Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH

Kemenangan Indonesia Atas Gugatan Churchill Mining dan Planet Mining


Dosen Pengampu : Rahmanidar, S.H., M.H.
Mata Kuliah : Alternatif Penyelesaian Sengketa

Penyusun Makalah :

Nama : Satjan Perendy Parlindungan. H


NPM : 18150122
Kelas : C Batam Center

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS RIAU KEPULAUAN
BATAM
2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa


sehingga penyusun bisa menyusun dan menyajikan makalah Alternatif
Penyelesaian Sengketa ini, yang berisi tentang Kemenangan Indonesia
Atas Gugatan Churchill Mining dan Planet Mining, sehingga makalah
ini dapat tersusun dengan baik, makalah ini dibuat sebagai salah satu
syarat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Hukum Alternatif
Penyelesaian Sengketa.

Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan Makalah


Alternatif Penyelesaian Sengketa ini masih terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penulis menyajikan tugas ini agar dapat
dikoreksi oleh Dosen agar kedepannya dapat mengerjakan tugas lebih
baik lagi.

Penyusun juga memohon maaf apabila dalam penyusunan Makalah


Alternatif Penyelesaian Sengketa ini terdapat kesalahan baik
pengetikan maupun isi dari Tugas Makalah ini.
DAFTAR ISI

I. HALAMAN JUDUL........................................

II. KATA PENGANTAR......................................

III. DAFTAR ISI………………………………….

IV. BAB I PEMBAHASAN..................................

V. BAB II PENUTUP……..................................
Kesimpulan
BAB I

PEMBAHASAN

Kronologi Kemenangan Indonesia Atas Gugatan Churchill Mining dan Planet Mining
Washington DC, 25/03/2019 Kemenkeu - Pemerintah RepubIik Indonesia, pada Senin,
18/03/2019 memenangkan perkara gugatan “Churchill Mining Plc dan Planet Mining Pty Ltd.
(“Para Penggugat”) di forum arbitrase International Centre for Settlement of Investment
Disputes (ICSID) di Washington D.C. Amerika Serikat atas kasus 4 perusahaan pertambangan
batu bara Grup Ridlatama di Kecamatan Busang Kutai Timur pada tanggal 4 Mei 2010 silam.

Dikutip dari situs Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU)
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), kasus ini bermula saat Para
Penggugat menuduh Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Bupati Kutai Timur yang dianggap
melanggar perjanjian bilateral investasi (BIT) RI-UK dan RI-Australia. Pelanggaran dimaksud
adalah ekspropriasi tidak langsung (indirect expropriation) yakni suatu bentuk nasionalisasi
yang disertai dengan pembayaran ganti rugi atau kompensasi.

Selain itu, tuduhan lainnya adalah terkait prinsip perlakuan yang adil dan seimbang (fair
and equitable treatment) melalui pencabutan Kuasa Pertambangan/Izin Usaha Pertambangan
Eksploitasi (KP/IUP Eksploitasi) anak perusahaan Para Penggugat (empat perusahaan Grup
Ridlatama) seluas lebih kurang 350 km persegi, di Kecamatan Busang oleh Bupati Kutai Timur
pada tanggal 4 Mei 2010.

Dari tuduhan ekspropriasi tidak langsung dan pencabutan izin tersebut, Para Penggugat
mengklaim telah mengalami kerugian terhadap investasinya di Indonesia, dan mengajukan
gugatan sebesar USD1.3 Milyar (lebih kurang Rp18 triliun).

Namun demikian, Pemerintah Indonesia dapat membuktikan adanya pemalsuan yang


kemungkinan terbesar menggunakan mesin autopen. Terdapat 34 dokumen palsu yang
diajukan oleh Para Penggugat dalam persidangan (termasuk izin pertambangan untuk tahapan
general survey dan eksplorasi) yang seolah-olah merupakan dokumen resmi/asli yang
dikeluarkan oleh pelbagai lembaga pemerintahan di Indonesia, baik pusat maupun daerah.

Tribunal ICSID sepakat dengan argumentasi Pemerintah Indonesia bahwa “investasi


yang bertentangan dengan hukum tidak pantas mendapatkan perlindungan dalam hukum
internasional”.

Tribunal ICSID juga menemukan bahwa “Para Penggugat tidak melakukan


kewajibannya untuk memeriksa mitra kerja lokalnya serta mengawasi dengan baik proses
perizinannya (lack of diligence)” sehingga Tribunal ICSID menyatakan klaim dari Para
Penggugat ditolak.

Pada tanggal 6 Desember 2016, Tribunal ICSD menolak semua klaim yang diajukan oleh
Para Penggugat terhadap Indonesia sekaligus mengabulkan klaim Pemerintah Indonesia untuk
mendapatkan penggantian biaya berperkara (award on costs) sebesar USD9,4 Juta.

Akhirnya, melalui perjuangan panjang, pada tanggal 18 Maret 2019 Komite ICSID
menegaskan kemenangan Indonesia melalui sebuah putusan yang final dan berkekuatan hukum
tetap (Decision on Annulment). Kemenangan ini adalah prestasi luar biasa bagi Pemerintah
Indonesia yang dicapai melalui koordinasi, dukungan, dan kerjasama dari instansi-instansi
terkait.
"Kemenangan yang diperoleh Pemerintah Indonesia dalam forum ICSID ini bersifat
final, berkekuatan hukum tetap sehingga tidak ada lagi upaya hukum lain yang dapat dilakukan
oleh Para Penggugat," kata Menkumham Yasonna Hamonangan Laoly, saat Press Conference,
di Jl. HR. Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan Senin, (25/03/2019). (nr/ds )

BAB II

PENUTUP

Kesimpulan
Dalam perkara ini, tindakan tegas yang dilakukan oleh pemerintah indonesia dalam hal
ini Bupati Kutai Timur sudah tepat, dimana usaha yang dikelola di negara indonesia oleh PMA
sudah seharusnya memiliki legalitas yang sah, dan bagi PMA juga sebelum melakukan usaha
di negara RI sudah seharusnya memeriksa terlebih dahulu mitra kerja lokalnya sampai
memeriksa kebenaran dari perizinannya, sehingga kedepannya tidak ada lagi permasalahan
yang sama, ternyata banyak dokumen palsu yang ditemukan dalam perkara ini.

Anda mungkin juga menyukai