Analisis
Rangkaian Listrik
Jilid 2
darpublic
Analisis
Rangkaian Listrik
Jilid 2
(Analisis Transien, Analisis Menggunakan
Transformasi Laplace, Tanggapan Frekuensi,
Analisis Menggunakan Transformasi Fourier)
oleh
Sudaryatno Sudirham
Hak cipta pada penulis, 2010
SUDIRHAM, SUDARYATNO
Analisis Rangkaian Listrik
Bandung
are-0710
e-mail: darpublic@yahoo.com
Alamat pos: Kanayakan D-30, Komp ITB, Bandung, 40135.
Fax: (62) (22) 2534117
Pengantar
Buku ini adalah jilid ke-dua dari satu seri pembahasan analisis rangkaian
listrik. Penataan ulang serta penambahan penjelasan penulis lakukan
terhadap buku yang diterbitkan tahun 2002.
Buku jilid ke-dua ini berisi materi lanjutan, ditujukan kepada pembaca
yang telah mempelajari materi di buku jilid pertama. Pokok bahasan
disajikan dalam sebelas bab. Dalam dua bab pertama bahasan kembali ke
kawasan waktu dengan pokok bahasan tentang analisis transien pada
sistem orde pertama dan sistem orde ke-dua. Pokok bahasan dalam tujuh
bab berikutnya adalah mengenai analisis rangkaian menggunakan
transformasi Laplace, yang dapat digunakan untuk analisis keadaan
mantap maupun transien; bahasan ini mencakup dasar-dasar transformasi
Laplace sampai ke aplikasinya, yang kemudian dilanjutkan dengan
pembahasan mengenai fungsi alih dan tanggapan frekuensi, serta
pengenalan pada sistemtermasuk persamaan ruang status. Dua bab
terakhir membahas analisis rangkaian listrik menggunakan transformasi
Fourier. Pengetahuan tentang aplikasi transformasi Fourier dalam
analisis akan memperluas pemahaman mengenai tanggapan frekuensi,
baik mengenai perilaku sinyal itu sendiri maupuan rangkaiannya.
Lanjutan pembahasan analisis rangkaian listrik akan disajikan di jilid ke-
tiga, yang akan meliputi rangkaian pemroses energi serta analisis
harmonisa di mana sinyal dipandang sebagai suatu spektrum.
iii
<< La plus grande partie du savoir
humain est déposée dans des
documents et des livres,
mémoires en papier
de l’humanité.>>
A. Schopenhauer, 1788 – 1860
Dari Mini-Encyclopédie
France Loisirs
ISBN 2-7242-1551-6
Daftar Isi
Kata Pengantar iii
Daftar Isi v
Bab 1: Analisis Transien Rangkaian Orde Pertama 1
Contoh Rangkaian Orde Pertama. Tinjauan Umum Tanggapan
Rangkaian Orde Pertama. Komponen Mantap dan Komponen
Transien. Tanggapan Rangkaian Tanpa Fungsi Pemaksa.
Tanggapan Rangkaian Orde Pertama Terhadap Sinyal Anak
Tangga. Tanggapan Rangkaian Orde Pertama Terhadap Sinyal
Sinus. Tanggapan Masukan Nol dan Tanggapan Status Nol.
Ringkasan Mengenai Tanggapan Rangkaian Orde Pertama.
Bab 2: Analisis Transien Rangkaian Orde Ke-dua 31
Contoh Rangkaian Orde Kedua. Tinjauan Umum Tanggapan
Rangkaian Orde Kedua. Tiga Kemungkinan Bentuk
Tanggapan. Tanggapan Rangkaian Orde Kedua Terhadap
Sinyal Anak Tangga. Tanggapan Rangkaian Orde Kedua
Terhadap Sinyal Sinus.
Bab 3: Transformasi Laplace 55
Transformasi Laplace. Tabel Transformasi Laplace. Sifat-Sifat
Transformasi Laplace. Transformasi Balik. Solusi Persamaan
Rangkaian Menggunakan Transformasi Laplace.
Bab 4: Analisis Menggunakan Transformasi Laplace 85
Hubungan Tegangan-Arus Elemen di Kawasan s. Konsep
Impedansi di Kawasan s. Representasi Elemen di Kawasan s.
Transformasi Rangkaian. Hukum Kirchhoff. Kaidah-Kaidah
Rangkaian. Teorema Rangkaian. Metoda-Metoda Analisis.
Bab 5: Fungsi Jaringan 105
Pengertian dan Macam Fungsi Jaringan. Peran Fungsi Alih.
Hubungan Bertingkat dan Kaidah Rantai . Fungsi Alih dan
Hubungan Masukan-Keluaran di Kawasan Waktu. Tinjauan
Umum Mengenai Hubungan Masukan-Keluaran.
Bab 6: Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde Pertama 121
Tanggapan Rangkaian Terhadap Sinyal Sinus Keadaan
Mantap. Pernyataan Tanggapan Frekuensi. Bode Plot.
v
Bab 7: Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde Ke-dua 141
Rangkaian Orde Kedua Dengan Pole Riil. Fungsi Alih
Dengan Zero Riil Negatif . Tinjauan Umum Bode Plot dari
Rangkaian Dengan Pole dan Zero Riil. Tinjauan Kualitatif
Tanggapan Frekuensi di Bidang s. Rangkaian Orde Kedua
Yang Memiliki Pole Kompleks Konjugat.
Bab 8: Analisis Pada Sistem 163
Sinyal. Sistem. Model Sistem. Diagram Blok. Pembentukan
Diagram Blok. Reduksi Diagram Blok. Sub-Sistem Statis dan
Dinamis. Diagram Blok Integrator.
Bab 9: Sistem Dan Persamaan Ruang Status 185
Blok Integrator dan Blok Statis. Diagram Blok Integrator,
Sinyal Sebagai Fungsi t. Membangun Persamaan Ruang
Status. Membangun Diagram Blok dari Persamaan Ruang
Status.
Bab 10: Transformasi Fourier 195
Deret Fourier. Transformasi Fourier. Transformasi Balik.
Sifat-Sifat Transformasi Fourier. Ringkasan.
Bab 11: Analisis Menggunakan Transformasi Fourier 221
Transformasi Fourier dan Hukum Rangkaian. Konvolusi dan
Fungsi Alih. Energi Sinyal.
Daftar Referensi 237
Indeks 239
Biodata 241
vi
BAB 1
Analisis Transien di Kawasan Waktu
Rangkaian Orde Pertama
1
diferensial orde pertama dan rangkaian yang demikian ini disebut
rangkaian atau sistem orde pertama. Jika persamaan rangkaian berbentuk
persamaan diferensial orde kedua maka rangkaian ini disebut rangkaian
atau sistem orde kedua. Perilaku kedua macam sistem tersebut akan kita
pelajari berikut ini.
Dengan mempelajari analisis transien orde pertama, kita akan
• mampu menurunkan persamaan rangkaian yang merupakan
rangkaian orde pertama.
• memahami bahwa tanggapan rangkaian terdiri dari tanggapan
paksa dan tanggapan alami.
• mampu melakukan analisis transien pada rangkaian orde
pertama.
1.1. Contoh Rangkaian Orde Pertama
Rangkaian RC Seri. Salah
satu contoh rangkaian orde
S R A
pertama dalam keadaan iC
+ +
peralihan adalah rangkaian +
v v i v
RC seri seperti pada s
− in
C
Gb.1.1. Pada awalnya − −
saklar S pada rangkaian ini B
terbuka; kemudian pada Gb.1.1. Rangkaian RC.
saat t = 0 ia ditutup
sehingga terbentuk
rangkaian tertutup terdiri dari sumber vs dan hubungan seri resistor R
dan kapasitor C. Jadi mulai pada t = 0 terjadilah perubahan status pada
sistem tersebut dan gejala yang timbul selama terjadinya perubahan
itulah yang kita sebut gejala perubahan atau gejala transien. Gejala
transien ini merupakan tanggapan rangkaian seri RC ini setelah saklar
ditutup, yaitu pada t > 0. Aplikasi HTK pada pada rangkaian untuk t > 0
memberikan
dv dv
− v s + iR + v = −v s + RC + v = 0 atau RC + v = vs (1.1)
dt dt
Persamaan (1.1) adalah persamaan rangkaian seri RC dengan
menggunakan tegangan kapasitor sebagai peubah. Alternatif lain untuk
memperoleh persamaan rangkaian ini adalah menggunakan arus i sebagai
peubah. Tetapi dalam analisis transien, kita memilih peubah yang
3
1.2. Tinjauan Umum Tanggapan Rangkaian Orde Pertama
Secara umum, persamaan rangkaian orde pertama berbentuk
dy
a + by = x(t ) (1.3)
dt
Peubah y adalah keluaran atau tanggapan dari rangkaian yang dapat
berupa tegangan ataupun arus sedangkan nilai a dan b ditentukan oleh
nilai-nilai elemen yang membentuk rangkaian. Fungsi x(t) adalah
masukan pada rangkaian yang dapat berupa tegangan ataupun arus dan
disebut fungsi pemaksa atau fungsi penggerak.
Kita mengetahui bahwa persamaan diferensial seperti (1.3) mempunyai
solusi total yang merupakan jumlah dari solusi khusus dan solusi
homogen. Solusi khusus adalah fungsi yang dapat memenuhi persamaan
(1.3) sedangkan solusi homogen adalah fungsi yang dapat memenuhi
persamaan homogen
dy
a + by = 0 (1.4)
dt
Hal ini dapat difahami karena jika fungsi x1 memenuhi (1.3) dan fungsi
x2 memenuhi (1.4), maka y = (x1+x2) akan memenuhi (1.3) sebab
dy d (x1 + x2 ) dx dx
a + by = a + b( x1 + x2 ) = a 1 + bx1 + a 2 + bx2
dt dt dt dt
dx1
=a + bx1 + 0
dt
Jadi y = (x1+x2) adalah solusi dari (1.3), dan kita sebut solusi total.
Peubah y tidak mungkin bernilai nol untuk seluruh t dan K1 juga tidak
boleh bernilai nol karena hal itu akan membuat y bernilai nol untuk
seluruh t. Satu-satunya cara agar persamaan (1.5) terpenuhi adalah
as + b = 0 (1.6)
Persamaan (1.6) ini disebut persamaan karakteristik sistem orde
pertama. Persamaan ini hanya mempunyai satu akar yaitu s = −(b/a). Jadi
tanggapan alami yang kita cari adalah
5
mencari tanggapan paksa lebih dulu agar tanggapan lengkap dapat kita
peroleh untuk kemudian menerapkan kondisi awal tersebut.
Tanggapan Paksa. Tanggapan paksa dari (1.3) tergantung dari bentuk
fungsi pemaksa x(t). Seperti halnya dengan tanggapan alami, kita dapat
melakukan pendugaan pada tanggapan paksa. Bentuk tanggapan paksa
haruslah sedemikian rupa sehingga jika dimasukkan ke persamaan
rangkaian (1.3) maka ruas kiri dan ruas kanan persamaan itu akan
berisi bentuk fungsi yang sama. Jika tanggapan paksa kita sebut yp, maka
yp dan turunannya harus mempunyai bentuk sama agar hal tersebut
terpenuhi. Untuk berbagai bentuk fungsi pemaksa x(t), tanggapan paksa
dugaan yp adalah sebagai berikut.
Jika x(t ) = 0 , maka y p = 0
Jika x(t ) = A = konstan, maka y p = konstan = K
Jika x(t ) = Aeαt = eksponensial, maka y p = eksponensial = Keαt
Jika x(t ) = A sin ωt , maka y p = K c cos ωt + K s sin ωt
(1.8)
y = y p + y a = y p + K1e st (1.9)
Pada solusi lengkap inilah kita dapat menerapkan kondisi awal yang akan
memberikan nilai K1.
Kondisi Awal. Peubah y adalah peubah status, bisa berupa tegangan
kapasitor vC atau arus induktor iL. Kondisi awal adalah nilai y pada t = 0+.
Sebagaimana telah kita pelajari di Bab-1, peubah status harus merupakan
fungsi kontinyu. Jadi, sesaat sesudah dan sesaat sebelum terjadi
perubahan pada t = 0, y harus bernilai sama. Dengan singkat dituliskan
Jika kondisi awal ini kita sebut y(0+) dan kita masukkan pada dugaan
solusi lengkap (1.9) akan kita peroleh nilai K1.
Nilai y(0+) dan yp(0+) adalah tertentu (yaitu nilai pada t=0+). Jika kita
sebut
y = y p + A0 e s t (1.13)
y = y p + A0 e −t / τ (1.14)
7
bernilai nol. Hal ini kita lakukan karena kondisi awal harus diterapkan
pada tanggapan lengkap, sedangkan tanggapan lengkap harus terdiri dari
tanggapan alami dan tanggapan paksa (walaupun mungkin bernilai nol).
Kondisi awal tidak dapat diterapkan hanya pada tanggapan alami saja
atau tanggapan paksa saja.
S
CO;TOH-1.1: Saklar S pada 1 2
rangkaian di samping ini
telah lama berada pada 12V + + 10kΩ
posisi 1. Pada t = 0, saklar S − v 0.1µF
−
dipindahkan ke posisi 2.
Carilah tegangan kapasitor,
v, untuk t > 0.
Penyelesaian :
Karena S telah lama pada posisi 1,
maka kapasitor telah terisi penuh, arus + 10kΩ iR
kapasitor tidak lagi mengalir, dan v
tegangan kapasitor sama dengan − 0.1µF
tegangan sumber, yaitu 12 V; jadi v(0−)
= 12 V. Setelah saklar dipindahkan ke posisi 2, kita mempunyai
rangkaian tanpa sumber (masukan) seperti di samping ini, yang akan
memberikan persamaan rangkaian tanpa fungsi pemaksa. Aplikasi
HTK pada rangkaian ini memberikan : − v + iR R = 0 .
dv
Karena iR = −iC = −C maka kita dapat menuliskan persamaan
dt
rangkaian sebagai :
dv dv 1
− v − RC = 0 atau + v=0
dt dt RC
Dengan nilai elemen seperti diperlihatkan pada gambar, maka
persamaan rangkaian menjadi :
dv
+ 1000v = 0
dt
Inilah persamaan rangkaian untuk t > 0. Pada rangkaian ini tidak ada
fungsi pemaksa. Ini bisa dilihat dari gambar rangkaian ataupun dari
persamaan rangkaian yang ruas kanannya bernilai nol.
Pemahaman :
Rangkaian tidak mengandung fungsi pemaksa. Jadi sesungguhnya
yang ada hanyalah tanggapan alami. Tanggapan paksa dinyatakan
sebagai vp = 0. Kondisi awal harus diterapkan pada tanggapan
lengkap v = v p + va = 0 + va walaupun kita tahu bahwa hanya ada
tanggapan alami dalam rangkaian ini.
Penyelesaian :
Saklar S telah lama tertutup, berarti keadaan mantap telah tercapai.
Pada keadaan mantap ini tegangan induktor harus nol, karena
sumber berupa sumber tegangan konstan. Jadi resistor 3 kΩ
terhubung singkat melalui induktor. Arus pada induktor dalam
keadaan mantap ini (sebelum saklar dibuka) sama dengan arus yang
50
melalui resistor 1 kΩ yaitu i (0− ) = = 50 mA . Setelah saklar
1000
dibuka, rangkaian tinggal induktor yang terhubung seri dengan
9
vA
resistor 3 kΩ. Untuk simpul A berlaku + i = 0 . Karena vA = vL
3000
1 di
= L di/dt, maka persamaan ini menjadi 0,6 + i = 0 atau
3000 dt
di
0,6 + 3000 i = 0
dt
Persamaan karakteristik : 0,6s + 3000 = 0 → s = −5000
Dugaan tanggapan alami : i a = A0 e −5000 t
Dugaan tanggapan paksa : i p = 0 (tak ada fungsi pemaksa)
Dugaan tanggapan lengkap : i = i p + A0 e −5000 t = 0 + A0 e −5000 t
Kondisi awal : i (0 + ) = i (0 − ) = 50 mA .
Penerapan kondisi awal pada dugaan tanggapan lengkap
memberikan : 50 = A0
CO;TOH-1.3: Tentukanlah
A
tegangan kapasitor, v , dan
arus kapasitor i untuk t > 0 i
10Ω +
pada rangkaian di samping 4 i + v
− 5Ω
ini jika diketahui bahwa 1/6 F −
kondisi awalnya adalah v(0+)
= 10 V.
Penyelesaian :
Dalam soal ini tidak tergambar jelas mengenai terjadinya perubahan
keadaan (penutupan saklar misalnya). Akan tetapi disebutkan bahwa
kondisi awal v(0+) = 10 V. Jadi kita memahami bahwa rangkaian ini
adalah rangkaian untuk keadaan pada t > 0 dengan kondisi awal
sebagaimana disebutkan.
Persamaan tegangan untuk simpul A adalah
1 1 4i
vA + + i − = 0 atau 3v + 6i = 0 .
10 5 10
CO;TOH-1.4:
A B
Tentukanlah arus + −
induktor i(t) untuk t >
0 pada rangkaian di i 0,5 iR iR
samping ini jika 0,5 H 3Ω 2Ω
diketahui bahwa i(0+)
= 2 A.
Penyelesaian :
Sumber tegangan tak-bebas berada di antara dua simpul yang bukan
simpul referensi A dan B, dan kita jadikan simpul super. Dengan
mengambil i sebagai peubah sinyal, kita peroleh:
Simpul Super AB :
1 1
i + vB + = 0 → 6 i + 5vB = 0
3 2
v 4
v A − v B = 0,5 iR = 0,5 B → vB = v A
2 5
→ 3 i + 2v A = 0
11
Karena vA = L di/dt = 0,5 di/dt maka persamaan di atas menjadi
di
+ 3i = 0
dt
Persamaan karakteristik : s + 3 = 0 → s = −3
Dugaan tanggapan alami : ia = A0e −3 t
Dugaan tanggapan paksa : i p = 0
Dugaan tanggapan lengkap : i = v p + A0e −3 t = 0 + A0e −3 t
Kondisi awal i(0+ ) = 2 A
Penerapan kondisi awal memberikan : 2 = 0 + A0
Tanggapan lengkap menjadi : i = 2 e −3 t A
+ S + +
vs + vs
AV − − Au(t)V
− −
Jika kita hanya meninjau keadaan untuk t > 0 saja, maka masukan sinyal
anak tangga vs = Au(t) dapat kita tuliskan sebagai vs = A (konstan) tanpa
menuliskan faktor u(t) lagi.
S i
CO;TOH-1.5: Saklar S pada 2
+ 10kΩ +
rangkaian di samping ini telah 1
− v
lama pada posisi 1. Pada t = 0, 12V 0,1µF −
S dipindahkan ke posisi 2.
− 12 + 104 i + v = 0 .
Karena i = iC = C dv/dt, maka persamaan tersebut menjadi
dv dv
− 12 + 104 × 0,1 × 10− 6 + v = 0 atau 10−3 + v = 12
dt dt
Pemahaman : 12
v
a). Persamaan tegangan
[V]
kapasitor ini 12−12e−1000t
menunjukkan perubahan
tegangan pada waktu ia
0 t
diisi, sebagaimana
terlihat pada gambar di 0 0.002 0.004
samping ini.
13
b). Pemasukan suatu tegangan konstan ke suatu rangkaian dengan
menutup saklar pada t = 0 sama dengan memberikan bentuk
gelombang tegangan anak tangga pada rangkaian. Pernyataan
persoalan diatas dapat dinyatakan dengan rangkaian seperti
tergambar di samping ini dengan tambahan keterangan bahwa
vC(0−) = 0.
i
CO;TOH-1.6: Tentukanlah
tegangan kapasitor v untuk t > 0
pada rangkaian di samping ini + 10kΩ +
12u(t) v
jika v(0−) = 4 V. −
V 0,1µF −
Penyelesaian :
Aplikasi HTK pada rangkaian ini memberikan
dv
− 12u (t ) + 104 i + v = 0 ⇒ 10−3 + v = 12u (t )
dt
Jika kita hanya meninjau keadaan untuk t > 0 saja, maka fungsi anak
tangga dapat kita tuliskan sebagai suatu nilai konstan tanpa
menuliskan u(t) lagi. Jadi persamaan rangkaian di atas menjadi
dv
10−3 + v = 12
dt
Penyelesaian :
Persoalan menutup saklar ke posisi 1 adalah persoalan pengisian
kapasitor. Kita tidak membahasnya lagi, dan selain itu berapa lama
saklar ada di posisi 1 juga tidak dipermasalahkan. Informasi bahwa
saklar ditutup pada posisi 1 sampai arus mencapai 2,6 A
menunjukkan bahwa sesaat sebelum saklar dipindahkan ke posisi 2,
tegangan di simpul A (yang berarti pula tegangan pada kapasitor v),
telah mencapai nilai tertentu yaitu
v (0 − ) = 50 − 15 × 2,6 = 11 V .
Setelah saklar ada di posisi 2, yaitu pada t > 0, persamaan tegangan
untuk simpul A adalah:
1 1 100 1 20
v A + + iC − = 0 atau v + iC =
15 10 15 6 3
1 1 dv 20 dv
v+ = atau + 5v = 200
6 30 dt 3 dt
15
Persamaan karakteristik : s + 5 = 0 → s = −5
Dugaan tanggapan alami : va = A0e −5 t
Dugaan tanggapan paksa : v p = K → 0 + 5K = 200 → v p = 40
Dugaan tanggapan lengkap : v = v p + A0e −5t = 40 + A0e −5t
Kondisi awal v(0+ ) = v(0 − ) = 11 V
Penerapan kondisi awal memberikan : 11 = 40 + A0 → A0 = −29
Tanggapan lengkap menjadi : v = 40 − 29 e −5t V.
Penyelesaian :
Pada waktu saklar di posisi 1, persamaan tegangan simpul A adalah
1 1 50
vA + + iC − =0
150 100 150
5 1 dv 100
→ v + − =0
300 30 dt 300
dv
⇒ v+2 = 20
dt
1 1 5 1 dv dv
vA + + iC = 0 → v + =0 ⇒ v+2 =0
150 100 300 30 dt dt
Tanggapan paksa : v p1 = 0
[ ]
Tanggapan lengkap : v2 = v p1 + A01e − 0,5 (t −1) u (t − 1)
[ ]
= 0 + A01e −0,5 (t −1) u (t − 1)
Kondisi awal : v2 (1+ ) = v1 (1− ) = 7,9 V
Penerapan kondisi awal (t = 1+ ) : 7,9 = 0 + A01 → A01 = 7,9
Tanggapan lengkap menjadi : v2 = 7,9 e −0,5 (t −1)u (t − 1)
17
( )
v = v1 + v2 = 20 − 20e −0,5 t (u (t ) − u (t − 1) ) + 7,9 e −0,5 (t −1)u (t − 1)
Pemahaman :
Gambar dari perubahan tegangan kapasitor adalah seperti di bawah
ini.
10
v (20−20e−0,5t){u(t)−u(t−1)}
8
7,9e−0,5(t−1) u(t−1)
6
4
2
0 t
0 0.5 1 1.5 2 2.5
Kita dapat memandang masukan ini sebagai terdiri dari dua sumber
yaitu
v s1 = 50u (t ) V dan v s 2 = −50u(t − 1) V
Rangkaian ekivalennya dapat digambarkan seperti di bawah ini.
− iC
+ 50u(t−1) V 100Ω
+
+ 50u(t) V v
− 1/30 F −
1 1 50 dv
vA + + iC − =0 ⇒ v+2 = 20u (t )
150 100 150 dt
Tanggapan lengkap dari persamaan ini telah diperoleh pada contoh
1.8. yaitu
( )
vo1 = 20 − 20 e −0,5 t u (t ) V
1 1 50 dv
vA + + iC + =0 ⇒ v+2 = −20u (t − 1)
150 100 150 dt
19
1.6. Tanggapan Rangkaian Orde Pertama Terhadap Sinyal Sinus
Berikut ini kita akan melihat tanggapan rangkaian terhadap sinyal sinus.
Karena tanggapan alami tidak tergantung dari bentuk fungsi pemaksa,
maka pencarian tanggapan alami dari rangkaian ini sama seperti apa yang
kita lihat pada contoh-contoh sebelumnya,. Jadi dalam hal ini perhatian
kita lebih kita tujukan pada pencarian tanggapan paksa.
Bentuk umum dari fungsi sinus yang muncul pada t = 0 adalah
y = A cos(ωt + θ)u (t ) (1.15.a)
Jika kita hanya meninjau keadaan untuk t > 0 saja, maka u(t) pada
(1.15.a) tidak perlu dituliskan lagi, sehingga pernyataan fungsi sinus
menjadi
y = A cos(ωt + θ) (1.15.b)
y = Ac cos ωt + As sin ωt
(1.16)
dengan Ac = A cos θ dan As = − A sin θ
1 1 dv vs dv
v+ = atau + 5v = 100 cos10t
6 30 dt 15 dt
Faktor u(t) tak dituliskan lagi karena kita hanya melihat keadaan
pada t > 0.
Persamaan karakteristik : s + 5 = 0 → s = −5
Dugaan tanggapan alami : va = A0e −5 t
21
Kondisi awal v(0+ ) = 0
Penerapan kondisi awal : 0 = 4 + A0 → A0 = −4
Jadi tegangan kapasitor : v = 4 cos10t + 8 sin 10t − 4e −5t V
Arus kapasitor : iC = C
dv
=
dt 30
1
(
− 40 sin 10t + 80 cos10t + 20 e −5 t )
= −1,33 sin 10t + 2,66 cos10t + 0,66 e −5 t A
Arus kapasitor : iC = C
dv 1
=
dt 30
(− 40 sin 10t + 80 cos10t − 30 e −5 t )
= −1,33 sin 10t + 2,33 cos10t − e −5 t A
ym 0 = y ( 0 + ) e − (b / a ) t (1.19)
+
Sebagaimana kita ketahui y(0 ) adalah kondisi awal, yang menyatakan
adanya simpanan energi pada rangkaian pada t = 0−. Jadi tanggapan
masukan nol merupakan pelepasan energi yang semula tersimpan dalam
rangkaian.
Jika rangkaian tidak mempunyai simpanan energi awal, atau kita katakan
ber-status-nol, maka tanggapan rangkaian dalam peristiwa ini kita sebut
tanggapan status nol. Bentuk tanggapan ini ditunjukkan oleh (1.13) yang
kita tuliskan lagi sebagai
y s 0 = y f − y f ( 0 + ) e − (b / a ) t (1.20)
23
eksponensial. Ini merupakan reaksi alamiah rangkaian yang mencoba
mempertahankan status-nol-nya pada saat muncul fungsi pemaksa pada t
= 0. Jadi suku kedua ini tidak lain adalah tanggapan alamiah dalam status
nol.
Tanggapan lengkap rangkaian seperti ditunjukkan oleh (1.12) dapat kita
tuliskan kembali sebagai
y = y s 0 + y m 0 = y f (t ) − y f (0 + ) e − ( b / a ) t + y (0 + ) e − ( b / a ) t
Penyelesaian :
Persamaan rangkaian ini telah kita dapatkan untuk peninjauan pada t
> 0, yaitu
dv
+ 5v = 100 cos10t
dt
25
1.8. Ringkasan Mengenai Tanggapan Rangkaian Orde Pertama
Tanggapan rangkaian terdiri dari tanggapan paksa dan tanggapan alami.
Tanggapan alami merupakan komponen transien dengan konstanta waktu
yang ditentukan oleh nilai-nilai elemen rangkaian. Tanggapan paksa
merupakan tanggapan rangkaian terhadap fungsi pemaksa dari luar dan
merupakan komponen mantap atau kondisi final.
y = y p (t ) + A0 e− t / τ
Tanggapan Paksa :
ditentukan oleh fungsi pemaksa.
merupakan komponen mantap; tetap ada untuk t →∞.
Tanggapan Alami :
tidak ditentukan oleh fungsi pemaksa.
merupakan komponen transien; hilang pada t →∞.
konstanta waktu τ = a/b
27
2. Saklar S pada rangkaian di bawah ini, telah lama berada pada posisi A.
Pada t = 0, ia dipindahkan ke posisi B. Carilah vC untuk t > 0.
S
A +
+ 1kΩ B 1kΩ
10µF vC
− 20 V
−
2kΩ +
+ 1kΩ vC
− 18 V 2kΩ 1µF
−
0,6kΩ +
+ 0,5kΩ
0,1µF vC
− 20 V 2kΩ
−
8kΩ 3kΩ +
+ vo
− 20 V 2kΩ
0,1µF −
6kΩ 10kΩ +
+ vo
− 20 V 3H 20kΩ
−
12Ω + 2H i
5Ω
S v 4Ω
5A _ 1Ω
29
11. Sebuah kapasitor 20 µF terhubung paralel dengan resistor R.
Rangkaian ini diberi tegangan searah 500 V dan setelah cukup lama
sumber tegangan dilepaskan. Tegangan kapasitor menurun mencapai
300 V dalam waktu setengah menit. Hitunglah berapa MΩ resistor
yang terparalel dengan kapasitor ?
12. Pada kabel penyalur daya, konduktor dan pelindung metalnya
membentuk suatu kapasitor. Suatu kabel penyalur daya searah
sepanjang 10 km mempunyai kapasitansi 2,5 µF dan resistansi
isolasinya 80 MΩ. Jika kabel ini dipakai untuk menyalurkan daya
searah pada tegangan 20 kV, kemudian beban dilepaskan dan
tegangan sumber juga dilepaskan, berapakah masih tersisa tegangan
kabel 5 menit setelah dilepaskan dari sumber ?
13. Tegangan bolak-balik sinus dengan amplitudo 400 V dan frekuensi
50 Hz, diterapkan pada sebuah kumparan yang mempunyai
induktansi 0,1 H dan resistansinya 10 Ω. Bagaimanakah persamaan
arus yang melalui kumparan itu beberapa saat setelah tegangan
diterapkan ? Dihitung dari saat tegangan diterapkan, berapa lamakah
keadaan mantap tercapai ?
31
d 2v dv
LC 2
+ RC + v = vin (2.2)
dt dt
Persamaan (2.2) adalah persamaan diferensial orde kedua, yang
merupakan diskripsi lengkap rangkaian, dengan tegangan kapasitor
sebagai peubah. Untuk memperoleh persamaan rangkaian dengan arus
induktor i sebagai peubah, kita manfaatkan hubungan arus-tegangan
kapasitor, yaitu
dv 1
i = iC = C
dt
→v=
C
idt ∫
sehingga (2.1) menjadi:
di 1
L + Ri +
dt C ∫
idt + v(0) = vin atau
d 2i di dv
LC 2
+ RC + i = C in = iin (2.3)
dt dt dt
Persamaan (2.2) dan (2.3) sama bentuknya, hanya peubah sinyalnya
yang berbeda. Hal ini berarti bahwa tegangan kapasitor ataupun arus
induktor sebagai peubah akan memberikan persamaan rangkaian yang
setara. Kita cukup mempelajari salah satu di antaranya.
Rangkaian RLC Paralel. Perhatikan rangkaian RLC paralel seperti pada
Gb.2.2. Aplikasi HAK
pada simpul A A is
memberikan
iR + iL + iC = is iR iC +
iL = i v
Hubungan ini dapat L C
R −
dinyatakan dengan arus
induktor iL = i sebagai
peubah, dengan B
memanfaatkan hubungan
v =vL =L di/dt, sehingga Gb.2.2. Rangkaian paralel RLC
iR = v/R dan iC = C
dv/dt .
vC (0 + ) = vC (0 − ) dan i L ( 0 + ) = i L (0 − )
dvC + dvC + i (0 + )
i (0 + ) = iL (0 + ) = iC (0 + ) = C (0 ) atau (0 ) =
dt dt C
Dengan demikian jika peubah y adalah tegangan kapasitor, dua kondisi
awal yang harus diterapkan, adalah:
33
dvC + i (0 + )
vC (0+ ) = vC (0− ) dan (0 ) = L .
dt C
Contoh lain adalah rangkaian paralel RLC; hubungan antara vC dan iL
adalah
diL + diL + v (0 + )
vC (0+ ) = vL (0+ ) = L (0 ) atau (0 ) = C
dt dt L
Dengan demikian jika peubah y adalah arus induktor, dua kondisi awal
yang harus diterapkan, adalah:
diL + v (0 + )
i L (0 + ) = i L (0 − ) dan (0 ) = C .
dt L
Secara umum, dua kondisi awal yang harus kita terapkan pada (2.5)
adalah
dy +
y (0 + ) = y (0 − ) dan (0 ) = y ' (0 + )
dt (2.6)
+
dengan y ' (0 ) dicari dari hubungan rangkaian
d2y dy
a 2
+b + cy = 0 (2.7)
dt dt
Agar persamaan ini dapat dipenuhi, y dan turunannya harus mempunyai
bentuk sama sehingga dapat diduga y berbentuk fungsi eksponensial ya =
Kest dengan nilai K dan s yang masih harus ditentukan. Kalau solusi ini
dimasukkan ke (2.27) akan diperoleh :
− b ± b 2 − 4ac
s1, s2 = (2.10)
2a
Akar-akar persamaan ini mempunyai tiga kemungkinan nilai, yaitu: dua
akar riil berbeda, dua akar sama, atau dua akar kompleks konjugat.
Konsekuensi dari masing-masing kemungkinan nilai akar ini terhadap
bentuk gelombang tanggapan rangkaian akan kita lihat lebih lanjut.
Untuk sementara ini kita melihat secara umum bahwa persamaan
karakteristik mempunyai dua akar.
Dengan adanya dua akar tersebut maka kita mempunyai dua tanggapan
alami, yaitu:
Jika ya1 merupakan solusi dan ya2 juga merupakan solusi, maka jumlah
keduanya juga merupakan solusi. Jadi tanggapan alami yang kita cari
akan berbentuk
35
2.3. Tiga Kemungkinan Bentuk Tanggapan
Sebagaimana disebutkan, akar-akar persamaan karakteristik yang bentuk
umumnya adalah as2 + bs + c = 0 dapat mempunyai tiga kemungkinan
nilai akar, yaitu:
a). Dua akar riil berbeda, s1 ≠ s2, jika {b2− 4ac } > 0;
b). Dua akar sama, s1 = s2 = s , jika {b2−4ac } = 0;
c). Dua akar kompleks konjugat s1 , s2 = α ± jβ jika {b2−4ac } < 0.
Tiga kemungkinan nilai akar tersebut akan memberikan tiga
kemungkinan bentuk tanggapan yang akan kita lihat berikut ini, dengan
contoh tanggapan rangkaian tanpa fungsi pemaksa.
Dua Akar Riil Berbeda. Kalau kondisi awal y(0+) dan dy/dt (0+) kita
terapkan pada tanggapan lengkap (2.12), kita akan memperoleh dua
persamaan yaitu
Berikut ini kita lihat suatu contoh. Seperti halnya pada rangkaian orde
pertama, pada rangkaian orde kedua ini kita juga mengartikan tanggapan
rangkaian sebagai tanggapan lengkap. Hal ini didasari oleh pengertian
tentang kondisi awal, yang hanya dapat diterapkan pada tanggapan
lengkap. Rangkaian-rangkaian yang hanya mempunyai tanggapan alami
kita fahami sebagai rangkaian dengan tanggapan paksa yang bernilai nol.
Penyelesaian :
Kondisi mantap yang telah tercapai pada waktu saklar di posisi 1
membuat kapasitor bertegangan sebesar tegangan sumber, sementara
induktor tidak dialiri arus. Jadi
v(0− ) = 15 V ; i (0 − ) = 0
d dv dv
−v+L − C + R − C = 0
dt dt dt
d 2v dv
→ LC + RC +v = 0
2 dt
dt
Jika nilai-nilai elemen dimasukkan dan dikalikan dengan 4×106
maka persamaan rangkaian menjadi
d 2v dv
+ 8,5 × 103 + 4 × 106 v = 0
2 dt
dt
37
Persamaan karkteristik : s 2 + 8,5 × 103 s + 4 × 106 = 0
Dua Akar Riil Sama Besar. Kedua akar yang sama besar tersebut dapat
kita tuliskan sebagai
s1 = s dan s2 = s + δ ; dengan δ → 0 (2.15)
Dengan demikian maka tanggapan lengkap (2.32) dapat kita tulis sebagai
Kalau kondisi awal pertama y(0+) kita terapkan, kita akan memperoleh
Jika kondisi awal kedua dy/dt (0+) kita terapkan, kita peroleh
B − A0 s st B0 − A0 s ( s + δ)t
y = y p + A0 − 0 e + e
δ δ
B − A0 s B0 − A0 s δ t st
= y p + A0 − 0 + e e (2.18.a)
δ δ
1 e δ t st
= y p + A0 + ( B0 − A0 s) − + e
δ δ
1 eδ t δt
Karena lim − + = lim e − 1 = t maka tanggapan lengkap
δ →0 δ δ δ→0 δ
(2.18.a) dapat kita tulis
y = y p + [A0 + ( B0 − A0 s) t ] e st (2.18.b)
y = y p + [K a + K b t ] e st (2.18.c)
39
CO;TOH-2.2: Persoalan sama dengan contoh-2.1. akan tetapi resistor
8,5 kΩ diganti dengan 4 kΩ.
Penyelesaian :
d 2v dv
Persamaan rangkaian adalah : + 4 × 103 + 4 × 10 6 v = 0
2 dt
dt
Persamaan karakteristik : s 2 + 4000s + 4 × 106 = 0
41
CO;TOH-2.3: Persoalan sama dengan contoh 2.1. akan tetapi resistor
8,5 kΩ diganti dengan 1 kΩ.
Penyelesaian :
Dengan penggantian ini persamaan rangkaian menjadi
d 2v dv
+ 103 + 4 × 106 v = 0
2 dt
dt
dv
Persamaan karakteristik : s 2 + 1000 + 4 × 106 = 0
dt
akar - akar : s1 , s2 = −500 ± 5002 − 4 × 106
= −500 ± j 500 15
Di sini terdapat dua akar kompleks konjugat :
α ± jβ dengan α = −500 ; β = 500 15
Tanggapan lengkap diduga akan berbentuk
v = v p + (K a cos β t + K b sin βt ) e αt
= 0 + (K a cos βt + K b sin βt ) e αt
v 20
[V]
15
teredam kritis (contoh 18.15)
10
sangat teredam (contoh 18.14)
5
0
0 0.00 0.004 0.006 0.008 0.01 t [s]
-5
kurang teredam (contoh 18.16)
-10
43
CO;TOH-2.4: Jika vs=10u(t)
V, bagaimana-kah i1 1µF
keluaran vo rangkaian di
A B
samping ini pada t > 0
untuk berbagai nilai µ ? i2 + vo
+ 1MΩ 1MΩ +
vs −
Penyelesaian : 1µF − µvB
Karena vo = µvB maka kita
mencari persamaan
rangkaian dengan tegangan simpul B , yaitu vB , sebagai peubah.
Persamaan tegangan simpul untuk simpul A dan B adalah
1 1 v v
v A 6 + 6 + i1 − s6 − B6 = 0
10 10 10 10
d
⇒ 2v A + (v A − µ vB ) − vs − vB = 0
dt
1 v dv
vB 6 + i2 − A6 = 0 ⇒ vB + B − v A = 0
10 10 dt
dv
⇒ v A = vB + B
dt
Dua persamaan diferensial orde satu ini jika digabungkan akan
memberikan persamaan diferensial orde kedua.
dv B dv B d 2v B dv
2v B + 2 + + − µ B − v B = vs = 10 atau
dt dt 2 dt
dt
d 2vB dv B
+ (3 − µ) + vB = 10
2 dt
dt
Pers. karakteristik : s 2 + (3 − µ) s + 1 = 0
− (3 − µ) ± (3 − µ) 2 − 4
→ s1, ss =
2
Dugaan tanggapan lengkap : vB = vBp + K1es1t + K 2es 2t
Dugaan tanggapan paksa : vBp = K3 → 0 + 0 + K3 = 10
⇒ vBp = 10
d 2vB dv B d 2 v B dv B
+ (3 − µ) + v B = 10 ⇒ + + v B = 10
dt 2 dt dt 2 dt
Pers. karakteristik : s 2 + s + 1 = 0
−1± 1− 4
→ s1, ss = = −0,5 ± j 0,5 3
2
(dua akar kompleks konjugat : α ± jβ ; α = −0,5 ; β = 0,5 3 )
Tanggapan lengkap diduga berbentuk :
vB = vBp + (K a cos β t + Kb sin β t ) eαt
Tanggapan paksa : vBp = K → 0 + 0 + K = 10 ⇒ vBp = 10
Tanggapan lengkap : vB = 10 + (K a cos β t + Kb sin β t ) eαt
45
Kondisi awalnya adalah : kedua kapasitor bertegangan nol.
→ vB (0+ ) = 0 dan v A (0+ ) − vo (0+ ) = 0
→ vB (0+ ) + 105 i2 (0+ ) − 2vB (0+ ) = 0
dvB + dvB +
→ 0 + 105 (0 ) − 0 = 0 → (0 ) = 0
dt dt
Penerapan dua kondisi awal ini ke tanggapan lengkap
memberikan : vB( 0+ ) = 0 = 10 + K a ⇒ K a = −10
dvB
= (− K aβ sin βt + Kbβ cos βt ) eαt + (K a cos βt + Kb sin βt ) α eαt
dt
dvB + − αK a 0,5 × (−10) − 10
(0 ) = 0 = Kbβ + αK a → Kb = = =
dt β 0,5 3 3
10
⇒ vB = 10 − 10 cos(0,5 3 t ) + sin(0,5 3 t ) e−0.5t
3
d2y dy
a +b + cy = A cos(ωt + θ)
2 dt
dt
Persamaan karakterisik serta akar-akarnya tidak berbeda dengan apa
yang telah kita bahas untuk sumber tegangan konstan, dan memberikan
tanggapan alami yang berbentuk
va = K1e s1t + K 2e s 2 t
d 2v dv
+5 + 6v = 156 cos 3t
2 dt
dt
47
30
v [V] 20 vs
i [A] v
10
0 t [s]
-10 0 i 2 4 6 8 10
-20
-30
vB 1 v
Simpul B :
6
+
L ∫
vB dt + iL (0) − = 0 → v B + 6 v B dt − v = 0
6 ∫
dvB dv d dv dv dv
→ + 6v B − = 0 → 2,5v + 1,5 − 1,5vs + 6 2,5v + 1,5 − 1,5vs − =
dt dt dt dt dt dt
d 2v dv dv
→ 1,5 + 10,5 + 15v = 9v s + 1,5 s atau
2 dt dt
dt
d 2v dv dv
2
+7 + 10v = 6vs + s
dt dt dt
Dengan tegangan masukan vs = 10cos5t maka persamaan rangkaian
menjadi
Persamaan karakteristik : s 2 + 7 s + 10 = 0
49
Soal-Soal
1. Carilah bentuk gelombang tegangan yang memenuhi persamaan
diferensial berikut.
d 2v dv
a). 2
+7 + 10v = 0 ,
dt dt
dv +
v(0+ ) = 0, (0 ) = 15 V/s
dt
d 2v dv
b). +4 + 4v = 0 ,
dt 2 dt
dv +
v(0+ ) = 0 V, (0 ) = 10 V/s
dt
d 2v dv
c). 2
+4 + 5v = 0 ,
dt dt
dv +
v (0+ ) = 0 V, (0 ) = 5 V/s
dt
d 2v dv
a). 2
+ 10+ 24v = 100u (t ) ,
dt dt
dv(0)
v(0 + ) = 5, = 25 V/s
dt
d 2v dv
b). 2
+ 10+ 25v = 100u (t ) ,
dt dt
dv(0)
v(0 + ) = 5 V, = 10 V/s
dt
d 2v dv
c). +8 + 25v = 100u (t ) ,
dt 2 dt
dv(0)
v(0 + ) = 5 V, = 10 V/s
dt
d 2v dv
a). 2
+6 + 8v = 100[cos1000 t ] u (t ) ,
dt dt
dv +
v(0+ ) = 0, (0 ) = 0 V/s
dt
d 2v dv
b). +6 + 9v = 100[cos1000 t ] u (t ) ,
dt 2 dt
dv +
v(0+ ) = 0 V, (0 ) = 0 V/s
dt
d 2v dv
c). +2 + 10v = 100[cos1000 t ] u (t ) ,
dt 2 dt
dv +
v(0+ ) = 0 V, (0 ) = 0 V/s
dt
4. Saklar S pada rangkaian di bawah ini, telah berada pada posisi A
dalam waktu yang lama. Pada t = 0, ia dipindahkan ke posisi B.
Carilah vC untuk t > 0
A S
51
6. Saklar S pada rangkaian di bawah ini telah berada di posisi A dalam
waktu yang lama. Pada t = 0 , saklar dipindahkan ke posisi B.
Tentukan iL(t) untuk t > 0.
S iL
A
0,4kΩ B
+ 25kΩ
+
− 15 V15 V− 10mH
0,01µF
S + vC −
A − +
+ 0,4kΩ B
− 15 V 15 V 0,01µF
25kΩ 10mH
4kΩ +
+ vC
vs − 50pF
50mH −
S
+ 12V + 4Ω 4Ω + +
− v1 6V −
0,05F − 0,05F v2
−
i
0,25F
S 4Ω + +
+ 8Ω
− 0,25F v1 − 2v1
12V
−
5H 0,05F +
is vs
10Ω 10Ω −
53
15. Kabel sepanjang 2 kM digunakan untuk mencatu sebuah beban pada
tegangan searah 20 kV. Resistansi beban 200 Ω dan induktansinya 1
H (seri). Kabel penyalur daya ini mempunyai resistansi total 0,2 Ω
sedangkan antara konduktor dan pelindung metalnya membentuk
kapasitor dengan kapasitansi total 0,5 µF. Bagaimanakah perubahan
tegangan beban apabila tiba-tiba sumber terputus? (Kabel dimodelkan
sebagai kapasitor; resistansi konduktor kabel diabaikan terhadap
resistansi beban).
55
Di bab ini kita akan membahas mengenai transformasi Laplace, sifat
transformasi Laplace, pole dan zero, transformasi balik, solusi persamaan
diferensial, serta transformasi bentuk gelombang dasar.
Setelah mempelajari analisis rangkaian menggunakan transformasi
Laplace bagian pertama ini, kita akan
• memahami transformasi Laplace beserta sifat-sifatnya;
• mampu melakukan transformasi berbagai bentuk gelombang
sinyal dari kawasan t ke kawasan s.
• mampu mencari transformasi balik dari pernyataan bentuk
gelombang sinyal dari kawasan s ke kawasan t.
As
=
s 2 + ω2
57
3.2. Tabel Transformasi Laplace
Transformasi Laplace dari bentuk gelombang anak tangga, eksponensial,
dan sinus di atas merupakan contoh bagaimana suatu transformasi
dilakukan. Kita lihat bahwa amplitudo sinyal, A, selalu muncul sebagai
faktor pengali dalam pernyataan sinyal di kawasan s. Transformasi dari
beberapa bentuk gelombang yang lain termuat dalam Tabel-3.1. dengan
mengambil amplitudo bernilai satu satuan. Tabel ini, walaupun hanya
memuat beberapa bentuk gelombang saja, tetapi cukup untuk keperluan
pembahasan analisis rangkaian di kawasan s yang akan kita pelajari di
buku ini.
Untuk selanjutnya kita tidak selalu menggunakan notasi L[f(t)]
sebagai pernyataan dari “transformasi Laplace dari f(t)”, tetapi
kita langsung memahami bahwa pasangan fungsi t dan
transformasi Laplace-nya adalah seperti : f(t) ↔ F(s) , v1(t) ↔
V1(s) , i4(t) ↔ I4(s) dan seterusnya. Dengan kata lain kita
memahami bahwa V(s) adalah pernyataan di kawasan s dari
v(t), I(s) adalah penyataan di kawasan s dari i(t) dan
seterusnya.
59
Dengan kata lain
Bukti dari pernyataan ini tidak kita bahas di sini. Sifat ini memudahkan
kita untuk mencari F(s) dari suatu fungsi f(t) dan sebaliknya mencari
fungsi f(t) dari dari suatu fungsi F(s) dengan menggunakan tabel
transformasi Lapalace. Mencari fungsi f(t) dari suatu fungsi F(s) disebut
mencari transformasi balik dari F(s), dengan notasi L−1[F(s)] = f(t) . Hal
terakhir ini akan kita bahas lebih lanjut setelah membahas sifat-sifat
transformasi Laplace.
= A1F1 ( s) + A2 F2 ( s)
dengan F1(s) dan F2(s) adalah transformasi Laplace dari f1(t) dan f2(t).
e jωt + e − jωt
b). v 2(t) = A cos(ωt )u (t ) = A u (t )
2
=
A j ωt
2
(
e u (t ) + e − jωt u (t ) )
A 1 1 A 2s As
V2 ( s ) = + = =
2 s − jω s + jω 2 s 2 + ω 2 s + ω2
2
3.3.3. Integrasi
Sebagaimana kita ketahui karakteristik i-v kapasitor dan induktor
melibatkan integrasi dan diferensiasi. Karena kita akan bekerja di
kawasan s, kita perlu mengetahui bagaimana ekivalensi proses integrasi
dan diferensiasi di kawasan t tersebut. Transformasi Laplace dari
integrasi suatu fungsi dapat kita lihat sebagai berikut.
t
Misalkan f (t ) = ∫0 f1( x)dx . Maka
∞ ∞ ∞ − st
t e − st t e
∫ ∫0
F ( s ) =
f1 ( x)dx e − st dt =
− s
∫0 f1 ( x)dx −
0
∫ −s f1 (t ) dt
0 0
Suku pertama ruas kanan persamaan di atas akan bernilai nol untuk t = ∞
karena e−st = 0 pada t→∞ , dan juga akan bernilai nol untuk t = 0 karena
integral yang di dalam tanda kurung akan bernilai nol (intervalnya nol).
Tinggallah suku kedua ruas kanan; jadi
∞ − st ∞
e 1 F1( s)
∫ ∫ f1(t )e
− st
F (s) = − f1 (t ) dt = dt = (3.8)
−s s s
0 0
61
CO;TOH-3.3: Carilah transformasi Laplace dari fungsi ramp r(t)=tu(t).
Penyelesaian :
Kita mengetahui bahwa fungsi ramp adalah integral dari fungsi anak
tangga.
t
r (t ) = tu (t ) = ∫0 u( x)dx
∞ t − st 1
→ R( s ) = ∫0 ∫0 u( x)dx e dt =
s2
Hasil ini sudah tercantum dalam Tabel.3.1.
3.3.4. Diferensiasi
Transformasi Laplace dari suatu diferensiasi dapat kita lihat sebagai
berikut.
df1 (t )
Misalkan f (t ) = maka
dt
F (s) = ∫ 0
∞
df1 (t ) − st
dt
[ ∞
e dt = f1 (t )e − st 0 −
∞
0
] ∫
f1 (t )( − s )e − st dt
Suku pertama ruas kanan bernilai nol untuk t = ∞ karena e−st = 0 untuk
t→ ∞ , dan bernilai −f(0) untuk t = 0. Dengan demikian dapat kita
tuliskan
∞
L
df1 (t )
=s ∫0 f (t )e − st dt − f (0) = sF1 ( s) − f1 (0) (3.9)
dt
d 2 f1 (t )
jika f (t ) = → F ( s) = s 2 F1 (s) − sf1 (0) − f1′ (0)
dt 2 (3.10)
d 3 f1 (t ) 3 2
jika f (t ) = → F (s) = s F1 ( s) − s f1 (0) − sf1′ (0) − f1′′(0)
dt 3
3.3.5. Translasi di Kawasan t
Sifat transformasi Laplace berkenaan dengan translasi di kawasan t ini
dapat dinyatakan sebagai berikut
Jika transformasi Laplace dari f(t) adalah F(s),
maka transformasi Laplace dari f(t−a)u(t−a) untuk
a > 0 adalah e−asF(s).
Hal ini dapat kita lihat sebagai berikut. Menurut definisi, transformasi
Laplace dari f(t−a)u(t−a) adalah
∞
∫0 f (t − a )u (t − a)e − st dt
Karena u(t−a) bernilai nol untuk t < a dan bernilai satu untuk t > a ,
bentuk integral ini dapat kita ubah batas bawahnya serta tidak lagi
menuliskan faktor u(t−a), menjadi
∞ ∞
∫0 f (t − a )u (t − a)e − st dt = ∫a f (t − a)e − st dt
63
∞ ∞
∫0 f (t − a)u (t − a )e − st dt = ∫0 f (τ)e − s ( τ + a ) dτ
(3.11)
∞
= e − as ∫0 f (τ)e − sτ dτ = e − as F ( s)
A A A(1 − e − as )
F (s) = − e − as =
s s s
3.3.6. Translasi di Kawasan s
Sifat mengenai translasi di kawasan s dapat dinyatakan sebagai berikut.
Jika transformasi Laplace dari f(t) adalah F(s) , maka
transformasi Laplace dari e−αtf(t) adalah F(s + α).
Bukti dari pernyataan ini dapat langsung diperoleh dari definisi
transformasi Laplace, yaitu
∞ − αt ∞
∫0 e f (t )e − st dt = ∫0 f (t )e − ( s + α )t dt = F ( s + α) (3.19)
Penyelesaian :
s+α
maka jika v2 (t ) = e − αt cos ωt u (t ) ⇒ V2 ( s ) =
( s + α ) 2 + ω2
3.3.7. Pen-skalaan (scaling)
Sifat ini dapat dinyatakan sebagai :
Jika transformasi Laplace dari f(t) adalah F(s) , maka untuk a
1 s
> 0 transformasi dari f(at) adalah F .
a a
Bukti dari sifat ini dapat langsung diperoleh dari definisinya. Dengan
mengganti peubah t menjadi τ = at maka transformasi Laplace dari f(at)
adalah:
s
∞ 1 ∞ − τ 1 s
− st
∫0 f (at )e dt =
a ∫0 f ( τ )e a dτ = F
a a
(3.12)
Jadi, jika skala waktu diperbesar (a > 1) maka skala frekuensi s mengecil
dan sebaliknya apabila skala waktu diperkecil (a < 1) maka skala
frekuensi menjadi besar.
3.3.8. ;ilai Awal dan ;ilai Akhir
Sifat transformasi Laplace berkenaan dengan nilai awal dan nilai akhir
dapat dinyatakan sebagai berikut.
Nilai awal : lim f (t ) = lim sF ( s)
t →0 + s →∞
Nilai akhir : lim f (t ) = lim sF ( s)
t →∞ s →0
+
Jadi nilai f(t) pada t = 0 di kawasan waktu (nilai awal) sama dengan
nilai sF(s) pada tak hingga di kawasan s. Sedangkan nilai f(t) pada t = ∞
65
(nilai akhir) sama dengan nilai sF(s) pada titik asal di kawasan s. Sifat
ini dapat diturunkan dari sifat diferensiasi.
diferensiasi :
df (t ) sF ( s) − f (0 − )
dt
d 2 f (t ) s 2 F ( s) − sf (0− ) − f ′(0− )
dt 2
d 3 f (t ) s 3 F ( s ) − s 2 f (0 − )
dt 3 − sf (0 − ) − f ′′(0 − )
linier : A1 f1(t) + A2 f2(t) A1F1(s) + A2 F2(s)
translasi di t: [ f (t − a )]u (t − a) e − as F (s)
translasi di s : e− at f (t ) F ( s + a)
t
konvolusi : ∫0 f1 ( x) f 2 (t − x)dx F1( s) F2 ( s )
67
rangkaian di kawasan s, pada umumnya F(s) berupa rasio polinomial
yang bentuknya tidak sesederhana dan tidak selalu ada pasangannya
seperti dalam tabel. Untuk mengatasi hal itu, F(s) kita uraikan menjadi
suatu penjumlahan dari bentuk-bentuk yang ada dalam tabel, sehingga
kita akan memperoleh f(t) sebagai jumlah dari bentuk-bentuk gelombang
sederhana. Dengan perkataan lain kita membuat F(s) menjadi
transformasi dari suatu gelombang komposit dan kelinieran dari
transformasi Laplace akan memberikan transformasi balik dari F(s) yang
berupa jumlah dari bentuk-bentuk gelombang sederhana. Sebelum
membahas mengenai transformasi balik kita akan mengenal lebih dulu
pengertian tentang pole dan zero.
3.4.1. Pole dan Zero
Pada umumnya, transformasi Laplace berbentuk rasio polinom
bm s m + bm −1s m −1 + L + b1s + b0
F ( s) = (3.13)
an s n + an −1s n −1 + L + a1s + a0
Penyelesaian :
jω
a). Fungsi ini mempunyai pole di s = −1
tanpa zero × σ
tertentu. −1
jω
b). Fungsi ini mempunyai zero di s = −a. +jb
Pole dapat dicari dari σ
−a
( s + a) 2 + b 2 = 0 → pole di s = −a ± jb −jb
Jika jumlah pole lebih besar dari jumlah zero, jadi n > m, kita katakan
bahwa fungsi ini merupakan fungsi rasional patut. Jika fungsi ini
memiliki pole yang semuanya berbeda, jadi pi ≠ pj untuk i ≠ j , maka
dikatakan bahwa F(s) mempunyai pole sederhana. Jika ada pole yang
berupa bilangan kompleks kita katakan bahwa fungsi ini mempunyai
pole kompleks. Jika ada pole-pole yang bernilai sama kita katakan bahwa
fungsi ini mempunyai pole ganda.
69
3.4.3. Fungsi Dengan Pole Sederhana
Apabila fungsi rasional F(s) hanya mempunyai pole sederhana, maka ia
dapat diuraikan menjadi berbentuk
k1 k2 kn
F (s) = + +L+ (3.15)
( s − p1) ( s − p2 ) ( s − pn )
Penyelesaian :
4 k k
a). F (s) = = 1 + 2
( s + 1)(s + 3) s + 1 s + 3
4(−1 + 2)
→ F ( s) × ( s + 1) dan substitusi s = −1 → = k1 → k1 = 2
−1+ 3
4(−3 + 2)
→ F ( s) × ( s + 3) dan substitusi s = −3 → = k2 → k2 = 2
− 3+1
2 2
⇒ F (s) = + ⇒ f (t ) = 2e −t + 2e −3t
s +1 s + 3
6( s + 2) k k k
c). F (s) = = 1+ 2 + 3
s( s + 1)(s + 4) s s + 1 s + 4
6( s + 2) 6( s + 2)
→ k1 = = 3 ; k2 = = −2 ;
( s + 1)( s + 4) s =0
s( s + 4) s = −1
6( s + 2)
k3 = = −1
s( s + 1) s = −4
3 −2 −1
⇒ F( s ) = + + → f (t ) = 3 − 2e −t − e − 4t
s s +1 s + 4
71
sebab jika tidak maka koefisien polinomial tersebut tidak akan riil. Jadi
untuk sinyal yang memang secara fisik kita temui, pole kompleks dari
F(s) haruslah terjadi secara berpasangan konjugat. Oleh karena itu uraian
F(s) harus mengandung dua suku yang berbentuk
k k*
F (s) = L + + +L (3.17)
s + α − jβ s + α + jβ
f (t ) = L + 2 k e −αt cos(β + θ) + L
− 4 ± 16 − 32
s= = −2 ± j 2
2
8 k k2 k2∗
F (s) = = 1+ +
s ( s 2 + 4s + 8) s s + 2 − j 2 s + 2 + j 2
8 8
→ k1 = ×s = =1
2
s( s + 4s + 8) s =0
8
8
→ k2 = × ( s + 2 − j 2)
2
s( s + 4s + 8) s = −2 + j 2
8 8 2 j ( 3π / 4 )
= = = e
s ( s + 2 + j 2) s = − 2 + j 2 − 8 − j 8 2
2 − j ( 3π / 4 )
→ k 2∗ = e
2
2 j ( 3π / 4 ) − ( 2 − j 2 ) t 2 − j ( 3π / 4) − ( 2 + j 2 ) t
⇒ f(t) = u (t ) + e e + e e
2 2
= u (t ) +
2
e e [
2 − 2t j ( 3π / 4 + 2t )
+ e − j ( 3π / 4 + 2t ) ]
= u (t ) + 2e − 2t cos(2t + 3π / 4)
73
1 K ( s − z1 )
F (s) = (3.20)
s − p2 ( s − p1 )(s − p2 )
Bagian yang didalam tanda kurung dari (3.20) mengandung pole
sederhana sehingga kita dapat menguraikannya seperti biasa.
K ( s − z1 ) k1 k2
F1 ( s) = = + (3.21)
( s − p1 )(s − p2 ) s − p1 s − p2
Residu pada (3.21) dapat ditentukan, misalnya k1 = A dan k2 = B , dan
faktor yang kita keluarkan kita masukkan kembali sehingga (3.20)
menjadi
1 A B A B
F (s) = + = +
s − p2 s − p1 s − p2 ( s − p2 )(s − p1 ) ( s − p2 ) 2
s 1 s
F( s ) = =
( s + 1)( s + 2) 2 ( s + 2) ( s + 1)(s + 2)
1 k1 k
= + 2
( s + 2) s + 1 s + 2
s s
→ k1 = = −1 → k2 = =2
( s + 2) s = −1
( s + 1) s = −2
3.4.6. Konvolusi
Transformasi Laplace menyatakan secara timbal balik bahwa
jika f (t ) = f1(t ) + f 2 (t ) maka F (s) = F1( s) + F2 ( s)
Mencari fungsi f(t) dari suatu fungsi F(s) yang merupakan hasil kali dua
fungsi s yang berlainan, melibatkan sifat transformasi Laplace yang kita
sebut konvolusi. Sifat ini dapat dinyatakan sebagai berikut.
jika F ( s) = F1 ( s) F2 ( s) maka
t t (3.24)
L−1[F ( s)] = f (t ) = ∫ f1 (τ) f 2 (t − τ)dτ = ∫ f 2 (τ) f1 (t − τ)dτ
0 0
Kita katakan bahwa transformasi balik dari perkalian dua F(s) diperoleh
dengan melakukan konvolusi dari kedua bentuk gelombang yang
bersangkutan. Kedua bentuk integral pada (3.24) disebut integral
konvolusi.
Pandanglah dua fungsi waktu f1(τ) dan f2(t). Transformasi Laplace
masing-masing adalah
∞ ∞
F1 ( s) = ∫0 f1(τ)e − sτ dτ dan F2 ( s) = ∫0 f 2 (t )e − st dt .
75
Jika kedua ruas dari persamaan pertama kita kalikan dengan F2(s) akan
kita peroleh
∞
F1( s) F2 ( s) = ∫0 f1(τ) e − sτ F2 ( s) dτ .
=
(
e −bt e( −a +b)t − 1
=
)
e − at − e −bt
−a+b −a+b
c). Fungsi ketiga ini juga dapat dipandang sebagai perkalian dua
fungsi.
1 1
F ( s) = F1( s ) F2 ( s) dengan F1 ( s) = 2 dan F2 ( s) =
s s + a
→ f1(t ) = t dan f 2 (t ) = e − at
t t − a (t − x ) t
⇒ f (t ) = ∫0 f1( x) f 2 (t − x)dx = ∫0 xe dx = e − at ∫0 xe
ax
dx
ax
t at
t e ax ax
t
− at xe − at te − 0 e
=e − ∫
dx = e − 2
a 0 a a a 0
0
te − 0 e − 1 at − 1 + e
at at − at
= e − at − =
a a 2 a2
77
3.5. Solusi Persamaan Rangkaian Menggunakan Transformasi
Laplace
Dengan menggunakan transformasi Laplace kita dapat mencari solusi
suatu persamaan rangkaian (yang sering berbentuk persamaan
diferensial) dengan lebih mudah. Transformasi akan mengubah
persamaan diferensial menjadi persamaan aljabar biasa di kawasan s
yang dengan mudah dicari solusinya. Dengan mentransformasi balik
solusi di kawasan s tersebut, kita akan memperoleh solusi dari persamaan
diferensialnya.
CO;TOH-3.13: Gunakan transformasi Laplace untuk mencari solusi
persamaan berikut.
dv
+ 10v = 0 , v (0 + ) = 5
dt
Penyelesaian :
Transformasi Laplace persamaan diferensial ini adalah
79
CO;TOH-3.15: Pada rangkaian di samping ini, saklar S dipindahkan
dari posisi 1 ke 2 pada t = 0. Tentukan i(t) untuk t > 0, jika sesaat
sebelum saklar dipindah tegangan kapasitor 4 V dan arus induktor 2
A.
1 i
S
Bagian 2 1H
+ 6Ω +
lain
− 6 V 1/13 F vC
rangkaian
−
Penyelesaian :
Aplikasi HTK pada rangkaian ini setelah saklar ada di posisi 2 ( t > 0
) memberikan
di 1
− 6 + 6i + L +
dt C ∫
idt + vC (0) = 0 atau
di
− 6 + 6i +
dt ∫
+ 13 idt + 4 = 0
2s + 2
= 1 + j1 = 2e j 45 → k1∗ = 2e − j 45
o o
→ k1 =
s + 3 + j 2 s = −3+ j 2
2e − j 45
o o
2e j 45
⇒ I (s) = +
s + 3 − j2 s + 3 + j2
81
Soal-Soal
1. Carilah pernyataannya di kawasan s sinyal-sinyal berikut ini.
83
8. Berikut ini adalah pernyataan sinyal di kawasan s; carilah
pernyataannya di kawasan waktu.
10
V1( s) = 2 ;
s + 10s + 16
10
V2 ( s) = 2 ;
s + 8s + 16
10
V3 (s) = 2
s + 6s + 25
9. Carilah pernyataannya di kawasan waktu sinyal-sinyal berikut ini.
6s + 14
V1( s ) = ;
( s + 2)(s + 3)
9s + 26
V2 ( s) = ;
( s + 2)(s + 3)( s + 4)
6s 2 + 34s + 46
V3 ( s) =
( s + 2)( s + 3)(s + 4)
85
4.1.2. Induktor
Hubungan antara arus dan tegangan induktor di kawasan t adalah
diL(t)
v L (t ) = L
dt
Transformasi Laplace dari vL adalah (ingat sifat diferensiasi dari
transformasi Laplace) :
∞ − st ∞ diL (t ) − st
VL ( s ) = ∫0 vL (t )e dt = ∫0 L dt
e dt = sLI L ( s) − LiL (0)
dengan iL (0) adalah arus induktor pada saat awal integrasi dilakukan atau
dengan kata lain adalah arus pada t = 0. Kita ingat pada analisis transien
di Bab-4, arus ini adalah kondisi awal dari induktor, yaitu i(0+) = i(0−).
4.1.3. Kapasitor
Hubungan antara tegangan dan arus kapasitor di kawasan t adalah
1 t
vC (t ) =
C ∫0 iC (t )dt + vc (0)
Transformasi Laplace dari tegangan kapasitor adalah
I C ( s) vC (0)
VC ( s ) = + (4.3)
sC s
dengan vC(0) adalah tegangan kapasitor pada t =0. Inilah hubungan
tegangan dan arus kapasitor di kawasan s.
− − −
Resistor Induktor Kapasitor
Gb.4.1. Representasi elemen di kawasan s.
I ( s ) vC (0)
VR ( s ) = R I R ( s ) ; VL ( s) = sLI L ( s) − LiL (0) ; VC ( s ) = C +
sC s
87
Representasi elemen di kawasan s dapat pula dilakukan dengan
menggunakan sumber arus untuk menyatakan kondisi awal induktor dan
kapasitor seperti terlihat pada Gb.4.2.
+ IL (s) IC (s)
IR (s)
+ 1
+
VR(s) R sL VL (s) iL (0) VC (s)
sC
− s − CvC(0)
−
Gb.4.2. Representasi elemen di kawasan s.
i ( 0)
VR ( s ) = R I R ( s ) ; VL ( s ) = sL I L ( s ) − L ;
s
1
VC ( s ) = (I C ( s) + CvC (0) )
sC
3 s 2 +
2 + s
VC(s)
s+3 − 8 +
s − −
∞ n n
∞
n
∫0 ∑ ik (t ) e − st dt =
k =1
∑ ∫0
k =1
∑
ik (t )e − st dt =
k =1
I k (s) = 0 (4.7)
Jadi hukum arus Kirchhoff (HAK) berlaku di kawasan s. Hal yang sama
terjadi juga pada hukum tegangan Kirchhoff. Untuk suatu loop
89
n
∑ vk (t ) = 0
k =1
(4.8)
∞ n n
∞
n
⇒ ∫ ∑ vk (t ) e − st dt =
0
k =1
k =1
0
∑∫
vk (t )e − st dt =
k =1
Vk ( s ) = 0∑
4.6. Kaidah-Kaidah Rangkaian
Kaidah-kaidah rangkaian, seperti rangkaian ekivalen seri dan paralel,
pembagi arus, pembagi tegangan, sesungguhnya merupakan konsekuensi
hukum Kirchhoff. Karena hukum ini berlaku di kawasan s maka kaidah-
kaidah rangkaian juga harus berlaku di kawasan s. Dengan mudah kita
akan mendapatkan impedansi ekivalen maupun admitansi ekivalen
3 s +
+ 2 VC (s)
Vin (s)
− s −
Penyelesaian :
Kaidah pembagi tegangan pada rangkaian ini memberikan
2/ s 2 2
VR ( s ) = Vin ( s) = Vin ( s) = Vin ( s)
2 2
s + 3s + 2 ( s + 1)( s + 2)
3+ s +
s
Pemahaman :
Jika Vin(s) = 10/s maka
dengan y(t) dan x(t) adalah keluaran dan masukan dan K adalah suatu
konstanta yang ditentukan oleh nilai-nilai resistor yang terlibat.
Transformasi Laplace dari kedua ruas hubungan diatas akan memberikan
Y ( s ) = KX ( s )
dengan Y(s) dan X(s) adalah sinyal keluaran dan masukan di kawasan s.
Untuk rangkaian impedansi,
Y (s) = K s X (s) (4.11)
91
R RCs
VR ( s) = Vin ( s) = Vin ( s)
R + sL + (1 / sC ) 2
LCs + RCs + 1
Besaran yang berada dalam tanda kurung adalah faktor proporsionalitas.
Faktor ini, yang merupakan fungsi rasional dalam s, memberikan
hubungan antara masukan dan keluaran dan disebut fungsi jaringan.
Yo ( s ) = K s1 X1 ( s ) + K s 2 X 2 ( s ) + K s3 X 3 ( s ) + ⋅ ⋅ ⋅ (4.12)
B
R 1 E
s + B
s 2 + ω2
− sC A
N
Penyelesaian :
1 / sC s s / RC
VT ( s) = Vht ( s) = =
R + (1 / sC ) s 2 + ω2 ( s + 1 / RC )( s 2 + ω2 )
1 s
I - ( s) = I hs ( s) =
R s 2 + ω2
R / sC 1
ZT = R || (1 / RC ) = =
R + 1 / sC C ( s + 1 / RC )
B
ZT E
VT + B
− A
N
93
IL (s) sL
+
I1(s) IR (s) R IC (s) 1/sC V2(s)
−
Penyelesaian :
Misalkan : V2 ( s ) = 1
1
→ VC ( s ) = V2 ( s ) = 1 → I C ( s) = = sC
1 / sC
→ I L ( s ) = I C ( s ) = sC → VL ( s ) = sL × sC = LCs 2
LCs 2 + 1
→ VR ( s) = VL ( s) + VC ( s) = LCs 2 + 1 → I R (s) =
R
LCs 2 + 1 LCs 2 + RCs + 1
⇒ I1* ( s) = I R ( s) + I L ( s) = + sC =
R R
1 R
⇒ Ks = =
I1* ( s) 2
LCs + RCs + 1
R
⇒ V2 ( s) = K s I1 ( s) = I1 ( s)
2
LCs + RCs + 1
4.8.2. Metoda Superposisi
CO;TOH-4.5: Dengan menggunakan metoda superposisi, carilah
tegangan
induktor vo (t)
pada rangkaian R +
Au(t) + L vo R Bsinβt
berikut ini. −
−
Penyelesaian :
Rangkaian kita transformasikan ke kawasan s menjadi
R +
A + R Bβ
− sL Vo
s s + β2
2
−
RLs
→ Z L // R =
R + sL
RLs
A L A/ 2
⇒ Vo1 ( s ) = R + sL = A=
RLs s R + 2sL s + R / 2L
R+
R + sL
Jika sumber tegangan dimatikan, rangkaian menjadi :
R +
R Bβ
sL Vo2
s + β2
2
−
1 / sL Bβ
Vo2 ( s ) = sL × I L ( s ) = sL × ×
1 1 1 s 2 + β2
+ +
R R sL
sRL Bβ RBβ s
= × =
2sL + R s + β
2 2 2 ( s + R / 2L)( s 2 + β 2 )
⇒ Vo ( s) = Vo1 ( s ) + Vo2 ( s )
A/ 2 RBβ k1 k k
= + + 2 + 3
s + R / 2L 2 s + R / 2 L s + jβ s − jβ
s ( R / 2 L)
→ k1 = =−
(s 2 + β2 ) s = − R / 2L
( R / 2 L) 2 + β 2
s 1 1
→ k2 = = = e jθ ,
( s + R / 2 L)(s − jβ) s = − jβ
R / L − j 2β 2
( R / L) + 4β 2
+ 2β
θ = tan −1
R/L
1
→ k3 = e − jθ
( R / L) 2 + 4β 2
95
R
− t
− ( R / 2 L)
R e 2L
A − 2L t RBβ ( R / 2 L) 2 + β 2
⇒ vo (t ) = e +
2 2
+
1
2 2
(
e − j (βt − θ) + e j (βt − θ) )
( R / L) + 4β
R
A R 2 Bβ − 2 L t RBβ
⇒ vo (t ) = − e + cos(βt − θ)
2 R + 4 Lβ 2
2
( R / L) 2 + 4β 2
+ R/2
Vo
+ R Bβ A
sL − +
− 2 s 2 + β2 sR
sL R Bβ A
Vo ( s) = × +
sL + R / 2 2 s + β
2 2 sR
A/ 2 ( RBβ / 2) s
Vo ( s ) = +
s + R / 2 L ( s + R / 2 L)( s 2 + β 2 )
Hasil ini sama dengan apa yang telah kita peroleh dengan metoda
superposisi pada contoh 4.20. Selanjutnya transformasi balik ke kawasan
t dilakukan sebagaimana telah dilakukan pada contoh 4.20.
97
Dengan demikian maka tegangan induktor menjadi
sL sL A / 2 RBβ / 2
Vo ( s) = VT ( s) = +
sL + ZT sL + R / 2 s s 2 + β2
A/ 2 ( RBβ / 2) s
= +
s + R / 2 L ( s + R / 2 L)( s 2 + β 2 )
1 1 1 1 A Bβ
Vo ( s) + + − − 2 =0
R R sL R s s + β2
Dari persamaan tersebut di atas kita peroleh
2 Ls + R A Bβ
Vo ( s) = + atau
RLs Rs s + β 2
2
RLs A Bβ
Vo ( s) = +
2 Ls + R Rs s 2 + β 2
A/ 2 ( RBβ / 2) s
= +
s + R / 2 L ( s + R / 2 L)(s 2 + β 2 )
i(t)
10mH
+ 10kΩ
10 u(t) 1µF
− 10kΩ
Penyelesaian :
Transformasi rangkaian ke kawasan s adalah seperti gambar berikut
ini. Kita
tetapkan 0.01s 104 I(s)
4
referensi V1( s ) =
10 + 10 106
arus mesh s − IA IB
s
IA dan IB.
Persamaan
arus mesh dari kedua mesh adalah
−
10
s
( )
+ I A ( s) 0.01s + 104 − I B ( s) × 104 = 0
106
I B ( s)104 + 104 + − I A ( s) × 104 = 0
s
Dari persamaan kedua kita peroleh:
→ I A ( s) =
(2s + 10 ) I
2
B (s)
s
Sehingga:
99
⇒−
10
s
(
+ 0.01s + 10 4 )(
2 s + 10 2
s
)
I B ( s ) − I B ( s ) × 10 4 = 0
10
⇒ I ( s ) = I B ( s) =
0,02 s 2 + 2 × 10 4 s + s + 10 6 − 10 4 s
10 10
= =
2 4
0,02 s + 10 s + 10 6 ( s − α )(s − β)
− 10 4 + 108 − 8 × 10 4
dengan α = ≈ −100 ;
0,04
− 10 4 − 108 − 8 × 10 4
β= ≈ −500000
0,04
10 k1 k2
⇒ I (s) = = +
( s + 100)( s + 500000) s + 100 s + 50000
10 10
k1 = = 2 × 10 −5 ; k2 = = −2 × 10 −5
s + 500000 s = −100 s + 100 s = −500000
[
⇒ i(t ) = 0,02 e −100t
−e − 500000t
] mA
1kΩ iL
+ vs 1kΩ
− 0.1H
101
12. Carilah tanggapan status nol dari vC dan iL pada rangkaian berikut
jika vs=100u(t) V.
5kΩ + iL
+ vs
− vC 50mH
0,05µF −
13. Carilah tanggapan status nol dari vC dan iL pada rangkaian berikut
jika vs=[10cos20000t]u(t) V.
500Ω + iL
+ vs vC 50mH
−
0,05µF −
0,05µF i
is
5kΩ 5kΩ
5kΩ +
is 0,1H vo
5kΩ
−
0,5kΩ +
+ vL is
− vs
− 0,1H 0,5kΩ
10mH +
10kΩ
+ v1 1µF v2
− 10kΩ −
20. Ulangi soal 17 jika tegangan awal kapasitor 5 V sedangkan arus awal
induktor nol.
21. Pada rangkaian berikut carilah tanggapan status nol dari tegangan
keluaran vo(t) jika tegangan masukan vs(t)=10u(t) mV.
i
10kΩ
+ 10kΩ 0,1µF +
vs vo
− 1kΩ 100i 100kΩ
−
22. Pada rangkaian berikut carilah tanggapan status nol dari tegangan
keluaran vo(t) jika tegangan masukan vs(t)=10u(t) mV.
10kΩ i 2pF +
+ 10kΩ
vs vo
− 20pF 1kΩ 50i −
R2 C2
R1 10kΩ
+
+ − + −
vin + +
vo v 1µF +
C1 in vo
103
C1 R2
R1
−
+ C2 + +
vin
R2 vo
i1 i2
26. Untuk rangkaian M
transformator linier 50Ω
berikut ini tentukanlah i1 + L1 L2
− 50u(t) V 80Ω
dan i2 .
L1=0,75H L2=1H
M = 0,5H
L1=20mH L2=2mH
105
5.1.2. Fungsi Alih
Dalam rangkaian pemroses sinyal, pengetahuan mengenai fungsi alih
sangat penting karena fungsi ini menentukan bagaimana suatu sinyal
masukan akan mengalami modifikasi dalam pemrosesan. Karena sinyal
masukan maupun sinyal keluaran dapat berupa tegangan ataupun arus,
maka kita mengenal empat macam fungsi alih, yaitu
Vo ( s)
Fungsi Alih Tegangan : TV ( s ) = ;
Vin ( s)
I (s)
Fungsi Alih Arus : TI ( s ) = o
I in ( s)
(5.3)
I o ( s)
Admitansi Alih : TY ( s) = ;
Vin ( s)
Vo ( s)
Impedansi Alih : TZ ( s) =
I in ( s)
TV (s) dan TI (s) tidak berdimensi. TY (s) mempunyai satuan siemens dan
TZ (s) mempunyai satuan ohm. Fungsi alih suatu rangkaian dapat
diperoleh melalui penerapan kaidah-kaidah rangkaian serta analisis
rangkaian di kawasan s. Fungsi alih memberikan hubungan antara sinyal
masukan dan sinyal keluaran di kawasan s. Berikut ini kita akan melihat
beberapa contoh pencarian fungsi alih.
+ + Io(s)
R 1 Iin(s) 1
Vin(s) Vo(s) R
Cs Cs
− −
a). b).
Penyelesaian :
Kaidah pembagi tegangan untuk rangkaian a) dan kaidah pembagi
arus untuk rangkaian b) akan memberikan :
Vo ( s) 1 / Cs 1
a). TV ( s ) = = = ;
Vin ( s) R + 1 / Cs RCs + 1
I (s) 1/ R 1
b). TI ( s ) = o = =
I in ( s) 1 / R + sC 1 + sRC
+ Ls +
R1
Vin(s) R2 Vo (s)
− 1/Cs −
Z in = (R1 + 1 / Cs ) || (Ls + R2 )
( R1 + 1 / Cs )( Ls + R2 )
=
R1 + 1 / Cs + R2 + Ls
( R1Cs + 1)( Ls + R2 )
=
LCs 2 + ( R1 + R2 )Cs + 1
Vo (s) R2
TV ( s ) = =
V in ( s ) Ls + R 2
107
CO;TOH-5.4: Tentukan impedansi R1 R2
masukan dan fungsi alih
rangkaian di samping ini. + +
Penyelesaian : vin C2 vo
C1 −
− −
Transformasi rangkaian ke +
kawasan s memberikan
rangkaian berikut ini :
R1 R2
+ +
Vin(s) Vo(s)
1/C1s 1/C2s
− −
−
+
R1 / C1s R1
Zin = R1 || (1 / C1s ) = =
R1 + 1 / C1s R1C1s + 1
V (s) Z R || (1 / C 2 s )
TV ( s ) = o =− 2 =− 2
Vin ( s ) Z1 R1 || (1 / C1 s )
R2 R C s +1
=− × 1 1
R2 C 2 s + 1 R1
R R C s +1
=− 2 1 1
R1 R 2 C 2 s + 1
+ + + Vo(s)
106 A 106
Vs(s) Vx +
106/s − µVx
− −
( )
V A 10 −6 + 10 −6 + 10 −6 s
−6 −6
− Vin 10 − V x 10 = 0
− 10 −6 sµV x
106 / s
sedangkan : Vx = VA
106 + 106 / s
1
= VA → VA = ( s + 1)Vx
s +1
⇒ ( s + 1)(2 + s)Vx − Vin − Vx − sµVx = 0 atau
(2s + 2 + s 2 + s − 1 − µs)Vx = Vin
Vx 1
⇒ =
Vin s 2 + (3 − µ) s + 1
V ( s) µV x ( s) µ
Fungsi alih : TV ( s) = o = =
2
V s (s) V s (s) s + (3 − µ) s + 1
Fungsi alih T(s) berupa fungsi rasional yang dapat dituliskan dalam
bentuk rasio dari dua polinom a(s) dan b(s) :
109
b( s) bm s m + bm −1 s m −1 ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ +b1 s + b0
T ( s) = = (5.5)
a ( s) a n s n + a n −1 s n −1 ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ + a1 s + a 0
Nilai koefisien polinom-polinom ini berupa bilangan riil, karena
ditentukan oleh parameter rangkaian yang riil yaitu R, L, dan C. Fungsi
alih dapat dituliskan dalam bentuk
( s − z1 )(s − z2 ) ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ ( s − zm )
T ( s) = K (5.6)
( s − p1 )(s − p2 ) ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ ( s − pn )
Dengan bentuk ini jelas terlihat bahwa fungsi alih akan memberikan zero
di z1 …. zm dan pole di p1 …. pn . Pole dan zero dapat mempunyai nilai
riil ataupun kompleks konjugat karena koefisien dari b(s) dan a(s) adalah
riil. Sementara itu sinyal masukan X(s) juga mungkin mengandung zero
dan pole sendiri. Oleh karena itu, sesuai dengan persamaan (5.6), sinyal
keluaran Y(s) akan mengandung pole dan zero yang dapat berasal dari
T(s) ataupun X(s). Pole dan zero yang berasal dari T(s) disebut pole
alami dan zero alami, karena mereka ditentukan semata-mata oleh
parameter rangkaian dan bukan oleh sinyal masukan; sedangkan yang
berasal dari X(s) disebut pole paksa dan zero paksa karena mereka
ditentukan oleh fungsi pemaksa (masukan).
CO;TOH-5.6: Jika sinyal masukan pada rangkaian dalam contoh-5.5
adalah vin = cos2t u(t) , carilah pole dan zero sinyal keluaran Vo(s)
untuk µ = 0,5.
Penyelesaian :
s
Pernyataan sinyal masukan di kawasan s adalah : Vin ( s) =
2
s +4
Fungsi alih rangkaian telah diperoleh pada contoh 5.5; dengan µ =
0,5 maka
µ 0,5
TV ( s ) = =
2 2
s + (3 − µ ) s + 1 s + 2,5s + 1
Dengan demikian sinyal keluaran menjadi
0,5 s
V o ( s) = TV ( s )Vin ( s) =
2 2
s + 2,5s + 1 s + 4
0,5 s
=
( s + 2)( s + 0,5) ( s + j 2)( s − j 2)
Pole dan zero adalah :
Vo(s) yang diperoleh dengan X(s) = 1 ini kita sebut H(s) agar tidak rancu
dengan T(s). Karena X(s) = 1 tidak memberikan pole paksa, maka H(s)
hanya akan mengandung pole alami.
Kembali ke kawasan t, keluaran vo(t) = h(t) diperoleh dengan
transformasi balik H(s). Bentuk gelombang h(t) terkait dengan pole yang
dikandung oleh H(s). Pole riil akan memberikan komponen eksponensial
pada h(t); pole kompleks konjugat (dengan bagian riil negatif ) akan
memberikan komponen sinus teredam pada h(t) dan pole-pole yang lain
akan memberikan bentuk-bentuk h(t) tertentu yang akan kita lihat
melalui contoh berikut.
CO;TOH-5.7: Jika sinyal masukan pada rangkaian dalam contoh-5.5
adalah vin = δ(t) , carilah pole dan zero sinyal keluaran untuk nilai µ
= 0,5 ; 1 ; 2 ; 3 ; 4.
Penyelesaian :
µ
Fungsi alih rangkaian ini adalah : TV ( s) =
2
s + (3 − µ) s + 1
Dengan masukan vin = δ(t) yang berarti Vin(s) = 1, maka keluaran
rangkaian adalah :
µ
H (s) = 2
s + (3 − µ) s + 1
0,5 0,5
µ = 0,5 ⇒ H ( s ) = =
s + 2,5s + 1 ( s + 2)(s + 0,5)
2
111
1 0,5
µ = 1 ⇒ H (s) = = ⇒ dua pole riil di s = −1
s + 2s + 1 ( s + 1) 2
2
2 2
µ = 2 ⇒ H (s) = =
2
s + s + 1 ( s + 0,5 − j 3 / 2)( s + 0,5 + j 3 / 2)
⇒ dua pole kompleks konjugat di s = −0,5 ± j 3 / 2
3 3
µ = 3 ⇒ H (s) = =
s + 1 ( s + j1)( s − j1)
2
jω
0
0 20
×
-1 . 2
pole di + α ± jβ
× ×
pole di − α ± jβ
× × × σ
× ×
× pole riil positif
pole riil negatif
pole di 0+j0
(lihat pembahasan berikut)
113
alami. Pole paksa ini terletak di s = 0 + j0; pole inilah yang ditambahkan
pada Gb. 5.3.
Mengingat sifat integrasi pada transformasi Laplace, maka g(t) dapat
diperoleh jika h(t) diketahui, yaitu
t
g (t ) = ∫0 h( x)dx (5.10)
Secara timbal balik, maka
dg (t )
h (t ) = , berlaku di semua titik kecuali di t
dt (5.11)
dimana g (t ) tidak kontinyu.
a). b).
Gb.5.4. Diagram blok
Suatu rangkaian pemroses sinyal seringkali merupakan hubungan
bertingkat dari beberapa tahap pemrosesan. Dalam hubungan bertingkat
ini, tegangan keluaran dari suatu tahap menjadi tegangan masukan dari
Kaidah rantai ini mempermudah kita dalam melakukan analisis dari suatu
rangkaian yang merupakan hubungan bertingkat dari beberapa tahapan.
Namun dalam hubungan bertingkat ini perlu kita perhatikan agar suatu
tahap tidak membebani tahap sebelumnya. Jika pembebanan ini terjadi
maka fungsi alih total tidak sepenuhnya menuruti kaidah rantai. Untuk
menekan efek pembebanan tersebut maka harus diusahakan agar
impedansi masukan dari setiap tahap sangat besar, yang secara ideal
adalah tak hingga besarnya. Jika impedansi masukan dari suatu tahap
terlalu rendah, kita perlu menambahkan rangkaian penyangga antara
rangkaian ini dengan tahap sebelumnya agar efek pembebanan tidak
terjadi. Kita akan melihat hal ini pada contoh berikut.
CO;TOH-5.9: Carilah fungsi alih kedua rangkaian berikut; sesudah itu
hubungkan kedua rangkaian secara bertingkat dan carilah fungsi alih
total.
+ R1 + + Ls +
Vin 1/Cs Vo Vin R2 Vo
− − − −
+ R1 Ls +
Vin 1/Cs R2 Vo
− −
115
R2 1 / Cs || ( R2 + Ls)
TV ( s) =
R2 + Ls 1 / Cs || ( R2 + Ls ) + R1
R2 1 / Cs( R2 + Ls ) 1 / Cs( R2 + Ls )
= + R1
R2 + Ls 1 / Cs + R2 + Ls 1 / Cs + R2 + Ls
R2 R2 + Ls
=
R2 + Ls LCs 2 + ( L + R2C )s + ( R1 + R2 )
Pemahaman :
Fungsi alih dari rangkaian yang diperoleh dengan menghubungkan
kedua rangkaian secara bertingkat tidak merupakan perkalian fungsi
alih masing-masing. Hal ini disebabkan terjadinya pembebanan
rangkaian pertama oleh rangkaian kedua pada waktu mereka
dihubungkan. Untuk mengatasi hal ini kita dapat menambahkan
rangkaian penyangga di antara kedua rangkaian sehingga rangkaian
menjadi seperti di bawah ini.
+
+ R1 − Ls +
Vin 1/Cs R2 Vo
− −
117
Soal-Soal
1. Terminal AB rangkaian berikut
A C
adalah terminal masukan, dan 1H
terminal keluarannya adalah CD. 1kΩ
Tentukanlah admitansi 1kΩ
0,5µF
masukannya (arus / tegangan
masukan di kawasan s) jika B D
terminal keluaran terbuka.
R1 C + R1 R2 +
+ +
− u(t) vo − cos1000t vo
L R2 C
− −
a). b).
R1 R2 C
R + +
+ C v + −
− u(t) L o − u(t) + vo
c). − d). −
+ +
− + − +
+ +
− u(t) − u(t)
C R1 vo R1 vo
R2 R2 L
− C −
g). L h),
+ 0,5H + + 1H +
10kΩ
vo 1kΩ vo
vin vin
1kΩ 1kΩ
0,5µF
− − − −
a). b).
119
13. Carilah fungsi alih dari suatu rangkaian jika diketahui bahwa
tanggapannya terhadap sinyal anak tangga adalah :
a). g (t ) = −e −5000 t u (t );
( )
b). g (t ) = 1 − e − 5000 t u (t );
c). g (t ) = (− 1 + 5e )u(t);
− 5000 t
d). g (t ) = ( e −1000 t
−e )u(t );
− 2000 t
(
g). g (t ) = e −1000 t sin 2000t u (t ) ; )
h). h(t ) = −1000 e −1000 t u (t );
i). h(t ) = δ(t ) − 1000 e −1000 t u (t ) ;
j). h(t ) = δ(t ) − 2000 e −1000 t u (t )
( )
k). h(t ) = e −1000 t sin 2000t u (t );
l). h(t ) = ( e −1000 t
cos 2000t )u (t )
121
k k* k k2 kn
Y (s) = + + 1 + + ⋅⋅⋅ + (6.3)
s − jω s + jω s − p1 s − p 2 s − pn
yang transformasi baliknya akan berbentuk
123
1
TV ( jω) = TV ( j 50) = .
2
Amplitudo sinyal keluaran
1
vomaks = vsmaks T ( jω) = 10 2 × = 10 V
2
Sudut fasa sinyal masukan θ = 60o, sedang sudut |T(jω)| = −45o.
Sudut fasa sinyal keluaran : θ + ϕ = 60o − 45o = 15o.
1 H 500Ω +
+ vs vo
− 500Ω −
Penyelesaian :
Setelah di transformasikan ke kawasan s, diperoleh
0.5/√2
ωC
0 ω
1 10 100 1000 10000 1E+05
0
1 10 100 1000 10000 1E+05
-45
ϕ [o]
-90
125
perubahan amplitudo dengan faktor tinggi, sedangkan gain rendah di
frekuensi tinggi menunjukkan bahwa sinyal yang berfrekuensi tinggi
mengalami perubahan amplitudo dengan faktor rendah. Daerah
frekuensi dimana terjadi gain tinggi disebut passband sedangkan daerah
frekuensi dimana terjadi gain rendah disebut stopband. Nilai frekuensi
yang menjadi batas antara passband dan stopband disebut frekuensi
cutoff , ωC . Nilai frekuensi cutoff biasanya diambil nilai frekuensi
dimana gain menurun dengan faktor 1/√2 dari gain maksimum pada
passband.
Dalam contoh-6.2 di atas, rangkaian mempunyai satu passband yang
terentang dari frekuensi ω = 0 (tegangan searah) sampai frekuensi
cuttoff ωC , dan satu stopband mulai dari frekuensi cutoff ke atas.
Dengan kata lain rangkaian ini mempunyai passband di daerah frekuensi
rendah saja sehingga disebut low-pass gain. Inilah tanggapan frekuensi
rangkaian pada contoh-6.2.
Kebalikan dari low-pass gain adalah high-pass gain, yaitu jika passband
berada hanya di daerah frekuensi tinggi saja seperti pada contoh 6.3.
berikut ini.
CO;TOH-6.3: Selidikilah tanggapan frekuensi rangkaian di bawah ini.
+ +
vs 105/s 500
− 500 vo
−
Penyelesaian :
Fungsi alih rangkaian adalah
500 0,5s 0,5 × jω
TV ( s) = = → TV ( jω) =
5 2
10 / s + 1000 s + 10 jω + 10 2
0,5ω ω
⇒ TV ( jω) = ; ⇒ ϕ(ω) = 90 o − tan −1
ω 2 + 10 4 10 2
0.5/√2
ωC
0 ω
1 10 100 1000 10000 1E+05
90
1 10 100 1000 10000 100000
45
ϕ [o]
0
6.2.2. Decibel
Dalam meninjau tanggapan frekuensi, gain biasanya dinyatakan dalam
5260s (disingkat dB) yang didefinisikan sebagai
Gain dalam dB = 20 log T ( jω) (6.9)
Gain dalam dB dapat bernilai nol, positif atau negatif. Gain dalam dB
akan nol jika |T(jω)| bernilai satu, yang berarti sinyal tidak diperkuat
ataupun diperlemah; jadi gain 0 dB berarti amplitudo sinyal keluaran
sama dengan sinyal masukan. Gain dalam dB akan positif jika |T(jω)| >1,
yang berarti sinyal diperkuat, dan akan bernilai negatif jika |T(jω)| < 1,
yang berarti sinyal diperlemah.
Frekuensi cutoff adalah frekuensi dimana gain telah turun 1/√2 = 0.707
kali nilai gain maksimum dalam passband. Jadi pada frekuensi cutoff,
nilai gain adalah
1
20 log T ( jω) maks = 20 log T ( jω) maks − log 2
2 (6.10)
= T ( jω) maks dB − 3 dB
127
Dengan demikian dapat kita katakan bahwa frekuensi cutoff adalah
frekuensi di mana gain telah turun sebanyak 3 dB.
Untuk memberikan gambaran lebih jelas, mengenai satuan decibel
tersebut, berikut ini contoh numerik gain dalam dB yang sebaiknya kita
ingat.
K = 1/ 2 ⇒ gain : − 3 dB
K = 1/ 2 ⇒ gain : − 6 dB
K = 1 / 10 ⇒ gain : − 20 dB
K = 1 / 30 ⇒ gain : − 30 dB
K = 1 / 100 ⇒ gain : − 40 dB
K = 1 / 1000 ⇒ gain : − 60 dB
Gain 0
[dB] −6
−9
-20
ωC
-40 ω
1 10 100 1000 10000 1E+05
High-pass gain. Dalam skala dB, high-pass gain pada contoh-6.3 adalah
seperti terlihat pada ganbar di bawah ini. Gain hampir konstan −6 dB di
daerah frekuensi tinggi sedangkan di daerah frekuensi rendah gain
meningkat dengan kemiringan yang hampir konstan pula
0
Gain −6
[dB] −9
-20
ωC
-40 ω
1 10 100 1000 10000 1E+05
129
0
Gain −3
[dB]
-20
ωC
-40 ω
1 10 100 1000 10000 1E+05
Band-pass gain kita peroleh pada rangkaian orde kedua yang akan kita
pelajari lebih lanjut di bab selanjutnya. Walaupun demikian kita akan
melihat rangkaian orde kedua tersebut sebagai contoh di di bawah ini.
s +
+ 105/s Vo(s)
− Vin(s) 1100
−
Penyelesaian :
Fungsi alih rangkaian ini adalah
1100 1100s 1100s
TV ( s ) = = =
5
1100 + s + 10 / s 2
s + 1100s + 10 5 ( s + 100)( s + 1000)
j1100ω
TV ( jω) =
( jω + 100)( jω + 1000)
1000ω
⇒ TV ( jω) =
ω + 1002 × ω2 + 10002
2
Kurva gain terlihat seperti gambar di bawah ini. Di sini terdapat satu
passband , yaitu pada ω antara 100 ÷ 1000 dan dua stopband di
daerah frekuensi rendah dan tinggi.
0 ω
1 10 100 1000 10000
Apabila kurva gain dibuat dalam dB, kurva yang akan diperoleh
adalah seperti diperlihatkan di atas.
CO;TOH-6.6: Selidikilah
perubahan gain dari rangkaian
0,1s
orde kedua di samping ini.
105/s
Gain belum dinyatakan Vin(s) +
dalam dB. −
+
Penyelesaian : 10 Vo(s)
Fungsi alih rangkaian ini −
adalah
10 s 2 + 106
TV ( s) = =
0,1s × 105 / s s 2 + 104 s + 106
10 +
0,1s + 105 / s
− ω2 + 106
TV ( jω) =
− ω2 + j104 ω + 106
− ω2 + 106
⇒ TV ( jω) =
(106 − ω2 ) 2 + 108 ω2
Kurva gain adalah seperti gambar di bawah ini.
1.4
Gain passband stopband passband
1
0.7
1/√2
0 ω
1 100 10000 1000000
131
Kurva ini menunjukkan bahwa ada satu stopband pada ω antara 100
÷ 10000 dan dua passband masing-masing di daerah frekuensi
rendah dan tinggi.
Karakteristik gain seperti pada contoh-6.5. disebut band-pass gain
sedangkan pada contoh-6.6 disebut band-stop gain. Frekuensi cutoff
pada band-pass gain ada dua; selang antara kedua frekuensi cutoff
disebut bandwidth (lebar pita).
K /α
TV ( jω) = dan ϕ(ω) = θ K − tan −1 (ω / α) (6.13)
2
1 + (ω / α )
133
0
dB pendekatan
garis lurus
-20
−log√((ω/α)2+1)
-40
ωC
-60 ω
[rad/s]
1
10
100
1000
10000
1E+05
1E+06
Gb.6.1. Pola perubahan−log√((ω/α)2+1); α=1000 ; dan pendekatan garis
lurusnya.
Untuk frekuensi rendah, (ω/α) << 1 atau ω << α , komponen kedua dapat
didekati dengan.
ωC
-90 1 ω
10
100
1000
10000
1E+05
1E+06
[rad/s]
135
Gain Frekuensi
ωC = α
ω=1 1<ω<α ω>α
Komponen 1 20log(|K|/α) 20log(|K|/α) 20log(|K|/α)
Komponen 2 0 0 −20dB/dek
Total 20log(|K|/α) 20log(|K|/α) −20dB/dek
ϕ Frekuensi
ωC = α
ω=1 0,1α<ω<10α ω>10α
Komponen 1 θK θK θK
Komponen 2 0 −45 /dek
o
0
Total θK θK −45 /dek
o
θK
Kurva pendekatan garis lurus tanggapan gain dan tanggapan fasa ini,
dengan mengambil α = 1000, diperlihatkan pada Gb.6.3.a. dan Gb.6.3.b.
Gain [dB] ϕ [o]
20 45
20log(|K|/α) θK
0
0
−45o/dek
−20dB/dek -45
-20
-90
ωC = α 0.1ωC 10ωC
-40 -135
1
10
1 00
10 00
1 00 00
1 E+05
1 E+06
10
1 00
10 00
1 00 00
1 E+05
1 E+06
Berbeda dengan fungsi alih low-pass gain, fungsi alih ini mempunyai
zero pada s = 0. Fungsi gain dan fungsi fasa-nya adalah
T ( jω) =
( K / α)ω dan ϕ(ω) = θ K + 90o − tan −1(ω / α) (6.20)
2
1 + (ω / α )
Gain Frekuensi
ωC = α
ω=1 1<ω<α ω>α
Komponen 1 20log(|K|/α) 20log(|K|/α) 20log(|K|/α)
Komponen 2 0 +20dB/dek 20log(α/1)+20dB/dek
Komponen 3 0 0 −20dB/dek
Total 20log(|K|/α) 20log(|K|/α) 20log(|K|/α)
+20dB/dek +20log(α/1)
137
ϕ(ω) Frekuensi
ωC = α
Komponen 1 θK θK θK
Pendekatan garis lurus dari tanggapan gain dan tanggapan fasa dengan
α=100, diperlihatkan pada Gb.6.4.a.dan Gb.6.4.b.
θK+90o
40 90
Gain [dB]
20 ϕ [o] −45o/dek
+20dB/dek 45
0 θK
20log(|K|/α) 0
-20 10ωC
ωC = α ω [rad/s]
0.1ωC
ω [rad/s]
-40 -45
1
10
100
1000
10000
1E+05
1E+06
10
100
1000
10000
1E+05
1E+06
a). b).
Gb.6.4. Pendekatan garis lurus tanggapan gain dan
tanggapan fasa – highpass gain. ωC = α = 100 rad/s.
139
Gain [dB] Gain [dB]
40 40
20 Komp-1 20
Komp-2
Komp-2 Gain
0 0
-20 -20
Gain
-40
ωC -40 Komp-1 Komp-3
-60 -60
1
10
100
1000
10000
10
100
1000
10000
ω ω
[rad/s] 1)
(Rangkaian [rad/s] 2)
(Rangkaian
− 20 log 1 + (ω / α) 2 − 20 log 1 + (ω / β) 2
Dengan membuat β >> α maka akan diperoleh karakteristik band-pass
gain dengan frekuensi cutoff ωC1 = α dan ωC2 = β. Sesungguhnya
fungsi alih (6.22) berbentuk fungsi alih rangkaian orde kedua. Kita akan
melihat karakteristik band-pass gain rangkaian orde ke-dua dalam bab
berikut.
141
Nilai fungsi gain dengan pendekatan garis lurus untuk β > α adalah
seperti dalam tabel di bawah ini. Mengenai fungsi fasa-nya akan kita
lihat pada contoh-contoh.
Gain Frekuensi
ωC1 = α rad/s ωC2 = β rad/s
ω=1 1<ω<α α<ω<β ω>β
− 20 log 1 + (ω / 10000) 2
⇒ ϕ(ω) = 0 + 90o − tan −1 (ω / 10) − tan −1 (ω / 10000)
Nilai frekuensi dan kurva fungsi gain adalah sebagai berikut.
40
Gain Gain
[dB] 20
14
0
−6
-20
ωC1 ωC2
-40 ω [rad/s]
1 10 100 1000 10000 100000
143
ϕ(ω) Frekuensi
ωC1 = 10 rad/s ωC2 = 104 rad/s
ω=1 1<ω<100 103<ω<105 ω>105
Komponen 1 0o 0o 0o 0o
90
ϕ [o]
45
-45
ωC1 ωC2
-90 ω [rad/s]
1 10 100 1000 10000 1E+05
Pemahaman :
Karena frekuensi cutoff pertama ωC1 =10, maka perubahan fasa
−45o/dekade terjadi pada selang frekuensi 1<ω<100. Karena
frekuensi cutoff kedua ωC2 = 10000, maka perubahan fasa
−45o/dekade yang kedua terjadi pada selang frekuensi
1000<ω<100000. Di luar ke-dua selang frekuensi ini fasa tidak
berubah, sehingga terlihat adanya kurva mendatar pada selang
frekuensi 100<ω<1000.
1 ω2
T ( jω) = ×
800 1 + (ω / 40) 2 × 1 + (ω / 200) 2
− 20 log (ω / 200) 2 + 1
20 +20dB/dek
Gain 0 +40dB/dek
[dB]
-20
-40
−58
-60
1 10 100 1000 10000 100000
ω [rad/s]
Fungsi fasa adalah :
ϕ(ω) = 0 + 2 × 90o − tan −1(ω / 40) − tan −1 (ω / 200)
Pada ω = 1, ϕ(ω) ≈ 0o + 2× 90o =180o. Pada ω=(ωC1/10)=4,
komponen ke-tiga mulai memberikan perubahan fasa −45o per
145
dekade dan akan berlangsung sampai ω=10ωC1=400. Pada ω =
0.1ωC2=20, komponen ke-empat mulai memberikan perubahan fasa
−45o per dekade dan akan berlangsung sampai ω=10ωC2=2000.
225
ϕ [o]
180
135
90
45
0
1 10 100 1000 10000 100000
0,1ωC1 0,1ωC2 10ωC1 10ωC2 ω [rad/s]
Pemahaman :
Penggambaran tanggapan gain dan tanggapan fasa di sini tidak lagi
melalui langkah antara yang berupa pembuatan tabel peran tiap
komponen dalam berbagai daerah frekuensi. Kita dapat melakukan
hal ini setelah kita memahami peran tiap-tiap komponen tersebut
dalam membentuk tanggapan gain dan tanggapan fasa. Melalui
latihan yang cukup, penggambaran tanggapan gain dan tanggapan
fasa dapat dilakukan langsung dari pengamatan formulasi kedua
macam tanggapan tersebut.
Kita perhatikan penggambaran tanggapan fasa. Dalam contoh ini
0,1ωC2 < 10ωC1 dan bahkan 0,1ωC2 < ωC1. Oleh karena itu,
penurunan fasa −45o per dekade oleh pole pertama, yang akan
berlangsung sampai ω=10ωC1, telah ditambah penurunan oleh pole
kedua pada ω=0,1ωC2 sebesar −45o per dekade. Hal ini
menyebabkan terjadinya penurunan fasa −2×45o mulai dari
ω=0,1ωC2 sampai dengan ω=10ωC1 karena dalam selang frekuensi
tersebut dua pole berperan menurunkan fasa secara bersamaan. Pada
ω=10ωC1 peran pole pertama berakhir dan mulai dari sini penurunan
fasa hanya disebabkan oleh pole kedua, yaitu −45o per dekade.
0
Gain
[dB]
-20
-40
-60
1 10 100 1000 10000 100000
ω [rad/s]
147
ϕ(ω) = 0 − tan −1(ω / 100) − tan −1(ω / 1000)
45
ϕ [o]
0
-45
-90
-135
-180
1 10 100 1000 10000 100000
ω [rad/s]
8 (ω / 20) 2 + 1
T ( jω) =
1 + (ω / 100) 2 × 1 + (ω / 1000) 2
20
18
10
0
1 10 100 1000 10000 100000
ω [rad/s]
149
45
ϕ [o]
0
-45
-90
-135
1 10 100 1000 10000 100000
ω [rad/s]
Pemahaman :
Zero tetap berperan sebagai peningkat gain dan fasa. Zero riil
negatif meningkatkan gain dan fasa mulai pada frekuensi yang sama
dengan nilai zero.
7.3. Tinjauan Umum Bode Plot dari Rangkaian Yang Memiliki Pole
dan Zero Riil
Bode plots terutama bermanfaat jika pole dan zero bernilai riil, yaitu pole
dan zero yang dalam diagram pole-zero di bidang s terletak di sumbu riil
negatif. Dari contoh-contoh fungsi alih yang mengandung zero dan pole
riil yang telah kita bahas di atas, kita dapat membuat suatu ringkasan
mengenai kaitan antara pole dan zero yang dimiliki oleh suatu fungsi alih
dengan bentuk kurva gain dan kurva fasa pada Bode plots dengan
pendekatan garis lurus. Untuk itu kita lihat fungsi alih yang berbentuk
Ks(s + α1 )
T ( s) = (7.4)
(s + α 2 )(s + α3 )
yang akan memberikan
Kα1 jω(1 + jω / α1 )
T ( jω) =
α 2 α 3 (1 + jω / α 2 )(1 + jω / α 3 )
(7.5)
Dari (7.5) terlihat ada tiga macam faktor yang akan menentukan bentuk
kurva gain maupun kurva fasa. Ke-tiga faktor tersebut adalah:
151
• perubahan gain di ω = α adalahsebesar
± 20 log 1 + (α / α) 2 ≈ 3 dB .
• perubahan gain di ω = 2α adalah sebesar
± 20 log 1 + (2α / α) 2 ≈ 7 dB .
• perubahan gain di ω = 0.5α adalah sebesar
± 20 log 1 + (0.5α / α) 2 ≈ 1 dB .
7.4. Tinjauan Kualitatif Tanggapan Frekuensi di Bidang s
Pembahasan kuantitatif mengenai tanggapan frekuensi dari rangkaian
dengan fungsi alih yang mengandung pole riil di atas, telah cukup lanjut.
Berikut ini kita akan sedikit mundur dengan melakukan tinjauan secara
kualitatif mengenai tanggapan frekuensi ini, untuk kemudian
melanjutkan pembahasan tanggapan frekuensi rangkaian dari rangkaian
dengan fungsi alih yang mengandung pole kompleks konjugat.
Tinjaulah sistem orde pertama dengan fungsi alih yang mengandung
pole riil
K
T ( s) =
s+α
Diagram pole-zero dari fungsi alih ini adalah seperti terlihat pada
Gb.7.5.a. Dari gambar ini kita dapatkan bahwa fungsi gain :
K |K| |K|
T ( jω) = = = (7.6)
jω + α α 2 + ω2 A(ω)
dengan A(ω) adalah jarak antara pole dengan suatu nilai ω di sumbu
tegak. Makin besar ω akan makin besar nilai A(ω) sehingga |T(jω)| akan
semakin kecil.
Jika kita gambarkan kurva |T(jω)| terhadap ω dengan skala linier, kita
akan mendapatkan kurva seperti terlihat pada Gb.7.5.b. Akan tetapi jika
dalam penggambaran itu kita menggunakan skala logaritmis, baik untuk
absis maupun ordinatnya, kita akan mendapatkan kurva seperti terlihat
pada Gb.7.5.c. Inilah bentuk karakteristik low-pass gain dari rangkaian
orde satu yang telah kita kenal.
ω
A(ω)
(a) × σ
α 0
low-pass gain|
|T(jω)| |T(jω)|
12 10
(b) 0 (c) 1
00 500
500 ω 103
1000
11 10
10 10
100
2 ω 1000
103
Jika kita plot |T(jω)| terhadap ω dengan skala linier, kita akan
mendapatkan kurva seperti terlihat pada Gb.7.6.a. Akan tetapi jika kita
plot |T(jω)| terhadap ω dengan skala logaritmis, baik untuk absis maupun
ordinatnya, kita akan mendapatkan kurva seperti terlihat pada Gb.7.6.b.
Inilah bentuk karakteristik high-pass gain dari rangkaian orde satu yang
telah kita kenal.
153
high-pass gain|
|T(jω)| |T(jω)|
1000
1056
1044
1032
1020
1008
996
984
972
960
948
936
924
912
900
888
876
864
852
840
828
816
804
792
780
768
756
744
732
720
708
696
684
672 100
660
648
636
624
612
600
588
576
564
552
540
528
516
504
492
480
468
456
444
432
420
408
396
384
372
360
348
336 10
324
312
300
288
276
264
252
240
228
216
204
ω
192
180
168
156
144
132
120
108
96
(a)84
72
60
48
360
24
12 (b)1
0 0
500 500ω 10 3
1000
1
1 10 100 2 10003
10 10 10 10 100004
Diagram pole-zero dari fungsi alih ini adalah seperti terlihat pada
Gb.7.6.a. Dari diagram ini terlihat bahwa fungsi gain dapat dituliskan
sebagai
|K| |K|
T ( jω) = =
( jω + α 1 ) ( jω + α 2 ) ω 2 + α12 ω 2 + α 2
(7.8)
|K|
=
A1 (ω) × A2 (ω)
Jika fungsi alih mengandung satu zero di (0,0) kurva |T(jω)| dengan
skala linier akan terlihat seperti Gb.7.8.a. dan jika dibuat dengan skala
logaritmik akan seperti Gb.7.8.b. yang telah kita kenal sebagai
karakteristik band-pass gain. Jika fungsi alih mengandung dua zero di
(0,0) kita memperoleh kurva |T(jω)| dalam skala linier seperti pada
Gb.7.9.a. dan jika digunakan skala logaritmik akan kita peroleh
karakteristik high-pass gain seperti Gb.7.9.b.
band-pass gain|
|T(jω)| |T(jω)|
100
96
84
72
60
48 10
36
24
12
(a)
0 (b)1
10003 ω 10000
100 2
4
00 2000 4000
4000 ω 8000
6000 8000 11 10
10 10 10 10
Gb.7.8. Diagram pole-zero sistem orde kedua dan kurva |T(jω)| terhadap
ω
155
high-pass gain|
|T(jω)|
1200000
|T(jω)|
1000000
1000000
800000
600000
400000
200000
(a)0 (b)1
00 2000
4000
4000
ω 8000
6000 8000
11 10
10
10 10 ω 10
100 2 10003 10000 4
Gb.7.9. Diagram pole-zero sistem orde kedua dan kurva |T(jω)| terhadap
ω
Keadaan yang sangat berbeda terjadi pada rangkaian orde dua dengan
fungsi alih yang mengandung pole kompleks konjugat yang akan kita
lihat berikut ini.
K
T ( jω) =
( jω + α + jβ) ( jω + α − jβ)
K K
= =
(ω + β) 2 + α 2 × (ω − β) 2 + α 2 A1(ω) × A2 (ω)
dengan (7.11)
b
ω0 2 = c dan ζ=
2c
Bentuk penulisan penyebut seperti pada (7.11) ini disebut bentuk
normal. ζ disebut rasio redaman dan ω0 adalah frekuensi alami tanpa
redaman atau dengan singkat disebut frekuensi alami. Frekuensi alami
adalah frekuensi di mana rasio redaman ζ = 0.
Fungsi alih (7.11) dapat kita tuliskan
157
Ks
T ( s) =
s + 2ζω0 s + ω0 2
2
(7.12)
K s
= ×
ω0 2 (s / ω0 )2 + (2ζ / ω0 )s + 1
dan dari sini kita peroleh
K jω
T ( jω) = ×
ω0 2
− (ω / ω0 ) + j (2ζω / ω0 ) + 1
2
K ω
⇒ T ( jω) = × (7.13)
ω0 2
(1 − (ω / ω ) ) + (2ζω / ω )
0
2 2
0
2
(
− 20 log 1 − (ω / ω 0 )2 + (2ζω / ω 0 )2 )
2
(
− 20 log 1 − (ω / ω0 )2 ) + (2ζω / ω )
2
0
2
≈ −20 log 1 + 0 = 0 (7.15)
Untuk frekuensi tinggi komponen ketiga mendekati
(
− 20 log 1 − (ω / ω0 )2 ) + (2ζω / ω )
2
0
2
(7.16)
≈ −20 log(ω / ω0 ) (ω / ω0 ) + (2ζ ) ≈ −20 log(ω / ω0 )
2 2 2
ζ=1
-20
pendekatan
linier ω0
-40
100 1000 ω[rad/s] 10000
-135
pendekatan
linier ω0
-180
10 100 1000 10000 100000
ω[rad/s]
Gb.7.12. Pengaruh rasio redaman pada perubahan fasa oleh pole.
159
CO;TOH-7.5: Gambarkan tanggapan gain dan tanggapan fasa untuk
fungsi alih berikut ini dan selidiki pengaruh rasio redaman terhadap
tanggapan gain.
80000s
T ( s) =
s + 100s + 4 × 104
2
Penyelesaian :
Kita tuliskan fungsi alih dengan penyebutnya dalam bentuk normal
80000s
menjadi T ( s ) = . Dari sini kita peroleh
s + 2 × 0,25 × 200s + 200 2
2
j 2ω
⇒ T ( jω) =
2
− (ω / 200) + j 2ζω / 200 + 1
2ω
⇒ T ( jω) =
(1 − (ω / 200) ) + (2ζω / 200)
2 2 2
dB ϕ [o]
60 135
40 90
20 45
0
0
-45
-20 -90
-40 -135
1
10
1 00
10 00
1 00 00
1 E+05
10
1 00
10 00
1 00 00
1 E+05
rad/s rad/s
+ 0,5H +
9kΩ
vin vo
1kΩ
− −
2. Tentukanlah tanggapan frekuensi dan tentukan gain tertinggi dan
frekuensi cutoff dari rangkaian di bawah ini.
+ 10kΩ +
vin 1µF vo
10kΩ −
−
3. Tentukanlah tanggapan frekuensi dan tentukan gain tertinggi dan
frekuensi cutoff dari rangkaian-rangkaian di bawah ini.
+
+ − +
+ 1H + 1µF
vin vo
1kΩ
vin vo − 10kΩ
0,5µF 1kΩ 10kΩ −
− −
+ +
vin − vo
− +
−
161
5. Tentukanlah tanggapan frekuensi dan tentukan gain tertinggi dan
frekuensi cutoff dari hubungan bertingkat dengan tahap pertama
rangkaian ke-tiga dan tahap ke-dua rangkaian pertama.
6. Tentukanlah tanggapan frekuensi dari suatu rangkaian jika diketahui
tanggapannya terhadap sinyal anak tangga adalah sebagai seperti di
bawah ini. Tentukan gain tertinggi dan frekuensi cutoff.
a). g (t ) = −e −5000 t u (t );
(
b). g (t ) = 1 − 5e −5000 t u (t ) )
7. Ulangi soal 6 jika diketahui :
(
a). g (t ) = e−1000 t − e −2000t u(t ) )
b). g (t ) = ( e −1000 t
sin 2000t )u(t )
8. Tentukanlah tanggapan frekuensi dari suatu rangkaian jika diketahui
tanggapannya terhadap sinyal impuls adalah seperti di bawah ini.
Tentukan gain tertinggi dan frekuensi cutoff.
10. Gambarkan Bode plots (pendekatan garis lurus) jika diketahui fungsi
alihnya
s(0.02 s + 1)
T ( s) = 50
(0.001s + 1)(0.4 s + 1)
8.1. Sinyal
Di awal buku ini kita telah mempelajari bentuk gelombang sinyal yang
merupakan suatu persamaan yang menyatakan sinyal sebagai fungsi dari
waktu. Dalam analisis rangkaian listrik, sinyal-sinyal yang kita tangani
biasanya berupa tegangan ataupun arus listrik. Pengertian ini dapat kita
perluas menjadi suatu pengertian yang tidak hanya mencakup sinyal
listrik saja tetapi juga mencakup sinyal-sinyal non-listrik yang juga
merupakan fungsi waktu. Dengan perluasan pengertian ini maka kita
mempunyai definisi untuk sinyal sebagai,
Sinyal adalah suatu fungsi yang menyatakan variasi terhadap
waktu dari suatu peubah fisik.
Fungsi yang kita tetapkan untuk menyatakan suatu sinyal kita sebut
representasi dari sinyal atau model sinyal dan proses penentuan
representasi sinyal itu kita sebut pemodelan sinyal. Suatu sinyal yang
tergantung dari peubah riil t dan yang memodelkan peubah fisik yang
berevolusi dalam waktu nyata disebut sinyal waktu kontinyu. Sinyal
waktu kontinyu ditulis sebagai suatu fungsi dengan peubah riil t seperti
misalnya x(t). Sebagaimana telah disebutkan di awal buku ini, sinyal jenis
inilah yang sedang kita pelajari.
Untuk memberi contoh dari sinyal non-listrik, kita bayangkan suatu
benda yang mendapat gaya. Benda ini akan bergerak sesuai dengan arah
gaya., posisinya akan berubah dari waktu ke waktu. Dengan mengambil
suatu kooordinat referensi, perubahan posisi benda akan merupakan
fungsi waktu dan akan menjadi salah satu peubah fisik dari benda
tersebut dan merupakan suatu sinyal. Selain perubahan posisi, benda juga
163
mempunyai kecepatan yang juga merupakan fungsi dari waktu;
kecepatan juga merupakan suatu sinyal.
Jika posisi benda dalam contoh di atas merupakan suatu sinyal, apakah ia
dapat dijadikan suatu masukan (input) pada sebuah “rangkaian” ?
Bayangkanlah benda yang bergerak itu adalah sebuah pesawat terbang.
Kita ingin mengamatinya dengan menggunakan sebuah teropong, dan
untuk itu teropong kita arahkan pada pesawat. Setiap saat pesawat
berubah posisi, kedudukan teropong kita sesuaikan sedemikian rupa
sehingga bayangan pesawat selalu terlihat oleh kita melalui teropong.
Kita katakan bahwa posisi pesawat merupakan masukan pada kita untuk
mengubah arah teropong; dalam hal ini kita dan teropong menjadi
sebuah “rangkaian”. Apakah dari “rangkaian” ini ada suatu keluaran
(output)? Keluaran dari “rangkaian” ini adalah berupa perubahan arah
teropong. Jelaslah bahwa ada hubungan tertentu antara arah teropong
sebagai keluaran dengan posisi pesawat sebagai masukan, dan hubungan
keluaran-masukan demikian ini sudah biasa kita lihat pada rangkaian
listrik. Kalau kita yang meneropong pesawat tersebut digantikan oleh
sebuah mesin penggerak otomatis dan teropong diganti dengan sebuah
meriam, maka jadilah sebuah “rangkaian” mesin penembak pesawat.
Mesin penembak ini dapat kita sebut sebagai suatu perangkat yang
mampu menetapkan arah meriam jika mendapatkan masukan mengenai
posisi pesawat (istilah “perangkat” di sini kita beri pengertian sebagai
gabungan dari banyak piranti untuk menjalankan fungsi tertentu).
Dengan kata lain antara sinyal keluaran dengan sinyal masukan terdapat
hubungan yang sepenuhnya ditentukan oleh perilaku perangkat; hal ini
berarti bahwa perangkat “memiliki aturan” yang menetapkan bagaimana
bentuk keluaran untuk sesuatu masukan yang ia terima.
8.2. Sistem
Dengan contoh di atas, kita sampai pada pengertian mengenai sistem
yaitu :
sistem merupakan aturan yang menetapkan sinyal keluaran
dari adanya sinyal masukan.
atau
sistem membangkitkan sinyal keluaran tertentu dari adanya
sinyal masukan tertentu.
Jika kita ingat mengenai pengertian elemen sebagai model piranti dalam
rangkaian listrik, maka sistem dapat dipandang sebagai model dari
sinyal sinyal
H y(t) keluaran
masukan x(t)
Gb.8.1. Diagram suatu sistem.
165
diturunkan haruslah cukup sederhana untuk keperluan analisis dan
simulasi.
Cara kedua digunakan untuk sistem yang sangat kompleks dan sangat
sulit untuk dianalisis langsung, dan perilaku dinamiknya tidak difahami
secara baik. Untuk melakukan observasi empiris diperlukan sinyal
masukan yang harus dipilih secara cermat, dan sinyal keluarannya
diamati. Model sistem diperoleh dengan melakukan perhitungan balik
dari kedua sinyal tersebut. Pembangunan model sistem melalui cara
observasi sinyal masukan dan keluaran ini disebut identifikasi sistem.
Kita telah melihat bahwa ada empat macam cara untuk menyatakan
hubungan antara sinyal keluaran dan sinyal masukan, yaitu persamaan
diferensial, transformasi Laplace, konvolusi, dan transformasi Fourier.
Sejalan dengan itu, kita mengenal empat macam representasi sistem atau
model sistem sebagai berikut.
1. Persamaan Diferensial. Bentuk ini kita kenal misalnya sistem orde
kedua
d 2 y (t ) dy (t )
+a + by (t ) = f (t )
2 dt
dt
Bentuk umum dari model ini dinyatakan dalam persamaan diferensial
:
y ( n) (t ) + an −1 y ( n −1) (t ) L + a1 y& (t ) + a0 y (t ) =
bm x( m) (t ) + bm −1x ( m−1) (t ) + L + b0 x(t )
167
operasi matematis. Hal ini berbeda dengan Gb.8.1. yang hanya
merupakan diagram untuk memperjelas definisi tentang sistem.
Suatu sistem yang kompleks tersusun dari sistem-sistem yang lebih
sederhana. Diagram blok dapat kita gunakan untuk menyatakan
hubungan dari sistem-sistem yang lebih sederhana tersebut untuk
membentuk sistem yang kompleks. Diagram blok akan mempelihatkan
struktur dari sistem yang kompleks yaitu interkoneksi dari komponen-
komponen sistem. Lebih dari itu, diagram blok juga dapat dimanfaatkan
sebagai alat untuk melakukan perhitungan-perhitungan; fungsi alih
sistem diturunkan dari diagram blok yang tersusun dari banyak
komponen tersebut.
X(s) H1(s)
+
Y(s)
+
H2(s)
X(s) H1(s)+H2(s) Y(s)
X1(s)
R(s) H1(s) Y(s)
+ −
H2(s)
Y2(s) X2(s)
H1 ( s )
R(s) 1 + H1 ( s) H 2 ( s ) Y(s)
169
Dari diagram blok pada Gb.8.6. diperoleh persamaan berikut.
Y ( s ) = H 1 ( s ) X 1 ( s ) = H 1 ( s )[R( s ) − Y 2 ( s )]
= H 1 ( s ) R( s ) − H 1 ( s )Y 2 ( s )
= H 1 ( s ) R( s ) − H 1 ( s )[H 2 ( s )Y ( s )]
⇒ Y ( s ) + H 1 ( s )[H 2 ( s )Y ( s )] = H 1 ( s ) R( s )
Y ( s) H1 (s)
⇒ =
R( s ) 1 + H 1 ( s ) H 2 ( s )
Dengan hubungan umpan balik seperti pada Gb.8.6. fungsi alih sistem
keseluruhan menjadi
H 1 ( s)
1 + H 1 (s ) H 2 (s)
Fungsi alih H1(s) adalah fungsi alih dari suatu sistem yang disebut sistem
H 1 ( s)
loop terbuka sedangkan adalah fungsi alih dari sistem
1 + H 1 (s ) H 2 (s)
yang disebut sistem loop tertutup. Jika pada titik penjumlahan terdapat
tanda negatif pada jalur umpan balik maka sistem ini disebut sistem
dengan umpan balik negatif. Jika fungsi alih H2(s) = − 1 maka sistem
menjadi sistem dengan umpan balik negatif satu satuan.
Sub-Sistem. Jika kita memisahkan salah satu bagian dari diagram blok
suatu sistem yang tersusun dari banyak bagian dan bagian yang kita
pisahkan ini merupakan suatu sistem juga maka bagian ini kita sebut sub-
sistem. H2(s) dalam contoh hubungan paralel di atas merupakan salah
satu sub-sistem.
8.5. Pembentukan Diagram Blok
Berikut ini kita akan melihat contoh penggambaran diagram blok dan
penyederhanaan diagram blok. Sebagaimana telah disebutkan, walaupun
kita telah mengembangkan pengertian sistem akan tetapi dalam contoh-
contoh yang akan kita lihat di sini kita membatasi diri pada sistem listrik.
8.5.1. Diagram Blok Elemen Rangkaian
Definisi sistem menyatakan bahwa dari sinyal masukan tertentu suatu
sistem akan memberikan sinyal keluaran tertentu. Definisi ini dipenuhi
oleh elemen-elemen rangkaian seperti R, L, dan C, karena elemen-elemen
I(s) 1
I(s) V(s)
+ sC
1
sC V(s)
− V(s) sC I(s)
171
Di kawasan t hubungan tersebut adalah v(t ) = (1 / C ) ∫ idt . Oleh karena
1
itu blok disebut sebagai blok integrator.
s
Induktor. Gb.8.9. memperlihatkan diagram blok dari induktor.
Hubungan tegangan-arus induktor adalah V ( s ) = ( sL) I ( s ) atau
I ( s ) = (1 / sL)V ( s ) . Kedua relasi memberikan diagram blok seperti
ditunjukkan pada gambar.
V (s)
a). V ( s) = R2 I 2 ( s) = R2 [I ( s) − I1 ( s)] = R2 I ( s) −
R1
Diagram blok rangkaian ini adalah:
1
R1
I(s) + − R2 V(s)
V (s)
b). V ( s) = sLI 2 ( s) = sL[I ( s) − I1 ( s)] = sL I ( s) −
R1
Diagram blok rangkaian ini adalah:
1
R1
I(s) + − sL V(s)
1 1
c). V ( s) = I 2 ( s) = [I (s) − I1 ( s)] = 1 I ( s) − V (s)
sC sC sC R1
I(s) + − 1
V(s)
sC
173
CO;TOH-8.2: Gambarkan diagram blok rangkaian-rangkaian berikut.
I2(s) I2(s)
I(s) I(s)
I1(s) I1(s)
+ +
sL V(s) 1 R1 V(s)
R1
− sC −
(a) (b)
Penyelesaian :
V ( s)
a). V ( s) = R1 I 2 ( s) = R1 [I ( s) − I1 ( s)] = R1 I ( s) −
sL
Diagram blok:
1
sL
I(s) + − R1 V(s)
b). V ( s) = R1 I 2 ( s) = R1 [I ( s) − I1 ( s)] = R1 [I ( s) − sC V ( s )]
Diagram blok:
sC
I(s) + − R1 V(s)
Tegangan V(s) pada contoh 8.1.b. dan 8.1.c. haruslah identik dengan
tegangan pada contoh 8.2. karena tegangan ini adalah tegangan pada
hubungan paralel dari dua elemen. Walaupun demikian kita mendapatkan
diagram blok yang berbeda pada kedua contoh tersebut. Kita akan
menguji apakah kedua diagram blok tersebut identik dengan mencari
fungsi alih masing-masing. Untuk itu kita akan memanfaatkan formulasi
hubungan blok paralel.
Untuk rangkaian R-L paralel di kedua contoh tersebut di atas kita peroleh
:
I(s) + −
sL V(s)
sL sLR1 V (s)
H1 ( s ) = = =
1 + ( sL)(1 / R1) R1 + sL I ( s )
1
sL
I(s) + − R1 V(s)
R1 sLR1 V (s)
H 2 (s) = = =
1 + ( R1 )(1 / sL) sL + R1 I ( s)
1
R1
− 1
I(s) + V(s)
sC
1 / sC R1 / sC V (s)
H 3 ( s) = = =
1 + (1 / sC )(1 / R1) R1 + (1 / sC ) I ( s )
sC
I(s) + − R1 V(s)
R1 R1 / sC V (s)
H 4 (s) = = =
1 + ( R1)( sC ) (1 / sC ) + R1 I ( s)
Fungsi alih dari kedua hubungan paralel terserbut ternyata sama yang
tidak lain adalah impedansi total rangkaian R-L dan R-C paralel. Jadi
diagram blok yang diperoleh pada kedua contoh di atas adalah identik.
175
CO;TOH-8.3: Bangunlah diagram blok dari rangkaian listrik yang telah
ditransformasikan ke kawasan s di bawah ini.
I1(s) I3(s)
I5(s)
V1(s)
+ R sL +
Vi (s)
1
1 I2(s) 1 I4(s) Vo(s)
R2
− sC1 sC2 −
Penyelesaian :
Dalam membangun diagram blok rangkaian ini, kita akan
menempuh langkah-langkah yang kita mulai dari tegangan keluaran
dan mencari formulasinya secara berurut menuju ke arah masukan.
Tegangan Vo(s) dapat dinyatakan sebagai R 2 I 5 ( s ) ataupun
(1/sC2) I4(s). Kita ambil yang kedua.
1
1. V o (s) = I 4 ( s)
sC 2
1
I4(s) Vo(s)
sC2
1
2. I 4 ( s ) = I3 ( s ) − I 5 ( s ) = I3 − Vo ( s )
R2
1
R2
− 1
+ Vo(s)
I3(s)
I4(s) sC2
1
3. I 3 ( s) = [V1 ( s) − Vo (s)]
sL
1
R2
1 − 1
− 1
+ + Vo(s)
I1(s) sC1 sC
sL 2
− V1(s) I3(s) I4(s)
1
5. I1 ( s ) = [Vi ( s) − V1 (s)]
R1
1
R2
+ − 1 + 1 − 1 + − 1
Vo
Vi(s)
R1 I1(s) − sC1 V1(s) sL I (s) I4(s) sC2
3
Pada langkah ke-5 ini terbentuklah diagram blok yang kita cari.
Walaupun diagram ini terlihat cukup rumit, tetapi sesungguhnya setiap
blok menggambarkan peran dari setiap elemen. Perhatikan pula bahwa
dalam diagram blok ini digunakan blok-blok integrator.
177
Selain ekivalensi seri dan paralel, dalam melakukan reduksi diagram
blok kita memanfaatkan juga kaidah-kaidah pemindahan titik
pencabangan sebagai berikut.
Keluaran Y2(s) tidak akan berubah jika pemindahan titik
pencabangannya ke depan melampaui blok H(s) diikuti dengan
penambahan satu blok seri yang ekivalen dengan blok H(s).
Keluaran Y3(s) tidak akan berubah jika pemindahan titik
pencabangannya ke belakang melampauai blok H(s) diikuti
dengan penambahan satu blok seri 1/H(s).
Perhatikanlah Gb.8.10. Gambar b) diperoleh dengan jalan memindahkan
titik pencabangan di gambar a). Pencabangan keluaran Y2(s) di pindah ke
depan melewati blok H(s) dan pencabangan keluaran Y3(s) ke belakang
melewati blok H(s).
Y2(s)
a). Y3(s)
H(s) Y2(s)
− 1 − 1 − 1
Vi(s) + + + Vo(s)
2 s s
s
−
Penyelesaian :
− 1 − 1 A 1
+ + Vo(s
Vi(s 2 s
s s +1
−
− 1 − 1
+ +
2 s s ( s + 1)
Vi(s) − Vo(s)
s+1
1
3. Umpan balik langsung dari Vo(s) pada blok sama
s ( s + 1)
dengan memparalel blok ini dengan blok 1 walaupun tidak
tergambarkan dalam diagram. Hubungan paralel ini dapat
diganti
1 / s( s + 1) 1
dengan H 2 ( s) = = .
1 + (1){1 / s( s + 1)} s( s + 1) + 1
179
+ − 1 1
2 +
s B s ( s + 1) + 1 Vo(s)
Vi(s) −
s+1
s ( s + 1) + 1
+ − 1
2 + Vo(s)
Vi(s) s 2 ( s + 1) + s
−
s+1
1
5. Selanjutnya s + 1 paralel dengan 2
s ( s + 1) + s
1 ( s 2 ( s + 1) + s) 1
H 3 (s) = = =
2 2
1 + ( s + 1) ( s ( s + 1) + s) ( s (s + 1) + s) + ( s + 1)
1
3 2
s + s + 2s + 1
2 /( s 3 + s 2 + 2s + 1) 2
H 4 (s) = =
2 3 2 3 2
1 + 2( s + s + 1) /( s + s + 2s + 1) s + 3s + 4s + 3
dan diagram blok menjadi
2
Vi(s) 3 2 Vo(s)
s + 3s + 4 s + 3
181
( s − z1 )( s − z 2 ) L ( s − z m )
H (s) = K
( s − p1 )(s − p 2 ) L ( s − p n )
k1 k2 kn
= + +L+
( s − p1 ) ( s − p 2 ) (s − p n )
Hal ini telah kita lihat pada waktu kita membahas transformasi Laplace.
a
Selanjutnya, setiap suku dari fungsi alih H(s) yang berbentuk
s+b
a b(1 / s)
dapat ditulis sebagai yang diagram bloknya merupakan
b 1 + b(1 / s)
a 1
hubungan seri antara blok statis dengan blok berumpan balik
b s
yang jalur umpan-balik-nya berisi blok statis b . Dengan demikian
maka diagram blok dari H(s) dapat dibuat hanya terdiri dari blok statis
dan blok integrator saja.
+ + 1µF
vin 10Ω
1H vo vin + +
10Ω − 1kΩ 1kΩvo
a). − − b). 1µF
−
+
iin 1kΩ
0.1H 1µF vo
1kΩ −
f).
+
iin 5mH 1kΩ vo
2µF −
g).
2. Lakukan reduksi diagram blok dan carilah fungsi alih dari diagram
blok berikut.
+ 1 +
X (s) 10 Y(s)
− s +
k
a).
1 1
X(s) + Y(s)
s s
ω2
b).
183
X(s)
1 +
Y(s)
s +1 −
c). s+2
1 1
X(s) + + +
Y(s)
− − s s +
3
4
1
c). s
1
X(s) + + +
Y(s)
− − s +
3
+ 1
− s
4
d).
X(s)+ 1 + 1 1 +
− s − s s + Y(s)
4
+ 1
− s
5
e).
185
Berbeda dengan blok integrator, blok statis X(s)→ a →Y(s)
memberikan hubungan Y ( s) = aX ( s) yang di kawasan t memberikan
hubungan
y (t ) = ax(t )
b
a
− 1 − 1
+
X(s) c s s Y(s)
+
d
Penyelesaian :
Dalam diagram blok ini terdapat dua blok integrator. Jika sinyal
masukan setiap blok integrator adalah q&i (t ) dan sinyal keluarannya
adalah qi(t) maka diagram blok di atas dapat kita gambarkan seperti
di bawah ini, di mana masukan dua blok integrator adalah
q&1 (t ) dan q& 2 (t )
sedangkan keluarannya adalah
q1(t) dan q2(t).
b
a
x(t ) − 1 − 1
+ +
c s s
q&1(t ) q1(t ) q&2 (t ) q2 (t ) + y (t )
+
d
y (t ) = q2 (t ) + dx(t )
q&1 (t ) 0 − b q1 (t ) 1
& = + x(t ) (9.2)
q 2 (t ) 1 − a q 2 (t ) 0
187
r q& (t ) r q (t )
Dengan mendefinisikan vektor q& = 1 dan q = 1 maka
q& 2 (t ) q 2 (t )
(9.2) dapat kita tuliskan
r
[ ]
q& (t ) =
0 − b r 1
[q (t )] + x(t ) (9.3)
1 − a 0
Kelompok kedua dari (9.1) adalah y (t ) = q2 (t ) + dx(t ) dan dengan
definisi untuk vektor q(t) maka ia dapat kita tuliskan dalam bentuk
matriks
r
y (t ) = [0 1][q (t )] + [d ]x(t ) (9.4)
Dengan demikian maka set persamaan (9.1) dapat kita tuliskan sebagai
r
[ ]
q& (t ) =
0 − b r
[q (t )] + x(t )
1
1 − a 0 (9.5)
r
y (t ) = [0 1][q (t )] + [d ]x(t )
Secara umum bentuk persamaan (9.5) dapat kita tulis sebagai
r
[ ] r
q& (t ) = [A][q (t )] + [B ]x(t )
r (9.6)
y (t ) = [C ][q (t )] + [D]x(t )
Set persamaan (9.6) ini disebut representasi ruang status dari sistem.
Sebutan lain dari representasi ini adalah model ruang status atau juga
persamaan peubah status atau persamaan ruang status.
+ q&2 1 q2 +
a2 c2
s
− +
b
d
q&1 = a1 x(t ) − ω2 q3
q& 2 = a2 x(t ) − bq2
q& 3 = q1
y(t ) = c3 q3 + c2 q2 + dx(t )
Persamaan ini kita tuliskan dalam bentuk matriks, menjadi
q&1 (t ) 0 0 − ω q1 (t ) a1
2
r& &
q (t ) = q 2 (t ) = 0 − b 0 q 2 (t ) + a 2 x(t )
q& 3 (t ) 1 0 0 q3 (t ) 0
1
q (t )
y (t ) = [0 c 2 c3 ] q 2 (t ) + [d ]x(t )
q3 (t )
0 1 0 q1 (t ) 0
r&
q (t ) = 0 0 1 q 2 (t ) + 0 x(t)
− a1 − a 2 − a3 q3 (t ) 1
r
y (t ) = [b1 b2 b3 ] q (t )
Penyelesaian :
Langkah pertama adalah melakukan pengembangan dari persamaan
yang diketahui sehingga diperoleh set persamaan berikut.
189
q&1 (t ) = q 2 (t )
q& 2 (t ) = q3 (t )
q& 3 (t ) = −a1q1 (t ) − a 2 q 2 (t ) − a3 q3 (t ) + x(t )
y (t ) = b1q1 (t ) + b2 q 2 (t ) + b3 q3 (t )
b3
b2
+ +
+ q&3 1 q3 q&2 1 q2 q&1 1 q1
s s
b1
x(t ) − s + y (t )
− −
a3
a2
a1
191
Soal-Soal
1. Carilah persamaan ruang status dari sistem-sistem dengan diagram
blok di bawah ini.
+ 1 +
X (s) 10 Y(s)
− s +
k
a).
1 1
X(s) + Y(s)
s s
ω2
b).
X(s)
1 +
Y(s)
s +1 −
s+2
c).
1 1
X(s) + + +
Y(s)
− − s s +
3
4
1
d). s
X(s) + 1 + 1 1 +
− s − s s + Y(s)
4
+ 1
− s
5
f).
2 1 0
3
q ( t ) = 7 3 5 q ( t ) + x ( t )
r& r
a). 5
0 6 4
r
y (t ) = [9 0 0] q (t ) + 10 x (t )
0 0 2 0
q (t ) = 4 0 − 1 q (t ) + 1 x (t )
r& r
b).
2 0 0 0
r
y (t ) = [5 0 0] q (t ) + 5 x (t )
193
r − σ ω r 1
q& (t ) = q (t ) + x ( t )
c). − ω − σ 1
r
y (t ) = [1 1] q (t )
r 0 1 r 0
q& (t ) = 2 q (t ) + x (t )
d). − ω − 2ζω 1
r
y (t ) = [1 0] q (t )
r 0 1 r 0
q& (t ) = 2 q (t ) + x (t )
e). − ω − 2ζω 1
r
y (t ) = [0 1] q (t )
195
∞
f (t ) = a0 + ∑ [an cos(nω0t ) + bn sin(nω0t )] (10.1)
n =1
yang dapat kita tuliskan sebagai (lihat sub-bab 3.2)
∞
f (t ) = a0 + ∑ a n2 + bn2 (cos(nω0 t − θ n ) )
(10.2)
n =1
2 T0 / 2
an = ∫
T0 −T0 / 2
f (t ) cos(nω 0 t )dt ; n > 0 (10.3)
2 T0 / 2
bn = ∫
T0 −T0 / 2
f (t ) sin( nω 0 t )dt ; n > 0
To / 2
∞ ∫
−T / 2 a n cos(nω 0 t ) cos(kω o t )dt
+ ∑ o
To / 2
n =1 +
−To / 2∫ bn sin( nω 0 t ) cos(kω o t )dt
Dengan menggunakan kesamaan tigonometri
1 1
cos α cos β = cos(α − β) + cos(α + β)
2 2
1 1
cos α sin β = sin(α − β) + sin(α + β)
2 2
maka persamaan di atas menjadi
an To / 2
∞ ∫ (cos((n − k )ω0t ) + cos((n + k )ωot ))dt
2 −To / 2
+ ∑
bn To / 2
n =1 +
∫(sin((n − k )ω0t ) + sin((n + k )ωot ))dtdt
2 −To / 2
Karena integral untuk satu perioda dari fungsi sinus adalah nol, maka
semua integral di ruas kanan persamaan ini bernilai nol kecuali satu
yaitu
a n To / 2
∫ (cos((n − k )ω 0t ))dt = a n yang terjadi jika n = k
2 −To / 2 2
2 To / 2
oleh karena itu an = ∫
To −To / 2
f (t ) cos(nω 0 t )dt
197
v(t) T
CO;TOH-10.1: Tentukan
deret Fourier dari bentuk A
gelombang deretan pulsa
berikut ini. −T/2 0 T/2
To
Penyelesaian :
Bentuk gelombang ini memiliki simetri genap, amplitudo A,
perioda To , lebar pulsa T.
T /2
1 T /2At AT
ao =
To ∫ Adt =
−T / 2 To
−T/ 2
=
To
; bn = 0 ;
2 T /2 2A
∫−T / 2 A cos(nωot )dt = Toωon sin nωot −T / 2
T /2
an =
To
A 2 A nπT
nπT
= =
2 sin
sin
πn πn To
To
Untuk n = 2, 4, 6, …. (genap), an = 0; an hanya mempunyai
nilai untuk n = 1, 3, 5, …. (ganjil).
∞
AT 2 A nπT
f (t ) =
To
+ ∑ sin
nπ To
cos(nωot )
n =1, ganjil
∞
AT
∑
2A
= + (− 1)(n −1) / 2 cos(nωot )
To nπ
n =1, ganjil
Pemahaman :
Pada bentuk gelombang yang memiliki simetri genap, bn = 0.
Oleh karena itu sudut fasa harmonisa tanθn = bn/an = 0 yang
berarti θn = 0o.
Simetri Ganjil. Suatu fungsi dikatakan mempunyai simetri ganjil
jika f(t) = −f(−t). Contoh fungsi yang memiliki simetri ganjil adalah
fungsi sinus, sin(ωt) = −sin(−ωt). Untuk fungsi semacam ini, dari
(10.1) kita dapatkan
∞
− f ( −t ) = − a 0 + ∑ [− an cos(nω0t ) + bn sin(nω0t )]
n =1
2 T /2 T
bn =
T ∫0 A sin(nωot )dt + ∫T / 2 − A sin(nωot )dt
2A
− cos(nωot ) 0 + cos(nωot ) T / 2
T /2 T
=
Tnωo
=
A
nπ
(
1 + cos2 (nπ) − 2 cos(nπ) )
Untuk n ganjil cos(nπ) = −1 sedangkan untuk n genap cos(nπ)
= 1. Dengan demikian maka
A
bn = (1 + 1 + 2) = 4 A untuk n ganjil
nπ nπ
A
bn = (1 + 1 − 2) = 0 untuk n genap
nπ
∞
∑
4A
⇒ v(t ) = sin(nωot )
n =1, ganjil
nπ
Pemahaman:
199
Pada bentuk gelombang yang mempunyai semetri ganjil, an = 0.
Oleh karena itu sudut fasa harmonisa tanθn = bn/an = ∞ yang
berarti θn = 90o.
e jα + e − jα
cos α = .
2
Dengan menggunakan relasi ini maka (10.2) akan menjadi
2 T0 / 2 2 T0 / 2
b− n =
T0 −T0
∫
/ 2
f (t ) sin(−nω0t )dt = −
T0 −T0 / 2 ∫
f (t ) sin(nω0t )dt = −b
b − bn
tan θ− n = − n = ⇒ θ− n = −θn
a− n an
(10.7)
Dengan (10.7) ini maka (10.6) menjadi
a2 + b2
∞ −∞ a 2 + b2
f (t ) =
∑
n
2
n j ( nω0 t − θ n )
e
+ n
2
e ∑
n j ( nω 0 t − θ n )
n =0 n = −1
(10.8)
Suku pertama dari (10.8) merupakan penjumlahan yang kita mulai
dari n = 0 untuk memasukkan a0 sebagai salah satu suku
penjumlahan ini. Dengan cara ini maka (10.8) dapat ditulis menjadi
+∞ a2 + b2 +∞
n n − j θ n j ( n ω0 t )
f (t ) = ∑ 2
e
e = cn e j ( nω0 t ) ∑ (10.9)
n = −∞ n = −∞
201
an2 + bn2 an − jbn
cn = e − jθ = (10.10)
2 2
an2 + bn2
cn = dan ∠cn = θn dengan
2 (10.11)
−b b
θ n = tan −1 n jika an < 0; θn = tan −1 n jika an > 0
an an
n = −∞ n = −∞ 0
n = −∞ 0
(10.14)
∞
1 T0 / 2
= ∑ ∫
2π n = −∞ −T0 / 2
f (t ) e − jnω0t dt ω0 e jnω0t
juga akan makin kecil yang berarti untuk suatu selang frekuensi
tertentu jumlah harmonisa semakin banyak. Oleh karena itu jika
perioda sinyal T0 diperbesar menuju ∞ maka spektrum sinyal
menjadi spektrum kontinyu, ∆ω menjadi dω (pertambahan frekuensi
infinitisimal), dan nω0 menjadi peubah kontinyu ω. Penjumlahan
pada (10.14) menjadi integral. Jadi dengan membuat T0 → ∞ maka
(10.14) menjadi
1 ∞ ∞ 1 ∞
f (t ) = ∫ ∫ f (t ) e − jωt dt e jωt dω = F (ω) e jωt dω
∫
2π − ∞ − ∞ 2π − ∞
(10.15)
dengan F(ω) merupakan sebuah fungsi frekuensi yang baru,
sedemikian rupa sehingga
203
∞ − jωt
F (ω) = ∫−∞ f (t ) e dt (10.16)
dan F(ω) inilah transformasi Fourier dari f(t), yang ditulis dengan
notasi
F[ f (t )] = F (ω)
Proses transformasi balik dapat kita lakukan melalui persamaan
(10.15).
f (t ) = F −1(ω)
Penyelesaian :
|F(ω)|
Spektrum amplitudo
sinyal aperiodik ini
merupakan spektrum
kontinyu |F(jω)|.
sin(ωT / 2) −6π −4π −2π 0 2 π 4 π 6π ω
F (ω) = AT
ωT / 2 -5 T T0 T T T T
Pemahaman:
Sinyal ini mempunyai simetri genap. Sudut fasa harmonisa
adalah nol sehingga spektrum sudut fasa tidak digambarkan.
Perhatikan pula bahwa |F(ω)| mempunyai spektrum di dua sisi,
ω positif maupun negatif; nilai nol terjadi jika sin(ωT/2)=0 yaitu
pada ω = ±2kπ/T (k = 1,2,3,…); nilai maksimum terjadi pada ω
= 0, yaitu pada waktu nilai sin(ωT/2)/(ωT/2) = 1.
205
∞ − αt ∞
F(ω) = ∫−∞ Ae u (t )e − jωt dt = ∫0 Ae −( α + jω)t dt
∞
e −(α + jω)t A
=− A = untuk α > 0
α + jω α + jω
0
| A|
⇒ F(ω) =
α 2 + ω2
ω
⇒ θ(ω) = ∠F ( jω) = − tan −1
α
ω −90o
Pemahaman:
Untuk α < 0, tidak ada transformasi Fourier-nya karena
integrasi menjadi tidak konvergen.
α+
= ∫α −
δ(ω)(1) dω = 1
Penyelesaian :
1 ∞ 1 α+
f (t ) = ∫−∞ 2πδ(ω − α) e jωt dω = ∫α 2πδ(ω − α) e jωt dω
2π 2π −
α+
= e jα t ∫α −
δ(ω − α) dω = e jαt
Pemahaman :
Fungsi 2πδ(ω−α) adalah fungsi di kawasan frekuensi yang
hanya mempunyai nilai di ω=α sebesar 2π. Oleh karena itu e jωt
juga hanya mempunyai nilai di ω=α sebesar ejαt. Karena fungsi
hanya mempunyai nilai di ω=α maka integral dari −∞ sampai
+∞ cukup dilakukan dari α− sampai α+, yaitu sedikit di bawah
dan di atas ω=α.
207
1 ∞ πA
f (t ) = ∫ [u(ω + α) − u(ω − α)] e jωt dω
2π −∞ α
α
j ωt
1 ∞ πA
= ∫ [1] e jωt dω = A e
2π −∞ α 2α jt
−α
jαt − jαt jαt − jαt
A e −e A e −e sin(αt )
= = =A
2α jt αt j2 αt
Pemahaman:
Dalam soal ini F(ω) mempunyai nilai pada selang −α<ω<+α
oleh karena itu e jωt juga mempunyai nilai pada selang frekuensi
ini juga; dengan demikian integrasi cukup dilakukan antara −α
dan +α.
−β 0 +β ω t
Penyelesaian:
209
a). f 1 (t ) = Ae −αt u (t ) → fungsi kausal dan dapat di - integrasi
A
→ F (s) = → pole p1 = −α (di kiri sumbu imag)
s+α
1
→ F (ω) =
jω + α
b). f 2 (t ) = δ(t ) → fungsi kausal dan dapat di - integrasi
→ F ( s ) = 1 → F (ω) = 1
[ ]
c). f 3 (t ) = A e − αt sin βt u (t ) → fungsi kausal, dapat di - integrasi
A
→ F (s) = → pole p = −α ± jβ (di kiri sumbu im)
( s + α) 2 + β2
A a
→ F (ω) = =
2 2
( jω + α ) + β α + β − ω2 + j 2αω
2 2
10
CO;TOH-10.11: Carilah f(t) dari F (ω) =
( jω + 3)( jω + 4)
Penyelesaian :
Jika kita ganti jω dengan s kita dapatkan
10
F (s) =
( s + 3)(s + 4)
Pole dari fungsi ini adalah p1 = −3 dan p2 = −4, keduanya di
sebelah kiri sumbu imajiner.
10 k k
F( s ) = = 1 + 2
( s + 3)(s + 4) s + 3 s + 4
10 10
→ k1 = = 10 ; k 2 = = −10
s + 4 s = −3 s + 3 s = −4
10 10
⇒ F( s ) = −
s+3 s+4
Transformasi balik dari F(ω) adalah :
[ ]
f (t ) = 10 e −3t − 10 e −4t u (t )
F[cosβt] = F
e jβt + e − jβt 1
= Fe [ ]
jβ t 1
+ F e − jβt[ ]
2 2 2
10.4.2. Diferensiasi
Sifat ini dinyatakan sebagai berikut
F
df (t )
= jωF (ω) (10.23)
dt
Persamaan (10.15) menyatakan
1 ∞
f (t ) = ∫ F (ω) e jωt dω
2π − ∞
→
df (t ) d 1 ∞
dt
= ∫
dt 2π − ∞
1 ∞ d
F (ω) e jωt dω =
∫ 2 π − ∞
( jωt
dt F (ω) e dω
)
1 ∞
= ∫ jωF (ω) e jωt dω
2π − ∞
df (t )
→ F = jωF (ω)
dt
211
10.4.3. Integrasi
Sifat ini dinyatakan sebagai berikut.
t F(ω)
F ∫ f ( x)dx = + πF(0)δ(ω) (10.24)
−∞ jω
10.4.4. Pembalikan
Pembalikan suatu fungsi f(t) adalah mengganti t dengan −t. Jika kita
membalikkan suatu fungsi, maka urutan kejadian dalam fungsi yang
baru berlawanan dengan urutan kejadian pada fungsi semula.
Transformsi Fourier dari fungsi yang dibalikkan sama dengan
kebalikan dari transformasi Fourier fungsi semula. Secara formal hal
ini dapat dituliskan sebagai
Jika F[ f (t )] = F (ω) maka F[ f (−t )] = F (−ω) (10.25)
Menurut (10.16)
[ ] [
F e −α|t| = F e −αt u (t ) + e −α(−t ) u (−t ) ]
1 1 2α
= + =
α + jω α + j (−ω) α 2 + ω 2
213
∞ − jωt ∞ ∞
F (ω) = ∫−∞ f (t ) e dt = ∫−∞ f (t ) cosωt dt − j ∫−∞ f (t ) sinωt dt
= A(ω) + jB(ω) = F (ω) e jθ ω
dengan
∞ ∞
A(ω) = ∫−∞ f (t ) cos ωt dt ; B(ω) = − ∫−∞ f (t ) sin ωt dt (10.26)
B(ω)
F (ω) = A2 (ω) + B 2 (ω) ; θ(ω) = tan −1 (10.27)
A(ω)
Jika f(t) fungsi nyata, maka dari (10.26) dan (10.27) dapat kita
simpulkan bahwa
1. Komponen riil dari F(ω) merupakan fungsi genap, karena
A(−ω) = A(ω).
2. Komponen imajiner F(ω) merupakan fungsi ganjil, karena
B(−ω) =− B(ω).
3. |F(ω)| merupakan fungsi genap, karena |F(−ω)| = |F(ω)|.
4. Sudut fasa θ(ω) merupakan fungsi ganjil, karena θ(−ω) =−
θ(ω).
5. Kesimpulan (1) dan (2) mengakibatkan : kebalikan F(ω)
adalah konjugat-nya, F(−ω) = A(ω) − jB(ω) = F*(ω) .
6. Kesimpulan (5) mengakibatkan : F(ω) × F(−ω) = F(ω) ×
F*(ω) = |F(ω)|2.
7. Jika f(t) fungsi genap, maka B(ω) = 0, yang berarti F(ω) riil.
8. Jika f(t) fungsi ganjil, maka A(ω) = 0, yang berarti F(ω)
imajiner.
10.4.6. Kesimetrisan
Sifat ini dinyatakan secara umum sebagai berikut.
Jika F[ f (t )] = F (ω) maka F[F (t )] = 2π f (−ω) (10.28)
10.4.9. Penskalaan
Sifat ini dinyatakan sebagai berikut.
1 ω
Jika F[ f (t )] = F (ω) maka F[ f (at )] = F (10.31)
|a| a
10.5. Ringkasan
Tabel-10.1 berikut ini memuat pasangan transformasi Fourier
sedangkan sifat-sifat transformasi Fourier termuat dalam Tabel-10.2.
215
Tabel 10.1. Pasangan transformasi Fourier.
Sinyal f(t) F(ω)
Impuls δ(t) 1
Sinyal searah (konstan) 1 2π δ(ω)
Fungsi anak tangga u(t) 1
+ πδ(ω)
jω
Signum sgn(t) 2
jω
Exponensial (kausal) (e )u(t )
− αt 1
α + jω
Eksponensial (dua sisi) e − α |t | 2α
α 2 + ω2
Eksponensial kompleks e jβt 2π δ(ω − β)
v 1ms
10V
b). t
20ms
v 150V
c).
v 150V
t
20ms
d).
v 1ms
10V
−5V t
e).
2. Siklus pertama dari deretan pulsa dinyatakan sebagai
v(t ) = 2u(t ) − 2u(t − 1) + u (t − 2) − u (t − 3)
Gambarkan siklus pertama tersebut dan carilah koefisien Fourier-
nya serta gambarkan spektrum amplitudo dan sudut fasanya.
217
3. Suatu gelombang komposit dibentuk dengan menjumlahkan
tegangan searah 10V dengan gelombang persegi yang amplitudo
puncak ke puncak-nya 10 V. Carilah deret Fouriernya dan
gambarkan spektrum amplitudonya.
Deret Fourier Bentuk Eksponensial.
4. Carilah koefisien kompleks deret Fourier bentuk gelombang
berikut.
v 1ms
5V
t
a). −5V
v 1ms
10V
b). t
v 2ms
10V
1ms
t
−5V
c).
v
150V
t
20ms
d).
v 1ms
10V
−5V t
e).
d). v (t ) = 2 + 2u (t ) ;
e). v(t ) = 2 sgn(−t ) + 6u (t )
[ ]
f). v(t ) = 2e −2t u (t ) + 2 sgn(t ) δ(t + 2)
− ω2
e). F ( ω) = ;
( jω + 20) ( jω + 50)
1000
f). F ( ω) =
jω( jω + 20) ( jω + 50)
219
j500ω
g). F ( ω) = ;
( − jω + 50) ( jω + 50)
j5ω
h). F ( ω) =
( jω + 50) ( jω + 50)
5000
i). F ( ω) = ;
jω( − jω + 50) ( jω + 50)
5000δ(ω)
j). F ( ω) =
− ω2 + j 200ω + 2500
k). F ( ω) = 4 π δ(ω) + e −2ω ;
4π δ( ω − 4)e − j2ω
l). F ( ω) =
jω
4π δ( ω) + 4( jω + 1)
m). F ( ω) = ;
jω( 2 + jω)
n). F ( ω) = 4 π δ( ω) + e −2ω
o). F ( ω) = 4 π δ( ω) + 4π δ( ω − 2) + 4π δ( ω + 2)
221
1
ZR = R ; Z L = jωL ; ZC = (11.1)
jωC
Bentuk-bentuk (11.1) telah kita kenal sebagai impedansi arus bolak-
balik.
Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa transformasi Fourier
suatu sinyal akan tetap memberikan relasi hukum Kirchhoff di kawasan
frekuensi dan hubungan tegangan-arus elemen menjadi mirip dengan
relasi hukum Ohm jika elemen dinyatakan dalam impedansinya. Dengan
dasar ini maka kita dapat melakukan transformasi rangkaian, yaitu
menyatakan elemen-elemen rangkaian dalam impedansinya dan
menyatakan sinyal dalam transformasi Fouriernya. Pada rangkaian yang
ditransformasikan ini kita dapat menerapkan kaidah-kaidah rangkaian
dan metoda-metoda analisis rangkaian. Tanggapan rangkaian di kawasan
waktu dapat diperoleh dengan melakukan transformasi balik.
Uraian di atas paralel dengan uraian mengenai transformasi Laplace,
kecuali satu hal yaitu bahwa kita tidak menyebut-nyebut tentang kondisi-
awal. Hal ini dapat difahami karena batas integrasi dalam mencari
transformasi Fourier adalah dari −∞ sampai +∞. Hal ini berbeda dengan
transformasi Laplace yang batas integrasinya dari 0 ke +∞. Jadi analisis
rangkaian dengan menggunakan transformasi Fourier mengikut sertakan
seluruh kejadian termasuk kejadian untuk t < 0. Oleh karena itu cara
analisis dengan transformasi Fourier tidak dapat digunakan jika kejadian
pada t < 0 dinyatakan dalam bentuk kondisi awal. Pada dasarnya
transformasi Fourier diaplikasikan untuk sinyal-sinyal non-kausal
sehingga metoda Fourier memberikan tanggapan rangkaian yang berlaku
untuk t = −∞ sampai t = +∞.
CO;TOH-11.1: Pada rangkaian seri antara
resistor R dan kapasitor C diterapkan + +
tegangan v1. Tentukan tanggapan v1 R C vC
rangkaian vC. − −
Penyelesaian:
Persoalan rangkaian orde pertama ini telah pernah kita tangani pada
analisis transien di kawasan waktu maupun kawasan s
(menggunakan transformasi Laplace). Di sini kita akan
menggunakan transformasi Fourier.
1 / RC 1 1 / RC π δ(ω) / RC
VC (ω) = + π δ(ω) = +
jω + (1 / RC ) jω jω( jω + 1 / RC ) ( jω + 1 / RC )
Fungsi impuls δ(ω) hanya mempunyai nilai untuk ω = 0, sehingga
pada umumnya F(ω)δ(ω) = F(0)δ(ω). Dengan demikian suku kedua
π δ(ω) / RC
ruas kanan persamaan di atas = π δ(ω) . Suku pertama
( jω + 1 / RC )
dapat diuraikan, dan persamaan menjadi
1 1
VC (ω) = − + π δ(ω)
jω jω + 1 / RC
Dengan menggunakan Tabel 11.1. kita dapat mencari transformasi
balik
1
vC (t ) =
2
[ ] 1
[ ]
sgn(t ) − e −(1/ RC ) t u (t ) + = 1 − e −(1/ RC ) t u (t )
2
Pemahaman :
Hasil yang kita peroleh menunjukkan keadaan transien tegangan
kapasitor, sama dengan hasil yang kita peroleh dalam analisis
transien di kawasan waktu di Bab-4 contoh 4.5. Dalam
menyelesaikan persoalan ini kita tidak menyinggung sama sekali
mengenai kondisi awal pada kapasitor karena transformasi Fourier
telah mencakup keadaan untuk t < 0.
223
CO;TOH-11.2: Bagaimanakah vC pada contoh 11.1. jika tegangan
yang diterapkan adalah v1(t) = sgn(t) ?
Penyelesaian:
2
Dari Tabel 11.1. kita peroleh F[ sgn(t ) ] = . Dengan demikian
jω
maka VC(ω) dan uraiannya adalah
1 / RC 2 2 2
VC (ω) = = −
jω + 1 / RC jω jω jω + 1 / RC
Transformasi baliknya memberikan
vC (t ) = sgn(t ) − 2 e −(1/ RC ) t u (t )
Pemahaman:
Persoalan ini melibatkan sinyal non-kausal yang memerlukan
penyelesaian dengan transformasi Fourier. Suku pertama dari vC(t)
memberikan informasi tentang keadaan pada t < 0, yaitu bahwa
tegangan kapasitor bernilai −1 karena suku kedua bernilai nol untuk
t < 0. Untuk t > 0, vC(t) bernilai 1 − 2e−(1/RC) tu(t) yang merupakan
tegangan transien yang nilai akhirnya adalah +1. Di sini terlihat jelas
bahwa analisis dengan menggunakan transformasi Fourier
memberikan tanggapan rangkaian yang mencakup seluruh sejarah
rangkaian mulai dari −∞ sampai +∞. Gambar vC(t) adalah seperti di
bawah ini.
2
vC
1
+1
sgn(t)−2e−(1/RC) tu(t)
0
t
-40 -20 0 20 40
sgn(t)
-1 −2e−(1/RC) tu(t)
−1
−2
-2
+∞
F [ y(t )] = Y (ω) = F ∫ h(τ) x(t − τ)dτ
τ= −∞
(11.4)
+∞
∞
= ∫ h(τ) x(t − τ)dτ e − jωt dt
∫
t = −∞ τ = −∞
Pertukaran urutan integrasi pada (11.4) memberikan
∞ +∞
Y (ω) = ∫ h(τ) x(t − τ) e − jωt dt dτ
∫
τ= −∞ t = −∞
(11.5)
∞ +∞
= ∫ h(τ) x(t − τ) e − jωt dt dτ
∫
τ= −∞ t = −∞
Mengingat sifat pergeseran waktu pada transformasi Fourier, maka
(11.5) dapat ditulis
∞
∫τ=−∞ h(τ)e
− jωτ
Y (ω) = X (ω)dτ
(11.6)
∞
= ∫ h(τ)e − jωτ dτ X (ω) = H (ω) X (ω)
τ=−∞
225
Persamaan (11.6) menunjukkan hubungan antara transformasi Fourier
sinyal keluaran dan masukan. Hubungan ini mirip bentuknya dengan
persamaan yang memberikan hubungan masukan-keluaran melalui
fungsi alih T(s) di kawasan s yaitu Y(s) = T(s) X(s). Oleh karena itu H(ω)
disebut fungsi alih bentuk Fourier.
CO;TOH-11.3: Tanggapan impuls suatau sistem adalah
α −α|t|
h (t ) = e . Jika sistem ini diberi masukan sinyal signum,
2
sgn(t), tentukanlah tanggapan transiennya.
Penyelesaian:
Dengan Tabel 11.1. didapatkan H(ω) untuk sistem ini
α α 2α α2
H (ω) = F e −α|t| = =
2 2 α 2 + ω2 α 2 + ω2
Sinyal masukan, menurut Tabel 11.1. adalah
2
X (ω) = F [sgn(t)] =
jω
Sinyal keluaran adalah
α2 2 2α 2
Y (ω) = H (ω) X (ω) = =
α 2 + ω2 jω jω(α + jω)(α − jω)
yang dapat diuraikan menjadi
k1 k2 k3
Y (ω) = + +
jω α + jω α − jω
2α 2
k1 = jωY (ω) jω=0 = =2
(α + jω)(α − jω)
jω=0
2
2α 2α 2
k 2 = (α + jω)Y (ω) jω=−α = = = −1
jω(α − jω) − α (α + α )
jω= − α
2α 2 2α 2
k 3 = (α − jω)Y (ω) jω=α = = = +1
jω(α + jω) α(α + α )
jω=α
Gambar dari hasil yang kita peroleh adalah seperti di bawah ini.
y(t)
1
+1
[1−e−α t ] u(t)
0
-40 0 t 40
[−1+eα t ] u(t)
-1 −1
α2
Fungsi alih sistem tersebut adalah H (ω) = .
α 2 + ω2
Kurva |H(ω)| kita gambarkan dengan ω sebagai absis dan hasilnya
adalah seperti gambar di bawah ini.
|H(ω)|
1 1
0
-20 -10 00 10 ω 20
227
Pada ω =0, yaitu frekuensi sinyal searah, |H(ω)| bernilai 1 sedangkan
untuk ω tinggi |H(ω)| menuju nol. Sistem ini bekerja seperti low-
| H (0) |
pass filter. Frekuensi cutoff terjadi jika | H (ω) |=
2
α2 1
= ⇒ ω c = α 2 2 − α 2 = 0.644α
2
α + ω c2 2
Penyelesaian:
229
Kita dapat menghitung di kawasan waktu
[ ]
v(t ) = 10 e −1000 t u (t ) → V (ω) =
10
jω + 1000
Energi total :
2 ∞
1 ∞ 100 100 −1 ω
W1Ω = ∫
π 0 ω 2 + 10 6
d ω =
π(1000)
tan
1000 0
1 π 1
= − 0 = J
10π 2 20
Misalkan lebar pita yang diperlukan untuk memperoleh 90% energi
adalah β, maka
2 β
1 β 100 100 −1 ω
W90% = ∫
π 0 ω 2 + 10 6
d ω =
π(1000)
tan
1000 0
1 β
= tan −1
10π 1000
Jadi
1 β 1 β 9π
⇒ tan −1 = 0.9 × ⇒ = tan
10π 1000 20 1000 20
⇒ β = 6310 rad/s
231
Soal-Soal
1. Saklar S pada rangkaian berikut telah berada di posisi 1 mulai t =
−∞. Pada t = 0 ia dipindahkan keposisi 2 dan tetap pada posisi 2
sampai t = + ∞. Jika v1 = −10 V, v2 = 10 V, tentukan vin , Vin(ω) ,
Vo(ω) , vo.
1
− + S 1 µf
v1
− + + +
v2 2 vin 10 kΩ vo
− −
1µF 10kΩ
−
+ +
10kΩ +
v1
vo
233
11. Ulangi soal 10 untuk sinyal yang transformasinya
200
V1 (ω) =
ω 2 + 400
12. Tentukan enegi yang dibawa oleh sinyal
−100 t
v(t ) = 500 t e u (t ) V . Tentukan pula berapa persen energi
yang dikandung dalam selang frekuensi −100 ≤ ω ≤ +100 rad/s .
13. Pada rangkaian filter RC berikut ini, tegangan masukan adalah
v1 = 20e −5t u (t ) V .
100kΩ +
+ vo
− 1µF
v1 100kΩ −
1µF 10kΩ
−
+ +
10kΩ +
v1
vo
235
Daftar ;otasi
v atau v(t) : tegangan sebagai fungsi waktu.
V : tegangan dengan nilai tertentu, tegangan searah.
Vrr : tegangan, nilai rata-rata.
Vrms : tegangan, nilai efektif.
Vmaks : tegangan, nilai maksimum, nilai puncak.
V : fasor tegangan dalam analisis di kawasan fasor.
|V| : nilai mutlak fasor tegangan.
V(s) : tegangan fungsi s dalam analisis di kawasan s.
i atau i(t) : arus sebagai fungsi waktu.
I : arus dengan nilai tertentu, arus searah.
Irr : arus, nilai rata-rata.
Irms : arus, nilai efektif.
Imaks : arus, nilai maksimum, nilai puncak.
I : fasor arus dalam analisis di kawasan fasor.
|I| : nilai mutlak fasor arus.
I(s) : arus fungsi s dalam analisis di kawasan s.
p atau p(t) : daya sebagai fungsi waktu.
prr : daya, nilai rata-rata.
S : daya kompleks.
|S| : daya kompleks, nilai mutlak.
P : daya nyata.
Q : daya reaktif.
q atau q(t) : muatan, fungsi waktu.
w : energi.
R : resistor; resistansi.
L : induktor; induktansi.
C : kapasitor; kapasitansi.
Z : impedansi.
Y : admitansi.
TV (s) : fungsi alih tegangan.
TI (s) : fungsi alih arus.
TY (s) : admitansi alih.
TZ (s) : impedansi alih.
µ : gain tegangan.
β : gain arus.
r : resistansi alih, transresistance.
g : konduktansi; konduktansi alih, transconductance.
a i
akar kompleks 40 impedansi 86
akar riil 36, 38 impuls 111
anak tangga 12, 43, 56, 113 induktor 86
analisis transien 1 integrasi 61, 216
arus mesh 99 integrator 186, 188
b k
Bode plot 132 kaidah 90
c kaidah rantai 114
cutoff 126 kapasitor 86, 171
d kaskade 168
decibel 127 Kirchhoff 89
diagram blok 169, 172, 174, komponen mantap 7
177, 189 komponen transien 7
diferensiasi 62, 216 kondisi awal 6
dinamis 181 konvolusi 75, 117, 167, 225
e l
eksponensial 57, 200 linier 60
energi sinyal 228 m
f metoda-metoda 93
Fourier 195 n
fungsi alih 106, 109, 117, nilai akhir 65
166, 225 nilai awal 65
fungsi fasa 124 Norton 92
fungsi gain 124 o
fungsi jaringan 105 orde ke-dua 31, 33, 141
fungsi masukan 105 orde pertama 1, 2, 4, 26, 121
fungsi pemaksa 7 p
g paralel 169
gain 126 Parseval 229
gain, band-pass 129, 140, 143 passband 126
gain, high-pass 126, 129, 137, pembalikan 212
146 pen-skalaan 65, 215
gain, low-pass 126, 129, 149 pole 68, 70, 71, 73, 156
h proporsionalitas 91
hubungan bertingkat 114
237
r u
reduksi rangkaian 96 umpan balik 169
resistor 85 unik 59
ruang status 187, 189 unit output 93
s z
simetri 198, 200, 202 zero 68, 150, 152
sinyal 163
sinyal sinus 20, 46, 57, 121
sistem 164, 165, 165, 185
spektrum kontinyu 203
statis 181
stopband 126
sub-sistem 181
superposisi 18, 92, 94
t
tanggapan alami 4, 5, 26, 34
tanggapan frekuensi 121, 124,
141, 152
tanggapan lengkap 4, 6, 35
tanggapan masukan nol 24, 26
tanggapan paksa 4, 6, 26, 35
tanggapan status nol 24, 26
tegangan simpul 98
teorema 91
Thévenin 97
transformasi balik 55, 59, 206
transformasi Fourier 195, 203,
208, 211, 223
transformasi Laplace 55, 56, ,
58, 59, 67, 78, 85, 211
translasi s 64
translasi t 63
239