Anda di halaman 1dari 22

Peran Lembaga Penegak Hukum

Tugas Pelajaran PPKn 2017/2018

Kelompok 2 XII MIPA 2

Disusun:

 Amalia Putri (02)


 Andini Ratnasari (03)
 Bunga Ayuni M.S. (06)
 Dicka Gunawan (09)
 Ilma N. Ilmianti (14)
 Karina Novianti (16)
 Firman N. Alamsyah (12)
 Nur Saidah (23)
 Shofi Salsabila (31)
 Yulia Putri (40)

PEMERINTAH KOTA TASIKMALAYA


DINAS PENDIDIKAN
SMA NEGERI 5 TASIKMALAYA
Jl. Tentara Pelajar No.58 (0265) 332502 Tasikmalaya 46113
e-mail : campus@sman5-tasikmalaya.sch.id
Kata Pengantar
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah yang telah melimpahkan taufik dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan judul “Perlindungan dan
Penegakan Hukum dalam Menjamin dan Keadilan”.

Sholawat dan salam semoga tercurahkan kepada junjungan kita yakni Nabi
Muhammad saw. yang telah membawa ajaran yang benar semoga kita diberi syafa'at di
yaumil akhir nanti.

Penyusun berusaha semaksimal mungkin agar penyajian makalah ini dapat bermanfaat
mengenai pengetahuan tentang perlindungan dan penegakan hukum dalam menjamin dan
keadilan baik bagi penyusun sendiri maupun bagi para pembaca.

Di dalam makalah ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, segala kritik dan
saran yang bersifat perbaikan dari guru pembimbing dan teman-teman sekalian akan kami
terima dengan senang hati.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat dalam menjalankan hukum di kehidupan


bermasyarakat dan bernegara.

Tasikmalaya, 23 Oktober 2018

Penyusun

i
Daftar Isi

Kata Pengantar....................................................................................................................i

Daftar Isi..............................................................................................................................ii

BAB I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang................................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................................2

1.3 Maksud & Tujuan...........................................................................................................2

1.4 Kegunaan atau Manfaat..................................................................................................2

BAB II Pembahasan

2.1 Kajian Teoritis................................................................................................................3

a. Pengertian Penegak Hukum........................................................................................3

b. Makna Penrgakan Hukum...........................................................................................4

2.2 Pembahasan.....................................................................................................................5

a. Aparat Penegak Hukum..............................................................................................5

b. Lembaga Penegak Hukum..........................................................................................9

c. Elemen Penegak Hukum............................................................................................12

d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum............................................12

e. Upaya-Upaya Penegakan Hukum..............................................................................14

BAB III Penutup

3.1 Simpulan........................................................................................................................16

3.2 Saran..............................................................................................................................16

Daftar Pustaka...................................................................................................................17
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bergulirnya iklim reformasi dan demokratisasi di Indoneseia dalam kurun


waktu beberapa tahun terakhir ini telah membawa angin perubahan berupa kebebasan
berekspresi yang sangat bebas. Kebebasan tersebut pada beberapa kesempatan telah
“kebabalasan” bahkan berujung pada konflik horisontal maupun konflik vertikal.
Konflik yang tidak terkelola dengan baik ditambah dendam masa lalu pada masa
Pemerintahan Orde Baru, yang sangat otoriter berdampak pada kekerasan bahkan telah
terjadi konflik bersenjata. Bahkan beberapa daerah telah jatuh korban berjumlah
ratusan bahkan mungkin ribuan. Terjadi pula pengusiran dan pemusnahan kelompok
etnis tertentu (genocide) oleh kelompok etnis lain. Kekerasan, kontak senjata dan
pemusnahan etnis seakan menjadi “menu utama” berbagai media di tanah air.
Sejarah bangsa Indonesia hingga kini mencatat berbagai penderitaan,
kesengsaraan dan kesenjangan sosial, yang disebabkan oleh perilaku tidak adil dan
diskriminatif atas dasar etnik, ras, warna kulit, budaya, bahasa, agama, golongan, jenis
kelamin dan status sosial lainnya. Perilaku tidak adil dan diskriminatif tersebut
merupakan pelanggaran hak asasi manusia, baik yang bersifat vertikal (dilakukan oleh
aparat negara terhadap warga negara atau sebaliknya) maupun horisontal (antarwarga
negara sendiri) dan tidak sedikit yang masuk dalam kategori pelanggaran hak asasi
manusia yang berat (gross violation of human rights).
Pada kenyataannya selama lebih lima tujuh tahun usia Republik Indonesia,
pelaksanaan penghormatan, perlindungan atau penegakan hak asasi manusia masih
jauh dari memuaskan.
Hal tersebut tercermin dari kejadian berupa penangkapan yang tidak sah,
penculikan, penganiayaan, perkosaan, penghilangan paksa, pembunuhan, pemusnahan
kelompok etnis tertentu, pembakaran sarana pendidikan dan tempat ibadah, dan teror
bom yang semakin berkembang. Selain itu, terjadi pula penyalahgunaan kekuasaan
oleh pejabat publik dan aparat penegak hukum, pemelihara keamanan, dan pelindung
rakyat, tetapi justru mengintimidasi, menganiaya, menghilangkan paksa dan/atau
menghilangkan nyawa. Bahkan pada beberapa kesempatan yang lalu, Pengadilan
HAM Ad Hoc Kasus pelanggaran HAM berat Timtim telah membebaskan sebagian
terbesar para Jendaral Angkatan Darat dari segala tuntutan hukum.
Padahal secara jelas dan tegas untuk melaksanakan amanat Undang-undang
Dasar 1945, Majelis Permusyarwaratan Rakyat melalui Ketetapan MPR Nomor
XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, telah menugaskan kepada Lembaga-
lembaga Tinggi Negara dan seluruh aparatur Pemerintah, untuk menghormati,
menegakkan dan menyebarluaskan pemahaman mengenai hak asasi manusia kepada

1
seluruh masyarakat. Telah terbentuk juga Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia dan Undang-undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak
Asasi Manusia, yang diikuti dengan pengukuhan melalui Undang-undang No. 39
Tahun 1999 Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah penegakan hukum itu?
2. Apakah itu aparatur penegak hukum?
3. Apakah faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum?
4. Bagaimana peran lembaga penegak hukum?

1.3 Maksud dan Tujuan


Kami membuat makalah ini bertujuan untuk :
1. Untuk memenuhi tugas PPKn
2. Untuk menambah pengetahuan tentang Penegakan Hukum
3. Untuk mengetahui berbagai permasalahan Penegakan Hukum di Indonesia

1.4 Kegunaan atau Manfaat


Dengan adanya makalah ini, kita dapat mengetahui bagaimana peran lembaga penegak
hukum di Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kajian Teoritis
a. Pengertian Penegak Hukum

Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya


atau berfungsinya norma-
norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu
lintas atau hubungan-
hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Ditinjau
dari sudut subjeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh subjek yang
luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum oleh subjek
dalam arti
yang terbatas atau sempit. Dalam arti luas, proses penegakan hukum itu me
libatkan semua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang
menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan
sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti
dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum. Dalam arti sempit, dari segi
subjeknya itu, penegakan hukum itu hanya diartikan
sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan me
mastikan
bahwa suatu aturan hukum berjalan sebagaimana seharusnya. Dalam memast
ikan
tegaknya hukum itu, apabila diperlukan, aparatur penegak hukum itu diperk
enankan untuk menggunakan daya paksa.
Pengertian penegakan hukum itu dapat
pula ditinjau dari sudut objeknya, yaitu dari segi hukumnya. Dalam hal ini,
pengertiannya juga mencakup makna yang luas dan
sempit. Dalam arti luas, penegakan hukum itu mencakup pula nilai-
nilai keadilan yang
terkandung di dalamnya bunyi aturan formal maupun nilai-
nilai keadilan yang hidup
dalam masyarakat. Tetapi, dalam arti sempit, penegakan hukum itu hanya
menyangkut
penegakan peraturan yang formal dan tertulis saja. Karena itu, penerjemaha
n perkataan ‘law enforcement’ ke dalam bahasa Indonesia dalam menggunakan
perkataan ‘penegakan
hukum’ dalam arti luas dan dapat pula digunakan istilah ‘penegakan peratur
an’ dalam
arti sempit. Pembedaan antara formalitas aturan hukum yang tertulis dengan
cakupan nilai keadilan yang dikandungnya ini bahkan juga timbul
dalam bahasa Inggeris sendiri dengan dikembangkannya istilah ‘the rule of law’
versus ‘the rule of just law’ atau dalam istilah ‘the rule of law and not of man’
versus istilah ‘the rule by law’ yang berarti ‘the rule of man by law’. Dalam
istilah ‘the rule of law’ terkandung makna pemerintahan oleh
hukum, tetapi bukan dalam artinya yang formal, melainkan mencakup pula
nilai-nilai
keadilan yang terkandung di dalamnya. Karena itu, digunakan istilah ‘the r
ule of just
law’. Dalam istilah ‘the rule of law and not of man’ dimaksudkan untuk
menegaskan
bahwa pada hakikatnya pemerintahan suatu negara hukum modern itu dilak
ukan oleh hukum, bukan oleh orang. Istilah sebaliknya adalah ‘the rule by law’
yang dimaksudkan
sebagai pemerintahan oleh orang yang menggunakan hukum sekedar sebagai
alat kekuasaan belaka.
Dengan uraian di atas jelaslah kiranya bahwa yang dimaksud dengan
penegakan hukum itu kurang lebih merupakan upaya yang dilakukan untuk
menjadikan hukum, baik
dalam arti formil yang sempit maupun dalam arti materiel yang luas, sebag
ai pedoman perilaku dalam setiap perbuatan hukum, baik oleh para subjek
hukum yang bersangkutan maupun oleh aparatur penegakan
hukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan oleh undang-undang
untuk menjamin berfungsinya norma-norma hukum yang berlaku dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dari pengertian yang luas itu,
pembahasan kita tentang penegakan hukum dapat kita tentukan sendiri batas-
batasnya. Apakah kita akan
membahas keseluruhan aspek dan dimensi penegakan hukum itu, baik dari
segi subjeknya maupun objeknya atau kita batasi hanya membahas hal-
hal tertentu saja, misalnya, hanya menelaah aspek-
aspek subjektifnya saja. Makalah ini memang sengaja
dibuat untuk memberikan gambaran saja mengenai keseluruhan aspek yang
terkait dengan tema penegakan hukum itu

b. Makna Penegakan Hukum


Penegakan hukum adalah proses dilakukan upaya tegaknya atau
berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman pelaku dalam
lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara.
Menurut Satjipto Rahardjo, penegakan hukum merupakan proses
perwujudan ide-ide (ide keadilan, ide kepastian hukum, dan ide kemanfaatan
sosial) yang bersifat abstrak menjadi kenyataan. Unsur-unsur yang perlu
diperhatikan dalam penegakan hukum sebagai berikut.
a. Kepastian hukum
Kepastian hukum merupakan perlindungan yustisiabel terhadap tindakan
sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh
sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Masyarakat mengharap
adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib.
b. Kemanfaatan
Hukum adalah untuk manusia, maka hukum atau penegak hukum harus
memberi manfaat atau kegunaan bagi masyarakat, jangan sampai timbul
keresahan di salam masyarakat karena pelaksanaan atau penegak hukum.
c. Keadilan
Hukum itu tidak identik dengan keadilan. Hukum itu bersifat umum,
mengikat setiap orang, bersifat menyamaratakan. Sebaliknya keadilan
bersifat subjektif, individualistis, dan tidak menyamaratakan.

2.2 Pembahasan
A. Aparat Penegak dan Lembaga Peradilan Hukum
Penegakan hukum di Indonesia tidak terlepas dari peran para aparat
penegak hukum. Aparatur penegak hukum mencakup pengertian mengenai
institusi penegak hukum dan aparat (orangnya) penegak hukum. Menurut Pasal 1
Bab 1 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang dimaksud
aparat penegak hukum oleh undang-undang ini sebagai berikut.
1) Penyelidik ialah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat
Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberikan wewenang khusus oleh
undang-undang untuk melakukan penyelidikan. (Pasal 6 KUHAP)
2) Wewenang (Pasal 7 ayat [1] KUHAP) :
a) Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak
pidana;
b) Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;
c) Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri
tersangka;
d) Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;
e) Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f) Mengambil sidik jari dan memotret seorang;
g) Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi;
h) Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara;
i) Mengadakan penghentian penyidikan;
j) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

3) Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk


bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan
yang telah memperoleh hukum tetap. (UU No 8 tahun 1981 tentang KUHP)
Tugas Jaksa:
a) Sebagai penuntut umum
b) Pelaksana putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap (eksekutor)

4) Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang


untuk bertindak seagai penuntut umum serta melaksanakan putusan
pengadilan yang telah memperoleh hukum tetap.

Berdasarkan Pasal 14 KUHAP Penuntut Umum mempunyai wewenang :

a) Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik


pembantu;
b) Mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan
dengan memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat (3) dan (4), dengan
memberikan petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari
penyidik;
c) Memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau
penahanan lanjutan dan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya
dilimpahkan oleh penyidik;
d) Membuat surat dakwaan;
e) Melimpahkan perkara ke pengadilan;
f) Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan hari
dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada
terdakwa maupun kepada saksi untuk datang pada sidang yang telah
ditentukan;
g) Melakukan penuntutan;
h) Menutup perkara demi kepentingan hukum;
i) Mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab
sebagai penuntut umum menurut ketentuan undang-undang;
j) Melaksanakan penetapan hakim.

5) Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi kewenangan oleh undang-
undang untuk mengadili.
Tugas dan wewenang hakim:
 Dalam Bidang Manajemen Peradilan
 Membantu pimpinan pengadilan dalam membuat program kerja jangka
pendek dan jangka panjang, pelaksanaannya serta pengorganisasiannya.
 Melakukan pengawasan yang ditugaskan ketua untuk mengamati
apakah pelaksanaan tugas, umpamanya mengenai penyelenggaraan
administrasi perkara perdata dan pidana serta pelaksanaan eksekusi,
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan melaporkannya
kepada Ketua Pengadilan.
 Melakukan pengawasan dan pengamatan (KIMWASMAT) terhadap
pelaksanaan putusan pidana di Lembaga pemasyarakatan dan
melaporkannya kepada MA.
 Melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan
peradilan di Pengadilan Negeri yang ditugaskan kepadanya serta
rneneruskannya kepada kepustakaan hukum.
 Dalam Bidang Perdata
 Menetapkan hari sidang.
 Membuat catatan pinggir pada berita acara dan putusan Pengadilan
Negeri mengenai hukum yang dianggap penting.
 Bertanggungjawab atas pembuatan dan kebenaran berita acara
persidangan dan menandatanganinya sebelum hari sidang berikutnya.
 Dalam hal Pengadilan Tinggi melakukan pemeriksaan tambahan untuk
mendengar sendiri para pihak dan saksi, maka Hakim
bertanggungjawab atas pembuatan dan kebenaran berita acara
persidangan serta menandatanganinya.
 Mengemukakan pendapat dalam musyawarah.
 Menyiapkan dan memaraf naskah putusan lengkap untuk dibacakan.
 Menandatangani putusan yang sudah diucapkan dalam persidangan.
 Melaksanakan pembinaan dan mengawasi bidang hukum perdata yang
ditugaskan kepadanya.
 Melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan
peradilan di Pengadilan Negeri yang ditugaskan kepadanya.

 Dalam Bidang Pidana


 Menetapkan hari sidang untuk perkara dengan acara biasa.
 Menetapkan terdakwa ditahan, dikeluarkan dari tahanan atau dirubah
jenis penahanannya.
 Bertanggungjawab atas pembuatan dan kebenaran berita acara
persidangan dan menandatanganinya sebelum sidang berikutnya.
 Mengemukakan pendapat dalam musyawarah.
 Menyiapkan dan memaraf naskah putusan lengkap untuk dibacakan.
 Hakim wajib menandatangani putusan yang sudah diucapkan dalam
persidangan.
 Menghubungi BAPAS agar menghadiri persidangan dalam hal
terdakwanya masih dibawah umur.
 Memproses permohonan grasi.
 Melakukan pengawasan dan pengamatan terhadap keadaan dan perilaku
narapidana yang berada di lembaga pemasyarakatan serta melaporkannya
kepada Mahkamah Agung.
 Melakukan pengawasan yang ditugaskan ketua untuk mengamati apakah
pelaksanaan tugas mengenai penyelenggaraan administrasi perkara
pidana/ bidang pidana dan eksekusi serta melaporkannya kepada
Pimpinan Pengadilan.
 Mempelajari dan mendiskusikan secara berkala kepustakaan hukum yang
diterima dari Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung.

6) Penasehat hukum adalah seseorang yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh
undang-undang untuk memberikan bantuan hukum.
Wewenang penasehat hukum:
Mengajukan fakta dan pertimbangan yang ada sangkut pautnya dengan klien
yang sedang dibelanya dalam perkara tersebut, sehingga akan terjadi
keseimbangan dalam persidangan yang akan berpengaruh pada keputusan
Hakim yang adil.

Setiap aparat dan aparatur terkait mencakup pula pihak-pihak yang


bersangkutan dengan tugas atau perannya, yaitu terkait dengan kegiatan pelaporan
atau pengaduan, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pembuktian, penjatuhan
vonis dan pemberian sanksi, serta upaya pemasyarakatan kembali (resosialisasi)
terpidana.
Aparat penegak hukum akan memutuskan perkara hukum di peradilan hukum.
Lembaga-lembaga peradilan hukum sebagai berikut.
a. Peradilan Umum
Peradilan umum adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang
menjalankan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya.
Adapun kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum dilaksanakan oleh
Pengadilan Tinggi merupakan pengadilan tingkat banding yang berkedudukan di
ibu kota provinsi, dengan daerah hukum meliputi wilayah provinsi dan
Pengadilan Negeri adalah suatu pengadilan yang sehari-hari memeriksa dan
memutuskan perkara tingkat pertama dari segala perkara perdata dan pidana
untuk semua golongan yang berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota, dengan
daerah hukum meliputi wilayah kabupaten/kota.
b. Peradilan Agama
Peradilan Agama adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung bagi
rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara perdata tertentu
yang diatur dalam undang-undang. Dalam lingkungan Peradilan Agama,
kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh Pengadilan Tinggi Agama merupakan
sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Agama sebagai pengadilan
tingkat banding yang berkedudukan di ibu kota Provinsi dan Pengadilan Negeri
Agama atau yang biasa disebut Pengadilan Agama merupakan sebuah lembaga
peradilan di lingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan di ibu kota
kabupaten atau kota.
c. Peradilan Militer
Peradilan Militer adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang
melaksanakan kekuasaan kehakiman mengenai kejahatan-kejahatan yang
berkaitan dengan tindak pidana militer. Pengadilan dalam lingkungan militer
terdiri atas Pengadilan Militer Utama, Pengadilan Militer Tinggi, Pengadilan
Militer, dan Pengadilan Militer Pertempuran.
d. Peradilan Tata Usaha Negara
Peradilan Tata Usaha Negara adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah
Agung yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan
terhadap sengketa Tata Usaha Negara. Kekuasaan Kehakiman pada Peradilan
Tata Usaha Negara dilaksanakan oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dan
Pengadilan Tata Usaha Negara.

B. Lembaga Perlindungan dan Penegakan Hukum

Lembaga perlindungan dan penegakan hukum di Indonesia, antara lain


Mahkamah Konstitusi (MK), Mahkamah Agung (MA), Kepolisian Republik
Indonesia (Polri), Kejaksaan, Komisi Yudisial, dan Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia (Komnas HAM).
1. Mahkamah Konstitusi (MK)
Dalam pasal 24 ayat (1) dan (2) UUD 1945 dijelaskan bahwa Mahkamah
Konstitusi merupakan salah satu pelaku Kekuasaan Kehakiman. Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 menegaskan bahwa
kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang
Dasar. Dan pula ditegaskan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum.
Dalam penjelasan umum Undang-Undang RI Nomor 24 tahun 2003
tentang Mahkamah Konstitusi dijelaskan bahwa sejalan dengan prinsip
ketatanegaraan di atas, maka salah satu substansi penting perubahan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 adalah keberadaan
Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga negara yang berfungsi menangani
perkara tertentu di bidang ketatanegaraan, dalam rangka menjaga konstitusi
agar dilaksanakan secara bertanggung jawab sesuai dengan kehendak rakyat
dan cita-cita demokrasi. Keberadaan Mahkamah Konstitusi sekaligus untuk
menjaga terselenggaranya pemerintahan negara yang stabil, dan juga
merupakan koreksi terhadap pengalaman kehidupan ketatanegaraan di masa
lalu yang ditimbulkan oleh tafsir ganda terhadap konstitusi.
Berdasarkan pasal 24 C ayat (1) dan (2) Undang-Undang Dasar Negara
R.I. tahun 1945, Mahkamah Konstitusi mempunyai kewenangan untuk :
 Menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara R.I
tahun 1945.
 Memutus sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenanganya
diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara R.I. tahun 1945.
 Memutus pembubaran partai politik.
 Memutus perselisihan hasil pemilihan umum, dan
 Memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil
Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa
pengkhianatan terhadap Negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat
lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat
sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara R.I. tahun 1945.

Indepedensi Mahkamah Konstitusi disebutkan dalam pasal 2 Undang-


Undang R.I. Nomor 24 tahun 2003 sebagai berikut :
“Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan
kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan“.

2. Mahkamah Agung (MA)

Dalam Pasal 1 UU RI Nomor 5 tahun 2004 yang kemudian telah diubah dan
ditambah dengan UU RI Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan atas UU Nomor
14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung disebutkan bahwa Mahkamah Agung
adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

Selanjutnya dalam Pasal 24 A ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara R.I.


disebutkan bahwa Mahkamah Agung berwenang untuk :

 Mengadili pada tingkat kasasi,


 Menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang- undang terhadap
undang-undang,
 Kewenangan lainnya yang diberikan oleh undang-undang.

Selanjutnya dalam pasal 2 UU Nomor 14 tahun 1985 sebagaimana telah


diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Negara R.I. Nomor 5 tahun 2004
dan terakhir telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 3 tahun
2009 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah
Agung telah diatur tentang independensi Mahkamah Agung yang selengkapnya
berbunyi sebagai berikut :

“Mahkamah Agung adalah Lembaga Tinggi Negara dari semua Lingkungan


Peradilan, yang dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh pemerintah
dan pengaruh-pengaruh lain.”

3. Kejaksaan

Kejaksaan Republik Indonesia atau Kejaksaan adalah lembaga


pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta
kewenangan lain berdasarkan undang-undang sebagaimana disebutkan dalam
Pasal 2 ayat (1) UU RI Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik
Indonesia.

Selanjutnya dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 tahun 2004


tersebut disebutkan bahwa “Kekuasaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan secara merdeka”.

Dalam penjelasan umum angka 1 UU RI Nomor 16 Tahun 2004 tersebut


dijelaskan bahwa Kejaksaan sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan
kekuasaan Negara di bidang penuntutan ditegaskan kekuasaan Negara tersebut
dilaksanakan secara merdeka. Oleh karena itu, Kejaksaan dalam melaksanakan
fungsi, tugas, dan wewenangnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan
kekuasaan lainnya. Selanjutnya ditentukan Jaksa Agung bertanggung jawab atas
penuntutan yang dilaksanakan secara independen demi keadilan berdasarkan
hukum dan hati nurani. Dengan demikian Jaksa Agung selaku pimpinan
Kejaksaan dapat sepenuhnya merumuskan dan mengendalikan arah dan kebijakan
penanganan perkara untuk keberhasilan penuntutan.

4. Kepolisian

Dalam Pasal 1 angka (1) UU RI Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian


Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian adalah segala hal-ihwal
yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan
perundang – undangan. Sedangkan dalam Pasal 8 ayat (1) UU RI Nomor 2 tahun
2002 tersebut disebutkan bahwa kedudukan Kepolisian Negara Republik
Indonesia berada di bawah Presiden.

Pada awal era reformasi, salah satu tuntutan yang mencuat dan segera
direspon oleh Pemerintah adalah pemisahan Polri dan ABRI. Melalui Inpres
Nomor: 02/1999 telah diambil langkah-langkah kebijakan pemisahan Polri dari
ABRI dan penempatannya untuk sementara pada Dephankam, yang ditandai oleh
suatu upacara bersejarah pada tanggal 1 April 1999 di Mabes ABRI Cilangkap.
Langkah tersebut telah ditindak lanjuti dengan berbagai kebijakan
Menhankam/Panglima TNI yang menyerahkan wewenang pembinaan dan
operasional Polri dari Pangab kepada Menhankam dan Kapolri.

Secara universal, tugas pokok lembaga kepolisian mencakup dua hal, yaitu
pemeliharaan keamanan dan ketertiban (peace and order maintenance) dan
penegakan hukum (law enforcement).10 Dalam perkembangannya, tanggung
jawab “pemeliharaan” dipandang pasif, sehingga tidak mampu menanggulangi
kejahatan. Polisi kemudian dituntut untuk secara proaktif melakukan
“pembinaan”, sehingga tidak hanya “menjaga” agar kamtib terpelihara, tetapi juga
menumbuhkan kesadaran masyarakat, menggugah dan mengajak peran serta
masyarakat dalam upaya pemeliharaan keamanan dan ketertiban, dan bahkan ikut
memecahkan masalah-masalah sosial yang menjadi sumber kejahatan. Tugas-
tugas ini dipersembahkan oleh polisi untuk membantu (to support) masyarakat
dalam memenuhi kebutuhannya akan rasa aman, sehingga memungkinkan
tercapainya kesejahteraan.
5. Komisi Yudisial

Dalam ketentuan Pasal 1 angka (1) UU R.I. Nomor 22 tahun 2004 yang
kemudian telah diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 18 Tahun 2011
tentang Komisi Yudisial disebutkan bahwa Komisi Yudisial adalah lembaga
Negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945 menegaskan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan
menurut Undang-Undang Dasar. Ditegaskan pula bahwa Negara Indonesia adalah
negara hukum.

Sejalan dengan prinsip ketatanegaraan di atas, salah satu substansi penting


perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 adalah
adanya Komisi Yudisial. Komisi Yudisial tersebut merupakan lembaga Negara
yang bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung
dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan
kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.

Pasal 24 B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945


memberikan landasan hukum yang kuat bagi reformasi bidang hukum, yakni
dengan memberikan kewenangan kepada Komisi Yudisial untuk mewujudkan
checks and balances, walaupun Komisi Yudisial bukan pelaku kekuasaan
kehakiman namun fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman.

6. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ( Komnas HAM )

Dalam Pasal 1 angka (7) UU R.I. Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia disebutkan bahwa Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang selanjutnya
disebut Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang berkedudukan setingkat
dalam negara lainnya yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian,
penyaluran, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia.
Dalam pasal 75 Undang-Undang R.I. Nomor 39 tahun 1999 disebutkan bahwa
Komnas HAM bertujuan :

 Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia


sesuai dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Piagam
Perserikatan Bangsa-Bangsa, serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia;
dan
 Meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna
berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuannya
dalam berbagai bidang kehidupan.

C. Elemen Penegak Hukum


Aparatur penegak hukum mencakup pengertian mengenai institusi penegak
hukum dan aparat (orangnya) penegak hukum. Dalam arti sempit, aparatur
penegak hukum yang teribat dalam proses tegaknya hukum, dimulai dari saksi,
polisi, penasehat hkum, jaksa, hakim dan petugas sipil pemasyarakatan.
Dalam proses bekerjanya aparatur penegak hukum, terdapat tiga elemen penting
yang mempengaruhi, yaitu:
a. Institusi penegak hukum beserta berbagai perangkat sarana prasarana
pendukung dan mekanisme kerja kelembagaannya.
b. Budaya kerja yang terkait dengan aparatnya termasuk mengenai
kesejahteraan aparatnya.
c. Perangkat peraturan yang mendukung baik kinerja kelembagaanya maupun
yang mengatur materi hukum yang dijadikan standar kerja, baik hukum
materiilnya maupun hukum acaranya.

D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum


Menurut Soerjono Soekanto factor-faktor yang mempengaruhi penegakkan
hukum sebagai berikut:
1. Faktor hukumnya sendiri
Semakin baik suatu peraturan hukum akan semakin baik memungkinkan
penegakannya. Sebaliknya, semakin tidak baik suatu peraturan hukum akan
semakin sukarlah menegakkannya. Secara umum, peraturan hukum yang baik
adalah peraturan hukum yang berlaku secara yuridis, sosiologis dan filosofis.
a. Secara Yuridis:
Setiap peraturan hukum yang berlaku haruslah bersumber pada peraturan yang
lebih tinggi tingkatannya. Ini berarti bahwa setiap peraturan hukum yang berlaku
tidak boleh bertentangan dengan peraturan hukum yang lebih tinggi derajatnya.
Misalnya, Undang-Undang di Indonesia dibentuk oleh Presiden dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
b. Secara Sosiologis:
Bilamana peraturan hukum tersebut diakui atau diterima oleh masyarakat kepada
siapa peraturan hukum tersebut ditujukan/ diberlakukan menurut
“Anerkennungstheorie”, “The recognition Theory”). Teori ini bertolak belakang
dengan “Machttheorie”, Power Theory”) yang menyatakan, bahwa peraturan
hukum mempunyai kelakuan sosiologis, apabila dipaksakan berlakunya oleh
penguasa, diterima ataupun tidak oleh warga masyarkat.
c. Secara Filosofis:
Apabila peraturan hukum tersebut sesuai dengan cita-cita hukum (rechtsidde)
sebagai nilai positif yang tertinggi. Dalam negara Indonesia, cita-cita hukum
sebagai nilai positif yang tertinggi adalah masyarakat yang adil dan makmur
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.[4]

2. Faktor Penegak Hukum


Secara sosiologi setiap penegak hukum tersebut mempunyai kedudukan (status)
atau peranan (role). Kedudukan social merupakan posisi tertentu dalam struktur
masyarakat yang isinya adalah hak dan kewajiban.
Penegakkan hukum dalam mengambil keputusan diperlukan penilaian pribadi
yang memegang peranan karena:
a. Tidak ada perundingan undang-undang yang sedemikian lengkap, sehingga
dapat mengatur perilaku manusia.
b. Adanya hambatan untuk menyelesaikan perundang-undangan dengan
perkembangan masyarakat sehingga menimbulkan ketidakpastian.
c. Kurangnya biaya untuk menerapkan perundang-undangan.
d. Adanya kasus-kasus individual yang memerlukan penanganan khusus.[5]

3. Faktor sarana atau Fasilitas


Sarana atau fasilitas antara lain mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan
terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup dan
seterusnya. Kalau hal-hal itu tidak terpenuhi maka mustahil penegak hukum akan
mencapai tujuannya.
Misalnya, untuk membuktikan apakah suatu tanda tangan palsu atau tidak,
kepolisian di daerah tidak dapat mengetahui secara pasti, karena tidak mempunyai
alat untuk memeriksanya, sehingga terpaksa dikirim ke Jakarta.
Dengan demikian dapatlah disimpulkan, bahwa sarana atau fasilitas sangat
menentukan dalam penegak hukum. Tanpa sarana atau fasilitas yang memadai,
penegak hukum tidak akan dapat berjalan lancar, dan penegak hukum tidak
mungkin menjalankan peranan yangg seharusnya. [6]

4. Faktor Masyarakat
Semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat maka akan semakin memungkinkan
penegakan hukum yang baik. Sebaliknya, semakin rendah tingkat kesadaran
hukum masyarakat, maka akan semakin sukar untuk melaksanakan penegak
hukum yang baik.
Kesadaran hukum merupakan suatu pandangan yang hidup dalam masyarakat
tentang apa hukum itu. Pandangan itu berkembang dan dipengaruhi oleh berbagai
faktor yaitu agama, ekonomi, politik, dan sebagainya. Pandangan itu selalu
berubah, oleh karena itu hukum pun selalu berubah. Maka diperlukan upaya dari
kesadaran hukum, yakni:
a. Pengetahuan hukum
b. Pemahaman hukum
c. Sikap terhadap norma-norma
d. Perilaku hukum.[7]

5. Faktor Kebudayaan
Kebudayaan pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang
berlaku, nilai-nilai mana yang merupakan konsepsi-konsepsi yang abstrak
mengenai apa yang dianggap baik (sehingga dituruti) dan apa yang dianggap buruk
(sehinga dihindari). Maka, kebudayaan Indonesia merupakan dasar atau mendasari
hukum adat yang berlaku. Disamping itu berlaku pula hukum tertulis (perundang-
undangan), yang dibentuk oleh golongan tertentu dalam masyarakat yang
mempunyai kekuasaan dan wewenang untuk itu. Hukum perundang-undangan
tersebut harus dapat mencerminkan nilai-nilai yang menjadi dasar dari hukum
adat, agar hukum perundang-undangan tersebut dapat berlaku secara aktif. [8]
Mengenai berlakunya undang-undang tersebut, terdapat beberapa azas yang
tujuannya adalah agar undang-undang tersebut mempunyai dampak yang positif.
Azas-azas tersebut antara lain:
1) Undang-undang tidak berlaku surut,
2) Undang-undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi,
3) Mempunyai kedudukan yang lebih tinggi,
4) Undang-undang yang bersifat khusus menyampingkan undang-undang yang
bersifat umum, apabila pembuatnya sama,
5) Undang-undang yang berlaku belakangan, membatalkan undang-undang yang
berlaku terdahulu.

E. Upaya-Upaya Penegakan Hukum untuk Menjamin Keadilan dan Kedamaian


Penegakan hukum merupakan pondasi utama dalam kehidupan Bernegara,
guna terciptanya ketertiban dan ketentraman sehingga tidak heran jika banyak
Negara di dunia menjadikan penegakan hukum sebagai prioritas kebijakan dan
pembaharuan, termasuk Indonesia yang ditandai dengan mulai berbenah dan
dilengkapinya segala bentuk infrastruktur lembaga-lembaga baik itu dalam lingkup
kekuasaan eksekutif, yudikatif, maupun lembaga-lemabaga pengawas independen
yang bertugas melakukan pengawalan terhadap terealisasinya jaminan penegak
hukum.
Berbagai macam cara untuk mengatasi masalah penegakan hukum di
Indonesia sebagai berikut.
a. Penegak hukum seharusnya berjalan tidak semata melihat fakta, tetapi
menimbang serta melihat latar belakang peristiwa, alasan terjadinya kejadian,
unsur kemanusaian dan juga menimbang rasa keadilan dalam memberikan
keputusan.
b. Hukum seharusnya tidak di tegakan dalam bentuk yang paling kaku, arogan,
dan hitam putih. Tapi, harus berdasarkan rasa keadilan yang tinggi, tidak hanya
mengikuti hukum dalam konteks perundang-undangan hitam putih semata.
Karena hukum yang ditegakan yang hanya berdasarkan konteks hitam putih
belaka hanya akan menghasilkan keputusan-keputusan yang kontroversial dan
tidak memenuhi rasa keadilan yang sebenarnya.
c. Hakim sebagai pemberi keputusan seharusnya tidak menjadi corong undang-
undang yang hanya mengikuti peraturan perundang-undangan semata tanpa
mempedulikan rasa keadailan. Hakim seharusnya mengikuti perundang-
undangan dengan mementingkan rasa keadilan seadil-adilnya sehingga
keputusannya dapat memenuhi rasa keadilan yang sebenarnya.
d. Memberikan Pendidikan dan penyuluhan hukum baik formal maupun informal
secara berkesinambungan kepada masyarakat tentang pentingnya penegakan
hukum di Indonesia sehingga masyarakat sadar hukum dan menaati peraturan
yang berlaku.
e. Menyediakan bantuan hukum bagi si miskin dan buta hukum. Melaksanakan
asas proses yang tepat, cepat dan biaya ringan semua tingkat peradilan.
f. Pemberian saksi yang tegas kepada aparat penegak hukum yang tidak
menjalankan tugas dengan semestinya.
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Kesimpulan yang dapat kami ambil dari pembahasan ini yaitu penegakan
hukum adalah suatu upaya yang dilakukan untuk menjadikan hukum sebagai pedoman
perilaku dalam setiap perbuatan hukum, baik oleh para subyek hukum maupun para
aparat penegak hukum resmi yang diberi tugas dan wewenang oleh UU untuk
menjamin berfungsinya norma-norma hukum yang berlaku di masyarakan dan negara.
Peran-peran lembaga penegak hukum juga sangat diperlukan dalam menjalankan
hukum.

3.2 Saran
Dalam makalah ini, penulis menyarankan agar kita dapat mensosialisasikan
politik kepada masyarakat dengan sosialisasi yang benar dan tepat sehingga
masyarakat dengan mudah menerimanya. Oleh karena itu, untuk politikus disarankan
agar dapat menjalankan politik itu sesuai dengan ketentuan Undang-undang yang
berlaku dan tidak menjadikan politik untuk kepentingan pribadi.
Daftar Pustaka

Ir iani, Dewi. . Pengenalan Ilmu Hukum. Ponorogo: STAIN Ponorogo.

Mahfiana, Layyin. 2005. Ilmu Hukum. Ponorogo: STAIN Ponorogo Press.

Raharjo, Sadjibto. .Masalah Penegakan Hukum. Bandung: Sinar Baru.

Tim Redaksi.2014.Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.

http://www.slideshare.net/fadhlisyar/makalah-pkn?related=1#

http://www.bimbingan.org/contoh-rumusan-masalah.htm

http://www.slideshare.net/iBeDaSilva/perlindungan-hukum

http://www.slideshare.net/ek0hidayat/penegakan-hukum-di-indonesia-21692948

http://sururudin.wordpress.com/2011/03/11/tugas-dan-wewenang-jaksa-
dalam- proses-perkara-pidana/

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt51a4a954b6d2d/soal-penyidik,-
penyelidik,-penyidikan,-dan-penyelidikan

https://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20140316110618AASEcZu

http://kakpanda.blogspot.com/2013/01/tugas-dan-wewenang-hakim.html

Anda mungkin juga menyukai