkan Pencahayaan Buatan,
Transportasi Vertikal dan Coefficient of Performance
(COP).
Building Envelope
Tiap penurunan 3 W/m2 dari nilai OTTV 45
5
W/m2 (SNI 03-6389-2000) mendapatkan nilai 1 1
poin (sampai maksimal 5 poin).
Non Natural Lighting
Menggunakan lampu dengan daya pencahayaan
sebesar 30% lebih hemat dari daya
1
pencahayaan yang tercantum dalam SNI 03
6197-2000.
Menggunakan 100% ballast frekuensi tinggi
1 2
(elektronik) untuk ruang kerja
Zonasi pencahayaan untuk seluruh ruang kerja
yang dikaitkan dengan sensor gerak (motion 1
sensor)
Penempatan tombol lampu dalam jarak
1
pencapaian tangan pada saat buka pintu
Vertical Transportation
Lift menggunakan Traffic Management System
yang sudah lulus traffic analysis atau 1
menggunakan regenerative drive system 1
Menggunakan fitur hemat energi pada lift,
menggunakan sensor gerak atau sleep mode 1
pada eskalator
COP
Menggunakan peralatan Air Conditioning
2
dengan COP minimum 10% lebih besar dari 2
standar SNI 03-6390-2000
Penggunaaan cahaya alami secara optimal minimal
30% dari luas lantai dengan intensitas cahaya alami
minimal sebesar 300 lux.
2
Khusus untuk pusat perbelanjaan minimal 20 %
dari luas lantai non service mendapatkan
2 Natural Lighting 4
intensitas cahaya alami minimal sebesar 300
lux.
Jika butir satu dipenuhi dan ditambah dengan
adanya lux sensor untuk otomatisasi pencahayaan
2
buatan apabila intensitas cahaya alami kurang dari
300 lux, mendapatkan tambahan nilai 2 poin.
Tidak mengkondisikan (tidak ber AC) ruang WC,
3 Ventilation tangga, koridor dan lobi lift serta melengkapi 1 1
ruangan tersebut dengan sistem ventilasi.
4 Climate Change Menyerahkan perhitungan pengurangan emisi CO2 1 1
Impact yang didapatkan dari selisih kebutuhan energi antara
design building dan base building dengan
menggunakan grade emission factor (konversi
antara CO2 dan energi listrik) yang telah ditetapkan
dalam “...” B/277/Dep.III/LH/01/2009.
Menggunakan sumber energi baru dan terbarukan.
Setiap 0,5% daya listrik gedung dari sumber energi
5 On-site Renewable 1B 5B
terbarukan, mendapatkan 1 poin (sampai maksimal
5 poin bonus).
WAC 21
Pemasangan alat meteran air (Volume meter) di
setiap sistem keluaran sumber air bersih seperti
sumber PDAM atau air tanah.
Pemasangan alat meteran air (Volume meter) untuk
P1 Water Metering P P
memonitor untuk keluaran sistem air daur ulang
Pemasangan alat meteran air (Volume meter) untuk
mengukur tambahan dari keluaran air bersih apabila
dari sistem daur ulang tidak mencukupi.
Konsumsi air bersih dengan jumlah tertinggi 80%
1
dari sumber primer.
Setiap penurunan konsumsi air bersih dari sumber
1 Water Use Reduction 8
primer sebesar 5% sesuai acuan pada poin no. 1
1
akan mendapatkan nilai 1 dengan dengan nilai
maksimum sebesar 7 poin.
Penggunaan water fixture yang sesuai dengan Tabel
lampiran 3, pada tekanan air 3 bar, sejumlah
1
minimal 25% dari total pengadaan produk water
fixture.
Atau
Penggunaan water fixture yang sesuai dengan Tabel
lampiran 3, pada tekanan air 3 bar, sejumlah
2 Water Fixtures 2 3
minimal 50% dari total pengadaan produk water
fixture.
Atau
Penggunaan water fixture yang sesuai dengan Tabel
lampiran 3, pada tekanan air 3 bar, sejumlah
3
minimal 75% dari total pengadaan produk water
fixture.
Instalasi daur ulang air dengan kapasitas yang cukup
3 Water Recycling untuk kebutuhan seluruh sistem flushing, irigasi dan 1 3
make up water cooling tower (jika ada).
Menggunakan salah satu dari tiga alternatif sebagai
berikut: air kondensasi AC, air bekas wudhu, atau air 1
Alternative Water hujan.
4 2
Resource Atau
Menggunakan lebih dari satu sumber air dari tiga
2
alternatif di atas.
Instalasi tanki penyimpanan air hujan dengan
5 Rainwater Harvesting berkapasitas 50% dari jumlah air hujan yang jatuh di 1 3
atas atap bangunan sesuai dengan kondisi intensitas
curah hujan tahunan setempat menurut BMKG
dalam waktu 10 menit.
Atau
Instalasi tanki penyimpanan air hujan berkapasitas
2
75% dari perhitungan di atas.
Atau
Instalasi tanki penyimpanan air hujan berkapasitas
3
100% dari perhitungan di atas.
Seluruh air yang digunakan untuk irigasi gedung
1
Water Efficiency tidak berasal dari sumber air tanah dan atau PDAM.
6 2
Landscaping Menerapkan sistem instalasi untuk irigasi lansekap
1
yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan tanaman.
MRC 14
Tidak menggunakan Chloro Fluoro Carbon (CFC)
Fundamental
P1 sebagai refrigeran dan Halon sebagai bahan P P
Refrigerant
pemadam kebakaran.
1 Menggunakan kembali semua material bekas setara
minimal 10% dari total biaya material baru fasad, 1
plafon, lantai, partisi, kusen, dinding
Building and Material
Atau 2
Reuse
Menggunakan kembali semua material bekas setara
minimal 20% dari total biaya material baru fasad, 2
plafon, lantai, partisi, kusen, dinding.
Menggunakan material yang bersertifikat ISO 14001
terbaru dan/atau sertifikasi lain yang setara bernilai 1
30% dari total biaya material.
Menggunakan material yang merupakan hasil
Environmentally
2 proses daur ulang senilai minimal 5% dari total biaya 1 3
Process Product
material.
Menggunakan material yang bahan baku utamanya
berasal dari sumber daya terbarukan minimal 2% 1
dari total biaya material.
Tidak menggunakan bahan perusak ozon pada
3 Non ODS Usage 1 2
seluruh sistem bangunan
Menggunakan bahan material kayu yang
bersertifikat legal sesuai Peraturan Pemerintah asal
kayu (Faktur Angkutan Kayu Olahan/FAKO, Sertifikat 1
Perusahaan dll) dan sah terbebas dari perdagangan
4 Certified Wood 2
kayu illegal sebesar 100% biaya total material kayu.
Jika 30% dari butir di atas menggunakan kayu
bersertifikasi dari pihak Lembaga Ekolabel Indonesia 1
(LEI) atau Forest Stewardship Council (FSC).
Desain yang menggunakan material modular atau
5 Modular Design pra fabrikasi (tidak termasuk equipment) sebesar 1 3
30% dari total biaya material.
Menggunakan material yang lokasi asal bahan baku
utama atau fabrikasinya berada di dalam radius 1000
1
6 Regional Material km dari lokasi proyek mencapai 50% dari total biaya 2
material.
Apabila material di atas berasal dari dalam wilayah 1
Republik Indonesia (RI) mencapai 80% dari total
biaya material.
IHC 10
Desain ruangan yang menunjukkan adanya potensi
Outdoor Air
P1 introduksi udara luar minimal sesuai dengan Standar P P
Introduction
SNI 03-6572-2001 Tabel. 4.4.2.
Untuk banquet, ruang rapat umum, general office
(ruangan dengan kepadatan tinggi) dilengkapi
1 CO2 Monitoring dengan Instalasi sensor gas Karbon dioksida (CO2) di 1 1
dalam ruangan tidak lebih dari 1.000 ppm. Sensor
diletakkan 1,5 m di atas lantai dekat return air grill.
Memasang tanda “Dilarang Merokok di Seluruh
Area Gedung” dan tidak menyediakan
Environmental
bangunan/area khusus untuk merokok. Apabila
2 Tobacco Smoke 2 2
tersedia bangunan/area rokok, maka minimal berada
Control
pada jarak 5 m dari pintu masuk, outdoor air intake
dan bukaan jendela.
Menggunakan cat dan coating yang mengandung
kadar Volatile Organic Compounds (VOCs) rendah. 1
Ditandai dengan label/sertifikasi yang diakui GBCI..
Menggunakan produk kayu komposit dan produk
agrifiber, antara lain produk kayu lapis, papan
partikel, papan serat; insulasi busa; dan laminating
3 Chemical Pollutants 3
adhesive. Dengan syarat: tanpa tambahan urea 1
formaldehyde atau memiliki kadar emisi
formaldehida rendah. Ditandai dengan
label/sertifikasi yang diakui GBCI.
Tidak menggunakan material yang mengandung
1
asbes, merkuri dan styrofoam.
Apabila 75% dari Net Lettable Area (NLA)
menghadap langsung ke pemandangan luar yang
4 Outside View 1 1
dibatasi bukaan transparan apabila ditarik suatu
garis lurus.
Menggunakan lampu dengan iluminansi (tingkat
5 Visual Comfort pencahayaan) ruangan sesuai dengan SNI 03-6197- 1 1
2000 Tabel 1.
Menetapkan perencanaan kondisi termal ruangan
6 Thermal Comfort secara umum pada suhu 25°C dan kelembaban 1 1
relatif 60%.
Tingkat kebisingan pada 90% dari Nett Lettable Area
7 Acoustic Level (NLA) tidak lebih dari atau sesuai dengan SNI 03- 1 1
6386-2000 Tabel 1.
BEM 13
Adanya instalasi atau fasilitas untuk memilah dan
P1 Basic Waste Facility mengumpulkan sampah sejenis sampah rumah P P
tangga berdasarkan jenis organik dan anorganik.
Melibatkan seorang tenaga ahli yang sudah
tersertifikasi Accredited Professional (AP), bertugas
AP as A Member of
1 untuk mengarahkan berjalannya proyek sejak tahap 1 1
Design Team
perencanaan desain dan sebelum pendaftaran
sertifikasi.
Memiliki Rencana Manajemen Sampah konstruksi
2 Limbah padat, dengan menyediakan area 1
Pollution and pengumpulan, pemisahan dan sistem pencatatan.
2
Construction Activity Memiliki Rencana Manajemen Sampah konstruksi
limbah cair, dengan menjaga kualitas seluruh air 1
yang timbul dari aktivitas konstruksi.
Adanya instalasi pengomposan limbah organik di
1
lokasi tapak bangunan.
Advance Waste Memberikan pernyataan atau rencana kerjasama
3 2
Management untuk pengelolaan limbah anorganik secara mandiri
1
dengan pihak ketiga di luar sistem jaringan
persampahan kota.
Melakukan prosedur Testing- Commissioning sesuai
petunjuk GBCI termasuk training dengan baik dan
2
benar agar peralatan/sistem berfungsi dan
Proper
4 menunjukkan kinerja sesuai perencanaan dan acuan. 3
Commissioning
Desain serta spesifikasi teknik harus lengkap dan
saat konstruksi melaksanakan pemasangan seluruh 1
measuring-adjusting instruments.
Menyerahkan data implementasi Green Building
1
sesuai dengan form dari GBCI.
Submission Green
Memberi pernyataan bahwa pemilik gedung akan
Building
5 menyerahkan data implementasi Green Building dari 2
Implementation Data
bangunannya dalam waktu 12 bulan setelah tanggal 1
for Data Base
sertifikasi kepada GBCI dan suatu pusat data energi
Indonesia yang akan ditentukan kemudian.
Memiliki surat perjanjian dengan penyewa gedung
atau tenant yang terdiri atas penggunaan
6 Fit Out Agreement Menggunakan kayu yang bersertifikat. Dan 1 1
Mengikuti training yang akan dilakukan oleh
Managemen Bangunan.
Memberi pernyataan bahwa pemilik gedung akan
mengadakan survey suhu dan kelembaban paling
lambat 12 bulan setelah tanggal sertifikasi.

7 Occupant Survey Apabila hasilnya minimal 20% responden 2 2


menyatakan ketidaknyamanannya, maka pemilik
gedung setuju untuk melakukan perbaikan
selambat-lambatnya 6 bulan setelah pelaporan
hasil survey.
45 TOTAL 101
PENDAHULUAN

GREEN BUILDING

Konsep green yang mengacu kepada prinsip sustainability/keberlanjutan dan menerapkan praktik-
praktik ramah lingkungan merupakan hal yang baru di Indonesia. Tetapi, kenyataannya, telah banyak
pelaku pasar yang sudah menggunakan label green. Ini menunjukkan adanya kecenderungan pasar
terhadap kesadaran betapa pentingnya penerapan prinsip ini, sehingga muncul keinginan untuk
menerapkan praktik ramah lingkungan dan prinsip keberlanjutan dalam kehidupan sehari-hari.
Walaupun sudah ada keinginan, masyarakat umum belum memiliki pengetahuan yang cukup serta
aksesibiltas terhadap informasi, praktik-praktik, dan produk-produk ramah lingkungan. Oleh karena
itu, perlu ada suatu jembatan yang menghubungkan konsep sesungguhnya dengan persepsi yang
tersebar di masyarakat.

Di dunia internasional, baik di Eropa, di Amerika, maupun di Asia Tenggara, konsep green sudah
mulai diadaptasi dan telah menjadi praktik umum. Karena itu, di era globalisasi ini, praktik green
building pada industri bangunan menjadi tinggi urgensinya, terutama bagi perusahaan multinasional
yang berhubungan dengan masyarakat internasional dan harus memenuhi standar mereka. Predikat
ini sudah menjadi suatu label yang dikenali sebagai penjaminan bagi suatu gedung yang berkualitas
tinggi dan memiliki pengaruh negatif yang lebih sedikit kepada lingkungan hidup di sekitarnya.
Dalam waktu yang bersamaan, penerapan teknologi dan best practice juga merangsang industri
pendukung dalam mengadakan riset dan inovasi untuk menghasilkan green products. Dengan
demikian, hal itu akan meningkatkan perekonomian dan menyediakan kesempatan kerja baru bagi
masyarakat. Dapat dikatakan, praktik ramah lingkungan juga memiliki potensi dan berperan dalam
pengentasan kemiskinan serta pertumbuhan ekonomi nasional. Tapi gerakan ini hanya dapat
berhasil bila didukung oleh semua stakeholder, sehingga dapat mentransformasi cara berpikir, gaya
hidup, dan perilaku.

SISTEM RATING

Sistem rating GREENSHIP merupakan alat bantu bagi para pelaku industri bangunan, baik
pengusaha, engineer, maupun pelaku lainnya dalam menerapkan best practices dan mencapai
standar terukur yang dapat dipahami oleh masyarakat umum, terutama tenant dan pengguna
bangunan. Standar yang ingin dicapai dalam penerapan GREENSHIP adalah terjadinya suatu
bangunan hijau (green building) yang ramah lingkungan sejak tahap perencanaan, pembangunan,
hingga pengoperasian dan pemeliharaan sehari-hari. Kriteria penilaiannya dikelompokkan menjadi
enam kategori, yaitu:
 Appropriate site development /ASD (tepat guna lahan)
 Energy efficiency and conservation/EEC (efisiensi dan konservasi energi)
 Water conservation /WAC (konservasi air)
 Material resources and cycle /MRC (sumber dan siklus material)
 Indoor air health and comfort /IHC (kualitas udara dan kenyamanan ruangan)
 Building and environment management /BEM (manajemen lingkungan bangunan)

Perangkat rating GREENSHIP adalah sistem penilaian yang merupakan bentuk dari salah satu upaya
untuk menjembatani konsep ramah lingkungan dan prinsip keberlanjutan dengan praktik yang
nyata. Diharapkan, dengan adanya perangkat rating ini, secara pasti akan terjadi transformasi di
industri bangunan sehingga praktik-praktik ramah lingkungan dapat diterapkan di Indonesia. Dengan
sistem penilaian ini, setiap bangunan yang mendeklarasikan diri sebagai green building akan dinilai
dan disertifikasi berdasarkan kriteria-kriteria baku yang ada dalam sistem penilaian. Sistem penilaian
ini juga dapat mengedukasi industri bangunan dan khalayak umum tentang aspek apa saja yang
harus dipenuhi sebuah green building.

Sejalan dengan baru dimulainya proses transformasi ini, sistem rating yang disusun pun seperti itu.
Kriteria penilaian GREENSHIP bukan merupakan penemuan baru melainkan kumpulan dan
pengelompokan dari praktik-praktik terbaik di industri bangunan yang kemudian diidentifikasi oleh
GBCI. Penyusunan ini dilakukan oleh putra-putri indonesia. Oleh karena itu, ia sarat dengan
pertimbangan yang didasarkan pada kondisi khas Indonesia yang unik dan spesifik. Dan penyusunan
ini dilakukan sambil menjalani proses pembelajaran, sehingga tipologi rating yang dipilih dimulai dari
yang mudah. Karena itu, dipilihlah jenis rating untuk gedung baru komersial (new building) sebagai
langkah awal proses pembelajaran.

Bangunan baru komersial adalah bangunan yang didirikan di atas lahan kosong, atau bangunan lama
yang dibongkar dengan peruntukan sebagai perkantoran, pertokoan, dan/atau hotel. Jenis bangunan
ini dipandang mudah karena pola penggunaan, penggunanya, serta aktivitas yang terjadi di
dalamnya lebih mudah diprediksi dibandingkan dengan jenis bangunan lain. Jenis bangunan ini
biasanya menjadi icon/ landmark dari suatu kawasan, serta menjadi properti yang terbuka bagi
umum sehingga membantu promosi konsep bangunan hijau itu sendiri.

TUJUAN PENYUSUNAN

Tujuan penyusunan GREENSHIP adalah:


 Mendorong penerapan best practice dalam industri bangunan di Indonesia,
 Mendorong terciptanya lingkungan yang berkualitas melalui bangunan baru yang bermutu
baik sehingga meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan,
 Mendorong pemecahan masalah lingkungan terkini melalui rating dan pembobotan nilainya,
 Mendorong pertumbuhan industri bangunan yang berbasis ramah lingkungan, baik
operasional maupun produk yang dihasilkannya, di dalam negeri Republik Indonesia,
 Mendorong kemajuan teknologi dan riset dalam industri bangunan di dalam negeri Republik
Indonesia sehingga tercipta berbagai teknologi yang tepat guna dalam penerapannya,
 Mendorong peningkatan dan pemerataan kualitas sumber daya manusia dalam industri
bangunan dari waktu ke waktu, dan
 Memerangi fenomena perubahan iklim dengan diterapkan praktik-praktik ramah lingkungan
sesuai dengan prinsip berkelanjutan.

FILOSOFI

Dari awal, GBCI sudah berketatapan akan menyusun suatu rating system yang sesuai dengan kondisi
dan situasi lokal Indonesia serta menetapkan teknik-teknik yang dapat diimplementasikan di negeri ini.
Dan beberapa prinsip yang dipergunakan, yang menjadi dasar penyusunannya adalah:
1. Sederhana (simple),
2. Dapat dan mudah diimplementasi (applicable),
3. Teknologi tersedia (available technology), serta
4. Menggunakan kriteria penilaian sedapat mungkin berdasarkan standard lokal baku seperti
Undang-Undang (UU), Keputusan Presiden (Keppres), Instruksi Presiden (Inpres), Peraturan
Menteri (Permen), Keputusan Menteri (Kepmen), dan Standar Nasional Indonesia (SNI).

Dengan adanya keempat dasar tersebut, diharapkan para pelaku industri bangunan berkeinginan
untuk mengimplementasikan konsep bangunan hijau karena tidak sulitnya kriteria yang dituntut
sistem rating tersebut. Dengan dimulainya gerakan ini, diharapkan semakin banyak pihak yang
menerapkan konsep ini sehingga pelaksanaan konsep bangunan hijau merupakan suatu hal yang
akan menjadi sasaran yang umum dari setiap pengembang bangunan.

Rating yang disusun dan tolok ukur standar pencapaiannya dimulai dari yang mudah. Tentu ini lebih
sederhana dibanding sistem rating lain di luar negeri, yang sudah lebih dahulu berkembang dan
diakui reputasinya. Di sini terdapat lima tingkat kesulitan dari rating yang ditetapkan, yaitu:
1. Rating yang untuk pencapaiannya relatif mudah dan tanpa biaya besar,
2. Rating yang untuk pencapaiannya relatif mudah tapi terdapat hambatan dalam
penerapannya,
3. Rating yang untuk pencapaiannya relatif sulit, butuh biaya besar, tetapi bila dilakukan
memiliki dampak lingkungan yang signifikan,
4. Rating yang untuk pencapaiannya relatif sulit, butuh biaya besar, dan teknologi yang
tersedia belum cukup maju untuk mencapai dampak lingkungan yang signifikan, serta
5. Rating yang untuk proses penilaiannya relatif sulit dilakukan.

Tingkat kesulitan yang dipetakan ini dapat tercermin dari bobot nilai rating tersebut. Rating yang
relatif mudah pencapaiannya tanpa biaya besar tentunya berbobot rendah, sedangkan semakin
tinggi tingkat kesulitannya semakin tinggi pula bobotnya. Untuk rating yang pencapaiannya masih
sulit karena teknologinya belum tersedia, diberi nilai bonus sebagai penghargaan atas usahanya
dalam menerapkan teknologi ramah lingkungan.

Perangkat rating ini juga berfungsi sebagai media pembelajaran bagi industri bangunan di Indonesia.
Oleh karena itu, bila dirasakan, dari masa ke masa para pelaku industri bangunan sudah dapat
mencapai rating ini dengan mudah. Akibatnya, standarnya akan dinaikkan sehingga terjadi
peningkatan kualitas, baik dari segi produk maupun keterampilan sumber daya manusianya.

Penyusunan perangkat rating ini juga dalam proses pembelajaran dan akan berubah dari waktu ke
waktu seiring dengan peningkatan praktik-praktik pelaku industri bangunan dan urgensi isu
lingkungan yang terjadi. Untuk itu, sistem penilaian akan selalu direvisi untuk mendapatkan versi
yang lebih baru, dengan tolok ukur yang lebih tinggi. Dan tidak terutup kemungkinan adanya
penambahan atau pengurangan jumlah rating ataupun bobot nilai yang dikandungnya di masa yang
akan datang, karena pada dasarnya tidak akan pernah ada sistem yang sempurna. Rating akan terus
berubah mengikuti kemajuan teknologi, peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan isu
lingkungan yang ada.

PROSES PENYUSUNAN

Guidelines v1

Beberapa core founder dari sejumlah 50 orang dibagi dalam beberapa gugus tugas sesuai dengan
kategori pengelompokan rating, dengan tugas menyusun konsep awal sistem rating. Berdasarkan
hasil penyusunan konsep awal itu, GBCI menerbitkan terlebih dahulu Panduan Bangunan Hijau
(Green Building guidelines ) versi GBCI, yang hanya berisi butir-butir sistem rating yang sedang
disusun. Panduan ini belum dilengkapi tolok ukur (kriteria) dan nilai (point), sehingga buku belum
dapat digunakan untuk menilai atau mengevaluasi bangunan hijau, melainkan digunakan untuk
menguji tingkat pemahaman tentang konsep bangunan hijau.

Framework v2

Setelah guidelines versi 1 diterbitkan, yang berisi kategori dan jenis rating yang diusulkan untuk
menjadi isi sistem rating GREENSHIP, dimulailah proses yang lebih jauh dari penyusunan
GREENSHIP, yaitu menentukan tolok ukur dan penilaian. GBCI melalui Direktorat Rating dan
Teknologi membentuk tim yang terdiri atas para analis dan penulis ilmiah. Mereka membedah enam
sistem rating di dunia yang dipandang cukup mewakili, yaitu LEED dari USA, BREEAM dari Inggris
Raya, Greenstar dari Australia, Greenmark dari Singapura, dan GBI dari Malaysia. Dari keenam sistem
itu, pertama-tama dicari rating-rating yang minimal tertera di empat sistem rating (four common),
karena dianggap dapat berlaku secara universal, kemudian disarikan menjadi three common dan two
common. Pertimbangannya adalah, dapat dilakukan adopsi dengan menilik kondisi yang ada di
Indonesia.

Rating-rating tersebut dianalisis berdasarkan kesesuaian kondisi dan tolok ukur baku yang berlaku di
Indonesia seperti tertera pada UU, Keppres, Inpres, Permen, Kepmen, dan SNI. Selain diskusi
internal, juga dilakukan diskusi dengan berbagai pihak, terutama para ahli yang berasal dari:
 lembaga penelitian
 instansi pemerintah
 universitas
 asosiasi profesi
 asosiasi industri, dan sebagainya.

Dari proses tersebut, dapat diidentifikasi enam kategori yang berisi 42 (empat puluh dua) rating
dengan jumlah nilai total 96 (sembilan puluh enam). Rating yang telah diidentifikasi inilah yang
dibukukan dalam buku Kerangka Konsep untuk Bangunan Hijau Tipe Bangunan Baru Versi 2
(GREENSHIP Green Building Framework for New Construction Version 2).

Framework v3

Setelah peluncuran Framework Versi 2, banyak masukan diterima, baik berupa email maupun diskusi
langsung dengan berbagai pihak. Dari diskusi itu berkembanglah rating-rating baru yang dipertajam
dengan identifikasi keperluan data yang harus dimasukkan ke dalam penilaian sertifikasi.
Penyusunan naskah ini juga telah mempertimbangkan cara teknis penilaian dan proses sertifikasi.
Naskah yang telah lebih komprehensif ini kemudian disusun dan diberi judul ‘Kerangka Konsep untuk
Bangunan Hijau Tipe Bangunan Baru Versi 3’ (GREENSHIP Green Building Framework for New
Building Version 3).

Konsensus Nasional

Setelah selesai disusun, naskah ‘Kerangka Konsep untuk Bangunan Hijau Tipe Bangunan Baru Versi 3’
kemudian dijadikan bahan diskusi dengan technical advisory group (TAG) dan dibandingkan dengan
proyek percontohan. Yang bergabung dalam TAG ini adalah industri bangunan yang mengirimkan
wakil ahlinya untuk turut mempertajam rating GREENSHIP NB Version 1. Setelah mengalami
serangkaian diskusi yang membahas kategori per kategori, dikristalkanlah sebuah naskah yang di
sebut ‘Perangkat Rating Bangunan Hijau GREENSHIP untuk Bangunan Baru Versi 1, 2010’. Naskah ini
dibukukan menjadi buku ‘Perangkat Rating Bangunan Hijau GREENSHIP untuk Bangunan Baru Versi
1, 2010 (GREENSHIP Rating Tools for New Building Version 1, 2010). Dan untuk melengkapi buku ini
dalam praktik, juga dibukukan ‘Bangunan Hijau GREENSHIP untuk Bangunan Baru Versi 1, 2010’.
SISTEMATIKA

‘GREEN’ SEBAGAI TUJUAN

Penerapan konsep green building merupakan bagian dari green practice atau tindakan ramah
lingkungan. Keuntungan membangun sebuah green building, antara lain adalah:
 Desain yang lebih kompak dan efisien sehingga mengoptimalkan fungsi-fungsi gedung,
 Efisiensi yang tinggi dalam konsumsi energi listrik dan air,
 Biaya yang hemat dalam operasional sehari-hari untuk energi dan konsumsi air,
 Kesehatan jasmani-rohani yang lebih baik bagi pengguna gedung,
 Produktivitas dan kinerja yang meningkat paada pengguna gedung,
 Biaya pemeliharaan dan operasional yang rendah dalam jangka panjang,
 Preferensi pasar yang lebih tinggi, terutama perusahaan internasional/multinasional,
 Didapatnya pengakuan internasional sebagai produk unggulan dalam industri rancang
bangun,
 Munculnya ketertarikan yang tinggi, baik pada konsumen/klien maupun karyawan karena
merupakan sebuah produk/perusahaan yang memerhatikan lingkungan, dan
 Tumbuhnya sikap ramah lingkungan pada para penggunanya, yang diharapkan dapat
meneruskan sikap tersebut di rumah tangga masing-masing dan menimbulkan efek
multiplier.

Untuk menciptakan sebuah green building, harus dilaui serangkaian proses. Bagi sebuah bangunan
baru, tentunya terlebih dahulu ditetapkan bahwa bangunan yang akan dirancang dan dibangun akan
menjadi suatu green building. Pemilik atau pihak manajemen sudah harus menetapkan peringkat
mana yang ingin dicapai.

Penetapan tujuan ini diperlukan karena untuk mencapai tingkatan tertentu tentu diperlukan
pencapaian nilai minimum. Semakin tinggi peringkat yang diinginkan, semakin banyak nilai yang
harus dicapai. Pencapaian nilai minimum ini mencerminkan usaha dan produk akhir tertentu yang
diharapkan berlanjut hingga ke pengoperasian. Dari awal tentu pemilik sudah dapat
memproyeksikan apakah usaha yang dilakukan setara dengan pengembalian investasi yang akan
diperoleh atau tidak. Ada empat tingkat peringkat GREENSHIP, yaitu:
NILAI TERKECIL
PREDIKAT
NILAI PERSENTASE (%)

PLATINUM 70 73
EMAS 54 57
PERAK 44 46
PERUNGGU 33 35

Peringkat dari GREENSHIP mencerminkan usaha pemilik gedung. Butir rating yang dimuat di
dalamnya mengombinasikan berbagai tingkat kesulitan. Angka yang ditetapkan sebagai nilai minimal
peringkat perunggu adalah jumlah nilai yang dapat dicapai apabila sebuah proyek memenuhi nilai
maksimum dari rating yang pencapaiannya relatif mudah, tidak membutuhkan biaya tambahan, dan
yang membutuhkan biaya tidak terlalu besar. Nilai minimal perak dapat dicapai bila sebuah proyek
memenuhi semua rating yang pencapaiannya relatif mudah serta sepertiga dari rating yang
pencapaiannya sulit dan butuh biaya relatif besar. Nilai minimal emas diperoleh bila sebuah proyek
memenuhi semua rating yang pencapaiannya relatif mudah dan dua per tiga dari rating yang
pencapaiannya sulit dan butuh biaya relatif besar. Peringkat platinum dapat dicapai bila sebuah
proyek memenuhi rating yang pencapaiannya membutuhkan biaya relatif lebih besar dan
teknologinya belum tersedia sehingga dapat dikatakan sangat sulit pencapaiannya.

Langkah kedua adalah membentuk suatu tim desain yang terintegrasi. Dari awal tahap perencanaan
desain, unsur-unsur perencana desain gedung, yaitu arsitektur, interior, lansekap, struktur,
mekanikal elektrikal, dan sipil sudah mulai berinteraksi dan membentuk integrated design team.
Prosedur ini diperlukan agar dapat tercapai suatu desain yang optimal dan tidak tambal sulam. Hasil
koordinasi sejak tahap awal ini menjadikan desain sebuah gedung lebih well designed, kompak,
efisien, dan bahkan mendorong terjadinya kreasi baru desain yang inovatif. Di tahap inilah sebaiknya
tim desain sudah mulai dituntun oleh seorang accredited professional (AP) yang memahami
penggunaan perangkat penilaian GREENSHIP dan implementasinya pada desain.

GEDUNG BARU (NEW BUILDING/NB)

Yang dimaksud dengan gedung baru komersial adalah suatu bangunan yang didirikan di atas suatu
lahan kosong atau bangunan lama yang dibongkar dengan peruntukan sebagai fungsi perkantoran,
pertokoan, rumah sakit, hotel, dan apartemen. Pertimbangan yang dilakukan dalam memilih tipe NB
ini sebagai perangkat penilaian yang pertama kali disusun adalah karena dinilai lebih mudah
dibandingkan dengan tipe lain seperti gedung terbangun (existing building) dan lain-lain.
TOLOK UKUR

Tolok ukur (benchmark) adalah patokan yang dianggap sebagai implementasi dari praktik terbaik
sehingga menjadi syarat pencapaian suatu rating. Dari tolok ukur inilah batasan pencapaian suatu
rating dapat diukur. Sebagian besar tolok ukur menggunakan standar yang berlaku di Indonesia.
Sebagian rating yang belum memiliki standar lokal mengacu kepada standar yang berlaku secara
universal. Untuk sebagian kecil rating yang belum memiliki tolok ukur tetapi praktiknya dirasa
memiliki dampak yang signifikan kepada lingkungan, tim proyek diberi kesempatan untuk memilih
dan membuktikan validitas tolok ukur yang digunakan.

ACCREDITED PROFESSIONAL (AP)


Proses mendirikan suatu green building sudah dimulai sejak sebelum tahap perencanaan, yaitu
ketika pemilik gedung mencanangkan target peringkat sertifikasi green building. Untuk mencapai
tujuan tersebut, perlu dipertimbangkan berbagai aspek, mulai dari tingkat kesulitan desain, biaya
yang diperlukan, dan kombinasi rating mana saja yang harus diperoleh untuk mencapai peringkat
tersebut.
Seorang AP GREENSHIP (selanjutnya disebut AP) sudah memahami rating-rating secara mendalam,
baik tujuan maupun filosofinya, sehingga dapat membantu cara-cara mencapai rating tersebut.
Tingkat pemahaman ini diperoleh dari pendidikan yang diselenggarakan GBCI dan dikukuhkan
dengan sertifikat.
Untuk memperoleh sertifikat AP, seseorang profesional harus terlebih dahulu menjalani serangkaian
pendidikan. Profesional tersebut harus telah memiliki tingkat pendidikan minimum S1 dan terlebih
dahulu melalui workshop Green Associate (GA). Peserta harus melalui ujian untuk mendapatkan
sertifikat kelulusan pendidikan GA.

DEFINISI DALAM RATING TOOLS

Kategori
Yang dimaksudkan dengan kategori adalah pembidangan aspek-aspek yang dinilai secara signifikan,
dan harus menjadi perhatian utama dalam konsep bangunan hijau. Kategori ini mengandung rating-
rating yang menjadi inti penilaian perangkat rating GREENSHIP ini.

Rating
Rating adalah bagian dari kategori, berisi muatan apa saja yang dinilai, tolok ukur apa saja yang
harus dipenuhi, dan berapa nilai poin yang terkandung di dalamnya. Ada 3 (tiga) jenis penilaian,
yaitu rating prasyarat, rating biasa, dan rating bonus.
Rating Prasyarat (Prerequisite)
Rating prasayarat adalah butir rating yang mutlak harus dipenuhi dan diimplementasi dalam suatu
kategori. Apabila butir ini tidak dipenuhi, butir-butir rating lainnya dalam kategori ini tidak dapat
dinilai dan tidak akan mendapatkan nilai sehingga proses sertifikasi tidak dapat dilanjutkan. Butir
rating ini sendiri tidak memiliki butir nilai.

Rating Biasa
Rating biasa adalah turunan dalam kategori selain butir prasyarat. Butir ini baru dapat dinilai dan
diberi nilai kalau semua butir prasyarat dalam kategori tersebut telah dipenuhi atau telah
dilaksanakan. Butir rating ini memiliki butir nilai tertentu, sesuai dengan ketentuan pencapaian tolok
ukur yang sudah ditetapkan.

Rating Bonus
Rating bonus adalah butir rating yang dapat dinilai seperti butir rating biasa tetapi keberadaannya
tidak diperhitungkan dalam jumlah total butir rating yang digunakan sebagai nilai pembagi dalam
perhitungan persentase penilaian. Suatu rating dipertimbangkan sebagai rating bonus apabila dinilai
untuk mencapai rating tersebut diperlukan usaha atau biaya yang besar, dan apabila dilakukan
menimbukan impact yang besar terhadap lingkungan, tetapi teknologi yang ada belum cukup
memadai untuk mendukung usaha tersebut sehingga terdapat kendala seperti biaya yang relatif
tinggi.
PERSYARATAN AWAL (ELIGIBILITY)

I Luas bangunan sekurang-kurangnya 2500 m2

TUJUAN

Membatasi lingkup target dari sistem rating GREENSHIP untuk bangunan baru komersial pada
bangunan besar dengan luas minimum 2500 m2

LATAR BELAKANG

Bangunan gedung berpotensi memerlukan energi dan sumber daya dalam jumlah yang besar pada
saat membangun, mengoperasikan, dan memeliharanya. Keadaan ini menjadikan keberadaannya
dapat memberi pengaruh yang signifikan pada lingkungan. Dengan perbaikan yang dimulai dari
gedung baru berskala besar, dapat dirasakan bagaimana pengaruhnya yang nyata terhadap
lingkungan secara signifikan. Mengingat sistem rating untuk bangunan hijau adalah hal yang baru di
Indonesia, maka target penilaian pertamanya adalah bangunan besar yang dapat dengan mudah
diakses oleh masyarakat umum dan dirasakan keberadaannya sebagai suatu icon.

Lokasi tapak bangunan sesuai dengan peruntukan berdasarkan Rencana Tata


II Ruang Wilayah (RTRW) setempat

TUJUAN

Mendorong pengendalian pembangunan dan pemanfaatan kawasan sesuai dengan fungsinya


sehingga tercipta lingkungan hidup yang selaras, serasi, dan seimbang

LATAR BELAKANG

Membangun di kawasan yang sesuai dengan RTRW memberikan dampak positif bagi pengembang
dikarenakan bangunan memiliki lokasi yang stabil di dalam kawasannya. Dengan kata lain, bangunan
tersebut tidak akan rentan terhadap penggusuran yang dapat merugikan banyak pihak, baik dari
aspek ekonomi maupun sosial. Di lain pihak, bila pembangunan dilakukan pada peruntukan Ruang
Tata Hijau atau RTH, hal ini akan berdampak negatif terhadap lingkungan hidup perkotaan. Peran
RTH tidak hanya memiliki fungsi ekologis dan estetika bagi lingkungan perkotaan. Lebih jauh lagi,
RTH dapat menjadi nilai kebanggaan dan identitas suatu kota.

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
Pasal 18, setiap gedung harus didirikan sesuai dengan peruntukan lokasi yang ditetapkan dalam
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota setempat, yang klasifikasi tersebut mengacu pada UU RI No. 26
tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Bersedia menandatangani surat yang berisi persetujuan untuk memperbolehkan
data gedung yang berhubungan dengan penerapan green building
III dipergunakan untuk dipelajari dalam studi kasus yang diselenggarakan oleh
GBCI

TUJUAN

Menghimpun data base yang akurat sehingga dapat menjadi salah satu dasar perbaikan sistem
rating GREENSHIP, baik untuk bangunan baru maupun bangunan existing

LATAR BELAKANG

Sebelum sebuah bangunan gedung dievaluasi, pihak pemilik atau manajemen gedung akan
mendaftarkan diri kepada GBCI secara sukarela. Proses mengevaluasi setiap bangunan gedung
membutuhkan data dari pihak manajemen gedung. Untuk itu, diperlukan perjanjian antara pihak
manajemen gedung dan pihak GBCI mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak untuk
bekerja sama selama proses evaluasi tersebut.

IV Akan menyertakan salinan dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup


(UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) yang disahkan Bapedal

TUJUAN

Mendukung pengendalian pembangunan terhadap lingkungannya sehingga terwujud konsep


keberlanjutan

LATAR BELAKANG

Esensi pembangunan adalah untuk mewujudkan kesejahteraan umat manusia. Dengan teknologi,
manusia akan mendapat manfaat pembangunan sebagai dampak positif. Namun, di saat yang
bersamaan, kerusakan akibat teknologi itu sendiri akan berdampak negatif terhadap lingkungan
hidup. Supaya pembangunan tetap berkelanjutan dengan ide dasar memenuhi kebutuhan di masa
kini tanpa mengurangi kesempatan generasi di masa datang untuk melakukan hal yang sama,
diperlukan suatu tindakan yang dapat menjamin daya dukung lingkungan hidup.

Upaya pemantauan dan pengelolaan lingkungan pada sebuah bangunan gedung adalah wujud usaha
dalam meringankan beban suatu kawasan yang mendapat dampak negatif dari pembangunan. Hal
ini merupakan investasi jangka panjang yang hasilnya tidak hanya dari aspek ekonomi melainkan
juga aspek lingkungan dan sosial.

Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal
34, setiap jenis usaha yang tidak termasuk mengubah bentang alam dan mengeksploitasi sumber
daya alam harus memiliki Usaha Pengelolaan Lingkungan dan Usaha Pengelolaan Lingkungan.
Bersedia menandatangani surat yang menyatakan bahwa gedung yang
V
bersangkutan akan dibuat tahan gempa

TUJUAN

Menjamin keamanan penghuni dari ancaman bencana gempa bumi serta mempertahankan secara
optimal fungsi bangunan atas ketahanan struktur dan konstruksi terhadap beban bencana gempa

LATAR BELAKANG

Indonesia berada dalam daerah yang sarat dengan bencana gempa bumi. Oleh karena itu,
pembangunan gedung harus menjamin keselamatan dan keamanan penghuninya dari gempa bumi.
Ketahanan suatu bangunan gedung terhadap beban (termasuk gempa) bergantung pada sistem
struktur dan konstruksi yang diterapkan. Semakin tinggi tingkat ketahanan struktur dan konstruksi
yang diterapkan, semakin tinggi pula tingkat keamanan dan efisiensi pemeliharaan apabila terjadi
gempa bumi.

Berdasarkan UU No.28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung Pasal 33, setiap bangunan gedung
harus memiliki ketahanan terhadap semua beban, baik untuk muatan tetap maupun muatan tidak
tetap seperti dari angin dan gempa.

Bersedia menandatangani surat yang menyatakan bahwa gedung yang bersangkutan


VI
akan memenuhi standar pemakai gedung untuk penyandang catat

TUJUAN

Mendorong pembangunan fisik yang responsif terhadap perbedaan kemampuan fisik setiap individu
sebagai bentuk usaha dalam mewujudkan persamaan kesempatan sehingga berdampak positif baik
secara ekonomi maupun lingkungan

LATAR BELAKANG

Lingkungan yang inklusif merupakan suatu bentuk usaha dalam mewujudkan keberlanjutan dari
aspek sosial yang tentunya akan berdampak positif baik pada aspek ekonomi maupun lingkungan.
Mengingat bangunan gedung merupakan pembangunan fisik, lingkungan fisik yang inklusif harus
mulai diwujudkan. Sebagai langkah awal, kesadaran masyarakat akan perbedaan kemampuan fisik
setiap individu harus dimulai. Sehingga hal ini dapat berdampak pada tingkat responsisivitas suatu
bangunan gedung terhadap perbedaan tersebut dengan menjunjung keamanan, kenyamanan, dan
kemandirian penggunanya.

Penyediaaan aksesibilitas untuk penyandang cacat harus mulai dipandang secara luas. Fasilitas yang
memiliki standar aksesibilitas tidak hanya berguna bagi penyandang cacat melainkan juga untuk
manula. Semakin maju perkembangan zaman, jumlah populasi manula juga meningkat. Maka,
semakin banyak pula kebutuhan terhadap fasilitas yang responsif bagi mereka. Bila suatu bangunan
telah memiliki fasilitas yang responsif, kemungkinan untuk melakukan perbaikan atau renovasi akan
semakin kecil .
Berdasarkan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung Pasal 60,setiap bangunan gedung
harus menyediakan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan manula yang dapat menjamin
keamanan, kenyamanan, dan kemandirian mereka untuk bermobilitas dan beraktivitas di dalamnya.

Bersedia menandatangani surat yang menyatakan bahwa gedung yang


VII
bersangkutan akan memenuhi standar kebakaran dan keselamatan
TUJUAN

Mendorong penurunan risiko kebakaran pada bangunan sehingga keamanan dan keselamatan
pengguna gedung terjamin

LATAR BELAKANG

Kebakaran adalah nyala api, baik berskala besar maupun kecil, yang tidak direncanakan dan
umumnya sulit untuk dikendalikan. Setiap sistem bangunan memiliki probabilitas untuk mengalami
kebakaran. Kerugian yang ditimbulkan dari bencana kebakaran tidak hanya materi, namun meliputi
sosial dan lingkungan. Karena itu, sistem proteksi kebakaran tidak hanya diterapkan untuk
mengurangi risiko kebakaran yang telah terjadi melainkan juga untuk mencegah kemungkinan
terjadinya kebakaran.

Semakin tinggi kualitas sistem proteksi kebakaran suatu bangunan gedung, semakin besar
keberpihakannya terhadap lingkungan, terutama dalam hal keselamatan pengguna gedung untuk
menghindarin jatuhnya korban karena bencana kebakaran. Lebih jauh lagi, mengingat kebakaran
juga menghasilkan gas-gas beracun yang berdampak negatif bagi lingkungan sekitar, sistem proteksi
yang baik juga meminimalisasi derajat pencemaran lingkungan dari bencana tersebut.

Berdasarkan UU No 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung Pasal 34, setiap bangunan gedung
harus memiliki sistem proteksi terhadap bahaya kebakaran, baik yang bersifat pasif maupun aktif.
RATING DAN PENILAIAN

Appropiate Site Development/ASD (Tepat Guna Lahan)


ASD
Prasyarat-1. Basic Green Area (Area Dasar Hijau)
ASD-1. Site Selection (Pemilihan Tapak)
ASD-2. Community accessibility (Aksessibilitas Komunitas) EEC
ASD-3. Public Transportation (Transportasi Massal)
ASD-4. Bicycle (Fasilitas untuk Pengguna Sepeda)
ASD-5. Site Lanscaping (Lansekap pada Lahan) WAC
ASD-6. Micro Climate (Iklim Mikro)
ASD-7. Stormwater Management (Managemen Air Limpasan Hujan)
MRC
Latar Belakang Isu

IHC
Laju perkembangan kawasan urban semakin menggurita karena umumnya pemilihan lokasi
pembangunan di Indonesia lebih mengutamakan faktor harga tanah daripada faktor lingkungan
hidup dan pertimbangan keberlanjutan. Persepsi bahwa pembangunan yang menggunakan lahan
BEM
baru dinilai lebih murah daripada menggunakan lokasi yang dilengkapi oleh berbagai jaringan
fasilitas umum meningkatkan laju urban sprawl sehingga konversi lahan rural menjadi urban
semakin tidak terelakkan. Seiring dengan pertumbuhan luasnya kawasan urban, ketersediaan ruang
terbuka hijau (RTH) yang mendukung populasi penduduk justru semakin terbatas. Selain itu, gaya
hidup urban menyerap banyak energi dan air serta menghasilkan CO2 dan jejak karbon yang besar.

Saat ini, perencanaan pembangunan kawasan urban atau perkotaan di Indonesia semakin dilengkapi
berbagai fasilitas, seperti jaringan dan moda transportasi, komunikasi, utilitas, serta berbagai
fasilitas umum lainnya. Keterhubungan dengan semua fasilitas dan infrastruktur ini memberikan
kemudahan dan fleksibilitas agar efisiensi energi dan biaya tercapai. Terciptanya efisiensi energi,
terutama energi fosil, dapat mengakibatkan turunnya jejak karbon dan jejak ekologis, dan
meningkatnya kulitas lingkungan hidup.

Pembangunan kawasan urban yang dilakukan harus dapat menunjang keberlanjutan kawasan dan
kualitas ruang secara makro, tanpa mengurangi kualitas lingkungan dan kualitas hidup manusia
seperti produktivitas, kesempatan kerja, dan ekonomi masyarakat di sekitarnya. Sebaliknya, semua
itu mestinya dapat meningkat. Dengan memerhatikan aspek lokasi dan lahan, diharapkan adanya
upaya mengurangi pengaruh negatif keberadaan bangunan terhadap lingkungan hidup dan
lingkungan sekitarnya.
NILAI
ASD P1 BASIC GREEN AREA MAKS
P
TUJUAN
EEC Memelihara atau memperluas kehijauan kota untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup,
mengurangi emisi gas rumah kaca, mengurangi beban limpasan permukaan sistem drainase, dan
meminimalkan dampak terhadap neraca air bersih dan sistem air tanah selama penggunaan
bangunan
WAC
TOLOK UKUR NILAI
MRC Adanya area lansekap berupa vegetasi (softscape) yang bebas dari struktur bangunan dan P
struktur sederhana bangunan taman (hardscape) di atas permukaan tanah atau di bawah
tanah, dengan luas area minimum 10% dari luas total lahan atau 50% dari ruang terbuka
dalam tapak
IHC
Area ini memiliki vegetasi mengikuti Permendagri Pasal 13 (12a) dengan komposisi 50%
lahan tertutupi luasan pohon ukuran kecil, ukuran sedang, ukuran besar, perdu setengah
BEM pohon, perdu, semak dalam ukuran dewasa dengan jenis tanaman sesuai dengan Permen
PU No. 5/PRT/M/2008 mengenai Ruang Terbuka Hijau (RTH) Pasal 2.3.1 tentang Kriteria
Vegetasi untuk Pekarangan.

DOKUMEN YANG DINILAI


 Gambar rencana tapak dan detail yang memuat informasi mengenai vegetasi

LATAR BELAKANG RATING


Pembangunan perkotaan yang tidak terencana menyebabkan konversi lahan hijau menjadi
bangunan melaju yang tak terkendali. Salah satu akibatnya adalah kualitas udara yang buruk serta
tingginya konsentrasi polutan dan banjir. Kualitas udara disebabkan CO2 sebagai hasil aktivitas
manusia tidak dapat terserap oleh tanaman yang jumlahnya sedikit. Banjir terjadi karena tidak
adanya daerah resapan air, yang disebabkan tertutupnya tanah oleh bangunan dan pengerasan
permukaan lahan. Untuk itu, perlu didorong adanya tindakan yang segera untuk mengatasi hal ini.
NILAI
ASD-1 SITE SELECTION MAKS ASD
2
TUJUAN
Menghindari pembangunan di area greenfileds dan menghindari pembukaan lahan baru EEC
TOLOK UKUR NILAI
1. Membangun di dalam kawasan perkotaan dilengkapi sarana dan prasarana serta telah 1
memenuhi standar Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 1999 WAC
Paragraf Ketiga Persyaratan Utilitas Kasiba Pasal 68 butir a-e yang masih berdensitas
rendah, yaitu tingkat okupansi/hunian <300 orang/Ha, sehingga terjadi pembangunan MRC
yang lebih kompak (>300 orang/Ha)

2. Untuk pembangunan yang berlokasi dan melakukan revitalisasi di atas lahan yang 1 IHC
bernilai negatif dan tak terpakai karena bekas pembangunan atau dampak negatif
pembangunan, seperti tempat pembuangan akhir (TPA), badan air yang tercemar, dan
daerah padat yang sarana dan prasarananya di bawah standar Peraturan Pemerintah BEM
Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 1999 Paragraf Ketiga tentang Persyaratan Utilitas
Kasiba Pasal 68 butir a-e, revitalisasi dilakukan dengan melengkapi tapak dengan sarana
prasarana tersebut.

DOKUMEN YANG DINILAI


Tolok ukur 1:
 Peta lokasi yang menunjukkan adanya sarana dan prasarana pada tolok ukur
 Perhitungan densitas

Tolok ukur 2:
 Foto lokasi prapembangunan
 Gambar rencana revitalisasi

LATAR BELAKANG RATING

Di beberapa tempat di negara lain, adanya pembangunan kembali di daerah bekas lahan
yang sudah mengalami kerusakan yang dikenal dengan brownfield merupakan hal yang
lazim digunakan. Lahan yang dimaksud dapat berupa TPA, badan air yang tercemar, dan daerah
padat yang sarana dan prasarananya di bawah standar.

Selain itu, salah satu akibat pembangunan perkotaan yang tidak terencana adalah
meluasnya wilayah daerah belakang perkotaan (hinterland and suburban) yang umumnya
menyerang kawasan pertanian yang berfungsi sebagai sumber pasokan makanan dan
daerah penyangga. Tetapi keadaan ini berlangsung terus-menerus sehingga daerah ini
makin lama makin meluas. Pada kenyataanya daerah perkotaan dapat ditingkatkan
kepadatannya dengan pembangunan yang lebih vertikal dan melakukan revitalisasi
lingkungan. Karena itu, perlu didorong adanya gerakan untuk mengoptimalkan lahan yang
ada di perkotaan.
NILAI
ASD ASD-2 COMMUNITY ACCESSIBILITY MAKS
2
TUJUAN
EEC Untuk mendorong pembangunan di tempat yang sudah memiliki jaringan konektivitas dan
meningkatkan pencapaian pengguna gedung sehingga mempermudah masyarakat dalam
menjalankan kegiatan sehari-hari dan menghindari penggunaan kendaraan bermotor
WAC TOLOK UKUR NILAI
1. Terdapat minimal 7 jenis fasilitas umum dalam jarak pencapaian jalan utama sejauh 1
1500 m dari tapak
MRC
2. Membuka akses pejalan kaki selain ke jalan utama di luar tapak yang menghubungkan- 1
nya dengan jalan sekunder dan/atau lahan milik orang lain sehingga tersedia akses ke
IHC minimal 3 fasilitas umum sejauh 300 m jarak pencapaian pejalan kaki

3. Menyediakan fasilitas/akses yang aman, nyaman, dan bebas dari perpotongan dengan 2
BEM akses kendaraan bermotor untuk menghubungkan secara langsung bangunan dengan
bangunan lain, di mana terdapat minimal 3 fasilitas umum dan/atau dengan stasiun
transportasi masal

4. Membuka lantai dasar gedung sehingga dapat menjadi akses pejalan kaki yang aman 2
dan nyaman selama minimum 10 jam sehari

DOKUMEN YANG DINILAI


Tolok ukur 1:
 Peta lokasi bangunan dengan identifikasi fasilitas umum yang dimaksud

Tolok ukur 2-4:


 Peta lokasi bangunan dengan identifikasi fasilitas umum yang dimaksud
 Gambar rencana tapak yang menunjukkan jalur pedestrian

LATAR BELAKANG RATING


Kondisi perkotaan Indonesia yang semakin lengkap dengan lokasi publik merupakan suatu nilai
tambah yang dimiliki. Jaringan jalan yang cukup banyak, ditambah jaringan transportasi umum yang
memiliki banyak trayek, amat menunjang pertumbuhan ekonomi. Namun, aksesibilitas pejalan kaki
dan sepeda bisa dibilang kurang mendapatkan perhatian. Belum lagi maraknya penerapan
pembangunan aksessibilitas dan konektivitas sarana-sarana umum yang mengakibatkan kurangnya
keberlanjutan kawasan sehingga berpengaruh pada produktivitas, kesempatan kerja, serta ekonomi
masyarakat sekitarnya. Hal tersebut juga mengakibatkan borosnya penggunaan energi dan jejak
karbon yang diakibatkan oleh pemakaian kendaraan yang tidak ramah lingkungan.
NILAI
ASD-3 PUBLIC TRANSPORTATION MAKS ASD
2
TUJUAN
Mendorong penghuni dan tamu gedung untuk menggunakan kendaraan umum dan EEC
mengurangi penggunaan kendaraan pribadi

TOLOK UKUR NILAI WAC


1 A. Adanya halte atau stasiun transportasi umum dalam jangkauan 300 m (walking 1
distance) dari gerbang lokasi bangunan dengan tidak memperhitungkan panjang
jembatan penyeberangan dan ramp MRC

atau
B. Menyediakan shuttle bus untuk pengguna tetap gedung dengan jumlah unit minimum IHC
untuk 10% pengguna tetap gedung

2. Menyediakan fasilitas jalur pedestrian di dalam area gedung untuk menuju ke stasiun 1
transportasi umum terdekat yang aman dan nyaman sesuai dengan Peraturan Menteri BEM
PU 30/PRT/M/2006 mengenai Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada
Bangunan Gedung dan Lingkungan Bab 2B

DOKUMEN YANG DINILAI


Tolok ukur 1A:
 Peta lokasi bangunan
 Informasi jaringan transportasi area lokasi sekitar

Tolok ukur 1B:


 Perhitungan jumlah rencana penghuni gedung dan shuttle bus yang akan dibeli

Tolok ukur 2:
 Gambar rencana tapak dan detail yang menunjukkan penyediaan fasilitas menunggu
transportasi umum bagi pengguna gedung

LATAR BELAKANG RATING


Kondisi transportasi umum di Indonesia cukup kompleks. Keberadaan transportasi umum perkotaan
di negeri ini memiliki lebih dari satu jenis moda transportasi, di antaranya bus umum, angkutan
perkotaan, metromini, dan bemo. Selain itu, juga terdapat transportasi umum yang nontrayek,
seperti taksi, ojek, bajaj, becak, dan delman. Sistem transportasi perkotaan yang bersifat rapid
transit juga dikembangkan di Indonesia, antara lain Bus Rapid Transit (bus way) dan kereta komuter
rel listrik (KRL). Sebagian besar transportasi umum tersebut kurang ter-manage dengan baik, yang
menyebabkan kondisi yang kurang teratur di segala aspek. Kondisi lalu lintas yang semakin
bertambah padat, dengan banyaknya kendaraan pribadi dan transportasi umum, menyebabkan
kemacetan jaringan transportasi di perkotaan besar di Indonesia. Pengurangan kendaraan pribadi
akan mengurangi jumlah kendaraan di jalanan, yang secara langsung juga berdampak pada
pengurangan emisi CO2 dari kendaraan bermotor.
NILAI
ASD ASD-4 BICYCLE MAKS
2
TUJUAN
EEC Mendorong penggunaan sepeda bagi penghuni dan tamu gedung dengan memberikan fasilitas yang
memadai bagi penggunanya sehingga dapat mengurangi penggunaan kendaraan bermotor
TOLOK UKUR NILAI
WAC 1. Adanya tempat parkir sepeda yang aman sebanyak 1 unit parkir per 20 pengguna 1
gedung

MRC 2. Apabila butir 1 di atas terpenuhi, perlu tersedianya shower sebanyak 1 unit untuk 1
setiap 10 tempat parkir sepeda
DOKUMEN YANG DINILAI
IHC Tolok ukur 1:
 Perhitungan jumlah parkir sepeda terhadap penghuni gedung
 Gambar perletakan tempat parkir sepeda
BEM
Tolok ukur 2:
 Gambar denah yang menunjukkan perletakan shower pengguna sepeda

LATAR BELAKANG RATING


Saat ini pertambahan populasi mobil sebagai kendaraan kelas menengah tidak dapat dihindari.
Mobil dan kendaraan bermotor lainnya masih mendapatkan fasilitas yang cukup besar, khususnya
pada kota-kota besar di Indonesia. Salah satu substitusi potensialnya adalah penggunaan sepeda,
terutama sebagai sarana transportasi alternatif untuk bepergian ke tempat bekerja. Berbeda dengan
mobil dan kendaraan bermotor, selama ini keberadaan sepeda justru kurang mendapat perhatian
dan fasilitas. Dan berbeda dengan di kota-kota yang relatif lebih kecil seperti Yogyakarta, sepeda
telah difasilitasi oleh pemerintah dengan dibangunnya lajur khusus untuk sepeda. Beberapa kota di
Jawa memang memiliki sejarah dalam transportasi sepeda, sehingga sepeda bisa dianggap sebagai
gaya hidup tradisional di Indonesia. Bahkan sejumlah universitas telah menyediakan tempat
bersepeda.
NILAI
ASD-5 SITE LANDSCAPING MAKS ASD
3
TUJUAN
Memelihara atau memperluas kehijauan kota untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup EEC
mengurangi limpasan permukaan terhadap beban sistem drainase sehingga meminimalkan dampak
terhadap neraca air bersih dan sistem air tanah, mengurangi heat island, reduksi CO2 dan zat polutan
lain pencegah erosi, konservasi lahan dan penanganan polusi. WAC

TOLOK UKUR NILAI


1A. Adanya area lansekap berupa vegetasi (softscape) yang bebas dari bangunan taman 1 MRC
(hardscape) yang terletak di atas permukaan tanah seluas minimal 40% luas total lahan.
Luas area yang diperhitungkan adalah termasuk yang tersebut di Prasyarat 1, taman di
atas basement, roof garden, terrace garden, dan wall garden, sesuai dengan Permen IHC
PU No. 5/PRT/M/2008 mengenai Ruang Terbuka Hijau (RTH) Pasal 2.3.1 tentang
Kriteria Vegetasi untuk Pekarangan.
BEM
B. Penambahan nilai sebesar 1 poin untuk setiap penambahan sebesar 10% area lansekap 2
dari luas lahan di tolok ukur 1 di atas

2. Penggunaan tanaman lokal (indigenous) dan budidaya lokal dalam skala provinsi 1
menurut Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sebesar 60% luas tajuk/ jumlah
tanaman

DOKUMEN YANG DINILAI


 Gambar rencana lansekap dan detail yang menunjukkan luasan vegetasi

LATAR BELAKANG RATING


Indonesia, dengan kondisi keanekaragaman hayati yang tinggi dan dengan keunggulannya masing-
masing, sudah sepatutnya perlu mengembangkan ekologi lansekap yang baik, yang meliputi
penataan ruang berdasarkan struktur lahan, fungsi lingkungan, dan perubahan-perubahan yang
terjadi di dalam struktur dan fungsi lingkungannya. Keunggulan dari kemampuan tanaman tersebut
sangat diperlukan untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi green building dalam bentuk optimalisasi
ruang terbuka hijau (RTH) dalam bentuk koefisien daerah hijau (KDH) pada lahan pembangunan
green building. Degradasi RTH di perkotaan dapat membuat berkurangnya kualitas lingkungan.
Kondisi RTH di Jakarta, sebagai contoh, saat ini hanya 9% dari perencanaan tata ruang RTH yang
sebesar 30% (PU, 2009). Apabila kondisi pemenuhan RTH ini tidak dapat dicapai, akan terjadi
penurunan kualitas lingkungan berupa pencemaran udara dan banjir yang semakin meningkat,
penurunan keanekaragaman hayati, peningkatan panas, dan berbagai masalah sosial seperti
ketidaknyamanan dan stres.
NILAI
MAKS
ASD ASD-6 MICROCLIMATE
3
TUJUAN
EEC Tujuan memperbaiki kondisi iklim mikro mencakup kenyamanan suhu, angina, dan kualitas
lingkungan manusia di luar ruangan pada sekeliling bangunan sehingga memengaruhi kondisi udara
di dalam ruangan.
WAC TOLOK UKUR NILAI
1. Menggunakan berbagai material untuk menghindari efek heat island pada area atap 1
gedung sehingga nilai albedo (daya refleksi panas matahari) minimum 0,3 sesuai dengan
MRC perhitungan

2. Menggunakan berbagai material untuk menghindari efek heat island pada area non-atap 1
IHC sehingga nilai albedo (daya refleksi panas matahari) minimum 0,3 sesuai dengan
perhitungan

BEM 3. A. Desain menunjukkan adanya pelindung pada sirkulasi utama pejalan kaki di daerah 1
luar ruangan area luar ruang gedung menurut Peraturan Menteri PU No.
5/PRT/M/2008 mengenai Ruang Terbuka Hijau (RTH) Pasal 2.2.3.c mengenai Sabuk
Hijau

dan/atau
B. Desain lansekap menunjukkan adanya fitur yang mencegah terpaan angin kencang 1
kepada pejalan kaki di daerah luar ruangan area luar ruang gedung

DOKUMEN YANG DINILAI


Tolok ukur 1-2:
 Gambar rencana tapak yang menunjukkan jenis penutup atap dan perkerasan
 Spesifikasi material dapat berupa brosur yang berhubungan dengan nilai albedo
Tolok Ukur 3:
 Gambar rencana dan detail tapak
 Gambar rencana tapak dan detail yang menunjukkan fasilitas pedestrian

LATAR BELAKANG RATING


Tingginya laju urbanisasi yang ditandai dengan meningkatnya lahan terbangun (pemukiman dan
industri) menjadi salah satu penyebab meluasnya iklim mikro pada urban heat island, yaitu
bertambah luasnya area yang bersuhu tinggi atau di atas 30oC (Tursilowati, 2007).

Meluasnya heat island akan menyebabkan penurunan kenyamanan kehidupan manusia. Kondisi di
Indonesia yang suhu udaranya relatif panas menjadi bertambah panas sehingga manusia
membutuhkan pendingin seperti AC dan kipas angin yang lebih besar. Situasi ini akhirnya akan
berdampak pada pemborosan energi listrik dan polusi yang menyebabkan green house effect. Perlu
dipikirkan penataan ruang yang memperhitungkan luasan dan formasi area hijau dan tingginya
kepadatan penduduk. Mengingat semakin meluasnya penyebaran kawasan urban di setiap kota di
Indonesia, perubahan iklim mikro di setiap kota akan berdampak pada pemanasan global.
NILAI
ASD-7 STORM WATER MANAGEMENT MAKS ASD
3
TUJUAN
Mengurangi beban jaringan drainase kota dari kuantitas limpasan air hujan dengan sistem EEC
manajemen air hujan secara terpadu
TOLOK UKUR NILAI
1. A. Pengurangan beban volume limpasan air hujan ke jaringan drainase kota dari lokasi 1 WAC
bangunan hingga 50% total volume hujan harian yang dihitung menurut data BMKG

atau MRC
1. B. Pengurangan beban volume limpasan air hujan ke jaringan drainase kota dari lokasi 2
bangunan hingga 85% total volume hujan harian yang dihitung menurut data BMKG
IHC
2. Menunjukkan adanya upaya penanganan pengurangan beban banjir lingkungan dari luar 1
lokasi bangunan
3. Menggunakan teknologi-teknologi yang dapat mengurangi debit limpasan air hujan 1
BEM

DOKUMEN YANG DINILAI


Tolok ukur 1 dan3:
 Laporan penanganan stormwater yang berisi:
- skema penanganan,
- rencana penanganan stormwater.

Tolok ukur 2:
 Gambar potongan tapak keseluruhan
 Laporan penanganan stormwater yang berisi:
- skema penanganan,
- Perhitungan, dan
- rencana penanganan stormwater.

LATAR BELAKANG RATING


Indonesia sebagai negara tropis memiliki kondisi rata-rata curah hujan yang berbeda-beda di setiap
daerah, dengan rata-rata per bulan 360 mililiter. Keuntungan dari keadaan ini adalah ketersediaan
air yang cukup, namun berdampak buruk apabila limpasan air hujan itu tidak dikelola dengan baik
sehingga bisa menimbulkan genangan air dan polusi air permukaan.
Pada beberapa tempat, jenis tutupan lahan seperti gedung, perumahan, jalan, trotoar, dan lahan
parkir dapat menyebabkan water run off sehingga air yang terserap ke tanah menjadi berkurang.
Saluran limpasan air hujan yang tidak terawat juga menimbulkan genangan, yang akan menjadi
tempat perkembangbiakan nyamuk, kecoa, dan tikus. Jenis binatang ini tentunya dapat menggangu
kesehatan manusia.
Energy Efficiency and Conservation /EEC (Efisiensi dan Konservasi Energi )

Prasyarat-1. Electrical Sub-Metering (Pemasangan Sub-Meter) ASD


Prasyarat-2. OTTV Calculation (Perhitungan OTTV)
EEC-1. Energy Efficiency Measure (Tindakan Efisiensi Energi)
EEC-1.1. Energy Modeling Software (Perhitungan dengan Energi Modeling Software) EEC
EEC-1.2. GBCI Worksheet Standard (Worksheet Standar GBCI)
EEC-1.3. Fixed Components of Energy Effeciency (Penghematan Per Komponen yang
sudah ditentukan) WAC
EEC-1.3.1. Building Envelope (Selubung Bangunan)
EEC-1.3.2. Pencahayaan Buatan (Non Natural Lighting)
EEC-1.3.3. Transportasi Vertikal (Vertical Transportation) MRC
EEC-1.3.4. Coffecience of Performance /COP (Efisiensi Kinerja)
EEC-2. Natural Lighting (Pencahayaan Alami)
EER-3. Ventilation (Ventilasi)
EER-4. Climate Change Impact (Pengaruh Perubahan Iklim)
IHC
EER-5. On-Site Renewable Energy (Energi Baru dan Terbarukan yang Bersumber di Dalam
Tapak)
BEM

Latar Belakang Isu

Konsumsi energi paling besar dialokasikan pada operasional pengondisian suhu ruang dalam gedung
berupa pendingin ruangan (air conditioning/AC), transportasi vertikal, dan penerangan.
Pengoperasian sistem tersebut dengan menggunakan teknologi dan cara yang tidak efisien dan
memiliki dampak yang besar pada perubahan iklim serta pemanasan global karena adanya efek
rumah kaca.

Untuk memerangi perubahan iklim, perlu adanya praktik-praktik baru, sejak tahap desain hingga
pengoperasian gedung, sehingga efisiensi konsumsi energi dapat meningkat dan jejak karbon,
potensi pemanasan global, serta potensi penipisan lapisan ozon berkurang.
NILAI
ASD P1 ELECTRICAL SUBMETERING MAKS
P
TUJUAN
EEC Sebagai fasilitas pendukung prosedur pemantauan dan pencatatan konsumsi listrik sehingga
data yang dicatat dapat digunakan untuk usaha penghematan selanjutnya
PERKECUALIAN
WAC
1. Untuk rumah sakit, tidak termasuk instalasi ruang khusus yang memiliki peralatan besar
2. Untuk hotel, tidak termasuk laundry dan F&B
MRC 3. Untuk apartemen, tidak termasuk tiap unit
4. Untuk perkantoran, tidak termasuk data centre

IHC TOLOK UKUR NILAI


Memasang kWh meter untuk mengukur konsumsi listrik pada setiap kelompok beban dan P
sistem peralatan, yang meliputi:
BEM  Sistem tata udara
 Sistem tata cahaya dan kotak kontak
 Sistem beban lainnya

DOKUMEN YANG DINILAI


 Sistem yang mengonsumsi energi serta keluarannya
 Gambar rencana mekanikal elektrikal yang menunjukkan lokasi submeter
 Gambar diagram yang menunjukkan distribusi listrik dan pengukurannya
 Bukti fotografis tentang lokasi

LATAR BELAKANG RATING


Untuk pemantauan konsumsi listrik agar lebih terkendali, submeter listrik sangat umum digunakan.
Jenis unit yang paling sering digunakan pada submeter listrik adalah kilowatt hour. Unit ini sama
dengan jumlah energi yang dikonsumsi oleh beban satu kilowatt selama satu jam, atau 3.600.000
Joule.

Submeter listrik semakin memegang peranan penting untuk gedung-gedung baru di Indonesia
mengingat fungsinya yang penting dalam pemantauan dan pengontrolan konsumsi energi agar
menjadi lebih efisien dan hemat.
NILAI
P2 OTTV CALCULATION MAKS
ASD
P
TUJUAN
Mendorong penyebaran arti selubung gedung yang baik untuk penghematan energi EEC
TOLOK UKUR NILAI
Menghitung selubung gedung OTTV untuk gedung yang akan disertifikasi P
WAC
DOKUMEN YANG DINILAI
 Perhitungan OTTV berdasarkan SNI 03-6389-2000 tentang Konservasi Energi Selubung Bangunan
pada Bangunan Gedung MRC
LATAR BELAKANG RATING
Komponen beban yang memberikan kontribusi terbesar atau cukup besar terhadap beban
IHC
pendinginan perlu dicermati agar dapat dicari peluang penghematan energinya. Salah satu
komponen beban adalah bahan bangunan dan beban selubung bangunan.

 Bahan bangunan: Identifikasi bahan bangunan akan menentukan nilai transmitansi termal yang
BEM
menjadi salah satu variabel dalam perhitungan beban pendinginan.
 Beban selubung bangunan: OTTV (overall total transfer value) atau nilai perpindahan termal
menyeluruh adalah suatu nilai yang ditetapkan sebagai kriteria perancangan untuk dinding dan
kaca bagian luar bangunan gedung yang dikondisikan. Beban pendinginan yang berasal dari luar
melalui selubung bangunan, misalnya untuk gedung kantor satu Iantai, di Indonesia dapat
mencapai 40% hingga 50% dari beban pendingin seluruhnya pada waktu terjadi beban puncak.
NILAI
ASD EEC-1 ENERGY EFFICIENCY MEASURES MAKS
20
TUJUAN
EEC Mendorong penghematan konsumsi energi melalui aplikasi langkah-langkah efisiensi energi

PERKECUALIAN
WAC Untuk rumah sakit, tidak termasuk ruang-ruang tertentu, seperti laboratorium, ruang periksa, ruang
operasi, unit gawat darurat, ruang mayat, ruang sterilisasi, ruang peralatan khusus, ICU, dan ruang
MRC isolasi

TOLOK UKUR NILAI


IHC Poin untuk rating energi efisiensi ini didapat melalui 3 opsi:
Opsi 1. Perhitungan dengan energy modelling software
Opsi 2. Perhitungan dengan worksheet
BEM Opsi 3. Perhitungan per komponen

Metode perhitungan dapat dilakukan dengan:


1. EEC 1-1. Energy modelling software
Energy modelling software digunakan untuk menghitung konsumsi energi di gedung
baseline dan gedung designed. Selisih konsumsi energi dari gedung baseline dan
designed merupakan penghematan. Untuk setiap penghematan sebesar 2,5%, yang 20
dimulai dari penurunan energi sebesar 10% dari gedung baseline, mendapat nilai 1
poin dengan maksimum 20 poin (wajib untuk level platinum).

atau
2. EEC 1-2. Worksheet standar GBCI
Dengan menggunakan perhitungan worksheet, setiap penghematan 2% dari selisih
antara gedung designed dan baseline mendapat nilai 1 poin. Penghematan mulai 15
dihitung dari penurunan energi sebesar 10% dari gedung baseline. Worksheet
dimaksud disediakan oleh GBCI.
atau
3. EEC 1-3. Penghematan per komponen yang sudah ditentukan
Caranya adalah dengan memperhitungkan secara terpisah overall thermal transfer
value (OTTV) dari selubung bangunan dan mempertimbangkan pencahayaan buatan,
10
transportasi vertikal, dan coefficient of performance (COP).
 EEC 1-3-1 BUILDING ENVELOPE 5
2 2
Tiap penurunan 3 W/m dari nilai OTTV 45 W/m (SNI 03-6389-2000) 1
mendapatkan nilai 1 poin (sampai maksimal 5 poin).

• EEC 1-3-2 NON-NATURAL LIGHTING * 2


1. Menggunakan lampu dengan daya pencahayaan sebesar 30%, yang lebih
hemat daripada daya pencahayaan yang tercantum dalam SNI 03 6197-2000 1
2. Menggunakan 100% ballast frekuensi tinggi (elektronik) untuk ruang kerja 1

3. Zonasi pencahayaan untuk seluruh ruang kerja yang dikaitkan dengan sensor 1
gerak (motion sensor)
4. Penempatan tombol lampu dalam jarak pencapaian tangan pada saat buka 1
pintu
 EEC 1-3-3 VERTICAL TRANSPORTATION* 1
1. Lift menggunakan traffic management system yang sudah lulus traffic analysis 1
atau menggunakan regenerative drive system ASD
2. Menggunakan fitur hemat energi pada lift, menggunakan sensor gerak, atau 1
sleep mode pada eskalator
EEC
 EEC 1-3-4 COP 2
Menggunakan peralatan air conditioning dengan COP minimum 10% lebih besar 2
dari standar SNI 03-6390-2000 WAC
DOKUMEN YANG DINILAI
 Perhitungan melalui energy modelling software yang direkomendasikan GBCI atau hasil MRC
perhitungan dengan worksheet atau hasil perhitungan per komponen saat desain
 Perhitungan baru yang memasukkan semua unsur perubahan sesudah konstruksi
IHC
LATAR BELAKANG RATING
Rencana/desain hemat energi tidak semata-mata ranah ahli mechanical electrical, tetapi suatu hasil
dari kreativitas para perancang bangunan lintas bidang (arsitektur, struktur, ME, lighting specialist, BEM
dan arsitek lansekap). Sistem penilaian yang berbeda-beda ini dapat mendorong kreativitas, desain,
dan pelaksanaan yang terpadu.

Keterangan (*):
Non-natural lighting maksimum mendapat nilai 2.
Vertical transportation maksimum mendapat nilai 1.
NILAI
ASD EEC-2 NATURAL LIGHTING MAKS
4
TUJUAN
EEC Mendorong penggunaan pencahayaan alami yang optimal untuk mengurangi konsumsi energi dan
mendukung desain bangunan yang memungkinkan penggunaan pencahayaan alami seluas mungkin
PERKECUALIAN
WAC Untuk rumah sakit, tidak termasuk ruang periksa, laboratorium, ruang operasi, unit gawat darurat,
ruang mayat, ruang sterilisasi, ruang peralatan khusus, intensive care unit, dan ruang isolasi
TOLOK UKUR NILAI
MRC 1. Penggunaaan cahaya alami secara optimal sehingga minimal 30% luas lantai yang 2
digunakan untuk bekerja mendapatkan intensitas cahaya alami minimal sebesar 300
lux
IHC
Khusus untuk pusat perbelanjaan, minimal 20% luas lantai nonservice mendapatkan
intensitas cahaya alami minimal sebesar 300 lux
BEM
2. Jika butir satu dipenuhi lalu ditambah dengan adanya lux sensor untuk otomatisasi 2
pencahayaan buatan apabila intensitas cahaya alami kurang dari 300 lux, didapatkan
tambahan nilai 2 poin

DOKUMEN YANG DINILAI


Tolok ukur 1:
 Gambar denah setiap lantai, gambar denah tipikal, dan tampak yang memuat informasi tentang
semua bukaan dan perkiraan intensitas cahaya alaminya
 Gambar denah jendela dan detail
 Laporan pengukuran dengan lux meter secara acak terhadap ruangan

Tolok ukur 2:
 Salinan nota pembelian lux sensor
 Spesifikasi dapat berupa katalog lux sensor yang digunakan
 Gambar rencana mekanikal elektrikal yang menunjukkan perletakan lux sensor pada bangunan

LATAR BELAKANG RATING


Dengan pemaksimalan penggunaan tata cahaya alami, konsumsi tata cahaya buatan dapat
berkurang secara signifikan. Terlebih lagi, rata-rata konsumsi tata cahaya buatan di dalam gedung
perkantoran misalnya berkisar antara 20-35% dari total konsumsi energi gedung. Desain gedung
yang tepat dan penuh pertimbangan dapat dengan baik mengombinasikan tata cahaya alami dan
tata cahaya buatan sehingga penghematan energi yang signifikan dapat dicapai tanpa meningkatkan
beban AC. Hal ini dapat dicapai dengan meminimalkan radiasi matahari langsung masuk ke dalam
gedung dan mengeksploitasi cahaya langit.
NILAI
EEC-3 VENTILATION MAKS ASD
1
TUJUAN
Mendorong penggunaan ventilasi yang efisien di area publik (non-nett lettable area/NLA) untuk EEC
mengurangi penambahan beban energi
PERKECUALIAN
1. Untuk apartemen, tidak termasuk unit-unit WAC
2. Untuk rumah sakit, tidak termasuk koridor dan lobi lift
TOLOK UKUR NILAI MRC
Tidak mengondisikan (tidak memberi AC) ruang WC, tangga, koridor, dan lobi lift, serta 1
tidak melengkapi ruangan tersebut dengan sistem ventilasi
DOKUMEN YANG DINILAI IHC
 Gambar rencana mekanikal elektrikal yang menunjukkan ventilasi mekanik dan/atau gambar
rencana denah dan detail yang menggambarkan ventilasi alami BEM
 Hasil laporan verifier tentang:
 Gambar rencana mekanikal elektrikal yang menunjukkan ventilasi mekanik dan/atau gambar
rencana denah dan detail yang menggambarkan ventilasi alami
 Lokasi ventilasi terutama di ruang WC, tangga, koridor, dan lobi lift yang tidak dikondisikan

LATAR BELAKANG RATING


Ventillasi adalah proses pergantian udara di sebuah ruangan untuk mengontrol suhu atau menukar
kelembapan, bau, asap, panas, debu, bakteri, CO2, dan untuk mengisi kembali oksigen. Ventilasi
meliputi penukaran udara ke luar dan juga sirkulasi udara di dalam gedung. Hal ini adalah satu dari
faktor penting yang perlu ada untuk menjaga kualitas udara dalam ruangan agar dapat diterima
pengguna gedung dan sekaligus menekan biaya energi karena tidak mengondisikan ruangan.

Daerah-daerah di Indonesia memiliki iklim yang beragam. Untuk gedung-gedung yang ada di dataran
tinggi yang sejuk, ventilasi alami bisa dijadikan alternatif menarik untuk pendinginan dan
kenyamanan penggunanya. Namun, untuk daerah panas dan lembap seperti Jakarta, penggunaan
ventilasi alami hampir tidak cukup sehingga diperlukan ventilasi mekanis.
NILAI
ASD EEC-4 CLIMATE CHANGE IMPACT MAKS
1
TUJUAN
EEC Memberikan informasi atau pengertian bahwa pola konsumsi energi yang berlebihan akan
berpengaruh terhadap perubahan iklim
TOLOK UKUR NILAI
WAC Menyerahkan perhitungan pengurangan emisi CO2 yang didapatkan dari selisih kebutuhan 1
energi antara design building dan base building dengan menggunakan grade emission
factor (konversi antara CO2 dan energi listrik) yang telah ditetapkan dalam Keputusan DNA
MRC dalam B/277/Dep.III/LH/01/2009

DOKUMEN YANG DINILAI


IHC  Perhitungan melalui worksheet penghematan energi gedung dari EEC-1
 Perhitungan penghematan yang kemudian dikonversi menggunakan grade emission factor
(konversi antara CO2 dan energi listrik) yang telah ditetapkan dalam keputusan DNA dalam B-
BEM 277/Dep.III/LH/01/2009

Apabila ada perubahan setelah konstruksi, dilampirkan dokumen hasil perhitungan ulang dari item di
atas.
LATAR BELAKANG RATING
Global warming mengakibatkan dampak yang luas dan sangat serius, baik bagi lingkungan bio-
geofisik maupun bagi sosial-ekonomi manusia. Di antara dampak itu adalah kenaikan permukaan air
laut, peningkatan curah hujan dan banjir, perubahan iklim, migrasi fauna dan hama penyakit,
gangguan terhadap fungsi kawasan pesisir dan kota pantai, penurunan produktivitas lahan
pertanian, peningkatan risiko kanker dan wabah penyakit, dan sebagainya.

Negara-negara Asia Tenggara sangat rentan terhadap perubahan iklim, padahal perubahan iklim saat
ini sedang terjadi dan yang lebih parah lagi akan terus dihadapi jika tidak dilakukan tindakan mitigasi
secepatnya. Bila hal ini terjadi, bukan saja perubahan iklim yang harus menjadi masalah melainkan
juga pembangunan berkelanjutan. Lalu, usaha pengentasan kemiskinan pun menjadi terhambat.
NILAI
EEC-5 ON-SITE RENEWABLE ENERGY (BONUS) MAKS
ASD
5
TUJUAN
Mendorong penggunaan sumber energi baru dan terbarukan yang bersumber dari dalam tapak
EEC
TOLOK UKUR NILAI
Menggunakan sumber energi baru dan terbarukan. Setiap 0,5% daya listrik yang 1
dibutuhkan gedung yang dapat dipenuhi oleh sumber energi terbarukan mendapatkan 1 WAC
poin (sampai maksimal 5 poin).

DOKUMEN YANG DINILAI MRC


 Gambar detail tempat perletakan teknologi energi terbarukan
 Spesifikasi alat terpasang dari teknologi energi terbarukan
 Perhitungan energi yang dihasilkan oleh energi terbarukan pada desain IHC
 Perhitungan energi yang dihasilkan baru bila ada perubahan setelah konstruksi

LATAR BELAKANG RATING BEM


Ketergantungan pada sumber energi fosil saat ini masih sangat mendominasi pemenuhan kebutuhan
primer manusia. Untuk memotivasi pengurangan ketergantungan tersebut, apresiasi perlu dilakukan
terhadap penggunaan energi dari sumber terbarukan.
Water Conservation/WAC (Konservasi Air)

Prasyarat-1. Water metering (Pengukuran Penggunaan Air Bersih)


WAC-1. Water Use Reduction (Pengurangan Pemakaian Air)
WAC-2. Water Fixture (Pemilihan Alat Pengatur Keluaran Air) ASD
WAC-3. Water Recycling (Daur Ulang Air)
WAC-4. Alternative Water Resources (Sumber Air Alternatif)
WAC-5. Rainwater Harvesting (Pengumpulan Air Hujan) EEC
WAC-6. Water Efficiency Landscaping (Lansekap Hemat Air)

WAC
Latar Belakang Isu

MRC
Siklus iklim dan curah hujan di Indonesia menjadi terganggu dengan adanya perubahan iklim,
pemanasan global, pembalakan hutan, konversi lahan hijau, dan perusakan wetland yang tidak
terkendali. Selain itu, hal tersebut juga mengakibatkan keseimbangan neraca air serta ketersediaan IHC
air tanah dan air permukaan ikut terganggu. Di saat musim kemarau terjadi kekurangan air, dan di
saat musim hujan terjadi banjir. Berdasarkan perhitungan sumber daya air oleh Ditjen Sumber Daya
Air DPU, pulau Jawa, Bali, dan NTT mengalami defisit air terutama pada musim kemarau. Defisit ini BEM
akan bertambah parah dengan pertambahan penduduk dan meningkatnya kegiatan ekonomi.

3
Saat ini, kebutuhan total air di Indonesia mencapai 8,903 x 106 m dengan kenaikan sekitar 10% per
tahun. Di kawasan urban, pemenuhan kebutuhan ini mengandalkan sumber air olahan dari PDAM
dan eksploitasi air tanah. Penggunaan air bersih secara umum adalah untuk memenuhi kegiatan
mandi, cuci, kakus, minum, dan irigasi lansekap. Pola konsumsi air dalam kondisi urban seperti
Jakarta memerlukan 150 liter/jiwa/hari, sedangkan menurut kajian Pasific Institute (2006),
kebutuhan air rata-rata Indonesia adalah sekitar 80 liter/jiwa/hari. Angka-angka ini sangat boros
apabila dibandingkan dengan angka konsumsi air ideal, yaitu 50 liter/jiwa/hari.

Selain isu konsumsi air bersih, juga terjadi masalah dalam manajemen limbah (grey water dan black
water) di kawasan perkotaan, yang daya dukung lingkungannya rendah. Manajemen limbah yang
tidak terpadu mengakibatkan pencemaran badan air dan menurunkan kualitas lingkungan.
NILAI
ASD P1 WATER METERING MAKS
P
TUJUAN
Memfasilitasi pengontrolan penggunaan air sehingga dapat menjadi dasar penerapan manajemen
EEC
air yang lebih baik

TOLOK UKUR NILAI


WAC Pemasangan alat meteran air (volume meter) yang ditempatkan di lokasi-lokasi tertentu P
pada sistem distribusi air, sebagai berikut:
1. Satu volume meter di setiap sistem keluaran sumber air bersih seperti sumber PDAM
MRC
atau air tanah
2. Satu volume meter untuk memonitor keluaran sistem air daur ulang
3. Satu volume meter dipasang untuk mengukur tambahan keluaran air bersih apabila dari
IHC
sistem daur ulang tidak mencukupi

BEM DOKUMEN YANG DINILAI


 Gambar rencana mekanikal elektrikal untuk sistem plambing yang mengindikasikan lokasi
meteran air
 Spesifikasi produk, dapat berupa brosur atau keterangan pabrik untuk meteran volume air

LATAR BELAKANG RATING


Selama ini kita selalu berpikir bahwa air adalah sumber alam yang tak terhingga, sehingga kita tidak
memperlakukannya secara hemat. Tidak adanya manajemen air berdampak pada timbulnya krisis air
yang kita rasakan sekarang ini. Pentingnya upaya pengukuran, pencatatan, pengontrolan, dan
evaluasi merupakan upaya dasar dari manajemen air untuk mencegah terjadi pemborosan. Untuk
itu, diperlukannya suatu kontrol melalui meteran air yang permanent, baik untuk pihak pengelola
gedung maupun pihak pemakai fasilitas air.
NILAI
WAC-1 WATER USE REDUCTION MAKS ASD
8
TUJUAN
Meningkatkan penghematan penggunaan air bersih yang akan mengurangi beban konsumsi air EEC
bersih dan mengurangi keluaran air limbah
TOLOK UKUR NILAI
1. Konsumsi air bersih dengan jumlah tertinggi 80% dari sumber primer tanpa mengurangi 1 WAC
jumlah kebutuhan per orang sesuai dengan SNI 03-7065-2005 seperti pada tabel
terlampir MRC
2. Setiap penurunan konsumsi air bersih dari sumber primer sebesar 5% sesuai dengan 7
acuan pada poin 1 akan mendapatkan nilai 1 dengan dengan nilai maksimum sebesar 7
IHC
poin.

DOKUMEN YANG DINILAI


 Perhitungan melalui worksheet yang direkomendasikan oleh GBCI
BEM
LATAR BELAKANG RATING
Di Indonesia, air tanah semakin langka di daerah perkotaan besar karena infiltrasi air berkurang.
Penurunan air tanah untuk mengisi ulang di kota-kota berbanding lurus dengan peningkatan trotoar
dan atap daerah. Selain itu, kepadatan penduduk yang tinggi telah menyebabkan konsumsi air tanah
juga tinggi (Srinivas, 2007).

Kondisi pemakaian di Indonesia yang lebih banyak bergantung pada kebutuhan hidup yang semakin
meningkat beriringan dengan meningkatnya perekonomian. Selain itu, orang Indonesia lebih banyak
menggunakan air karena kondisi iklimnya tropis, sehingga negeri ini memerlukan aspek sanitasi yang
lebih banyak, baik untuk mandi, mencuci, maupun untuk keperluan ibadah. Budaya penggunaan air
untuk sanitasi di Indonesia cukup mengakar.
NILAI
ASD WAC-2 WATER FIXTURES MAKS
3
TUJUAN
EEC Memfasilitasi upaya penghematan air dengan pemasangan water fixture efisiensi tinggi
TOLOK UKUR NILAI
1 A. Penggunaan water fixture yang sesuai dengan kapasitas buangan di bawah standar 1
WAC maksimum kemampuan alat keluaran air sesuai dengan lampiran (Tabel 4), pada
tekanan air 3 bar, sejumlah minimal 25% dari total pengadaan produk water fixture

MRC atau
B. Penggunaan water fixture yang sesuai dengan kapasitas buangan di bawah standar 2
maksimum kemampuan alat keluaran air sesuai dengan lampiran (Tabel 4), pada
IHC tekanan air 3 bar, sejumlah minimal 50% dari total pengadaan produk water fixture

atau
BEM C. Penggunaan water fixture yang sesuai dengan kapasitas buangan di bawah standar 3
maksimum kemampuan alat keluaran air sesuai dengan lampiran (Tabel 4), pada
tekanan air 3 bar, sejumlah minimal 75% dari total pengadaan produk water fixture

DOKUMEN YANG DINILAI


 Gambar diagram yang menunjukkan sistem distribusi air
 Gambar rencana kamar mandi dan detail
 Spesifikasi produk water fixures

LATAR BELAKANG RATING


Penggunaan air untuk kegiatan sanitasi masih sangat diperlukan karena keberadaan air identik
dengan kebersihan. Untuk fixture sanitasi, selain tiga tipe dasar toilet yang umum (gravity, valve, dan
pressured) juga ada peturasan (urinal) untuk tempat buang air kecil bagi laki-laki. Untuk sistem
keran, termasuk bentuk keran tembok (faucets) dan keran wastafel (lavatory). Sedangkan untuk
mandi, penggunaan fixtures adalah dalam bentuk shower (Fadem and Conant, 2008).

Kondisi pemborosan air juga dipengaruhi kurangnya kesadaran dan perilaku hemat air, seperti lupa
menutup keran dan kurangnya perawatan pada water fixtures. Usaha untuk melaksanakan
penghematan air kini semakin berkembang dengan banyaknya produk peralatan plambing yang
semakin menekankan penghematan air. Upaya penghematan air dari teknologi keran dan toilet
cukup berperan dalam menghemat penggunaan air, bisa sekitar 30% dari total kebutuhan air
domestik. Penggunaan air bersih untuk menyiram toilet kini juga disadari tidak perlu diilakukan.
NILAI
WAC-3 WATER RECYCLING MAKS ASD
1
TUJUAN
Menyediakan air dari sumber daur ulang air limbah gedung untuk mengurangi kebutuhan air dari EEC
sumber air utama
PERKECUALIAN
Untuk rumah sakit, tidak termasuk ruang-ruang tertentu, antara lain sink pada laboratorium, ruang WAC
periksa, ruang operasi, ruang unit gawat darurat, ruang mayat, ruang sterilisasi, ruang peralatan
khusus, ruang intensive care unit, dan ruang isolasi
MRC
TOLOK UKUR NILAI
Instalasi daur ulang air dengan kapasitas yang cukup untuk kebutuhan seluruh sistem 1
flushing, irigasi, dan make up water cooling tower (jika ada) IHC

DOKUMEN YANG DINILAI


 Gambar mekanikal elektrikal untuk sistem daur ulang (recycle) air BEM
 Spesifikasi produk alat daur ulang air yang hasil keluarannya tidak melebihi standar Keputusan
Menteri No. 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Kotor Domestik

LATAR BELAKANG RATING


Daur ulang air adalah penggunaan kembali air bekas pakai yang melalui pengolahan air kotor untuk
menghilangkan kontaminan menjadi air yang dapat digunakan kembali (Maczulak, 2010). Air kotor
(graywater) yang dapat diproses kembali menjadi air bersih berasal dari wastafel dan shower, dan
dapat dikumpulkan kembali serta ditampung dalam tangki di bawah tanah (basement) atau di lantai
dasar. Air ini dapat digunakan untuk menggelontor toilet, make up cooling water, dan irigasi
lansekap. Air hujan untuk irigasi tidak perlu diolah sebagai upaya reuse. Namun, kondisi hujan yang
tidak menentu terkadang membuat ketersediaannya menjadi berkurang sehingga tetap memerlukan
penyiraman manual.
NILAI
ASD WAC-4 ALTERNATIVE WATER RESOURCES MAKS
2
TUJUAN
EEC Menggunakan sumber air alternatif yang diproses sehingga menghasilkan air bersih untuk
mengurangi penggunaan dari sumber air utama
TOLOK UKUR NILAI
WAC 1 A. Menggunakan salah satu dari tiga alternatif sebagai berikut: air kondensasi AC, air 1
bekas wudu, atau air hujan
atau
MRC
B. Menggunakan lebih dari satu sumber air dari ketiga alternatif di atas 2
DOKUMEN YANG DINILAI
IHC  Gambar diagram yang menunjukkan sistem pengambilan air alternatif
 Spesifikasi teknis alat daur ulang dari produsen
 Laporan pengukuran hasil uji kualitas air dari laboratorium secara mandiri (independent) sesuai
BEM dengan kriteria Peraturan Menteri Kesehatan No. 416 Tahun 1990 tentang Syarat-syarat dan
Pengawasan Kualitas Air, seperti terlihat pada Lampiran 2
LATAR BELAKANG RATING
Dalam Permen PU No. 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung
dikatakan bahwa kebutuhan sumber air, yang meliputi sistem air minum, harus direncanakan dan
dipasang dengan mempertimbangkan sumber air minum, kualitas air bersih, sistem distribusi, dan
penampungannya. Sumber air minum dapat diperoleh dari sumber air berlangganan dan/atau
sumber air lainnya yang memenuhi persyaratan kesehatan sesuai dengan pedoman dan standar
teknis yang berlaku.
NILAI
WAC-5 RAINWATER HARVESTING MAKS ASD
3
TUJUAN
Mendorong penggunaan air hujan/limpasan air hujan sebagai salah satu sumber air EEC
TOLOK UKUR NILAI
1 A. Instalasi tangki penyimpanan air hujan berkapasitas 50% dari jumlah air hujan yang 1
jatuh di atas atap bangunan sesuai dengan kondisi intensitas curah hujan tahunan WAC
setempat menurut BMKG dalam waktu 10 menit
atau MRC
B. Instalasi tangki penyimpanan air hujan berkapasitas 75% dari perhitungan di atas 2
atau
C. Instalasi tangki penyimpanan air hujan berkapasitas 100% dari perhitungan di atas 3 IHC
DOKUMEN YANG DINILAI
 Perhitungan kapasitas tangki terhadap curah hujan setempat
 Gambar mekanikal elektrikal yang menunjukkan tempat penampungan BEM

LATAR BELAKANG RATING


Indonesia secara umum memiliki curah hujan yang relatif tinggi serta bulan basah yang relatif
panjang sehingga potensial untuk dijadikan salah satu sumber air. Tapi, pada kenyataannya, air
hujan hanya dibuang ke saluran kota dan tidak dapat diserapkan kembali ke tanah. Saluran kota pun
memiliki kemampuan yang terbatas sehingga ketika musim hujan tiba sering terjadi bencana banjir.
Pemanfaatan air hujan sebagai sumber air harus didorong karena rendahnya kualitas sumber air
bersih permukaan dan upaya mengonservasi sumber air bawah tanah.
NILAI
ASD WAC-6 WATER EFFICIENCY LANDSCAPING MAKS
3
TUJUAN
EEC Efisiensi dalam lansekap lebih ditujukan kepada upaya untuk meminimalisasi penggunaan sumber air
bersih dari air tanah dan PDAM untuk kebutuhan irigasi lansekap, dan menggantinya dengan sumber
air lain selain kedua sumber air di atas.
WAC
PERKECUALIAN
Untuk apartemen, tidak termasuk planter box di unit-unitnya
MRC
TOLOK UKUR NILAI
1. Seluruh air yang digunakan untuk irigasi gedung tidak berasal dari sumber air tanah 1
dan/atau PDAM
IHC
2. Menerapkan sistem instalasi untuk irigasi yang dapat mengontrol kebutuhan air untuk 2
lansekap yang tepat, sesuai dengan kebutuhan tanaman
BEM
DOKUMEN YANG DINILAI
Tolok ukur 1:
 Gambar diagram yang menunjukkan sistem irigasi lansekap

Tolok ukur 2:
 Perhitungan melalui worksheet mengenai irigasi tanaman yang dikaitkan dengan sistem
otomatisasi dari irigasi
 Gambar mekanikal elektrikal yang menunjukkan sistem irigasi lansekap dengan sistem
otomatisasinya

LATAR BELAKANG RATING


Sumber kebutuhan air untuk lansekap di Indonesia pada umumnya berasal dari air tanah, sedangkan
isu di perkotaan Indonesia salah satunya adalah ancaman dari akibat penggunaan air tanah yang
berlebihan. Karena itu, perlu didorong suatu praktik irigasi lansekap yang lebih efisien dalam
penggunaan air.

Desain lanskap di Indonesia juga masih mementingkan selera dan masih sedikit yang berorientasi
kepada keberlanjutan lingkungan. Sering sekali, baik tanaman yang digunakan maupun teknik
penanamanannya, menyebabkan kebutuhan irigasi yang tinggi. Cara irigasi yang tidak tepat juga
mengakibatkan rendahnya efektivitas irigasi yang dilakukan. Dengan menerapkan teknik irigasi dan
desain penanaman yang tepat diharapkan dapat diturunkan kebutuhan air irigasi. Penggunaan air
untuk lansekap disesuaikan dengan masa tumbuh tanaman sehingga diperlukan teknologi yang tepat
untuk menyesuaikan ketersediaan air dengan kebutuhan tanaman.
Material Resources and Cycle/MRC (Sumber dan Siklus Material)

Prasyarat-1. Fundamental Refrigerant (Aplikasi Refrigerant Fundamental)


MRC-1. Building and Material Reuse (Penggunaan Kembali Gedung dan Material Bekas)
ASD
MRC-2. Environmentally Process Product (Produk yang Proses Pembuatannya Ramah
Lingkungan)
MRC-3. Non-ODS Usage (Penggunaan Bahan yang Tidak Mengandung ODS)
MRC-4. Certified Wood (Kayu Bersertifikasi) EEC
MRC-5. Modular design (Desain yang Menggunakan Material Modular)
MRC-6. Regional Material (Material yang Tersedia dari Tempat yang Berdekatan)
WAC
Latar Belakang Isu
MRC
Pembalakan hutan dan eksploitasi yang tidak dikelola dengan baik dapat menghancurkan kekayaan
sumber daya alam yang ada. Arti penting hutan tidak hanya sebagai sumber material melainkan juga
IHC
untuk melindungi bumi dari pemanasan global, menjaga tatanan sistem air, dan mempertahankan
daya dukung ekosistem. Untuk menjaga keberlangsungan sumber daya terbarui ini, diperlukan suatu
tatanan dan pengelolaan yang baik.
BEM

Untuk menahan eksploitasi laju sumber daya alam tidak terbarui, diperlukan upaya memperpanjang
daur hidup material. Proses ini dimulai dari tahap eksploitasi produk, pengolahan dan produksi,
desain bangunan dan aplikasi yang efisien (reduce), hingga upaya memperpanjang masa akhir pakai
produk material. Pada tahap eksploitasi dan transportasi material perlu diperhatikan jejak ekologis
dan jejak karbon yang ditinggalkan. Untuk itu, minimalisasi jejak karbon dapat dilakukan dengan
menggunakan produk lokal setempat. Dalam pemilihan material, perlu diperhatikan dampaknya
pada manusia dan lingkungan hidup, dengan tidak menggunakan bahan beracun dan berbahaya
(B3). Untuk memperpanjang daur produk material, diperlukan upaya penggunaan kembali (reuse)
atau proses daur ulang (recycle).

Dengan menjaga keberlanjutan alam melalui pengelolaan daur hidup material yang lebih baik,
diharapkan pembangunan green building dapat menjadi salah satu media pembangunan
berkelanjutan, yang akan membawa Indonesia menuju kondisi seimbang dalam pembangunan dan
pelestarian alam.
NILAI
ASD P1 FUNDAMENTAL REFRIGERANT MAKS
P
TUJUAN
EEC Mencegah pemakaian bahan perusak ozon (BPO) yang mempunyai ozone depleting potential (ODP)
sama atau lebih besar dari 1 yang dapat merusak lapisan ozon di stratosfer
TOLOK UKUR NILAI
WAC Tidak menggunakan chloro fluoro carbon (CFC) sebagai refrigeran dan halon sebagai P
bahan pemadam kebakaran
DOKUMEN YANG DINILAI
MRC  Spesifikasi produk peralatan air conditioning dan sistem pemadam kebakaran

LATAR BELAKANG RATING


Di udara, CFC dan halon bereaksi di area stratosfer dan menghancurkan lapisan ozon. Di lain pihak,
IHC lapisan ozon memiliki peran dalam mengurangi radiasi sunar UV-B yang sampai ke permukaan bumi.
Sinar UV-B ini memberikan efek negatif pada manusia, seperti membakar kulit, menyebabkan kanker
kulit, dan melemahkan sistem kekebalan tubuh. Sedangkan efek negatifnya bagi ekosistem adalah
BEM punahnya populasi plankton di lautan dan rusaknya tanaman, termasuk pertanian. Berdasarkan
Montreal Protocol tahun 1987, penghapusan CFC dan halon dilakukan secara bertahap dengan
target phase out 100% di tahun 2006, dan halon di tahun 2010 untuk Indonesia sebagai negara
berkembang (Article V).
NILAI
MRC-1 BUILDING AND MATERIAL REUSE MAKS ASD
2
TUJUAN
Menggunakan material bekas bangunan lama dan/atau dari tempat lain untuk mengurangi
EEC
penggunaan bahan mentah yang baru, sehingga dapat mengurangi limbah pada pembuangan akhir
serta memperpanjang usia pemakaian suatu bahan material
TOLOK UKUR NILAI
1. Menggunakan kembali semua material bekas, baik dari bangunan lama maupun 1
WAC
tempat lain, berupa bahan struktur utama, fasad, plafon, lantai, partisi, kusen, dan
dinding, setara minimal 10% dari total biaya material baru yang bersangkutan (struktur
utama, fasad, plafon, lantai, partisi, kusen, dan dinding) MRC
atau
2. Menggunakan kembali semua material bekas, baik dari bangunan lama maupun 2
tempat lain, berupa bahan struktur utama, fasad, plafon, lantai, partisi, kusen, dan IHC
dinding, setara minimal 20% dari total biaya material baru yang bersangkutan (struktur
utama, fasad, plafon, lantai, partisi, kusen, dan dinding)
DOKUMEN YANG DINILAI BEM
 Perhitungan perbandingan biaya total material lama terhadap total biaya material lama* dan
baru yang sesuai dengan tolok ukur
 Foto material bekas yang terpasang pada elemen gedung (struktur utama, fasad, plafon, lantai,
partisi, kusen, dan dinding)
LATAR BELAKANG RATING
Ketersediaan sumber daya alam yang beragam di Indonesia mendorong munculnya produksi
material yang tak kalah beragamnya. Hal tersebut berdampak positif dan membuat kalangan industri
bangunan, terutama desainer, terstimulasi untuk melakukan eksplorasi desain dengan keragaman
material yang tersedia. Dengan kondisi tersebut, penggunaan ulang material bekas kurang populer
di kalangan industri bangunan dan cenderung ditujukan ke pengembangan desain, yang bukan
dalam tujuan misi penyelamatan lingkungan. Penggunaan bangunan dan material bahan bekas
memiliki tiga isu yang cukup penting. Dari aspek lingkungan, ia berperan dalam mengurangi beban
tempat pembuangan akhir (TPA) kota dari sampah konstruksi akibat pembongkaran. Dari aspek
ekonomi, bagi pemilik gedung hal itu tentu menghemat biaya konstruksi dan dapat menciptakan
lapangan kerja secara tidak langsung bagi pihak ketiga yang mengumpulkan barang-barang bekas
tersebut. Dari aspek sosial, ia menstimulasi pelestarian bangunan bersejarah yang bernilai bagi
identitas kota.
Keterangan (*)
Harga lama dikonversi sesuai dengan harga yang paling baru.
NILAI
ASD MRC-2 ENVIRONMENTALLY PROCESS PRODUCT MAKS
2
TUJUAN
Menggunakan bahan bangunan hasil fabrikasi yang menggunakan bahan baku dan proses produksi
EEC
ramah lingkungan
TOLOK UKUR NILAI
WAC 1. Menggunakan material yang bersertifikat ISO 14001 terbaru dan/atau sertifikasi lain 1
yang setara dan direkomendasikan oleh GBCI. Material tersebut minimal bernilai 30%
dari total biaya material.
2. Menggunakan material yang merupakan hasil proses daur ulang senilai minimal 5% 1
MRC
dari total biaya material
3. Menggunakan material yang bahan baku utamanya berasal dari sumber daya 1
terbarukan dengan masa panen jangka pendek (<10 tahun) senilai minimal 2% dari
IHC total biaya material
DOKUMEN YANG DINILAI
Tolok ukur 1:
BEM  Spesifikasi material yang bersertifikat
 Perhitungan perbandingan biaya total material bersertifikat terhadap total biaya material
 Surat pernyataan dari pihak produsen bahwa bahwa produknya bersertifikat ISO 14001 (dapat
berupa salinan dokumen sertifikasi ISO 14001 atau setingkatnya)
 Surat pernyataan dari pihak supplier bahwa kuantitas material ISO 14001 yang dibeli oleh pihak
kontraktor atau owner, dengan melampirkan surat pengantar barang (SPB)
Tolok ukur 2:
 Spesifikasi material daur ulang
 Perhitungan perbandingan biaya total material hasil daur ulang terhadap total biaya material
 Surat pernyataan dari pihak produsen bahwa produknya berasal dari proses daur ulang
 Surat pernyataan dari pihak supplier bahwa kuantitas material daur ulang yang dibeli oleh
pihak kontraktor atau owner, dengan melampirkan SPB
Tolok ukur 3:
 Spesifikasi material berbahan baku dari sumber daya terbarukan dengan masa penen jangka
pendek
 Perhitungan perbandingan biaya total material berbahan baku dari sumber daya terbarukan
dengan masa panen jangka pendek terhadap total biaya material
 Surat pernyataan dari pihak produsen bahwa produknya berasal dari sumber terbarukan
dengan masa panen jangka pendek
 Surat pernyataan dari pihak supplier bahwa kuantitas material dari sumber terbarukan dengan
masa panen jangka pendek telah dibeli oleh pihak kontraktor atau owner, dengan melampirkan
SPB
LATAR BELAKANG RATING
Pertimbangan dalam menggunakan material tidak hanya berdasarkan berbahaya atau tidaknya
kandungan di dalamnya terhadap manusia dan lingkungan. Sistem produksi atau fabrikasi material
juga patut menjadi bahan pertimbangan dalam memilih. Hal tersebut bertujuan untuk menghindari
atau meminimalisasi kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh pembuatan material gedung.
Pemilihan material yang dapat didaur ulang untuk menghasilkan material baru juga harus mulai
diperhitungkan mengingat hal tersebut dapat mengurangi limbah yang membebani TPA. Selain itu,
konsumsi energi menjadi berkurang karena tidak diperlukan untuk mengekstrasi bahan baku dalam
pengolahannya. Penggunaan sumber daya alam terbarukan dengan masa panen jangka pendek juga
dapat dikatakan ramah lingkungan dikarenakan terdapat keseimbangan antara penggunaan dan
pelestarian.

ASD

EEC

WAC

MRC

IHC

BEM
NILAI
ASD MRC-3 NON-ODS USAGE MAKS
1
TUJUAN
EEC Menggunakan bahan dengan zero ODP
TOLOK UKUR NILAI
Tidak menggunakan bahan perusak ozon pada seluruh sistem bangunan 1
WAC DOKUMEN YANG DINILAI
 Spesifikasi produk tentang peralatan air conditioning dan sistem pemadam kebakaran
LATAR BELAKANG RATING
MRC Protokol Montreal secara bertahap menghapuskan material yang masih mengandung sifat ODP.
Tahap penghapusan dilakukan berdasarkan tingkat ODP yang dimilikinya. Pada tahapan awal,
penghapusan ditujukan pada tingkat ODP yang lebih besar dari 1. Tahapan selanjutnya ditujukan
IHC pada bahan dengan tingkat ODP 0. Dalam rangka merespons Protokol Montreal tersebut, diperlukan
suatu sistem yang menggerakkan pasar agar mulai untuk tidak menggunakan bahan yang memiliki
ODP.
BEM
NILAI
MRC-4 CERTIFIED WOOD MAKS ASD
2
TUJUAN
Menggunakan bahan baku kayu yang dapat dipertanggungjawabkan asal-usulnya untuk melindungi
EEC
kelestarian hutan
TOLOK UKUR NILAI
1. Menggunakan bahan material kayu yang bersertifikat legal sesuai dengan Peraturan 1
Pemerintah tentang asal kayu (seperti faktur angkutan kayu olahan/FAKO, sertifikat
WAC
perusahaan, dan lain-lain) dan sah terbebas dari perdagangan kayu ilegal sebesar
100% biaya total material kayu
2. Jika 30% dari butir di atas menggunakan kayu bersertifikasi dari pihak Lembaga 1 MRC
Ekolabel Indonesia (LEI) atau Forest Stewardship Council (FSC)
DOKUMEN YANG DINILAI
Tolok ukur 1: IHC
 Spesifikasi kayu bersertifikat legal sesuai dengan peraturan pemerintah
 Perhitungan perbandingan biaya material kayu bersertifikat legal pemerintah terhadap total
biaya kayu BEM
 Surat pernyataan dari pihak produsen bahwa produknya legal (dapat berupa salinan dokumen
sertifikat legal kayu)
 Surat pernyataan dari pihak supplier bahwa kuantitas kayu bersertifikat legal dibeli oleh pihak
kontraktor atau owner, dengan melampirkan SPB

Tolok ukur 2:
 Spesifikasi kayu bersertifikasi internasional yang digunakan dari pihak QS
 Perhitungan perbandingan biaya material kayu bersertifikat LEI atau FSC terhadap total biaya
kayu
 Surat pernyataan dari pihak produsen bahwa produknya legal (dapat berupa salinan dokumen
salinan sertifikat LEI atau FSC kayu)
 Surat pernyataan dari pihak supplier bahwa kuantitas kayu bersertifikat LEI atau FSC dibeli oleh
pihak kontraktor atau owner, dengan melampirkan SPB
LATAR BELAKANG RATING
Penebangan yang tidak terkendali dapat menyebabkan kehancuran hutan, punahnya hewan liar,
erosi tanah, sedimentasi sungai, polusi udara, dan timbulnya sampah. Oleh karena itu, diperlukan
sistem pengaturan melalui proses sertifikasi kayu yang menjamin bahwa hasil kayu tersebut tidak
melalui penebangan liar. Di sisi lain, kayu yang telah bersertifikat juga memberikan perlindungan
bagi para petani kayu dari para tengkulak yang bisa menaikkan pendapatan sekitar 5-10% dari sistem
konvensional.
NILAI
ASD MRC-5 MODULAR DESIGN MAKS
1
TUJUAN
Meningkatkan efisiensi dalam penggunaan material dan mengurangi sampah konstruksi
EEC
TOLOK UKUR NILAI
Desain yang menggunakan material modular atau prafabrikasi (tidak termasuk 1
equipment) sebesar 30% dari total biaya material
WAC
DOKUMEN YANG DINILAI
 Spesifikasi material modular atau prafabrikasi
MRC  Perhitungan perbandingan biaya material modular atau prafabrikasi terhadap total biaya material
 Surat pernyataan dari pihak supplier bahwa kuantitas material modular atau pra fabrikasi dibeli
oleh kontraktor atau owner, dengan melampirkan SPB
LATAR BELAKANG RATING
IHC Penggunaan material modular atau prafabrikasi juga berkontribusi dalam mengurangi beban TPA
kota akibat aktivitas konstruksi. Hal ini dikarenakan sistem penggunaan dan pemasangan material
dapat langsung disesuaikan dengan kebutuhan bangunan berdasarkan pemesanan. Sampah yang
BEM dihasilkan dari konstruksi material modular atau prafabrikasi cenderung lebih sedikit dari sampah
yang dihasilkan dengan cara konvensional. Ditambah lagi, sampah tersebut langsung dapat
dikembalikan kepada pihak produsennya untuk diolah kembali. Dari aspek ekonomi, penggunaan
material modular atau prafabrikasi dapat meningkatkan efisiensi biaya konstruksi dikarenakan
cenderung cepat dan mudah untuk diimplementasikan.
NILAI
MRC-6 REGIONAL MATERIAL MAKS ASD
2
TUJUAN
Mengurangi jejak karbon dan mendorong pertumbuhan ekonomi dalam negeri
EEC
TOLOK UKUR NILAI
1. Menggunakan material yang lokasi asal bahan baku utama atau fabrikasinya berada di 1
dalam radius 1.000 km dari lokasi proyek mencapai 50% dari total biaya material WAC
2. Apabila material di atas berasal dari dalam wilayah Republik Indonesia mencapai 80% 1
dari total biaya material
DOKUMEN YANG DINILAI
MRC
Tolok ukur 1:
 Spesifikasi material yang berada dalam radius 1.000 km dari lokasi proyek
 Perhitungan perbandingan biaya material yang berada dalam radius 1.000 km terhadap total IHC
biaya material
 Surat pernyataan dari pihak supplier bahwa kuantitas material yang berada dalam radius 1.000
km dibeli oleh kontraktor atau owner, dengan melampirkan SPB BEM
Tolok ukur 2:
 Spesifikasi material yang berada dalam wilayah Republik Indonesia
 Perhitungan perbandingan biaya material yang berada dalam wilayah Republik Indonesia
terhadap total biaya material
 Surat pernyataan dari pihak supplier bahwa kuantitas material yang berada dalam wilayah
Republik Indonesia dibeli oleh kontraktor atau owner, dengan melampirkan SPB
LATAR BELAKANG RATING
Pembelian material pada kawasan yang berdekatan berangkat dari dua isu penting. Pertama, dengan
membeli material yang radiusnya cenderung dekat berarti memperkecil jejak karbon yang dihasilkan
oleh moda transportasi untuk pengangkutannya ke lokasi proyek. Kedua, penggunaan material pada
kawasan berdekatan memiliki kemungkinan yang lebih besar bahwa produk tersebut merupakan
hasil produksi dalam negeri, sehingga berdampak pada peningkatan pendapatan dalam negeri atau
daerah setempat.
Indoor Air Health and Comfort/IHC (Kualitas Udara dan Kenyamanan Ruangan)
ASD
Prasyarat-1. Outdoor Air Introduction (Introduksi Udara Luar Ruang)
IHC-1. CO2 Monitoring (Pemantauan Kadar CO2)
IHC-2. Environmental Tobacco Smoke (Pengendalian Lingkungan atas Asap Rokok) EEC
IHC-3. Chemical Pollutants (Polutan Kimia)
IHC-4. Outside View (Pemandangan ke Luar Ruang)
IHC-5. Visual Comfort (Kenyaman Visual) WAC
IHC-6. Thermal Comfort (Kenyamanan Termal Ruangan)
IHC-7. Acoustic Level (Tingkat Kebisingan di Dalam Ruang)
MRC
Latar Belakang Isu

Kualitas udara dalam ruang sangat memengaruhi kesehatan manusia, karena hampir 90% hidup IHC
manusia berada dalam ruangan. Kualitas udara dalam ruang yang buruk dapat menimbulkan gejal-
gejala gangguan kesehatan pada manusia, yang biasa disebut dengan sick building syndrom (SBS),
seperti sakit kepala, pusing, batuk, sesak napas, bersin-bersin, pilek, iritasi mata, pegal-pegal, mata BEM
kering, gejala flu, dan depresi. Keadaan seperti ini berpotensi menurunkan produktivitas kerja.

Sumber pencemaran di dalam ruangan antara lain adalah pencemaran dari alat-alat di dalam
gedung, pencemaran di luar gedung, pencemaran akibat bahan bangunan, dan gangguan ventilasi
udara berupa kurangnya udara segar yang masuk, buruknya distribusi udara, dan kurangnya
perawatan sistem ventilasi. Selain oleh sumber pencemaran, kualitas udara dalam ruang juga
dipengaruhi oleh pengondisian udara. Pada umumnya suhu udara di Indonesia tinggi, 250-350C,
dengan kelembapan yang juga relatif tinggi, yaitu 44-98%. Pengendalian kualitas udara dalam ruang
memerlukan strategi yang baik sehingga produktivitas manusia serta tingkat okupansi gedung dapat
berlangsung secara optimal.
NILAI
ASD P-1 OUTDOOR AIR INTRODUCTION MAKS
P
TUJUAN
Menjaga dan meningkatkan kualitas udara di dalam ruangan dengan melakukan introduksi udara
EEC
luar ruang
TOLOK UKUR NILAI
WAC Desain ruangan yang menunjukkan adanya potensi introduksi udara luar minimal sesuai P
dengan Standar SNI 03-6572-2001 Tabel. 4.4.2
DOKUMEN YANG DINILAI
MRC  Perhitungan yang menunjukkan jumlah introduksi udara luar sesuai dengan standar SNI yang
ditentukan
LATAR BELAKANG RATING
IHC Indonesia merupakan negara tropis dengan kondisi udara yang panas dan kelembapan yang tinggi.
Oleh karena itu, bangunan di Indonesia yang tidak memiliki sistem pengondisian udara sangat
bergantung pada jendela-jendela ukuran besar sebagai media untuk pemasukan atau pergantian
BEM udara dari luar ke dalam. Hal ini bertujuan untuk mengatasi pengap di dalam bangunan melalui
penggantian udara yang lebih segar dari luar bangunan (Nediaskha, 2002; Sobasi, 1997).

Sumber pencemaran udara dalam ruang dapat berasal dari udara luar ruang dan dari dalam
ruangan. Kualitas udara dalam ruang yang buruk dapat menurunkan produktivitas dan mengganggu
kenyamanan penghuni gedung. Ventilasi mengurangi pencemaran udara di dalam ruangan karena
aliran udara yang masuk ke dalam ruangan mampu melakukan pengenceran dan pembersihan zat
pencemar. Oleh karena itu, diperlukan tingkat ventilasi minimum yang memadai pada suatu
bangunan.
NILAI
IHC-1 CO2 MONITORING MAKS ASD
1
TUJUAN
Memonitor konsentrasi CO2 dalam mengatur masukan udara segar sehingga menjaga kesehatan
EEC
pengguna gedung
TOLOK UKUR NILAI
Untuk ruangan tertentu, antara lain banquet, ruang rapat umum, general office (ruangan 1 WAC
dengan kepadatan tinggi) dilengkapi dengan instalasi sensor gas karbon dioksida (CO2)
yang memiliki mekanisme untuk mengatur jumlah ventilasi udara luar sehingga
konsentrasi C02 di dalam ruangan tidak lebih dari 1.000 ppm, sensor diletakkan 1,5 m di
MRC
atas lantai dekat return air grill.
DOKUMEN YANG DINILAI
 Gambar denah bangunan yang menunjukkan perletakan sensor CO2
 Spesifikasi alat sensor CO2 terpasang IHC
 Gambar diagram yang menunjukkan mekanisme pengaturan ventilasi udara luar pada saat
konsentrasi CO2 lebih dari 1000 ppm
BEM
LATAR BELAKANG RATING
Sumber utama CO2 di gedung perkantoran berasal dari respirasi penghuni bangunan. Konsentrasi
CO2 yang tinggi dapat membuat konsentrasi O2 berkurang, sehingga menyebabkan kesulitan
bernapas bahkan keracunan pada pengunanya. Peningkatan kadar CO2 dalam ruangan juga memiliki
korelasi positif terhadap peningkatan prevalensi dari satu atau lebih gejala sick building syndrome
(SBS), berupa sakit kepala, kelelahan, iritasi mata, iritasi hidung, dan gangguan saluran pernapasan
(Seppanen et, al, 1999). Untuk itu, diperlukan sistem monitor kandungan CO2 yang dapat menjaga
konsentrasi CO2 dalam ruangan dengan bukaan ventilasi.
NILAI
ASD IHC-2 ENVIRONMENTAL TOBACCO SMOKE MAKS
2
TUJUAN
Mengurangi lingkungan yang tercemar asap rokok dan paparannya kepada para pengguna gedung,
EEC
permukaan ruangan di dalam gedung, serta instalasi ventilasi yang benar di dalam ruangan gedung
PERKECUALIAN
WAC 1. Untuk rumah sakit, ini tidak berlaku.
2. Untuk hotel, disediakan lantai khusus untuk kamar tamu perokok, atau dibuat insulasi
antarkamar untuk mencegah asap rokok berinfiltrasi ke kamar lain.
3. Untuk apartement, tolok ukur ditambah dengan disediakannya insulasi antarunit untuk
MRC
mencegah asap rokok berinfiltrasi ke unit lain.
TOLOK UKUR NILAI
Memasang tanda “Dilarang Merokok di Seluruh Area Gedung” dan tidak menyediakan 2
IHC bangunan/area khusus untuk merokok. Apabila tersedia, bangunan/area merokok itu
minimal berada pada jarak 5 m dari pintu masuk, outdoor air intake, dan bukaan
jendela.
BEM DOKUMEN YANG DINILAI
 Gambar denah bangunan yang menunjukkan letak ruang/area khusus merokok
 Surat pernyataan yang ditandatangani oleh Pemilik Gedung bahwa akan ada larangan merokok
di seluruh areal dalam gedung dan rencana lokasi pemasangan tanda tersebut

LATAR BELAKANG RATING


Nikotin yang ada dalam kandungan rokok merupakan zat karsinogen atau penyebab kanker,
terutama bagi organ jantung dan sistem pernapasan. Bahan berbahaya yang terkandung di dalam
rokok tidak hanya mengancam kesehatan pihak yang menggunakan atau perokok aktif, melainkan
juga pihak yang tidak merokok atau perokok pasif, yang terpaksa harus ikut menghirup asap hasil
perokok aktif. Oleh karena itu, lingkungan bebas asap rokok akan membebaskan semua pihak
pengguna gedung dari bahaya asap rokok.
NILAI
IHC-3 CHEMICAL POLLUTANTS MAKS ASD
3
TUJUAN
Mengurangi polusi zat kimia berbahaya di dalam ruangan untuk menjaga kesehatan penghuni EEC
gedung
TOLOK UKUR NILAI
1. Menggunakan cat dan coating yang mengandung kadar volatile organic compounds 1 WAC
(VOCs) rendah, yang ditandai dengan label/sertifikasi yang diakui GBCI
2. Menggunakan produk kayu komposit dan produk agrifiber, antara lain produk kayu 1
lapis, papan partikel, papan serat, insulasi busa, dan laminating adhesive, dengan MRC
syarat tanpa tambahan urea formaldehyde, atau memiliki kadar emisi formaldehida
rendah, yang ditandai dengan label/sertifikasi yang diakui GBCI
3. Tidak menggunakan material yang mengandung asbes, merkuri, dan styrofoam 1
IHC
DOKUMEN YANG DINILAI
 Dokumen spesifikasi teknis proyek yang mensyaratkan tolok ukur di atas
 Spesifikasi produk dapat berupa sertifikat, brosur, dan keterangan produsen/pihak ketiga BEM
mengenai komposisi zat kimia

LATAR BELAKANG RATING


Kandungan zat yang terdapat dalam material untuk industri bangunan seringkali membahayakan
kesehatan penghuni gedung dikarenakan mengandung zat yang beracun bagi pernapasan, jantung,
dan kulit. Akibatnya, selain dapat menimbulkan alergi kulit, gangguan pada pernafasan dan jantung,
zat beracun tersebut juga dapat menimbulkan kanker. Oleh karena itu, zat-zat tersebut dihindari
demi kesehatan penghuni gedung, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Berikut ini
adalah contoh zat-zat beracun tersebut: VOC yang terdapat dalam kandungan cat; urea
formaldehyde yang terdapat pada kayu komposit dan agrifiber; asbestos yang terdapat pada atap
asbes; mercuri yang terdapat dalam lampu fluoroscent; dan styrofoam yang sering digunakan untuk
bahan insulasi panas.
NILAI
ASD IHC-4 OUT SIDE VIEW MAKS
1
TUJUAN
Mengurangi kelelahan mata dengan memberikan pemandangan jarak jauh dan menyediakan
EEC
koneksi visual ke luar gedung
PERKECUALIAN
Untuk pusat perbelanjaan, ini tidak berlaku
WAC
TOLOK UKUR NILAI
Apabila 75% dari net lettable area (NLA) menghadap langsung ke pemandangan luar 1
yang dibatasi bukaan transparan bila ditarik suatu garis lurus
MRC DOKUMEN YANG DINILAI
 Gambar denah bangunan
LATAR BELAKANG RATING
IHC Kontinuitas visual antara ruang dalam dan ruang luar sangat dibutuhkan oleh penghuni gedung.
Secara psikologis, penghuni gedung memerlukan rasa aman dengan sesekali melihat cuaca, kondisi
lalu lintas, dan aktivitas lain yang ada di luar gedung tersebut. Secara fisiologis, pemandangan luar
BEM gedung dapat memberikan relaksasi mata yang kelelahan akibat dari aktivitas di dalam ruangan.
Selain itu, terdapat hubungan antara kurangnya jendela di tempat kerja dengan penghuni yang
mengalami ketidakpuasan kerja, perasaan isolasi, depresi, klaustrofobia, pembatasan, dan
ketegangan.
NILAI
IHC-5 VISUAL COMFORT MAKS ASD
1
TUJUAN
Mengurangi gangguan visual akibat pencahayaan yang tidak sesuai dengan daya akomodasi mata
EEC
TOLOK UKUR NILAI
Menggunakan lampu dengan iluminansi (tingkat pencahayaan) ruangan sesuai dengan 1
SNI 03-6197-2000 Tabel 1
DOKUMEN YANG DINILAI
WAC
 Gambar rencana mekanikal elektrikal yang menunjukkan rencana titik lampu
 Spesifikasi lampu yang menunjukkan jumlah fluks luminus (lumen)
 Perhitungan memakai software pencahayaan
MRC

LATAR BELAKANG RATING


Penerangan merupakan faktor lingkungan yang sangat perlu diperhatikan karena banyak IHC
pengaruhnya terhadap kelelahan mata dalam bekerja. Pada pekerjaan yang memerlukan ketelitian,
penerangan yang tidak memadai berdampak sangat terasa terhadap kelelahan mata. Kelelahan otot
dan saraf mata sebagai akibat tegangan yang terus-menerus pada mata memang tidak BEM
menyebabkan kerusakan mata secara permanen, tetapi menambah beban kerja dan mempercepat
kelelahan. Kondisi tersebut mengakibatkan produktivitas penghuni gedung terganggu, yang
ditunjukkan oleh meningkatkan frekuensi kesalahan dan gangguan konsentrasi. Oleh karena itu,
penerangan yang baik sangat penting agar pekerjaan dapat dilakukan dengan benar dan dalam
situasi yang nyaman (Suma’mur, 1987; Manuaba, 1987).
NILAI
ASD IHC-6 THERMAL COMFORT MAKS
1
TUJUAN
Menjaga kenyamanan termal ruangan yang dikondisikan stabil
EEC
TOLOK UKUR NILAI
Menetapkan perencanaan kondisi termal ruangan secara umum pada suhu 25 derajat C 1
dan kelembaban relatif 60%
WAC
DOKUMEN YANG DINILAI
 Surat pernyataan yang ditandatangani oleh Pemilik Gedung bahwa akan melakukan pengaturan
suhu dan kelembaban ruangan sesuai dengan tolok ukur yang ditentukan
MRC  Dokumen yang menunjukkan bahwa input data dalam perhitungan cooling load menggunakan
suhu dan kelembaban relatif sesuai tolok ukur
LATAR BELAKANG RATING
IHC Indonesia merupakan negara beriklim tropis, dengan temperatur dan kelembaban udara yang relatif
tinggi. Untuk itu sangat diperlukannya kenyamanan secara termal dengan kondisi yang tidak terlalu
dingin dan tidak terlalu panas sehingga kenyamanan penghuni gedung terjaga. Ketidak nyamanan
BEM thermal khususnya di iklim tropis lembab seperti Indonesia mengakibatkan munculnya keringat, bau
badan serta penyakit-penyakit di dalam ruangan. Persepsi kenyamanan setiap orang berbeda
bergantung dari karakteristik, usia, dan jenis kelamin orang tersebut. Meskipun berbeda, terdapat
kisaran standar fisik yang dapat dijadikan parameter untuk menentukan kenyamanan termal yaitu
suhu, kelembaban dan kecepatan angin. Untuk lingkup dalam ruangan suatu gedung, suhu dan
kelembaban menjadi parameter yang cukup signifikan harus diperhatikan demi kenyamanan
pengguna gedung supaya produktivitas mereka berjalan optimal.
NILAI
IHC-7 ACOUSTIC LEVEL MAKS ASD
1
TUJUAN
Menjaga tingkat kebisingan di dalam ruangan pada tingkat yang optimal
EEC
TOLOK UKUR NILAI
Tingkat kebisingan pada 90% dari nett lettable area (NLA) tidak lebih dari atau sesuai 1
dengan SNI 03-6386-2000, seperti terlihat pada Tabel 1 WAC
DOKUMEN YANG DINILAI
 Surat pernyataan yang ditandatangani pemilik gedung bahwa akan direncanakan desain tingkat
kebisingan sesuai dengan tolok ukur MRC
 Laporan pengukuran tingkat kebisingan dengan menggunakan alat ukur yang sudah dikalibrasi
LATAR BELAKANG RATING
Kota-kota besar di Indonesia umumnya memiliki masalah kebisingan. Kebisingan pada lingkungan IHC
antara lain dapat bersumber dari suara akibat moda transportasi dan suara mesin-mesin industri.
Sementara sumber kebisingan dalam bangunan dapat berasal dari peralatan bangunan dan
penghuni. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002, kebisingan BEM
adalah terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki sehingga mengganggu atau membahayakan
kesehatan. Beberapa efek negatif dari kebisingan antar lain adalah gangguan pendengaran,
gangguan kehamilan, gangguan komunikasi, kesulitan tidur, gangguan mental, dan gangguan kinerja.
Untuk itu, diperlukan suatu standar tingkat kebisingan yang masih dapat diterima oleh penghuni
gedung supaya kenyamanan dan produktivitas mereka mencapai optimal.
Building Environment Management/BEM (Manajemen Lingkungan Bangunan)

ASD
Prasyarat-1. Basic Fasility for Waste Management (Fasilitas Dasar Pengelolaan Sampah)
BEM-1. AP as a Member of Design Team (Melibatkan Accredited Professional (AP) sejak Tahap
Perancangan)
BEM-2. Pollutant of Construction Activity (Polusi dari Aktifitas Konstruksi) EEC
BEM-3.Advance Waste management (Pengelolaan Sampah Tingkat lanjut)
BEM-4. Proper Commissioning (Komisioning Sistem yang Baik dan Benar)
BEM-5. Submission Green Building Implementation Data for Data Base (Penyerahan Data WAC
Implementasi Green building sebagai Data Dasar)
BEM-6. Fit-Out Agreement (Kesepakan dalam Melakukan Aktifitas Fit-Out)
BEM-7. Occupant Survey (Survey kepada Pengguna Gedung) MRC

Latar Belakang Isu


IHC

Merencanakan operasional gedung yang ramah lingkungan sudah harus dipikirkan sejak tahap BEM
perencanaan desain. Cakupannya adalah pengelolaan sumber daya melalui rencana operasional
konsep yang berkelanjutan, kejelasan informasi (data), dan penanganan dini yang membantu
pemecahan masalah, termasuk manajemen sumber daya manusia dalam penerapan konsep
bangunan hijau untuk mendukung penerapan tujuan pokok dari kategori lain.

Adanya kategori ini juga memberikan penekanan pada pentingnya faktor manusia sebagai salah satu
sumber daya yang memegang peranan penting dalam keberlangsungan suatu bangunan hijau. Suku
bangsa di Indonesia lebih dari 300 kelompok etnik dengan bahasa dua kali lipat dari jumlah
kelompok itu. Adanya luasan geografis yang besar, bentang alam yang beragam, serta pembangunan
dan standar pendidikan yang belum merata menyebabkan perbedaan cara dan standar kerja dari
tiap manusia.

Dalam pengoperasian suatu bangunan hijau, sangat diperlukan suatu standar manajemen yang
terencana dan baku untuk mengarahkan tindakan dari pelaku operasional bangunan dalam
melakukan pengeloalaan gedung agar dapat menunjukkan hasil yang ramah lingkungan (green
performance).
NILAI
ASD P1 BASIC WASTE FACILITY MAKS
P
TUJUAN
EEC Mendorong gerakan pemilahan sampah secara sederhana yang mempermudah proses daur ulang

TOLOK UKUR NILAI


WAC Adanya instalasi atau fasilitas untuk memilah dan mengumpulkan sampah sejenis sampah P
rumah tangga (UU No. 18 Tahun 2008) berdasarkan jenis organik dan anorganik

MRC DOKUMEN YANG DINILAI


 Gambar rencana tapak yang menunjukkan lokasi fasilitas pemilahan sampah
 Gambar detil fasilitas pemilahan sampah
 Foto fasilitas pemilahan sampah yang memperlihatkan adanya labelisasi jenis sampah
IHC organik dan anorganik
LATAR BELAKANG RATING
BEM Banyaknya sampah yang dihasilkan dalam berbagai bentuk dan semakin sempitnya tempat
pembuangan akhir atau TPA ditambah dengan masih rendahnya kesadaran pengguna gedung
dalam melakukan pemilahan sampah menyebabkan volume sampah hasil buangan dalam
berbagai bentuk yang tercampur baur menjadi beban berat bagi tempat pembuangan akhir (TPA).
Dengan melakukan pemilahan dari tahap awal, proses daur ulang akan dimulai lebih cepat
sehingga beban TPA dapat berkurang.

Peran-serta berbagai pemangku kepentingan sangat dibutuhkan dalam mengurangi volume sampah
perkotaan. Pemangku kepentingan, baik dari sektor swasta maupun sektor pemerintahan, memiliki
tanggung jawab yang sama dalam mengendalikan dampak lingkungan melalui pengelolaan sampah
yang dihasilkan. Langkah awal pengelolaan sampah pada suatu bangunan adalah dengan
menyediakan fasilitas pembuangan sampah yang terpisah antara tempat sampah organik dan
anorganik untuk memudahkan proses pengolahan sampah selanjutnya, seperti reuse, reduce, dan
recycle.
NILAI
BEM-1 AP AS A MEMBER OF DESIGN TEAM MAKS ASD
1
TUJUAN
Mengarahkan langkah-langkah desain suatu green building sejak tahap awal sehingga memudahkan EEC
tercapainya suatu desain yang memenuhi rating
TOLOK UKUR NILAI
Melibatkan seorang tenaga ahli yang sudah tersertifikasi Accredited Professional (AP), 1 WAC
yang bertugas untuk mengarahkan berjalannya proyek sejak tahap perencanaan desain
dan sebelum pendaftaran sertifikasi
DOKUMEN YANG DINILAI MRC
 Daftar nama AP yang terlibat dalam proyek dan spesialisasi keahliannya
 Daftar hadir AP selama proyek berlangsung, yang diketahui oleh penanggung jawab proyek
bersangkutan
 Daftar hadir rapat koordinasi selama proyek berlangsung IHC

LATAR BELAKANG RATING BEM


Desain bangunan hijau sebaiknya mengintegrasikan keenam aspek konsep green building, yaitu
tapak, energi, konservasi air, kondisi udara dalam ruang, material ramah lingkungan, dan
manajemen lingkungan gedung. Seorang AP dapat membantu tim desain dan proses konstruksi
dalam mencapai rating-rating yang ditargetkan tersebut dalam mengintegrasikan keahlian hingga
lebih mudah mendapatkan sertifikasi.

Peran AP dalam tahap desain adalah:


 Menganalisis kebutuhan untuk keberlanjutan, peluang, dan hambatan,
 Menyarankan implikasi atas kinerja bangunan untuk mencapai target green building,
 Menyelenggarakan konsultasi umum mengenai desain dan konstruksi,
 Mengoordinasikan masukan dari teknisi spesialis seperti ahli akustik dan ekologi,
 Menyiapkan rencana kerja desain keberlanjutan, dan
 Mengoordinasikan persiapan atas dokumen yang dibutuhkan untuk penilaian green building.
NILAI
ASD BEM-2 POLLUTION OF CONSTRUCTION ACTIVITY MAKS
2
TUJUAN
EEC Mendorong pengurangan sampah yang dibawa ke tempat pembuangan akhir (TPA) dan polusi dari
proses konstruksi
TOLOK UKUR NILAI
WAC Memiliki rencana manajemen sampah konstruksi yang terdiri atas: 1
1. Limbah padat, dengan menyediakan area pengumpulan, pemisahan, dan sistem
pencatatan. Pencatatan dibedakan berdasarkan limbah padat yang dibuang ke TPA,
MRC digunakan kembali, dan didaur ulang oleh pihak ketiga.
2. Limbah cair, dengan menjaga kualitas seluruh air yang timbul dari aktivitas konstruksi 1
agar tidak mencemari drainase kota
IHC DOKUMEN YANG DINILAI
Tolok ukur 1:
 Foto area pemilahan sampah konstruksi
BEM  Dokumen dari pihak kontraktor utama mengenai catatan pemilahan sampah
 Surat pernyataan kerjasama antara pihak kontraktor utama dan pihak ketiga untuk sampah
konstruksi yang bisa didaur ulang

Tolok ukur 2:
 Gambar diagram pihak kontraktor utama yang menunjukkan upaya pengendalian kualitas
air yang berasal dari aktivitas konstruksi ke saluran drainase kota
 Foto mengenai pengendalian kualitas air yang berasal dari aktivitas konstruksi

LATAR BELAKANG RATING


Untuk bangunan baru, penerapan konsep ramah lingkungan tidak hanya bertitik berat pada desain
atau perencanaan. Proses konstruksi untuk mendirikan bangunan tersebut pun harus menjiwai
semangat ramah lingkungan, sehingga bila suatu bangunan dikatakan memenuhi konsep ramah
lingkungan, berarti proses penilaiannya telah dilakukan secara komprehensif.

Aktivitas konstruksi memiliki dampak negatif terhadap lingkungan. Berdasarkan penelitian mengenai
manajemen industri konstruksi, terdapat lima faktor yang umumnya menjadi dampak dari
pelaksanaan aktivitas konstruksi, di antaranya adalah level kebisingan, kualitas udara, kuantitas dan
kualitas air, getaran, dan fasilitas jalan (Sutrisno et, al, 2009). Terdapat satu faktor yang juga tak
kalah pentingnya, yaitu sampah, yang dapat berkontribusi membebani TPA. Dampak-dampak negatif
tersebut sudah seharusnya diantisipasi oleh para pelaku jasa konstruksi, agar pelaksanaan aktivitas
tersebut tidak mengganggu lingkungan sekitar, di mana terdapat manusia di dalamnya.
NILAI
BEM-3 ADVANCE WASTE MANAGEMENT MAKS
ASD
2
TUJUAN
Mendorong manajemen kebersihan dan sampah secara terpadu sehingga mengurangi beban TPA. EEC
TOLOK UKUR NILAI
1. Adanya instalasi pengomposan limbah organik di lokasi tapak bangunan 1
WAC
2. Memberikan pernyataan atau rencana kerja sama untuk pengelolaan limbah anorganik 1
secara mandiri dengan pihak ketiga di luar sistem jaringan persampahan kota

DOKUMEN YANG DINILAI MRC


Tolok ukur 1:
 Gambar rencana tapak yang menggambarkan lokasi fasilitas pengomposan.
 Gambar detail fasilitas pengomposan IHC
 Foto fasilitas pengomposan

Tolok ukur 2: BEM


 Surat pernyataan kerjasama pihak pemilik gedung sebagai wakil dari pengelola gedung
dengan pihak ketiga yang akan melakukan pengelolaan sampah tersebut

LATAR BELAKANG RATING


Pada umumnya penerapan pengelolaan sampah masih terbatas pada tahap pengumpulan sampah di
sumbernya, pengangkutan ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS) dan pembuangan ke Tempat
Pembuangan Akhir (TPA). Untuk dapat mengurangi beban TPA, maka diperlukan peran serta
berbagai pihak dalam mereduksi volume sampah dari sumber dengan melakukan minimisasi limbah.
Dimulai dari suatu bangunan yang menyediakan pengolahan terpadu dari mulai pemilahan sampah
sampai mendaur ulang sampah organik menjadi kompos yang memiliki manfaat ekonomis. Dengan
demikian, dukungan pemerintah dan peranserta individu dan masyarakat dalam hal ini pengelola
bangunan swasta berperan aktif dalam melestarikan lingkungan hidup.
NILAI
ASD BEM-4 PROPER COMISSIONING MAKS
3
TUJUAN
EEC Melaksanakan komisioning pada bangunan yang meliputi item-item tertentu yang antara lain:
1. Sistem tata udara yaitu berupa:
• mesin utama
• tower-pompa
WAC • AHU (hanya main supply pada saat dinyalakan)
• Power (meliputi voltage drop, phase balance, infrared yang hanya di panel grounding)
2. Sistem tata cahaya dalam lux.
MRC TOLOK UKUR NILAI
1. Melakukan prosedur testing commissioning sesuai dengan petunjuk GBCI, termasuk 2
training dengan baik dan benar agar peralatan/sistem berfungsi dan menunjukkan
IHC kinerja sesuai dengan perencanaan dan acuan.
2. Desain serta spesifikasi teknis harus lengkap di saat konstruksi melaksanakan 1
pemasangan seluruh measuring adjusting instruments.
BEM DOKUMEN YANG DINILAI
Tolok ukur 1:
 Salinan jadwal komisioning, termasuk nama penanggung jawab, pelaksana komisioning, dan
pengawas
 Surat pernyataan yang ditandatangani oleh kontraktor bahwa akan tunduk atas prosedur
dan ketentuan komisioning
 Laporan pelaksanaan komisioning berupa check list formulir ditandatangani penanggung
jawab, pelaksana komisioning, dan pengawas yang diketahui project manager dan
manajemen konstruksi (MK) bila ada
 Laporan hasil komisioning antara lain berisi:
- Perhitungan unjuk kerja peralatan untuk membuktikan kesesuaian unjuk kerja peralatan
yang terpasang dengan yang direncanakan
- Gambar mekanikal elektrikal (ME) yang akan dikomisioning
- Gambar diagram detail pemasangan peralatan beserta aksesori sehingga terlihat
measuring dan adjusting instruments
- Buku petunjuk pengoperasian dan pemeliharaan

Tolok ukur 2:
 Gambar mekanikal elektrikal yang menunjukkan instalasi alat-alat ukur dan adjustment
 Spesifikasi peralatan ukur dan adjustment
 Foto peralatan ukur dan adjustment
LATAR BELAKANG RATING
Gedung merupakan suatu produk yang berasal dari perakitan berbagai material yang belum tentu
cocok satu sama lain. Hal ini menjadikan setiap gedung unik. Karena itu, untuk memastikan semua
sistem berjalan dengan baik, perlu diadakan suatu proses yang berkesinambungan untuk
memastikan semua sistem, terutama pada peralatan (equipment,) berjalan sesuai dengan rencana
dan berkelanjutan.

Commissioning gedung merupakan sebuah proses sistematis yang memadukan dan meningkatkan
fungsi-fungsi yang sebelumnya terlihat terpisah, dokumentasi operasional peralatan dan fasilitas
pelatihan untuk staf, serta uji fungsi dan verifikasi kinerja. Commissioning adalah sebuah proses
pemastian kualitas mulai dari pradesain sampai dengan proses konstruksi, start up, dan
meningkatkan kesesuaian harapan pemilik gedung. Commissioning memungkinkan pemilik gedung
untuk memulai siklus hidup pada produktivitas optimal dan menyelia dalam pempertahankan
kinerja terbaik.
ASD

EEC

WAC

MRC

IHC

BEM
NILAI
SUBMISSION GREEN BUILDING IMPLEMENTATION DATA
ASD BEM-5 FOR DATABASE
MAKS
2
TUJUAN
Melengkapi database implementasi green building di Indonesia untuk mempertajam standar-
EEC
standar dan bahan penelitian
PERKECUALIAN
Untuk apartemen, tidak termasuk unitnya.
WAC Untuk rumah sakit, mal, dan hotel, tidak termasuk laundry dan F&B.
Untuk perkantoran, tidak termasuk data centre.
TOLOK UKUR NILAI
MRC  Menyerahkan data implementasi green building sesuai dengan form dari GBCI, yang 2
merupakan prasyarat untuk mendaftarkan diri dalam rating kategori
 Memberi pernyataan bahwa pemilik gedung akan menyerahkan data implementasi
IHC green building dari bangunannya dalam waktu 12 bulan setelah tanggal sertifikasi
kepada GBCI dan suatu pusat data energi Indonesia yang akan ditentukan kemudian
Catatan:
BEM GBC-Indonesia akan menjaga kerahasiaan sumber data dan tidak akan menyebarluaskan
kepada pihak lain.
DOKUMEN YANG DINILAI
 Perhitungan persentase kenaikan investasi pembangunan gedung green building terhadap
pembangunan gedung konvensional
 Surat pernyataan yang ditandatangani pemilik gedung untuk menyerahkan data implementasi
kepada GBCI, yang berupa:
 Konsumsi energi setiap tahun (dalam satuan kWh/m2.tahun), yang meliputi:
• IKE total,
• IKE untuk sistem tata udara,
• IKE listrik untuk sistem tata cahaya dan kotak kontak, dan
• IKE listrik untuk sistem lainnya
 Konsumsi air dari sumber air primer (PDAM dan air tanah) selama satu tahun
 Konsumsi air dari sumber alternatif selama satu tahun
 Volume sampah organik selama satu tahun
 Volume sampah anorganik selama satu tahun

LATAR BELAKANG RATING


Lemahnya database merupakan bagian dari kurangnya kesadaran atas pentingnya riset dan
pengembangan. Keadaan ini menyebabkan rendahnya inovasi di bidang industri dalam negeri.
Terbangunnya suatu pusat data yang terpercaya diharapkan dapat mendorong adanya inovasi
dan peningkatan kinerja yang signifikan dan berkesinambungan.

Oleh sebab itu, diperlukan upaya-upaya yang dapat mendorong hal tersebut, dengan tujuan
untuk mengetahui implementasi aspek-aspek ramah lingkungan dari setiap gedung. Hal
tersebut dapat memperkaya database mengenai gedung-gedung di Indonesia, yang dapat
digunakan sebagai kepentingan ilmiah, seperti penelitian, bahkan kepentingan pihak pembuat
kebijakan agar dalam penyusunan peraturan dapat merespons kondisi riil di Indonesia .
NILAI
BEM-6 FIT-OUT AGREEMENT MAKS ASD
1
TUJUAN
Mengimplementasikan prinsip green building saat fit-out gedung
EEC
PERKECUALIAN
Perkantoran yang tidak disewakan, rumah sakit, hotel, dan apartemen tidak berlaku
WAC
TOLOK UKUR NILAI
Memiliki surat perjanjian dengan penyewa gedung atau tenant, yang terdiri atas: 1
a. Menggunakan kayu yang bersertifikat MRC
b. Mengikuti training yang akan dilakukan oleh manajemen bangunan
c. Terdapat rencana manajemen indoor air quality (IAQ) setelah konstruksi, dan
implementasi ditandatanganinya surat perjanjian ini merupakan prasyarat
dalam rating kategori gedung terbangun. IHC
DOKUMEN YANG DINILAI
 Surat pernyataan yang ditandatangani pemilik gedung untuk memasukkan klausul yang
tersebut dalam tolok ukur BEM
 Salinan surat perjanjian dengan tenant yang menyebutkan klausul yang bersangkutan

LATAR BELAKANG RATING


Informasi sebagai acuan saat fitting out area yang disewakan oleh para penyewa dalam
aplikasi prinsip green building belum tersosialisasi. Hal ini menyebabkan persepsi yang
berbeda-beda pada penyewa. Untuk itu pihak manajemen perlu memiliki standar yang
digunakan untuk mengedukasi penyewa dan pengguna gedung. Tujuan edukasi tersebut
diharapkan menjaga kinerja bangunan agar tetap optimal dalam menerapkan konsep green
building.
NILAI
ASD BEM-7 OCCUPANT SURVEY MAKS
2
TUJUAN
Mengukur kenyamanan pengguna gedung melalui survey yang baku terhadap pengaruh desain dan
EEC
sistem pengoperasian gedung.
PERKECUALIAN
1. Pusat Perbelanjaan responden survei tidak termasuk building maintenance staff.
WAC 2. Rumah sakit responden survei tidak termasuk staf administrasi, tenaga kesehatan, dan dokter
tetap.
3. Hotel dan apartemen responden survei tidak termasuk staf.
MRC
TOLOK UKUR NILAI
Memberi pernyataan bahwa pemilik gedung akan mengadakan survei suhu dan 2
IHC kelembaban paling lambat 12 bulan setelah tanggal sertifikasi.

BEM Apabila hasilnya minimal 20% responden menyatakan ketidaknyamanannya, maka


pemilik gedung setuju untuk melakukan perbaikan selambat-lambatnya 6 bulan setelah
pelaporan hasil survei.

Penyerahan data ini merupakan prasyarat untuk mendaftarkan diri dalam rating
kategori existing building.
DOKUMEN YANG DINILAI
 Surat pernyataan yang ditandatangani oleh pemilik gedung bahwa akan mengadakan survei
kenyamanan tersebut setiap tahun
LATAR BELAKANG RATING
Salah satu perhatian dari prinsip keberlanjutan adalah kenyamanan manusia. Dalam rating ini,
didorong suatu tindakan survei untuk mengetahui kenyamanan termal pengguna gedung. Dan bila
dapat, diadakan penghematan energi.

Salah satu pendekatan survei yang digunakan, yang terkait dengan kenyamanan termal, adalah
pendekatan adaptif. Pendekatan adaptif menggunakan responden penghuni bangunan yang telah
beradaptasi dengan kondisi iklim sekitar. Premis utama model adaptif adalah bahwa penghuni
bangunan tidak dianggap sebagai penerima pasif lingkungan termal, tetapi sebaliknya memiliki
peran penting dalam menciptakan kondisi yang disukai terkait dengan lingkungan termalnya,
dengan tiga jenis adaptasi, yakni pengaturan perilaku, fisiologis, dan psikologis (Brager and Dear,
2001).
SERTIFIKASI PROYEK

Tim Perancang dan Pelaksana


Dalam mewujudkan suatu green building, penetapan bangunan hijau tersebut sebaiknya sudah
dilakukan sejak awal sebagai tujuan proyek atau tujuan desain yang tercermin dalam feasibility study
ataupun project term of reference (TOR). Dengan meletakkannya sejak awal, diharapkan suatu
gedung dapat mencapai tingkat sertifikasi yang diinginkan karena sejak awal pemilik proyek sudah
memperhitungkan pencapaian rating, sehingga proses terjadinya suatu gedung, mulai dari pemilihan
lokasi tapak, perancangan, dan proses pembuatan, sudah memperhitungkan pencapaian rating.

Telah kita ketahui bahwa rating yang tersedia tersebar atas berbagai bidang dan disiplin ilmu.
Bahkan, mencapai tingkat sertifikasi yang terendah tidak dapat dengan mengandalkan satu bidang
saja. Untuk dapat membangun suatu green building yang kompak dan efisien diperlukan suatu
kolaborasi yang sudah dilakukan pada tahap sedini mungkin dalam proses desain.

Tim desain terdiri dari arsitek, ahli mekanikal-elektrikal, ahli struktur, ahli sipil, arsitek lansekap,
desainer interior, tenaga marketing, dan tenaga manajemen gedung. Sejak awal tim perancang dan
pelaksana, yang dibantu seorang AP, sudah dapat menargetkan mana saja rating dan kriteria yang
hendak dicapai sehingga dapat diprediksikan tingkat sertifikasi yang dapat diperolehnya.

Alur Pendaftaran
Suatu proyek sudah mulai dapat didaftarkan sejak tahap advice planning. Penanggung jawab dapat
mengisi formulir yang sudah disiapkan oleh GBCI. Berdasarkan data yang diisikan dalam formulir dan
dokumen pendukungnya, suatu proyek dapat dipelajari kelayakan (eligibility)-nya. Setelah itu,
sebuah gedung memasuki tahap registered project yang diberi berbagai perlengkapan berupa akses
kepada berbagai formulir penilaian versi cetak dari buku Petunjuk Penggunaan Sistem Rating
GREENSHIP dan informasi terbatas di website GBCI. Suatu proyek terdaftar juga berhak
mendapatkan konsultasi dari GBCI berupa lokakarya setengah hari yang diselenggarakan oleh
pemilik proyek. Selain itu juga berhak mendapatkan konsultasi dan klarifikasi lain melalui email.
Sebaiknya proses konsultasi ini dilakukan secara optimal sebelum melalui IMB. Dengan demikian,
apabila terjadi perubahan yang fundamental pada fasad, program ruang, dan sistem lain pada
gedung yang dilakukan sebagai hasil dari konsultasi, Proyek Terdaftar tersebut tidak perlu
mengulangi proses IMB.

Perlu diingat bahwa isi perangkat penilaian ini dapat berubah sewaktu-waktu apabila dirasakan
perlu. Versi terbaru ini tersedia di website dan dapat diunduh secara terbatas. Versi yang digunakan
untuk menilai suatu proyek terhitung dari tanggal terdaftar sesuai dengan versi yang terpublikasi di
website GBCI.
Gambar 1. Skema Alur Pendaftaran
Pengakuan Desain (Design Recognition)
Proyek Terdaftar akan mendapatkan sertifikat dan legitimasi sebagai sebuah green building setelah
selesai masa konstruksi. Masa ini sangatlah panjang karena proses perancangan suatu gedung dapat
berlangsung mulai dari enam bulan hingga satu tahun. Masa konstruksi bahkan memakan waktu
yang lebih lama. Proses persiapan hingga serah-terima/okupansi memakan waktu 1-2 tahun,
bergantung pada skala proyek. Berdasarkan keadaan ini, maka untuk memotivasi dan mendorong
kreativitas dan semangat para praktisi dan industri pendukungnya dalam penerapan konsep ini, pada
tahap desain dapat diberikan suatu pengakuan atas pemenuhan rating dalam desain. Karena itu,
diberi kesempatan untuk melakukan penilaian yang parameternya berdasarkan penilaian desain dan
konsep.

Program seritifikasi ini dilakukan segera setelah pendaftaran. Kriteria yang digunakan adalah
sebagian dari rating sertifikasi biasa yang sudah ditentukan GBCI untuk menilai desain dan konsep.
Metode penilaian dan sertifikasi menggunakan mekanisme yang sama dengan sertifikasi biasa, tetapi
menggunakan dasar penilaian yang berbeda. Dasar penilaian dari sertifikasi pendahuluan ini adalah
dokumen tahap tender. Dan sertifikat akan dikeluarkan selambat-lambatnya 60 hari kerja setelah
data diterima secara lengkap.

Pengambilan Data dan Penilaian


Penilaian menggunakan metoda self assessment/swanilai. Tim desain dan pelaksana sudah mulai
dapat merencanakan sasaran peringkat sejak awal melalui formulir penilaian yang sudah diterima.
Formulir ini dapat diunduh melalui akses terbatas dari website GBCI. Setiap rating memiliki cara
penilaian dan lembar formulir yang berbeda-beda. Tim desain dan pelaksana mengusulkan
pencapaian rating proyek terdaftar dengan mengisi dan melengkapi formulir tersebut, terutama oleh
anggota tim desain yang bertanggung jawab atas rating tersebut (tabel terlampir). Seorang GP dapat
membantu tim dalam mengisi dan menginterpretasikan formulir.

Hasil pengisian pada setiap formulir dapat langsung terkirim ke database GBCI melalui internet via
akses terbatas. Dokumen pendukung dikirim dalam bentuk PDF dan dapat diunggah langsung ke
website GBCI, dengan akses terbatas. Apabila semua pemasukan sudah selesai, dokumen penilaian
ini akan diperiksa keabsahannya dan kesesuaiannya oleh suatu tim yang bernama Tim Asesor
Tersumpah (assessor) berdasarkan perbandingan dengan dokumen yang dilampirkan. Lalu, assessor
akan merekomendasikan apakah pencapaian suatu rating sudah sesuai dengan yang diusulkan oleh
tim desain proyek terdaftar atau belum.

Tim Asesor Tersumpah terdiri dari personel dengan latar belakang yang berbeda-beda. Tim ini
diketuai oleh seorang yang sudah bersertifikasi GREENSHIP professional. Tim bertugas memeriksa
semua pemasukan formulir dan dokumen pendukung dari Proyek Terdaftar. Hasil pemeriksaan
tersebut dituangkan dalam sebuah formulir rekomendasi yang berisikan apakah suatu rating dinilai
tercapai seperti diusulkan oleh Proyek Terdaftar. Apabila tidak, perlu ditunggu apa rekomendasi dari
asesor bagi proyek untuk dapat mencapai rating tersebut. Hasil rekomendasi ini adalah sebuah
laporan yang kemudian diteruskan kepada tim verifier.

Rating yang diusulkan dapat disusun dalam sebuah presentasi berformat powerpoint. Dalam format
ini dicantumkan secara runtut semua pencapaian rating yang diusulkan dan image pendukung yang
relevan dalam menggambarkan kondisi proyek sebenarnya dan dokumen proyek sebagai ilustrasi.

Terdapat berbagai macam data yang dapat diketahui dalam berbagai tahap proyek. Tahap pertama
adalah sebelum proyek berjalan, seperti ASD 1 dan ASD 2-1. Data seperti ini sudah dapat disiapkan
sebelum proyek berjalan.

Pengambilan data kedua dilakukan pada tahap konstruksi, untuk menilai rating yang berhubungan
pada masa konstruksi, seperti BEM 2. Pada saat itu sudah dilakukan berbagai dokumentasi yang
berhubungan dengan penilaian.

Pengambilan data ketiga adalah rating yang pembuktiannya berupa as built drawing (gambar
terbangun). Penilaian berdasarkan gambar terbangun mencakup sekitar 80% dari semua rating yang
ada. Kebutuhan ini menuntut adanya suatu manajemen dan koordinasi yang baik antara perancang
dan kontraktor. Gambar yang dilampirkan hanya gambar yang relevan sehingga sejak awal sudah
diketahui gambar apa saja yang harus segera dipersiapkan.

Pengambilan data keempat adalah pada saat on site assessment atau pengukuran lapangan.
Pengukuran perlu dilakukan untuk menilai beberapa rating yang sudah dapat diukur pencapaian
sebenarnya sebelum dihuni, seperti EEC 2. Pada saat itu diperlukan beberapa orang yang
berkompeten mengikuti proses dan menandatangani laporan pelaksanaan pengukuran. Pengukuran
ini dapat dilakukan dalam masa konstruksi apabila memang desain yang relevan sudah
dimungkinkan.

Pengambilan data kelima adalah 12 bulan setelah sertifikasi. Rating yang berhubungan sudah dapat
diperoleh hanya dengan menandatangani surat pernyataan seperti BEM 5. Pemenuhan data yang
diminta merupakan prasyarat dari proyek gedung yang sudah tersertifikasi dalam mengikuti
sertifikasi untuk existing building/gedung terbangun.

Data diisi dalam formulir penilaian dengan format PDF oleh pihak pemilik proyek. Cara seperti ini
dianggap yang terbaik sehingga assessor dapat secara optimal dan benar menilai Proyek Terdaftar.
Assessor akan me-review resume sebelum memeriksa keabsahan dokumen dan formulir. Dari review
yang dilakukan, assessor membuat laporan rekomendasi yang akan dikirimkan kepada verifier dari
GBCI dan di-CC-kan kepada tim desain dan pelaksana. Isi rekomendasi adalah pencapaian rating dan
nilai yang diperoleh. Apabila terdapat hal yang meragukan atau rating yang dinilai tidak dapat
dicapai, diberi penjelasan. Prosedur ini bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi Proyek
Terdaftar untuk dapat mengoptimalkan pencapaiannya. Tentu saja supaya tim desain dan
pelaksanaan dapat memperbaiki rating yang diragukan sehingga dapat dipenuhi.

Pemasukan berikutnya adalah setelah dilakukan pengukuran sebenarnya. Formulir dan dokumen
mengikuti prosedur yang sama seperti pemasukan sebelumnya. Pada saat ini juga masih diberi
kesempatan satu kali lagi perbaikan apabila assessor tidak merekomendasikan pencapaian suatu
rating.
Rekomendasi dari assessor disahkan oleh tim verifier yang terdiri atas tiga orang pejabat GBCI yang
berkompeten. Verifier akan me-review Proyek Terdaftar berdasarkan presentasi dengan hasil
rekomendasi assessor untuk kemudian disahkan menjadi proyek tersertifikasi, dengan peringkat
tertentu.

Sertifikasi
Pada dasarnya proses sertifikasi terbagi atas tiga bagian besar, yaitu pendaftaran, konsultasi, dan
penilaian. Kegiatan pendaftaran dimulai sejak pengisian formulir data gedung dan pemasukan
dokumen pendukungnya. Pada tahap ini, suatu proyek diperiksa kelayakannya untuk kemudian
diterima sebagai Proyek Terdaftar. Proses pendaftaran ini memakan waktu selambat-lambatnya 14
hari kerja setelah administrasi dan pemasukan semua data yang dibutuhkan dilengkapi. Proyek
Terdaftar yang telah menyelesaikan proses administrasi akan dimasukkan ke dalam daftar Proyek
Terdaftar yang dipublikasikan pada website GBCI.

Untuk gedung komersial, diadakan suatu program tambahan untuk sertifikasi pendahuluan. Program
ini dilakukan untuk merespons keinginan industri dalam memperoleh pengakuan konsep dan desain
yang ramah lingkungan. Program ini juga bertujuan untuk mendorong lini perencana dalam industri
bangunan untuk lebih mengeksplorasi kreativitas dan menggali pengetahuan dalam praktik ramah
lingkungan. Lini perencana merupakan tulang punggung dalam industri bangunan dan harus dihargai
karyanya sebagai kekayaan intelektual, sehingga penerapan konsep ramah lingkungan dapat meluas
dengan lebih cepat. Proses ini memakan waktu selambat-lambatnya 60 hari kerja setelah semua
formulir dan dokumen dilengkapi.

Proses penilaian gedung dapat dimulai setelah semua pemasukan formulir selesai. GBCI akan
menunjuk tim assessor secara rahasia sehari setelah pemasukan selesai. Tim assessor secara
elektronik akan mengunduh data dan melakukan assessment. Data yang diunduh dinilai dan
dibandingkan dengan dokumen yang disertakan untuk menentukan apakah rating yang diajukan
terpenuhi atau tidak. Hasil penilaian dituangkan dalam sebuah laporan yang berisi perolehan nilai
dan rekomendasi bila perlu.

Laporan tim assessor diteruskan kepada tim verifier dan ditembuskan kepada pemilik proyek.
Maksud penembusan ini adalah, apabila ada rating yang belum dapat dipenuhi melalui laporan yang
disampaikan, tim proyek dapat melakukan perbaikan berdasarkan rekomendasi yang dapat
dilengkapi pemenuhannya oleh tim proyek. Tim proyek mendapatkan waktu dua minggu untuk
menanggapi. Apabila setelah dua minggu tidak ada perbaikan yang dilakukan, maka verifier akan
langsung melakukan penilaian dan pengambilan keputusan.

Keputusan verifier akan dibritahukan via email kepada pemilik proyek dan ditembuskan kepada tim
assessor. Pemilik proyek kembali diberi waktu dua minggu untuk memberi komentar sebelum secara
resmi diumumkan oleh GBCI melalui website. Pemilik proyek berhak mendapatkan plakat dan
mencantumkan predikat sebagai GREENSHIP Green Building Gedung Baru selama 3 tahun, terhitung
sejak tanggal sertifikasi dikeluarkan.
Terdapat beberapa rating yang pada tahap sertifikasi hanya berupa surat pernyataan. Pemenuhan
dari rating tersebut dilakukan setelah satu tahun sejak tanggal sertifikasi. Pemasukan data ini
merupakan faktor eligibility guna mendaftarkan proses sertifikasi green building untuk gedung
terbangun.
DAFTAR PUSTAKA

A. Lawless State. 2006. Europe’s Borders Must Close to Trade in Illegal Timber. Ancient Forest
Destruction Fact File.

Agarwal, A. 2009. Rainwater Harvesting. Centre for Science and Environment.


http://www.rainwaterharvesting.org

Agency for Toxic Substances and Disease Registry. 2007. Styrene. ATSDR. Atlanta. USA.

American Association of State Highway and Transportation (AASHTO). 1999. Guide for the
development of bicycle facilities. AASHTO. Washington. USA.

Andrean. 2009. The Flora of Indonesia. Green Lifestyle.


http://beautyfulllife2.blogspot.com/2009/12/flora-of-indonesia.html

Anies. 2006. Manajemen Berbasis Lingkungan, Solusi Mencegah Penyakit Menular. PT Elex Media
Komputindo. Jakarta. Indonesia.

Anonymous. About Halon [The Homepage of H3Aviation] [Online]


http://www.h3raviation.com/support_faq.htm

Anonymous. Clean Development Mechanism Project Design Document Form (Cdm-Pdd.)Global


Forest Watch. Washington D. C. USA.

Anonymous. 2010. Daur Ulang Sampah Anorganik dan Pemberdayaan Pemulung. [Homepage of
Docstoc][Online] http://www.docstoc.com/docs/3379776/daur-ulang/

Anonymous. 2009. Designing Out Waste: A Design Team Guide for Buildings Royal Institue British
Architects. England.

Anonymous. Draf Ringkasan - Laporan Perkembangan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium


Indonesia. Jakarta. Indonesia.

Anonymous. 2010. Sampah (Ancaman bagi Kawasan Wisata Alam).


http://www.dephut.go.id/Halaman/Standardisasi &_Lingkungan Kehutanan. Jakarta. Indonesia.

Anonymous. 2009. The Economics of Climate Change in Southeast Asia. A Regional Review. ADB.

Asdak, Chay. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta. Indonesia.

Audubon. 2009. Why Conservating landscape: Principles and Steps. Landscaping for a Healthy
Planet. Pennsylvania. USA. http://www.envirolandscaping.org/conservation.htm

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). 2010. Tingkat Keasaman (pH) Rata-rata
Air Hujan Bulan Oktober dan November2009. BMKG. Jakarta. Indonesia.
http://202.90.199.39/dataDetail-d.bmkg?Jenis=Teks&IDS=0530535451163.
022369&IDD=4339493031962412772
BCA. BCA Green Mark For Non-Residential Building Version 3.0. BCA. Singapore.

BCA. BCA Green Mark for Non-Residential Building Version NRB/3.0. BCA. Singapore.

BCA. 2008. BCA Green Mark For Non-Residential Building Version 3.0. BCA. Singapore.

BCA. 2008. BCA Green Mark For Non-Residential Building Version NRB/3. BCA Green Mark.
Singapore.

BCA. 2010. Certified Greenmark Manager/Professional. Building and Construction Authority.


Singapore. http://www.bca.gov.sg/GreenMark/gm_manager.html

BEAM Plus. 2009. BEAM Society Building Environmental Assessment Menthod New Building.
Hongkong.

BEAM Society. 2009. Building Environmental Assessment Method. Hongkong

Black, J. 1981. Urban Transport Planning: Theory and Practice, John Hopkins University Press.
Baltimore. USA.

Bollag, Brittgite. 2008. Soil Pollution.

Boulware, B. 2009. Rainwater Catchment Design and Installation Standards. The American
Rainwater Catchment Systems Association. Austin. USA.

BPKSDM. 2009. Benarkah Tenaga Ahli Konstruksi Indonesia MAsih Kurang Percaya Diri. Badan
Pembinaan Konstruksi dan Sumber Daya Manusia. Jakarta. Indonesia. bpksdm.pu.go.id

BRE Global Ltd. 2009. BREEAM Offices 2008 Assessor Manual.

BREEAM. 2009. BRE Environmental and Sustainability Standard. BES 5055: ISSUE 3.0 (BREAM
Offices 2008 Assessor Manual). Bre Global Ltd.

BREEAM. Comparison BREEAM, LEED, Green Star, CASBEE. BREEAM.

Building Commissioning Association (BCA). 2008. Best Practices in Commissioning Existing


Buildings. BCA. Portland. USA.

Building Commissioning Association. 2005. Commissioning for Great Buildings. BCA. Portland.
USA.

Building Materials Reuse Association. 2008. Building Materials Reuse Association:


http://www.bmra.org

Cassidy, R. 2009. What Building Teams Are Doing To Conserve Water Inside Building. Building
Design+Construction , 18-25.

Chapin, Stuart, Jr. 1965, Urban Land Use Planning: Second Edition, University of Illinois. USA.

Chow, Vente. Et al. 1988. Applied Hydrology. McGraw-Hill Book Company. New York. USA.
CIRIA. 2000. Sustainable Urban Drainage System. London. England.

Delaware Department of Natural Resources and Environment Control, Sediment, and Stormwater
Program. 2000. Green Technologies Best Management Practices.
http://www.dnrec.state.de.us/NREC2000/Divisions/Soil/Stormwater/PDF/GreenTechnology.pdf

Departemen ESDM.. Tata Cara Penghematan Energi. Permen ESDM No. 0031/2005. Jakarta.
Indoneisa.

Deperindag. 1998. Kepmen Perindustrian dan Perdagangan No 110/MPP/Kep/1/1998 Digantikan oleh


No. 410/MPP/Kep/9/1998. Jakarta. Indonesia.

Deperindag. 1998. Kepmen Perindustrian dan Perdagangan No 410/MPP/Kep/1/1998. Jakarta.


Indonesia.

Depnaker. Peraturan Mentri Perburuhan No.7 Tahun 1964 tentang Syarat Kesehatan, Kebersihan,
serta Penerangan dalam Tempat Kerja. Jakarta. Indonesia.

Dina Olivia, Surjamanto Wonoraharjo, Suwardi Tedja, Benedictus Edward. 2008. Kajian Aspek
Kecepatan dalam Teknologi Membangun Gedung di Indonesia. KK Teknologi Bangunan.
Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kota. ITB. Bandung. Indonesia.

Direktorat Jenderal Bina Marga, Direktorat Bina Teknik. 1995. Tata Cara Pemeliharaan Tanaman
Lansekap Jalan. Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta. Indonesia.

Dixon, Tim. Et al. 2007. Sustainable Brownfield Regeneration: Liveable Places from Problem
Spaces. Blackwell Publishing Ltd. Oxford. England.

Doust, K., & Black, J. 2009. Sustainable Transportation: An International Perspective. MIT Journal of
Planning, 9, BCA. Singapore.

Dramstad, W. E., Olson, J. D., & Forman, R. T. 1996. Landscape Ecology Principles in Landscape
Architecture and Land-Use Planning. Island Press. Washington D. C. USA.

Ervianto, Wulfram I., 2008. Potensi Penggunaan Sistem Modular pada Proyek Konstruksi. Program
Studi Teknik Sipil Universitas Atmajaya. Yogyakarta. Indonesia.

Everman, Victoria. 2007. Building Material Reuse Association. Building Green.


http://www.buildinggreentv.com/keywords/materials

Fadem, P., & Conant, J. 2008. A Community Guide to Environmental Health. Hesperian Foundation.
Berkeley. USA.

Faikah Makhyani, Hariyati, M. Yamin Jinca. 2009. Pencemaran Udara Karbon Monoksida dan
Nitrogen Oksida Akibat Kendaraan Bermotor pada Ruas Jalan Padat Lalu Lintas di Kota
Makassar. Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra. Surabaya. Indonesia.

Farina, Almo. 1998. Principles And Methods In Landscape Ecology. Chapman & Hall Ltd. London.
England.
Fitria L. Wulandari R.A. Hermawati E. Susanna D. 2008. Kualitas Udara dalam Ruang Perpustakaan
Universitas “X”Ditinjau dari Kualitas Biologi, Fisik, dan Kimiawi. Jurnal Makara, Kesehatan,
Vol.12, No.2, Desember 2008. Jakarta.

Frey, P. 2008. Building Reuse:Finding a Place on American Climate Policy Agendas. National Trust
for Historic Preservation. USA.
http://www.preservationnation.org/issues/sustainability/additional-resources/buillding_reuse.pdf

FWI/GFW. 2001. Keadaan Hutan Indonesia. Forest Watch Indonesia. Bogor. Indonesia.

Gandha, V. 2008. Recycle Reuse [Reduce] Architecture. Archicentrum - Architecture & Interior
Design. http://www.archicentrum.com/index.php?mod=com_article&pg=detail_article&atid=105

GBI. 2009. GBI Assessment Criteria for Non-Residential New Construction (Nrnc). Version 1.0. First
Edition.

GBI. 2009. GBI Assessment Criteria for Non-Residential New Constructiion (NRNC). Version 1.0.
First Edition. Green Building Index. Malaysia.

Giesberg, P. 2009. The BREEAM Accredited Professional. http://ezinearticles.com/?The-BREEAM--


Accredited-Professional&id=3037543

Gleick, P. H. 2000. Anticipating Future and Demand Supply. Water Working Group. Berkeley. USA.

Green Building Council Australia. 2008. Technical Manual Green Star Retail Centre Version 1.
GBCA. Australia.

Green Building Council Australia. 2008. Technical Manual Green Star Office Design and Office as
Built Version 3. GBCA. Australia.

Green Building Index. 2009. GBI Assessment Criteria 2009. Kuala Lumpur. Malaysia.

Grondzik, W. T. 2009. Principles of Building Commissioning. John Wiley & Sons, Inc. New Jersey.
USA.

Gubernur DKI. 2002. SK Gubernur No 72 Tahun 2002 tentang Ketentuan Pengawasan Pelaksanaan
Kegiatan Membangun di Propinsi DKI Jakarta. Jakarta. Indonesia.

Halgamuge M.N., Chan T.K., Mendis P. 2009. Ventilation Efficiency and Carbon Dioxide (CO2)
Concentration. PIERS Online, Vol. 5, No. 7, 2009. Australia.

Hardjasoemantri, K. 2002. Hukum Tata Lingkungan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Indonesia.

Harris, W. C., & Dines, N. T. 1995. Time-Saver Standards For Landscape Architecture. McGraw-
Hill. Singapore.

Hatma Suryamoto. 2010. Peran Hutan sebagai Penyedia Jasa Lingkungan Jurusan Konservasi
Sumber Daya Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Indonesia.
http://ksdh.ugm.ac.id/admin/PERAN%20HUTAN-JASLING.pdf
Hendry County Extension. 2006. Environmental landscape management. Hendry County Cooperative
Extension. http://hendry.ifas.ufl.edu/environment/landscape_management.shtml

Hindarko, S. 2000. Drainase Perkotaan. ESHA. Jakarta.Indonesia.

http://depperin.go.id/p3dn/KuesionerKLGatsu.pdf 28 April 2010. Langkah-langkah yang Dapat


Dilakukan Pemerintah Daerah dalam Menangani Dampak Krisis Global. Jakarta.

http://digilib.petra.ac.id/viewer.php?page=1&submit.x=0&submit.y=0&qual=high&fname=/jiunkpe/s
1/ars4/2009/jiunkpe-ns-s1-2009-22405061-12403-modular_housing-chapter1.pdf

http://en.wikipedia.org/wiki/HVAC

http://en.wikipedia.org/wiki/Solar_energy

http://ozonsilampari.wordpress.com/2008/01/30/lapisan-ozon-menipis-akibat-pemakaian-cfc-
clorofluorocarbonbagian-ii/ Lapisan Ozon Menipis Akibat Pemakaian CFC, [The Hompepage of
Ozon Silampari] [Online]

http://www.almeco.it/applicazioni_pdf/1270624698_daylighting_bassa.pdf

http://www.antara.co.id/view/?i=1194850401&c=WBM&s= 2008. Indonesia Larang Penggunaan


CFC Untuk Manufaktur. [Homepage of Antara News] [Online]

http://www.eere.energy.gov/buildings/commercial/onsite_renew_energy.html

http://www.eia.doe.gov/emeu/cbecs/contents.html

http://www.nrel.gov/docs/fy02osti/31505.pdf

http://www.pollutionissues.com/Re-Sy/Soil-Pollution.html

http://www.somfy-
architecture.com/index.cfm?page=/buildings/home/bioclimatic_facades/natural_light

http://www.theozonehole.com/cfc.htm. The Ozone Hole. [Homepage of the ozone hole] [Online]

Ilham M. Wijaya. 2010. Pasang Surut Bisnis Perkantoran. Jakarta. Indonesia.


http://bataviase.co.id/node/85565

INFORM. 2003. Purchasing for Pollution Prevention: Specifying and Sourcing Mercury-Fre HVAC
and Building Eqipment. INFORM. New York. USA.

J. L. Innes- Forest in Environmental Protection. Faculty of Forestry, University of British Columbia.


Canada. http://www.eolss.net/ebooks/Sample%20Chapters/C10/E5-03-01-07.pdf

James, J. 2008. Bicycle Rack Utilization Study & Facilities Improvement Report. University of
Washington. Washington. USA.
Joga, N. 2009. Opini: Mewujudkan Pemukiman Ramah Lingkungan. Housing Estates.
http://www.housing-
estate.com/index.php?option=com_content&task=view&id=1146&Itemid=63

Jones, Geoff. 2008. Benefits Of Grey Water Recycling. Ecoshift: http://www.ecoshift.ca/Benefits-Of-


Grey-Water-Recycling.html

Kaplan R. 1993. The Role of Natural in The Context of The Workplace. Journal Landscape and Urban
Planning. Elsevier Science Publisher B. V. Amsterdam. Holland.
http://deepblue.lib.umich.edu/bitstream/2027.42/30542/1/0000175.pdf

Kastaman, R & A. Moetangad. 2006. Perancangan Reaktor Sampah Terpadu dan Pengembangan
Mikroba Penghilang Bau Sampah dalam Rangka Mengatasi Masalah Sampah di Perkotaan.
Jurnal Agrikultura Volume 17 Nomor 3, Desember 2006.

Kementrian Pekerjaan Umum. 2007. Apresiasi Terhadap Tenaga Ahli Konsultan Nasional Masih
Rendah. Jakarta. Indonesia. PU-net

Kepresidenan. 1998. Keppres RI No. 23/1992. In Which It is Forbidden to Use and to Distribute CFC: R
12 Since The Beginning of 1998. Jakarta. Indonesia.

Kepresidenan. 1991. Keputusan Presiden No. 43 Tahun 1991 tentang Konservasi Energi. Jakarta.
Indonesia.

Krieger J., Higgins D. L. 2002. Housing and Health. Dalam Nindya T. S. Sulistyorini L. 2005.
Hubungan Sanitasi Rumah dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Anak
Balita. Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol.2, No.1, Juli 2005: 43-52. Indonesia.

Kuhre, W. Lee. 1996. Sertifikasi ISO 14001 Sistem Manajemen Lingkungan. Prehallind. Jakarta.

Leather P., Pyrgas M., Beale D., Lawrence C. 1998. Windows in The Workplace: Sunlight, View, and
Occupational Stress. Journal: Enironmental Behaviour, Nov. 1, 1998; 30(6), 15/04/2010.
http://www.accessmylibrary.com/article-1G1-21250903/windows-workplace-sunlight-view.html

Li Yuguo. 2003. Indoor Air Quality, Part 2-Ventilation. The University of Hongkong. Hongkong.
http://www.docstoc.com/docs/1009772/Natural-Ventilation---Theory-and-Design

Maczulak, A. 2010. Environmental Engineering: Designing a Sustainable Future. Infobase


Publishing. New York. USA.

Maistry, Preshani. 2007. Rapidly Renewable Materials.


http://www.greenalberta.ca/downloads/Rapidly_Renewable_Materials.pdf [26 April 2010]

Manuaba, A. 1992. Pengaruh Ergonomi Terhadap Produktivitas. Seminar Produktivitas Tenaga


Kerja. Dalam Padmanaba, C. G. R. 2006. Pengaruh Penerangan dalam Ruang terhadap
Produktivitas Kerja Mahasiswa Desain Interior. Dimensi Interior, Vol.4, No.2, Desember 2006.
Jakarta. Indonesia. http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=INT

Media Indonesia. 2009. Toilet Hemat Air telah Lahir. Digilib AMPL.
http://digilibampl.net/detail/detail.php?row=0&tp=kliping&ktg= sanitasi&kode=9250
Mediastika C.E. 2002. Desain Jendela Bangunan Domestik untuk Mencapai Cooling Ventilation.
Dimensi Teknik Arsitektur Vol 30, No.1, Juli 2002.
http://puslit.petra.ac.id/search_engine/cache/ARS/ARS023001/ARS02300110.txt , 08/04/2010

Mikrobanker. 2010. Ayo Mandi Pakai Shower. http://edukasi.kompasiana.com/2010/03/04/ayo-


mandi-pakai-shower/

Miller G.T, Spoolman S. 2008. Environmental Science. Thomson Brooks/Cole. Canada.

Miller, G. T. 1996. Living in Environment. Wadsworth Publishing Company. Belmont. USA.

Moersidik, S. S. 2010. Pengelolaan Limbah. Materi Kuliah Program Magister Ilmu Lingkungan
2009/2010. Universitas Indonesia. Jakarta. Indonesia.

Mulia R. M. 2005. Kesehatan Lingkungan. Penerbit Graha Ilmu. Yogyakarta. Indonesia.

N.C. Departement of Environment and Natural Resources. 2009. Water Efficientcy Manual for
Commercial, Industrial, and Institutional Facilities. North Carolina. USA.

Nisandi. 2007. Pengolahan dan Pemanfaatan Sampah Organik Menjadi Briket Arang dan Asap Cair.
Fakultas Teknik UGM. Yogyakarta. Indonesia.

Noerbambang, S. M., & Morimura, T. 2000. Perancangan dan Pemeliharaan Sistem Plambing.
Pradnya Paramita. Jakarta. Indonesia.

Norback D, Nordstrom K. 2008. Sick Building Syndrome in Relation to Air Exchange Rate, CO2.
Room Temperature and Realtive Humidity in University Computer Classrooms. An Experimental
Study. International Archieves of Occupational and Environmental Health Vol.82, No.1/Oktober
2008. Springer Berlin. Heidelberg. Germany.

Nugraha, A. 2009. Sebuah Rubrik. Info Taman. http://www.desainlansekap.com

Occupant Indoor Environmental Quality (IEQ). Survey and Building Benchmarking.


http://www.cbe.berkeley.edu/research/briefs-survey.htm

Odum, E. P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. (T. Samingan, Trans.). Gajahmada University Press.
Yogyakarta. Indonesia.

Padmanaba, C. G. R. 2006. Pengaruh Penerangan dalam Ruang terhadap Produktivitas Kerja


Mahasiswa Desain Interior. Dimensi Interior, Vol.4, No.2, Desember 2006.
http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=INT

PAM and ACEM. 2009. Green Building Index for Non-Residential New Construction. Kuala Lumpur.
Malaysia.

Papacostas, C. 1987. Fundamental of Transportation Engineering. Prenctice Hall. Michigan. USA.

Pasific Institue. 2006. Freshwater Withdrawal, by Country and Sector. The World's Water.
http://www.worldwater.org/data.html
Persily A. K. 1996. The Relationship Between Indoor Air Quality and Carbon Dioxide. Indoor Air
’96, The 7th International Conference on Indoor Air Quality and Climate, Vol.2. Nagoya. Japan.
http://fire.nist.gov/bfrlpubs/build96/PDF/b96103.pdf , 14/04/2010

Poerbo, H. 2002. Utilitas Bangunan. Djambatan. Jakarta. Indonesia.

Prasasti C. I, Mukono J, Sudarmaji. 2005. Pengaruh Kualitas Udara dalam Ruangan ber-AC
terhadap Gangguan Kesehatan. Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 1, No. 2, Januari 2005.
Indonesia.

Prodita, Sabarini. 2009. Buildings Recycle Water to Save Money, Environment. The Jakarta Post.
Jakarta. Indonesia. http://digilib-ampl.net/detail/detail.php?row=&tp=kliping&ktg=airminum
&kode=9180

Pudjiastuti L, S. Rendra, S. R. Santosa. 1998. Kualitas Udara dalam Ruang. Dirjen Dikti Depdikbud.
Jakarta. Indonesia.

Pusat Komunikasi Publik PU. 2009. Peran Ruang Terbuka Hijau dalam Masa Depan Perkotaan.
Departemen Pekerjaan Umum RI. Jakarta. Indonesia.
http://www.pu.go.id/index.asp?site_id=001&news=ppw081009gt.htm&ndate=10/8/2009%203:14
:42%20PM

Queen, R. 2006. Water Efficency Guide: Office and Public Buildings. Departement of the
Environment and Heritage. Canberra. Australia.

Raharjo, Mursid. 2007. Memahami AMDAL. Graha Ilmu. Yogyakarta. Indonesia.

Republika. 2007. Pemakaian Air Tanah Sulit Terdeteksi. Forum Komunitas dan Arsip Berita. Jakarta.
Indonesia. http://forum.infoanda.com/viewtopic.php?f=3&t=15326

Riyo, Y.M.A. 2009, Air Hujan dan Kita. Penerj: Basuki, Witono. PT Kompas Gramedia. Jakarta.
Indonesia.

Saptoadi. 2003. Studi Potensi Pengomposan Sampah Kota sebagai Salah Satu Alternatif Pengelolaan
Sampah di TPA dengan Menggunakan Aktivator EM4 (Effective Microorganism). Dalam
Budiharjo, M. A. 2006. Jurnal Presipitasi, Volume 1 Nomor 1 September 2006.

Schell M., Hout D. I. 2001. Demand Control Ventilation Using CO2. .ASHRAE Journal, Februari
2001.

Schmidlapp, E. L. 2009. Building Reuse in Streetscape Environments: Building Code Issues. Mt.
Lebanon. Pennsylvania. USA. http://www.mtlebanon.org/DocumentView.aspx?DID=3368

Schwarzt, J. 2008. Water Submetering. Water Management Inc.


http://www.watersubmeteringmanagement.com/

Seppänen O. A., Fisk W. J., and Mendell M. J. 1999. Association of Ventilation Rates and CO2.
Concentrations with Health and Other Responses in Commercial and Institutional Buildings.
Indoor Air. Berkeley. USA. http://www.epa.gov/iaq/base/pdfs/base_3c2o2.pdf 14/03/2010.
Siagian, Indira Shita. 2005. Bangunan yang Ramah Lingkungan –Salah Satu Aspek Penting dalam
Konsep Sustainable Development. Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas
Sumatera Utara. Medan. Indonesia.

SNI 03-2396. 1991. Tata Cara Perancangan Penerangan Alami Siang Hari untuk Rumah dan
Gedung.

SNI 03-2396. 2001. Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Alami pada Bangunan Gedung.

SNI 03-6196. 2000. Prosedur Audit Energi pada Bagunan Gedung.

SNI 03-6196. 2000. Prosedur Audit Energi pada Bangunan Gedung.

SNI 03-6197. 2000. Konservasi Energi pada Sistem Pencahayaan.

SNI 03-6197. 2000. Konservasi Energi pada Sistem Pencahayaan.

SNI 03-6575. 2001. Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Buatan pada Bangunan Gedung.

SNI 16-7062. 2004. Pengukuran Intensitas Penerangan di Tempat Kerja.

Sobari. 1997. Kajian Prevalensi Sick Building Syndrome. Tesis Program Pascasarjana. Kajian
Lingkungan. Universitas Indonesia. Jakarta. Indonesia.

Soefaat. 1999. Hubungan Fungsional Teknik Sipil dengan Tata Ruang Kota dan Daerah. PT Medisa.
Jakarta. Indonesia.

Soerjani, M. 2007. Lingkungan Hidup. IPPL. Jakarta. Indonesia.

Soewarno S. 2008. Kualitas Udara di Dalam Gedung.


http://www.jurnalinsinyurmesin.com/index.php?option=com_content&view=article&id=96

Srinivas, H. 2007. Rainwater Harvesting and Utilisation. Rainwater Harvesting and Management.
http://www.gdrc.org/uem/water/rainwater/

Sugandhy, Aca. 1999. Penataan Ruang dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup. PT Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta. Indonesia.

Sugito, T. 2008. B2W Indonesia. B2W Indonesia. http://b2w-indonesia.or.id

Suma’mur, P. K. 1987. Hiperkes Keselamatan Kerja dan Ergonomi. Dharma Bakti Muara Agung.
Dalam Padmanaba, C. G. R. 2006. Pengaruh Penerangan dalam Ruang terhadap Produktivitas
Kerja Mahasiswa Desain Interior. Dimensi Interior, Vol.4, No.2, Desember 2006. Jakarta.
Indonesia. http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=INT

Sutrisni, Agus & Han, Go Chin. 2009. Manajemen Industri Konstruksi. Universitas Kristen Petra.
Surabaya. Indonesia.

Suyoto, Bambang. 2008. Rumah Tangga Ramah Lingkungan. Prima Infosarana Media. Jakarta.
Indonesia.
Tursilowati, L. 2007. Urban Heat Island dan Kontribusinya pada Perubahan Iklim dan Hubungannya
dengan Perubahan Lahan. Prosiding Seminar Nasional Pemanasan Global dan Perubahan Global
Fakta, Mitigasi, dan Adaptasi. Lapan. Bandung. Indonesia.

U. S. Environmental Protection Agency. 1985. Guidance for Controlling Asbestos-Containing


Materials in Buildings. USEPA. Washington. USA

U. S. Green Building Council. 1996. Sustainable Building Technical Manual: Green Building Design,
Construction, and Operations. Public Technology Inc. USA.

U.S. Green Building Council. 2009. LEED for New Construction and Major Renovation. USGBC.
Washington. USA.

Water Supplies Departement HKSARG. 2001. Handbook on Plumbing Installation for Buildings.
Hongkong Special Administrative Region Government. Hongkong.

Williams, D. E. 2007. Sustainable Design: Ecology, Architecture, and Planning. John Wiley & Sons.
New Jersey. USA.

World Health Organization. 2006. Eliminiation of Asbestos-Related Diseases. Public Health and the
Environment WHO. Genewa. Switzerland.

www.earthresource.org/campaigns/capp/capp-styrofoam.html 16/04/2010

www.epa.gov/iaq/formalde.html 14/04/2010

www.epa.gov/mercury/ 16/04/2010

Yusuf, M. 2009. Minum Air Hujan, Bolehkah? Oeazam Weblog.


http://oasezam.wordpress.com/2009/04/18/minum-air-hujan-bolehkah/
Tabel 1. Daftar Fasilitas Umum untuk Rating ASD 2

No Nama Fasilitas No Nama Fasilitas


1. Bank 11. Rumah makan/kantin
2. Taman umum 12. Fotokopi umum
3. Parkir umum (di luar area site) 13. Puskesmas/fasilitas kesehatan
4. Warung/toko kelontong 14. Kantor pos
5. Gedung serba guna 15. Kantor pemadam kebakaran
6. Pos keamanan/polisi 16. Terminal/pangkalan angkutan umum
7. Tempat ibadah 17. Perpustakaan
8. Lapangan olahraga 18. Kantor pemerintah (kelurahan/kecamatan
9. Tempat penitipan anak 19. Pasar
10. Apotek
Sumber: Dari berbagai sumber
Tabel 2. Koefisien Limpasan (Runoff) Air Hujan untuk Rating ASD 7

No. Permukaan Tanah Nilai Koefisien (C)


1. Tanaman dalam baris 0,56
2. Semak 0,21
3. Pepohonan rimbun 0,1
4. Beton 0,95
5. Aspal 0,95
6. Kerikil 0,65
7. Pasangan bata 0,85
8. Atap non-green 0,95
9. Green roof 0,3
10. Tanah pasir
- Datar (kemiringan < 2%) 0,02- 0,1
- Sedang (Kemiringan 2-7 %) 0,1-0,15
- Curam (kemiringan >7%) 0,15-0,2
11. Tanah padat/rerumputan
- Datar (kemiringan < 2%) 0,13-0,17
- Sedang (Kemiringan 2-7 %) 0,18-0,22
- Curam (kemiringan >7%) 0,22-0,35
Sumber : Dari berbagai sumber
Tabel 3. Kebutuhan Air untuk Rating WAC 1

No. Penggunaan Gedung Pemakaian Air Satuan


1. Perkantoran 50 Liter/pegawai/hari
2. Hotel 250 Liter/tempat tidur/hari
3. Apartemen 120 Liter/penghuni/hari
4. Pusat perbelanjaan 5 Liter/m2/hari
5. Rumah sakit 500 Liter/tempat tidur pasien/hari
Sumber: SNI 03-7065-2005 (telah diolah kembali)
Tabel 4. Kemampuan Fixtures untuk Rating WAC 2

Alat Kemampuan Maksimum


(Diuji dalam Kemampuan 3 Bar)
WC flush valve 6 liter/flush
WC flush tank 6 liter/flush
Urinal flush valve/peturasan 4 liter/flush
Keran tembok 8 liter/flush
Keran wastafel 8 liter/flush
Shower 9 liter/flush
Sumber: EPAct 1992 (telah diolah kembali)
Tabel 5. Standar Batas VOC pada Aplikasi Material Bangunan untuk Rating IHC 3

VOC Limit VOC Limit


Aplikasi Arsitektural (g/L less Aplikasi Khusus (g/L less
water) water)
Perekat karpet ruangan 50 Las PVC 510
Perekat alas karpet 50 Las CPVC 490
Perekat lantai kayu 100 Las ABS 320
Perekat lantai karet 60 Las penyambung 325
Perekat bagian lantai 50 Plastic cement welding 250
Perekat keramik 65 Perekat utama untuk plastik 650
Perekat WCT dan aspal 50 Contact adhesive 80
Perekat subfloor 50 Special purpose contact 250
Perekat panel dan drywall 50 Structural wood member 140
Perekat dasar cove 50 Sheet applied rubber lining 850
Operation
Perekat konstruksi 70 Top and trim adhesive 250
Perekat kaca 100
VOC Limit VOC Limit
Substrate Specific Application (g/L less Sealant (g/L less
water) water)
Metal to metal 30 Architectural 250
Plastic foams 50 Nonmembrane roof 300
Porous material (except wood) 50 Roadway 250
Wood 30 Single ply roof membrane 450
Fiberglass 60 Other 420
VOC Limit VOC Limit
Sealant Primer (g/L less Interior Application (g/L less
water) water)
Architectural, nonporous 250 Architectural paints and coatings Refer to
Green Seal
Standard
GS-11
Architectural, porous 775 Anticorrosive and antirust paints 250
Other 750
Sumber: USGBC, LEED v.3 (telah diolah kembali)

Anda mungkin juga menyukai