Anda di halaman 1dari 124

LAMPIRAN I

PERATURAN MENTERI KESEHATAN


REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
TENTANG
STANDAR DAN INSTRUMEN
AKREDITASI PUSKESMAS EDISI
KEDUA, VERSI TAHUN 2019

BAB 1. Kepemimpinan dan Manajemen Puskesmas

(KMP) Standar

Perencanaan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dilakukan


secara terpadu dengan lintas program dan lintas sektor serta sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangan.

Perencanaan Puskesmas mempertimbangkan visi, misi, tujuan, dan


tata nilai, analisis kebutuhan masyarakat , analisis peluang
pengembangan pelayanan, serta analisis risiko pelayanan termasuk
umpan balik dari Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota.
Kriteria
Jenis-jenis pelayanan yang disediakan ditetapkan berdasarkan visi,
misi, tujuan, dan tata nilai, analisis kebutuhan masyarakat, analisis
peluang pengembangan pelayanan, analisis risiko pelayanan, dan
ketentuan peraturan perundangan yang dituangkan dalam
perencanaan. (lihat juga PMP 5.1; dan PMP 5.2 )

Pokok Pikiran:
 Puskesmas adalah fasilitas kesehatan yang menyelenggarakan upaya
kesehatan masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perseorangan
dan Penunjang dan penunjang(UKPPP) tingkat pertama, dengan lebih
mengutamakan upaya promotif dan preventif di wilayah kerjanya.
 Puskesmas sebagai Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) bidang
kesehatan yang bersifat fungsional dan unit layanan yang bekerja
profesional harus memiliki Visi, Misi, Tujuan dan Tata Nilai yang
mencerminkan Tugas Pokok dan Fungsinya sebagai penyedia
layanan UKM maupun UKPPP. (lihat PP 18 tahun 2016 tentang
Perangkat Daerah)
 Visi, misi, tujuan dan tata nilai Puskesmas ditetapkan oleh Kepala
Puskesmas mengacu visi, misi dan tujuan Dinas Kesehatan Daerah
Kabupaten/Kota yang digunakan. Sebagai acuan dalam
penyelenggaraan Puskesmas.
 Puskesmas wajib menyediakan pelayanan sesuai dengan visi, misi,
tujuan dan tata nilai, kebutuhan masyarakat, hasil analisis peluang
pengembangan pelayanan, hasil analisis risiko pelayanan dan
peraturan perundangan.
 Untuk mendapatkan hasil analisis kebutuhan masyarakat perlu
dilakukan analisis situasi data kinerja Puskesmas dan status
kesehatan masyarakat termasuk data PISPK. ( Lihat juga KMP :
1.6.11, UKM : 2.1.1 dan 2.6.)
-2-

 Data yang dimaksud meliputi:


a) Data dasar
b) Data UKM esensial
c) Data UKM Pengembangan
d) Data UKPP
e) Data Keperawatan Kesehatan Masyarakat, laboratorium dan
data kefarmasian
f) Kondisi keluarga di wilayah kerja Puskesmas yang diperoleh dari
Profil Kesehatan Keluarga (Prokesga) melalui pelaksanaan
Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS PK).
(lihat juga KMP : 1.6.11 dan UKM: 2.1.1, 2.6.1, 2.6.2)
g) Data capaian Standar Pelayanan Minimal Kabupaten/Kota,
h) Kebijakan/ Pedoman dari Kementerian Kesehatan, Kebijakan/
Pedoman dari dinas kesehatan provinsi dan Kebijakan/Pedoman
dari dinas kesehatan daerah kabupaten/kota dan atau referensi
lain yang dapat dipertanggungjawabkan.
i) Hasil-hasil survei kepuasan, Musyawarah Masyarakat Desa
(MMD), dan kegiatan survei yang lain
 Jenis data sampai dengan tahapan analisis dilakukan merujuk pada
ketentuan peraturan perundang-undangan tentang Manajemen
Puskesmas.
 Dari data huruf a sampai huruf i maka ditentukan indikator
keberhasilannya yang dituangkan ke dalam indikator kinerja.
 Berdasarkan hasil penilaian kinerja Puskesmas maka dilakukan
perumusan masalah terhadap indikator yang tidak tercapai sebagai
dasar penentuan indikator mutu. (lihat juga KMP: 1.1.3; 1.6.11; 1.8.1;
PMP: 5.1.2 )
 Kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan tidak sama antara
daerah yang satu dengan daerah yang lain, prioritas masalah
kesehatan dapat berbeda antar daerah, oleh karena itu perlu
dilakukan analisis peluang pengembangan upaya dan kegiatan
Puskesmas, serta perbaikan mutu dan kinerja.
 Risiko yang pernah terjadi maupun berpotensi terjadi dalam
penyelenggaraan pelayanan baik upaya kesehatan masyarakat
maupun Upaya Kesehatan Perseorangan dan Penunjang perlu
diidentifikasi, dianalisis dan dikelola agar pelayanan yang disediakan
aman bagi masyarakat, petugas, dan lingkungan.
 Hasil analisis risiko harus dipertimbangkan dalam proses
perencanaan, sehingga upaya pencegahan dan mitigasi risiko sudah
direncanakan sejak awal serta disediakan sumber daya yang
memadai untuk pencegahan dan mitigasi risiko. (lihat juga 5.2.1)
 Hasil identifikasi dan analisis untuk menetapkan jenis pelayanan
dan penyusunan perencanaan Puskesmas terdiri dari : a) kebutuhan
dan harapan masyarakat, b) hasil identifikasi dan analisis peluang
pengembangan pelayanan pada area prioritas, dan c) hasil
identifikasi dan analisis risiko penyelenggaraan pada unit-unit
pelayanan baik dari sisi KMP, UKM, maupun UKPP termasuk risiko
terkait bangunan, prasarana, peralatan Puskesmas.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan visi, misi, tujuan, dan tata nilai Puskesmas yang menjadi
acuan dalam penyelenggaraan Puskesmas mulai dari perencanaan,
pelaksanaan kegiatan hingga evaluasi kinerja Puskesmas. (R) ( Lihat
juga KMP : 1.6.1)
2. Ditetapkan jenis-jenis pelayanan yang disediakan sesuai dengan
yang diminta dalam pokok pikiran. (R)
3. Jenis-jenis pelayanan ditetapkan berdasarkan hasil identifikasi dan
analisis sesuai dengan yang diminta pada pokok pikiran pada
paragraf terakhir. (D,W)

Kriteria
Perencanaan Puskesmas disusun berdasarkan visi, misi, tujuan, dan
tata nilai Puskesmas, analisis peluang pengembangan pelayanan,
analisis risiko pelayanan, capaian kinerja dan analisis kebutuhan
masyarakat termasuk umpan balik dari dinas kesehatan daerah
kabupaten/kota yang diselaraskan dengan rencana strategis Dinas
Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota serta dapat direvisi sesuai
dengan capaian kinerja dan apabila ada perubahan kebijakan
Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

Pokok Pikiran:
 Berdasarkan hasil analisis kebutuhan masyarakat dan analisis
kesehatan masyarakat, analisis peluang pengembangan pelayanan,
dan analisis risiko pelayanan, Puskesmas bersama dengan sektor
terkait dan masyarakat menyusun rencana lima tahunan yang
diselaraskan dengan rencana strategis dinas kesehatan daerah
kabupaten/kota, serta sesuai dengan visi, misi, tujuan, dan tata nilai
Puskesmas.
 Perencanaan Puskesmas dilakukan secara terpadu baik KMP, upaya
kesehatan masyarakat (UKM), dan Upaya Kesehatan Perseorangan
dan Penunjang dan penunjang (UKPP).
 Berdasarkan rencana lima tahunan, Puskesmas menyusun Rencana
Operasional Puskesmas yang dituangkan dalam Rencana Usulan
Kegiatan (RUK) untuk periode tahun yang akan datang yang
merupakan usulan ke Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota,
dan menyusun Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) untuk tahun
berjalan berdasarkan anggaran yang tersedia untuk tahun tersebut.
 Rencana Usulan Kegiatan (RUK) disusun secara terintegrasi melalui
penetapan Tim Manajemen Puskesmas, yang akan dibahas dalam
musrenbang desa dan musrenbang kecamatan untuk kemudian
diusulkan ke Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota.
 Penyusunan rencana pelaksanaan kegiatan bulanan dilakukan
berdasar hasil perbaikan proses pelaksanaan kegiatan dan hasil-
hasil pencapaian terhadap indikator kinerja yang ditetapkan.
 Perubahan rencana dimungkinkan apabila terjadi perubahan
kebijakan pemerintah tentang upaya/kegiatan Puskesmas maupun
dari hasil perbaikan dan pencapaian kinerja upaya/kegiatan
Puskesmas.
 Revisi terhadap rencana harus dilakukan dengan alasan yang tepat
sebagai upaya pencapaian yang optimal dari kinerja Puskesmas.
Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan tentang perencanaan sesuai dengan yang
diminta pada pokok pikiran (R)
2. Rencana Lima Tahunan disusun dengan dengan melibatkan lintas
program dan lintas sektor serta berdasarkan rencana strategis Dinas
Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota. (D)
3. Rencana Usulan Kegiatan (RUK) disusun dengan melibatkan lintas
program dan lintas sektor, berdasarkan rencana strategis Dinas
Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota, Rencana Lima Tahunan
Puskesmas dan hasil penilaian kinerja. (D)
4. Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) Puskesmas disusun secara
lintas program sesuai dengan anggaran yang ditetapkan oleh Dinas
Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota. (D)
5. Ada kesesuaian antara Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) dengan
Rencana Usulan kegiatan (RUK) dan rencana lima tahunan
Puskesmas. (D,O,W)
6. Rencana Pelaksanaan Kegiatan Bulanan disusun sesuai dengan
Rencana Pelaksanaan Kegiatan Tahunan serta hasil pemantauan dan
capaian kinerja bulanan. (D)
7. Apabila ada perubahan kebijakan Pemerintah dan Pemerintah
Daerah dilakukan revisi perencanaan sesuai kebijakan yang
ditetapkan. (D, W)

Kriteria

Peluang perbaikan dan pengembangan dalam penyelenggaraan upaya


Puskesmas diidentifikasi dan dianalisis sebagai dasar dalam
perencanaan.

Pokok Pikiran:
 Kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan tidak sama antara
daerah yang satu dengan daerah yang lain, prioritas masalah
kesehatan dapat berbeda antar daerah, oleh karena itu perlu
diidentifikasi peluang pengembangan upaya dan kegiatan Puskesmas,
serta perbaikan mutu dan kinerja.(Lihat juga PMP 5.1)
 Keterbatasan sumber daya mengakibatkan tidak semua proses yang
terjadi di Puskesmas dapat diukur dan diperbaiki di waktu yang
sama.
 Berdasarkan masalah kesehatan yang ada di wilayah kerja sebagai
hasil analisis kebutuhan masyarakat tiap-tiap tahun ditetapkan area
prioritas perbaikan untuk tingkat Puskesmas yang menjadi fokus
untuk melakukan inovasi perbaikan, dan didukung baik oleh
Keppemimpinan dan Manajemen Puskesmas (KMP), Upaya
Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perseorangan
dan Penunjang (UKPP) (Lihat juga 1.1.1)
 Area prioritas menjadi dasar penetapan indikator mutu prioritas
Puskesmas. (Lihat 5.1.2)
 Contoh masalah prioritas tingkat Puskesmas yang ditetapkan sesuai
dengan permasalahan kesehatan di wilayah kerja adalah tingginya
prevalensi tuberkulosis, maka dilakukan upaya perbaikan pada
kegiatan UKPP yang terkait dengan penyediaan pelayanan klinis
untuk mengatasi masalah tuberkulosis, dilakukan upaya perbaikan
kinerja pelayanan UKM untuk menurunkan prevalensi tuberkulosis,
dan dukungan manajemen untuk mengatasi masalah tuberkulosis.

Elemen Penilaian:
1. Kepala Puskesmas menetapkan area prioritas tingkat Puskesmas
untuk perbaikan dan pengembangan tingkat Puskesmas sesuai
dengan masalah kesehatan yang ada di wilayah kerja yang terdiri
atas area KMP, UKM dan UKPP. (R) (Lihat juga PMP : 5.1.2)
2. Dilakukan identifikasi dan analisis peluang perbaikan dan
pengembangan penyelenggaraan upaya Puskesmas untuk indikator
mutu prioritas tingkat Puskesmas yang sudah ditetapkan dan upaya
perbaikan dituangkan dalam dalam perencanaan Puskesmas. (D, W)

Kriteria
Penjadwalan pelaksanaan kegiatan dan pelayanan direncanakan dan
disepakati bersama dengan lintas program, lintas sektor dan
masyarakat.

Pokok Pikiran:
 Rencana pelaksanaan kegiatan (RPK) tahunan maupun rencana
pelaksanaan kegiatan (RPK) bulanan harus memuat kerangka waktu
yang jelas untuk pelaksanaan kegiatan dalam bentuk jadwal
pelaksanaan kegiatan. (lihat juga UKM : 2.2.1)
 Jadwal pelaksanaan kegiatan yang memuat kegiatan KMP, UKM dan
UKPP, sesuai dengan jenis-jenis pelayanan yang disediakan
 Penetapan jadwal pelaksanaan kegiatan perlu disepakati dengan
lintas program, lintas sektor, dan masyarakat agar dapat
dilaksanakan tepat waktu dalam upaya mencapai tujuan yang
diharapkan.
 Penetapan jadwal pelaksanaan kegiatan perlu disepakati dengan
lintas program, lintas sektor, dan masyarakat agar dapat
dilaksanakan tepat waktu dalam upaya mencapai tujuan yang
diharapkan.
 Penetapan jadwal pelaksanaan kegiatan disusun dengan melakukan
hal sebagai berikut :
a) mempelajari alokasi kegiatan dan biaya yang sudah disetujui
b) membandingkan alokasi kegiatan yang disetujui dengan RUK
yang diusulkan dan situasi pada saat penyusunan RPK
c) menyusun rancangan awal, rincian dan volume kegiatan yang
akan dilaksanakan serta sumber daya pendukung menurut
bulan dan lokasi pelaksanaan
d) mengadakan Lokakarya Mini Bulanan Pertama untuk
membahas kesepakatan RPK
e) membuat RPK tahunan yang telah disusun dalam bentuk
matriks.
f) Merinci RPK tahunan menjadi RPK bulanan bersama dengan
target pencapaiannya, dan direncanakan kegiatan pengawasan
dan pengendaliannya.
 RPK dimungkinkan untuk dirubah/ disesuaikan dengan kebutuhan
saat itu apabila dalam hasil analisis pengawasan dan pengendalian
kegiatan bulanan dijumpai kondisi tertentu (bencana alam, konflik,
Kejadian Luar Biasa, perubahan kebijakan mendesak, dll) yang harus
dituangkan kedalam RPK.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur penjadwalan kegiatan dan
pelayanan Puskesmas. (R)
2. Jadwal kegiatan Puskesmas disepakati sesuai dengan prosedur yang
ditetapkan dan dituangkan dalam Rencana Pelaksanaan Kegiatan
Tahunan dan Bulanan. (D, W)
3. Rencana Pelaksanaan Kegiatan Tahunan dan Bulanan memuat
kerangka waktu pelaksanaan kegiatan yang direncanakan. (D)

Kriteria
Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota melaksanakan pembinaan
dan pengawasan terhadap Puskesmas sebagai Unit Pelaksana Teknis
Daerah (UPTD) Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota dalam
rangka perbaikan kinerja Puskesmas

Pokok Pikiran :
 Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota melakukan pembinaan
kepada Puskesmas sebagai unit pelaksana teknis yang memiliki
otonomi dalam rangka sinkronisasi dan harmonisasi pencapaian
tujuan pembangunan kesehatan daerah.
 Pencapaian tujuan pembangunan kesehatan daerah merupakan
bagian dari tugas, fungsi dan tanggung jawab Dinas Kesehatan
Daerah Kabupaten/ Kota.
 Dalam rangka menjalankan tugas, fungsi dan tanggung jawab, Dinas
Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota melakukan bimbingan teknis
dan supervisi, pemantauan evaluasi, dan pelaporan serta
peningkatan mutu pelayanan kesehatan.
 Pembinaan yang dilakukan Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/
Kota dalam hal penyelenggaraan Puskesmas mulai dari perencanaan,
pelaksanaan kegiatan hingga evaluasi kinerja Puskesmas
dilaksanakan secara periodik termasuk pembinaan dalam rangka
pencapaian Program Prioritas Nasional, khususnya yang tercantum
dalam bab 4 dalam standar ini. (Lihat juga KMP : 1.6.2 dan 1.8; UKM:
2.7.5 ; dan 2.7.6, serta PPN)

Elemen Penilaian :
1. Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota menetapkan struktur
organisasi Puskesmas sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan-undangan. (R)
2. Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota menetapkan kebijakan
pembinaan Puskesmas dan program kerjanya secara periodik. (R, D)
3. Ada bukti Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota melaksanakan
pembinaan secara terpadu kepada Puskesmas yang
berkesinambungan dengan menggunakan indikator pembinaan
program dan menyampaikan hasil pembinaan kepada Puskesmas.
(D,W)
4. Ada bukti Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota melakukan
pendampingan penyusunan Rencana Usulan Kegiatan Puskesmas. (D,
W)
5. Ada bukti Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota melakukan
pendampingan penyusunan Rencana Pelaksanaan Kegiatan sesuai
dengan anggaran yang sudah ditetapkan. (D, W)
6. Ada bukti Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota
menindaklanjuti pelaksanaan lokakarya mini Puskesmas yang
menjadi kewenangannya dalam rangka membantu menyelesaikan
masalah kesehatan yang tidak bisa diselesaikan di tingkat
Puskesmas. (D, W)
7. Ada bukti Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota melakukan
verifikasi dan memberikan umpan balik evaluasi kinerja Puskesmas.
(D, W)
8. Puskesmas melakukan tindak lanjut terhadap hasil pembinaan
Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota. (D, W)

Standar
Pelaksanaan kegiatan Puskesmas harus memperhatikan
kemudahan akses pengguna layanan
Puskesmas mudah diakses oleh pengguna layanan untuk mendapat
pelayanan sesuai kebutuhan, mendapat informasi tentang pelayanan,
dan untuk menyampaikan umpan balik

Kriteria
Masyarakat sebagai pengguna layanan, seluruh tenaga Puskesmas
dan lintas sektor mendapat informasi yang memadai tentang jenis-
jenis pelayanan dan kegiatan-kegiatan Puskesmas serta masyarakat
memanfaatkan pelayanan sesuai kebutuhan . (Lihat juga KMP : 1.1.4
dan UKM : 2.2.1)

Pokok Pikiran:
 Puskesmas sebagai Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) wajib
menyediakan pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangan-undangan dengan memperhatikan kebutuhan
dan harapan masyarakat.
 Puskesmas harus menyampaikan informasi tentang jenis-jenis
pelayanan dan kegiatan yang dilengkapi dengan jadwal
pelaksanaannya.
 Pelayanan yang disediakan oleh Puskesmas termasuk jaringannya
perlu diketahui oleh masyarakat sebagai pengguna layanan oleh lintas
program, dan sektor terkait untuk meningkatkan kerjasama, saling
memberi dukungan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan dan
upaya lain yang terkait dengan kesehatan untuk mengupayakan
pembangunan berwawasan kesehatan.
 Jenis-jenis pelayanan yang disediakan oleh Puskesmas dimanfaatkan
secara optimal oleh masyarakat, sebagai wujud pemenuhan akses
masyarakat terhadap pelayanan yang dibutuhkan (lihat juga 1.1.1)

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur untuk menyampaikan informasi
tentang tujuan, sasaran, tugas pokok, fungsi dan kegiatan Puskesmas
baik kepada masyarakat, lintas program maupun lintas sektor. (R)
2. Ada jadwal pelaksanaan kegiatan dan diinformasikan kepada
masyarakat, lintas program dan lintas sektor. (D,W)
3. Masyarakat, Lintas Program dan Lintas Sektor mengetahui jenis-jenis
pelayanan yang disediakan oleh Puskesmas. (W)
4. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap penyampaian informasi
kepada masyarakat, lintas program maupun lintas sektor. (D, W)
5. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap pemanfaatan
pelayanan dan kesesuaian pelaksanaan kegiatan dengan jadwal yang
disusun. (D)

Kriteria
Masyarakat memiliki akses untuk mendapatkan pelayanan sesuai
kebutuhan, dan untuk menyampaikan umpan balik terhadap
pelayanan. (Lihat juga KMP : 1.8.3 dan UKM : 2.2.1; 2.2.2; 2.7.5;
2.7.6)

Pokok Pikiran:
 Sebagai upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat,
baik pengelola maupun pelaksana pelayanan harus mudah diakses
oleh masyarakat ketika masyarakat membutuhkan baik untuk
pelayanan preventif, promotif, kuratif maupun rehabilitatif sesuai
dengan kemampuan Puskesmas.
 Berbagai strategi komunikasi untuk memudahkan akses masyarakat
terhadap pelayanan Puskesmas dapat dikembangkan, antara lain
melalui papan pengumuman, pemberian arah tanda yang jelas, media
cetak, telepon, short message service (sms), media elektronik, ataupun
internet.
 Umpan balik yang dimaksud berupa pengelolaan keluhan, masukan
terhadap pelayanan dan penyampaian umpan balik.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur untuk menerima keluhan dan
umpan balik dari masyarakat tentang pelayanan dan penyelenggaraan
Upaya Puskesmas. (R)
2. Dilakukan upaya untuk memperoleh umpan balik dari masyarakat.
(D, O, W)
3. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap keluhan dan umpan
balik dari masyarakat. (D, O, W)

Standar
Puskesmas memenuhi persyaratan sumberdaya sesuai standar
berdasarkan ketentuan peraturan perundangan
Puskesmas harus memenuhi persyaratan lokasi, sarana/bangunan,
prasarana, peralatan Puskesmas, dan ketenagaan.
Kriteria
Puskesmas memenuhi persyaratan lokasi, sarana/bangunan, prasarana dan
peralatan Puskesmas sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan.

Pokok Pikiran:
 Setiap Puskesmas harus memiliki izin sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
 Pendirian Puskesmas perlu memperhatikan persyaratan lokasi:
dibangun di setiap kecamatan, memperhatikan kebutuhan pelayanan
sesuai rasio ketersediaan pelayanan kesehatan dengan jumlah
penduduk, mudah diakses, dan mematuhi persyaratan kesehatan
lingkungan.
 Dokumen analisis pendirian Puskesmas dibuat oleh Dinas Kesehatan
Daerah Kabupaten/ Kota dengan mempertimbangkan tata ruang
daerah, dan rasio ketersediaan pelayanan kesehatan, jumlah
penduduk dan aksesibilitas (geografis) yang dituangkan dalam
rencana strategis atau rencana pembangunan Puskesmas.
 Untuk menghindari gangguan dan dampak keberadaan Puskesmas
terhadap lingkungan dan kepedulian terhadap lingkungan, maka
pendirian Puskesmas perlu didirikan di atas bangunan yang
permanen dan tidak bergabung dengan tempat tinggal atau unit
kerja yang lain.
 Yang dimaksud unit kerja yang lain adalah unit kerja yang tidak ada
kaitan langsung dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan
Puskesmas.
 Ketersediaan bangunan yang memenuhi persyaratan dan dipelihara
dengan baik akan menjamin kelancaran dan keamanan dalam
pelaksanaan kegiatan (lihat juga KMP : 1.4.2)
 Ketersediaan ruang untuk pelayanan harus bersih dan sesuai
dengan jenis pelayanan kesehatan yang disediakan oleh Puskesmas.
 Ruang yang minimal harus tersedia adalah: ruang pendaftaran dan
ruang tunggu, ruang administrasi, ruang pemeriksaan, ruang
konsultasi dokter, ruang tindakan, ruang farmasi, ruang
laboratorium, ruang ASI, kamar mandi dan WC, Ruang Terbuka
Hijau (RTH) yang dimanfaatkan untuk Taman Obat Keluarga (TOGA),
dan ruang lain sesuai kebutuhan pelayanan.
 Pengaturan ruang memperhatikan fungsi, keamanan, kebersihan,
kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian pelayanan untuk
memudahkan pasien/keluarga pasien untuk akses yang mudah
termasuk memberi kemudahan dengan kebutuhan khusus, antara
lain: disabilitas, anak-anak, ibu hamil dan orang usia lanjut,
termasuk jika ada pasien dengan gaduh gelisah, pasien TB,
penyalahgunaan zat, HIV/AIDS, korban kekerasan/ penelantaran,
gawat darurat, demikian juga memperhatikan keamanan, kebutuhan
akan privasi, dan kemudahan bagi petugas dalam memberikan
pelayanan.
 Sebagai upaya pencegahan infeksi, pengaturan ruangan juga harus
memperhatikan zona pemeriksaan bagi orang sehat dan zona
pemeriksaan bagi orang sakit.
 Untuk kelancaran dalam memberikan pelayanan dan menjamin
kesinambungan pelayanan maka Puskesmas harus dilengkapi
dengan prasarana dan peralatan Puskesmas sesuai dengan jenis
pelayanan yang disediakan.
 Prasarana adalah alat, jaringan, dan sistem yang membuat suatu
sarana dapat berfungsi.
 Prasarana yang dipersyaratkan tersebut meliputi: sistem penyediaan
air bersih, sistem penghawaan (ventilasi), sistem pencahayaan,
sistem sanitasi, sistem kelistrikan, sistem komunikasi, sistem gas
medik, sistem proteksi petir, sistem proteksi kebakaran, sarana
evakuasi, sistem pengendalian kebisingan, dan kendaraan di
Puskemas (lihat juga 1.4.7)
 Peralatan Puskesmas terdiri dari alat kesehatan, perbekalan
kesehatan lain, bahan habis pakai, dan perlengkapan.
 Alat kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan
yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah,
mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat
orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/ atau
membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
 Agar pelayanan diberikan dengan aman dan bermutu Peralatan
Puskesmas tersebut terpelihara, terjamin dan berfungsi dengan baik,
dan dikalibrasi untuk alat-alat ukur yang digunakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (lihat juga
1.4.1; 1.4.6)
 Alat kesehatan yang memerlukan perizinan harus memiliki izin yang
berlaku.
 Pembelian, penggunaan dan pemusnahan alat kesehatan yang
mengandung merkuri tidak diperkenankan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangan-undangan.

Elemen Penilaian:
1. Ada bukti pendirian Puskesmas didasarkan pada analisis dengan
mempertimbangkan tata ruang daerah, rasio jumlah penduduk,
aksesibilitas (geografis) dan ketersediaan pelayanan kesehatan. (D)
2. Puskesmas diselenggarakan di atas bangunan yang permanen, tidak
bergabung dengan tempat tinggal atau unit kerja yang lain, dan
memenuhi persyaratan lingkungan sehat. (D,O)
3. Ketersediaan ruang memenuhi persyaratan minimal dan kebutuhan
pelayanan. (D,O)
4. Penataan ruang memperhatikan akses, keamanan, kebersihan,
kenyamanan dan ruang terbuka hijau. (D,O)
5. Penataan ruang memisahkan zona pemeriksaan orang sehat dari
zona pemeriksaan orang sakit. (D,O)
6. Tersedia prasarana dan peralatan Puskesmas sesuai standar
berdasarkan kebutuhan pelayanan. (D, O)
7. Alat kesehatan yang memerlukan izin memiliki kelengkapan izin edar
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (D, O)
8. Puskesmas memiliki izin yang berlaku. (D)

Kriteria
Penyelenggaraan Aplikasi Sarana, Prasarana, dan Alat Kesehatan (ASPAK)
oleh Puskesmas dilakukan untuk memastikan pemenuhan terhadap
standar sarana, prasarana, dan alat kesehatan.

Pokok Pikiran :
 Keterpenuhan sarana, prasarana, dan alat kesehatan Puskesmas
sesuai standar di puskesmas adalah faktor penting dalam upaya
menjamin terselenggaranya pelayanan di puskesmas.
 Data sarana, prasarana, dan alat kesehatan di Puskesmas harus
diinput dalam ASPAK dan divalidasi untuk menjamin kebenarannya.
( Lihat juga KMP : 1.6.11 )
 Besarnya nilai prosentasi pemenuhan sarana, prasarana, dan alat
kesehatan dalam ASPAK memberikan gambaran kondisi pemenuhan
sarana, prasarana, dan alat kesehatan di Puskesmas.
 Batas terendah persentasi pemenuhan sarana, prasarana, dan alat
kesehatan dalam ASPAK adalah 60% atau sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
 Jika terjadi perubahan peraturan tentang batasan terendah
persentasi pemenuhan sarana, prasarana, dan alat kesehatan dalam
ASPAK, maka batas terendah pemenuhan standar mengikuti
perubahan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Elemen Penilaian
1. Ditetapkannya petugas yang bertanggung jawab untuk melakukan
input data sarana, prasarana dan alat Kesehatan dalam ASPAK. (R)
2. Input data sarana, prasarana dan alat kesehatan dalam ASPAK
dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang -undangan dan
divalidasi oleh Dinas kesehatan daerah kabupaten/kota. (D, O, W)
(lihat juga KMP :1.1.5)
3. Data sarana, prasarana, dan alat kesehatan dalam ASPAK digunakan
untuk perencanaan Puskesmas. (D, W)

Kriteria

Kepala Puskesmas adalah tenaga kesehatan yang kompeten sesuai dengan


ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pokok Pikiran:

 Agar Puskesmas dikelola dengan baik, efektif dan efisien, maka


Puskesmas harus dipimpin oleh tenaga kesehatan yang kompeten
untuk mengelola fasilitas tersebut, sesuai dengan peraturan
perundangan-undangan.
 Uraian tugas sebagai dasar bagi Kepala Puskesmas dalam
melaksanakan tugas sebagai pimpinan.
 Kepala Puskesmas adalah dokter/dokter gigi atau tenaga kesehatan
lainnya paling rendah strata 1 (S1) bidang kesehatan atau Diploma 4
(D4) bidang kesehatan ( Lihat UU 36/2014 tentang Tenaga Kesehatan,
pasal 8 sampai dengan pasal 11)
 Untuk daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan, Kepala
Puskesmas dapat dijabat oleh tenaga kesehatan minimal dengan
Jenjang Pendidikan D3.
Elemen Penilaian:
1. Ada kejelasan persyaratan dan uraian tugas Kepala Puskesmas yang
ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundangan-
undangan. (R)
2. Kepala Puskesmas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. (D)

Kriteria
Tersedia dokter, dokter gigi, tenaga kesehatan lainnya, dan tenaga non
kesehatan dengan jumlah, jenis, dan kompetensi sesuai kebutuhan
dan jenis pelayanan yang disediakan.

Pokok Pikiran:
 Agar Puskesmas dapat memberikan pelayanan yang optimal dan
aman bagi pasien dan masyarakat yang dilayani perlu dilakukan
analisis kebutuhan tenaga baik dokter, dokter gigi, tenaga kesehatan
lainnya, dan tenaga non kesehatan sebagai dasar penyusunan pola
ketenagaan dan rencana pengembangan tenaga,
 Untuk memberikan pelayanan yang optimal sesuai dengan
kebutuhan pasien dan masyarakat, dilakukan upaya untuk
pemenuhan ketersedian tenaga baik jenis, jumlah dan persyaratan
kompetensi.
 Jabatan yang dimaksud di Puskesmas merujuk pada jabatan sesuai
dengan struktur organisasi Puskesmas dan jabatan fungsional
tenaga Puskesmas.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan persyaratan kompetensi untuk tiap jabatan dan tiap jenis
tenaga yang dibutuhkan. (R)
2. Disusun pola ketenagaan berdasar analisis kebutuhan tenaga sesuai
dengan pelayanan yang disediakan.(D, W)
3. Ada rencana pengembangan tenaga sesuai dengan hasil analisis
kebutuhan tenaga. (D)
4. Dilakukan upaya untuk pemenuhan kebutuhan tenaga sesuai
dengan rencana pengembangan tenaga yang disusun. (D)

Standar
Manajemen sarana (bangunan), prasarana, peralatan Puskesmas, dan
keselamatan dan keamanan lingkungan Puskesmas dilaksanakan
sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan.

Sarana (bangunan), prasarana, peralatan Puskesmas, dan


keselamatan lingkungan dikelola dalam Manajemen Fasilitas dan
Keselamatan (MFK) sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan-undangan dan dikaji dengan memperhatikan
manajemen risiko. (lihat juga PMP : 5.2)
Kriteria
Disusun dan diterapkan rencana program Manajemen Fasilitas Dan
Keselamatan (MFK) yang meliputi keselamatan dan keamanan
fasilitas, pengelolaan bahan dan limbah berbahaya, manajemen
bencana, pengamanan kebakaran, alat kesehatan, dan sistem
utilisasi

Pokok Pikiran :
 Puskesmas sebagai Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama yang
memberikan pelayanan kepada masyarakat mempunyai kewajiban
untuk mematuhi peraturan perundangan yang terkait dengan
bangunan, prasarana, peralatan Puskesmas dan menyediakan
lingkungan yang aman bagi pasien, pengunjung, petugas, dan
masyarakat.
 Puskesmas perlu menyusun program manajemen fasilitas dan
keselamatan (MFK) untuk menyediakan lingkungan yang aman bagi
pasien, petugas, dan masyarakat.
 Program MFK perlu disusun setiap tahun dan diterapkan, yang
meliputi:
a) Manajemen Keselamatan dan keamanan.
Keselamatan adalah suatu keadaan tertentu dimana bangunan,
halaman/ground, prasarana, peralatan Puskesmas, tidak
menimbulkan bahaya atau risiko bagi pasien, petugas dan
pengunjung, dan masyarakat
Keamanan adalah proteksi/ perlindungan dari kehilangan,
pengrusakan dan kerusakan, kekerasan fisik, penerapan kode-
kode darurat atau akses serta penggunaan oleh mereka yang
tidak berwenang.
b) Manajemen Bahan dan Limbah Berbahaya dan Beracun
(B3), yang meliputi: penanganan, penyimpanan dan penggunaan
bahan berbahaya lainnya harus dikendalikan, dan limbah
bahan berbahaya dibuang secara aman.
Program B3 meliputi:
1) penetapan jenis, area/lokasi penyimpanan B3 sesuai
ketentuan perundangan
2) pengelolaan, penyimpanan dan penggunaan B3 sesuai
ketentuan perundangan
3) penggunaan APD yang sesuai untuk penggunaan dan
penaganan tumpahan dan paparan yang sesuai ketentuan
perundangan
4) sistem pelabelan yang sesuai ketentuan perundangan
5) sistem pendokumentasian dan perizinan
6) sistem pelaporan dan investigasi jika terjadi tumpahan dan
atau paparan
c) Manajemen Bencana/disaster, yaitu tanggapan terhadap
wabah, bencana dan keadaan kegawatdaruratan akibat bencana
direncanakan dan efektif.
Program tanggap darurat bencana internal dan eksternal yang
meliputi:
1) identifikasi jenis, kemungkinan, dan akibat dari bencana
yang mungkin terjadi (HVA),
2) strategi komunikasi jika terjadi bencana,
3) manajemen sumber daya,
4) penyediaan pelayanan dan alternatifnya,
5) identifikasi peran dan tanggung jawab tiap karyawan, dan
manajemen konflik yang mungkin terjadi pada saat bencana
d) Manajemen Pengamanan Kebakaran: Puskesmas wajib
melindungi properti dan penghuni dari kebakaran dan asap.
Program pencegahan dan penanggulangan kebakaran secara
umum meliputi pencegahan terjadinya kebakaran dengan
melakukan identifikasi area berisiko bahaya kebakaran dan
ledakan, penyimpanan dan pengelolaan bahan-bahan yang
mudah terbakar, penyediaan proteksi kebakaran aktif dan pasif.
Secara khusus, program penanggulangan akan berisi:
a) frekuensi inspeksi, pengujian, dan pemeliharaan sistem
proteksi dan penanggulangan kebakaran secara periodik
(minimal satu kali dalam satu tahun)
b) jalur evakuasi yang aman dari api, asap dan bebas
hambatan.
c) proses pengujian sistem proteksi dan penanggulangan
kebakaran dilakukan selama kurun waktu 12 bulan
d) edukasi pada staf terkait sistem proteksi dan evakuasi
pasien yang efektif pada situasi bencana
e) Manajemen Alat kesehatan
Untuk mengurangi risiko, alat kesehatan dipilih, dipelihara dan
digunakan sesuai dengan ketentuan. Kegiatan tersebut
ditujukan untuk:
a) memastikan bahwa semua alat kesehatan tersedia dan
berfungsi dengan baik
b) memastikan bahwa individu yang melakukan pengelolaan
memiliki kualifikasi yang sesuai dan kompeten
f) Manajemen Sistem utilitas meliputi sistem listrik bersumber
PLN, sistem air, sistem gas medis dan sistem pendukung lainnya
seperti generator (Genset), perpipaan air dipelihara untuk
meminimalkan risiko kegagalan pengoperasian, dan harus
dipastikan tersedia 7 (tujuh) hari 24 ( dua puluh empat ) jam
g) Edukasi /pendidikan petugas tentang Manajemen MFK.
 Untuk menyediakan lingkungan yang aman bagi pasien, petugas,
pengunjung dan masyarakat dilakukan identifikasi dan pembuatan
peta terhadap area berisiko yang meliputi poin a sd f.
 Rencana tersebut dikaji, diperbaharui dan didokumentasikan yang
merefleksikan keadaan-keadaan terkini dalam lingkungan
Puskesmas.
 Untuk menjalankan program MFK maka diperlukan tim dan atau
penanggungjawab yang ditunjuk oleh Kepala Puskesmas.
 Program MFK perlu dievaluasi minimal per tri wulan untuk
memastikan bahwa Puskesmas telah melakukan upaya penyediaan
lingkungan yang aman bagi pasien, petugas, dan masyarakat sesuai
dengan rencana.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pelaksanaan MFK yang sesuai
dengan yang diuraikan dalam pokok pikiran. (R)
2. Ditetapkan petugas yang bertanggungjawab dalam MFK. (R)
3. Ada rencana program MFK yang ditetapkan setiap tahun
berdasarkan identifikasi risiko. (R)
4. Dilakukan identifikasi terhadap area-area berisiko yang meliputi
huruf a sampai huruf f pada pokok pikiran. (D,W)
5. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut per tri wulan terhadap
pelaksanaan program MFK meliputi huruf a sampai huruf f pada
pokok pikiran. (D)

Kriteria
Puskesmas melaksanakan program keselamatan dan keamanan.

Pokok Pikiran:
 Program untuk keselamatan dirancang untuk mencegah terjadinya
cedera bagi pasien, petugas, pengunjung dan masyarakat akibat
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), seperti tertusuk jarum,
tertimpa bangunan, kebakaran, gedung roboh, dan tersengat listrik.
 Program keselamatan bagi petugas terintegrasi dengan program
keselamatan dan kesehatan kerja
 Area-area yang berisiko keamanan dan kekerasan fisik perlu
diidentifikasi dan dibuatkan peta, dipantau untuk meminimalkan
terjadinya insiden dan kekerasan fisik baik bagi pasien, petugas,
maupun pengunjung yang lain (lihat juga KMP : 1.4.1).
 Program untuk keamanan dengan menyediakan lingkungan fisik
yang aman bagi pasien, petugas, dan pengunjung Puskesmas perlu
direncanakan untuk mencegah terjadinya kejadian kekerasan fisik
maupun cedera akibat lingkungan fisik yang tidak aman seperti
penculikan bayi, pencurian, dan kekerasan pada petugas.
 Agar dapat berjalan dengan baik, maka program tersebut juga
didukung dengan penyediaan anggaran, penyediaan fasilitas untuk
mendukung keamanan dan fasilitas seperti penyediaan Closed Circuit
Television (CCTV), alarm, APAR, jalur evakuasi, titik kumpul, rambu-
rambu mengenai keselamatan dan tanda- tanda pintu darurat.
 Pemberian tanda pengenal pada pasien, pengunjung, karyawan,
termasuk tenaga outsource merupakan upaya untuk menyediakan
lingkungan yang aman.
 Kode-kode darurat minimal yang perlu ditetapkan dan diterapkan
seperti:
a) kode merah atau alarm untuk pemberitahuan darurat
kebakaran
b) kode biru untuk pemberitahuan telah terjadi kegawatdaruratan
medik
c) kode pink untuk pemberitahuan telah tejadi penculikan bayi
 Apabila Puskesmas mengalami renovasi dan atau konstruksi
bangunan maka perlu disusun Infection Control Risk Assesment
(ICRA) renovasi untuk memastikan proses renovasi dan atau
konstruksi bangunan dilakukan secara aman dan mengontrol
terjadinya penyebaran infeksi (lihat juga PPI 5.5.2)
 Dilakukan inspeksi fasilitas yang meliputi bangunan, prasarana,
peralatan Puskesmas kecuali alat kesehatan, dan halaman/ground.

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan identifikasi terhadap pengunjung, petugas, dan pegawai
kontrak. (D, O, W)
2. Dilakukan inspeksi fasilitas secara berkala meliputi bangunan,
prasarana, dan peralatan Puskesmas kecuali alat kesehatan. (D, 0,
W)
3. Ada strategi ICRA dalam pelaksanaan program PPI pada renovasi
bangunan. (D, W)
4. Dilaksanakan program keselamatan dan keamanan sesuai dengan
rencana. (D, O, W)
5. Dilakukan pelaporan, tindak lanjut dan dokumentasi terhadap
kejadian, kekerasan fisik, dan cedera terkait dengan keamanan
lingkungan fisik. (D)

Kriteria
Inventarisasi, pengelolaan, penyimpanan dan penggunaan bahan
berbahaya beracun serta pengendalian dan pembuangan limbah
bahan berbahaya beracun dilakukan berdasarkan perencanaan yang
memadai dan ketentuan perundangan.

Pokok Pikiran:
 Bahan berbahaya beracun (B3) dan limbah B3 perlu diidentifikasi
dan dikendalikan secara aman. (lihat juga KMP : 1.4.1; 1.5.7, dan
1.7.1; UKPP : 3.9.1 ; PMP : 5.2.1; dan 5.5.4)
 WHO telah mengidentifikasi bahan berbahaya dan beracun serta
limbahnya dengan katagori sebagai berikut: infeksius; patologis dan
anatomi; farmasi; bahan kimia; logam berat; kontainer bertekanan;
benda tajam; genotoksik/sitotoksik; radioaktif.
 Puskesmas perlu menginventarisasi B3 meliputi lokasi, jenis, dan
jumlah serta limbahnya disimpan. Daftar inventarisasi ini selalu
mutahir (di-update) sesuai dengan perubahan yang terjadi di tempat
penyimpanan.
 Penyediaan TPS limbah B3 dan IPAL sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan

Elemen Penilaian:
1. Dilaksanakan program limbah B3 sesuai angka satu sampai enam
pada huruf b pada kriteria 1.4.1. (R)
2. Tersedia TPS limbah B3 dan IPAL sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan-undangan. (D, O) (lihat juga KMP : 1.4.1; 1.5.7, dan
1.7.1; UKPP : 3.9.1 ; PMP : 5.2.1; dan 5.5.4)
3. Ada laporan, analisis, dan tindak lanjut tumpahan, paparan/pajanan
terhadap B3 dan atau limbah B3. (D,W)

Kriteria
1.4.4. Puskesmas menyusun, memelihara, melaksanakan, dan
mengevaluasi program tanggap darurat bencana internal dan
eksternal

Pokok Pikiran:
 Potensi terjadinya bencana di daerah berbeda antara daerah yang
satu dan yang lain.
 Puskesmas sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) ikut
bertanggung jawab untuk berperan aktif dalam upaya mitigasi dan
penanggulangan bila terjadi bencana baik internal maupun
eksternal.
 Strategi dan rencana untuk menghadapi bencana perlu disusun
sesuai dengan potensi bencana yang mungkin terjadi berdasarkan
hasil penilaian kerentanan bahaya (Hazard Vulnerability Assesment).
 Program persiapan bencana disimulasikan (disaster drill) setiap
tahun secara internal atau melibatkan komunitas secara luas,
terutama ditujukan untuk menilai kesiapan sistem 2 sd 5 yang telah
diuraikan di kriteria 1.4.1 program manajemen bencana /disaster.
 Setiap karyawan wajib mengikuti pelatihan/ lokakarya dan simulasi
dalam pelaksanaan program tanggap darurat agar siap jika sewaktu-
waktu terjadi bencana yang diselenggarakan minimal setahun sekali.
 Debriefing adalah sebuah review yang dilakukan setelah simulasi
bersama peserta simulasi dan observer yang bertujuan untuk
menindaklanjuti hasil dari simulasi.
 Hasil dari kegiatan debriefing didokumentasikan.

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan identifikasi risiko terjadinya bencana internal dan
eksternal sesuai dengan letak geografis Puskesmas dan akibatnya
terhadap pelayanan. (D)
2. Dilaksanakannya program manajemen bencana/disaster meliputi
angka satu sampai dengan angka lima huruf c pada kriteria 1.4.1 (D,
W).
3. Dilakukan simulasi dan evaluasi tahunan meliputi angka dua sampai
dengan angka lima huruf c pada kriteria 1.4.1 terhadap program
penanggulangan bencana yang disusun, yang dilanjutkan dengan
debriefing setiap dilakukan simulasi. (D, W)
4. Dilakukan perbaikan terhadap program penanggulangan bencana
sesuai hasil simulai dan evaluasi tahunan. (D)

Kriteria
Puskesmas menyusun, memelihara, melaksanakan, dan melakukan
evaluasi program pencegahan dan penanggulangan bahaya
kebakaran termasuk sarana evakuasi.

Pokok Pikiran:
 Setiap fasilitas kesehatan termasuk Puskesmas mempunyai risiko
terhadap terjadinya kebakaran. Program pencegahan dan
penanggulangan kebakaran perlu disusun sebagai wujud kesiagaan
Puskesmas terhadap terjadinya kebakaran. Jika terjadi kebakaran,
pasien, petugas, dan pengunjung harus dievakuasi dan dijaga
keselamatannya.
 Yang dimaksud dengan sistem proteksi adalah penyediaan proteksi
kebakaran baik aktif mau pasif. Proteksi kebakaran aktif, contohnya
APAR, sprinkler, detektor panas, dan detektor asap, sedangkan
proteksi kebakaran secara pasif, contohnya: jalur evakuasi, pintu
darurat, tangga darurat, tempat titik kumpul aman.
 Merokok berdampak negatif terhadap kesehatan, dan dapat menjadi
sumber terjadinya kebakaran. Puskesmas harus menetapkan
larangan merokok di lingkungan Puskesmas baik bagi petugas,
pasien, dan pengunjung. Larangan merokok wajib dipatuhi oleh
petugas, pasien dan pengunjung, dan dilakukan perbaikan terhadap
pelaksanaannya.

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan program pencegahan dan penanggulangan kebakaran
angka satu sampai angka empat huruf d pada kriteria 1.4.1 (D, O,
W)
2. Dilakukan inspeksi, pengujian dan pemeliharaan terhadap alat
deteksi dini asap dan kebakaran, jalur evakuasi, serta keberfungsian
alat pemadam api. (D, O, W)
3. Dilakukan simulasi dan evaluasi tahunan terhadap program
pengamanan kebakaran. (D, W)
4. Ditetapkan kebijakan larangan merokok bagi petugas, pasien, dan
pengunjung di area Puskesmas. (R)
5. Kebijakan larangan merokok dilaksanakan, dipantau , dievaluasi dan
ditindaklanjuti terhadap hasil pelaksanaan larangan merokok (D, O,
W)

Kriteria
Puskesmas menyusun program untuk menjamin ketersediaan alat
kesehatan yang dapat digunakan setiap saat.

Pokok Pikiran:
 Agar tidak terjadi keterlambatan atau gangguan dalam pelayanan
pasien, alat kesehatan harus tersedia, berfungsi dengan baik, dan
siap digunakan setiap saat diperlukan. Program yang dimaksud
meliputi kegiatan pemeriksaan dan kalibrasi secara berkala, sesuai
dengan panduan produk tiap alat kesehatan. (lihat 1.4.1)
 Dalam melakukan pemeriksaan alat kesehatan, petugas memeriksa
antara lain: kondisi, ada tidaknya kerusakan, kebersihan, status
kalibrasi, dan fungsi alat.
 Alat kesehatan dapat dilakukan recall oleh pemerintah dan/atau
produsen dan/atau distributor akibat adanya risiko keselamatan
 Jika ada alat kesehatan yang dilakukan recall, harus dilaksanakan
penarikan agar tidak digunakan dan dipandu oleh prosedur yang
baku.

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan inventarisasi alat kesehatan yang perlu dilakukan sesuai
dengan ASPAK (lihat juga KMP : 1.3.2). (R)
2. Dilaksanakan program untuk menjamin ketersedian alat kesehatan
sesuai huruf e pada kriteria 1.4.1 . (D,W)
3. Dilakukan inspeksi dan testing terhadap alat kesehatan secara
periodik (D, 0, W)
4. Dilakukan pemeliharaan dan kalibrasi terhadap alat kesehatan
secara periodik (D,O,W)
5. Dilakukan inventarisasi alat kesehatan yang perlu dilakukan
penarikan (recall) (D, W)
Kriteria
Puskesmas menyusun dan melaksanakan program untuk
memastikan semua prasarana atau sistem utilisasi berfungsi dan
mencegah terjadinya ketidak tersediaan, kegagalan, atau
kontaminasi.

Pokok Pikiran:
 Prasarana atau sistem utilisasi meliputi air, listrik, gas medis dan
sistem penunjang lainnya seperti genset, panel listrik, perpipaan air
dan lainnya.
 Dalam memberikan pelayanan kesehatan pada pasien, dibutuhkan
ketersediaan listrik, air dan gas medis, serta prasarana lain, seperti
Genset, panel listrik, perpipaan air, ventilasi, sistem jaringan dan
teknologi informasi, sistem deteksi dini kebakaran yang sesuai
dengan kebutuhan masing-masing Puskesmas. Program pengelolaan
sistem utilitas perlu disusun untuk menjamin ketersediaan dan
keamanan dalam menunjang kegiatan pelayanan Puskesmas.
 Sumber air adalah sumber air bersih dan air minum.
 Sumber air dan listrik cadangan perlu disediakan untuk pengganti
jika terjadi kegagalan air dan/ atau listrik.
 Prasarana air, listrik, dan prasarana penting lainnya, seperti genset,
perpipaan air, panel listrik, perlu diperiksa dan dipelihara untuk
menjaga ketersediaannya untuk mendukung kegiatan pelayanan
pasien.
 Untuk prasarana air perlu dilakukan pemeriksaan air bersih,
termasuk pemeriksaan uji kualitas air secara periodik sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Elemen Penilaian:
1. Dilaksanakan program pengelolaan sistem utilitas dan sistem
penunjang lainnya sesuai huruf f pada kriteria 1.4.1. (R)
2. Sumber air, listrik dan gas medis tersedia selama 7 hari 24 jam
untuk pelayanan di Puskesmas. (D)

Kriteria
Puskesmas menyusun dan melaksanakan pendidikan manajemen
fasilitas dan keselamatan bagi petugas.

Pokok Pikiran:
 Dalam rangka meningkatkan pemahaman, kemampuan, dan
keterampilan dalam pelaksanaan manajemen fasilitas dan
keselamatan (MFK) perlu dilakukan pendidikan petugas agar dapat
menjalankan peran mereka dalam menyediakan lingkungan yang
aman bagi pasien, petugas, dan masyarakat.
 Pendidikan petugas dapat berupa edukasi, pelatihan, dan in house
training/workshop/lokakarya.
 Pendidikan petugas sebagaimana dimaksud tertuang dalam rencana
program pendidikan manajemen fasilitas dan keselamatan.
Elemen Penilaian:
1. Ada rencana program pendidikan manajemen fasilitas dan
keselamatan bagi petugas. (R)
2. Dilaksanakan program pendidikan manajemen fasilitas dan
keselamatan bagi petugas sesuai rencana. (D, W)
3. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut perbaikan dalam pelaksanaan
program pendidikan manajemen fasilitas dan keselamatan bagi
petugas. (D, W)

Standar
Manajemen Sumber Daya Manusia Puskesmas dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Ketenagaan Puskesmas harus dikelola sesuai dengan peraturan
perundangan-undangan dan perlu memperhatikan aspek
keselamatan dan kesehatan kerja.

Kriteria
Setiap karyawan mempunyai uraian tugas yang menjadi dasar dalam
pelaksanaan tugas maupun penilaian kinerja.

Pokok Pikiran:
 Uraian tugas diperlukan oleh tiap karyawan sebagai acuan dalam
melaksanakan kegiatan pelayanan. Setiap karyawan wajib
memahami uraian tugas masing-masing agar dapat menjalankan
pekerjaan sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang diemban.
 Uraian tugas karyawan berisi tugas pokok dan tugas tambahan.
 Tugas pokok adalah tugas yang sesuai dengan Surat Keputusan
pengangkatan sebagai jabatan fungsional yang dikeluarkan oleh
pejabat yang berwenang.
 Tugas tambahan adalah tugas yang diberikan kepada karyawan untuk
mendukung kelancaran pelaksanaan program dan kegiatan.
 Contoh tugas pokok dan tugas tambahan : seorang tenaga bidan
yang diangkat kedalam jabatan fungsional Bidan dan juga diberikan
tugas sebagai bendahara. Jadi tugas pokok karyawan tersebut
adalah Bidan, dan tugas tambahannya adalah sebagai bendahara.
 Jenis tugas pokok dan tugas tambahan ditetapkan oleh Kepala
Puskesmas.

Elemen Penilaian:
1. Ada penetapan uraian tugas yang berisi tugas pokok dan tugas
tambahan untuk setiap karyawan. (R)
2. Uraian tugas disosialisasikan kepada pengemban tugas dan lintas
program terkait. (D)

Kriteria
Setiap karyawan mempunyai dokumen (file) kepegawaian yang
lengkap dan mutakhir.

Pokok Pikiran:
 Puskesmas wajib menyediakan file kepegawaian untuk tiap karyawan
yang bekerja di Puskesmas sebagai bukti bahwa karyawan yang
bekerja memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan dilakukan upaya
pengembangan untuk memenuhi persyaratan tersebut.
 Tenaga Kesehatan yang bekerja di Puskesmas harus mempunyai
Surat Tanda Registrasi (STR), dan atau Surat Izin Praktik (SIP) sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
 File kepegawaian tiap karyawan berisi antara lain: bukti pendidikan,
bukti dilakukan verifikasi terhadap Pendidikan (ijazah), registrasi
(STR) dan perizinan (SIP) serta bukti kredensial bagi tenaga
kesehatan, bukti pendidikan dan pelatihan, keterampilan, dan
pengalaman yang dipersyaratkan, uraian tugas karyawan dan/atau
rincian kewenangan klinis tenaga kesehatan, hasil penilaian kinerja
karyawan, dan bukti evaluasi penerapan hasil pelatihan termasuk
bukti orientasi.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kelengkapan isi file kepegawaian untuk tiap karyawan
yang bekerja di Pukesmas. (R)
2. Dokumen kepegawaian dipelihara dan berisi kelengkapan sesuai
dengan yang ditetapkan. (D)
3. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut secara periodik terhadap
kelengkapan dan pemutakhiran data kepegawaian. (D)

Kriteria
Asuhan klinis dilakukan secara legal dan profesional

Pokok Pikiran:
 Asuhan klinis dilakukan oleh tenaga kesehatan yang tepat dan
kompeten.
 Untuk menjamin bahwa asuhan klinis dilakukan secara legal dan
profesional maka harus ada kejelasan tugas dan wewenang untuk
tiap tenaga kesehatan yang memberikan asuhan klinis di Puskesmas.
 Kewenangan klinis diberikan sesuai dengan kompetensi lulusan yang
dimiliki berdasar bukti pendidikan dan pelatihan yang dimiliki.
 Dalam kondisi tertentu, jika tenaga kesehatan yang memenuhi
persyaratan tidak tersedia, maka dapat ditetapkan tenaga kesehatan
dengan pemberian kewenangan khusus untuk menjalankan asuhan
klinis tertentu oleh pejabat yang berwenang. Pemberian kewenangan
khusus diberikan sesuai dengan persyaratan pendidikan dan
pelatihan bagi petugas,serta sesuai peraturan perundangan-
undangan. (lihat UU no.38 tahun 2014 tentang Keperawatan)

Elemen Penilaian:
1. Setiap tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan
perseorangan mempunyai rincian kewenangan klinis sesuai dengan
kompetensi lulusan yang dimiliki. (R)
2. Jika tidak tersedia tenaga kesehatan yang memenuhi persyaratan
untuk menjalankan kewenangan dalam pelayanan pelayanan
kesehatan perseorangan, ditetapkan petugas kesehatan dengan
persyaratan tertentu untuk diberi kewenangan khusus. (R)
3. Tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan pelayanan kesehatan
perseorangan melaksanakan asuhan sesuai dengan rincian
kewenangan klinis dan/atau kewenangan khusus yang diberikan. (D,
O, W)
4. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan uraian
tugas dan wewenang bagi setiap tenaga kesehatan yang memberikan
pelayanan kesehatan perseorangan. (D, W)

Kriteria
Karyawan baru dan alih tugas wajib mengikuti orientasi agar
memahami dan mampu melaksanakan tugas pokok dan tanggung
jawab yang diberikan kepadanya.

Pokok Pikiran:
 Agar memahami tugas, peran, dan tanggung jawab, karyawan baru
dan alih tugas, baik yang diposisikan sebagai Pimpinan Puskesmas,
Penanggung jawab Upaya Puskesmas, koordinator pelayanan,
maupun pelaksana kegiatan harus mengikuti orientasi.
 Kegiatan orientasi meliputi orientasi umum dan orientasi khusus.
 Kegiatan orientasi umum dilaksanakan untuk mengenal secara garis
besar visi, misi, tata nilai, tugas pokok dan fungsi serta struktur
organisasi Puskesmas, program mutu Puskesmas dan keselamatan
pasien, serta program pengendalian infeksi.
 Kegiatan orientasi khusus difokuskan pada orientasi di tempat tugas
yang menjadi tanggung jawab dari karyawan yang bersangkutan.
Pada kegiatan orientasi ini karyawan baru diberi/dijelaskan terkait
apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, bagaimana melakukan
dengan aman sesuai dengan Panduan Praktik Klinis, panduan
asuhan lainnya dan pedoman program lainnya.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur serta kerangka acuan Pimpinan
Puskesmas, Penanggung jawab upaya, koordinator pelayanan dan
Pelaksana kegiatan yang baru maupun alih tugas wajib mengikuti
orientasi. (R, D)
2. Kegiatan orientasi dilaksanakan sesuai kerangka acuan yang
disusun. (D, W)
3. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan orientasi
(D.W)

Kriteria
Dilakukan penilaian kinerja untuk tiap karyawan yang bekerja di
Puskesmas berdasarkan uraian tugas dan tata nilai yang disepakati.

Pokok Pikiran:
 Setiap karyawan wajib memahami uraian tugas masing-masing
sebagai acuan dalam melaksanakan kegiatan pelayanan agar dapat
menjalankan pekerjaan sesuai dengan tugas dan tanggung jawab
yang diemban.
 Penilaian kinerja bertujuan untuk menilai sejauh mana kepatuhan
terhadap sistem, mengurangi variasi layanan, dan meningkatkan
kepuasan pengguna jasa.
 Indikator penilaian kinerja setiap karyawan Puskesmas disusun dan
ditetapkan berdasarkan:
a. uraian tugas yang menjadi tanggung jawabnya,
b. tata nilai yang disepakati termasuk di dalamnya profesionalisme,
c. keterampilan komunikasi dan hubungan antar dan interpersonal.
 Perlu ditetapkan kebijakan, prosedur dan indikator penilaian kinerja
yang berdasarkan uraian tugas dan tata nilai yang disepakati.
 Hasil penilaian kinerja ditindaklanjuti untuk perbaikan kinerja
masing-masing karyawan.
 Penilaian kinerja karyawan mengacu pada ketentuan penilaian
kinerja karyawan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-
undangan.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur penilaian kinerja karyawan.(R)
2. Ditetapkan indikator penilaian kinerja karyawan sebagaimana
diminta dalam pokok pikiran. (R)
3. Dilakukan penilaian kinerja karyawan minimal setahun sekali. (D)
4. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap hasil penilaian kinerja
karyawan untuk perbaikan. (D)

Kriteria
Karyawan wajib mengikuti kegiatan pendidikan dan pelatihan yang
dipersyaratkan untuk menunjang keberhasilan pelaksanaan tugas.

Pokok Pikiran:
 Pelayanan Puskesmas baik upaya kesehatan masyarakat maupun
Upaya Kesehatan Perseorangan dan Penunjang harus dilayani oleh
tenaga yang profesional dan kompeten.
 Untuk memenuhi persyaratan kompetensi tenaga kesehatan dan
tenaga non kesehatan wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan
yang dipersyaratkan.
 Pendidikan dan pelatihan bagi karyawan harus direncanakan sesuai
dengan hasil analisis kebutuhan Pendidikan dan pelatihan.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur mengikuti pendidikan dan
pelatihan bagi karyawan Puskesmas. (R)
2. Ada rencana usulan mengikuti pendidikan dan pelatihan bagi
karyawan berdasarkan analisis kebutuhan pendidikan dan pelatihan.
(D, W)
3. Ada bukti pelaksanaan pendidikan dan pelatihan sesuai dengan
rencana yang diusulkan. (D)
4. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut penerapan hasil pelatihan
terhadap karyawan yang mengikuti pendidikan atau pelatihan. (D, W)

Kriteria
Puskesmas menyelenggarakan pelayanan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3).
Pokok Pikiran:
 Karyawan yang bekerja di Puskesmas mempunyai risiko terpapar
infeksi terkait dengan pekerjaan yang dilakukan dalam pelayanan
pasien baik langsung maupun tidak langsung, oleh karena itu
karyawan mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
dan perlindungan terhadap kesehatannya.
 Program pemeriksaan kesehatan secara berkala perlu dilakukan
sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh Kepala Puskesmas, demikian
juga pemberian imunisasi bagi karyawan sesuai dengan hasil
identifikasi risiko epidemiologi penyakit infeksi, serta program
perlindungan karyawan terhadap penularan penyakit infeksi proses
pelaporan jika terjadi paparan, tindak lanjut pelayanan kesehatan,
dan konseling perlu disusun dan diterapkan.
 Karyawan juga berhak untuk mendapat perlindungan dari kekerasan
yang dilakukan oleh pasien, keluarga pasien, maupun oleh sesama
karyawan. Program perlindungan karyawan terhadap kekerasan fisik
termasuk proses pelaporan, tindak lanjut pelayanan kesehatan, dan
konseling, perlu disusun dan diterapkan. (lihat juga KMP : 1.4.2)
 Dalam pengelolaan limbah jarum suntik dan benda tajam yang lain
harus memperhatikan jarum suntik dan limbah benda tajam yang
lain dikumpulkan dalam wadah khusus untuk membuang jarum
suntik dan limbah benda tajam yang bersifat tertutup, tidak tembus
benda tajam, dan tidak bocor (lihat juga KMP : 1.4.3; dan PMP :
5.5.4)
 Jika limbah limbah jarum suntik dan benda tajam yang lain
diserahkan kepada pihak ketiga, harus dipastikan bahwa limbah
tersebut dikelola oleh pihak ketiga sesuai dengan prinsip pencegahan
dan pengendalian infeksi.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) bagi karyawan. (R)
2. Disusun dan ditetapkan proggram K3 bagi karyawan (R, D, W)
3. Dilakukan pemeriksaan kesehatan berkala terhadap karyawan untuk
menjaga kesehatan karyawan sesuai dengan program yang telah
ditetapkan oleh Kepala Puskesmas. (D, W)
4. Dilakukan identifikasi area berpotensi risiko dan ada bukti dilakukan
upaya terukur untuk mengurangi risiko tersebut. (D, O)
5. Ada program dan pelaksanaan imunisasi bagi karyawan sesuai
dengan tingkat risiko dalam pelayanan. (D, W)
6. Dilakukan pengelolaan jarum suntik dan benda tajam untuk
menghindari perlukaan (D.W) (lihat juga PMP : 5.5.4)
7. Dilakukan konseling dan tindak lanjut terhadap karyawan yang
terpapar penyakit infeksi atau cedera akibat kerja. (D, W)

Standar
Penggerakan dan Pelaksanaan Puskesmas harus mengacu pada
visi, misi, tujuan dan tata nilai, sesuai dengan tugas pokok dan
fungsi Puskesmas yang ditetapkan
Kegiatan Puskesmas dilaksanakan sesuai dengan visi, misi, tujuan
dan tata nilai, tugas pokok dan fungsi Puskesmas secara efektif dan
efisien
Kriteria
Visi, misi, tujuan dan tata nilai dipahami oleh seluruh petugas
sebagai acuan dalam penyelenggaraan Puskesmas dan
dikomunikasikan kepada masyarakat dan pihak terkait.

Pokok Pikiran :
 Kegiatan penyelenggaraan Puskesmas harus dipandu oleh visi, misi,
tujuan dan tata nilai yang ditetapkan oleh Pimpinan Puskesmas agar
mampu memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat.
 Tata nilai yang disusun mencerminkan diterapkannya budaya mutu
dan keselamatan pasien/masyarakat.
 Setiap karyawan wajib memahami visi, misi, tujuan dan tata nilai,
dan menerapkan dalam kegiatan penyelenggaraan Puskesmas
Elemen Penilaian:
1. Ada kebijakan dan prosedur untuk mengkomunikasikan visi, misi,
tujuan, dan tata nilai yang relevan dengan kebutuhan dan harapan
pengguna pelayanan. (R)
2. Setiap petugas memahami penerapan visi, misi, tujuan dan tata nilai
dalam memberikan pelayanan. (D, O, W)

Kriteria
Struktur organisasi ditetapkan dengan kejelasan tugas, wewenang,
tanggung jawab, dan tata hubungan kerja.

Pokok Pikiran:
 Agar dapat menjalankan tugas pokok dan fungsi organisasi, perlu
disusun struktur organisasi Puskesmas yang ditetapkan oleh Kepala
Dinas Kesehatan daerah Kabupaten/Kota.
 Untuk tiap jabatan yang ada dalam struktur organisasi yang telah
ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota,
perlu ada kejelasan tugas, wewenang, tanggungjawab dan
persyaratan jabatan.
 Perlu dilakukan pengaturan terhadap tata hubungan kerja di dalam
struktur organisasi yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Daerah
Kabupaten/ Kota.
 Pengisian jabatan dalam struktur organisasi tersebut dilaksanakan
berdasarkan persyaratan jabatan.
 Efektivitas struktur dan pengisian jabatan perlu dikaji ulang secara
periodik oleh Puskesmas untuk menyempurnakan struktur yang ada
dan efektivitas organisasi agar sesuai dengan perkembangan dan
kebutuhan. (lihat juga 1.1.5)

Elemen Penilaian:
1. Ada struktur organisasi Puskesmas yang ditetapkan oleh Dinas
Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota dengan kejelasan alur
komunikasi dan koordinasi antar posisi dalam struktur (R) (lihat juga
KMP : 1.1.5)
2. Ada uraian jabatan yang ada dalam struktur organisasi yang memuat
uraian tugas, tanggung jawab, kewenangan, dan persyaratan jabatan.
(R)
3. Kepala Puskesmas menetapkan Penanggung jawab Upaya
Puskesmas. (R)
4. Dilakukan kajian secara periodik terhadap struktur dan/ atau
pengisian jabatan. (D, W)
5. Hasil kajian ditindak lanjuti dengan usulan perbaikan struktur ke
dinas kesehatan daerah kabupaten/kota dan/atau pengisian
jabatan. (D)

Kriteria
Adanya peraturan internal yang mengatur tata tertib dan perilaku
dalam pelaksanaan kegiatan Puskesmas sesuai dengan visi, misi,
tujuan dan tata nilai Puskesmas (lihat juga KMP : 1.1.1)

Pokok Pikiran :
 Perlu disusun peraturan internal yang mengatur tata tertib dan
perilaku Pimpinan Puskesmas, penanggungjawab upaya Puskesmas,
koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan Puskesmas yang
sesuai dengan visi, misi, tujuan dan tata nilai Puskesmas termasuk
budaya mutu dan keselamatan pasien.
 Ada indikator yang digunakan untuk mengukur perilaku pemberi
pelayanan.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan peraturan internal yang disepakati bersama oleh
Pimpinan Puskesmas, penanggungjawab upaya Puskesmas,
koordinator pelayanan dan pelaksana dalam melaksanakan upaya
Puskesmas dan kegiatan pelayanan Puskesmas. (R)
2. Peraturan internal tersebut disusun sesuai dengan visi, misi, tujuan
dan tata nilai Puskesmas termasuk budaya mutu dan keselamatan.
(D)

Kriteria
Kepala Puskesmas melaksanakan komunikasi internal, pengarahan,
koordinasi, perbaikan dan umpan balik dalam pelaksanaan
kegiatan dan upaya pencapaian indikator kinerja sebagai bentuk
tanggung jawab terhadap pencapaian tujuan, kualitas kinerja, dan
penggunaan sumber daya

Pokok Pikiran:
 Untuk mengarahkan dan mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan
pelayanan dan kegiatan manajerial perlu dilakukan komunikasi
internal. Komunikasi internal dilakukan dalam rangka melakukan
pengarahan, koordinasi internal, perbaikan dan penyampaian
umpan balik.
 Kepala Puskesmas, Penanggung jawab upaya, dan koordinator
pelayanan mempunyai kewajiban untuk memberikan arahan dan
dukungan bagi karyawan dalam melaksanakan tugas dan tanggung
jawab. Arahan dan dukungan dapat diberikan dalam bentuk
kebijakan lokal, Lokmin, pertemuan-pertemuan, maupun konsultasi
dan pembimbingan oleh pimpinan (lihat juga UKM : 2.4.1)
 Kepala Puskesmas, Penanggung jawab upaya, dan koordinator
pelayanan mempunyai kewajiban memantau pelaksanaan kegiatan
apakah sesuai dengan rencana yang disusun dan capaian kinerja
yang didukung oleh sistem pencatatan dan pelaporan yang baku,
baik melalui perbaikan terhadap capaian kinerja dari laporan yang
disusun, pembahasan dalam pertemuan, lokakarya mini, maupun
perbaikan langsung terhadap pelaksanaan kegiatan.
 Koordinator pelayanan mempunyai kewajiban untuk menyampaikan
laporan dan/atau umpan balik terkait dengan capaian kinerja dan
pelaksanaan kegiatan. Berdasarkan laporan dan umpan balik
tersebut dilakukan upaya perbaikan (lihat juga KMP : 1.8.1 dan
1.6.11)

Elemen Penilaian:
1. Ada kebijakan tentang komunikasi internal dengan lintas program
dalam pelaksanaan kegiatan Pukesmas. (R)
2. Ada prosedur yang jelas tentang pengarahan dan koordinasi oleh
Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab upaya, koordinator
pelayanan kepada pelaksana kegiatan dalam menjalankan tugas dan
tanggung jawab mereka. (R)
3. Ada prosedur perbaikan pelaksanaan kegiatan dan capaian kinerja
pelayanan baik oleh Kepala Puskesmas maupun Penanggung jawab
upaya dalam upaya mencapai tujuan yang ditetapkan. (R)
4. Ada prosedur penyampaian laporan dan umpan balik dari pelaksana
kepada koordinator pelayanan, dari koordinator ke penanggung
jawab upaya, dan dari penanggung jawab upaya kepada Kepala
Pukesmas. (R)
5. Dilaksanakan pengarahan dan koordinasi oleh Kepala Puskesmas
dan Penanggung jawab upaya, koordinator pelayanan dalam
pelaksanaan kegiatan. (D.W)
6. Dilaksanakan perbaikan terhadap pelaksanaan kegiatan dan
capaian kinerja sesuai dengan prosedur yang ditetapkan. (D, W)
7. Dilakukan pelaporan dan umpan balik pelaksanaan kegiatan dan
capaian kinerja sesuai dengan prosedur yang ditetapkan. (D, W)

Kriteria
Kepala Puskesmas dan Penanggung Jawab upaya mendelegasikan
wewenang manajerial apabila meninggalkan tugas.

Pokok Pikiran:
 Sebagai wujud akuntabilitas, pimpinan dan/atau penanggung jawab
upaya Puskesmas wajib melakukan pendelegasian wewenang kepada
pelaksana kegiatan apabila meninggalkan tugas.
 Perlu diatur bagaimana kriteria dan prosedur pendelegasian
wewenang terkait dengan besarnya beban dalam pelaksanaan
kegiatan baik Kepala Puskesmas maupun penanggung jawab upaya,
agar proses pendelegasian dilakukan dengan tepat kepada orang
yang tepat (pendelegasian kewenangan yang dimaksud adalah
pendelegasian manajerial)

Elemen Penilaian:
1. Ada kriteria yang jelas dalam pendelegasian wewenang dari Kepala
Puskesmas kepada Penanggung jawab upaya, dan dari Penanggung
jawab upaya kepada koordinator pelayanan, dan dari koordinator
pelayanan kepada pelaksana kegiatan apabila meninggalkan tugas.
(R)
2. Ada prosedur yang jelas dalam pendelegasian wewenang dari Kepala
Puskesmas kepada Penanggung jawab upaya, dari Penanggung jawab
upaya kepada koordinator pelayanan, dan dari koordinator
pelayanan kepada pelaksana kegiatan apabila meninggalkan tugas.
(R)
3. Terdapat bukti pelaksanaan pendelegasian wewenang sesuai dengan
kriteria dan prosedur yang ditetapkan. (D)

Kriteria
Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab upaya membina tata
hubungan kerja dengan pihak terkait lintas sektoral.

Pokok Pikiran:
 Upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat tidak dapat
dilakukan oleh sektor kesehatan sendiri, program kesehatan perlu
didukung oleh sektor di luar kesehatan, demikian juga pembangunan
berwawasan kesehatan harus dipahami oleh sektor terkait.
 Mekanisme pembinaan, komunikasi, dan koordinasi perlu ditetapkan
dengan prosedur yang jelas, misalnya melalui pertemuan/lokakarya
lintas sektoral (lihat juga UKM : 2.4.1)

Elemen Penilaian:
1. Dietatapkan kebijakan dan prosedur komunikasi dan koordinasi
eksternal dengan lintas sektor dalam pelaksanaan kegiatan
Pukesmas. (R)
2. Dilakukan identifikasi dan penetapan peran lintas sektor dalam
penyelenggaraan upaya kesehatan masyarakat dan Upaya Kesehatan
Perseorangan dan Penunjang. (D, W)
3. Dilakukan komunikasi dan koordinasi lintas sektor sesuai dengan
kebijakan dan prosedur yang disusun. (D, W)
4. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap hasil evaluasi peran
lintas sektor dalam pelaksanaan kegiatan Puskesmas minimal
setahun sekali. (D, W)

Kriteria
Kebijakan, pedoman/panduan, kerangka acuan dan prosedur terkait
pelaksanaan kegiatan disusun, didokumentasikan, dan dikendalikan,
serta dokumen bukti pelaksanaan kegiatan dikendalikan.

Pokok Pikiran:
 Untuk menyusun, mendokumentasikan, dan mengendalikan seluruh
dokumen perlu disusun Pedoman tata naskah.
 Pedoman tata naskah sebagai acuan dalam penyusunan dokumen
regulasi yang meliputi kebijakan, pedoman, panduan, kerangka
acuan, dan prosedur, maupun dalam pengendalian dokumen dan
dokumen bukti rekaman pelaksanaan kegiatan.
 Pedoman tata naskah mengatur antara lain:
a. penyusunan, kajian dan persetujuan dokumen (kebijakan,
pedoman, panduan, kerangka acuan, dan prosedur) oleh orang
yang ditunjuk
b. proses dan frekuensi kajian dan keberlanjutan persetujuan
c. pengendalikan dokumen
d. perubahan dokumen dan identifikasi histori perubahan
e. pemeliharaan identitas dan keterbacaan dokumen
f. pengeloaan dokumen yang diperoleh dari luar Puskesmas
g. retensi dokumen yang kadaluwarsa sesuai dengan perundangan
yang berlaku, dengan tetap menjamin agar dokumen tersebut
tidak digunakan secara salah.
 Untuk memastikan bahwa pelayanan dan kegiatan terlaksana secara
konsisten dan reliabel maka perlu disusun pedoman kerja dan
prosedur kerja.
 Prosedur kerja perlu didokumentasikan dengan baik dan
dikendalikan, demikian juga dokumen bukti rekaman sebagai bentuk
pelaksanaan prosedur juga harus dikendalikan sebagai bukti
pelaksanaan kegiatan.
 Masalah dalam pelaksanaan kegiatan, ataupun masalah kinerja
harus ditindak lanjuti dengan upaya perbaikan.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan pedoman tata naskah Puskesmas sebagaimana diminta
dalam pokok pikiran mulai dari huruf a sampai huruf g. (R)
2. Ditetapkan kebijakan, pedoman/panduan, prosedur dan kerangka
acuan KMP, penyelenggaraan UKM dan UKPP. (R)

Kriteria
Pelaksanaan kegiatan pelayanan Puskesmas dipandu dengan
kebijakan, pedoman/ panduan/ kerangka acuan, dan prosedur.

Pokok Pikiran:
 Agar pelaksanaan kegiatan pelayanan Puskesmas baik Upaya
Kesehatan Perseorangan dan Penunjang maupun Upaya Kesehatan
Masyarakat dapat terlaksana secara efektif dalam mencapai tujuan
yang diharapkan harus dipandu dengan kebijakan, pedoman/
panduan/ kerangka acuan dan prosedur yang jelas untuk
pelaksanaan kegiatan tiap upaya kesehatan masyarakat.
 Masing-masing pelayanan kesehatan perseorangan harus menyusun
pedoman pelayanan kesehatan perseorangan sebagai acuan dalam
proses pemberian pelayanan kesehatan perseorangan. Dalam
memberikan pelayanan kepada pasien, tenaga kesehatan wajib
bekerja sesuai dengan rincian kewenangan klinis dan berdasarkan
pada panduan praktik klinis dan/ atau prosedur yang jelas dalam
pelaksanaan pelayanan klinis.

Elemen Penilaian:
1. Kegiatan KMP, UKM, dan UKPP dilaksanakan mengacu pada
kebijakan, pedoman/ panduan/ kerangka acuan, dan prosedur yang
ditetapkan. (R, D)
2. Pimpinan Puskesmas memastikan pelaksanaan kegiatan KMP , UKM,
dan UKPP dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan-undangan, kebijakan, pedoman/ panduan/ kerangka
acuan, dan prosedur yang disusun. (D, O, W)

Kriteria
Jaringan pelayanan Puskesmas dan jejaring fasilitas kesehatan di
wilayah kerja dikelola dan dioptimalkan untuk meningkatkan akses
dan mutu pelayanan kepada masyarakat.

Pokok Pikiran:
 Puskesmas perlu mengidentifikasi jaringan dan jejaring yang ada di
wilayah kerja Puskesmas untuk optimalisasi koordinasi dan atau
rujukan di bidang upaya kesehatan
 Kepala Puskesmas dan Penanggungjawab Upaya Puskesmas
mempunyai kewajiban untuk melakukan pembinaan terhadap
jaringan pelayanan Puskesmas dan jejaring fasilitas kesehatan
kesehatan tingkat pertama yang ada di wilayah kerja Puskesmas.
Agar jaringan dan jejaring tersebut dapat memberikan kontribusi
implementasi PIS PK baik dalam bentuk pelayanan UKM dan UKPP
yang mudah diakses oleh masyarakat.
 Jaringan pelayanan Puskesmas meliputi : Puskesmas pembantu,
Puskesmas keliling, dan praktik bidan desa, atau sesuai dengan
ketentuan yang berlaku
 Jejaring fasilitas kesehatan yang ada di wilayah kerjanya seperti
klinik, Puskesmas, apotek, laboratorium, praktik mandiri tenaga
kesehatan, dan Fasilitas kesehatan lainnya.
 Program pembinaan meliputi aspek KMP, UKM, UKPP, termasuk
pembinaan ketenagaan, sarana prasarana, dan pembiayaan dalam
upaya pemberian pelayanan yang bermutu

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan identifikasi jaringan dan jejaring faslitas pelayanan
kesehatan yang ada di wilayah kerja Puskesmas. (D)
2. Disusun rencana program pembinaan terhadap jaringan dan jejaring
fasilitas kesehatan tingkat pertama dengan jadwal dan penanggung
jawab yang jelas. (D)
3. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap rencana dan jadwal
pelaksanaan program pembinaan jaringan dan jejaring. (D)

Kriteria
Kepala Puskesmas melaksanakan manajemen keuangan

Pokok Pikiran:
 Anggaran yang tersedia di Puskesmas harus dikelola secara
transparan akuntabel, efektif dan efisien sesuai dengan prinsip-
prinsip manajemen keuangan.
 Agar pengelolaan anggaran dapat dilakukan secara transparan,
akuntabel, efektif dan efisien, maka perlu ditetapkan kebijakan dan
prosedur manajemen keuangan yang mengacu pada ketentuan
peraturan perundang-undangan.
 Untuk Puskesmas yang menerapkan PPK BLUD harus mengikuti
peraturan perundangan dalam manajemen keuangan BLUD dan
menerapkan Standar Akuntansi Profesi (SAP).

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan Petugas Pengelola Keuangan Puskesmas dengan
kejelasan tugas, tanggung jawab dan wewenang. (R)
2. Ditetapkan kebijakan dan prosedur manajemen keuangan dalam
pelaksanaan pelayanan Puskesmas. (R)

Kriteria
Adanya jaminan ketersediaan data dan informasi melalui
terselenggaranya sistem manajemen data dan informasi di
Puskesmas .

Pokok Pikiran:
 Pengambilan keputusan dalam upaya meningkatkan status
kesehatan masyarakat perlu didukung oleh ketersediaan data dan
informasi.
 Sistem manajemen data dan informasi tersebut harus dapat
menjamin ketersediaan data dan informasi hasil kinerja Puskesmas .
 Data dan informasi tersebut meliputi minimal: data wilayah kerja,
demografi, budaya dan kebiasaan masyarakat, pola penyakit
terbanyak, surveilans epidemiologi, evaluasi dan pencapaian
kinerja pelayanan, evaluasi dan pencapaian kinerja, PIS-PK, data
dan informasi lain yang ditetapkan oleh dinas kesehatan daerah
kabupaten/kota, Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kementerian
Kesehatan . (lihat juga KMP : 1.1.1. dan UKM : 2.1.1 dan 2.6.)
 Data dan informasi tersebut digunakan baik untuk pengambilan
keputusan di Puskesmas dalam peningkatan pelayanan maupun
pengembangan program-program kesehatan sesuai dengan
kebutuhan masyarakat, maupun pengambilan keputusan pada
tingkat kebijakan di Dinas Kesehatan daerah kabupaten/kota
termasuk penyampaian informasi kepada masyarakat dan pihak
terkait.
 Selain itu, ketersediaan data dan informasi juga sangat penting
untuk kebutuhan kegiatan penilaian kinerja Puskesmas,
Peningkatan Mutu Puskesmas, Keselamatan Pasien, dan Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi.
 Data Peningkatan Mutu, Keselamatan Pasien, dan Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi, sekurang-kurangnya meliputi:
a) Hasil pengukuran indikator mutu dan kinerja KMP, UKM, UKPP
(layanan klinis). (lihat juga KMP :1.8.1; dan PMP : 5.1.2)
b) Hasil pengukuran indikator Keselamatan Pasien (lihat juga PMP :
5.1.2; 5.3 dan 5.4)
c) Hasil pengukuran indikator Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi (PPI) . (Lihat juga PMP : 5.1.2; dan 5.5)
d) Hasil perbaikan dan evaluasi pengukuran indikator mutu dan
kinerja KMP, UKM dan UKPP. (Lihat juga KMP :1.1.3 dan 1.8.1;
PMP 5.1.2; dan kriteria 5.1.5)
 Sistem manajemen data dan informasi juga diperlukan untuk dapat
menyediakan data untuk mendukung penilaian kinerja karyawan,
baik tenaga kesehatan maupun tenaga non kesehatan.
 Dengan adanya sistem manajemen data dan informasi tersebut maka
pada gilirannya akan memudahkan Tim Peningkatan Mutu, para
penanggung jawab upaya pelayanan, dan masing-masing pelaksana
pelayanan baik UKM maupun UKPP di masing-masing unit kerja
dalam merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi
keberhasilan upaya kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan
pasien.
 Sistem Manajemen Data dan Informasi di Puskesmas mengikuti
ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
Sistem Informasi Puskesmas

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan tentang sistem manajemen data dan informasi
di Puskesmas sebagaimana dimaksud pada pokok pikiran. (R)
2. Tersedia prosedur pelaporan data dan distribusi informasi kepada
pihak-pihak yang membutuhkan dan berhak memperoleh data dan
informasi (R)
3. Dilakukan identifikasi data dan informasi yang harus tersedia di
sistem manajemen data dan informasi di Puskesmas (D)
4. Dilaksanakan pengumpulan, penyimpanan, analisis data dan
pelaporan serta distribusi informasi sesuai dengan kebijakan dan
prosedur yang ditetapkan (D
5. Tersedia data dan informasi hasil kinerja dalam sistem manajemen
data dan informasi Puskesmas yang dapat diakses oleh para
penanggung jawab upaya, koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan untuk dimanfaatkan peningkatan mutu dan Keselamatan
Pasien, PPI, serta penilaian kinerja karyawan (D)
6. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap sistem manajemen
data dan informasi Puskesmas secara periodik (D, W)

Standar
Kerjasama/Kontrak Pihak Ketiga Dilaksanakan Sesuai Dengan
Ketentuan Peraturan Perundangan-undangan.
Jika sebagian kegiatan dikerjasamakan/dikontrakkan kepada pihak
ketiga, Kepala Puskesmas memastikan bahwa pihak ketiga memenuhi
standar yang ditetapkan

Kriteria
Adanya dokumen kerjasama/kontrak yang jelas dengan pihak ketiga
yang ditandatangani oleh para pihak dengan spesifikasi pekerjaan
yang jelas dan memenuhi standar yang berlaku

Pokok Pikiran :
 Jika ada kewenangan pada pengelola Puskesmas untuk
mengontrakkan sebagian kegiatan kepada pihak ketiga, maka proses
kontrak harus mengikuti peraturan perundangan yang berlaku, dan
menjamin bahwa kegiatan yang dikontrakkan pada pihak ketiga
tersebut dilaksanakan sesuai dengan rencana dan menaati peraturan
perundangan yang berlaku.
 Isi dokumen kontrak/perjanjian kerja sama meliputi kejelasan ruang
lingkup kontrak kegiatan yang harus dilakukan, misal Manajemen,
Klinis, Obat dan BMHP, Alat Kesehatan, SDM, Gizi, Kebersihan,
pengolahan limbah termasuk B3, dan IT, peran dan tanggung jawab
masing-masing pihak, personil yang melaksanakan kegiatan,
kualifikasi, indikator dan standar kinerja, masa berlakunya
Kontrak/Perjanjian Kerja Sama, proses kalau terjadi perbedaan
pendapat, termasuk bila terjadi pemutusan hubungan kerja.
 Pengelolaan kontrak mengacu pada Perpres Nomor 16 Tahun 2018

Elemen Penilaian:
1. Ada dokumen Kontrak/Perjanjian Kerja Sama yang memuat
sebagaimana diminta dalam pokok pikiran, dan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. (D)
2. Ada kejelasan indikator dan standar kinerja pada pihak ketiga dalam
melaksanakan kegiatan. (D)
3. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut perbaikan oleh pengelola
pelayanan terhadap pihak ketiga berdasarkan indikator dan standar
kinerja (D)

Standar
Pengawasan, pengendalian dan penilaian kinerja dilakukan
secara periodik.

Untuk menilai efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pelayanan,


kesesuaian dengan rencana, dan pemenuhan terhadap kebutuhan
dan harapan masyarakat, maka dilakukan pengawasan,
pengendalian dan penilaian kinerja dapat berupa pemantauan,
supervisi, lokmin, audit internal, dan rapat tinjauan manajemen.

Kriteria
Dilakukan pengawasan, pengendalian, dan penilaian kinerja
dengan menggunakan indikator kinerja yang ditetapkan sesuai
dengan jenis pelayanan yang disediakan dan kebijakan pemerintah.
( Lihat juga KMP : 1.1.1 ; dan 1.1.5 ; UKM : 2.7.1 dan 2.7.2)

Pokok Pikiran:
 Pengawasan, pengendalian dan penilaian terhadap kinerja dilakukan
dengan menggunakan indikator kinerja yang jelas untuk
memudahkan melakukan perbaikan penyelenggaraan pelayanan dan
perencanaan pada periode berikutnya
 Indikator kinerja adalah indikator untuk menilai cakupan kegiatan
dan manajemen Puskesmas
 Indikator kinerja untuk tiap jenis pelayanan dan kegiatan perlu
disusun, dipantau dan dianalisis secara periodik sebagai bahan
untuk perbaikan kinerja dan perencanaan periode berikutnya
 Indikator-indikator kinerja tersebut meliputi:
a) Indikator kinerja Manajemen Puskesmas
b) Indikator kinerja cakupan pelayanan UKM
c) Indikator kinerja cakupan pelayanan UKPP
 Dalam menyusun indikator-indikator tersebut harus mengacu pada
Standar Pelayanan Minimal Kabupaten, Kebijakan/Pedoman dari
Kementerian Kesehatan, Kebijakan/Pedoman dari Dinas Kesehatan
Provinsi dan Kebijakan/Pedoman dari dinas kesehatan daerah
kabupaten/kota
 Hasil pengawasan, pengendalian dan penilaian kinerja digunakan
sebagai dasar untuk memperbaiki kinerja pelaksanaan kegiatan
Puskesmas serta perencanaan tahunan dan perencanaan lima
tahunan.
 Hasil pengawasan, pengendalian dan penilaian terhadap kinerja
KMP, UKM, dan UKPP diumpan balikkan pada lintas program dan
lintas sektor untuk mendapatkan masukan/asupan dalam perbaikan
kinerja penyelenggaraan pelayanan dan perencanaan pada periode
berikutnya.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur untuk melakukan pengawasan,
pengendalian dan penilaian kinerja yang dilakukan oleh Kepala
Puskesmas dan Penanggungjawab jenis layanan (R)
2. Ditetapkan indikator kinerja Puskesmas sesuai dengan jenis-jenis
pelayanan yang disediakan dan kebijakan pemerintah (R)
3. Kepala Puskesmas bersama dengan penanggung jawab, koordinator
dan pelaksana menetapkan tahapan pencapaian kinerja untuk tiap
indikator yang ditetapkan (D, W)
4. Dilakukan pengawasan, pengendalian dan penilaian kinerja secara
periodik sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan, dan
hasilnya diumpan-balikkan pada lintas program dan lintas sektor (D)
5. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap hasil pemantauan
dan penilaian kinerja terhadap target yang ditetapkan dan hasil kaji
banding dengan Puskesmas lain (D)
6. Dilakukan analisis terhadap hasil pengawasan, pengendalian dan
penilaian kinerja untuk digunakan dalam perencanaan kegiatan
masing-masing upaya Puskesmas, dan untuk perencanaan
Puskesmas (D)
7. Hasil pengawasan, pengendalian dalam bentuk perbaikan kinerja
disediakan dan digunakan sebagai dasar untuk memperbaiki kinerja
pelaksanaan kegiatan Puskesmas dan revisi perencanaan kegiatan
bulanan (D, W)
8. Hasil pemantauan, pengendalian dan penilaian kinerja dalam bentuk
Laporan Penilaian Kinerja Puskesmas (PKP), serta upaya perbaikan
kinerja dilaporkan kepada Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota
(D)

Kriteria
Lokakarya mini lintas program dan lokakarya mini lintas sektor
dilakukan sesuai dengan kebijakan dan prosedur (lihat juga KMP :
1.8.1)

Pokok Pikiran :
 Proses maupun hasil pelaksanaan upaya Puskesmas perlu
dikomunikasikan oleh Kepala Puskesmas, Penanggung jawab Upaya
baik KMP, UKM, dan UKPP kepada serta lintas program dan lintas
sektor terkait agar ada kesamaan persepsi untuk efektivitas
pelaksanaan upaya Puskesmas.
 Komunikasi dan koordinasi Puskesmas melalui Lokakarya mini
bulanan lintas program dan Lokakarya mini triwulan lintas sektor
dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.
 Lokakarya mini bulanan digunakan untuk : menyusun secara lebih
terinci kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan selama 1 (satu)
bulan mendatang, khususnya dalam waktu, tempat, sasaran,
pelaksana kegiatan, dukungan (lintas program dan sektor) yang
diperlukan, serta metode dan teknologi yang digunakan;
menggalang kerjasama dan keterpaduan serta meningkatkan
motivasi petugas.
 Lokakarya mini triwulan digunakan untuk : menetapkan secara
konkrit dukungan lintas sektor yang akan dilakukan selama 3 (tiga)
bulan mendatang, melalui sinkronisasi/harmonisasi RPK antar-
sektor (antar-instansi) dan kesatupaduan tujuan; menggalang
kerjasama, komitmen, dan koordinasi lintas sektor dalam
pelaksanaan kegiatan-kegiatan pembangunan di tingkat kecamatan;
meningkatkan motivasi dan rasa kebersamaan dalam melaksanakan
pembangunan masyarakat kecamatan

Elemen Penilaian
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pelaksanaan Lokmin Bulanan
dan Lokmin triwulanan (R)
2. Dilakukan lokakarya mini bulanan dan triwulanan secara konsisten
dan periodik untuk mengkomunikasikan, mengkoordinasikan dan
mengintegrasikan upaya – upaya Puskesmas (D,W)
3. Dilakukan pembahasan permasalahan, hambatan dalam
pelaksanaan kegiatan dan rekomendasi tindak lanjut dalam
lokakarya mini (D,W)
4. Dilakukan tindak lanjut terhadap rekomendasi lokakarya mini
bulanan dan triwulan dalam bentuk perbaikan pelaksanaan kegiatan.
(D,W)

Kriteria
Kepala Puskesmas dan penanggung jawab melakukan pengawasan,
pengendalian kinerja, dan kegiatan perbaikan kinerja melalui audit
internal yang terencana sesuai dengan masalah kesehatan prioritas,
masalah kinerja, risiko, maupun rencana pengembangan pelayanan
(lihat juga KMP : 1.8.1)

Pokok Pikiran:
 Kinerja Puskesmas dan upaya perbaikan mutu yang dilakukan perlu
dipantau apakah mencapai target yang ditetapkan.
 Audit internal merupakan salah satu mekanisme pengawasan dan
pengendalian yang dilakukan secara sistematis oleh tim audit
internal yang dibentuk oleh Kepala Puskesmas
 Hasil temuan audit internal disampaikan kepada Kepala Puskesmas,
Penanggung jawab atau Tim Mutu, Penanggung jawab atau Tim
Keselamatan Pasien, dan Penanggung jawab atau Tim PPI,
Penanggung jawab Upaya Puskesmas, dan pelaksana kegiatan
sebagai dasar untuk melakukan perbaikan.
 Jika ada permasalahan yang ditemukan dalam audit internal tetapi
tidak dapat diselesaikan sendiri oleh pimpinan dan karyawan
Puskesmas, maka permasalahan tersebut dapat dirujuk ke Dinas
Kesehatan daerah Kabupaten/Kota untuk ditindak lanjuti.

Elemen Penilaian:
1. Kepala Puskesmas membentuk tim audit internal dengan uraian
tugas, wewenang, dan tanggung jawab yang jelas. (R)
2. Disusun rencana program audit internal tahunan dan kerangka
acuan audit sebagai acuan untuk melakukan audit dengan
penjadwalan yang jelas. (R)
3. Kegiatan audit internal dilaksanakan sesuai dengan rencana dan
kerangka acuan yang disusun. (D, W)
4. Ada laporan dan umpan balik hasil audit internal kepada Kepala
Puskesmas, Tim Mutu, pihak yang diaudit dan unit terkait. (D)
5. Tindak lanjut dilakukan terhadap temuan dan rekomendasi dari
hasil audit internal baik oleh kepala Puskesmas, penanggung jawab
maupun pelaksana. (D)

Kriteria
Dilakukan tinjauan manajemen secara periodik yang bertujuan
untuk meninjau dan menilai efektivitas sistem manajemen untuk
ditindaklanjuti dengan perbaikan (lihat juga 1.8.1)

Pokok Pikiran:
 Pelaksanaan perbaikan mutu dan kinerja direncanakan dan
dipantau serta ditindaklanjuti. (lihat juga PMP : 5.1.5)
 Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab Mutu secara periodik
melakukan pertemuan tinjauan manajemen untuk membahas
umpan balik pelanggan, keluhan pelanggan, hasil audit internal,
hasil penilaian kinerja, perubahan proses penyelenggaraan Upaya
Puskesmas dan kegiatan pelayanan Puskesmas, maupun perubahan
kebijakan mutu jika diperlukan, serta membahas hasil pertemuan
tinjauan manajemen sebelumnya, dan rekomendasi untuk
perbaikan.
 Pertemuan tinjauan manajemen dipimpin oleh Penanggung jawab
Mutu.

Elemen Penilaian:
1. Kepala Puskesmas menetapkan kebijakan dan prosedur pertemuan
tinjauan manajemen. (R)
2. Kepala Puskesmas bersama dengan Tim Mutu merencanakan
pertemuan tinjauan manajemen. (D, W)
3. Dilaksanakan Pertemuan tinjauan manajemen untuk membahas
umpan balik pelanggan, keluhan pelanggan, hasil audit internal,
hasil penilaian kinerja, perubahan proses atau sistem
penyelenggaraan Upaya Puskesmas dan kegiatan pelayanan
Puskesmas, perubahan sistem manajemen, maupun perubahan
kebijakan mutu jika diperlukan, serta membahas hasil pertemuan
tinjauan manajemen sebelumnya, dan rekomendasi untuk perbaikan
(D)
4. Rekomendasi hasil pertemuan tinjauan manajemen ditindaklanjuti
dan dievaluasi. (D)
BAB 2. Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM)

Standar
Perencanaan pelayanan UKM dilaksanakan secara terpadu.
Perencanaan pelayanan UKM Puskesmas disusun secara terpadu
dengan melibatkan lintas program dan lintas sektor sesuai dengan
analisis kebutuhan masyarakat, data hasil penilaian kinerja
Puskesmas serta hasil pelaksanaan Program Indonesia Sehat dengan
Pendekatan Keluarga (PIS PK). (lihat juga KMP : 1.1.2 terkait
perencanaan dan KMP : 1.6.11 )

Kriteria
Perencanaan pelayanan UKM di Puskesmas disusun berdasarkan
hasil analisis kebutuhan dan harapan masyarakat, analisis data
pencapaian kinerja pelayanan UKM serta analisis data PIS PK.
(lihat juga KMP: 1.1.1 dan UKM : 2.6)

Pokok Pikiran:
 Hasil analisis data capaian kinerja pelayanan UKM dan data PIS PK
dibahas bersama lintas program dan lintas sektor sebagai dasar dalam
penyusunan rencana usulan kegiatan UKM. ( Lihat juga KMP : 1.6.11)
 Kegiatan-kegiatan dalam setiap pelayanan UKM di Puskesmas disusun
oleh Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab UKM Puskesmas
mengacu pada analisis data kinerja, analisis data PIS PK, pedoman
atau acuan yang sudah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan,
Dinas Kesehatan Provinsi, maupun Dinas Kesehatan Daerah
Kabupaten/ Kota, dengan mengutamakan program prioritas nasional
(antara lain penurunan Stunting, peningkatan cakupan Imunisasi,
eliminasi TB, pengendalian Penyakit Tidak Menular, penurunan Angka
Kematian Ibu/ AKI dan Angka Kematian Neonatus/ AKN), serta
memperhatikan kebutuhan dan harapan masyarakat.
 Identifikasi kebutuhan dan harapan masyarakat terhadap kegiatan
UKM adalah proses pengidentifikasian terhadap hal-hal yang
dibutuhkan dan diharapkan masyarakat terhadap program – program
yang ada di UKM yang diperoleh dengan memanfaatkan media
komunikasi yang ditetapkan seperti jajak pendapat, temu muka,
survei mawas diri, survei kepuasan masyarakat dan media lainnya
(lihat juga KMP : 1.1.1)
 Pelaksanaan identifikasi kebutuhan dan harapan masyarakat
mengacu pada kebijakan dan prosedur yang berlaku.
 Hasil identifikasi kebutuhan dan harapan masyarakat yang telah
dianalisis dan dibahas bersama lintas program dan lintas sektor,
selanjutnya dijadikan sebagai dasar dalam penyusunan rencana
usulan kegiatan UKM.
 Dalam standar ini, kata “pelayanan” digunakan untuk menggantikan
kata “program”, contoh: Program Promkes menjadi Pelayanan Promkes.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan, prosedur dan kerangka acuan sebagai dasar
dalam melakukan Identifikasi Kebutuhan dan Harapan Masyarakat (R)
2. Dilakukan identifikasi kebutuhan dan harapan masyarakat, kelompok
masyarakat, keluarga dan individu yang merupakan sasaran
pelayanan UKM. (D, W)
3. Hasil identifikasi kebutuhan dan harapan masyarakat dianalisis
bersama dengan lintas program dan lintas sektor sebagai bahan untuk
pembahasan dalam menyusun rencana kegiatan. (D,W)
4. Data capaian kinerja pelayanan UKM Puskesmas dan Data PIS PK
dianalisis bersama lintas program dan lintas sektor sebagai bahan
untuk pembahasan dalam menyusun rencana kegiatan. (D,W)
5. Tersedia rencana usulan kegiatan UKM berdasarkan hasil analisis
kebutuhan dan harapan masyarakat, hasil pembahasan analisis data
capaian kinerja pelayanan UKM dan analisis data PIS PK(D,W)

Kriteria
Perencanaan pelayanan UKM Puskesmas memuat kegiatan
pemberdayaan masyarakat untuk mengatasi permasalahan kesehatan
dan meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat. (lihat juga
KMP :1.1.2 dan UKM: 2.1.1)

Pokok Pikiran:
 Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan di wilayah kerja, setiap
pelaksana kegiatan, koordinator pelayanan,dan penanggung jawab
UKM Puskesmas wajib melakukan fasilitasi pembangunan yang
berwawasan kesehatan dan pemberdayaan masyarakat.
 Pemberdayaan masyarakat merupakan suatu proses membangun
manusia atau masyarakat melalui pengembangan kemampuan
masyarakat sampai terjadinya perubahan perilaku dan
pengorganisasian masyarakat untuk peningkatan kemampuan kolektif
masyarakat dalam upaya menolong dirinya sendiri untuk mengatasi
permasalahan kesehatan yang dihadapi.
 Pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan untuk perubahan
perilaku adalah proses pemberian informasi kepada individu, keluarga
atau kelompok (klien) secara terus menerus dan berkesinambungan
dengan mengikuti perkembangan klien, serta proses membantu klien
agar klien berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek
pengetahuan atau knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek sikap
atau attitude), dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku
yang diperkenalkan (aspek tindakan atau practice).
 Pengembangan/pengorganisasian masyarakat (community organization)
dalam pemberdayaan dilakukan dengan mengupayakan peran dan
fungsi organisasi masyarakat dalam pembangunan kesehatan.
Membangun kesadaran masyarakat merupakan awal dari kegiatan
pengorganisasian masyarakat yang dilakukan dengan membahas
bersama tentang kebutuhan dan harapan mereka, berdasarkan
prioritas masalah kesehatan sesuai dengan sumber daya yang dimiliki.
 Bentuk pemberdayaan/pengorganisasian masyarakat dapat berupa:
SMD-MMD, Komunitas Peduli Kesehatan Remaja, Komunitas Peduli
HIV/AIDS, Peduli TB, Komunitas peduli kesehatan ibu dan anak, dan
seterusnya.
 Kegiatan fasilitasi berupa penyampaian informasi dan konsultasi
tentang kesehatan dan masalah kesehatan, fasilitasi kepada
masyarakat untuk mengenal permasalahan kesehatan, fasilitasi untuk
melakukan pengorganisasian masyarakat sebagai upaya untuk
menyelesaikan masalah kesehatan yang ada dalam bentuk Upaya
Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM), Desa/Kelurahan Siaga dan
perubahan perilaku hidup bersih dan sehat.
 Kegiatan fasilitasi yang dimaksud dimulai dari perencanaan,
pelaksanaan, perbaikan dan evaluasi terhadap kegiatan
pemberdayaan masyarakat tersebut.
 Pemberdayaan Masyarakat dalam bidang kesehatan tergambar dalam
Rencana Usulan Kegiatan dan Rencana Kerja setiap Koordinator
pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM puskesmas.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur yang mewajibkan Penanggung
jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM
untuk memfasilitasi pembangunan berwawasan kesehatan dan proses
pemberdayaan masyarakat. (R)
2. Terdapat kegiatan fasilitasi pemberdayaan masyarakat yang
dituangkan dalam RUK Puskesmas dan sudah disepakati bersama
masyarakat. (D, W)
3. Terdapat bukti keterlibatan masyarakat dalam kegiatan pemberdayaan
masyarakat mulai dari perencanaan, pelaksanaan, perbaikan dan
evaluasi untuk mengatasi masalah kesehatan diwilayahnya. (D.W)
4. Terdapat kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam pelaksanaan
pelayanan UKM Puskesmas yang bersumber dari swadaya masyarakat
dan atau kontribusi swasta. (D,W)
5. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap kegiatan
pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan berwawasan
kesehatan (D)

Kriteria
Rencana pelaksanaan pelayanan UKM terintegrasi lintas program dan
mengacu pada Rencana Usulan Kegiatan Puskesmas.

Pokok Pikiran:
 Perencanaan pelayanan UKM Puskesmas disusun secara terintegrasi
lintas program agar efektif dan efisien serta melalui tahapan
perencanaan Puskesmas. (lihat juga KMP : 1.1.2 dan UKM: 2.1.1)
 RPK harus mengacu pada RUK
 Dalam hal sebagian dari kegiatan yang direncanakan dalam RUK tidak
dapat dilaksanakan karena keterbatasan sumber daya maka
dimungkinkan sebagian kegiatan yang tercantum dalam RUK tidak
direncanakan dalam RPK.
 RPK pelayanan UKM menggambarkan pelaksanaan kegiatan yang
akan dilaksanakan oleh Puskesmas dalam kurun waktu satu tahun
dan dijabarkan dalam perencanaan pelaksanaan kegiatan setiap
bulannya.
 RPK pelayanan UKM dimungkinkan untuk dirubah/ disesuaikan
dengan kebutuhan berdasarkan hasil pemantauan, kebijakan dan
kondisi – kondisi tertentu.
 RPK pelayanan UKM dirinci dalam RPK untuk masing-masing
pelayanan UKM dan disusun Kerangka Acuan Kegiatan (KAK) untuk
tiap kegiatan dari masing-masing pelayanan UKM.

Elemen Penilaian:
1. Tersedia rencana pelaksanaan kegiatan (RPK) UKM yang terintegrasi
dalam rencana pelaksanaan kegiatan Puskesmas dan disusun dalam
satu tahun dengan kejelasan siapa yang bertanggung jawab terhadap
pelaksanaannya untuk setiap kegiatan. (R)
2. Tersedia RPK untuk masing-masing pelayanan UKM yang disusun
setiap bulannya dengan kejelasan pelaksana tiap kegiatan. (R)
3. Tersedia Kerangka Acuan Kegiatan (KAK) untuk tiap kegiatan dari
masing-masing Pelayanan UKM sesuai dengan RPK yang disusun (D)
4. Dilakukan evaluasi terhadap rencana pelaksanaan pelayanan UKM
berdasarkan hasil pemantauan (D.W)
5. Jika terjadi perubahan rencana pelaksanaan pelayanan UKM
berdasarkan hasil pemantauan, kebijakan atau kondisi tertentu maka
dilakukan penyesuaian rencana pelaksanaan kegiatan (D

Standar
Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM memastikan kemudahan akses sasaran dan
masyarakat terhadap pelaksanaan pelayanan UKM

Pelayanan UKM Puskesmas mudah diakses oleh sasaran dan


masyarakat, untuk mendapatkan informasi kegiatan serta
penyampaian umpan balik dan keluhan. (lihat juga KMP :1.2.2)

Kriteria
Penjadwalan pelaksanaan pelayanan UKM Puskesmas disepakati
bersama dengan memperhatikan masukan sasaran, masyarakat,
kelompok masyarakat, lintas program dan lintas sektor yang
dilaksanakan tepat waktu sesuai dengan rencana. ( Lihat juga KMP :
1.1.4 ;1.2.2; 1.8.2; dan UKM : 2.1.3)

Pokok Pikiran:
 Jadwal pelaksanaan kegiatan disusun berdasarkan masukan dari
sasaran, masyarakat, kelompok masyarakat, lintas program dan lintas
sektor terkait sesuai dengan prosedur.
 Jadwal pelaksanaan kegiatan yang disepakati dengan sasaran,
masyarakat, kelompok masyarakat, lintas program dan lintas sektor
memuat waktu, tempat dan sasaran kegiatan.
 Jadwal pelaksanaan kegiatan UKM disampaikan kepada sasaran,
masyarakat, kelompok masyarakat, lintas program dan lintas sektor
terkait dengan memanfaatkan media komunikasi yang sudah
ditetapkan.
 Bilamana dilakukan perubahan jadwal, informasi tentang waktu dan
tempat pelaksanaan kegiatan UKM disepakati dan diinformasikan
dengan jelas dan mudah diakses oleh sasaran kegiatan UKM,
masyarakat dan kelompok masyarakat.

Elemen Penilaian:
1. Tersedia jadwal pelaksanaan kegiatan UKM disusun berdasarkan
hasil kesepakatan dengan sasaran, masyarakat, kelompok
masyarakat, lintas program dan lintas sektor terkait. (D,W)
2. Jadwal pelaksanaan kegiatan UKM diinformasikan kepada sasaran,
masyarakat, kelompok masyarakat, lintas program, dan lintas sektor
melalui media komunikasi yang sudah ditetapkan (D, W).
3. Tersedia bukti penyampaian informasi perubahan jadwal jika terjadi
perubahan jadwal pelaksanaan kegiatan (D,W)
4. Hasil penyampaian informasi jadwal pelaksanaan kegiatan UKM
dievaluasi dan ditindaklanjuti (D.W)

Kriteria
Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM
memastikan akses sasaran dan masyarakat terhadap informasi,
kegiatan UKM, dan akses untuk menyampaikan umpan balik dan
keluhan. (lihat juga KMP : 1.2.2)

Pokok Pikiran:
 Informasi tentang kegiatan UKM Puskesmas, tujuan, pentahapan,
dan jadwal kegiatan, perlu disampaikan pada lintas program dan
lintas sektor terkait agar mereka dapat optimal berkontribusi dalam
pencapaian tujuan kegiatan UKM.
 Masyarakat, kelompok masyarakat, dan individu yang menjadi
sasaran perlu mendapatkan informasi tentang kegiatan-kegiatan
yang akan dilaksanakan, tujuan, tahapan dan jadwal pelaksanaan,
sehingga dapat menyesuaikan dengan kebutuhan dan harapan
mereka, dan menjamin pelaksanaan kegiatan tepat sasaran dan tepat
waktu.
 Kejelasan informasi yang disampaikan perlu dievaluasi, yaitu
evaluasi terhadap penerimaan informasi oleh sasaran dan pemberian
informasi yang dilaksanakan Puskesmas.
 Keberhasilan pelaksanaan kegiatan UKM Puskesmas tergantung
pada peran aktif masyarakat, kelompok masyarakat, keluarga, dan
individu yang menjadi sasaran.
 Agar sasaran berperan aktif dalam kegiatan UKM, maka pelaksanaan
kegiatan UKM perlu mempertimbangkan kondisi sosial, tata nilai
budaya masyarakat sebagai dasar untuk menetapkan metode dan
teknologi yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan UKM.
 Akses sasaran terhadap kegiatan perlu dievaluasi dan ditindaklanjuti
untuk perbaikan dalam mempermudah akses dan penyediaan
kegiatan UKM.
 Kemudahan akses bagi sasaran adalah kejelasan prosedur/tahapan
dan tidak berbelit-belit dalam pelaksanaan kegiatan UKM.
 Metode adalah cara yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan.
Contoh: Ceramah, diskusi, pembinaan, kunjungan rumah dan lain
sebagainya. Teknologi adalah media/audio visual aid yang digunakan
dalam pelaksanaan kegiatan. Contoh: Lembar balik, model, LCD, film
dan lain sebagainya.
 Untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan sasaran
kegiatan diperlukan umpan balik dari masyarakat dan sasaran
kegiatan untuk melakukan penyesuaian dan perbaikan-perbaikan
dalam pelaksanaan kegiatan UKM Puskesmas.
 Umpan balik dapat diperoleh secara langsung maupun tidak
langsung dari masyarakat, kelompok masyarakat, dan sasaran
kegiatan UKM.
 Masyarakat, kelompok masyarakat, dan sasaran program dapat
menyampaikan keluhan secara langsung maupun tidak langsung
kepada Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan
pelaksana kegiatan UKM.
 Keluhan dan umpan balik ditindak lanjuti dengan pembahasan atau
pertemuan konsultatif dengan tokoh masyarakat, kelompok
masyarakat, masyarakat atau individu yang merupakan sasaran
melalui forum-forum yang ada, misalnya badan penyantun
Puskesmas, konsil kesehatan masyarakat dan forum-forum
komunikasi yang lain.
 Kepala Puskesmas, penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan
dan pelaksana kegiatan UKM membahas umpan balik dan keluhan
sebagai bahan untuk melakukan perbaikan dalam perencanaan dan
pelaksanaan kegiatan UKM.

Elemen Penilaian:
1. Informasi tentang kegiatan UKM Puskesmas, tujuan, pentahapan,
dan jadwal kegiatan disampaikan kepada kelompok masyarakat,
masyarkat, sasaran, Lintas program dan lintas sektor terkait. (D,W)
2. Pelaksanaan kegiatan dilakukan dengan metode dan teknologi yang
dikenal oleh masyarakat atau sasaran. (D,W)
3. Umpan balik/keluhan dari masyarakat, kelompok masyarakat, dan
sasaran diidentifikasi dan ditindaklanjuti. (D,W)
4. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap kejelasan akses informasi,
akses kegiatan UKM, dan akses untuk menyampaikan umpan balik
dan keluhan terhadap kegiatan UKM.(D,W)

Standar
Pelayanan UKM dilaksanakan sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang
ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundangan-
undangan.
Pelayanan UKM dilaksanakan dengan memperhatikan kebutuhan
sasaran yang mengacu pada peraturan/ kebijakan,
pedoman/panduan, dan prosedur yang disusun berdasar ketentuan
peraturan perundangan-undangan.

Kriteria
Kebijakan, pedoman/ panduan, kerangka acuan dan prosedur pengelolaan
pelayanan UKM Puskesmas yang menjadi acuan dalam pengelolaan
dan pelaksanaan kegiatan ditetapkan, dikendalikan dan
didokumentasikan. (lihat juga KMP : 1.6.7 dan 1.6.8)

Pokok Pikiran:
 Kebijakan, pedoman/ panduan, kerangka acuan dan prosedur yang
menjadi acuan dalam pengelolaan dan pelaksanaan kegiatan UKM
Puskesmas tersedia di Puskesmas.
 Penyusunan kebijakan, pedoman/ panduan, kerangka acuan dan
prosedur mengacu pada ketentuan peraturan perundangan dan
pedoman-pedoman yang merupakan dokumen eksternal dan harus
tersedia.
 Format-format dokumen yang digunakan dalam pengelolaan dan
pelaksanaan pelayanan UKM Puskesmas harus ditetapkan dan
seragam untuk satu Puskesmas (lihat juga KMP: 1.6.7)
 Kegiatan pengelolaan dan pelaksanaan UKM Puskesmas mengacu
pada rencana pelaksanaan kegiatan yang sudah ditetapkan dalam
rangka mencapai indikator kinerja dan indikator mutu yang telah
ditetapkan termasuk upaya dalam rangka mendukung Program
Prioritas Nasional seperti penurunan AKI dan AKN, pencegahan dan
penurunan stunting, peningkatan cakupan dan kualitas imunisasi,
penanggulangan TB, dan pengendalian Penyakit Tidak Menular.
 Catatan hasil pengelolaan dan pelaksanaan pelayanan UKM
Puskesmas harus dikendalikan. Pengendalian dokumen meliputi:
penomoran, tanggal terbit, catatan tentang revisi, pemberlakuan, dan
tanda tangan Kepala Puskesmas.
 Kebijakan, pedoman/ panduan, kerangka acuan dan prosedur yang
disusun, dapat dikaji ulang dan direvisi bila diperlukan sesuai
dengan kebutuhan dan bila terjadi perubahan kebijakan pemerintah.
 Pedoman/panduan adalah kumpulan ketentuan dasar yang memberi
arah langkah-langkah yang harus dilakukan.
 Pedoman merupakan dasar untuk menentukan dan melaksanakan
kegiatan.
 Panduan adalah petunjuk dalam melakukan kegiatan, sehingga
dapat diartikan pedoman mengatur beberapa hal, sedangkan
panduan hanya mengatur 1 (satu) kegiatan.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan, prosedur dan kerangka acuan yang menjadi
acuan dalam pengelolaan dan pelaksanaan pelayanan UKM
Puskesmas.(R)
2. Tersedia Peraturan Perundangan dan Pedoman Eskternal yang
menjadi acuan dalam pelaksanaan pelayanan UKM Puskesmas
sebagai dokumen eksternal yang dikendalikan. (D)
3. Peraturan, kebijakan, prosedur, dan format-format dokumen
pelayanan UKM yang digunakan dan dikendalikan sesuai dengan
pedoman pengendalian dokumen yang sudah ditetapkan. (D)
4. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap regulasi yang menjadi
acuan dalam pengelolaan dan pelaksanaan kegiatan UKM Puskesmas
(D.W)

Standar
Penggerakan dan Pelaksanaan Pelayanan UKM dilakukan dan
dikoordinasikan dengan melibatkan lintas program dan lintas
sektor terkait.
Penggerakan dan Pelaksanaan Pelayanan UKM dilakukan sesuai
dengan kebijakan, pedoman/ panduan, prosedur, dan kerangka
acuan yang disusun dan dikoordinasikan melalui forum lokakarya
mini bulanan dan triwulan.

Kriteria
Dilakukan komunikasi dan koordinasi yang jelas dalam pengelolaan pelayanan
UKM Puskesmas (lihat juga KMP : 1.6.4 dan 1.6.6)

Pokok Pikiran:
 Keberhasilan pelaksanaan pelayanan UKM hanya dapat dicapai jika
dilakukan komunikasi dan koordinasi baik lintas program maupun
lintas sektor terkait mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan,
perbaikan dan evaluasi pelaksanaan kegiatan UKM.
 Berbagai mekanisme komunikasi dan koordinasi dapat dilakukan
antara lain melalui pertemuan-pertemuan, lokakarya mini, dan
penggunaan media/tekhnologi informasi.
 Kebijakan, prosedur dan kerangka acuan komunikasi dan koordinasi
dalam penyelenggaraan pelayanan UKM perlu ditetapkan dan
dijadikan acuan dalam pelaksanaan kegiatan UKM.
 Evaluasi komunikasi & koordinasi dilaksanakan sesuai dengan
mekanisme komunikasi & koordinasi yang ditetapkan

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan, panduan, dan prosedur komunikasi dan
koordinasi. (R)
2. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM Puskesmas melakukan komunikasi dan koordinasi
kepada lintas program dan lintas sektor terkait sesuai kebijakan,
panduan dan prosedur yang ditetapkan. (D,W)
3. Dilakukan evaluasi dan tindaklanjut terhadap mekanisme
komunikasi dan koordinasi yang sudah dilaksanakan (D.W).

Standar
Pelayanan UKM dilaksanakan dengan metode pembinaan secara
berjenjang agar efisien dan efektif dalam mencapai tujuan yang
ditetapkan.
Pelayanan UKM dilaksanakan dengan metode pembinaan secara
berjenjang untuk mengidentifikasi masalah dan hambatan,
menganalisis penyebab masalah dan merencanakan tindak lanjut.

Kriteria
Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM
Puskesmas bertanggung jawab terhadap pencapaian tujuan,
pencapaian kinerja, pelaksanaan kegiatan UKM, dan penggunaan
sumber daya,

Pokok Pikiran:
 Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan kegiatan UKM
Puskesmas mempunyai kewajiban untuk memberikan arahan dan
dukungan bagi pelaksana kegiatan dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawab. Arahan dapat dilakukan dalam bentuk pembinaan,
pendampingan, pertemuan-pertemuan, maupun konsultasi dalam
pelaksanaan kegiatan UKM.
 Pembinaan penanggungjawab UKM Puskesmas kepada koordinator
pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM meliputi pemahaman
pelaksanaan kegiatan dan penyelesaian masalah dalam pelaksanaan
kegiatan UKM.
 Pembinaan juga dilakukan untuk menganalisis permasalahan dan
hambatan dalam pelaksanaan kegiatan UKM.
 Dalam melaksanakan analisis terhadap masalah dan hambatan
pelaksanaan kegiatan UKM, Penanggung jawab UKM, koordinator
pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM Puskesmas mengidentifikasi
masalah dan hambatan, menganalisis penyebab masalah dan
merencanakan tindak lanjut untuk perbaikan kegiatan UKM.
Elemen Penilaian:
1. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM Puskesmas melakukan pembinaan kepada koordinator
pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM secara periodik sesuai
dengan jadwal yang disepakati.(D,W) (lihat juga KMP : 1.6.4; UKM :
2.2.1 dan 2.2.2)
2. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM Puskesmas mengidentifikasi permasalahan dan
hambatan dalam pelaksanaan kegiatan UKM, (D,W)
3. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM Puskesmas melakukan analisis penyebab masalah dan
hambatan, dan merencanakan tindak lanjut untuk mengatasi
masalah dan hambatan dalam pelaksanaan kegiatan UKM.(D,W)
4. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM melaksanakan tindak lanjut untuk mengatasi masalah
dan hambatan dalam pelaksanaan kegiatan UKM.(D,W)

Standar
Pelaksanaan pelayanan UKM diperkuat dengan PIS PK Pelaksanaan
pelayanan UKM diperkuat dengan PIS PK dalam upaya mewujudkan
keluarga sehat dan masyarakat sehat melalui
pengorganisasian masyarakat dengan terbentuknya upaya-
upaya kesehatan berbasis masyarakat (UKBM) dan Gerakan
Masyarakat Hidup Sehat (Germas).

Kriteria
Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM
bersama dengan Tim Pembina Keluarga melaksanakan pemetaan dan
intervensi kesehatan berdasarkan permasalahan keluarga sesuai
dengan jadwal yang sudah disepakati.

Pokok Pikiran:
 Kegiatan Kunjungan Keluarga yang dilaksanakan oleh Tim Pembina
Keluarga digunakan untuk menyampaikan Komunikasi Informasi
dan Edukasi kepada keluarga sebagai intervensi awal dan
didokumentasikan.
 Dokumentasi hasil kunjungan keluarga dilakukan dengan dientry
pada aplikasi keluarga sehat dan atau pada profil keluarga sehat
(Prokesga).
 Dokumentasi hasil kunjungan dapat berupa hasil intervensi awal
dan hasil intervensi lanjut.
 Dokumentasi hasil kunjungan awal dan hasil intervensi
(pemutakhiran/update) dokumentasi dilakukan oleh tim data
Puskesmas (admin dan surveior). ( Lihat juga KMP : 1.6.11)
 Tim pembina keluarga menyampaikan informasi dan laporan hasil
kunjungan keluarga serta berkoordinasi dengan penanggung jawab
UKM dan koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM agar
dapat dilakukan analisis dan intervensi lanjut
 Tim Pembina keluarga adalah tenaga kesehatan Puskesmas yang
dibentuk oleh Kepala Puskesmas melalui Surat Keputusan Kepala
Puskesmas.
 Kegiatan UKM melalui PISPK sebagai bentuk intervensi dilaksanakan
sesuai dengan jadwal yang disepakati dengan masyarakat yang
menjadi sasaran. (Lihat juga UKM : 2.1.2)

Elemen Penilaian :
1. Dibentuk Tim Pembina Keluarga, tenaga administrasi dan surveyor
dengan uraian tugas yang jelas. (R)
2. Tim Pembina Keluarga melakukan kunjungan keluarga dan
intervensi awal yang telah direncanakan melalui proses persiapan,
dan didokumentasikan. (D,W)
3. Tim Pembina Keluarga melakukan penghitungan indeks keluarga
sehat (IKS) pada tingkat keluarga, RT, RW, desa/kelurahan, dan
Puskesmas secara manual atau secara elektronik (dengan Aplikasi
Keluarga Sehat). (D)
4. Tim Pembina Keluarga menyampaikan informasi masalah kesehatan
kepada Kepala Puskesmas, Penanggung jawab UKM, koordinator
pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM untuk bersama-sama
melakukan analisis hasil kunjungan keluarga. (D,W)
5. Tim Pembina Keluarga bersama Penanggung jawab UKM, koordinator
pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM menyusun intervensi lanjut
kepada keluarga sesuai permasalahan kesehatan pada tingkat
keluarga.(D,W)
6. Penanggungjawab UKM mengkoordinir pelaksanaan intervensi lanjut.
(D,W)
7. Koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM melaksanakan
intervensi lanjut dan melaporkan hasil yang telah dilaksanakan
kepada tim pembina keluarga dan selanjutnya dilakukan
pemuktahiran/update dokumentasi. (D, W)

Kriteria
Intervensi lanjut ditujukan pada wilayah kerja Puskesmas berdasarkan
permasalahan yang sudah dipetakan dan dilaksanakan terintegrasi
dengan pelayanan UKM Puskesmas.

Pokok Pikiran:
 Untuk melaksanakan intervensi lanjut tingkat wilayah diperlukan
penyusunan rencana berdasarkan pemetaan wilayah kerja
Puskesmas, baik yang spesifik terhadap RT, RW, desa/kelurahan
ataupun yang secara wilayah kerja Puskesmas.
 Penyusunan rencana intervensi lanjut terintegrasi dengan lintas
program dan dapat melibatkan lintas sektor terkait, didasarkan pada
analisis IKS awal.
 Intervensi sesuai dengan hasil analisis dan pemetaan antara lain
dilakukan melalui kegiatan UKM (termasuk yang bersifat inovatif),
pengorganisasian masyarakat dalam bentuk UKBM dan Germas.
 Perlu dilakukan perbaikan dan evaluasi pelaksanaan intervensi
lanjutan oleh Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan
pelaksana kegiatan UKM agar permasalahan yang terjadi dalam
pelaksanaan PIS PK dapat segera ditindaklanjuti.
 Tindak lanjut dilaksanakan sebagai bagian terintegrasi dalam
kegiatan pelayanan UKM Puskesmas.
 Perbaikan dan evaluasi PIS PK di tingkat Puskesmas dilaksanakan
mulai dari tahap persiapan pelaksanaan, pelaksanaan kunjungan
keluarga dan intervensi awal, pelaksanaan analisis indeks keluarga
sehat (IKS) awal, pelaksanaan intervensi lanjut dan analisis
perubahan IKS.
 Rencana intervensi lanjut terintegrasi dengan rencana pelaksanaan
kegiatan masing-masing pelayanan UKM Puskesmas.
 Dalam perbaikan dan evaluasi dilaksanakan proses verifikasi yang
bertujuan untuk menjamin kebenaran serta keakuratan pelaksanaan
PIS PK sesuai dengan hasil pelatihan serta informasi kondisi
kesehatan setiap keluarga yang ada pada prokesga atau aplikasi
dapat dipertanggungjawabkan.

Elemen Penilaian :
1. Tim pembina keluarga bersama dengan penanggung jawab UKM
melakukan analisis IKS awal dan pemetaan masalah di tiap
tingkatan wilayah, sebagai dasar dalam menyusun rencana
intervensi lanjut secara terintegrasi lintas program dan dapat
melibatkan lintas sektor terkait (D, W)
2. Rencana intervensi lanjut dikomunikasikan dan dikoordinasikan
dalam lokakarya mini bulanan dan lokakarya triwulan Puskesmas.
(D,W)
3. Dilaksanakan intervensi lanjutan sesuai dengan rencana yang
disusun (D,W)
4. Penanggungjawab UKM Puskesmas berkoordinasi dengan
Penanggung jawab UKPP, Penanggungjawab Jaringan dan Jejaring
Pelayanan Puskesmas melakukan perbaikan pelaksanaan intervensi
lanjutan yang dilakukan (D,W)
5. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut perbaikan pada setiap tahapan
PIS PK antara lain melalui supervisi, laporan, lokakarya mini dan
pertemuan-pertemuan penilaian kinerja.(D,W)

Kriteria
Pelaksanaan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) sebagai bagian dari
intervensi lanjut terhadap masalah-masalah kesehatan

Pokok pikiran
 Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) adalah suatu tindakan
sistematis dan terencana yang dilakukan secara bersama-sama oleh
seluruh komponen bangsa dengan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan berperilaku sehat untuk meningkatkan kualitas hidup.
 Kegiatan Germas merupakan bagian terintegrasi dari intervensi
lanjut terhadap masalah-masalah kesehatan yang diidentifikasi
dalam mewujudkan perilaku hidup bersih dan sehat yang dapat
dilihat dari perubahan IKS tingkat keluarga dan wilayah yang
semakin membaik.
 Germas bertujuan agar masyarakat terjaga kesehatan, tetap
produktif, hidup dalam lingkungan yang bersih, ditandai dengan
kegiatan-kegiatan sebagai berikut : peningkatan edukasi hidup sehat,
peningkatan kualitas lingkungan, peningkatan pencegahan dan
deteksi dini penyakit, penyediaan pangan sehat dan percepatan
perbaikan gizi, peningkatan perilaku hidup sehat dan peningkatan
aktivitas fisik.
 Sasaran Germas adalah sasaran untuk masing-masing kegiatan
Germas, yaitu seluruh lapisan masyarakat, termasuk individu,
keluarga dan masyarakat untuk mempraktikkan pola hidup sehat
sehari-hari.
 Puskesmas berperan dalam mensukseskan Germas antara lain
melalui kegiatan-kegiatan: kampanye Germas, kampanye kawasan
tanpa rokok, konseling menyusui, kampanye ASI eksklusif,
sosialisasi gemar beraktivitas fisik, deteksi dini kanker payudara dan
kanker leher rahim, dan kegiatan-kegiatan lain untuk mendukung
suksesnya Germas. Germas merujuk pada Inpres no.1 tahun 2017
tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat
 Kegiatan-kegiatan tersebut direncanakan dengan kejelasan jenis
kegiatan, indikator untuk tiap kegiatan, dan terintegrasi dalam
kegiatan UKM Puskesmas.

Elemen Penilaian :
1. Ditetapkannya sasaran Germas dalam pelaksanaan kegiatan UKM
Puskesmas oleh Kepala Puskesmas. (R)
2. Dilaksanakan perencanaan Germas secara terintegrasi dalam
kegiatan UKM Puskesmas. (D,O,W)
3. Dilakukan upaya pelaksanaan Germas yang melibatkan lintas
program dan lintas sektor terkait untuk mewujudkan perubahan
perilaku sasaran Germas. (D,W)
4. Dilakukan pemberdayaan masyarakat, keluarga dan individu dalam
mewujudkan gerakan masyarakat hidup sehat yang ditandai dengan
semakin membaiknya IKS tingkat keluarga dan wilayah. (D,W)
5. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan gerakan
masyarakat hidup sehat. (D,W)

Standar
Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian Kinerja pelayanan UKM
Puskesmas dilakukan dengan menggunakan indikator kinerja

Pengawasan, pengendalian dan penilaian kinerja dilakukan untuk


menilai efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pelayanan,
kesesuaian dengan rencana, dan pemenuhan terhadap kebutuhan
dan harapan masyarakat. Pengawasan, pengendalian, penilaian
kinerja pelayanan UKM dilaksanakan dalam bentuk pemantauan dan
supervisi pelaksanaan kegiatan pelayanan UKM dengan
menggunakan indikator kinerja UKM (lihat juga KMP : 1.8.1)

Kriteria
Kepala Puskesmas menetapkan kebijakan dan prosedur pengawasan dan
pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan UKM (lihat juga KMP :
1.8.1)
Pokok Pikiran:
 Pengawasan dan pengendalian dapat dilakukan dalam bentuk
pemantauan dan /atau supervisi secara periodik untuk ditindak
lanjuti dalam upaya perbaikan.
 Pemantauan dan supervisi proses pelaksanaan pelayanan UKM
Puskesmas perlu dilakukan secara periodik oleh Kepala Puskesmas
dan Penanggung jawab UKM Puskesmas untuk menjaga agar
pelaksanaan kegiatan sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang
sudah ditetapkan.
 Agar sasaran dan tujuan pelaksanaan kegiatan yang telah ditetapkan
dicapai dengan optimal, maka perlu ditetapkan kebijakan yang
mengatur pemantauan dan supervisi pelaksanaan kegiatan UKM
sampai dengan pelaporannya.
 Pemantauan dan supervisi pelaksanaan kegiatan meliputi sasaran,
waktu, tempat, dan metode kegiatan.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pengawasan dan pengendalian
terhadap pelaksanaan dan capaian kegiatan pelayanan UKM
Puskesmas. (R)
2. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap hasil pelaksanaan
pengawasan dan pengendalian pelayanan UKM (D.W)

Kriteria
Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab UKM Puskesmas melakukan
supervisi untuk mengendalikan pelaksanaan pelayanan UKM
Puskesmas secara periodik.

Pokok Pikiran:
 Perbaikan terhadap pelaksanaan pelayanan UKM Puskesmas perlu
dilakukan melalui pelaksanaan supervisi yang disusun secara
periodik dengan jadwal yang jelas (lihat juga KMP : 1.6.4; UKM : 2.2.1;
dan 2.2.2)
 Rencana dan jadwal kegiatan supervisi perlu diinformasikan kepada
koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM Puskesmas,
sehingga pelaksana dapat mempersiapkan diri.
 Kepala Puskesmas dan Penanggungjawab UKM Puskesmas
melaksanakan kegiatan supervisi dan bersama koordinator
pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM Puskesmas merencanakan
tindak lanjut perbaikan dalam pengelolaan dan pelaksanaan kegiatan
UKM Puskesmas.
 Kepala Puskesmas dan Penanggung Jawab (PJ) UKM
memberitahukan kepada Koordinator Pelayanan terhadap rencana
pelaksnaan kegiatan pengawasan dan pengendalian
 Supervisi adalah pengawasan terhadap proses, kegiatan dan
pelaksana kegiatan yang sedang melaksanakan kegiatan.
 Tahapan pelaksanaan supervisi sebagai berikut:
a) Penyusunan jadwal kegiatan supervisi diinformasikan kepada
koordinator dan pelaksana kegiatan UKM Puskesmas agar dapat
menyiapkan bahan yang diperlukan.
b) Bahan persiapan adalah analisis secara mandiri terhadap tugas
yang akan disupervisi meliputi jadwal, KAK, dan SOP kegiatan.
c) Supervisi dilakukan oleh Kepala Puskesmas bersama
Penanggung Jawab UKM yang dilaksanakan secara langsung di
tempat kegiatan.
d) Jika ditemukan ketidaksesuaian atau hambatan dalam
pelaksanaan kegiatan pelayanan UKM, maka dilakukan
pembahasan dan tindaklanjut perbaikan

Elemen Penilaian:
1. Penanggung Jawab UKM menyusun kerangka acuan dan jadwal
supervisi pelaksanaan pelayanan UKM Puskesmas yang
diinformasikan kepada koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM . (R)
2. Koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM Puskesmas
melaksanakan analisis mandiri terhadap proses pelaksanaan
kegiatan UKM Puskesmas sebelum supervisi dilakukan. (D,W)
3. Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab UKM Puskesmas
melakukan supervisi sesuai dengan kerangka acuan kegiatan
supervisi dan jadwal yang disusun. (D,W)
4. Koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM menindaklanjuti
hasil supervisi dengan tindakan perbaikan sesuai dengan
permasalahan yang ditemukan. (D,W)

Kriteria
Penanggung jawab UKM wajib melakukan pemantauan dalam upaya
perbaikan pelaksanaan kegiatan UKM sesuai dengan jadwal yang
sudah disusun agar dapat mengambil langkah tindak lanjut untuk
perbaikan. (lihat juga KMP :1.6.4; UKM : 2.2.1 dan 2.2.2)

Pokok Pikiran:
 Permasalahan atau ketidaksesuaian yang dihadapi dalam
pelaksanaan kegiatan UKM terkait dengan waktu, tempat, akses
sasaran, pelaksana dan metode serta teknologi yang digunakan
dalam pelaksanaan kegiatan dapat menyebabkan terjadinya
perubahan jadwal pelaksanaan kegiatan UKM.
 Pemantauan terhadap pelaksanaan kegiatan UKM sesuai jadwal yang
disusun pada bulan sebelumnya digunakan untuk menuntaskan
penyelenggaraan pelayanan UKM Puskesmas sesuai dengan rencana
pelaksanaan kegiatan yang disusun.
 Pelaksanaan pembahasan kesesuaian dilaksanakan dalam Lokakarya
Mini bulanan untuk menghasilkan jadwal pelaksanaan kegiatan pada
bulan berikutnya, dan dalam lokakarya mini triwulan untuk
memantau peran lintas sektor terkait dalam pelaksanaan pelayanan
UKM.
 Rencana pelaksanaan kegiatan yang sedang dilaksanakan dapat
direvisi bila perlu, sesuai dengan perubahan kebijakan pemerintah
dan/atau perubahan kebutuhan masyarakat atau sasaran, serta
usulan-usulan perbaikan yang rasional.
 Perbaikan terhadap jadwal pelaksanaan kegiatan dilakukan setiap
bulan dan menjadi bagian dari pembahasan dalam lokakarya mini
bulanan Puskesmas.
 Pergeseran jadwal bisa terjadi antar bulan atau dengan
melaksanakan perbaikan terhadap komponen jadwal seperti tempat,
waktu, sasaran kegiatan, pelaksana, serta metode dan teknologi.
 Perubahan rencana pelaksanaan kegiatan dimungkinkan apabila
terjadi perubahan kebijakan pemerintah dan/atau perubahan
kebutuhan masyarakat dan sasaran, maupun hasil perbaikan dan
pencapaian kinerja. Perubahan rencana kegiatan memperhatikan
usulan-usulan dari pelaksana, lintas program, dan lintas sektor
terkait.
 Perubahan terhadap rencana tahunan harus dilakukan dengan
alasan yang tepat sebagai upaya pencapaian yang optimal dari
kinerja.

Elemen Penilaian:

1. Dilakukan pemantauan kesesuaian pelaksanaan kegiatan terhadap


kerangka acuan dan jadwal kegiatan pelayanan UKM. (D, W)
2. Dilakukan pembahasan terhadap hasil pemantauan dan hasil
capaian kegiatan pelayanan UKM oleh Kepala Puskesmas,
Penanggung jawab UKM Puskesmas, koordinator pelayanan dan
pelaksana kegiatan UKM dalam lokakarya mini bulanan dan
lokakarya mini triwulan. (D,W)
3. Penanggung jawab UKM Puskesmas, koordinator pelayanan dan
pelaksana melakukan tindak lanjut perbaikan berdasarkan hasil
pemantauan. (D,W)
4. Kepala Puskesmas dan PJ UKM bersama Lintas Program dan Lintas
Sektor terkait melakukan penyesuaian rencana kegiatan berdasarkan
hasil perbaikan dan dengan tetap mempertimbangkan kebutuhan
dan harapan masyarakat atau sasaran.(D,W)
5. Penanggung jawab UKM Puskesmas menginformasikan penyesuaian
rencana kegiatan kepada koordinator pelayanan, pelaksanan
kegiatan, sasaran kegiatan, lintas program dan lintas sektor terkait.
(D,W)

Kriteria
Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM
Puskesmas melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan
uraian tugas (lihat juga KMP: 1.5.1. dan 1.5.5)

Pokok Pikiran:
 Penanggungjawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai
dengan uraian tugas yang telah ditetapkan.
 Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, Penanggung
jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM
berpedoman pada kebijakan dan prosedur agar dapat mencapai hasil
kinerja yang diharapkan.
 Pelaksanaan tugas sesuai dengan uraian tugas memberikan jaminan
hukum bagi Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan
pelaksana kegiatan UKM.
 Uraian Tugas yang dimaksud adalah uraian tugas pelaksanaan
pelayanan UKM
Elemen Penilaian:
1. Kepala Puskesmas melakukan pemantauan terhadap Penanggung
jawab UKM dalam melaksanakan tugas berdasarkan uraian tugas.
(D,W)
2. Penanggung jawabUKM Puskesmas melakukan pemantauan
terhadap koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM dalam
melaksanakan tugas berdasarkan uraian tugas.(D,W)
3. Jika terjadi penyimpangan terhadap pelaksanaan uraian tugas oleh
Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM Puskesmas, Kepala Puskesmas melakukan tindak
lanjut terhadap hasil perbaikan .(D,W)
4. Jika terjadi penyimpangan terhadap pelaksanaan uraian tugas oleh
koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan, Penanggung jawab
UKM Puskesmas melakukan tindak lanjut terhadap hasil
perbaikan .(D,W)

Kriteria
Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab UKM melakukan upaya perbaikan
terhadap hasil penilaian capaian kinerja (lihat juga PMP : 5.1.5)

Pokok Pikiran :
 Adanya ketetapan tentang indikator capaian kinerja kegiatan
pelayanan UKM yang disusun berdasar Standar Pelayanan Minimal,
Kebijakan/Pedoman dari Kementerian Kesehatan, Kebijakan/
Pedoman dari Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kebijakan/Pedoman
dari Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota dan kebijakan
Puskesmas untuk masing- masing kegiatan UKM. ( lihat juga KMP :
1.1.5 dan 1.8.1)
 Kegiatan pengumpulan hasil data capaian kinerja pelayanan UKM
yang tercantum dalam laporan pelaksanaan pelayanan UKM
disampaikan kepada penanggungjawab UKM setiap bulan dengan
tetap memperhatikan periodisasi pembuatan dan pengumpulan
laporan. ( Lihat juga KMP : 1.6.11 tentang manajemen data dan
informasi)
 Penanggung jawab UKM dan koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM melakukan analisis terhadap capaian kinerja
berdasarkan indikator kinerja dan indikator mutu pelayanan UKM
yang telah dikumpulkan untuk melihat pencapaian kinerja sesuai
dengan target yang telah ditetapkan. (Lihat juga KMP : 1.1.1 dan
1.1.3; dan PMP: 5.1.2).
 Hasil analisis capaian kinerja pelayanan UKM dibahas bersama
dengan lintas program.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan indikator kinerja dan indikator mutu pelayanan UKM. (R)
2. Koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM melakukan
pengumpulan data capaian indikator kinerja dan indikator mutu
pelayanan UKM setiap bulannya yang disertai dengan analisinya.
(D,W)
3. Penanggung Jawab UKM dan Koordinator pelayanan serta pelaksana
kegiatan melakukan pembahasan terhadap capaian kinerja bersama
dengan lintas program. (D,W)
4. Disusun rencana tindaklanjut berdasarkan hasil pembahasan
capaian kinerja pelayanan UKM. (D,W)
5. Dilakukan pelaporan data capaian kinerja beserta analisis dan
rencana tindaklanjut kegiatan UKM kepada Dinas Kesehatan Daerah
Kabupaten/Kota. (D)
6. Ada bukti umpan balik (feedback) dari Dinas Kesehatan Daerah
Kabupaten/kota berupa laporan upaya perbaikan terhadap capaian
kinerja pelayanan UKM Puskesmas (D)
7. Dilakukan tindak lanjut terhadap umpan balik laporan pelayanan
UKM dari Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota. (D)

Kriteria
Penilaian kinerja terhadap penyelenggaraan pelayanan UKM dilaksanakan
secara periodik untuk menunjukan akuntabilitas dalam pengelolaan
pelayanan UKM. (Lihat juga KMP :1.8.1)

Pokok Pikiran:
 Kepala Puskesmas, Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan
dan pelaksana kegiatan UKM bertanggungjawab dalam
membudayakan perbaikan kinerja secara berkesinambungan,
konsisten dengan visi, misi dan tujuan Puskesmas.
 Kepala Puskesmas bersama Penanggung Jawab UKM, koordinator
pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM menetapkan kebijakan dan
prosedur penilaian kinerja pelayanan UKM
 Kepala Puskesmas bersama Penanggung jawab UKM perlu
melakukan penilaian terhadap kinerja pelayanan UKM secara
periodik.
 Penilaian kinerja dimaksudkan untuk menunjukan akuntabilitas
dalam pengelolaan dan pelaksanaan UKM Puskesmas dan melakukan
perbaikan jika hasil penilaian kinerja tidak mencapai target yang
diharapkan.
 Penilaian tersebut dilakukan dalam rapat Kepala Puskesmas
bersama dengan Penanggungjawab UKM Puskesmas, koordinator
pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan Kebijakan dan prosedur tentang penilaian kinerja dalam
penyelenggaraan pelayanan UKM secara berkesinambungan (R).
2. Kepala Puskesmas, Penanggung Jawab UKM , Koordinator pelayanan
dan pelaksana kegiatan UKM melakukan pembahasan penilaian
kinerja paling sedikit dua kali setahun (D,W)
3. Disusun rencana tindak lanjut terhadap hasil pembahasan penilaian
kinerja pelayanan UKM (D,W).
4. Hasil penilaian kinerja dilaporkan kepada dinas kesehatan daerah
kabupaten/kota (D)
5. Ada bukti umpan balik (feedback) dari Dinas Kesehatan Daerah
Kabupaten/kota terhadap laporan hasil penilaian kinerja pelayanan
UKM (D)
6. Hasil umpan balik (feedback) dari dinas kesehatan daerah
kabupaten/kota ditindaklanjuti. (D)

Bab 3 . Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Perseorangan dan Penunjang


(UKPP)

Standar
Hak dan Kewajiban
Hak dan Kewajiban Pasien diperhatikan dan dipenuhi
oleh penyelenggara pelayanan kesehatan

Kriteria
Hak dan kewajiban pasien, keluarga, dan petugas dipertimbangkan
dan diinformasikan pada saat pendaftaran (Lihat juga UKPP : 3.2.1;
3.3.6 dan 3.6.2)

Pokok Pikiran:
 Kepala Puskesmas bertanggung jawab dalam penetapan dan
pelaksanaan kebijakan pemberian pelayanan kepada pasien yang
melindungi hak pasien dan keluarga. Seluruh karyawan harus
mengetahui dan mengerti hak dan kewajiban pasien dan keluarga,
serta hak dan kewajiban sebagai karyawan Puskesmas dalam
memberikan pelayanan sesuai dengan undang-undang dan
peraturan yang berlaku. Kepala Puskesmas dan penanggung jawab
pelayanan klinis wajib mengarahkan dan memastikan bahwa seluruh
petugas bertanggung jawab dalam pelaksanaan perlindungan hak
dan pemenuhan kewajiban dalam pelayanan pasien. Untuk
melindungi secara efektif dan mengedepankan hak pasien, Kepala
Puskesmas dan penanggung jawab pelayanan klinis bekerja sama
dan berusaha memahami tanggung jawab mereka dalam
hubungannya dengan komunitas yang dilayani, sedangkan petugas
yang melayani dijamin akan memperoleh hak dan melaksanakan
kewajibannya sebagaimana ditetapkan.
 Hak pasien dan keluarga merupakan salah satu elemen dasar dari
proses pelayanan di Puskesmas, yang melibatkan petugas pasien dan
keluarga. Kebijakan dan prosedur harus ditetapkan dan
dilaksanakan untuk menjamin bahwa petugas Puskesmas yang
terkait dalam pelayanan pasien memberi respons terhadap hak
pasien dan keluarga, ketika mereka melayani pasien. Hak pasien
tersebut perlu dipahami baik oleh pasien maupun oleh petugas yang
memberikan pelayanan, oleh karena itu pasien perlu mendapatkan
informasi tentang hak dan kewajiban pasien sejak proses
pendaftaran.
 Hak dan kewajiban meliputi :
Hak-hak pasien meliputi:
(1) memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan
tanpa diskriminasi;
(2) memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan
standar profesi dan standar prosedur operasional;
(3) memperoleh pelayanan yang efektif dan efisien sehingga
pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi;
(4) memilih dokter dan dokter gigi serta kelas perawatan sesuai
dengan keinginannya dan peraturan yang berlaku di
Puskesmas;
(5) meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada
dokter dan dokter gigi lain yang mempunyai Surat Izin Praktik
(SIP) baik di dalam maupun di luar Puskesmas;
(6) mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang
diderita termasuk data-data medisnya; ( Lihat juga KMP :
1.6.12)
(7) mendapatkan informasi yang meliputi diagnosis dan tata
cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternative
tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi,
dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan sertya
perkiraan biaya pengobatan;
(8) memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang
akan dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap
penyakit yang dideritanya;
(9) didampingi keluarganya dalam keadaan kritis;
(10) menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang
dianutnya selama hal tersebut tidak mengganggu pasien
lainnya;
(11) memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama
dalam perawatan di Puskesmas;
(12) mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan
Puskesmas terhadap dirinya;
(13) menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai
dengan agama dan kepercayaan yang dianut;
(14) mendapatkan perlindungan atas rahasia kedokteran
termasuk kerahasiaan rekam medik;
(15) mendapatkan akses terhadap isi rekam medis;
(16) memberikan persetujuan atau menolak untuk menjadi bagian
dalam suatu penelitian kesehatan;
(17) menyampaikan keluhan atau pengaduan atas pelayanan
yang diterima;
(18) mengeluhkan pelayanan Puskesmas yang tidak sesuai
standar pelayanan melalui media cetak dan elektronik
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
(19) menggugat dan/atau menuntut Puskesmas apabila
Puskesmas diduga memberikan pelayanan yang tidak
sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana.

Kewajiban Pasien:
(1) mematuhi peraturan yang berlaku di Puskesmas;
(2) menggunakan fasilitas Puskesmas secara bertanggungjawab;
(3) menghormati hak-hak pasien lain, pengunjung dan hak
Tenaga Kesehatan serta petugas lainnya yang bekerja di
Puskesmas ;
(4) memberikan informasi yang jujur, lengkap dan
akurat sesuai kemampuan dan pengetahuannya tentang
masalah kesehatannya;
(5) memberikan informasi mengenai kemampuan finansial dan
jaminan kesehatan yang dimilikinya;
(6) mematuhi rencana terapi yang direkomendasikan oleh Tenaga
Kesehatan di Puskesmas dan disetujui oleh Pasien yang
bersangkutan setelah mendapatkan penjelasan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan;
(7) menerima segala konsekuensi atas keputusan pribadinya
untuk menolak rencana terapi yang direkomendasikan oleh
Tenaga Kesehatan dan/atau tidak mematuhi petunjuk yang
diberikan oleh Tenaga Kesehatan dalam rangka
penyembuhan penyakit atau masalah kesehatannya; dan
(8) memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur penyampaian hak dan kewajiban
pasien/keluarga selama proses pendaftaran dengan cara dan bahasa
yang dipahami oleh pasien dan/keluarga (R)
2. Hak dan kewajiban pasien diinformasikan selama proses pendaftaran
dengan cara dan bahasa yang dipahami oleh pasien dan/keluarga
sesuai regulasi. (D, O, W, S)

Kriteria
Seluruh petugas kesehatan memperhatikan dan menghargai
kebutuhan dan hak pasien selama pelaksanaan layanan. (lihat juga
UKPPBP : 3.2.1; 3.3.6 dan 3.6.2 )

Pokok Pikiran:
 Selama proses pelaksanaan layanan pasien, petugas kesehatan
harus memperhatikan dan menghargai kebutuhan dan hak pasien.
Kebutuhan dan keluhan pasien diidentifikasi selama proses
pelaksanaan layanan. Perlu ditetapkan kebijakan dan prosedur
untuk mengidentifikasi kebutuhan dan keluhan pasien/keluarga
pasien, menindaklanjuti, dan menggunakan informasi tersebut
untuk perbaikan.

Elemen Penilaian:
1. Pemberi asuhan memperhatikan hak pasien/keluarga termasuk tata
nilai dan kepercayaan pasien selama proses asuhan. (O,W)
2. Privasi pasien dan kebutuhan pasien akan privasi diidentifikasi dan
diperhatikan pada waktu melakukan anamnesis, pemeriksaan,
pelaksanaan asuhan, pemberian tindakan, dan
transportasi/pemindahan pasien. (D, O,W)
3. Pasien dimotivasi untuk berpartisipasi dalam proses asuhan. (O,W)
4. Pemberi asuhan melakukan kajian dan penanganan nyeri. (D,O,W)
5. Pasien diberi informasi tentang proses untuk menyampaikan keluhan
pasien/keluarga pasien (D,O,W)
6. Keluhan pasien diidentifikasi, dievaluasi dan ditindaklanjuti. (D,O,W)

Kriteria
Persetujuan tindakan medik diminta sebelum pelaksanaan tindakan
bagi yang membutuhkan persetujuan tindakan medik.

Pokok Pikiran:
 Salah satu cara melibatkan pasien dalam pengambilan keputusan
tentang pelayanan yang diterimanya adalah dengan cara memberikan
informed consent/informed choice. Setiap tindakan kedokteran yang
akan dilakukan terhadap pasien, harus mendapatkan persetujuan.
Untuk menyetujui/memilih tindakan, pasien harus diberi
penjelasan/konseling tentang hal yang berhubungan dengan
pelayanan yang direncanakan, karena diperlukan untuk suatu
keputusan persetujuan.
 Penjelasan tentang tindakan kedokteran minimal mencakup :
a) diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran
b) tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan
c) alternatif tindakan lainnya dan risikonya
d) risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi
e) prognosis terhadap tindakan yang dilakukan
f) perkiraan pembiayaan
 General consent atau Persetujuan Umum adalah pernyataan
kesepakatan yang diberikan oleh pasien terhadap peraturan fasilitas
kesehatan termasuk penjelasan tentang hak dan kewajiban pasien
 Informed Consent atau Persetujuan tindakan adalah persetujuan
yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat
penjelasan secara lengkap mengenai tindakan yang akan dilakukan
terhadap pasien
 lnformed consent dapat diperoleh pada berbagai titik waktu dalam
proses pelayanan. Misalnya, informed consent diperoleh ketika
pasien masuk rawat inap dan sebelum suatu tindakan atau
pengobatan tertentu yang berisiko. Proses persetujuan ditetapkan
dengan jelas oleh Puskesmas dalam kebijakan dan prosedur, yang
mengacu kepada undang-undang dan peraturan yang berlaku.
 Pasien dan keluarga dijelaskan tentang tes/tindakan, prosedur, dan
pengobatan mana yang memerlukan persetujuan dan bagaimana
mereka dapat memberikan persetujuan (misalnya, diberikan secara
lisan, dengan menandatangani formulir persetujuan, atau dengan
cara lain). Pasien dan keluarga memahami siapa yang dapat
memberikan persetujuan selain pasien. Petugas pelaksana tindakan
yang diberi kewenangan telah terlatih untuk memberikan penjelasan
kepada pasien dan mendokumentasikan persetujuan tersebut.
 Pasien atau mereka yang membuat keputusan atas nama pasien,
dapat memutuskan untuk tidak melanjutkan pelayanan atau
pengobatan yang direncanakan atau meneruskan pelayanan atau
pengobatan setelah kegiatan dimulai, termasuk menolak untuk
dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih memadai.
 Pemberi pelayanan wajib memberitahukan pasien dan keluarganya
tentang hak mereka untuk membuat keputusan, potensi hasil dari
keputusan tersebut dan tanggung jawab mereka berkenaan dengan
keputusan tersebut. Pasien dan keluarganya diberitahu tentang
alternatif pelayanan dan pengobatan.
 Yang dimaksud dengan alternatif pelayanan dan pengobatan adalah
alternatif lain dalam tindakan pelayanan maupun pengobatan
misalnya pasien diare menolak di infus maka pasien diedukasi agar
minum air dan oralit sesuai kondisi tubuh pasien

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur informed consent. (R)
2. Pasien/keluarga pasien memperoleh informasi mengenai tindakan
medis/pengobatan tertentu yang berisiko yang akan dilakukan
sebelum memberikan persetujuan atau penolakan termasuk
konsekuensi dari keputusan penolakan tersebut. (D)
3. Pelaksanaan informed consent dan general consent
didokumentasikan. (D)

Standar
Proses Pendaftaran Pasien dilaksanakan dengan memperhatikan
kebutuhan pelanggan dan keselamatan pasien.
Proses pendaftaran pasien memenuhi kebutuhan pelanggan dan
didukung oleh sarana dan lingkungan yang memadai.

Kriteria
Pendaftaran dilaksanakan dengan efektif dan efisien sesuai dengan
kebutuhan pelanggan, informasi tentang pendaftaran dan fasilitas
rujukan tersedia pada waktu pendaftaran.

Pokok Pikiran:
 Kebutuhan pasien perlu diperhatikan, diupayakan dan dipenuhi
sesuai dengan misi dan sumber daya yang tersedia di Puskesmas.
Keterangan yang didapat tentang kebutuhan pasien dapat diperoleh
pada saat pendaftaran. Jika kebutuhan pasien tidak dapat dipenuhi,
maka dapat dilakukan rujukan ke Fasilitas Kesehatan Rujukan
Tingkat Lanjutan (FKRTL)
 Keselamatan pasien dan petugas sudah harus diperhatikan sejak
pertama pasien kontak dengan Puskesmas, dengan demikian
prosedur pendaftaran sudah mencerminkan penerapan upaya
keselamatan pasien, terutama dalam hal identifikasi pasien minimal
dengan 2 identitas yang relatif tidak berubah: nama lengkap pasien,
tanggal lahir atau nomor rekam media.
 Regulasi pendaftaran memuat:
a) proses pendaftaran
b) identifikasi kebutuhan dan kepuasan pelanggan
c) keselamatan pasien
d) koordinasi pendaftaran dengan unit kerja yang lain
 Pasien dan masyarakat membutuhkan informasi tentang sarana
pelayanan, antara lain: tarif, jenis pelayanan, alur dan proses
pendaftaran, alur dan proses pelayanan, rujukan, dan ketersediaan
tempat tidur untuk Puskesmas perawatan/rawat inap. Oleh karena
itu informasi di tempat pendaftaran harus tersedia dengan jelas,
mudah diakses, dan dipahami oleh pasien dan masyarakat. Latar
belakang budaya dan bahasa yang dimiliki oleh pasien dan
masyarkat perlu dipertimbangkan dalam penyediaan informasi.
 Pasien mempunyai hak untuk memperoleh informasi tentang
tahapan pelayanan klinis yang akan dilalui mulai dari proses kajian
sampai pemulangan. Informasi tentang tahapan pelayanan yang ada
di Puskesmas perlu diinformasikan kepada pasien untuk menjamin
kesinambungan pelayanan. Informasi tersebut termasuk apabila
pasien perlu dirujuk ke fasilitas yang lebih tinggi dalam upaya
menjamin kesinambungan pelayanan. Tahapan pelayanan klinis
adalah tahapan pelayanan sejak mendaftar, diperiksa sampai dengan
meninggalkan tempat pelayanan dan tindak lanjut di rumah jika
diperlukan. (Lihat juga UKPP : 3.1)
 Informasi tentang rujukan harus tersedia di pendaftaran termasuk
ketersediaan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan FKRTL yang
memuat jenis pelayanan yang disediakan.
 Pedoman pendaftaran adalah acuan bagi petugas dalam
melaksanakan pelayanan pendaftaran di Puskesmas. Dalam
melaksanakan pelayanan pendaftaran perlu dibuat acuan tentang
alur pendaftaran, kriteria petugas pendaftaran, dan dokumen yang
diperlukan pada saat pendaftaran serta tetap memperhatikan prinsip
sasaran keselamatan pasien. (lihat juga PMP : 5.1.1 dan 5.3.1)

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan, pedoman dan prosedur pendaftaran (R)
2. Tersedia bagan alur pendaftaran yang dapat diakses oleh pelanggan.
(D, O, W)
3. Tersedia informasi tentang pendaftaran, jenis pelayanan, prosedur
dan alur pelayanan yang efisien, jadwal pelayanan dan informasi lain
tentang sarana pelayanan yang dapat diakses oleh pelanggan serta
tentang kerjasama dengan fasilitas rujukan untuk menjamin
kesinambungan pelayanan klinis (D, O, W)
4. Pendaftaran dilakukan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan
dengan memperhatikan keselamatan pasien (O,W,S)
5. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan
pendaftaran (D.W)

Kriteria
Pasien dengan kendala dan/ atau berkebutuhan khusus
diidentifikasi dan difasilitasi agar dapat memperoleh pelayanan klinis
yang optimal.

Pokok Pikiran:
 Puskesmas melayani berbagai populasi masyarakat, termasuk
diantaranya pasien dengan kendala dan/ atau berkebutuhan
khusus, antara lain: balita, ibu hamil, disabilitas,lanjut usia, kendala
bahasa, budaya, atau kendala lain yang dapat berakibat terjadinya
hambatan atau tidak optimalnya proses asesmen maupun pemberian
asuhan klinis. Kesulitan atau hambatan tersebut perlu diantisipasi
agar dapat dilakukan upaya untuk mengurangi dan menghilangkan
kesulitan atau hambatan tersebut mulai saat pendaftaran,
pemberian asuhan, sampai dengan pemulangan.

Elemen penilaian:
1. Pimpinan dan staf Puskesmas melakukan identifikasi jenis-jenis
pasien dengan kendala dan/atau berkebutuhan khusus. (D)
2. Disusun rencana tindak lanjut untuk mengatasi keterbatasan,
kendala, dan kebutuhan khusus yang lain pada pasien dengan
kebutuhan khusus. (D)
3. Dilakukan fasilitasi kepada pasien dengan kendala dan atau
berkebutuhan khusus dalam proses pelayanan. (O,S)

Kriteria
Pasien gawat darurat diberikan prioritas untuk asesmen sebagai
bentuk pelaksanaan triase.

Pokok Pikiran:
 Pasien gawat darurat diidentifikasi dengan proses triase mengacu
pada pedoman tata laksana triase sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
 Prinsip triase dalam memberlakukan sistem prioritas dengan
penentuan atau penyeleksian pasien yang harus didahulukan untuk
mendapatkan penanganan, yang mengacu pada tingkat ancaman
jiwa yang timbul berdasarkan:
a) Ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam hitungan menit
b) Dapat meninggal dalam hitungan jam
c) Trauma ringan
d) Sudah meninggal
Pasien-pasien tersebut didahulukan diperiksa dokter sebelum pasien
yang lain, mendapat pelayanan diagnostik sesegera mungkin dan
diberikan pengobatan sesuai dengan kebutuhan.
 Pasien harus distabilkan terlebih dahulu sebelum dirujuk yaitu bila
tidak tersedia pelayanan di Puskesmas untuk memenuhi kebutuhan
pasien dengan kondisi emergensi dan pasien memerlukan rujukan ke
fasilitas kesehatan yang mempunyai kemampuan lebih tinggi.
 Dalam penanganan pasien dengan kebutuhan darurat, mendesak,
atau segera, prinsip pencegahan dan pengendalian infeksi diterapkan
untuk pasien dengan risiko penularan infeksi, misalnya infeksi
melalui udara/airborne.

Elemen penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan, pedoman dan prosedur tentang pelaksanaan
proses triase dalam memprioritaskan pasien dengan kebutuhan
gawat darurat. (R)
2. Pasien diprioritaskan atas dasar kegawat daruratannya seperti yang
tercantum di pokok pikiran. (D,O,S)
3. Pasien gawat darurat yang perlu dirujuk ke FKRTL, diperiksa dan
dibuat stabil terlebih dahulu sesuai kemampuan Puskesmas dan
dipastikan dapat diterima di FKRTL (D,O)
4. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut pelaksanaan triase (D.W)

Standar
Pengkajian, Rencana Asuhan, dan Pemberian Asuhan
dilaksanakan secara paripurna.
Kajian pasien dilakukan secara paripurna untuk mendukung
rencana dan pelaksanaan pelayanan oleh petugas kesehatan
profesional dan/atau tim kesehatan antar profesi yang digunakan
untuk menyusun keputusan layanan klinis. Pelaksanaan asuhan dan
pendidikan pasien/keluarga dilaksanakan sesuai rencana yang
disusun, dipandu oleh kebijakan dan prosedur, sesuai peraturan yang
berlaku

Kriteria
Proses kajian awal dilakukan secara paripurna, mencakup berbagai
kebutuhan dan harapan pasien/keluarga.

Pokok Pikiran:
 Proses kajian pasien merupakan proses yang berkesinambungan dan
dinamis, baik untuk pasien rawat jalan maupun pasien rawat inap.
Proses kajian pasien menentukan efektivitas asuhan yang akan
dilakukan.
 Kajian pasien meliputi tugas proses utama, yaitu:
a. Mengumpulkan data dan informasi tentang kondisi fisis, psikologis,
status sosial, dan riwayat penyakit. Untuk mendapatkan data dan
informasi tersebut dilakukan anamnesis (data Subjektif = S),
pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang (data Objektif = O).
(Lihat juga KMP : 1.6.11 tentang manajemen data dan informasi)
b. Analisis data dan informasi yang diperoleh yang menghasilkan
masalah, kondisi, dan diagnosis untuk mengidentifikasi
kebutuhan pasien (asesmen atau analisis = A)
c. Membuat rencana asuhan (Perencanaan asuhan = P), yaitu
menyusun solusi untuk mengatasi masalah atau memenuhi
kebutuhan pasien.
 Pada saat pasien pertama kali diterima dilakukan kajian awal, untuk
selanjutnya dilakukan kajian ulang secara berkesinambungan baik
pada pasien rawat jalan maupun pasien rawat inap sesuai dengan
perkembangan kondisi kesehatannya.
 Ketika pasien diterima di Puskesmas untuk memperoleh pelayanan
klinis perlu dilakukan kajian awal yang paripurna oleh tenaga medis,
keperawatan/kebidanan, dan disiplin yang lain meliputi: status
fisis/neurologis/mental, psikososiospiritual, ekonomi, riwayat
kesehatan, riwayat alergi, asesmen nyeri, asesmen risiko jatuh,
asesmen fungsional (gangguan fungsi tubuh), asesmen risiko nutrisi,
kebutuhan edukasi, dan rencana pemulangan.
 Kajian awal hanya dapat dilakukan oleh dokter, dokter gigi, perawat,
bidan, dan tenaga kesehatan yang lain sesuai dengan rincian
kewenangan klinis.
 Untuk menjamin kesinambungan pelayanan, maka hasil kajian
harus dicatat dalam rekam medis. Informasi yang ada dalam rekam
medis harus mudah diakses oleh petugas yang bertanggung jawab
dalam memberikan asuhan, agar informasi tersebut dapat digunakan
pada saat dibutuhkan demi menjamin kesinambungan dan
keselamatan pasien. Rekam medis pasien adalah catatan tentang
segala sesuatu yang berhubungan dengan pelayanan medis,
penunjang medis, dan keperawatan/kebidanan.
 Kajian awal sampai pada penegakan diagnosis dan penetapan
pelayanan/tindakan sesuai kebutuhan serta rencana tindak lanjut
dan evaluasinya.
 Kajian awal juga dapat digunakan untuk membuat keputusan perlu
atau tidaknya dilaksanakan review/kajian ulang pada situasi yang
meragukan, dengan kajian medis, kajian penunjang medis, kajian
keperawatan/kebidanan, dan kajian lain wajib didokumentasikan
dengan baik. Hasil kajian tersebut harus dapat dengan cepat dan
mudah ditemukan kembali dalam rekam medis atau dari lokasi lain
yang ditentukan untuk dapat digunakan oleh petugas yang melayani
pasien.
 Dalam kajian awal, dilakukan kajian apakah pasien memerlukan
rencana pemulangan (discharge planning) berdasar kriteria yang
ditetapkan sesuai dengan keragaman kebutuhan pasien, misalnya
dengan

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan jenis dan isi kajian awal dalam rekam medis secara
kolaboratif antar praktisi klinis. (R)
2. Terdapat prosedur kajian awal untuk mengidentifikasi berbagai
kebutuhan dan harapan pasien dan keluarga pasien, mencakup
pelayanan medis, penunjang medis, keperawatan/kebidanan, dan
pelayanan klinis yang lain. (R)
3. Dilakukan kajian awal oleh tenaga yang kompeten mengacu pada
standar profesi, dicatat dalam rekam medis, digunakan untuk
penyusunan rencana asuhan, koordinasi dalam pemberian asuhan,
dan rencana pemulangan. (D, O, W)
4. Disusun rencana pemulangan untuk pasien yang memerlukan
rencana pemulangan sesuai dengan hasil kajian awal (D, W)

Kriteria
Tenaga kesehatan dan/ atau tim kesehatan antar profesi yang
profesional melakukan kajian pasien untuk menetapkan diagnosis
medis dan diagnosis keperawatan/ kebidanan.

Pokok Pikiran:
 Kajian pasien dan penetapan diagnosis hanya boleh dilakukan oleh
tenaga professional yang kompeten. Proses kajian tersebut dapat
dilakukan secara individual atau jika diperlukan oleh tim kesehatan
antar profesi yang terdiri dari dokter, dokter gigi, perawat, bidan, dan
tenaga kesehatan yang lain sesuai dengan kebutuhan pasien.
 Kajian pasien baik kajian awal maupun kajian ulang harus dicatat
dalam rekam medis untuk mengetahui histori dan perkembangan
kondisi pasien.
 Yang dimaksud dengan tenaga professional yang kompeten adalah
tenaga yang dalam melaksanakan tugas profesinya dipandu oleh
standar dan kode etik profesi, dan mempunyai kompetensi sesuai
dengan pendidikan dan pelatihan yang dimiliki, dan dapat
dibuktikan dengan adanya sertifikat kompetensi.
 Tenaga medis dapat memberikan pelimpahan suatu tindakan
kedokteran atau kedokteran gigi kepada perawat, bidan atau tenaga
kesehatan tertentu lainnya secara tertulis dalam melaksanakan
tindakan kedokteran atau kedokteran gigi, dimana hanya dapat
dilakukan dalam keadaan di mana terdapat kebutuhan pelayanan
yang melebihi ketersediaan dokter atau dokter gigi di fasilitas
pelayanan tersebut.
 Pelimpahan tindakan dilakukan dengan ketentuan:
1) tindakan yang dilimpahkan termasuk dalam kemampuan dan
keterampilan yang telah dimiliki oleh penerima pelimpahan
2) pelaksanaan tindakan yang dilimpahkan tetap di bawah
pengawasan pemberi pelimpahan
3) pemberi pelimpahan tetap bertanggung jawab atas tindakan yang
dilimpahkan sepanjang pelaksanaan tindakan sesuai dengan
pelimpahan yang diberikan
4) tindakan yang dilimpahkan tidak termasuk mengambil keputusan
klinis sebagai dasar pelaksanaan tindakan
5) tindakan yang dilimpahkan tidak bersifat terus menerus.

Elemen Penilaian:
1. Kajian pasien dan penetapan diagnosis dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang profesional dan kompeten, dan dicatat dalam rekam
medis. (R,D,O)
2. Tersedia tim kesehatan antar profesi untuk melakukan kajian jika
diperlukan penanganan secara tim. (R,D,O)
3. Dalam keadaan tertentu jika tidak tersedia tenaga medis, dapat
dilakukan pelimpahan kewenangan tertulis kepada perawat dan/
atau bidan untuk melakukan kajian awal medis. (R,D)
4. Perawat atau bidan yang diberi kewenangan telah mengikuti
pelatihan untuk melakukan kajian medis dan pemberian asuhan
medis sesuai dengan kewenangan delegatif yang diberikan (D)

Kriteria
Terdapat prosedur yang efektif untuk menyusun rencana asuhan
baik asuhan klinis maupun asuhan terpadu jika pasien
membutuhkan penanganan oleh tim kesehatan yang terkoordinasi.

Pokok Pikiran:
 Rencana asuhan ditetapkan berdasarkan hasil kajian yang
dinyatakan dalam bentuk diagnosis dan asuhan klinis yang akan
diberikan.
 Dalam menyusun rencana asuhan perlu dipandu oleh kebijakan dan
prosedur yang jelas sesuai dengan kebutuhan pasien dan sesuai
dengan standar pelayanan yang ditetapkan. Luaran klinis tergantung
dari ketepatan dalam penyusunan rencana asuhan yang sesuai
dengan kondisi pasien dan standar pelayanan klinis.
 Jika dalam pemberian asuhan diperlukan tim kesehatan, maka
harus dilakukan koordinasi dalam penyusunan rencana asuhan
terpadu.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur penyusunan rencana asuhan
terpadu (R)
2. Rencana asuhan klinis dan/atau rencana asuhan terpadu disusun
sesuai dengan kebutuhan pasien dan kebijakan serta prosedur yang
ditetapkan (D)
3. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut kepatuhan tenaga kesehatan
terhadap kebijakan dan prosedur penyusunan rencana asuhan
klinis dan/ atau rencana asuhan terpadu. (D)
Kriteria
Standar Pelayanan Klinis dipakai sebagai dasar untuk melaksanakan
asuhan klinis

Pokok Pikiran:
 Sebelum asuhan dilaksanakan, pasien/keluarga perlu memperoleh
informasi yang jelas tentang rencana asuhan, dan memberikan
persetujuan tentang rencana asuhan yang akan diberikan, dan
Pelaksanaan asuhan harus dipandu dengan standar
asuhan/panduan praktik klinis yang berlaku di Puskesmas, sesuai
dengan kemampuan Puskesmas dengan referensi yang jelas, dan bila
memungkinkan berbasis evidens terkini yang tersedia untuk
memperoleh outcome klinis yang optimal. Untuk menjamin
kesinambungan pelayanan, pelaksanaannya harus dicatat dalam
rekam medis pasien.
 Pelaksanaan asuhan klinis dilakukan sesuai rencana asuhan dengan
menggunakan pedoman atau standar dan algoritme yang berlaku.
contoh: tata laksana balita sakit dengan pendekatan MTBS.

Elemen Penilaian:
1. Tersedia Panduan praktik klinis dan prosedur asuhan klinis yang
disusun berdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan.
(R)
2. Panduan praktik klinis dan prosedur asuhan klinis digunakan
sebagai acuan dalam penyusunan rencana asuhan dan pelaksanaan
asuhan pasien. (D, O, W)

Kriteria
Pelaksanaan layanan bagi pasien gawat darurat dan/ atau berisiko
tinggi lainnya dipandu oleh kebijakan dan prosedur yang berlaku.

Pokok Pikiran:
 Pasien berisiko tinggi adalah pasien yang dikategorikan berisiko
tinggi karena usia, kondisi kesehatan, atau mempunyai kebutuhan
kritis untuk segera mendapat pertolongan, termasuk pasien rentan
yang karena kondisinya tidak mampu menjaga diri sendiri terhadap
adanya bahaya atau kekerasan.
 Kasus-kasus yang termasuk gawat darurat dan/ atau berisiko tinggi
perlu diidentifikasi, dan ada kejelasan kebijakan dan prosedur dalam
pelayanan pasien gawat darurat 24 jam
 Kasus-kasus berisiko tinggi dapat berupa kasus berisiko tinggi
terjadinya kematian atau cedera termasuk kasus gawat darurat pada
ibu hamil/ melahirkan, risiko bagi masyarakat atau lingkungan, dan
kasus yang memungkinkan terjadinya penularan infeksi bagi petugas,
pasien dan masyarakat.
 Prosedur penanganan pasien gawat darurat disusun berdasar
panduan praktik klinis untuk penanganan pasien gawat darurat
dengan referensi yang dapat dipertanggung jawabkan.
 Penanganan pasien gawat darurat di Puskesmas Non Rawat Inap
dilakukan di ruang tindakan untuk pelayanan pasien gawat darurat.
 Penanganan kasus-kasus berisiko tinggi yang memungkinkan
terjadinya penularan baik bagi petugas maupun pasien yang lain
perlu diperhatikan sesuai dengan prinsip pencegahan dan
pengendalian infeksi.

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan identifikasi kasus-kasus gawat darurat dan/ atau berisiko
tinggi yang sering terjadi.(D)
2. Ditetapkan kebijakan dan prosedur penanganan pasien gawat
darurat (emergensi), pasien berisiko tinggi yang mudah diakses oleh
petugas. (R)
3. Pemberian asuhan pada pasien gawat darurat dan/ atau berisiko
tinggi dilaksanakan sesuai dengan rencana asuhan dan prosedur
yang ditetapkan (O, W)
4. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan
penanganan pasien gawat darurat (D.W)

Kriteria
Rencana asuhan klinis disusun bersama pasien dengan
memperhatikan kebutuhan biologis, psikologis, sosial, spiritual dan
tata nilai budaya pasien.

Pokok Pikiran:
 Pasien mempunyai hak untuk mengambil keputusan terhadap
asuhan yang akan diperoleh. Pasien/keluarga diberi peluang untuk
bekerjasama dalam menyusun rencana asuhan klinis yang akan
dilakukan. Dalam menyusun rencana asuhan tersebut harus
memperhatikan kebutuhan biologis, psikologis, sosial, spiritual dan
memperhatikan nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh pasien.
 Resiko yang mungkin terjadi pada pasien antara lain resiko alergi,
infeksi, jatuh dan efek samping asuhan serta obat
 Rencana asuhan mempertimbangkan komunikasi, informasi dan
edukasi pada pasien dan keluarga

Elemen Penilaian:
1. Petugas kesehatan dan/ atau tim kesehatan melibatkan setiap
pasien dalam menyusun rencana asuhan termasuk
pendidikan/penyuluhan pasien (D,O)
2. Risiko dan efek samping yang mungkin terjadi pada pasien
dipertimbangkan sejak awal dalam menyusun rencana asuhan dan
diinformasikan kepada pasien. (D)

Kriteria
Asuhan diberikan oleh tenaga sesuai kompetensi lulusan dengan
kejelasan rincian kewenangan yang sesuai dengan kewenangan yang
dimiliki.

Pokok Pikiran:
 Kompetensi Lulusan Medis
a) Setiap pasien dilayani oleh dokter atau dokter gigi penanggung
jawab pelayanan yang mempunyai rincian kewenangan klinis
sesuai kompetensi yang dimiliki. Asuhan medis dilaksanakan
berdasarkan panduan pelayanan medis dan/atau prosedur
pelayanan medis sesuai dengan rencana asuhan yang disusun.
Dalam keadaan dokter atau dokter gigi tidak tersedia atau tidak
berada di tempat, dapat dilakukan pemberian kewenangan
delegatif kepada perawat atau bidan atau dengan pemberian
kewenangan khusus sesuai dengan ketentuan perundangan yang
berlaku.
b) Pelayanan klinis harus diberikan dengan efektif dan efisien. Dalam
perencanaan maupun pelaksanaannya harus menghindari
pengulangan yang tidak perlu. Untuk itu diperlukan upaya
pendukung yang sesuai dengan kemampuan Puskesmas, dan
dipadukan sebagai hasil kajian dalam merencanakan dan
melaksanakan layananklinis bagi pasien.
c) Pengulangan yang tidak perlu dapat berupa pemeriksaan fisis dan
neuorologi, permintaan pemeriksaan penunjang yang sebelumnya
sudah dilakukan, pemberian obat sejenis atau dengan tujuan yang
sama, maupun pemberian asuhan yang lain.
d) Untuk mencegah pengulangan yang tidak perlu, dilakukan
prosedur terintegrasi, semua pemeriksaan penunjang, pemberian
obat, tindakan, dan asuhan klinis dicatat dalam rekam medis
sehingga petugas pemberi asuhan dapat menggunakannya sebagai
pertimbangan sebelum membuat keputusan asuhan ataupun
permintaan pemeriksaan penunjang.
 Kompetensi Lulusan Keperawatan/Kebidanan :
Setiap pasien dilayani oleh perawat/bidan dan praktisi klinis lain
yang mempunyai rincian kewenangan klinis sesuai kompetensi yang
dimiliki. Asuhan dilaksanakan berdasarkan panduan pelayanan
keperawatan/kebidanan dan/atau prosedur pelayanan klinis lain
sesuai dengan rencana asuhan yang disusun.

Elemen Penilaian:
1. Asuhan medis diberikan oleh dokter atau dokter gigi penanggung
jawab pelayanan (D, W)
2. Asuhan medis dan pelayanan penunjang dilakukan berdasar rencana
asuhan dan panduan praktik klinis dan/atau prosedur pelayanan
medis, dan tidak terjadi pengulangan yang tidak perlu, serta dicatat
dalam rekam medis pasien(D, W)
3. Asuhan keperawatan/kebidanan dan asuhan praktisi klinis lain
diberikan oleh petugas yang kompeten, dan berdasar rencana
asuhan dan panduan praktik klinis/prosedur pelayanan klinis (D)
4. Asuhan medis, Asuhan keperawatan/kebidanan dan asuhan praktisi
klinis lain dan perkembangan kondisi pasien serta perbaikan
kemajuan pemberian asuhan dicatat dalam rekam medis pasien (D)

Kriteria
Pelaksanaan asuhan terpadu dikoordinir oleh dokter dan
dilaksanakan sesuai dengan rencana asuhan terpadu, yang disusun
untuk memenuhi kebutuhan pasien dan dilaksanakan sesuai dengan
standar pelayanan.

Pokok Pikiran:
 Pada kondisi tertentu misalnya kasus penyakit tuberculosis dengan
malnutrisi maka perlu penanganan secara terpadu dari dokter,
nutrisionis dan penanggungjawab program TB, pasien memerlukan
asuhan terpadu yang meliputi asuhan medis, asuhan keperawatan,
asuhan nutrisi, dan asuhan kesehatan yang lain, sesuai dengan
kebutuhan pasien. Dokter berkewajiban mengkoordinasikan
pelaksanaan asuhan terpadu untuk mencapai luaran klinis yang
diharapkan, dan upaya promotif maupun preventif bagi keluarga dan
masyarakat.

Elemen Penilaian:
1. Dokter yang bertanggungjawab terhadap pasien melakukan
koordinasi pelaksanaan asuhan terpadu. (D)
2. Asuhan terpadu dilaksanakan secara kolaboratif oleh pemberi
asuhan sesuai dengan rencana asuhan terpadu dan prosedur
pelayanan klinis dan dicatat dalam rekam medis secara terintegrasi.
(D)
3. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut perbaikan terhadap
pelaksanaan asuhan terpadu dan kemajuan kondisi pasien. (D)

Kriteria
Penyiapan, penggunaan, dan pemberian obat dan/ atau cairan
intravena dipandu dengan kebijakan dan prosedur yang jelas.

Pokok Pikiran:
 Penggunaan dan pemberian obat dan/ atau cairan intravena
merupakan kegiatan yang berisiko terhadap terjadinya infeksi, oleh
karena itu perlu dipandu dengan kebijakan dan prosedur yang jelas.
 Prinsip-prinsip aseptik digunakan dalam pemberian obat dan/atau
cairan intravena.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur penyiapan, penggunaan dan
pemberian obat/cairan intravena (R)
2. Obat/cairan intravena diberikan sesuai kebijakan dan prosedur (D)

Kriteria
Pasien/keluarga memperoleh edukasi kesehatan dengan pendekatan
yang komunikatif dan bahasa yang mudah dipahami

Pokok Pikiran:
 Untuk meningkatkan luaran klinis yang optimal perlu ada kerjasama
antara petugas kesehatan dan pasien/keluarga. Pasien/keluarga
perlu mendapatkan penyuluhan kesehatan dan edukasi yang terkait
dengan penyakit dan kebutuhan klinis pasien, oleh karena itu
penyuluhan dan pendidikan pasien/keluarga perlu dipadukan dalam
pelayanan klinis. Pendidikan dan penyuluhan kepada pasien
termasuk perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Agar penyuluhan
dan pendidikan pasien/keluarga dilaksanakan dengan efektif maka
dilakukan dengan pendekatan komunikasi interpersonal antara
pasien dan petugas kesehatan, dan menggunakan bahasa yang
mudah dipahami oleh pasien/keluarga.
 Dalam proses memberikan penyuluhan/Pendidikan pada pasien,
didorong agar pasien/keluarga pasien untuk berbicara/bertanya
terkait dengan masalah kesehatan, pengobatan, dan pemenuhan
kebutuhan pasien.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur penyuluhan/ pendidikan
kesehatan bagi pasien dan keluarga. (R)
2. Dilakukan penyuluhan/ pendidikan kesehatan bagi pasien dan
keluarga dengan metoda yang dapat dipahami oleh pasien dan
keluarga. (D,O)
3. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap efektivitas
penyampaian informasi kepada pasien/ keluarga pasien agar mereka
dapat berperan aktif dalam proses layanan dan memahami
konsekuensi layanan yang diberikan.(D)

Standar
Pelayanan anastesi lokal dan pembedahan minor di Puskesmas
dilaksanakan sesuai standar.
Tersedia pelayanan anestesi lokal dan pembedahan minor untuk
memenuhi kebutuhan pasien

Kriteria
Pelayanan anestesi lokal di Puskesmas dilaksanakan memenuhi
standar di Puskesmas, standar nasional, undang-undang, dan
peraturan serta standar profesi sesuai dengan kebutuhan pasien

Pokok Pikiran:
 Dalam pelayanan rawat jalan maupun rawat inap di Puskesmas
terutama pelayanan gawat darurat, pelayanan gigi, dan keluarga
berencana kadang-kadang memerlukan tindakan bedah minor yang
membutuhkan lokal anestesi. Pelaksanaan lokal anestesi tersebut
harus memenuhi standar dan peraturan yang berlaku, serta
kebijakan dan prosedur yang berlaku di Puskesmas.
 Kebijakan dan prosedur memuat:
a) penyusunan rencana termasuk identifikasi perbedaan antara
dewasa, geriatri dan anak atau pertimbangan khusus
b) dokumentasi yang diperlukan untuk dapat bekerja dan
berkomunikasi efektif
c) persyaratan persetujuan khusus
d) frekuensi dan jenis bantuan pasien yang diperlukan
e) kualifikasi dan keterampilan petugas pelaksana
f) ketersediaan dan penggunaan peralatan anestesi
g) persyaratan kompetensi:
h) teknik melakukan anestesi lokal
i) melaksanakan bantuan yang tepat
j) tata laksana terhadap komplikasi
k) bantuan hidup dasar

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pelayanan anestesi lokal sesuai
kebutuhan di Puskesmas (R)
2. Pelayanan anestesi lokal dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
kompeten sesuai dengan kebijakan. (D, O, W)
3. Dilakukan pemantauan status fisiologi pasien selama pemberian
anestesi lokal oleh petugas melakukan anestesi lokal dan dicatat
dalam rekam medis pasien (D)
4. Jenis, dosis dan teknik anestesi lokal ditulis dalam rekam medis
pasien.(D)

Kriteria
Pelayanan bedah di Puskesmas direncanakan dan dilaksanakan
memenuhi standar di Puskesmas, standar nasional, undang-undang,
dan peraturan serta standar profesi sesuai dengan kebutuhan pasien

Pokok Pikiran:
 Dalam pelayanan rawat jalan maupun rawat inap di Puskesmas
terutama pelayanan gawat darurat, pelayanan gigi, dan keluarga
berencana kadang-kadang memerlukan tindakan bedah minor yang
membutuhkan anestesi. Pelaksanaan bedah minor tersebut harus
memenuhi standar dan peraturan yang berlaku, serta kebijakan dan
prosedur yang berlaku di Puskesmas.
 Dokter yang melakukan pembedahan wajib :
a. menyampaikan informasi dan hasil kajian pasien
b. menyusun rencana pembedahan berdasar kajian pasien
c. edukasi pada pasien/keluarga terkait pembedahan yang akan
dilakukan, termasuk komplikasi yang mungkin terjadi dan hasil
yang tidak diharapkan
d. melaksanakan prosedur pembedahan yang aman
e. menyusun laporan pembedahan yang meliputi: diagnosis
sesudah pembedahan, nama dokter yang melakukan
pembedahan, prosedur pembedahan yang dilakukan dan rincian
temuan, ada tidaknya komplikasi, specimen yang dikirim untuk
diperiksa (jika ada), tanggal, waktu, tanda tangan dokter yang
bertanggung jawab.
f. melakukan perbaikan pasien pada saat pemulihan
g. melakukan perbaikan pasca pembedahan termasuk
memberikan instruksi pemulangan.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pelayanan pembedahan sesuai
kebutuhan di Puskesmas (R)
2. Dokter atau dokter gigi yang akan melakukan pembedahan minor
membuat kajian sebagai dasar untuk menyusun rencana asuhan
pembedahan.(D)
3. Dokter atau dokter gigi yang akan melakukan pembedahan minor
menjelaskan risiko, manfaat, komplikasi potensial, dan alternatif
kepada pasien/keluarga pasien.(D)
4. Laporan/catatan operasi dituliskan dalam rekam medis.(D)
5. Status fisiologi pasien dipantau terus menerus selama dan segera
setelah pembedahan dan dituliskan dalam rekam medis. (D,O)

Standar
Pemberian makanan dan terapi gizi sesuai dengan kebutuhan pasien dan
ketentuan peraturan perundangan
Pemberian makanan dan terapi gizi diberikan sesuai dengan status
gizi pasien secara regular, sesuai dengan rencana asuhan, umur,
budaya dan bila dimungkinkan pilihan menu makanan.
Pasien berperan serta dalam perencanaan dan seleksi
Kriteria makanan
Pilihan berbagai variasi makanan yang sesuai dengan status gizi pasien dan
konsisten dengan asuhan klinis tersedia secara reguler

Pokok Pikiran
 Kondisi kesehatan dan proses pemulihan pasien membutuhkan
asupan makanan dan gizi yang memadai, oleh karena itu makanan
perlu disediakan secra regular, sesuai dengan rencana asuhan, umur,
budaya, dan bila dimungkinkan pilihan menu makanan. Pasien
berperan serta dalam perencanaan dan seleksi makanan.
 Pemesanan dan pemberian makanan atau makanan khusus yang
lain hanya dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten.
 Keluarga pasien dapat berpartisipasi dalam menyediakan makanan
bila sesuai dan konsisten dengan kajian kebutuhan pasien dan
rencana asuhan dengan sepengetahuan dari petugas kesehatan.
 Bila keluarga pasien atau pihak lain menyediakan makanan pasien,
mereka diberikan edukasi tentang makanan yang dilarang/kontra
indikasi dengan kebutuhan dan rencana pelayanan, termasuk
informasi tentang interaksi obat dengan makanan.

Elemen Penilaian
1. Tersedia kebijakan, pedoman asuhan gizi dan prosedur asuhan gizi.
(R)
2. Dilakukan kajian kebutuhan gizi, untuk menentukan status gizi
pasien dan menu makanan (D)
3. Pemesanan makanan didasarkan atas status gizi dan kebutuhan
pasien, bila disediakan variasi pilihan makanan, maka makanan
yang diberikan konsisten dengan kondisi dan kebutuhan pasien (D)

Kriteria
Pemberian makanan sesuai dengan status gizi pasien dan konsisten
dengan asuhan klinis tersedia secara reguler.

Pokok Pikiran
 Kondisi kesehatan dan proses pemulihan pasien membutuhkan
asupan makanan dan gizi yang memadai, oleh karena itu makanan
perlu disediakan secara regular, sesuai dengan rencana asuhan,
umur, budaya, dan bila dimungkinkan pilihan menu makanan.
Pasien berperan serta dalam perencanaan dan seleksi makanan.
 Pemesanan dan pemberian makanan hanya dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang kompeten.
 Pemberian makanan kepada pasien di Puskesmas diberikan secara
reguler sesuai dengan rencana asuhan berdasarkan hasil penilaian
status gizi dan kebutuhan pasien sesuai Proses Asuhan Gizi
Terstandar (PAGT) yang tercantum di dalam Pedoman Pelayanan Gizi
di Puskesmas.
 Pemberian makanan kepada pasien rawat inap harus dicatat dan
didokumentasikan dengan baik.
 Keluarga pasien dapat berpartisipasi dalam menyediakan makanan
bila sesuai dan konsisten dengan kajian kebutuhan pasien dan
rencana asuhan dengan sepengetahuan dari petugas kesehatan yang
berkompeten.
 Bila keluarga pasien atau pihak lain menyediakan makanan pasien,
mereka diberikan edukasi tentang makanan yang dilarang/ kontra
indikasi dengan kebutuhan dan rencana pelayanan, termasuk
informasi tentang interaksi obat dengan makanan.

Elemen Penilaian
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pemberian makanan pada pasien
sesuai dengan status gizi dan rencana asuhan gizi. (R)
2. Disusun rencana asuhan gizi berdasar kajian kebutuhan gizi pada
pasien sesuai dengan kondisi kesehatan dan kebutuhan pasien. (D)
3. Distribusi dan pemberian makanan dilakukan sesuai jadwal dan
pemesanan. (D, W)
4. Pasien dan/ atau keluarga diberi edukasi tentang pembatasan diit
pasien dan keamanan/kebersihan makanan, bila keluarga ikut
menyediakan makanan bagi pasien. (D)
5. Dilakukan dokumentasi asuhan gizi yang diberikan kepada semua
pasien gizi. (D,W)

Standar
Pemulangan dan tindak lanjut pasien dilakukan sesuai dengan prosedur
yang ditetapkan
Pemulangan dan tindak lanjut pasien dilakukan dengan prosedur
yang tepat. Jika pasien memerlukan rujukan ke fasilitas kesehatan
yang lain, rujukan dilakukan sesuai kebutuhan dan kondisi pasien ke
sarana pelayanan lain diatur dengan kebijakan dan prosedur yang
jelas.

Kriteria
Pemulangan dan tindak lanjut pasien yang bertujuan untuk
kelangsungan layanan dipandu oleh prosedur yang baku

Pokok Pikiran:
 Untuk menjamin kesinambungan pelayanan, maka perlu ditetapkan
kebijakan dan prosedur pemulangan pasien dan tindak lanjut.
 Dokter/dokter gigi bersama dengan tenaga kesehatan yang lain
menyusun rencana pemulangan yang berisi instruksi dan/ atau
dukungan yang perlu diberikan baik oleh Puskesmas maupun
keluarga pasien pada saat pemulangan maupun tindak lanjut di
rumah, sesuai dengan hasil kajian yang dilakukan.
 Pemulangan dilakukan oleh dokter/ dokter gigi yang
bertanggungjawab terhadap pasien.
 Pemulangan pasien dilakukan berdasar kriteria yang ditetapkan oleh
dokter/dokter gigi yang bertanggung jawab terhadap pasien untuk
memastikan bahwa kondisi pasien layak untuk dipulangkan dan
akan memperoleh tindak lanjut pelayanan sesudah dipulangkan,
misalnya pasien rawat jalan yang tidak memerlukan perawatan rawat
inap, pasien rawat inap tidak lagi memerlukan perawatan rawat inap
di Puskesmas, pasien yang karena kondisinya memerlukan rujukan
ke FKRTL, pasien yang karena kondisinya dapat dirawat di rumah
atau rumah perawatan, pasien yang menolak untuk perawatan rawat
inap, pasien/ keluarga yang meminta pulang atas permintaan sendiri.
 Resume medis berisikan :
a) Riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostic
b) Indikasi pasien rawat inap, diagnosis dan kormobiditas lain
c) Prosedur tindakan dan terapi yang telah diberikan
d) Obat yang sudah diberikan dan obat untuk pulang
e) Kondisi kesehatan pasien
f) Instruksi tindak lanjut dan dijelaskan kepada pasien, termasuk
nomor kontak yang dapat dihubungi dalam situasi darurat
 Informasi yang diberikan kepada pasien/ keluarga pada saat
pemulangan atau rujukan ke fasilitas kesehatan yang lain diperlukan
agar pasien/keluarga memahami tindak lanjut yang perlu dilakukan
untuk mencapai hasil pelayanan yang optimal.
 Resume Medis yang diberikan kepada pasien saat pulang dari rawat
inap terdiri dari :
a) data umum pasien
b) anamnesis (riwayat penyakit dan pengobatan)
c) pemeriksaan
d) terapi, tindakan dan atau anjuran

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pemulangan dan/ tindak lanjut
oleh dokter/dokter gigi dengan kriteria pemulangan dan/ tindak
lanjut yang jelas. (R)
2. Pasien dan/ atau keluarga pasien mendapat penjelasan tentang
rencana pemulangan dan tindak lanjut yang perlu dilakukan.
(D,O,W)
3. Dokter/dokter gigi menyusun rencana pemulangan dan rencana
tindak lanjut pasien. (D)
4. Dokter/dokter gigi, perawat/bidan, dan pemberi asuhan yang lain
melaksanakan pemulangan dan asuhan tindak lanjut sesuai dengan
rencana tindak lanjut yang disusun. (D)
5. Resume medis diberikan kepada pasien saat pemulangan. (D, O, W)

Standar
Rujukan
Rujukan dilaksanakan apabila pasien memerlukan penanganan yang
bukan merupakan kompetensi dari fasilitas kesehatan tingkat pertama

Kriteria
Terdapat kebijakan dan prosedur rujukan yang jelas

Pokok Pikiran:
 Jika kebutuhan pasien akan pelayanan tidak dapat dipenuhi oleh
Puskesmas, maka pasien harus dirujuk ke fasilitas kesehatan yang
mampu menyediakan pelayanan berdasarkan kebutuhan pasien.
 Proses rujukan harus diatur dengan kebijakan dan prosedur
termasuk alternatif rujukan sehingga pasien dijamin memperoleh
pelayanan yang dibutuhkan di tempat rujukan pada saat yang tepat.
 Komunikasi dengan fasilitas kesehatan yang lebih mampu dilakukan
untuk memastikan kemampuan dan ketersediaan pelayanan di
FKRTL.
 Pasien yang akan dirujuk dilakukan stabilisasi sesuai dengan
standar rujukan
 Pasien/keluarga pasien mempunyai hak untuk memperoleh
informasi tentang rencana rujukan. Informasi yang perlu
disampaikan kepada pasien meliputi: alasan rujukan, fasilitas
kesehatan yang dituju, termasuk pilihan fasilitas kesehatan lainnya,
jika ada, sehingga pasien/keluarga dapat memutuskan fasilitas yang
mana yang dipilih, serta kapan rujukan harus dilakukan. (lihat juga
UKP : 3.1.2 dan 3.2.3)
 Jika pasien perlu dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lain, wajib
diupayakan proses rujukan berjalan sesuai dengan kebutuhan dan
pilihan pasien agar pasien memperoleh kepastian mendapat
pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan pilihan tersebut dengan
konsekuensinya.
 Dilakukan identifikasi kebutuhan dan pilihan pasien (misalnya
kebutuhan transportasi, petugas kompeten yang mendampingi,
sarana medis dan keluarga yang menemani termasuk pilihan fasilitas
kesehatan rujukan) selama proses rujukan.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur rujukan. (R)
2. Pasien/keluarga pasien memperoleh informasi rujukan dan memberi
persetujuan untuk dilakukan rujukan ke fasilitas kesehatan yang
lain (D)
3. Proses rujukan dilakukan berdasarkan kebutuhan pasien dan
kriteria rujukan untuk menjamin kelangsungan layanan.(D)
4. Dilakukan komunikasi dengan fasilitas kesehatan yang menjadi
tujuan rujukan untuk memastikan kesiapan fasilitas tersebut untuk
menerima rujukan.(D)
5. Dilakukan tindakan stabilisasi sebelum pasien dirujuk sesuai kondisi
pasien, indikasi medis dan kemampuan dan kewenangan yang
dimiliki, agar keselamatan pasien selama pelaksanaan rujukan
dapat terjamin. (D,W)
6. Jika pasien/keluarga pasien menolak untuk dilakukan rujukan,
pasien/keluarga pasien harus menyatakan secara tertulis penolakan
rujukan setelah mendapat informasi tentang konsekuensi jika
menolak rujukan, dan tanggung jawab mereka akibat menolak
rujukan, dan alternatif pelayanan yang mungkin dilakukan (D)

Kriteria
Selama proses rujukan pasien secara langsung, pemberi asuhan
yang kompeten terus memantau kondisi pasien, dan Fasilitas
kesehatan penerima rujukan diberi resume tertulis mengenai kondisi
klinis pasien dan tindakan yang telah dilakukan.

Pokok Pikiran:
 Merujuk pasien secara langsung ke fasilitas kesehatan lain dapat
merupakan proses yang singkat dengan pasien yang sadar dan dapat
berbicara, atau merujuk pasien koma yang membutuhkan
pengawasan keperawatan atau medis yang terus menerus. Pada
kedua kasus tersebut pasien perlu dipantau oleh petugas yang
kompeten. Kompetensi pemberi asuhan yang mendampingi selama
transfer ditentukan oleh kondisi pasien. Petugas yang mendampingi
pasien memberikan informasi secara lengkap (SBAR) tentang kondisi
pasien kepada petugas penerima transfer pasien.
 Yang dimaksud dengan rujukan langsung adalah proses rujukan
yang dilakukan pihak Puskemas dengan menggunakan fasilitas
transportasi yang disediakan oleh pihak Puskesmas, dilakukan
perbaikan oleh pemberi asuhan yang kompeten, dan diserahkan
kepada petugas di fasilitas kesehatan rujukan tujuan yang telah
dihubungi sebelumnya.
 Yang dimaksud rujukan tidak langsung adalah proses rujukan yang
dilakukan dengan proses pelaksanaannya diserahkan kepada pasien.
 Untuk memastikan kontinuitas pelayanan, informasi mengenai
kondisi pasien dikirim bersama pasien. Salinan resume pasien
tersebut diberikan kepada fasilitas kesehatan penerima rujukan
bersama dengan pasien.
 Resume tersebut memuat kondisi klinis pasien, prosedur, dan
pemeriksaan yang telah dilakukan dan kebutuhan pasien lebih lanjut.

Elemen penilaian
1. Tersedia fasilitas transportasi untuk merujuk pasien sesuai standar.
(O)
2. Selama proses rujukan secara langsung semua pasien selalu
dipantau dan dicatat oleh pemberi asuhan yang kompeten dengan
memperhatikan kondisi pasien. (D)
3. Informasi klinis pasien atau resume klinis pasien dikirim ke fasilitas
kesehatan penerima rujukan bersama pasien dan resume klinis
memuat kondisi pasien, prosedur dan tindakan-tindakan lain yang
telah dilakukan serta kebutuhan pasien akan pelayanan lebih lanjut.
(D, O. W)
4. Dilakukan serah terima pasien yang disertai dengan informasi yang
lengkap (SBAR) kepada petugas di FKRTL ketika melakukan rujukan
secara langsung. (D)

Kriteria
Dilakukan tindak lanjut terhadap rujukan balik dari FKRTL

Pokok Pikiran:
 Pasien yang dirujuk balik dari FKRTL sesuai dengan umpan balik
rujukan dan dicatat dalam rekam medis.
 Jika Puskesmas menerima umpan balik rujukan pasien dari fasilitas
kesehatan rujukan tingkat lanjut atau fasilitas kesehatan lain, maka
perlu dilakukan tindak lanjut terhadap pasien sesuai prosedur yang
berlaku melalui proses kajian dengan memperhatikan rekomendasi
umpan balik rujukan.
Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pemberian asuhan pasien rujuk
balik dari FKRTL. (R)
2. Dokter/dokter gigi penangggung jawab pelayanan melakukan kajian
ulang kondisi medis sebelum menindaklanjuti umpan balik dari
FKRTL sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan. (D,O)
3. Dokter/dokter gigi penanggung jawab pelayanan melakukan tindak
lanjut terhadap rekomendasi umpan balik rujukan sesuai dengan
kebijakan dan prosedur yang ditetapkan. (D,O,W)

Kriteria
Dilakukan audit klinis secara periodik untuk mengevaluasi
kesesuaian penyelenggaraan asuhan dengan panduan dan prosedur
praktik klinis

Pokok Pikiran
 Audit klinis merupakan suatu upaya evaluasi secara profesional
terhadap mutu pelayanan klinis yang diberikan kepada pasien
dengan menggunakan rekam medis pasien yang dilaksanakan oleh
profesi pemberi layanan klinis.
 Profesi pemberi layanan klinis adalah tenaga kesehatan yang
memberikan asuhan kepada pasien terdiri dari dokter, dokter gigi,
perawat, bidan, apoteker, nutrisionis dan tenaga kesehatan lain.
 Untuk memantau mutu pelayanan klinis yang dilaksanakan di
Puskesmas, tim audit klinis melakukan audit klinis minimal 1
tahun sekali dengan mengacu panduan dan prosedur praktik klinis
yang telah ditetapkan.
 Audit Maternal Perinatal adalah serangkaian kegiatan penelusuran
sebab kematian atau kesakitan ibu, perinatal dan neonatal guna
mencegah kesakitan atau kematian serupa di masa yang akan
datang.
 Audit maternal perinatal harus dilakukan melalui investigasi
kualitatif mendalam mengenai penyebab dan situasi kematian
maternal dan perinatal.
 Audit Maternal Perinatal diselenggarakan oleh tim di tingkat
kabupaten/kota dan provinsi berdasarkan hasil analisis dan
interpretasi pemantauan wilayah setempat oleh Puskesmas, untuk
meningkatkan dan menjaga mutu pelayanan kesehatan ibu dan anak.
 Hasil audit maternal perinatal merupakan dasar bagi pelaksanaan
intervensi yang terdiri atas:
a) peningkatan pelayanan antenatal yang mampu mendeteksi dan
menangani kasus risiko tinggi secara memadai;
b) pertolongan persalinan yang bersih dan aman oleh tenaga
kesehatan terampil, pelayanan pascapersalinan dan kelahiran;
c) Pelayanan Emergensi Kebidanan dan Neonatal Dasar (PONED) dan
Pelayanan Emergensi Kebidanan dan Neonatal Komprehensif
(PONEK) yang dapat dijangkau; dan/atau
d) Rujukan yang efektif untuk kasus risiko tinggi dan komplikasi
yang terjadi
Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan, pedoman, dan, prosedur audit klinis (R)
2. Ditetapkan tim audit klinis yang bertanggungjawab terhadap mutu
pelayanan klinis (R)
3. Dilakukan audit klinis sesuai dengan pedoman dan prosedur yang
ditetapkan. (D, W)
4. Ada bukti Dinas Kesehatan menindaklanjuti laporan kematian ibu
dalam bentuk pertemuan AMP. (D,W)

Standar
Penyelenggaraan Rekam Medis
Puskesmas wajib menyelenggarakan rekam medis yang berisi data
dan informasi asuhan pasien yang dibutuhkan untuk pelayanan
pasien, dan dapat diakses oleh petugas kesehatan pemberian asuhan,
manajemen dan pihak di luar organisasi yang diberi hak akses
terhadap rekam medis untuk kepentingan pasien, asuransi, sesuai
peraturan perundangan. (Lihat juga KMP : 1.6.11)

Kriteria
Ada pembakuan kode klasifikasi diagnosis, kode prosedur, simbol,
dan istilah yang dipakai

Pokok Pikiran:
 Standarisasi terminologi, definisi, kosa kata dan penamaan,
memfasilitasi pembandingan data dan informasi di dalam maupun di
luar Puskesmas termasuk FKRTL. Keseragaman penggunaan kode
diagnosa dan kode prosedur/tindakan mendukung pengumpulan
dan analisis data.
 Singkatan dan simbol juga distandarisasi dan termasuk daftar “yang
tidak boleh digunakan”. Standarisasi tersebut konsisten dengan
standar lokal, nasional, dan internasional.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan standarisasi/pembakuan kode klasifikasi diagnosis, kode
klasifikasi tindakan, terminologi lain, singkatan-singkatan yang boleh
dan tidak boleh digunakan dalam pelayanan klinis. (R)
2. Kode klasifikasi diagnosis, kode klasifikasi tindakan, terminologi lain,
dan singkatan digunakan dalam pelayanan klinis sesuai dengan yang
ditetapkan. (D)

Kriteria
Petugas memiliki akses informasi sesuai dengan kebutuhan dan
tanggung jawab pekerjaan

Pokok Pikiran:
 Berkas rekam medis pasien adalah suatu sumber informasi utama
mengenai proses asuhan dan perkembangan pasien, sehingga
merupakan alat komunikasi yang penting. Agar informasi ini berguna
dan mendukung asuhan pasien keberlanjutan, maka perlu tersedia
selama pelaksanaan asuhan pasien dan setiap saat dibutuhkan,
serta dijaga selalu diperbaharui (up to date).
 Catatan medis keperawatan dan catatan pelayanan pasien lainnya
tersedia untuk semua praktisi kesehatan pasien tersebut. Kebijakan
Puskesmas mengidentifikasi praktisi kesehatan mana saja yang
mempunyai akses ke berkas rekam medis pasien untuk menjamin
kerahasiaan informasi pasien.
 Privasi dan kerahasiaan data serta informasi wajib dijaga, terutama
data dan informasi yang sensitif. Penggunaan data rekam medis
untuk keperluan selain pelayanan pasien, misalnya untuk penelitian
perlu diatur untuk menjaga kerahasian informasi rekam medis.
( Lihat juga KMP : 1.6.11)

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan, prosedur dan hak akses petugas terhadap
informasi medis dengan mempertimbangkan tugas, tanggung jawab
petugas, kerahasiaan dan keamanan informasi (R)
2. Akses petugas terhadap informasi dilaksanakan sesuai dengan
kebijakan dan prosedur (D, O, W)

Kriteria
Adanya sistem pengisian informasi klinis secara lengkap dan jelas
didalam rekam medis

Pokok Pikiran
 Kelengkapan isi rekam medis diperlukan untuk menjamin
kesinambungan pelayanan, memantau kemajuan respons pasien
terhadap asuhan yang diberikan. Puskesmas menetapkan kebijakan
dan prosedur kelengkapan rekam medis.
 Dokter, perawat, bidan, dan petugas pemberi asuhan yang lain
bersama-sama menyepakati isi rekam medis sesuai dengan
kebutuhan informasi yang perlu ada dalam pelaksanaan asuhan
pasien.
 Penyelenggaraan Rekam Medis dilakukan secara berurutan dari sejak
pasien masuk sampai pasien pulang, dirujuk atau meninggal,
meliputi kegiatan :
 Registrasi pasien
 Pendistribusian rekam medis
 Pengisian informasi klinis
 Pengolahan data dan pengkodean
 Klaim pembiayaan
 Penyimpanan rekam medis
 Penjaminan mutu
 Pelepasan informasi kesehatan
 Pemusnahan rekam medis
 Rekam medis diisi oleh setiap Dokter, Dokter gigi, dan/atau Tenaga
Kesehatan yang melaksanakan pelayanan kesehatan perseorangan
 Apabila terdapat lebih dari satu tenaga Dokter, Dokter gigi dan/atau
Tenaga Kesehatan dalam satu fasilitas kesehatan, maka rekam medis
dibuat secara terintegrasi
 Rekam Medis harus segera dicatat secara lengkap dan jelas setelah
pasien menerima pelayanan serta mencantumkan nama, waktu dan
tanda tangan Dokter, Dokter gigi dan/atau Tenaga Kesehatan yang
memberikan pelayanan secara berurutan sesuai waktu pelayanan
dan sesuai dengan kompetensi lulusannya
 Dalam hal terjadi kesalahan dalam pencatatan Rekam Medis,
Dokter, Dokter gigi, dan/atau Tenaga Kesehatan
lain dapat dilakukan pembetulan. Apabila pencatatan
rekam medis dilakukan secara konvensional maka pembetulan
dilakukan dengan cara mencoret 1 (satu) garis, diparaf dan
diberi tanggal, dalam hal diperlukan
penambahan kata atau kalimat diperlukan paraf dan tanggal
 Isi Informasi klinis pada rawat jalan di FKTP, paling sedikit meliputi :
 Identitas pasien
 Tanggal dan waktu
 Hasil anamnesis
 Hasil pemeriksaan
 Diagnosis
 Rencana penatalaksanaan
 Pengobatan dan atau tindakan
 Persetujuan dan penolakan tindakan jika diperlukan
 Nama dan tanda tangan Dokter, Dokter gigi dan atau Tenaga
Kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan
 Dalam hal pasien rawat inap atau perawatan 1 (satu) hari isi rekam
medis sebagaimana pada rawat jalan ditambahkan dengan :
 Lembaran monitoring untuk pasien rujukan sebelum masuk ruang
rawat inap
 surat rujukan untuk pasien rujukan;
 catatan perjalanan perawatan pasien mulai dari dirawat inap
sampai pasien pulang
 salinan resume medis
 Rekam Medis untuk pasien gawat darurat, ditambahkan :
 Hasil pemeriksaan triase
 Identitas dan nomor kontak pengantar pasien
 Sarana transportasi yang digunakan untuk mengantar pasien
 Resume Medis pasien paling sedikit terdiri dari :
 Identitas Pasien
 Diagnosis Masuk dan indikasi pasien dirawat
 Ringkasan hasil pemeriksaan fisik dan penunjang, diagnosis akhir,
pengobatan dan rencana tindaklanjut pelayanan kesehatan
 Nama dan tanda tangan Dokter atau Dokter gigi yang memberikan
pelayanan kesehatan
 Resume Medis yang diberikan kepada pasien saat pulang dari rawat
inap terdiri dari :
 Data umum pasien
 Anamnesis (riwayat penyakit dan pengobatan)
 Pemeriksaan
 Terapi, tindakan dan atau anjuran
Elemen Penilaian
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pengisian rekam medis
mencakup diagnosis, pengobatan, hasil pengobatan, dan kontinuitas
asuhan yang diberikan (R, D)
2. Rekam Medis diisi secara lengkap oleh Dokter, Dokter Gigi dan atau
Tenaga Kesehatan yang melaksanakan pelayanan kesehatan
perseorangan (D, O, W)
3. Koreksi dan penambahan data pada Rekam Medis dilakukan sesuai
dengan peraturan yang berlaku (D, O, W)
4. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap kelengkapan isi
rekam medis (D, W)

Kriteria
Adanya sistem yang memandu penyimpanan dan pemrosesan rekam
medis

Pokok Pikiran:
 Puskesmas menetapkan dan melaksanakan suatu kebijakan yang
menjadi pedoman retensi berkas rekam medis pasien dan data serta
informasi lainnya. Berkas rekam medis klinis pasien, serta data dan
informasi lainnya disimpan (retensi) untuk suatu jangka waktu yang
cukup dan mematuhi peraturan dan perundang-undangan yang
berlaku guna mendukung asuhan pasien, manajemen, dokumentasi
yang sah secara hukum, riset dan pendidikan. Kebijakan tentang
penyimpanan (retensi) konsisten dengan kerahasiaan dan keamanan
informasi tersebut. Ketika periode retensi yang ditetapkan terpenuhi,
maka berkas rekam medis klinis pasien dan catatan lain pasien, data
serta informasi dapat dimusnahkan dengan semestinya kecuali
ringkasan pulang dan persetujuan tindakan medik dalam jangka
waktu tertentu sesuai peraturan yang berlaku.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur penyimpanan berkas rekam
medis dengan kejelasan masa retensi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. (R)
2. Puskesmas mempunyai rekam medis bagi setiap pasien dengan
metode identifikasi sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang
ditetapkan. (D, W)
3. Sistem pengkodean, penyimpanan, dan dokumentasi dilakukan
sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan. (D, O, W)

Standar
Pelayanan Laboratorium dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangan.
Pelayanan Laboratorium Tersedia Tepat Waktu untuk Memenuhi
Kebutuhan Pengkajian Pasien, serta Mematuhi Standar, Peraturan
Perundangan yang Berlaku.

Kriteria
Ditetapkan Kebijakan, jenis-jenis dan prosedur pemeriksaan
laboratorium
Pokok Pikiran:
 Perlu ditetapkan jenis-jenis pelayanan laboratorium yang tersedia di
Puskesmas
 Agar pelaksanaan pelayanan laboratorium dapat menghasilkan hasil
pemeriksaan yang tepat, maka perlu ditetapkan kebijakan dan
prosedur pelayanan laboratorium mulai dari permintaan,
penerimaaan, pengambilan dan penyimpanan spesimen, pengelolaan
reagen pelaksanaan pemeriksaan, dan penyampaian hasil
pemeriksaan kepada pihak yang membutuhkan, serta pengelolaan
limbah medis dan bahan berbahaya dan beracun (B3). (lihat juga
KMP : 1.4.3; 1.5.7 dan 1.7.1; PMP : 5.2.1 dan 5.5.4 terkait limbah)
 Pemeriksaan berisiko tinggi adalah pemeriksaan terhadap specimen
yang berisiko infeksi pada petugas, misalnya spesimen sputum
dengan kecurigaan tuberculosis, darah dari pasien dengan
kecurigaan hepatitis B, HIV/AIDS.
 Regulasi pelayanan laboratorium perlu disusun sebagai acuan, yang
meliputi kebijakan dan pedoman, serta prosedur-prosedur pelayanan
laboratorium yang mengatur tentang:
a) jenis-jenis pelayanan laboratorium yang disediakan sesuai
dengan kebutuhan masyarakat dan kemampuan Puskesmas
b) waktu penyerahan hasil pemeriksaan laboratorium
c) pemeriksaan laboratorium yang berisiko tinggi
d) proses permintaan pemeriksaan, penerimaan specimen,
pengambilan, dan penyimpanan specimen
e) pelayanan pemeriksaan di luar jam kerja pada Puskesmas rawat
inap atau puskesmas yang menyediakan pelayanan di luar jam
kerja
f) proses pemeriksaan laboratorium
g) kesehatan dan keselamatan kerja dalam pelayanan laboratorium
h) penggunaan alat pelindung diri
i) pengelolaan reagen
 Jika pemeriksaan laboratorium tidak bisa dilakukan oleh Puskesmas
karena keterbatasan kemampuan, maka dapat dilakukan rujukan
pemeriksaan laboratorium yang dipandu dengan prosedur yang jelas

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan, prosedur, dan jenis-jenis pelayanan
laboratorium di Puskesmas sesuai kebutuhan masyarakat dan
kemampuan Puskesmas (R)
2. Pemeriksaan laboratorium dilakukan oleh analis/petugas yang
kompeten (R. D. O)
3. Ada prosedur rujukan spesimen dan pasien, jika pemeriksaan
laboratorium tidak dapat dilakukan di Puskesmas (D, O)

Kriteria:
Hasil pemeriksaan laboratorium selesai dan tersedia dalam waktu
sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan

Pokok Pikiran:
 Pimpinan Puskesmas perlu menetapkan jangka waktu yang
dibutuhkan untuk melaporkan hasil tes laboratorium. Hasil
dilaporkan dalam kerangka waktu berdasarkan kebutuhan pasien,
pelayanan yang ditawarkan, dan kebutuhan petugas pemberi
pelayanan klinis. Pemeriksaan pada gawat darurat dan di luar jam
kerja serta pada akhir minggu termasuk dalam ketentuan ini.
 Hasil pemeriksaan yang segera (urgent), seperti dari unit gawat
darurat diberikan perhatian khusus. Sebagai tambahan, bila
pelayanan laboratorium dilakukan bekerja sama dengan pihak luar,
laporan hasil pemeriksaan juga harus tepat waktu sesuai dengan
kebijakan yang ditetapkan atau yang tercantum dalam kontrak.

Elemen Penilaian:
1. Pimpinan Puskesmas menetapkan waktu pelaporan hasil
pemeriksaan laboratorium. (R)
2. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap ketepatan waktu
pelaporan hasil pemeriksaan. (D, W)

Kriteria:
Reagensia esensial dan bahan lain yang diperlukan sehari-hari selalu
tersedia dan dievaluasi untuk memastikan akurasi dan presisi hasil.

Pokok Pikiran
 Reagensia dan bahan-bahan lain yang selalu harus ada untuk
pelayanan laboratorium bagi pasien harus diidentifikasi dan
ditetapkan. Suatu proses yang efektif untuk pemesanan atau
menjamin ketersediaan reagensia esensial dan bahan lain yang
diperlukan.
 Semua reagensia disimpan sesuai pedoman dari produsen atau
instruksi penyimpanan yang ada pada kemasan. Evaluasi periodik
dilakukan terhadap ketersediaan dan penyimpanan semua reagensia
untuk memastikan akurasi dan presisi hasil pemeriksaan.
 Ditetapkan kebijakan dan prosedur untuk memastikan pemberian
label yang lengkap dan akurat untuk reagensia dan larutan yang
digunakan merujuk pada ketentuan peraturan perundang-undangan.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan reagensia esensial dan bahan lain yang harus tersedia,
termasuk proses untuk menyatakan jika regen tidak tersedia. (R)
2. Reagensia tersedia, diberi label, dan disimpan sesuai dengan
kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan. (D, O,W)

Kriteria:
Ditetapkan rentang nilai normal dan rentang nilai rujukan yang
digunakan untuk interpertasi dan pelaporan hasil laboratorium

Pokok Pikiran:
 Sesuai dengan peralatan dan prosedur yang dilaksanakan di
laboratorium, perlu ditetapkan rentang nilai normal dan rentang nilai
rujukan untuk setiap pemeriksaan yang dilaksanakan.
 Nilai normal dan rentang nilai rujukan harus tercantum dalam
catatan klinis, sebagai bagian dari laporan atau dalam dokumen
terpisah
 Jika pemeriksaan dilaksanakan oleh laboratorium luar, laporan hasil
pemeriksaan harus dilengkapi dengan rentang nilai. Jika terjadi
perubahan metoda atau peralatan yang digunakan untuk melakukan
pemeriksaan, atau perubahan terkait perkembangan ilmu dan
tehnologi, harus dilakukan evaluasi dan revisi bila perlu terhadap
ketentuan tentang rentang nilai pemeriksaan laboratorium.

Elemen Penilaian:
1. Kepala Puskesmas menetapkan nilai normal dan rentang nilai
rujukan untuk setiap pemeriksaan yang dilaksanakan dan
disertakan dalam laporan hasil pemeriksaan laboratorium. (R. D)
2. Rentang nilai normal dan rentang nilai rujukan dievaluasi secara
berkala dan direvisi jika diperlukan. (D,W)

Kriteria
Pemantapan mutu dilakukan, ditindaklanjuti dan didokumentasi
untuk setiap pemeriksaan laboratorium

Pokok Pikiran:
 Untuk menjamin mutu pelayanan laboratorium maka perlu
dilakukan upaya pemantapan mutu internal maupun eksternal di
Puskesmas. Pemantapan mutu dilakukan sesuai dengan jenis dan
ketersediaan peralatan laboratorium yang digunakan dan sesuai
dengan peraturan perundangan yang berlaku.
 Puskesmas wajib mengikuti Pemantaban Mutu Eskternal (PME)
secara periodik yang diselenggarakan oleh institusi yang ditetapkan
oleh pemerintah
 Uji silang adalah kegiatan untuk menilai mutu dan kesesuaian hasil
pemeriksaan secara periodik dan berkesinambungan dengan
mengirimkan sampel yang sama ke laboratorium lain/ rujukan.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pemantapan mutu pelayanan
laboratorium (R)
2. Terdapat bukti dilakukan pemantapan mutu internal dan
pemantapan mutu eksternal terhadap pelayanan laboratorium sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan dan dilakukan perbaikan
jika terjadi penyimpangan (D,O,W)

Standar
Manajemen obat dan bahan medis habis pakai dikelola sesuai
kebijakan dan prosedur yang ditetapkan.
Obat, dan bahan medis habis pakai tersedia dan dikelola sesuai
ketentuan untuk memenuhi kebutuhan pasien

Kriteria
Berbagai jenis obat dan bahan medis habis pakai yang sesuai dengan
kebutuhan tersedia
Pokok Pikiran:
 Puskesmas menetapkan jenis dan jumlah obat, dan bahan medis
habis pakai berdasarkan kebutuhan.
 Puskesmas dalam menyusun daftar obat (formularium) mengacu
formularium yang ditetapkan. Contoh: formularium nasional,
formularium kabupaten/kota
 Formularium Puskesmas merupakan daftar obat terpilih yang
dibutuhkan dan harus tersedia di Puskesmas.
 Dalam hal ruang farmasi Puskesmas belum dapat melakukan
pelayanan obat Program Rujuk Balik (PRB), maka obatnya disediakan
oleh Apotek yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan
 Pemilihan obat adalah suatu proses kerja sama/kolaboratif yang
mempertimbangkan baik kebutuhan dan keselamatan pasien
maupun kondisi ekonomisnya. Kadang-kadang terjadi kehabisan
obat karena terlambatnya pengiriman, kurangnya stok nasional atau
sebab lain yang tidak diantisipasi dalam pengendalian inventaris
yang normal. Ada suatu proses untuk mengingatkan para
dokter/dokter gigi tentang kekurangan obat tersebut dan saran
untuk penggantinya.
 Rantai manajemen pengadaan obat adalah suatu rangkaian kegiatan
yang meliputi proses perencanaan dan pemilihan, pengadaan,
penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, dan penggunaan obat.
( lihat juga KMP : 1.1.2 dan UKM : 2.1.1)
 Kebijakan, pedoman, dan prosedur-prosedur pelayanan farmasi
harus disusun sebagai acuan dalam pelayanan, meliputi:
a) kebijakan dan pedoman pelayanan farmasi
b) kebijakan dan prosedur perencanaan kebutuhan obat dan
bahan medis habis pakai
c) kebijakan dan prosedur pengadaan, penyediaan dan
penggunaan obat, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
d) kebijakan dan prosedur yang mengatur: proses peresepan,
pemesanan, dan pengelolaan obat
e) kebijakan dan prosedur penggunaan obat-obatan pasien rawat
inap, yang dibawa sendiri oleh pasien/ keluarga pasien
f) kebijakan dan prosedur untuk menjaga tidak terjadinya
pemberian obat yang kedaluwarsa kepada pasien
g) kebijakan dan prosedur jika terjadi kekosongan obat
h) perbaikan dan pengendalian pengadaan, penyediaan dan
penggunaan obat
i) pengelolaan rantai distribusi dan pengadaan obat
j) ketersediaan formularium obat

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan Kebijakan dan prosedur Pelayanan Farmasi di
Puskesmas. (R)
2. Disusun rencana kebutuhan obat dan bahan medis habis pakai
berdasarkan kebutuhan pelayanan. (R)
3. Dilakukan pengelolaan rantai distribusi dan pengadaan obat sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangan. (D,O,W)
4. Tersedia pelayanan farmasi selama tujuh hari dalam seminggu dan
24 jam pada Puskesmas yang memberikan pelayanan gawat darurat.
(O)
5. Tersedia daftar formularium obat Puskesmas.(D)
6. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut kesesuaian peresepan dan
ketersediaan obat dibandingkan dengan formularium Puskesmas.
(D,W)

Kriteria
Peresepan, pemesanan dan pengelolaan obat dipandu kebijakan dan
prosedur

Pokok Pikiran:
 Pemberian obat untuk mengobati seorang pasien membutuhkan
pengetahuan dan pengalaman yang spesifik. Puskesmas bertanggung
jawab untuk mengidentifikasi petugas dengan pengetahuan dan
pengalaman sesuai persyaratan dan yang juga diizinkan berdasarkan
lisensi, sertifikasi, undang-undang atau peraturan untuk pemberian
obat. Dalam situasi emergensi, perlu diidentifikasi petugas tambahan
yang diizinkan untuk memberikan obat. Untuk menjamin agar obat
tersedia dengan cukup dan dalam kondisi baik, tidak rusak, dan
tidak kedaluwarsa, maka perlu ditetapkan dan diterapkan kebijakan
pengelolaan obat mulai dari proses analisis kebutuhan, pemesanan,
pengadaan, pendistribusian, pelayanan peresepan, pencatatan dan
pelaporan.
 Apabila persyaratan petugas yang diberi kewenangan dalam
penyediaan obat tidak dapat dipenuhi, petugas tersebut mendapat
pelatihan khusus tentang penyediaan obat.
 Untuk Puskesmas rawat inap penggunaan obat oleh
pasien/pengobatan sendiri, baik yang dibawa ke Puskesmas atau
yang diresepkan atau dipesan di Puskesmas, diketahui dan dicatat
dalam rekam medis. Harus dilaksanakan pengawasan penggunaan
obat, terutama obat-obat psikotropika sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
 Obat yang perlu diwaspadai adalah obat yang mengandung risiko
yang meningkat bila kita salah menggunakan dan dapat
menimbulkan kerugian besar pada pasien.
 Obat yang perlu diwaspadai (high alert) terdiri atas :
- obat risiko tinggi, yaitu obat yang bila terjadi kesalahan (error)
dapat menimbulkan kematian atau kecacatan seperti, insulin,
heparin, atau kemoterapeutik;
- obat yang nama, kemasan, label, penggunaan klinik
tampak/kelihatan sama (look alike), bunyi ucapan sama (sound
alike), seperti Xanax dan Zantac atau hydralazine dan hydroxyzine
atau disebut juga nama obat rupa ucapan mirip (NORUM);

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan tentang petugas yang berhak memberikan
resep dan petugas yang berhak memberikan obat termasuk
penggunaan obat pasien rawat inap yang dibawa sendiri oleh pasien.
(R)
2. Peresepan dan pemberian obat dilakukan sesuai dengan kebijakan
dan prosedur yang ditetapkan. (D, O, W)
3. Dilakukan tindak lanjut terhadap rekomendasi pengawasan
penggunaan dan pengelolaan obat yang dilakukan oleh Dinas
Kesehatan daerah Kabupaten/Kota. (D, W)
Kriteria
Ada jaminan kebersihan dan keamanan dalam penyimpanan,
penyiapan, dan penyampaian obat kepada pasien serta
penatalaksanaan obat kedaluwarsa/ rusak/out of date/substitusi

Pokok Pikiran:
 Agar obat layak dikonsumsi oleh pasien, maka kebersihan dan
keamanan terhadap obat yang tersedia harus dilakukan mulai dari
proses pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, dan penyampaian
obat kepada pasien serta penatalaksanaan obat kedaluwarsa
dan/atau rusak/out of date/substitusi. Puskesmas menetapkan
kebijakan dan prosedur dalam penyampaian obat kepada pasien agar
pasien memahami indikasi, dosis, cara penggunaan obat, dan efek
samping yang mungkin terjadi.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan persyaratan penyimpanan obat dan dilaksanakan sesuai
dengan persyaratan tersebut. (R,D,O,W)
2. Ditetapkan kebijakan dan prosedur penanganan obat yang
kadaluarsa/ rusak/ ditarik dari peredaran. (R)
3. Pemberian obat kepada pasien disertai dengan label obat yang jelas:
nama, dosis, waktu, cara pemakaian obat, dan tanggal kadaluwarsa.
(O,W)
4. Pemberian obat disertai dengan informasi penggunaan obat,
kemungkinan efek samping dan efek yang tidak diharapkan, serta
petunjuk penyimpanan obat di rumah dengan bahasa yang dapat
dimengerti oleh pasien/keluarga pasien.(O,W)
5. Obat kadaluarsa/rusak/ditarik dari peredaran dikelola sesuai
kebijakan dan prosedur.(D,W)

Kriteria
Dilakukan dokumentasi dalam rekam medis tentang efek obat dan
efek samping yang terjadi akibat pemberian obat-obat yang
diresepkan atau riwayat alergi terhadap obat-obatan tertentu

Pokok Pikiran:
 Pasien, dokternya, perawat dan petugas kesehatan yang lain bekerja
bersama untuk memantau pasien yang mendapat obat. Tujuan
pemantauan adalah untuk mengevaluasi efek pengobatan terhadap
gejala pasien atau penyakitnya dan untuk mengevaluasi pasien
terhadap kejadian efek samping obat.
 Berdasarkan pemantauan, dosis atau jenis obat bila perlu dapat
disesuaikan dengan memperhatikan pemberian obat secara rasional.
Sudah seharusnya dilakukan pemantauan secara ketat respons
pasien terhadap dosis pertama obat yang baru diberikan kepada
pasien. Pemantauan dimaksudkan untuk mengidentifikasi respons
terapetik yang diantisipasi maupun reaksi alergik, interaksi obat
yang tidak diantisipasi, untuk mencegah risiko bagi pasien.
Memantau efek obat termasuk mengobservasi dan
mendokumentasikan setiap kejadian salah obat (medication error).
 Perlu disusun kebijakan tentang identifikasi, pencatatan dan
pelaporan semua kejadian salah obat (medication error) yang terkait
dengan penggunaan obat, misalnya: salah peresepan obat, salah
penyerahan obat, salah pelabelan obat, salah dosis, salah rute
pemberian, salah frekuensi pemberian, memberikan obat salah orang.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur untuk mencatat, memantau efek
obat, dan melaporkan bila terjadi efek samping penggunaan obat. (R)
2. Efek obat, efek samping obat, dan kejadian alergi ditindak lanjuti
serta didokumentasikan dalam rekam medis. (D)

Kriteria
Obat-obatan emergensi tersedia, dipantau dan aman bilamana
disimpan di luar farmasi.

Pokok Pikiran:
 Bila terjadi kegawatdaruratan pasien, akses cepat terhadap obat
emergensi yang tepat adalah sangat penting. Perlu ditetapkan lokasi
penyimpanan obat emergensi di tempat pelayanan dan obat-obat
emergensi yang harus disuplai ke lokasi tersebut. Untuk memastikan
akses ke obat emergensi bilamana diperlukan, perlu tersedia
prosedur untuk mencegah penyalahgunaan, pencurian atau
kehilangan terhadap obat dimaksud. Prosedur ini memastikan bahwa
obat diganti bilamana digunakan, rusak atau kedaluwarsa.
Keseimbangan antara akses, kesiapan, dan keamanan dari tempat
penyimpanan obat emergensi perlu dipenuhi.

Elemen Penilaian
1. Ditetapkan kebijakan pengelolaan obat emergensi. (R)
2. Obat emergensi tersedia pada unit-unit dimana akan diperlukan atau
dapat terakses segera untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat
emergensi. (O)
3. Obat emergensi dipantau dan diganti secara tepat waktu sesuai
kebijakan Puskesmas setelah digunakan atau bila kadaluwarsa atau
rusak atau ditarik dari peredaran. (D,W)

Standar
Pelayanan Radiodiagnostik dilaksanakan sesuai peraturan
perundangan.
Pelayanan radiodiagnostik disediakan sesuai kebutuhan pasien,
dilaksanakan oleh tenaga yang kompeten, dan mematuhi persyaratan
perundangan yang berlaku

Kriteria
Pelayanan radiodiagnostik disediakan untuk memenuhi kebutuhan
pasien, dan memenuhi standar nasional, peraturan perundangan
yang berlaku.

Pokok Pikiran:
 Untuk memenuhi kebutuhan pelayanan pada masyarakat di wilayah
kerja, dan kebutuhan pemberi pelayanan klinis, dapat disediakan
pelayanan radiodiagnostik sebagai upaya untuk meningkatkan
ketepatan dalam menetapkan diagnosis.
 Pelayanan radiodiagnostik tersebut harus dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan dan peraturan perundangan yang berlaku untuk
menjaga keselamatan pasien, masyarakat dan petugas.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pelayanan radiodiagnostik
sebagaimana dimaksud pada pokok pikiran. (D, O, W)
2. Pelayanan radiodiagnostik dilakukan sesuai dengan kebijakan dan
prosedur yang telah ditetapkan. (D, O, W)

Kriteria
Staf yang kompeten dan memiliki kewenangan melaksanakan
pemeriksaan radiodiagnostik, menginterpretasi hasil, dan
melaporkan hasil pemeriksaan tepat waktu sesuai ketentuan yang
ditetapkan.

Pokok Pikiran:
 Kepala Puskesmas menetapkan petugas pemberi pelayanan
radiodiagnostik untuk melakukan pemeriksaan diagnostik,
menginterpretasi hasil atau memverifikasi dan membuat laporan
hasil pemeriksaan.
 Petugas tersebut mendapat peningkatan kompetensi dapat melalui
pelatihan/inhouse training/on the job training.
 Jika tidak tersedia tenaga yang kompeten, maka dapat dilakukan
kerjasama dengan fasilitas kesehatan yang memiliki kewenangan
tersebut.
 Jangka waktu pelaporan hasil pemeriksaan radiologi diagnostik perlu
ditetapkan. Hasil yang dilaporkan dalam kerangka waktu didasarkan
pada kebutuhan pasien, pelayanan yang ditawarkan, dan kebutuhan
pemberi pelayanan klinis. Kebutuhan tes untuk pelayanan gawat
darurat, pemeriksaan diluar jam kerja serta akhir minggu termasuk
dalam ketentuan ini.
 Hasil pemeriksaan radiologi yang cito untuk pasien gawat darurat
harus diberi perhatian khusus dalam proses pengukuran mutu. Hasil
pemeriksaan radiodiagnostik yang dilaksanakan dengan kontrak
pelayanan oleh pihak di luar Puskesmas dilaporkan sesuai dengan
kebijakan atau ketentuan dalam kontrak.

Elemen Penilaian:
1. Kepala Puskesmas menetapkan tentang waktu pelaporan hasil
pemeriksaan.(R)
2. Pemeriksaan radiodiagnostik, interpretasi hasil, dan pelaporan hasil
pemeriksaan dilaksanakan sesuai dengan kebijakan yang telah
ditetapkan (D,W)
3. Ketepatan waktu pelaporan hasil pemeriksaan diukur, dipantau , dan
ditindaklanjuti. (D,W
BAB 4. Program Prioritas Nasional

Standar
Penurunan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian
neonatus (AKN).
Puskesmas memberikan pelayanan kesehatan ibu hamil, pelayanan
kesehatan ibu bersalin, pelayanan kesehatan masa sesudah
melahirkan, pelayanan kesehatan bayi baru lahir beserta pemantauan
dan evaluasinya sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangan.
Kriteria
Puskesmas melaksanakan pelayanan kesehatan ibu hamil,
pelayanan kesehatan ibu bersalin, pelayanan kesehatan masa
sesudah melahirkan, pelayanan kesehatan bayi baru lahir.

Pokok Pikiran:
 Pelayanan kesehatan ibu hamil adalah setiap kegiatan dan/atau
serangkaian kegiatan yang dilakukan sejak terjadinya masa
konsepsi hingga melahirkan.
 Pelayanan Kesehatan ibu bersalin, yang selanjutnya disebut
persalinan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan
yang ditujukan pada ibu sejak dimulainya persalinan hingga 6
(enam) jam sesudah melahirkan.
 Pelayanan kesehatan masa sesudah melahirkan adalah setiap
kegiatan dan/atau serangkaian yang dilakukan ditujukan pada ibu
selama nifas (6 jam – 42 hari sesudah melahirkan).
 Pelayanan kesehatan bayi baru lahir dilakukan melalui pelayanan
kesehatan neonatal esensial sesuai standar. Pelayanan kesehatan
neonatal esensial dilakukan pada umur 0-28 hari.
 Pelayanan kesehatan pada ibu hamil, persalinan, masa sesudah
melahirkan, dan bayi baru lahir dilakukan sesuai dengan standar
dalam pedoman yang berlaku.
 Pelayanan pada masa kehamilan meliputi pelayanan sesuai standar
kuantitas dan standar kualitas.
a) Standar kuantitas adalah Kunjungan 4 kali selama periode
kehamilan (K4) dengan ketentuan:
1. Satu kali pada trimester pertama.
2. Satu kali pada trimester kedua.
3. Dua kali pada trimester ketiga
b) Standar Kualitas yaitu pelayanan antenatal yang memenuhi 10 T,
meliputi:
1. Pengukuran berat badan dan tinggi badan.
2. Pengukuran tekanan darah.
3. Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA).
4. Pengukuran tinggi puncak rahim (fundus uteri).
5. Penentuan Presentasi Janin dan Denyut Jantung Janin (DJJ)
6. Pemberian imunisasi sesuai dengan status imunisasi.
7. Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet.
8. Tes Laboratorium.
9. Tatalaksana/penanganan kasus.
10. Temu wicara (konseling)
 Pelayanan pada masa persalinan sesuai standar meliputi:
1. Persalinan normal.
2. Persalinan dengan komplikasi
 Standar persalinan normal adalah Acuan Persalinan Normal (APN)
sesuai standar.
a) Dilakukan di fasilitas kesehatan.
b) Tenaga penolong minimal 2 orang, terdiri dari:
1) Dokter dan bidan,
2) atau 2 orang bidan, atau
3) Bidan dan perawat.
 Standar persalinan dengan komplikasi mengacu pada Buku Saku
Pelayanan Kesehatan Ibu di FKTP dan FKRTL.
 Pelayanan Kesehatan Masa Sesudah Melahirkan dilakukan minimal
4 kali:
a) Pelayanan pertama dilakukan pada waktu 6-48 jam setelah
persalinan
b) Pelayanan kedua dilakukan pada waktu 3-7 hari setelah
persalinan
c) Pelayanan ketiga dilakukan pada waktu 8-28 hari setelah
persalinan
d) Pelayanan keempat dilakukan pada waktu 29-42 hari setelah
persalinan.
Dengan ruang lingkup meliputi:
a) pemeriksaan status mental ibu
b) pemeriksaan tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu
c) pemeriksaan tinggi fundus uteri
d) pemeriksanaan lochia dan perdarahan
e) pemeriksanaan jalan lahir
f) pemeriksaan payudara dan anjuran pemberian ASI Eksklusif
g) pemberian kapsul vitamin A
h) pelayanan kontrasepsi pasca persalinan
i) konseling
j) identifikasi risiko dan komplikasi
k) penanganan risiko tinggi dan komplikasi pada nifas
 Pelayanan bayi baru lahir meliputi pelayanan sesuai standar
kuantitas dan standar kualitas.
a) Pelayanan standar kuantitas adalah kunjungan minimal 3 kali
selama periode neonatal, dengan ketentuan:
1. Kunjungan Neonatal 1 (KN1) 6 - 48 jam
2. Kunjungan Neonatal 2 (KN2) 3 - 7 hari
3. Kunjungan Neonatal 3 (KN3) 8 - 28 hari
b) Standar kualitas:
1. Pelayanan Neonatal Esensial saat lahir (0-6 jam).
Perawatan neonatal esensial saat lahir meliputi:
(1) perawatan neontarus pada 30 detik pertama
(2) menjaga bayi tetap hangat
(3) pemotongan dan perawatan tali pusat.
(4) inisiasi Menyusu Dini (IMD).
(5) Pemberian identitas
(6) injeksi vitamin K1.
(7) pemberian salep/tetes mata antibiotik.
(8) Pemeriksaan fisik bayi baru lahir
(9) Penentuan usia gestasi
(10) pemberian imunisasi (injeksi vaksin Hepatitis B0).
(11) Pemantauan tanda bahaya
(12) Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani dalam
kondisi stabil, tepat waktu ke fasilitas kesehatan yang
lebih mampu
2. Pelayanan Neonatal Esensial setelah lahir (6 jam – 28 hari).
Perawatan neonatal esensial setelah lahir meliputi
(1) menjaga bayi tetap hangat
(2) konseling perawatan bayi baru lahir dan ASI eksklusif.
(3) memeriksa kesehatan dengan menggunakan standar
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dan buku
KIA).
(4) pemberian vitamin K1 bagi yang lahir tidak di fasilitas
kesehatan atau belum mendapatkan injeksi vitamin K1.
(5) imunisasi Hepatitis B injeksi untuk bayi usia < 24
jam yang lahir tidak ditolong tenaga kesehatan.
(6) Perawatan metode kangguru bagi Bayi Berat Lahir
Rendah (BBLR)
(7) penanganan dan rujukan kasus neonatal komplikasi
 Bagi Puskesmas yang memberikan pelayanan persalinan harus
melakukan pelayanan sesuai dengan kewenangannya berdasarkan
ketentuan peraturan perundangan
 Pencatatan dan pelaporan pelayanan kesehatan ibu hamil, pelayanan
kesehatan ibu bersalin, pelayanan kesehatan masa sesudah
melahirkan, pelayanan kesehatan bayi baru lahir dilaksanakan
secara akurat dan sesuai prosedur meliputi cakupan program
kesehatan keluarga, pencatatan kohor, pelaporan kematian ibu, bayi
lahir mati dan kematian neonatal serta pengisian dan pemanfaatan
buku KIA.
 Penyusunan program pencegahan dan penurunan stunting
terintegrasi dengan penyusunan RUK dan RPK pelayanan UKM dan
UKPP (lihat juga KMP : 1.1.2, dan UKM : 2.1.1)

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pelayanan kesehatan pada ibu
hamil, masa persalinan, masa sesudah melahirkan dan pelayanan
kesehatan pada bayi baru lahir. (R)
2. Ditetapkan program penurunan AKI dan AKN yang disusun
berdasarkan analisis masalah Kesehatan Ibu dan Anak yang
dipimpin oleh Kepala Puskesmas. (R, D, W)
3. Dilakukan pelayanan kesehatan pada masa hamil, masa sesudah
melahirkan dan bayi baru lahir sesuai dengan prosedur yang
ditetapkan termasuk kewajiban penggunaan partograph pada saat
pertolongan persalinan dan upaya stabilisasi pra rujukan pada kasus
komplikasi. (D, O, W)
4. Dilakukan pelayanan persalinan sesuai dengan standar. (D, O, W)
5. Program penurunan AKI dan AKN dikoordinasikan dan dilaksanakan
sesuai dengan rencana yang disusun bersama lintas program dan
lintas sektor. (D, W)
6. Tersedia alat, obat dan prasarana pelayanan kesehatan ibu dan bayi
baru lahir termasuk standar alat kegawatdaruratan maternal dan
neonatal sesuai dengan standar dan dikelola sesuai dengan prosedur.
(D, O, W)
7. Dilakukan pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut terhadap
pelaksanaan program penurunan AKI dan AKN termasuk pelayanan
kesehatan pada masa hamil, persalinan dan bayi baru lahir di
Puskesmas (D, W)
8. Dilakukan pencatatan dan pelaporan sesuai prosedur yang telah
ditetapkan (D)

Standar
Program Penanggulangan Tuberkulosis
Puskesmas memberikan pelayanan kepada pasien TB mulai dari
penemuan kasus TB kepada orang yang terduga TB, penegakan
diagnosis, penetapan klasifikasi dan tipe pasien TB, tata laksana
kasus terdiri dari pengobatan pasien beserta pemantauan dan
evaluasinya untuk memutus mata rantai penularan sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundangan.
Kriteria
Puskesmas melaksanakan pelayanan kepada pasien TB mulai dari
penemuan kasus TB kepada orang yang terduga TB, penegakan
diagnosis, penetapan klasifikasi dan tipe pasien TB, tata laksana
kasus terdiri dari pengobatan pasien beserta pemantauan dan
evaluasinya.

Pokok Pikiran:
 Penanggulangan Tuberkulosis adalah segala upaya kesehatan yang
mengutamakan aspek promotif dan preventif, tanpa mengabaikan
aspek kuratif dan rehabilitatif yang ditujukan untuk melindungi
kesehatan masyarakat, menurunkan angka kesakitan, kecacatan
atau kematian, memutuskan penularan, mencegah resistensi obat
dan mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan akibat
Tuberkulosis.
 Program penanggulangan tuberkulosis direncanakan, dilaksanakan,
dipantau dan ditindak lanjuti dalam upaya eliminasi tuberkulosis.
 Untuk tercapainya target program Penanggulangan TB Nasional,
Pemerintah Daerah provinsi dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota
harus menetapkan target Penanggulangan TB tingkat daerah
berdasarkan target nasional dan memperhatikan strategi nasional.
 Tuberkulosis merupakan permasalahan penyakit menular baik global
maupun nasional. Upaya untuk penanggulangan penularan
tuberkulosis merupakan salah satu program prioritas nasional
bidang kesehatan
 Pelayanan pasien TB dilaksanakan melalui
a) pelayanan kasus TB Sensitif Obat (SO), terdiri dari:
1. penemuan kasus TB secara aktif dan pasif
2. diagnosis dilakukan sesuai standar dengan pemeriksaan
tes cepat molekuler, mikroskopis, dan biakan
3. pengobatan TB sesuai standar
4. perbaikan pasien TB dilakukan melalui pemeriksaan
mikroskopis di akhir bulan 2 (dua), akhir bulan 5 (lima) dan
akhir pengobatan.
b) pelayanan kasus TB Resisten Obat (RO) dilakukan dengan
1. penemuan kasus TB secara aktif dan pasif
2. Puskesmas mampu melakukan penjaringan kasus TB RO
dan merujuk terduga untuk melakukan diagnosis jika
diperlukan
3. Puskesmas mampu melanjutkan pengobatan pasien TB RO
4. Puskesmas mampu melakukan rujukan pemeriksaan
laboratorium, follow up bagi pasien TB RO.
c) pemberian pengobatan pencegahan TB pada anak dan ODHA
d) pemberian edukasi tentang penularan, pencegahan penyakit TB
dan etika batuk kepada pasien dan keluarga.
e) Puskesmas memberikan pelayanan pengawasan menelan obat
(PMO) bagi pasien TBC SO dan TBC RO.
f) kewajiban melaporkan kasus TBC kepada Program Nasional
Penanggulangan TBC.
g) mengikuti pemantapan mutu laboratorium mikroskopis TBC
sesuai ketentuan Program TBC.
 Program pengendalian tuberkulosis perlu disusun dan
dikoordinasikan baik dalam upaya preventif maupun upaya kuratif di
Puskesmas melalui strategi DOTS.
 Penyusunan program pencegahan dan penurunan stunting
terintegrasi dengan penyusunan RUK dan RPK pelayanan UKM dan
UKPP (lihat juga KMP : 1.1.2, dan UKM : 2.1.1)

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pengendalian tuberkulosis serta
target pasien TBC yang harus diobati di Puskesmas sesuai dengan
target penemuan kasus TBC. (R, D, W)
2. Ditetapkan tim TB DOTS di Puskesmas yang terdiri dari dokter,
perawat, analis laboratorium dan petugas pencatatan pelaporan
terlatih (R)
3. Ditetapkan program penanggulangan tuberkulosis disusun
berdasarkan analisis masalah TB yang dipimpin oleh Kepala
Puskesmas. (R, D, W)
4. Program penanggulangan tuberkulosis dikoordinasikan dan
dilaksanakan sesuai dengan rencana yang disusun (D, W)
5. Dilakukan tata laksana kasus tuberkulosis mulai dari diagnosis,
pengobatan, pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut sesuai dengan
peraturan perundangan( D, O, W).
6. Logistik baik OAT maupun non OAT disediakan sesuai dengan
kebutuhan program serta dikelola sesuai dengan prosedur (D, W)

Standar
Peningkatan cakupan dan mutu imunisasi
Puskesmas melaksanakan program imunisasi sesuai ketentuan
peraturan perundangan.

Kriteria
Program imunisasi direncanakan, dilaksanakan, dipantau dan
dievaluasi dalam upaya peningkatan capaian cakupan dan mutu
imunisasi.

Pokok Pikiran:
 Sebagai upaya untuk melindungi masyarakat dari penyakit menular
yang dapat dicegah melalui imunisasi, Puskesmas wajib
melaksanakan kegiatan imunisasi sebagai bagian dari program
prioritas nasional.
 Pelaksanaan program imunisasi di Puskesmas perlu
direncanakan,dilaksanakan, dipantau dan dievaluasi agar dapat
mencapai cakupan imunisasi secara optimal.
 Perencanaan yang detail (micro planning) meliputi pemetaan wilayah,
identifikasi dan penentuan jumlah sasaran, kebutuhan SDM,
penentuan kebutuhan, jadwal pelaksanaan imunisasi serta jadwal
dan mekanisme distribusi logistik, dan biaya operasional disusun
untuk memastikan pelaksanaan program imunisasi berjalan dengan
baik. Micro planning disusun dengan melibatkan lintas program
terkait.
 Pencatatan dan pelaporan program imunisasi dilaksanakan secara
akurat dan sesuai prosedur meliputi cakupan imunisasi, stok dan
pemakaian vaksin dan logistik lainnya, kondisi peralatan rantai
vaksin dan KIPI.
 Pemantauan dan evaluasi dilaksanakan secara berkala,
berkesinambungan, berjenjang dan dilakukan analisa serta rencana
tindak lanjut perbaikan program imunisasi berdasarkan hasil.
 Tindak lanjut perbaikan program imunisasi berdasarkan hasil
pemantauan dan evaluasi dilaksanakan meliputi upaya dalam
rangka penjangkauan sasaran dan meningkatkan cakupan imunisasi
melalui:
a) kegiatan sweeping, drop out follow up (DOFU), kegiatan SOS
(Sustainable Outreach Services) untuk daerah geografis sulit,
defaulter tracking, Backlog Fighting, Crash Program dan Catch Up
Campaign;
b) upaya peningkatan kualitas imunisasi melalui pengelolaan
vaksin yang sesuai prosedur, pemberian imunisasi yang aman
dan sesuai prosedur, kegiatan validasi data sasaran, Data
Quality Self assessment (DQS), Rapid Convenience Assessment
(RCA) untuk melakukan validasi terhadap hasil cakupan
imunisasi dan supervisi berkala; serta
c) upaya penggerakkan masyarakat melalui kegiatan penyuluhan
sosialisasi melalui berbagai media komunikasi, peningkatan
keterlibatan lintas program dan lintas sektor terkait dan
pembentukan forum komunikasi masyarakat peduli imunisasi.
 Penyusunan program pencegahan dan penurunan stunting
terintegrasi dengan penyusunan RUK dan RPK pelayanan UKM dan
UKPP (lihat juga KMP : 1.1.2, dan UKM : 2.1.1)

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur imunisasi. (R)
2. Ditetapkan program imunisasi yang disusun secara rinci dan
melibatkan lintas program terkait yang dipimpin oleh Kepala
Puskesmas.(R, D, W)
3. Kegiatan Peningkatan cakupan dan mutu imunisasi dikoordinasikan
dan dilaksanakan sesuai dengan rencana dan prosedur yang telah
ditetapkan. (D, O, W)
4. Tersedia vaksin dan logistik sesuai dengan kebutuhan program dan
dikelola sesuai dengan prosedur (D, O, W)
5. Dilakukan pemantauan, dan evaluasi serta tindaklanjut program
imunisasi sesuai hasil kegiatan pemantauan dan evaluasi. (D, W)
6. Dilakukan pencatatan dan pelaporan sesuai prosedur yang telah
ditetapkan. (D)

Standar
Pencegahan dan Penurunan Stunting
Puskesmas melaksanakan pencegahan dan penurunan stunting
beserta pemantauan dan evaluasinya sesuai ketentuan peraturan
perundangan.
Kriteria
Pencegahan dan penurunan stunting direncanakan, dilaksanakan,
dipantau dan dievaluasi dengan melibatkan lintas program, lintas
sektor dan pemberdayaan masyarakat.

Pokok Pikiran:
 Pencegahan dan penurunan stunting merupakan salah satu fokus
Pemerintah yang bertujuan agar anak-anak Indonesia tumbuh dan
berkembang secara optimal dan maksimal disertai kemampuan
emosional, sosial, dan fisik yang siap untuk belajar serta berinovasi
dan berkompetisi di tingkat global.
 Upaya pencegahan dan penurunan stunting tidak dapat dilakukan
oleh sektor kesehatan saja, tetapi perlu dilakukan dengan
pemberdayaan lintas sektor dan masyarakat melalui perbaikan pola
makan, pola asuh, dan sanitasi serta akses terhadap air bersih.
 Dalam pencegahan dan penurunan stunting dilakukan upaya untuk
meningkatkan layanan dan cakupan intervensi gizi spesifik dan
intervensi gizi sensitif sesuai dengan pedoman yang berlaku.
 Intervensi gizi sensitif antara lain meliputi:
a) perlindungan sosial
b) penguatan pertanian
c) perbaikan air dan sanintasi lingkungan
d) keluarga berencana
 Intervensi gizi spesifik meliputi:
a) pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) pada remaja puteri
b) pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) pada ibu hamil
c) pemberian makanan tambahan pada ibu hamil Kurang Energi
Kronik (KEK)
d) promosi/konseling IMD, ASI Eksklusif dan Makanan
Pendamping ASI yang tepat/PMBA (Pemberian Makanan Bayi
dan Anak)
e) pemantauan pertumbuhan dan perkembangan balita
f) tata laksana balita gizi buruk
g) pemberian vitamin A bayi dan balita
h) pemberian makanan tambahan untuk balita kurus
 Dalam pencegahan dan penurunan stunting harus dapat menjamin
terlaksananya pencatatan dan pelaporan yang akurat dan sesuai
prosedur terutama pengukuran tinggi badan menurut umur (TB/U)
dan perkembangan balita.
 Pencatatan dan pelaporan program stunting dilaksanakan secara
akurat dan sesuai prosedur.
 Penyusunan program pencegahan dan penurunan stunting
terintegrasi dengan penyusunan RUK dan RPK pelayanan UKM dan
UKPP (lihat juga KMP : 1.1.2, dan UKM : 2.1.1)

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur program stunting. (R)
2. Ditetapkan program pencegahan dan penurunan stunting disusun
berdasarkan hasil analisis masalah gizi di wilayah kerja Puskesmas
yang dipimpin oleh Kepala Puskesmas). (R, D, W)
3. Pencegahan dan penurunan stunting dikoordinasikan dan
dilaksanakan sesuai dengan rencana yang disusun bersama lintas
program dan lintas sektor (D, W)
4. Dilaksanakan intervensi gizi spesifik dan sensitif sesuai dengan
rencana yang disusun (D, O, W)
5. Dilaksanakan koordinasi dan advokasi intervensi gizi sensitif dan
sensitif bersama lintas sektor sesuai dengan rencana yang disusun
(D, O, W)
6. Dilakukan pemantauan, evaluasi dan tindak lanjut terhadap
pelaksanaan program pencegahan dan penurunan stunting (D, W).

Standar

Pengendalian penyakit tidak menular dan faktor risikonya


Puskesmas melaksanakan pengendalian penyakit tidak menular
utama yang melipiti hipertensi, diabetes mellitus, kanker payudara
dan leher rahim, Pasien Rujuk Balik (PRB) Penyakit Tidak Menular
(PTM) dan penyakit katastropik lainnya sesuai kompetensi di tingkat
primer, serta penanganan faktor risiko PTM.

Kriteria
Program pengendalian penyakit tidak menular dan faktor resikonya
direncanakan, dilaksanakan, dipantau dan ditindaklanjuti dalam
upaya pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular.

Pokok Pikiran:
 Meningkatnya faktor risiko dan penyakit tidak menular serta
komplikasinya tidak hanya berdampak pada terjadinya peningkatan
angka morbiditas, mortalitas dan disablilitas, namun juga
berdampak kehilangan produktivitas yang berdampak pada beban
ekonomi baik tingkat individu, keluarga, dan masyarakat
 Upaya pengendalian penyakit tidak menular dilakukan melalui
berbagai kegiatan promotif dan preventif tanpa mengesampingkan
tindakan kuratif dan rehabilitatif.
 Kegiatan promotif dan preventif dilakukan melalui upaya:
a) Promotif yaitu memberikan informasi dan edukasi seluas-
luasnya kepada masyarakat agar tumbuh kesadaran untuk ikut
bertanggung jawab terhadap kesehatan diri dan lingkungannya.
b) Preventif
1) Pembinaan terhadap UKBM (POSBINDU), agar
penyelenggaraannya tertib 1 kali/bulan dengan kader
terlatih (sesuai juknis posbindu terbaru, terlampir) yang
melakukan deteksi dini faktor risiko PTM:
ukur Tekanan Darah (TD)
Gula Darah Sewaktu (GDs)
Indeks Masa Tubuh (IMT) dan Lingkar Perut (LP) dan
memberikan edukasi sesuai indikasi
menyelenggarakan konseling upaya berhenti merokok (UBM) dengan
tenaga terlatih
menerapkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di lingkungan Puskesmas.
Bekerjasama dengan Dinas Kesehatan daerah Kabupaten/Kota dan
instansi terkait mendorong dan mengawasi penerapatan KTR di 7
tatanan (fasyankes, sekolah, tempat kerja, tempat ibadah, angkutan
umum, fasilitas umum, dan tempat bermain anak)
2) Preventif di FKTP dilakukan melalui deteksi dini kanker
payudara dan kanker leher rahim dengan Pemeriksaan
Payudara Klinis (SADANIS) dan Inspeksi Visual Asam
Asetat (IVA) pada perempuan usia 30-50 tahun.
 Kegiatan kuratif dan rehabilitatif dilakukan melalui upaya:
a) menguatkan akses Pelayanan terpadu PTM di Puskesmas
dengan menguatkan keterampilan petugas kesehatan dalam
penanganan PTM dan faktor risiko PTM sesuai kewenangan dan
kompetensi di FKTP.
b) menguatkan sistem rujukan dari UKBM ke FKTP
c) menindaklanjuti Program Rujuk Balik (PRB) PTM
d) menindaklanjuti pelayanan paliatif berbasis komunitas sesuai
standar
 Deteksi dini atau penapisan (screening) perlu dilakukan untuk
mencegah terhadinya peningkatan kasus PTM.
 Penguatan keterampilan penanganan kasus PTM terutama pada
dokter dan tenaga kesehatan, dilakukan untuk mencegah terjadinya
komplikasi.
 Dalam upaya pengendalian faktor risiko penyakit tidak menular,
antara lain: diabetes, pola makan tidak sehat, kurang aktivitas fisik,
merokok, dan faktor risiko yang lain, dilakukan secara terintegrasi
melalui pendekatan keluarga dengan PIS-PK.
 Dalam upaya pengendalian penyakit tidak menular harus dapat
menjamin terlaksananya pencatatan dan pelaporan yang akurat dan
terpadu sesuai ketentuan.
 Penyusunan program pencegahan dan penurunan stunting
terintegrasi dengan penyusunan RUK dan RPK pelayanan UKM dan
UKPP (lihat juga KMP : 1.1.2, dan UKM : 2.1.1)
.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur serta target sasaran pelayanan
program Penyakit Tidak Menular (PTM). (R)
2. Ditetapkan program pengendalian Penyakit Tidak Menular dan
program promosi kesehatan termasuk kegiatan skrining PTM melalui
Posbindu dan pendekatan keluarga, untuk pencegahan penyakit
tidak menular, termasuk pengendalian faktor risiko PTM yang
disusun berdasarkan analisis masalah PTM yang dipimpin oleh
Kepala Puskesmas.(R, D, W)
3. Program pengendalian penyakit tidak menular dikoordinasikan dan
dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah disusun bersama
Lintas Program dan Lintas Sektor. (D, O, W)
4. Pelayanan dilakukan secara terpadu dengan diagnosis, pengobatan
dan tindaklanjut pada pasien dengan penyakit tidak menular sesuai
dengan panduan praktik klinis oleh tenaga kesehatan yang
berkompeten. (D, O, W)
5. Dilakukan pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut terhadap
pelaksanaan program pengendalian penyakit tidak menular. (D, W)
BAB 5. Peningkatan Mutu Puskesmas

(PMP) Standar
Peningkatan Mutu dilaksanakan secara berkesinambungan
Peningkatan mutu dilakukan melalui upaya perbaikan
berkesinambungan, upaya keselamatan pasien, upaya Manajemen
risiko dan upaya pencegahan dan pengendalian infeksi untuk
meminimalkan risiko bagi pasien, sasaran UKM, masyarakat, dan
lingkungan. (lihat juga KMP 1.1.1; 1.1.2; 1.1.3; dan 1.8.1 )

Kriteria
Kepala Puskesmas menetapkan Tim dan Program Peningkatan
Puskesmas

Pokok Pikiran:
 Agar upaya-upaya Peningkatan Mutu Puskesmas, Keselamatan
Pasien, dan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI), dan
Manajemen Risiko (MR) dapat dikelola dengan baik dan konsisten
dengan visi, misi, tujuan dan tata nilai, maka perlu ditetapkan tim
atau petugas yang diberi tanggung jawab terhadap Peningkatan
Mutu, Keselamatan Pasien, PPI, dan Manajemen Risiko.
 Jika sumber daya tersedia maka dapat dibentuk Tim Peningkatan
Mutu, Tim Manajemen Risiko, dan Tim Keselamatan Pasien, Tim PPI
sesuai ketentuan peraturan perundangan, namun jika tidak tersedia
Sumber daya maka cukup dengan penunjukan penanggung jawab
Mutu, Keselamatan Pasien, PPI, dan Manajemen Risiko
 Penunjukkan dan persyaratan kompetensi ketua tim atau petugas
yang diberi tanggung jawab ditentukan oleh Kepala Puskesmas.
Persyaratan kompetensi tersebut antara lain adalah: sarjana
kesehatan, mempunyai kapasitas terkait pengelolaan mutu,
keselamatan pasien, manajemen risiko, dan PPI, serta mempunyai
pengalaman kerja di Puskesmas.
 Para tim atau petugas yang bertanggung jawab tersebut, mempunyai
tugas untuk melakukan fasilitasi, koordinasi, pemantauan, dan
membudayakan kegiatan peningkatan mutu, keselamatan pasien,
manajemen risiko, dan pencegahan dan pengendalian infeksi. Para
tim tersebut juga harus menjamin pelaksanaan kegiatan dilakukan
secara konsisten dan berkelanjutan.
 Perlu ditetapkan kebijakan dan prosedur serta pedoman sebagai
acuan Kepala Puskesmas, penanggung jawab upaya pelayanan
Puskesmas dan koordinator dan pelaksana kegiatan Puskesmas
dalam hal 1) peningkatan mutu, 2) keselamatan pasien, 3)
manajemen risiko, 4) dan pencegahan dan pengendalian infeksi.
 Kepala Puskesmas perlu memfasilitasi, mengalokasikan, dan
menyediakan sumber daya yang dibutuhkan untuk program
peningkatan mutu dan keselamatan pasien, program manajemen
risiko, dan program PPI sesuai dengan ketersediaan anggaran dan
sumber daya yang ada di Puskesmas
 Program peningkatan mutu puskesmas, program manajemen risiko,
dan program PPI disusun secara kolaboratif sejak perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, dan penilaian
 Program peningkatan mutu puskesmas, program manajemen risiko,
dan program PPI sesuai dengan perkembangan kebutuhan dan
harapan masyarakat, perubahan regulasi, perkembangan teknologi
dan perubahan pedoman dalam rangka upaya-upaya perbaikan
berkesinambungan untuk memperbaiki perencanaan maupun
pelaksanaan kegiatan pelayanan
 Proses, hasil kegiatan, penilaian dan tindak lanjut program
peningkatan mutu dan keselamatan pasien, program manajemen
risiko, dan program PPI didokumentasikan, disosialisasikan, dan
dikomunikasikan kepada semua petugas kesehatan yang
memberikan pelayanan.

Elemen Penilaian:
1. Kepala Puskesmas menetapkan tim atau petugas diberi tanggung
jawab peningkatan mutu, keselamatan pasien, manajemen risiko,
dan PPI yang memenuhi persyaratan kompetensi yang disertai
dengan uraian tugasnya. (R, D, W)
2. Kepala Puskesmas menetapkan kebijakan dan program peningkatan
mutu puskesmas, keselamatan pasien, manajemen risiko, dan PPI di
Puskesmas. (R) (Lihat juga KMP : 1.4.1; 1.5.7; PMP 5.2.1; 5.4 dan
5.5)
3. Dilakukan pengawasan, pengendalian, penilaian, tindak lanjut, dan
upaya perbaikan berkesinambungan terhadap pelaksanaan program
peningkatan mutu dan keselamatan pasien, program manajemen
risiko, dan program PPI. (D,O,W)

Kriteria
Kepala Puskesmas dan tim atau petugas yang diberi tanggung jawab
mutu puskesmas berkomitmen untuk membudayakan peningkatan
mutu secara berkesinambungan melalui pengelolaan indikator mutu.

Pokok Pikiran:
 Penetapan prioritas perbaikan mutu dilakukan berdasarkan
kebijakan indikator mutu nasional (IMN), prioritas permasalahan di
wilayah kerja Puskesmas, SKP, dan PPI.
 Untuk mengukur keberhasilan upaya prioritas perbaikan di
Puskesmas maka perlu ditetapkan indikator mutu.
 Pengelolaan indikator mutu dalam rangka upaya perbaikan mutu
terdiri dari :
a. Indikator mutu prioritas tingkat Puskesmas (IMPP)
Indikator ini dirumuskan berdasarkan masalah kesehatan yang
ada di wilayah kerja (lihat juga KMP 1.1.3)
b. Indikator mutu prioritas Program :
1) Indikator mutu nasional
2) Indikator Sasaran Keselamatan Pasien (SKP) (lihat juga PMP :
5.3)
3) Indikator Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI). (lihat
juga PMP : 5.5).
 Pemilihan prioritas didasarkan pada proses yang berimplikasi risiko
tinggi (high risk), melibatkan populasi dalam volume besar (high
volume), melibatkan biaya besar bila tidak dikelola dengan baik (high
cost), capaian kinerja rendah (bad performance), atau cenderung
menimbulkan masalah (problem prone).
 Prioritas berdasarkan capaian kinerja, kendala, atau hambatan
dalam pelaksanaan kegiatan, adanya ketidakpuasan sasaran, dan
ketidaksesuaian terhadap kerangka acuan atau jadwal pelayanan
yang disusun, dan perubahan kebijakan pemerintah atau pemerintah
daerah terkait dengan penyelenggaraan KMP, pelayanan UKM, dan
pelayanan UKPP Puskesmas
 Indikator mutu yang diprioritaskan berdasarkan permasalahan
kesehatan di wilayah kerja disebut dengan indikator mutu prioritas
Puskesmas (IMPP) yang upaya perbaikannya harus didukung KMP,
UKM dan UKPP.
Contoh: masalah tingkat Puskesmas yang ditetapkan sesuai dengan
permasalahan kesehatan di wilayah kerja adalah tingginya prevalensi
tuberkulosis, maka dilakukan upaya perbaikan pada kegiatan UKP
yang terkait dengan penyediaan pelayanan klinis untuk mengatasi
masalah tuberkulosis, dilakukan upaya perbaikan kinerja pelayanan
UKM untuk menurunkan prevalensi tuberkulosis, dan dukungan
manajemen untuk mengatasi masalah tuberkulosis.
 Kepala Puskesmas dan tim atau petugas yang diberi tanggung jawab
menyusun indikator mutu prioritas tingkat Puskesmas (IMPP) yang
akan melibatkan banyak jenis pelayanan, banyak tenaga, membawa
dampak besar bagi Puskesmas.
 Indikator Sasaran Keselamatan Pasien (SKP) untuk masing-masing
sasaran yang terdiri atas identifikasi pasien, komunikasi efektif,
pengelolaan obat dengan kewaspadaan tinggi, upaya untuk
memastikan benar pasien, benar prosedur, dan benar sisi pada
pasien yang menjalani tindakan medis, kebersihan tangan, dan
proses untuk mengurangi risiko jatuh. (lihat juga PMP : 5.1. dan 5.3)
 Indikator mutu terkait dengan proses pencegahan dan pengedalian
infeksi dikaitkan dengan penerapan kewaspadaan isolasi meliputi:
kajian risiko pada pelayanan kesehatan perseorangan dan pelayanan
klinis, kebersihan tangan, penggunaan Alat Pelindung Diri (APD),
Peralatan perawatan pasien, pengelolaan linen, pengelolaan limbah
infeksius dan benda tajam, asuhan klinis yang berisiko infeksi,
pengelolaan makanan secara higienis, penyuntikan yang aman, risiko
infeksi pada saat pembongkaran, konstruksi dan renovasi bangunan,
penanganan outbreak infeksi, upaya pengendalian infeksi terkait
dengan pelayanan kesehatan, kegiatan edukasi PPI, serta perbaikan
dan penggunaan antimikroba secara bijak. (lihat juga PMP : 5.1 dan
5.5 )
 Setiap indikator agar dibuat profilnya atau gambaran singkat tentang
indikator tersebut yang antara lain meliputi:
a. judul indikator,
b. dasar pemikiran/alasan pemilihan indikator,
c. dimensi mutu,
d. tujuan,
e. definisi operasional,
f. tipe indikator,
g. satuan pengukuran,
h. numerator,
i. denominator,
j. target pencapaian,
k. kriteria inklusi dan eksklusi,
l. formula pengukuran,
m. desain pengumpulan data,
n. sumber data,
o. populasi atau sampel,
p. frekuensi pengumpulan data,
q. periode waktu pelaporan data,
r. periode analisis data,
s. penyajian data,
t. instrumen pengambilan data
u. penanggung jawab indikator
 Kepala Puskesmas, tim atau petugas yang diberi tanggung jawab
mutu dan keselamatan pasien,petugas yang diberi tanggung jawab
indikator, petugas yang diberi tanggung jawab untuk mengumpulkan
data, dan petugas yang diberi tanggung jawab untuk validasi data,
harus bertanggung jawab dan memerlukan peran serta aktif dalam
peningkatan mutu secara berkesinambungan. Dalam hal
keterbatasan tenaga, maka petugas yang diberi tanggung jawab
untuk validasi data dapat dirangkap oleh petugas penanggung jawab
indikator. ( Lihat juga KMP : 1.6.11)
 Jika prioritas indikator yang dipilih sama di beberapa unit pelayanan
(contoh: indikator kepatuhan cuci tangan) maka tim atau petugas
yang diberi tanggung jawab mutu, melakukan koordinasi dalam
pengumpulan data. Jika prioritas indikator yang dipilih terkait di
beberapa unit pelayanan (contoh: pengukuran waktu tunggu rawat
jalan dan waktu tunggu rekam medis), maka tim atau petugas yang
diberi tanggung jawab mutu melakukan integrasi dalam
pengumpulan data. Koordinasi dan integrasi sistem pengukuran
akan memberikan kesempatan adanya penyelesaian dan perbaikan
terintegrasi.
 Kepala Puskesmas, tim atau petugas yang diberi tanggung jawab
mutu dan keselamatan pasien,petugas penanggung jawab indikator,
petugas yang diberi tanggung jawab untuk mengumpulkan data,
petugas yang diberi tanggung jawab untuk validasi data,
mendapatkan peningkatan kapasitas pengelolaan data. ( Lihat juga
KMP : 1.6.12)
 Peningkatan kapasitas pengolahan data dapat dilakukan melalui
pelatihan, lokakarya, kaji banding, on the job training atau in house
training
 Indikator mutu yang sudah tercapai dan dapat dipertahankan selama
tahun berjalan maka dapat diganti dengan indikator mutu baru.
Indikator mutu yang belum mencapai target dapat tetap diukur di
tahun berikutnya. (Lihat juga KMP : 1.1.1 dan 1.1.3; dan PMP : 5.1.4
terkait indikator mutu)

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan indikator mutu prioritas Puskesmas (IMPP), indikator
sasaran keselamatan pasien (SKP), dan indikator upaya Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi (PPI) (R) (lihat juga KMP : 1.1.3)
2. Setiap indikator yang dilengkapi dengan profil indikator yang
meliputi huruf (a) sampai huruf (u) seperti disebutkan di pokok
pikiran. (D)
3. Pengumpulan dan analisis data dilakukan oleh petugas yang diberi
tanggung jawab untuk mengumpulkan data, petugas yang diberi
tanggung jawab untuk validasi data, dan petugas penanggung jawab
indikator (D, W)
4. Dilakukan pengumpulan data untuk indikator mutu yang sudah
ditetapkan (D,O, W)
5. Puskesmas menyelenggarakan kegiatan peningkatan sistem dan
kapasitas pengelolaan data dengan pelatihan Peningkatan Mutu dan
Keselamatan Pasien bagi tim atau petugas yang diberi tanggung
jawab mutu dan keselamatan pasien, petugas penanggung jawab
indikator, petugas yang diberi tanggung jawab untuk mengumpulkan
data, petugas yang diberi tanggung jawab untuk validasi data. (D,W)

Kriteria
Dilakukan validasi terhadap hasil pengukuran indikator mutu untuk
menjamin data yang dikumpulkan valid untuk peningkatan mutu
dan penyampaian informasi kepada masyarakat.

Pokok Pikiran:
 Untuk menjamin bahwa data dari masing-masing indikator mutu
yang dikumpulkan dapat dimanfaatkan untuk perbaikan mutu dan
menyampaikan informasi tentang mutu pelayanan Puskesmas perlu
dilakukan proses validasi data. Validasi data dilakukan jika:
a) terdapat indikator baru yang diterapkan untuk menilai mutu
pelayanan
b) terdapat indikator mutu yang akan ditampilkan kepada
masyarakat melalui media informasi yang ditetapkan
c) terdapat perubahan pada metode pengukuran yang ada, antara
lain: perubahan numerator atau denominator, perubahan
metode pengumpulan, perubahan sumber data, perubahan
subjek pengumpulan data, perubahan definisi operasional dari
indikator.
 Validasi penting untuk dilakukan agar data indikator mutu akurat
untuk mendukung keputusan yang diambil terkait dengan
perubahan kebijakan maupun upaya perbaikan mutu, dan untuk
mendukung kesahihan data yang disampaikan pada masyarakat.
(Lihat juga KMP : 1.1.3; dan PMP : 5.1.2)
 Validasi data dapat dilakukan terhadap sumber data, definisi
operasional numerator dan denominator, membandingkan hasil
pengukuran ulang dengan sumber data yang sama, atau
membandingkan hasil pengukuran dengan menggunakan sumber
data yang lain untuk mencocokkan hasil pengukuran yang telah
dilakukan.( Lihat juga KMP : 1.6.11 )

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan petugas atau tim yang bertanggung jawab untuk
melakukan validasi data indikator mutu. (R)
2. Ditetapkan prosedur dan metode untuk melakukan validasi data
hasil pengukuran indikator mutu. (R)
3. Dilakukan validasi data hasil pengukuran indikator sebagaimana
diminta pada pokok pikiran. (D, W)
4. Hasil validasi data digunakan untuk pengambilan keputusan, upaya
perbaikan mutu, dan untuk penyediaan informasi tentang capaian
mutu kepada masyarakat. (D, O, W)
Kriteria
Dilakukan analisa data dalam upaya perbaikan dan peningkatan
mutu pelayanan

Pokok Pikiran
 Dalam rangka mencapai sebuah kesimpulan dan membuat
keputusan maka data harus digabungkan, dianalisis dan diubah
menjadi informasi yang berguna.
 Analissi data melibatkan individu di dalam tim PMP yang memahami
manajemen informasi, mempunyai keterampilan dalam metode
pengumpulan data, dan mengetahui cara menggunakan berbagai alat
statistik. Hasil analisis data harus dilaporkan kepada Kepala
Puskesmas yang bertanggungjawab akan proses atau hasil yang
diukur dan yang mampu menindaklanjuti.
 Teknik statistik dapat berguna dalam proses analisis data,
khususnya dalam menafsirkan variasi dan memutuskan area yang
paling membutuhkan perbaikan. Run charts, diagram kontrol
(control charts), histogram, dan diagram Pareto adalah contoh
metode statistik yang sangat berguna untuk memahami pola dan
variasi dalam pelayanan kesehatan
 Program mutu berpartisipasi dalam menetapkan seberapa sering
data harus dikumpulkan dan dianalisis. Frekuensi proses ini
bergantung pada kegiatan program tersebut dan area yang diukur
serta frekuensi pengukuran. Sebagai contoh, pemeriksaan data mutu
dari laboratorium klinis mungkin dianalisis setiap minggu untuk
mematuhi peraturan perundangan-undangan dan data tentang
pasien jatuh mungkin dianalisis setiap bulan apabila jatuhnya pasien
jarang terjadi. Maka, pengumpulan data pada titik-titik waktu
tertentu akan memungkinkan Puskesmas menilai stabilitas proses
tertentu atau dapat menilai prediksi hasil tertentu terkait dengan
ekspektasi yang ada.
 Tujuan analisis data adalah dapat membandingkan data-data
Puskesmas melalui kaji banding dalam empat hal:
a) membandingkan data di Puskesmas dari waktu ke waktu data
(analisis trend), misalnya data PISPK dari bulanan ke bulan atau
dari tahun ke tahun;
b) membandingkan dengan Puskesmas lain bila mungkin yang
sejenis seperti melalui database eksternal nasional tentang data
PISPK;
c) membandingkan dengan standar seperti yang ditentukan oleh
peraturan perundang-undangan, seperti data capaian SPM (PMK
nomor 4 tahun 2019);
d) Jika memungkinkan, membandingkan dengan praktik yang
diinginkan yang dalam literatur digolongkan sebagai best
practice (praktik terbaik) atau better practice (praktik yang lebih
baik) atau practice guidelines (panduan praktik klinik).

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur analisis data serta tim yang
melakukan analisis data. (R)
2. Dilakukan pengumpulan data, analisis dan hasilnya dalam bentuk
informasi yang berguna untuk mengidentifikasi kebutuhan perbaikan
yang harus dilakukan. (D,W)
3. Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode dan teknis
statistik sesuai dengan kebutuhan. (D,W)
4. Analisis data telah dilakukan melalui kaji banding seperti yang
disebutkan dalam pokok pikiran dan hasilnya disampaikan kepada
Kepala Puskesmas D,W) (lihat juga KMP : 1.9.1 tentang kaji banding)

Kriteria
Peningkatan mutu puskesmas dicapai dan dipertahankan.

Pokok Pikiran:
 Informasi dari analisis data digunakan untuk mengidentifikasi
potensi perbaikan dan mengurangi atau mencegah kejadian yang
merugikan. Data memberikan kontribusi untuk pemahaman potensi
perbaikan terutama untuk indikator-indikator mutu prioritas yang
sudah ditetapkan oleh Kepala Puskesmas.
 Metode untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu dan
keselamatan pasien antara lain dapat menggunakan siklus Plan
(merencanakan perbaikan), Do (uji coba perbaikan), Study
(mempelajari/menganalisis hasil uji coba perbaikan), Action
(menindak lanjuti hasil analisis uji coba perbaikan).
 Setelah perbaikan direncanakan, dilakukan uji perubahan dengan
mengumpulkan data lagi selama masa uji yang ditentukan dan
dilakukan re-evaluasi untuk membuktikan bahwa perubahan adalah
benar menghasilkan perbaikan.Hal ini untuk memastikan bahwa ada
perbaikan berkelanjutan dan ada pengumpulan data untuk analisis
berkelanjutan
 Perubahan yang efektif dimasukkan antara lain dalam bentuk
penetapan kebijakan, perbaikan standar operasional prosedur,
pendidikan staf yang perlu dilakukan, dan replikasi di unit kerja
yang lain. Perbaikan-perbaikan yang dicapai dan dipertahankan oleh
Puskesmas didokumentasikan sebagai bagian dari manajemen
peningkatan mutu dan keselamatan pasien dan program perbaikan.

Elemen Penilaian:
1. Terdapat bukti Puskesmas telah membuat rencana perbaikan
terhadap mutu dan keselamatan pasien/ sasaran berdasarkan hasil
capaian indikator mutu (D,W)
2. Terdapat bukti Puskesmas telah melakukan uji coba perbaikan
terhadap mutu dan keselamatan pasien/sasaran berdasarkan
rencana perbaikan (D,W)
3. Terdapat bukti Puskesmas telah melakukan evaluasi dan tindak
lanjut terhadap hasil uji coba perbaikan (D.W)
4. Terdapat bukti Puskesmas telah menerapkan/melaksanakan hasil
uji coba perbaikan berdasarkan hasil evaluasi perbaikan
5. Keberhasilan-keberhasilan telah didokumentasikan,
dikomunikasikan serta disosialisasikan dan dijadikan laporan PMP
(D,W)
Standar
Program manajemen risiko berkelanjutan digunakan untuk
melakukan identifikasi, analisa dan penatalaksanaan risiko
untuk mengurangi cedera, dan mengurangi risiko lain terhadap
keselamatan pasien, staf dan sasaran pelayanan UKM serta
masyarakat.
Upaya manajemen risiko dilaksanakan melalui sebuah kerangka kerja
manajemen risiko yang dilaksanakan dalam Proses manajemen risiko
yang mencakup : identifikasi, analisa, penatalaksaan risiko dan
monitor perbaikannya. (lihat juga KMP : 1.4; PMP : 5.1)

Kriteria
Risiko dalam penyelenggaraan berbagai upaya Puskesmas terhadap
pasien, keluarga, masyarakat, petugas, dan lingkungan diidentifikasi,
dianalisis dan di lakukan penatalaksanaannya
Pokok Pikiran:
 Pelaksanaan setiap kegiatan Puskesmas dapat menimbulkan risiko.
Risiko terhadap pasien, keluarga, masyarakat, petugas, dan
lingkungan perlu dikelola oleh penanggung jawab dan pelaksana
untuk mengupayakan langkah-langkah pencegahan dan/ atau
minimalisasi risiko dan tidak memberi akibat negatif atau merugikan
tersebut
 Manajemen risiko merupakan pendekatan proaktif yang komponen-
komponen pentingnya meliputi:
a. identifikasi risiko,
b. prioritas risiko,
c. pelaporan risiko,
d. manajemen risiko
e. invesigasi terhadap insiden yang terjadi baik pada pasien,
petugas keluarga dan pengunjung
f. manajemen terkait tuntutan (klaim)
 Identifikasi Risiko terhadap kejadian /Insiden yang sudah terjadi
didokumentasikan dalam Register Risiko. Sedangkan risiko yang
belum terjadi dan berpotensi menimbulkan kejadian/ insiden
didokumentasikan pada Identifikasi Proses Berisiko Tinggi
 Kategori risiko di Puskesmas adalah Risiko yang berhubungan
dengan KMP, UKPP, dan UKM.
 Register Risiko dan Identifikasi Proses Berisiko Tinggi harus
dibuat sebagai dasar penyusunan Program Manajemen risiko untuk
membantu petugas Puskesmas mengenal dan mewaspadai
kemungkinan risiko dan akibatnya terhadap sasaran program,
pasien, keluarga, masyarakat, petugas, lingkungan, dan fasilitas
pelayanan kesehatan.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur penerapan manajemen risiko. (R)
2. Dilakukan identifikasi dan analisis risiko yang sudah terjadi dalam
area KMP, UKM, dan UKPP yang dituangkan dalam register risiko.
3. Dilakukan identifikasi dan analisis potensi risiko yang belum terjadi
dalam area KMP, UKM, dan UKPP yang dituangkan dalam Identifikasi
Proses Berisiko Tinggi (D,W)

Kriteria
Risiko dalam penyelenggaraan berbagai upaya Puskesmas terhadap
pasien, keluarga, masyarakat, petugas, dan lingkungan yang telah
diidentifikasi dianalisis dan ditindak lanjuti.

Pokok Pikiran:
 Program Manajemen Risiko (MR) yang berisi strategi dan kegiatan
untuk mereduksi atau memitigasi risiko, disusun setiap tahun,
terintegrasi dalam perencanaan puskesmas, berdasarkan identifikasi
dan analisis risiko baik yang sudah berakibat terjadinya kejadian/
insiden maupun yang berpotensi menyebabkan terjadinya kejadian/
insiden.
 Strategi reduksi dan mitigasi dapat berupa kontrol risiko (Risk
control) dan/ atau pengalihan risiko melalui pembiayaan risiko (Risk
Financing)
Kontrol risiko terdiri dari : Menghindari risiko (risk avoidance),
Mencegah kerugian (Loss Prevention - Frequency), Mereduksi kerugian
/ dampak (Loss Reduction – Severity), Segregasi dan Transfer
Kontraktual yang bukan Asuransi (Contractual non Insurance)
misalnya dengan konsinyasi. Pembiayaan risiko (Risk Financing)
adalah memindahkan risiko kepada pihak lain melalui pembiayaan,
misalnya : asuransi kebakaran.
 Pelaksanaan program manajemen risiko yang terdiri dari proses
manajemen risiko berupa identifikasi, analisa, penatalaksanaaan
risiko dan monitor perbaikannya untuk menentukan Strategi reduksi
dan mitigasi risiko.
 Satu alat/metode analisa proaktif terhadap proses kritis dan berisiko
tinggi adalah failure mode effect analysis (analisis efek modus
kegagalan). Dipilih minimal satu proses prioritas yang berisiko untuk
dilakukan analisis efek modus kegagalan setiap tahun.
 Untuk menggunakan metode / alat ini atau alat-alat lainnya yang
serupa secara efektif, Kepala Puskesmas harus mengetahui dan
mempelajari pendekatan tersebut, menyepakati daftar proses yang
berisiko tinggi dari segi keselamatan pasien dan staf, dan kemudian
menerapkan alat tersebut pada proses prioritas risiko. Setelah
analisis hasil, pimpinan Puskesmas mengambil tindakan untuk
mendesain ulang proses-proses yang ada atau mengambil tindakan
serupa untuk mengurangi risiko dalam proses-proses yang ada.
 Proses pengurangan risiko ini dilaksanakan minimal sekali dalam
setahun dan didokumentasikan pelaksanaannya.

Elemen Penilaian:
1. Program manajemen risiko disusun berdasar analisis kejadian yang
sudah terjadi dan hasil identifikasi proses berisiko tinggi dan menjadi
bagian terintegrasi dalam perencanaan Puskesmas (D, W)
2. Dilakukan penatalaksanaan risiko berupa strategi reduksi dan
mitigasi risiko dan monitor perbaikannya terkait kesehatan dan
keselamatan kerja, sarana prasarana, dan infeksi (D,W)
3. Dilakukan pelaporan hasil program manajemen risiko , dan rencana
tindak lanjut risiko yang telah diidentifikasi. (D, W)
4. Ada bukti Puskesmas telah melakukan failure mode effect analysis
(analisis efek modus kegagalan) setahun sekali pada proses berisiko
tinggi yang diprioritaskan (D,W) Puskesmas telah melaksanakan
tindak lanjut hasil analisis modus dampak kegagalan (FMEA) (D, W)

Standar

Sasaran Keselamatan Pasien diterapkan dalam Upaya


Keselamatan Pasien
Puskesmas mengembangkan dan menerapkan sasaran keselamatan
pasien sebagai suatu upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan.
(lihat juga KMP : 1.1.3; UKPPBP 3.1.1., dan PMP : 5.2.1)

Kriteria
Proses Identifikasi pasien dilakukan dengan benar.

Pokok Pikiran:
 Salah identifikasi pasien dapat terjadi di Puskesmas baik pada proses
pelayanan pasien sebagai akibat dari kondisi kesadaran pasien,
perpindahan ruang rawat, dan kondisi lain yang menyebabkan
terjadinya salah identitas.
 Kebijakan dan prosedur identifikasi pasien perlu disusun termasuk
identifikasi pasien pada kondisi tertentu.
 Pada kondisi tertentu, misalnya pasien tidak mempunyai identitas,
atau mempunyai nama sama, pasien dengan penurunan kesadaran,
tidak dapat menyebutkan nama, dan tidak memiliki kartu identitas,
dilakukan cara identifikasi yang tepat supaya tidak terjadi salah
pasien.
 Identifikasi harus dilakukan minimal dengan dua cara yang relatif
tidak berubah, antara lain: nama lengkap tanggal lahir,atau nomor
rekam medis, dan tidak boleh menggunakan nomor kamar pasien
atau lokasi pasien dirawat.
 Identifikasi dilakukan setiap akan melakukan prosedur diagnostik,
tindakan, pemberian obat, dan pemberian diit.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur identifikasi pasien. (R)
2. Dilakukan identifikasi pasien sebelum dilakukan prosedur
diagnostik, tindakan, pemberian obat, dan pemberian diit, sesuai
dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan. (D,O,W)
3. Dilakukan prosedur tepat identifikasi pada kondisi khusus seperti
disebutkan pada pokok pikiran (D,O,W)

Kriteria
Proses untuk meningkatkan efektifitas komunikasi dalam pemberian
asuhan ditetapkan dan dilaksanakan

Pokok Pikiran:
 Kesalahan pembuatan keputusan klinis, tindakan, dan pengobatan
dapat terjadi akibat komunikasi yang tidak efektif dalam proses
asuhan pasien
 Komunikasi yang tidak efektif antara lain : 1) terjadi pada saat
pemberian perintah secara verbal, 2) pemberian perintah verbal
melalui telpon, 3) penyampaian hasil kritis pemeriksaan penunjang
diagnosis, 4) serah terima antar shift, dan 5) pemindahan pasien dari
unit yang satu ke unit yang lain.
 Kebijakan dan prosedur komunikasi efektif perlu disusun dan
diterapkan dalam penyampaian pesan verbal, pesan verbal lewat
telpon, penyampaian nilai kritis hasil pemeriksaan penunjang
diagnosis, serah terima pasien pada serah terima jaga maupun serah
terima dari unit yang satu ke unit yang lain, misalnya untuk
pemeriksaan penunjang, dan pemindahan pasien ke unit lain. (Lihat
juga UKM : 3.7.3 tentang kebijakan dan prosedur penetapan nilai
kritis laboratorium)
 Pelaporan kondisi pasien dalam komunikasi verbal atau lewal telpon
antara lain dapat dilakukan dengan menggunakan tehnik SBAR
(Situation, Background, Asessment, Recommendation)
 Pelaksanaan komunikasi efektif verbal atau lewat telpon ditulis
lengkap, dibaca ulang oleh penerima pesan, dan dikonfirmasi kepada
pemberi pesan.
 Nilai kritis hasil pemeriksaan penunjang yang berada di luar rentang
angka normal secara mencolok yang menunjukkan keadaan berisiko
tinggi atau mengancam jiwa harus ditetapkan dan segera dilaporkan
oleh tenaga kesehatan yang bertanggung jawab dalam pelayanan
penunjang kepada dokter penanggung jawab pasien sesuai dengan
ketentuan waktu yang ditetapkan oleh Puskesmas, termasuk
pemeriksaan yang dilakukan oleh perawat atau bidan langsung di
tempat perawatan pasien (point of care testing), misalnya
pemeriksaan gula darah sewaktu yang dilakukan oleh perawat di
tempat perawatan pasien.
 Pelaksanaan serah terima pasien dilakukan dengan tehnik SBAR,
memperhatikan kesempatan untuk bertanya dan memberi penjelasan
(readback, repeat back), menggunakan formulir yang baku, dan berisi
informasi kritikal yang harus disampaikan antara lain: tentang
status/kondisi pasien, pengobatan, rencana asuhan, tindak lanjut
yang harus dilakukan, adanya perubahan status/kondisi pasien
yang signifikan, dan keterbatasan maupun risiko yang mungkin
dialami oleh pasien.
 Untuk meningkatkan kompetensi dalam melakukan komunikasi
efektif maka perlu dilakukan edukasi kepada karyawan. Edukasi
dapat dilakukan dalam bentuk pelatihan, lokakrya, on the job
training atau bentuk lain yang dianggap efektif tratsfer skill dan
pengetahun terhadap peningkatan kompetensi karyawan dalam
melakukan komunikasi efektif

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur komunikasi efektif dalam
pemberian asuhan (R)
2. Dilakukan edukasi komunikasi efektif kepada tenaga kesehatan
pemberi asuhan seperti disebutkan dalam pokok pikiran (D,W)
3. Pesan secara verbal atau lewat telpon ditulis lengkap, dibaca ulang
oleh penerima pesan, dan dikonfirmasi kepada pemberi pesan
(D,O,W,S)
4. Penyampaian nilai kritis hasil pemeriksaan laboratorium ditulis
lengkap, dibaca ulang oleh penerima pesan, dan dikonfirmasi oleh
pemberi pesan dilakukan sesuai prosedur, dan dicatat dalam rekam
medis (D,O,W,S)
5. Diidentifikasi siapa dan kepada siapa nilai kritis hasil pemeriksaan
laboratorium dilaporkan dan informasi apa yang didokumentasikan
dalam rekam medis.(D, O, W, S)
6. Proses komunikasi serah terima pasien yang memuat hal-hal kritial
dilakukan secara konsisten sesuai dengan prosedur, metoda, dan
menggunakan form yang dibakukan (D,O,W,S)

Kriteria
Proses untuk meningkatkan keamanan terhadap obat-obat yang
perlu diwaspadai ditetapkan dan dilaksanakan

Pokok Pikiran:
 Pemberian obat pada pasien perlu dikelola dengan baik dalam upaya
keselamatan pasien. Kesalahan penggunaan obat-obat yang perlu
diwaspadai dapat menimbulkan cedera pada pasien.
 Obat yang perlu diwaspadai (high alert) adalah obat-obat yang dalam
penggunaannya sering menyebabkan kesalahan dan / atau
kejadian sentinel, berisiko tinggi untuk penyalahgunaan, antara lain:
obat-obatan dengan rentang terapi yang sempit, insulin,
antikoagulan, kemoterapi, obat-obatan psikoterapi, narkotika, dan
obat-obatan dengan nama dan rupa mirip
 Kesalahan pemberian obat dapat juga terjadi akibat adanya obat
dengan nama dan rupa obat mirip (look alike sound alike)
 Perlu ditetapkan dan dilaksanakan kebijakan dan prosedur
pengelolaan obat yang perlu diwaspadai dan obat dengan nama dan
rupa mirip, meliputi: penyimpanan, penataan, peresepan, pelabelan,
penyiapan, penggunaan, evaluasi penggunaan obat-obat yang perlu
diwaspadai termasuk obat psikotropika, narkotika, dan obat dengan
nama atau rupa mirip

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur tentang penulisan resep obat dan
pengelolaan obat yang perlu diwaspadai dan obat dengan nama atau
rupa mirip seperti disebutkan pada pokok pikiran. (R)
2. Disusun daftar obat yang perlu diwaspadai dan obat dengan nama
atau rupa mirip (D)
3. Dilakukan pelabelan obat yang perlu diwaspadai dan obat dengan
nama atau rupa mirip sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang
disusun (D,O,W)
4. Dilakukan pengawasan dan pengendalian penggunaan obat-obatan
psikotropika/narkotika dan obat-obatan lain yang perlu diwaspadai
(high alert). (D, W)

Kriteria
Proses untuk memastikan tepat pasien, tepat prosedur, tepat sisi
pada pasien yang menjalani operasi/tindakan medis ditetapkan dan
dilaksanakan.

Pokok Pikiran:
 Terjadinya cedera dan kejadian tidak diharapkan dapat diakibatkan
oleh salah pasien, salah prosedur, salah sisi pada pemberian
tindakan invasif atau bedah minor pada pasien.
 Puskesmas harus menetapkan tindakan invasif dan prosedurnya,
yang meliputi semua tindakan yang meliputi sayatan / insisi atau
tusukan, termasuk, tetapi tidak terbatas pada, pencabutan gigi,
biopsi, dan artrosentesis, dan mengidentifikasi area di mana
prosedur invasif dilakukan.
 Puskesmas harus mengembangkan suatu sistim untuk memastikan
pasien yang benar, prosedur yang benar, dan sisi yang benar yang
dilakukan tindakan dengan menerapkan Protokol Umum (Universal
Protocol), yang meliputi:
a) Proses verifikasi sebelum dilakukan tindakan;
b) Penandaan sisi yang akan dilakukan tindakan / prosedur; dan
c) Time out yang dilakukan segera sebelum dimulainya prosedur.
 Proses verifikasi sebelum dilakukan tindakan bertujuan untuk
verifikasi benar pasien, benar prosedur, benar sisi, memastikan
semua dokumen, persetujuan tindakan medis, rekam medis, hasil
pemeriksaan penunjang tersedia dan diberi label, memastikan obat-
obatan, cairan intravena, jika ada ada produk darah yang diperlukan,
peralatan medis atau implant tersedia dan siap digunakan.
 Penandaan sisi yang akan dilakukan tindakan / prosedur
melibatkan pasien jika memungkinkan dan dilakukan dengan tanda
yang langsung dapat dikenali dan tidak membingungkan. Tanda
harus dilakukan secara seragam dan konsisten. Penandaan
dilakukan pada semua organ yang mempunyai lateralitas (kanan
lawan kiri, seperti salah satu dari dua anggota badan, satu dari
sepasang organ), beberapa struktur (seperti jari, jari kaki, lesi), atau
beberapa tingkat (tulang belakang). Untuk tindakan di poli gigi,
seperti pencabutan gigi, penandaannya bila perlu, menggunakan
hasil rontgen gigi atau odontogram. Penandaaan harus dilakukan
oleh operator/orang yang akan melakukan tindakan yang akan
melakukan seluruh prosedur dan tetap bersama pasien selama
prosedur berlangsung
 Penandaan sisi dapat dilakukan kapan saja sebelum prosedur
dimulai selama pasien terlibat secara aktif dalam penandaan sisi dan
tanda. Adakalanya pasien tidak memungkinkan untuk berpartisipasi,
misalnya: pasien anak-anak, atau ketika pasien tidak kompeten
membuat keputusan tentang perawatan kesehatan.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur verifikasi sebelum
operasi/tindakan medis dilakukan dan penandaan sisi
operasi/tindakan medis sesuai dengan yang diminta dalam pokok
pikiran. (R)
2. Dilakukan penandaan sisi operasi/ tindakan medis secara konsisten
oleh pemberi pelayanan yang akan melakukan tindakan sesuai
kebijakan dan prosedur yang ditetapkan. (O,W)
3. Dilakukan time-out sebelum operasi/ tindakan medis, untuk
memastikan benar identifikasi pasien, benar prosedur, benar sisi,
persetujuan tindakan medis, dan konfirmasi bahwa proses verifikasi
sudah lengkap dilakukan dengan mencatat waktunya. (D,O,W)
Kriteria
Kebersihan tangan diterapkan untuk menurunkan risiko infeksi yang
didapat di fasilitas kesehatan.

Pokok Pikiran:
 Puskesmas harus menerapkan kebersihan tangan yang terbukti
menurunkan risiko infeksi yang terjadi pada fasilitas kesehatan.
 Prosedur kebersihan tangan perlu disusun dan disosialisasikan,
serta ditempel pada tempat yang mudah dibaca. Tenaga medis,
tenaga kesehatan, dan karyawan Puskesmas perlu diedukasi tentang
kebersihan tangan. Sosialisasi kebersihan tangan perlu juga
dilakukan untuk pasien, dan keluarga pasien.
 Kebersihan tangan merupakan kunci efektif pencegahan dan
pengendalian infeksi sehingga Puskesmas harus menetapkan
kebijakan dan prosedur mengenai kebersihan tangan. (lihat juga PMP
: 5.5.3 )
 Setiap karyawan Puskesmas harus memahami 6 (enam) langkah dan
5 (lima) kesempatan melakukan kebersihan tangan dengan benar.
 Puskesmas wajib menyediakan perlengkapan dan peralatan untuk
melakukan kebersihan tangan antara lain:
(1) fasilitas cuci tangan meliputi air mengalir, sabun, tisu pengering
tangan/handuk sekali pakai; dan/atau
(2) hand rubs berbasis alcohol yang ketersediaannya harus terjamin
di Puskesmas

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur kebersihan tangan (R)
2. Kebersihan tangan dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang
disusun. (D,O,W)

Kriteria
Proses untuk mengurangi risiko pasien jatuh disusun dan
dilaksanakan

Pokok Pikiran:
 Cedera pada pasien dapat terjadi karena jatuh di fasilitas kesehatan.
Risiko jatuh pada pasien termasuk adanya riwayat jatuh,
penggunaan obat, minum minuman beralkohol, gangguan
keseimbangan, gangguan visus, gangguan mental, dan sebab yang
lain.
 Kebijakan dan prosedur penapisan (screening) risiko jatuh harus
ditetapkan. Penapisan secara umum dapat dilakukan dengan
Pertanyaan sederhana dengan jawaban ya/tidak atau observasi
dengan skor yang diberikan berdasarkan respons pasien, misalnya
apakah pasien pernah jatuh dalam kurun waktu 6 (enam) bulan
terakhir, apakah pasien mengalami vertigo, apakah pasien
mengkonsumsi obat yang mengganggu keseimbangan, apakah pasien
perlu bantuan ketika berdiri/berjalan.
 Penapisan dilakukan sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang
disusun untuk meminimalkan terjadinya risiko jatuh pasien rawat
jalan di Puskesmas.
 Penapisan risiko jatuh dilakukan pada pasien di rawat jalan dengan
mempertimbangkan :
1) kondisi pasien, contoh : pasien geriatri, dizziness, vertigo,
gangguan keseimbangan, gangguan penglihatan, penggunaan
obat, sedasi, status kesadaran dan atau kejiwaan, konsumsi
alkohol
2) diagnosis, contoh pasien dengan diagnosis penyakit Parkinson
3) situasi : Pasien yang mendapatkan sedasi atau pasien dengan
riwayat tirah baring lama yang akan dipindahkan untuk
pemeriksaan penunjang dari ambulans, perubahan posisi akan
meningkatkan risiko jatuh
4) lokasi : hasil identifikasi area-area di Puskesmas yang berisiko
terjadi pasien jatuh, antara lain lokasi yang dengan kendala
penerangan atau mempunyai barrier/penghalang yang lain,
misalnya tempat pelayanan fisioterapi, tangga.
 Puskesmas harus melakukan penapisan kemungkinan terjadinya
risiko jatuh pada pasien. Kriteria untuk melakukan penapisan
kemungkinan terjadinya risiko jatuh harus ditetapkan baik untuk
pasien rawat inap maupun rawat jalan, dan dilakukan upaya untuk
mencegah atau meminimalkan kejadian jatuh di fasilitas kesehatan.
Contoh alat untuk melakukan penapisana pada pasien rawat inap
adalah skala Morse untuk pasien dewasa, dan skala Humpty Dumpty
untuk pasien anak, sedangkan untuk pasien rawat jalan dengan
menggunakan get up and go test , atau dengan menanyakan tiga
pertanyaan:
a. apakah dalam enam bulan terakhir pernah jatuh
b. apakah menggunakan obat yang mengganggu keseimbangan
c. apakah jika berdiri dan/atau berjalan membutuhkan bantuan
orang lain. Jika satu dari pertanyaan tersebut mendapat
jawaban ya, maka pasien tersebut dikategorikan berisiko jatuh

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur penapisan pasien dengan risiko
jatuh berdasarkan kondisi, diagnosis, situasi dan lokasi (R)
2. Dilakukan penapisan pasien dengan risiko jatuh sesuai dengan
kebijakan dan prosedur (D,O,W)
3. Dilakukan upaya mengurangi risiko jatuh pada pasien dari hasil
penapisan yang dapat mengakibatkan pasien jatuh (O,W,S)
4. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut untuk mengurangi risiko
terhadap situasi dan lokasi yang diidentifikasi berisiko terjadi pasien
jatuh (D, O, W).

Standar
Puskesmas menetapkan sistem pelaporan insiden keselamatan
pasien dan pengembangan budaya keselamatan
Pelaporan insiden keselamatan pasien berhubungan dengan budaya
keselamatan di Puskesmas dan diperlukan untuk mencegah insiden
lebih lanjut atau berulang di masa mendatang yang akan membawa
dampak merugikan yang lebih besar bagi Puskesmas

Kriteria

Dilakukan pelaporan, dokumentasi, analisis, dan penyusunan


rencana penyelesaian masalah, upaya perbaikan, dan pencegahan
insiden keselamatan pasien.

Pokok Pikiran:
 Insiden keselamatan pasien adalah setiap kejadian yang tidak
disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi
mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien. Insiden
keselamatan pasien terdiri atas : 1) Kejadian tidak diharapkan (KTD),
2) Kejadian nyaris cedera (KNC), 3) Kejadian tidak cedera, 4) kondisi
potensial cedera (KPC), dan 5) Kejadian sentinel (KS)
 Cedera adalah perubahan yang terjadi dapat bersifat fisik, motorik,
sensorik, psikologis dan intelektual.
 Contoh yang dapat menimbulkan insiden keselamatan pasien seperti
kesalahan obat (medication errors), kesalahan identifikasi pasien,
kesalahan asuhan klinis dan faktor lingkungan.
 Upaya keselamatan pasien dilakukan untuk mencegah terjadinya
insiden. Jenis Insiden terdiri dari :
1) Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), yaitu insiden yang
mengakibatkan cedera pada pasien . Misalnya pasien jatuh dari
tempat tidur dan menimbulkan luka pada pergelangan kaki.
2) Kejadian tidak cedera (KTC) adalah insiden yang sudah mengenai
/ terpapar pada pasien tapi tidak terjadi cedera.
Misalnya Perawat salah memberikan obat pada pasien, obat telah
diminum tapi pasien tidak mengalami cedera.
3) Kondisi Potensial Cedera (KPC) adalah semua situasi atau kondisi
terkait perawatan pasien yang sangat berpotensi cedera pada
pasien. Misalnya : Alat Inkubator rusak yang diletakan di ruang
bayi/neonatus .
4) Kejadian Nyaris Cedera (KNC) adalah insiden yang terjadi tapi
belum mengenai / terpapar pada pasien karena dapat dicegah.
Misalnya: perawat mau memberikan obat kepada pasien, ketika di
cek ternyata obat yang diberikan oleh farmasi milik pasien yang
lain yang namanya mirip, sehingga obat tersebut tidak jadi
diberikan.
5) Sentinel suatu kejadian yang tidak diinginkan (unexpected
occurrence yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius.
Kejadian sentinel dapat berupa:
a) Kematian yang tidak diduga, termasuk dan tidak terbatas hanya
pada:
- kematian yang tidak berhubungan dengan perjalanan
penyakit pasien atau kondisi pasien (contoh, kematian
akibat proses transfer yang terlambat)
- kematian bayi aterm
- bunuh diri
b) Kehilangan permanen fungsi yang tidak terkait penyakit pasien
atau kondisi pasien
c) Tindakan salah tempat, salah prosedur, salah pasien
d) Penculikan anak termasuk bayi atau anak termasuk bayi
dikirim ke rumah bukan rumah orang tuanya
e) Perkosaan, kekejaman di tempat kerja seperti penyerangan
(berakibat kematian atau kehilangan fungsi secara permanen)
atau pembunuhan (yang disengaja) atas pasien, anggota staf,
dokter, pengunjung atau vendor/pihak ketiga ketika berada
dalam lingkungan Puskesmas
 Pelaporan insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut
pelaporan insiden adalah suatu sistem untuk mendokumentasikan
laporan insiden keselamatan pasien. Pelaporan insiden terdiri dari
Laporan Insiden Internal dan Laporan Insiden Eksternal
 Sistem pelaporan diharapkan dapat mendorong individu di dalam
Puskesmas untuk peduli akan bahaya atau potensi bahaya yang
dapat terjadi pada pasien. Pelaporan juga penting digunakan untuk
memantau upaya pencegahan terjadinya kesalahan (error) sehingga
dapat mendorong dilakukan investigasi. Di sisi lain pelaporan akan
menjadi awal proses pembelajaran untuk mencegah kejadian yang
sama terulang kembali.
 Puskesmas perlu melakukan analisa Matriks grading risiko yang
akan menentukan jenis investigasi insiden yang dilakukan setelah
Laporan insiden internal. Investigasi terdiri dari Investigasi
sederhana (Simple RCA) dan Investigasi Komprehensif
(Comprehensive RCA /Root Cause Analysis)
 Puskesmas perlu menetapkan sistem pelaporan insiden yang
meliputi: kebijakan, alur pelaporan, formulir pelaporan, prosedur
pelaporan, insiden yang harus dilaporkan internal yaitu semua jenis
insiden termasuk kejadian sentinel, kejadian tidak diharapkan,
kejadian nyaris cedera maupun kejadian sangat potensial cedera.
Sedangkan laporan eksternal yang dilaporkan adalah Sentinel, KTD.
Ditentukan juga siapa saja yang membuat laporan, batas waktu
pelaporan, investigasi dan tindak lanjutnya
 Pelaporan insiden keselamatan pasien dilaporkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pelaporan insiden. (R)
2. Dilakukan pelaporan jika terjadi insiden sesuai kebijakan dan
prosedur yang ditetapkan ke Tim keselamatan pasien. (D)
3. Dilakukan analisa risiko dan investigasi insiden, serta tindaklanjut
terhadap insiden (D,W)
4. Dilakukan pelaporan ke Komite Nasional Keselamatan Pasien (KNKP)
terhadap insiden, analisis, dan tindak lanjut sesuai kerangka waktu
yang ditetapkan (D)

Kriteria
Tenaga kesehatan pemberi asuhan berperan penting dalam
memperbaiki perilaku dalam pemberian pelayanan yang
mencerminkan budaya mutu dan budaya keselamatan.

Pokok Pikiran:
 Upaya peningkatan mutu layanan klinis, dan keselamatan pasien
menjadi tanggung jawab seluruh tenaga kesehatan yang memberikan
asuhan pasien.
 Tenaga kesehatan adalah tenaga medis, perawat, bidan, dan tenaga
kesehatan lain yang diberi kewenangan dan bertanggung jawab
melaksanakan asuhan pasien.
 Perilaku terkait budaya keselamatan berupa:
a) penyediaan layanan yang baik, termasuk pengambilan keputusan
bersama;
b) bekerja dengan pasien atau klien
c) bekerja dengan tenaga kesehatan lain
d) bekerja di dalam sistem layanan kesehatan
e) meminimalisir risiko
f) mempertahankan kinerja profesional
g) perilaku profesional dan beretika
h) memastikan pelaksanaan proses pelayanan yang terstandar
i) upaya peningkatan mutu dan keselamatan termasuk keterlibatan
dalam pelaporan dan tindak lanjut insiden
 Perilaku yang tidak mendukung budaya keselamatan seperti:
a) Perilaku yang tidak layak (Inappropriate), seperti kata-kata atau
bahasa tubuh yang merendahkan atau menyinggung perasaan
sesama staf, misalnya mengumpat, memaki;
b) Perilaku yang mengganggu (disruptive) antara lain perilaku tidak
layak yang dilakukan secara berulang, bentuk tindakan verbal
atau non verbal yang membahayakan atau mengintimidasi staf
lain, adalah komentar sembrono didepan pasien yang berdampak
menurunkan kredibilitas staf klinis lain, contoh mengomentari
negatif hasil tindakan atau pengobatan staf lain didepan pasien,
misalnya “obatnya ini salah, tamatan mana dia...?”, melarang
perawat untuk membuat laporan insiden, memarahi staf klinis
lainnya didepan pasien, kemarahan yang ditunjukkan dengan
melempar membuang rekam medis diruang rawat;
c) perilaku yang melecehkan (harassment) terkait dengan ras, agama,
suku termasuk gender;
d) pelecehan seksual.
 Puskesmas perlu melakukan pengukuran (survei) dan evaluasi
budaya keselamatan. Budaya keselamatan juga merupakan hasil
dari nilai-nilai, sikap, persepsi, kompetensi, dan pola perilaku
dari individu maupun kelompok, yang menentukan komitmen
terhadap keselamatan, serta kemampuan manajemen
Puskesmas, dicirikan dengan komunikasi yang berdasarkan
rasa saling percaya, dengan persepsi yang sama tentang
pentingnya keselamatan, dan dengan keyakinan akan manfaat
langkah-langkah pencegahan.
 Mutu layanan klinis tidak hanya ditentukan oleh sistem pelayanan
yang ada, tetapi juga perilaku dalam pemberian pelayanan. Tenaga
kesehatan perlu melakukan evaluasi terhadap perilaku dalam
pemberian pelayanan dan melakukan upaya perbaikan baik pada
sistem pelayanan maupun perilaku pelayanan yang mencerminkan
budaya keselamatan, dan budaya perbaikan pelayanan klinis yang
berkelanjutan.
Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur penerapan budaya mutu dan
keselamatan pasien (R)
2. Dilakukan identifikasi dan pelaporan perilaku yang tidak mendukung
budaya keselamatan / "tidak dapat diterima" dan upaya
perbaikannya (D,O,W)
3. Dilakukan edukasi tentang mutu klinis dan keselamatan pasien pada
semua tenaga kesehatan pemberi asuhan. (D,W)

Standar
Program pencegahan dan pengendalian infeksi dilaksanakan untuk
mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi terkait dengan
pelayanan kesehatan
Pencegahan dan pengendalian infeksi yang selanjutnya disingkat PPI
adalah upaya untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi
pada pasien, petugas, pengunjung, dan masyarakat sekitar fasilitas
kesehatan.

Kriteria
Regulasi dan program pencegahan dan pengendalian infeksi dilaksanakan
oleh seluruh karyawan Puskesmas secara komprehensif untuk
mencegah dan meminimalkan risiko terjadinya infeksi yang terkait
dengan pelayanan kesehatan.

Pokok Pikiran:
 Pencegahan dan pengendalian infeksi yang selanjutnya disingkat PPI
adalah upaya untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi
pada pasien, petugas, pengunjung, dan masyarakat sekitar fasilitas
kesehatan.
 Tujuan PPI adalah mengidentifikasi dan menurunkan risiko infeksi
yang didapat dan ditularkan diantara pasien, staf, tenaga
professional kesehatan, tenaga kontrak, tenaga sukarelawan
mahasiswa dan pengunjung.
 Agar pencegahan dan pengendalian infeksi dapat dilaksanakan
dengan optimal perlu diidentifikasi staf yang terlatih dan ditetapkan
oleh pimpinan puskesmas berdasarkan kebijakan dan pedoman
yang mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
 Puskesmas perlu menyusun program PPI (lihat 5.1.1) yang meliputi
implementasi kewaspadaan isolasi yang terdiri dari kewaspadaan
standar dan kewaspadaan berdasar transmisi, Pendidikan dan
pelatihan (dapat berupa pelatihan atau workshop) PPI baik bagi
petugas maupun pasien dan keluarga, serta masyarakat,
penyusunan dan penerapan bundles Hais, surveilans serta
penggunaan antimikroba secara bijak.
 Kegiatan yang tercantum dalam program PPI tergantung pada
kompleksitas kegiatan klinis dan pelayanan Puskesmas, besar
kecilnya area Puskesmas, tingkat risiko dan cakupan populasi yang
dilayani, geografis, jumlah pasien, dan jumlah pegawai dan
merupakan bagian terintegrasi dengan Program Peningkatan Mutu.
 Untuk memantau dan menilai pelaksanaan program PPI disusun
indikator-indikator sebagai bukti dilaksanakannya kegiatan-kegiatan
yang direncanakan.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan, pedoman dan prosedur PPI dalam
penyelenggaraan pelayanan Puskesmas. (R)
2. Ditetapkan tim atau petugas yang bertanggung jawab dalam PPI. (R)
3. Puskesmas merancang dan mengimplementasikan program PPI
secara komprehensif yang melibatkan semua staf. (lihat PMP 5.1.1)
4. Dilakukan pemantauan, evaluasi dan tindak lanjut terhadap
pelaksanaan program PPI dengan menggunakan indikator yang
ditetapkan. (D, W)

Kriteria
Dilakukan identifikasi prosedur dan pelaksanaan yang terkait dengan risiko
infeksi dengan menerapkan strategi untuk mengurangi risiko infeksi.

Pokok Pikiran:
 Puskesmas melakukan identifikasi dan kajian pemberian asuhan
yang memiliki risiko infeksi terhadap pasien, pengunjung, dan
petugas termasuk penunjang layanan. Pelaksanaan identifikasi dan
kajian pemberian asuhan harus sesuai prinsip-prinsip PPI dengan
memastikan :
a. ketersediaan Alat Pelindung Diri (APD) : sarung tangan,
kacamata pelindung, masker, sepatu dan gaun pelindung
b. ketersediaan linen yang benar
c. ketersediaan alat medis sesuai ketentuan
d. terlaksananya penyuntikan yang aman
e. penyimpanan dan penanganan produk makanan dan nutrisi
yang tepat, jika tersedia dan digunakan di pusat;
f. pengelolaan limbah melalui penempatan yang aman dan
pembuangan limbah klinis dan limbah yang berpotensi menular
yang memerlukan pembuangan khusus seperti benda tajam /
jarum dan peralatan sekali pakai lainnya yang mungkin
bersentuhan dengan tubuh cairan; (Juga lihat FMS.4)
g. proses untuk mengelola penggunaan kembali perangkat sekali
pakai; dan
 Renovasi bangunan di area Puskesmas dapat merupakan sumber
infeksi. Pemaparan debu dan kotoran konstruksi, kebisingan,
getaran, kotoran dan bahaya lain dapat merupakan bahaya potensial
terhadap fungsi paru dan keamanan karyawan dan pengunjung.
Oleh karena itu Puskesmas harus menetapkan kriteria risiko untuk
menangani dampak tersebut yang dituangkan dalam bentuk regulasi
tentang penilaian risiko dan pengendalian infeksi (infection control
risk assessment/ICRA). (Lihat MFK 1.4.)

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan identifikasi dan kajian risiko infeksi terkait dengan
pelayanan pasien, pengunjung, dan petugas termasuk penunjang
layanan. (O,W)
2. Dilakukan upaya strategi untuk meminimalkan risiko infeksi terkait
dengan pelayanan pasien, pengunjung, dan petugas termasuk
penunjang layanan dengan memastikan setidaknya a) sampai g) di
dalam pokok pikiran. (D,W)
3. Terdapat bukti strategi ICRA dalam pelaksanaan program PPI pada
renovasi bangunan. (D,W)

Kriteria
Kebersihan tangan diterapkan untuk menurunkan risiko infeksi yang
didapat di fasilitas kesehatan.

Pokok Pikiran:
 Puskesmas harus menerapkan kebersihan tangan yang terbukti
menurunkan risiko infeksi yang terjadi pada fasilitas kesehatan.
 Prosedur kebersihan tangan perlu disusun dan disosialisasikan,
serta ditempel pada tempat yang mudah dibaca. Tenaga medis,
tenaga kesehatan, dan karyawan Puskesmas perlu diedukasi tentang
kebersihan tangan. Sosialisasi kebersihan tangan perlu juga
dilakukan untuk pasien, dan keluarga pasien.
 Kebersihan tangan merupakan kunci efektif pencegahan dan
pengendalian infeksi sehingga Puskesmas harus menetapkan
kebijakan dan prosedur mengenai kebersihan tangan. (lihat juga PMP
: 5.3.5 )
 Setiap karyawan Puskesmas harus memahami 6 (enam) langkah dan
5 (lima) kesempatan melakukan kebersihan tangan dengan benar.
 Puskesmas wajib menyediakan perlengkapan dan peralatan untuk
melakukan kebersihan tangan antara lain:
(1) fasilitas cuci tangan meliputi air mengalir, sabun, tisu pengering
tangan/handuk sekali pakai; dan/atau
(2) hand rubs berbasis alcohol yang ketersediaannya harus terjamin
di Puskesmas

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan edukasi kebersihan tangan pada tenaga medis, tenaga
kesehatan, seluruh karyawan Puskesmas, pasien dan keluarga
pasien. (D,W)
2. Perlengkapan dan peralatan untuk kebersihan tangan tersedia di
tempat pelayanan. (D,O)
3. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan
kebersihan tangan. (D, W)

Kriteria
Puskesmas mengurangi risiko infeksi yang terkait dengan pelayanan
kesehatan perlu melaksanakan dan mengimplementasikan program
PPI, untuk mengurangi risiko infeksi baik bagi pasien, petugas,
keluarga pasien, masyarakat, dan lingkungan.

Pokok Pikiran:
 Program pencegahan dan pengendalian infeksi di Puskesmas adalah
untuk mengidentifikasi dan mengurangi risiko tertular dan
menularkan infeksi di antara pasien, petugas, keluarga dan
masyarakat dan lingkungan melalui kewaspadaan standar yang
benar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
a. Alat Pelindung Diri (APD)
Alat Pelindung Diri (APD) digunakan dengan benar untuk
mencegah dan mengendalikan infeksi Alat Pelindung Diri (APD)
digunakan dengan benar untuk mencegah dan mengendalikan
infeksi Alat Pelindung Diri (APD) digunakan dengan benar
untuk mencegah dan mengendalikan infeksi, APD yang
dimaksud meliputi tutup kepala (topi), masker, google (perisai
wajah), sarung tangan, gaun pelindung, sepatu pelindung
digunakan secara tepat dan benar oleh petugas Puskesmas, dan
digunakan sesuai dengan indikasi dalam pemberian asuhan
pasien
b. Penyuntikan yang aman
Tindakan penyuntikan yang aman perlu memperhatikan
kesterilan alat yang digunakan dan prosedur penyuntikannya.
Pemakaian spuit dan jarum suntik steril harus sekali pakai, dan
berlaku juga pada penggunaan vial multi dosis untuk mencegah
timbulnya kontaminasi mikroba saat obat dipakai pada pasien.
Penyuntikan yang aman berdasarkan prinsip PPI meliputi
(1) menerapkan tehnik aseptik untuk mencegah kontaminasi
alat injeksi.
(2) semua alat suntik yang dipergunakan harus sekali pakai
untuk satu pasien dan satu prosedur walaupun jarum
suntiknya berbeda.
(3) gunakan single dose untuk obat injeksi dan cairan pelarut/
flushing.
(4) proses pencampuran obat dilaksanakan sesuai peraturan
perundang undangan yang berlaku.
(5) pengelolaan limbah tajam bekas pakai perlu dikelola
dengan benar sesuai perundangan yang berlaku.
c. Dekontaminasi
Menurunkan risiko infeksi melalui kegiatan dekontaminasi
melalui proses pembersihan awal (pre cleanning), pembersihan,
disinfeksi dan /atau sterilisasi dengan mengacu pada kategori
Spaulding. meliputi :
(1) kritikal berkaitan dengan alat kesehatan yang digunakan
pada jaringan steril atau sistim pembuluh darah dengan
menggunakan Tehnik Sterilisasi, seperti instrumen
bedah, partus set
(2) semi kritikal, peralatan yang digunakan pada selaput
mukosa dan area kecil dikulit yang lecet dengan
menggunakan Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT), seperti
oropharyngeal airway (OPA)/Guedel, penekan lidah, kaca
gigi.
(3) non Kritikal peralatan yang dipergunakan pada permukaan
tubuh yang berhubungan dengan kulit yang utuh
dilakukan Disinfeksi Tingkat Rendah, seperti tensimeter
atau termometer.
Proses dekontaminasi tersebut meliputi:
 pembersihan awal dilakukan oleh petugas di tempat kerja
dengan menggunakan APD dengan cara membersihkan dari
semua kotoran, darah dan cairan tubuh dengan air
mengalir, untuk kemudian dilakukan transportasi ke
tempat pembersihan, disinfeksi dan sterilisasi.
 pembersihan merupakan proses secara fisik membuang
semua kotoran, darah, atau cairan tubuh lainnya dari
permukaan peralatan secara manual atau mekanis dengan
mencuci bersih dengan detergen (golongan disinfenktan dan
klorin dengan komposisi sesuai dengan standar yang
berlaku) atau larutan enzymatic, dan ditiriskan sebelum
dilakukan disinfeksi atau sterilisasi.
 disinfeksi tingkat tinggi dilakukan untuk peralatan semi
kritikal untuk menghilangkan semua mikroorganisme
kecuali beberapa endospore bacterial dengan cara merebus,
menguapkan atau menggunakan disinfektan kimiawi.
 sterilisasi merupakan proses menghilangakan semua
mikroorganisme termasuk endospore menggunakan upa
bertekanan tinggi (autoklave), panas kering (oven),
sterilisasi kimiawi, atau cara sterilisasi yang lain.
Dekontaminasi lingkungan yaitu pembersihan permukaan
lingkungan yang berada di sekitar pasien dari kemungkinan
kontaminasi darah, produk darah atau cairan tubuh.
Pembersihan dilakukan dengan menggunakan cairan
desinfektan seperti klorin 0,05% untuk permukaan lingkungan
dan 0,5% pada lingkungan yang terkontaminasi darah dan
produk darah. Selain klorin dapat digunakan desinfektan lain
sesuai ketentuan.
d. Linen
Pengelolan linen yang baik dan benar adalah salah satu upaya
untuk menurunkan resiko infeksi. Linen terbagi menjadi linen
kotor non infeksius dan linen kotor infeksius. Linen kotor
infeksius adalah linen yang terkena darah atau cairan tubuh
lainnya. Penatalaksanaan linen yang sudah digunakan harus
dilakukan dengan hati-hati. Kehati-hatian ini mencakup
penggunaan APD petugas yang mengelola linen, dan
kebersihan tangan sesuai prinsip PPI terutama pada linen
infeksius. Fasilitas kesehatan harus membuat regulasi
pengelolaan. Penatalaksanaan linen meliputi penatalaksanaan
linen di ruangan, transportasi linen ke ruang cuci/laundry,
dan penatalaksanaan linen di ruang cuci/laundry. Prinsip
yang harus diperhatikan dalam penatalaksanaan linen adalah
selalu memisahkan antara linen bersih, linen kotor dan steril
atau dengan kata lain setiap kelompok linen tersebut harus
ditempatkan pada tempat yang terpisah
e. Limbah
Puskesmas setiap harinya menghasilkan limbah, terutama
limbah infeksius, benda tajam dan jarum yang apabila
pengelolaan pembuangan dilakukan dengan tidak benar dapat
menimbulkan risiko infeksi. Pengelolaan limbah infeksius
meliputi pengelolaan limbah cairan tubuh infeksius, darah,
sampel laboratorium, benda tajam (seperti jarum) dalam safety
box (penyimpanan khusus), dan limbah B3. Proses edukasi
kepada karyawan mengenai pengelolaan yang aman,
ketersediaan tempat penyimpanan khusus dan pelaporan
pajanan limbah infeksius atau tertusuk jarum dan benda tajam.
Pengelolaan limbah meliputi :
(1) limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi darah
dan cairan tubuh, sample laboratorium, produk darah dan
lain-lain, yang dimasukan kedalam kantong plastik
berwarna kuning dan dilakukan proses sesuai ketentuan
peraturan perundangan
(2) limbah benda tajam adalah semua limbah yang memiliki
permukaan tajam yang dimasukan kedalam safety box
(penyimpanan khusus tahan tusukan dan tahan air).
Penyimpanan tidak boleh melebihi ¾ isi safety box.
(3) limbah cair infeksius segera dibuang ketempat
pembuangan limbah cair (spoel hoek)
(4) pengelolaan limbah dimaksud meliputi identifikasi,
penampungan, pengangkutan, tempat penampungan
sementara, pengolahan akhir limbah
Pembuangan benda tajam (seperti jarum) yang tidak benar
merupakan salah satu penyebab bahaya luka tusuk jarum yang
berisiko pada penularan penyakit infeksi melalui darah sehingga
diperlukan pengelolaan risiko pasca pajanan.
Penerapan kewaspadaan standar perlu dipantau oleh tim PPI atau
petugas yang diberi tanggung jawab agar dilaksanakan secara
periodik dalam penyelenggaraan kegiatan pelayanan Puskesmas.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur sesuai pokok pikiran huruf a
sampai dengan huruf e. (R)
2. Terdapat bukti diterapkannya prinsip prinsip pengelolaan sesuai
pokok pikiran huruf a sampai dengan huruf e sesuai prosedur yang
ditetapkan. (D,O,W)
3. Dilakukan pemantauan terhadap pelaksanaan sesuai pokok pikiran
huruf a sampai dengan huruf e dalam kegiatan pelayanan di
puskesmas. (D,W) dan dilakukan penanganan serta pelaporan jika
terjadi pajanan. (D,W)
4. Bila ada pengelolaan pada pokok pikiran huruf a sampai dengan
huruf e yang dilaksanakan oleh pihak ketiga, puskesmas harus
memastikan standar mutu pada pihak ketiga sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan. (D,W)

Kriteria
Dilakukan upaya pencegahan penularan infeksi pada proses
pelayanan dan transfer pasien dengan penyakit yang dapat
ditularkan melalui transmisi air borne

Pokok Pikiran:
 Program PPI dalam kewaspadaan isolasi terdiri dari kewaspadaan
standar dan kewaspadaan berdasarkan transmisi. Kewaspadaan
transmisi terdiri dari kontak, droplet dan air borne. Penularan
penyakit air borne disease salah satunya risiko yang paling banyak di
Puskesmas
 Untuk mengurangi risiko penularan air borne disease diantaranya
dengan menggunakan APD, penataan ruang periksa, penempatan
pasien, maupun transfer pasien dilakukan sesuai dengan prinsip PPI.
Upaya pencegahan juga perlu ditujukan untuk memberikan
perlindungan kepada staf, pengunjung serta lingkungan pasien.
Pembersihan kamar dengan benar setiap hari selama pasien tinggal
di puskesmas dan pembersihan kembali setelah pasien pulang harus
dilakukan sesuai standar atau pedoman pengendalian infeksi.
 Untuk mencegah penularan airborne disease perlu melakukan
identifikasi pasien yang berisiko dengan memberikan masker,
menempatkan pasien di tempat tersendiri atau kohorting dan
mengajarkan etika batuk.
 Untuk pencegahan penularan transmisi airborne ditetapkan alur dan
SOP pengelolaan pasien sesuai ketentuan.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pencegahan penularan infeksi
melalui transmisi airborne. (R)
2. Dilakukan identifikasi penyakit infeksi yang ditularkan melalui
transmisi airborne yang dilayani di Puskesmas. (D,W)
3. Dilaksanakan pencegahan penularan infeksi melalui transmisi
airborne dengan pemakaian APD, penataan ruang periksa,
penempatan pasien, maupun transfer pasien, sesuai dengan regulasi
yang disusun. (D,O,W)
4. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap hasil pemantauan
terhadap pelaksanaan penataaan ruang periksa, penggunaan APD,
penempatan pasien, transfer pasien untuk mencegah transmisi
infeksi (D.O.W)

Ditetapkan dan dilakukan proses untuk menangani outbreak infeksi


baik di Puskesmas atau di wilayah kerja Puskesmas

Pokok Pikiran:
 Puskesmas menetapkan kebijakan tentang outbreak bagaimana
penanggulangan sesuai dengan kewenangannya, untuk menjamin
perlindungan kepada petugas, pengunjung dan lingkungan pasien.
 Kriteria outbreak infeksi terkait pelayanan kesehatan di Puskesmas
adalah:
(1) terdapat kejadian infeksi yang sebelumnya tidak ada atau sejak
lama tidak pernah muncul yang diakibatkan oleh kegiatan
pelayanan kesehatan yang berdampak risiko infeksi baik di
Puskesmas atau di wilayah kerja Puskesmas.
(2) peningkatan kejadian 2 kali lipat atau lebih dibanding periode
sebelumnya.
(3) kejadian dapat meningkat secara luas dalam kurun waktu yang
sama

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur penanganan outbreak infeksi
baik yang terjadi akibat kegiatan pelayanan di Puskesmas atau di
wilayah kerja Puskesmas. (R)
2. Dilakukan identifikasi kemungkinan terjadinya outbreak infeksi baik
yang terjadi di Puskesmas atau di wilayah kerja Puskesmas. (D,W)
3. Jika terjadi outbreak infeksi, dilakukan penanggulangan sesuai
dengan kebijakan dan prosedur yang disusun. (D,W)
4. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut tentang penanggulangan sesuai
dengan kebijakan dan prosedur yang disusun (D.W)

Kriteria
Dilakukan upaya penggunaan antimikroba secara bijak untuk
mengendalikan resistensi antimikroba.

Pokok Pikiran:
 Resistensi terhadap antimikroba (antimicrobial resistance/AMR)
telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia, dengan berbagai
dampak merugikan yang dapat menurunkan mutu dan
meningkatkan risiko pelayanan kesehatan khususnya biaya dan
keselamatan pasien.
 Meningkatnya masalah resistensi antimikroba terjadi akibat
penggunaan antimikroba yang tidak bijak dan bertanggung jawab.
 Salah satu upaya untuk menurunkan resistensi terhadap
antimikroba yaitu dengan menetapkan kebijakan dan panduan
penggunaan antrimikroba di Puskesmas dan melakukan perbaikan
pola penggunaan antimikroba untuk menilai kesesuaian terhadap
panduan yang disusun.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan panduan penggunaan antimikroba di
Puskesmas. (R)
2. Dilakukan edukasi penggunaan antimikroba secara bijak pada
tenaga kesehatan yang bekerja di Puskesmas. (D,W)

Anda mungkin juga menyukai