Anda di halaman 1dari 19

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data

Proses pengumpulan data dilaksanakan tanggal 27 Februari sampai dengan

3 Maret 2014 di tingkat 1 A Akademi Keperawatan Kabupaten Lamongan.

Pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner yang berisi

variabel-variabel yang diteliti. Kuesioner diberikan kepada mahasiswa tingkat 1 A

sebagai responden yang berjumlah 62 orang. Deskripsi data meliputi:

1) karakteristik mahasiswa yang terdiri dari jenis kelamin dan umur 2) Pola

makan, 3) Aktivitas fisik dan 4) Indeks massa tubuh.

1. Karakteristik Mahasiswa

Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin dan umur, dengan gambar

sebagai berikut:

1) Jenis Kelamin

Tabel 4.1 Distribusi Mahasiswa Berdasarkan Jenis Kelamin di Tingkat 1 A


Akper Kab. Lamongan Tahun 2014

No Jenis Kelamin Jumlah Prosentase (%)


1. Laki-laki 16 25,8
2. Perempuan 46 74,2
Jumlah 62 100
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa dari 62 mahasiswa

Tingkat 1 A di Akper Kabupaten Lamongan sebagian kecil responden

berjenis kelamin laki-laki sebanyak 16 orang atau 25,8 % dan sebagian

besar responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 46 orang atau


commit to user
74,2%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2) Umur

Tabel 4.2 Distribusi Mahasiswa Berdasarkan Umur di Tingkat 1 A Akper


Kab. Lamongan Tahun 2014

No Umur Jumlah Prosentase (%)


1. 18 tahun 18 29,0
2. 19 tahun 33 82,3
3. 20 tahun 11 17,7
Jumlah 62 100

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa dari 62 mahasiswa

Tingkat 1 A di Akper Kabupaten Lamongan lebih dari sebagian responden

berusia 19 tahun sebanyak 33 orang atau 82,3% dan sebagian kecil

mahasiswa yang berusia 20 tahun sebanyak 11 orang atau 17,7 %.

2. Pola Makan Mahasiswa

Tabel 4.3 Distribusi Mahasiswa Berdasarkan Pola Makan di Tingkat 1 A


Akper Kab. Lamongan Tahun 2014

No Pola Makan Jumlah Prosentase (%)


1. Kurang 22 35,5
2. Normal 34 54,8
3. Diatas AKG 6 9,7
Jumlah 62 100

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa dari 62 mahasiswa

Tingkat 1 A di Akper Kabupaten Lamongan lebih dari sebagian responden

pola makanya normal sebanyak 34 responden (54,8%) dan sebagian kecil

responden pola makanya diatas AKG sebanyak 6 responden (9,7%).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

3. Aktivitas Fisik Mahasiswa

Tabel 4.4 Distribusi Mahasiswa Berdasarkan Aktifitas Fisik di Tingkat


1 A Akper Kab. Lamongan Tahun 2014

No Aktivitas Fisik Jumlah Prosentase (%)


1. Ringan 36 58,1
2. Sedang 26 41,9
3. Berat 0 0
Jumlah 62 100

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa dari 62 mahasiswa

Tingkat 1 A di Akper Kabupaten Lamongan lebih dari sebagian responden

aktivitas fisiknya ringan sebanyak 36 orang (58,1%) dan hampir sebagian

responden aktivitas fisiknya sedang sebanyak 26 orang (41,9%).

4. Indeks Massa Tubuh Mahasiswa

Tabel 4.5 Distribusi Mahasiswa Berdasarkan Indeks Massa Tubuh di


Tingkat 1 A Akper Kab. Lamongan Tahun 2014

No Indeks Massa Tubuh Jumlah Prosentase (%)


1 Kurang 35 56,5
2 Normal 23 37,1
3 Lebih 4 6,5
Jumlah 62 100

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa dari 62 mahasiswa

Tingkat 1 A di Akper Kabupaten Lamongan, lebih dari sebagian responden

IMT nya kurang sebanyak 35 orang (56,5%) dan sebagian kecil responden

IMT nya lebih sebanyak 4 responden (6,5%).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

B. Uji Persyaratan Analisa

1. Uji Normalitas Data

Sesuai dengan tujuan penelitian, sebelum dilakukan analisis data,

terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data. Jika p value pada hasil uji

lebih besar dari taraf signifikansi 0,05 maka data terdistribusi normal. Uji

normalitas pada penelitian ini menggunakan Kolmogorov Smirnov karena

respondennya lebih dari dari 50 orang.

Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas Data Mahasiswa Tingkat 1A Akper Kab.
Lamongan Tahun 2014

P
No Uraian Kolmogorov-Smirnov
Statistic df Sig.
1. Pola Makan 0,103 62 0,167
2. Aktivitas Fisik 0,111 62 0,057
3. Indeks Massa Tubuh 0,111 62 0,058
Tabel 4.6 menunjukkan hasil uji normalitas dengan uji p

Kolmogorov Smirnov bahwa semua data primer mempunyai distribusi

normal karena nilai p>0,05. Pola Makan p=0,167, Aktivitas Fisik p=0,057

dan Indeks Massa Tubuh p=0,058.

2. Uji Homogenitas

Pengujian homogenitas variansi kelompok data dilakukan dengan

menggunakan Levenne’s test homogenity of varience dihitung dengan SPSS.

Tabel 4.7 Hasil Uji Homogenitas Variansi Skor Pola Makan, Aktivitas Fisik
dan Indeks Massa Tubuh.
Variabel F df 1 df 2 Sig
Pola Makan 1,043 2 59 0,359
Aktivitas Fisik 0,276 2 59 0,760
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Hasil perhitungan variansi Pola Makan menghasilkan nilai statistik F

1,043 dan nilai signifikansi sebesar 0,359, dan Aktivitas Fisik F sebesar

0,276 dan nilai signifikansi sebesar 0,760. Hal ini berarti nilai signifikansi

lebih besar dari 0,05 sehingga dapat dikatakan variansi populasi sama.

C. Pengujian Hipotesis

1. Pengujian Hipotesis 1 dan 2 (Analisis Korelasi Product Moment)

Korelasi Product Moment digunakan untuk menguji hipotesis

hubungan antara satu variabel independen dengan satu variabel dependen.

Tabel 4.8 Hasil Analisis Korelasi Product Moment

No Variabel Independen Correlation ( r ) Signifikansi Keputusan


1. Pola Makan 0,330 0,009 Signifikan
2. Aktivitas Fisik 0,320 0,011 Signifikan

1.1 Hipotesis 1: Tabel diatas menunjukkan bahwa variabel Pola Makan

mempunyai nilai r = 0,330 dan signifikansi p = 0,009 (p<0,05), maka

Ho ditolak itu berarti terdapat hubungan yang positif dan signifikan

antara Pola Makan dengan Indeks Massa Tubuh. Semakin tinggi Pola

Makan mahasiswa maka Indeks Massa Tubuhnya semakin tinggi pula.

1.2 Hipotesis 2: Sedangkan variabel Aktivitas Fisik dengan nilai r=0,320

dan signifikansi p=0,011 (p<0,05), maka Ho ditolak berarti terdapat

hubungan yang positifcommit to user antara Aktivitas Fisik dengan


dan signifikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Indeks Massa Tubuh. Semakin berat Aktivitas Fisik maka Indeks Massa

tubuhnya semakin tinggi pula.

2. Pengujian Hipotesis 3 (Analisis Korelasi Ganda)

Untuk menguji hubungan dua variabel independen atau lebih secara

bersama-sama dengan satu variabel dependen.

Tabel 4.9 Hasil Analisis Korelasi Ganda

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 7.774 2 3.887 14.582 .000a

Residual 15.726 59 .267

Total 23.500 61

a. Predictors: (Constant), Aktifitas Fisik, Pola Makan

b. Dependent Variable: IMT

2.1 Hipotesis 3: Dari uji F dengan menggunakan komputer program SPSS

16 diperoleh nilai F=14,582 dengan angka signifikan 0,000<0,05 maka

Ho ditolak, artinya terdapat hubungan yang signifikan secara bersama-

sama antara Pola Makan dan Aktivitas Fisik dengan Indeks Massa

Tubuh, dimana variabel Pola Makan mempunyai pengaruh > dari pada

Aktivitas Fisik dalam meningkatkan Indeks Massa Tubuh, dengan nilai

rx1y = 0,330 dan rx2y = 0,320.

Tabel 4.10 Hasil Nilai R dan R2 dari Pola Makan dan Aktivitas Fisik

Model Summaryb

Std. Error of the


Model R R Square Adjusted R Square Estimate Durbin-Watson
a
1 .575 .331 .308 .516 1.934
commit to user
a. Predictors: (Constant), Aktifitas Fisik, Pola Makan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Std. Error of the


Model R R Square Adjusted R Square Estimate Durbin-Watson
a
1 .575 .331 .308 .516 1.934
b. Dependent Variable: IMT

Tabel diatas menunjukkan nilai R = 0,575 dan Adjusted R Square atau

R2 = 0,331 artinya sumbangan efektif yang diberikan Pola Makan dan

Aktivitas Fisik terhadap Indeks Massa Tubuh adalah sebesar 33,11%.

3. Analisis Regresi Ganda

Digunakan untuk melakukan prediksi bagaimana perubahan nilai

variabel dependen bila nilai independen dinaikkan atau diturunkan nilainya

(dimanipulasi).

Tabel 4.11 Hasil Analisis Regresi Ganda

Coefficientsa
Unstandardized Standardized 95% Confidence
Coefficients Coefficients Interval for B Collinearity Statistics
Std. Lower Upper Toleranc
Model B Error Beta t Sig. Bound Bound e VIF
1 (Constant) .121 .267 .455 .651 -.413 .655
Pola Makan .318 .106 .320 3.006 .004 .106 .529 .999 1.001
Aktifitas Fisik .581 .133 .466 4.371 .000 .315 .847 .999 1.001
a. Dependent Variable: IMT
Y’ = 0,121 + (0,318x1) + (0,581x2) + e

Interpretasi :

1. Konstanta (a) : 0,121 berarti apabila tidak ada variabel independen

(Pola Makan dan Aktivitas Fisik) maka nilai Indeks Massa Tubuh

sebesar 0,121.

2. b1 : 0,318 berarti apabila variabel Pola Makan meningkat 1 point


commit to user
sedangkan variabel Aktivitas Fisik tetap maka variabel Pola Makan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

mempunyai pengaruh positif terhadap Indeks Massa Tubuh sebesar

0,318.

3. b2 : 0,581 berarti apabila variabel Aktivitas Fisik meningkat 1 point

sedangkan variabel Pola Makan tetap maka variabel Aktivitas Fisik

mempunyai pengaruh positif terhadap Indeks Massa Tubuh sebesar

0,581.

Selanjutnya dilakukan identifikasi sumbangan efektif dan sumbangan

relatif masing-masing variabel pola makan dan aktivitas fisik terhadap

variabel indeks massa tubuh. Adapaun cara untuk mencari sumbangan efektif

yaitu dengan memasukan ke dalam rumus beberapa indikator yaitu nilai b

(nilai komponen), crossproduct, sumbangan efektif total (R2) dan nilai regresi.

Data hasil penelitian ini untuk masing-masing nilai tersebut dapat

digambarkan pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.12 Tabel Nilai Koefisien, Crossproduct dan Regresi Pola Makan dan
Aktivitas Fisik Terhadap Indeks Massa Tubuh

Komponen b Cross Regresi SE total


product
Pola Makan 0,0318 23,16 0,575 33,11 %
Aktivitas Fisik 0,581 0,710

Dari tabel tersebut kemudian dimasukkan ke dalam rumus sebagai berikut :

SExi = Sumbangan efektif variabel x1

bxi = Koefisien b komponen x


commit to user
crossproduct = Nilai croosproduct komponen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Regression = Nilai regresi

R2 = Sumbangan efektif total

Kemudian beberapa komponen dimasukkan kedalam rumus tersebut, maka :

0,318 x 23,16 x 33,1


SE X1 (Pola Makan) =
0,575

= 31,36 %

0,581 x 0,710 x 33,1


SE X1 (Aktivitas Fisik) =
0,575

= 1,8 %

Jadi dapat disimpulkan bahwa sumbangan efektif pola makan terhadap

Indeks massa tubuh adalah sebesar 31,36 % sedangkan sumbangan efektif

aktivitas fisik terhadap indeks massa tubuh adalah sebesar 1,8 %.

Sedangkan untuk mencari sumbangan realtif x terhadap yaitu dengan

menggunakan rumus sebagai berikut :

SRX = SEX% x 100%

R2

Dari rumus tersebut dapat diketahui nilai dari :

Sumbangan relatif x1 (pola makan) terhadap y (indeks massa tubuh) adalah :

SRX1 = 31,36 % x 100%


33,11
= 94,71%
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Sedangkan sumbangan relatif x2(Aktivitas fisik) terhadap y (indeks massa

tubuh) adalah :

1,8 % x 100%
SRX2 =
33,11
= 5,29%

Jadi dapat disimpulkan bahwa sumbangan relatif pola makan terhadap indeks

massa tubuh adalah sebesar 94,71 % sedangkan sumbangan relatif Aktivitas

fisik terhadap indeks massa tubuh adalah sebesar 5,29 %.

B. Pembahasan

1. Hubungan Pola Makan Mahasiswa dengan Indeks Massa Tubuh

Berdasarkan tabel 4.8 menunjukkan bahwa mahasiswa yang memiliki pola

makan diatas AKG mempunyai Indeks Massa Tubuh yang tinggi. Dari hasil Uji

Statistik dengan menggunakan Uji Pearson Product Moment didapatkan nilai r =

0,330 dan p = 0,009 (p ≤ 0,05), itu berarti semakin tinggi AKG pola makanya

maka Indeks Massa Tubuhnya semakin tinggi, dan semakin kurang AKG maka

Indeks Massa tubuhnya juga kurang.

Asupan zat-zat gizi yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan remaja

akan membantu remaja mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal

(Sulistyoningsih, 2011:34). Pola makan dengan AKG yang tinggi akan berdampak

langsung pada tubuh remaja yaitu menaikkan berat badanya, sehingga apabila

berat badanya semakin besar maka Indeks Massa Tubuhnya juga semakin
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

bertambah, hal ini dikarenakan perhitungan Indeks Massa Tubuh adalah dengan

membandingkan tinggi badan dengan berat badan remaja.

Berdasarkan Tabel 4.3 menunjukkan bahwa hampir sebagian mahasiswa

angka kecukupan gizinya kurang. Timbulnya masalah gizi dengan angka

kecukupan gizi yang kurang pada remaja pada dasarnya dikarenakan perilaku

yang salah, yaitu ketidakseimbangan antara konsumsi gizi dengan kecukupan gizi

yang dianjurkan. Kebiasaan makan yang buruk bisa dikarenakan kebiasaan yang

juga tidak baik, yaitu remaja lebih suka makan jajanan yang minim kandungan

gizinya sehingga menyebabkan tidak terpenuhi kebutuhan gizinya.

Diketahui bahwa keseluruhan responden adalah berusia remaja dan masih

berstatus pelajar. Ada dua aspek kunci yang berhubungan antara pendapatan

dengan pola konsumsi makan, yaitu pengeluaran makanan dan jenis makanan

yang dikonsumsi. Apabila seseorang memiliki pendapatan yang tinggi maka dia

dapat memenuhi kebutuhan akan makanannya (Gesissler, 2005).

Dari data diatas diketahui bahwa seluruh responden adalah pelajar yang masih

belum mempunyai pendapatan sendiri, selain itu pola makan pada remaja yang

tidak terpantau oleh orangtua pada umumnya remaja makan dengan tidak

mengindahkan kaidah-kaidah kesehatan seperti mengkonsumsi buah-buahan dan

sayuran. Yang mana pola makan di usia remaja ini merupakan faktor yang ikut

menentukan kesehatan di masa yang akan datang.

Peluang anak menjadi konsumen makanan sesungguhnya akan sangat

ditentukan oleh daya beli keluarga atau orang tua anak, karena keputusan

commit to
konsumsi untuk anak sangat dipengaruhi user
oleh daya beli (Sumarwan, 2007). Uang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

yang dimiliki oleh remaja akan dapat mempengaruhi apa yang dikonsumsinya.

Biasanya remaja memilih makanan sesuai dengan uang saku mereka. Dengan

uang saku yang sedikit, biasanya remaja akan memilih makanan yang terjangkau

oleh mereka, seperti makanan ringan dan jajanan gorengan yang kandungan

gizinya rendah, dan kurang memenuhi kebutuhan gizi remaja.

Jajanan dengan kandungan kalori tinggi ditambah pemanis buatan bila

dikonsumsi secara berlebihan dapat mengakibatkan obesitas dan penyakit

degeneratif (Depkes, 1995). Angka kecukupan gizi yang kurang kemungkinan

juga dikarenakan ketersediaan jajanan di kantin sekolah yang kurang memenuhi

kebutuhan gizi siswa, karena kebiasaan jajan salah satunya makanan ringan pada

remaja dapat mempengaruhi status gizi remaja tersebut, karena sedikit sekali

mengandung zat-zat yang dibutuhkan oleh tubuh yaitu vitamin dan mineral.

Kebiasaan makan yang diperoleh semasa remaja akan berdampak pada

kesehatan dalam fase kehidupan selanjutnya, setelah dewasa dan berusia lanjut.

Kekurangan zat gizi seperti zat besi dapat menimbulkan anemia dan keletihan,

kondisi yang menyebabkan mereka tidak mampu merebut kesempatan bekerja.

Remaja lebih banyak membutuhkan zat besi dan wanita lebih banyak lagi

membutuhkan untuk mengganti zat besi yang hilang bersama darah haid. Dampak

negatif kekurangan mineral kerap tidak terlihat sebelum mereka mencapai usia

dewasa. Sebagai contoh, kalsium sangat penting dalam pembentukan tulang pada

usia remaja dan usia dewasa muda. Kekurangan kalsium selagi muda merupakan

penyebab osteoporosis di usia lanjut, dan keadaan ini tidak dapat ditanggulangi
commit to user
dengan meningkatkan konsumsi zat ini ketika tanda penyakit ini nampak. Selain
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

itu kekurangan gizi dapat merusak kualitas SDM, keberhasilan pembangunan

nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM)

yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat

dan kesehatan yang prima di samping penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan

teknologi.

Hasil penelitian berdasarkan karakteristik jenis kelamin responden pada

tabel 4.1 didapatkan responden berjenis kelamin perempuan lebih banyak dari

pada responden berjenis kelamin laki-laki. Perempuan lebih mudah bertambah

berat badan berbanding lelaki dengan asupan kalori yang sama (Gayle Galletta,

2005). Secara rata-rata, lelaki mempunyai massa otot yang lebih banyak dari

wanita. Lelaki menggunakan kalori lebih banyak dari wanita karna digunakan

untuk melakukan pekerjaan yang lebih berat dari pada wanita, bahkan saat

istirahat karena otot membakar kalori lebih banyak berbanding tipe jaringan yang

lain. Dengan demikian, perempuan lebih mudah bertambah berat badan

berbanding lelaki dengan asupan kalori yang sama. Anak perempuan yang biasa

mengalami haid pada masa remaja punya kecenderungan mengalami kekurangan

zat besi. Asupan makanan yang tinggi kandungan zat besi seperti daging, hati, dan

sayuran hijau daun serta makanan tambahan zat besi berupa tablet dapat

dikonsumsi setiap hari. Hal itu membantu meningkatkan kadar darah merah

sehingga mengurangi risiko terkena anemia.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2. Hubungan Aktivitas Fisik dan Indeks Massa Tubuh

Dari tabel 4.8 dapat dilihat bahwa terdapat hubungan yang bermakna

antara aktivitas fisik dengan indeks massa tubuh, dimana aktivitas mahasiswa

yang tinggi mempunyai indeks massa tubuh yang tinggi dengan nilai r=0,320 dan

p=0,011. Aktivitas fisik olahraga merupakan salah satu komponen yang berperan

dalam penggunaak energi. Penggunaan energi tiap jenis aktivitas itu berbeda

tergantung dari tipe, lamanya dan berat orang yang melakukan aktivitas tersebut.

Semakin berat aktivitas, semakin lama waktunya dan semakin berat orang yang

melakukanya maka energi yang dikeluarkan pun lebih banyak, akibatnya

kebutuhan energi pun meningkat (Guthire, 1995).

Indeks massa tubuh yang kurang dipengaruhi oleh aktivitas olahraga

remaja yang tinggi, karena semakin tinggi aktivitas olahraga, semakin tinggi pula

energi yang dibutuhkan. Aktivitas yang berat akan berakibat banyaknya energi

yang dikeluarkan. Bila pemasukan energi kurang maka tubuh akan memecah

cadangan lemak untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut sehingga lemak

dalam tubuh akan berkurang, dan mengakibatkan penurunan berat badan

Gaya hidup modern yang dapat dilihat pada sebagian keluarga di

perkotaan, sarat dengan alat bantu elektronik sehingga meminimalkan gerak fisik.

Berkurangnya aktvfitas fisik, yang dibarengi semakin meningkatnya asupan

pangan padat dan kaya akan lemak, menyebabkan obesitas yang pada gilirannya

akan menjelma menjadi DM tipe 2 (Arisman, 2011:8). Seseorang dengan aktivitas

fisik yang kurang dapat meningkatkan prevalensi terjadinya obesitas.Orang-orang

yang kurang aktif memerlukan kalori dalam jumlah sedikit dibandingkan orang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dengan aktivitas tinggi. Seseorang yang hidupnya kurang aktif (sedentary life)

atau tidak melakukan aktifitas fisik yang seimbang dan mengkonsumsi makanan

yang tinggi lemak, akan cenderung mengalami obesitas (Tarwoto at all, 2010:20).

Diperkirakan orang yang memiliki kegemukan berlebih (obese) memiliki

aktivitas yang lebih rendah kendati laju metaboliknya lebih tinggi dari pada orang

yang kurus (nonobese).Penyebab dan efek yang ditimbulkan sulit dipastikan

dalam hubungan antara aktivitas dan obesitas .Ketiadaan aktivitas fisik dapat

meningkatkan insiden obesitas. Sebagai alternatif lain, orang gemuk seringkali

memiliki keterbatasan fisik yang disebabkan oleh gangguan fungsi respirasi dan

permasalahan musculoskeletal yang dapat mengurangi aktivitas fisiknya.

Sebagian penyelidik mengemukakan bahwa obesitas mungkin relative tidak

berbahaya jika keadaan ini disertai dengan akivitas fisik yang tinggi. Namun

keberadaan tingkat kebugaran yang tinggi dan obesitas jarang terjadi pada

sebagian besar masyarakat yang memiliki pola hidup kurang aktif (Gibney et al,

2009).

3. Hubungan Pola Makan dan Aktivitas Fisik dengan Indeks Massa Tubuh

Dari uji F dengan menggunakan komputer program SPSS 16 diperoleh

nilai F=9,437, p=0,000<0,05, R=0,492 dan R2 =0,21 maka Pola Makan dan

aktivitas fisik mempunyai hubungan signifikan secara bersama terhadap Indeks

Massa Tubuh, dimana pola makanmempunyai pengaruh > daripada aktivitas fisik

dengan nilai (b1) 0,330 dan (b2) 0,320.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Seperti halnya tinggi badan, pertumbuhan berat badan juga meningkat

pada usia remaja. Pertumbuhan berat badan ini lebih sulit diprediksi daripada

tinggi badan, dan lebih mudah dipengaruhi oleh diet, latihan fisik, dan pola hidup

(Latifah, 2008). Aktivitas remaja menjadi faktor penyebab perubahan indeks

massa tubuh remaja, karena usia remaja merupakan usia yang produktif dengan

banyak aktivitas yang dilakukan, seperti olahraga, ataupun energi yang digunakan

saat belajar, sehingga mereka membutuhkan banyak energi yang diperoleh dari

kalori makanan yang mereka makan, oleh karena itu meskipun mereka banyak

makan dan asupan gizi tetapi tetap saja indeks massa tubuhnya kurang karena

kalori yang masuk hilang menjadi energi yang digunakan untuk aktivitas.

Diketahui bahwa keseluruhan responden adalah berusia remaja dan jumlah

terbanyak responden berusia 16 tahun. Seperti halnya tinggi badan, pertumbuhan

berat badan juga meningkat pada usia remaja. Pertumbuhan berat badan ini lebih

sulit diprediksi daripada tinggi badan, dan lebih mudah dipengaruhi oleh diet,

latihan fisik, dan pola hidup (Melly Latifah, 2008).

Usia remaja merupakan usia yang produktif dengan banyak aktivitas

yang dilakukan, sehingga mereka membutuhkan banyak energi yang diperoleh

dari kalori makanan yang mereka makan, apabila kebutuhan kalorinya kurang

maka energi akan dihasilkan dengan menyerap dari cadangan lemak dalam tubuh,

sehingga mengakibatkan penurunan berat badan dan otomatis mengurangi tingkat

indeks massa tubuhnya.

Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan hampir sebagian responden

dengan indeks massa tubuh kurang. Seseorang akan mengalami pertumbuhan fisik
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(tinggi dan berat badan) yang sangat pesat pada usia remaja yang dikenal dengan

istilah growth spurt. Growth spurt merupakan tahap pertama dari serangkaian

perubahan yang membawa seseorang kepada kematangan fisik dan seksual

(Latifah, 2008).

Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa terjadi pemahaman yang

salah terhadap gizi sehingga terjadi ketidakseimbangan antara konsumsi gizi

dengan kecukupan gizi yang dianjurkan, dimana remaja menginginkan tubuh yang

langsing sehingga melakukan diet yang keras dengan pengaturan makanan yang

salah. Remaja kadang mencoba untuk melakukan diet secara ektrem. Hal ini

sangat tidak disarankan karena dapat mengurangi asupan nutrisi yang seharusnya

diperlukan dalam masa pertumbuhan remaja, misalnya dengan terjadinya

difisiensi vitamin. Puasa terus-menerus juga bukanlah suatu jawaban, karena

penurunan berat badan kebanyakan berasal dari kehilangan air dari dalam tubuh,

sehingga tubuh akan terasa lemas.

Memasuki masa remaja, kecepatan pertumbuhan fisik sangat dipengaruhi

oleh keadaan hormonal tubuh, perilaku, dan emosi sehingga kebutuhan tubuh

akan zat-zat gizi harus terpenuhi dengan baik. Kebutuhan tenaga remaja sangat

tergantung pada tingkat kematangan fisik dan aktivitas yang dilakukan. Selain

energi, remaja perlu juga mengkonsumsi makanan tinggi protein, karena

konsumsi protein yang cukup dapat membantu mencapai pertumbuhan tinggi

badan yang optimal.

Perbedaan jenis kelamin memiliki peran dalam perilaku penurunan berat

commit
badan. Remaja putri cenderung lebih aktiftodalam
user perilaku penurunan berat badan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dibanding remaja putra. Hal ini disebabkan karena rendahnya kepercayaan diri

mereka terhadap penampilan fisik. Banyak remaja putri menganggap dirinya

kegemukan sehingga cenderung melakukan penurunan berat badan dengan cara

yang tidak sehat seperti diet berlebihan, puasa menggunakan laksatif dan

memuntahkan makanan.

Remaja putera lebih cenderung membentuk tubuhnya agar lebih berotot,

bukan memperkurus tubuhnya seperti banyak yang dilakukan remaja putri

(Thompson, 2004). Remaja putera cenderung meperbanyak olahraga untuk

membentuk tubuhnya. Walaupun cukup terpengaruh dengan informasi dari media

tentang bentuk tubuh yang ideal, remaja putera menyikapinya dengan positif.

Pada masa remaja kebutuhan tubuh akan energi jauh lebih besar

dibandingkan dengan sebelumnya, karena anak lebih banyak melakukan aktivitas

fisik seperti bermain, berolahraga, atau membantu orang tua. Pada usia remaja

pemberian makanan untuk anak laki-laki dan perempuan mulai dibedakan.

Biasanya anak laki-laki lebih aktif dan lebih banyak bergerak sehingga lebih

banyak membutuhkan konsumsi zat gizi dalam makanan mereka.

Berbagai penelitian baik yang dilakukan di luar negeri maupun di

Indonesia menunjukkan bahwa keadaan gizi kurang dapat menghambat aktivitas

kerja yang akan menurunkan produktivitas kerja. Hal ini disebabkan karena

kemampuan kerja seseorang sangat dipengaruhi oleh jumlah energi yang tersedia,

dimana energi tersebut diperoleh dari makanan sehari-hari dan bilamana jumlah

makanan sehari-hari tak memenuhi kebutuhan tubuh, maka energi didapat dari

cadangan tubuh. (Rachmad Soegih dkk, 1987).


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Siswa yang cenderung dengan angka kecukupan gizi (AKG) defisit tingkat

berat atau kurang mencukupi kecukupan gizinya dapat mengakibatkan

produktivitasnya berkurang, apalagi sebagai siswa yang membutuhkan banyak

energi dan gizi untuk mendukung aktivitasnya yang tinggi misalnya belajar,

apabila siswa kurang tercukupi kebutuhan gizinya maka akan mengakibatkan

siswa mengantuk saat belajar, kurang memperhatikan guru saat pelajaran,

sehingga mengurangi prestasi belajarnya, selain itu juga dapat mengakibatkan

daya tahan terhadap penyakit akan berkurang sehingga siswa rentan terkena

penyakit.

Pada penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan penelitian, keterbatasan

tersebut adalah sebagai berikut: Dalam penelitian kali ini, terdapat keterbatasan

yang diakui oleh peneliti yakni keterbatasan waktu dalam pengambilan data pola

makan responden, dikarenakan penelitian ini dilakukan hanya tiga hari sehingga

peneliti tidak dapat mengetahui secara pasti kebiasaan makan responden sehari-

hari.

commit to user

Anda mungkin juga menyukai