Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

FORMULASI SEDIAAN SIRUP EKSTRAK RIMPANG


TEMULAWAK

KELOMPOK IV

- LISNAWATI ABUBAKAR
- DEVI AMIRUDIN
- NURMADANI SUWITNO
- ANRIANI
- SRI WAHYUNI
- ARFIANI TAJUDDIN
- ALISA RATU ALMA
- DINA AMALIAH

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM MAKASSAR
MAKASSAR
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat allah swt, dimana kita masih dilimpahkan

rahmat dan karunianya, sehingga kita masih berada di dalam

lindungannya, di sini penulis bersyukur berkat ke gigihan dan ke uletan

kawan-kawan dalam mengerjakan tugas di mata perkuliahan Formulasi

dan Teknologi Sediaan Obat Alam, dan kawan-kawan telah berhasil dalam

pembuatan makalah yang berjudul “FORMULASI SEDIAAN SIRUP

EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK”.

Dengan ini mengucapkan terima kasih banyak kepada teman-

teman dalam penulisan makalah ini dan penulis pula meminta masukan

dan saran pada kawan-kawan semua agar di makalah dapat di sempurna

kan lagi untuk itu penulis mengucapkan terima kasih.

Demikianlah apabila ada kata-kata yang salah baik di sengaja

maupun tidak disengaja penulis sangat memohonkan maaf yang sebesar-

besarnya kepada audiens dan pembaca, atas perhatiannya penulis

ucapkan terima kasih.


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................i

DAFTAR ISI.....................................................................................................1

BAB I. PENDAHULUAN..................................................................................3

A. Latar Belakang.......................................................................................3

C. Tujuan.....................................................................................................4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................5

A. Sirup.......................................................................................................5

B. Temulawak.............................................................................................5

C. Ekstraksi.................................................................................................5

BAB III. METODE KERJA ............................................................................. 9

A. Alat dan Bahan.......................................................................................9

B. Cara Kerja...............................................................................................9

BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................ 9

A. Rancangan Formula...............................................................................9

B. Alasan Penggunaan Bahan....................................................................9

BAB V. PENUTUP........................................................................................ 22

A. Kesimpulan...........................................................................................22

B. Saran....................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 23
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sirup merupakan salah satu produk olahan cair yang dikonsumsi

sebagian besar orang sebagai minuman pelepas dahaga. Sirup adalah

sediaan pekat dalam air dari gula atau pengganti gula dengan atau tanpa

bahan tambahan, bahan pewangi, dan zat aktif sebagai obat (Ansel,

2005). Menurut Syamsuni, (2007) menyatakan, Sirup adalah larutan oral

yang mengandung sukrosa atau gula lain dalam kadar tinggi.

Sirup dapat dibuat dari bahan dasar buah, daun, biji, akar dan

bagian lain dari tumbuhan (Margono et. al., 2000). Dari kemanfaatannya

sirup dapat dijadikan sebagai minuman pelepas dahaga sekaligus sebagai

obat dengan bahan herbal yang dapat mencegah dan mengobati penyakit

(Rekomendasi WHO, 2006).

Negara kita mempunyai kekayaan sumber hayati yang besar,

diantaranya adalah tanaman rempah dan obat. Salah 48 satu tanaman

obat yang masih diminati di Indonesia adalah temulawak (Puspitojati dan

Santoso, 2012). Curcuma xanthorrhiza Roxb. atau temulawak banyak

sekali digunakan dalam pengobatan tradisional di berbagai daerah di

Indonesia (Achmad, dkk, 2009).

Rimpang temulawak mengandung zat kuning kurkumin, minyak

atsiri, pati, protein, lemak, selulosa dan mineral, diantara komponen


tersebut yang paling banyak kegunaannya adalah pati, kurkuminoid dan

minyak atsiri.

(Afifah, E, 2003). Manfaat dari rimpang tanaman ini adalah

mengatasi jerawat, anti radang, anti keracunan empedu, mencegah

penyakit ginjal, mencegah sembelit, menambah nafsu makan, mengatasi

sakit cangkrang, menyembuhkan cacar air, menyembuhkan sariawan,

meningkatkan produksi ASI, mengatasi asma, mengatasi penyakit limfa,

mengatasi sakit pinggang, menyembuhkan sakit kepala dan masuk angin

(Suparni, I dan Ari, W, 2012). Dari hasil penelitian, temulawak dapat

merangsang sekresi empedu lebih banyak, sehingga mampu merangsang

nafsu makan (Puspitojati dan Santoso, 2012).

A. Rumusan Masalah

1. Apakah ekstrak rimpang temulawak dapat dibuat dalam sediaan

sirup?

2. Senyawa spesifik apa yang terkandung dalam rimpang temulawak?

3. Apakah ekstrak rimpang temulawak dapat digunakan sebagai obat

penambah nafsu makan?

B. Tujuan

Tujuan dari makalah ini ini yaitu:

a. Untuk membuat sediaan sirup bahan alam dengan metode ekstraksi

b. Untuk membuat sediaan sirup bahan alam dengan zat aktif ekstrak

rimpang temulawak
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Uraian Tanaman (Temulawak)

Temulawak merupakan salah satu keluarga temu-temuan

(Zingiberacea). Tanaman ini biasanya ditemukan di hutan-hutan daerah

tropis. Temulawak juga berkembang biak di tanah tegalan sekitar

pemukiman, terutama pada tanah yang gembur, sehingga buah

rimpangnya mudah berkembang menjadi besar. Tanaman ini mampu

tumbuh di dataran rendah dan juga sampai pada ketinggian tanah 1.500

meter di atas permukaan laut.

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Zingiberales

Famili : Zingiberaceae

Genus : Curcuma

Spesies : Curcuma xanthorrhiza Roxb.

(Tjitrosoepomo (2004).
Kandungan Kimia dan Khasiat

Rimpang temulawak mengandung zat yang disebut sebagai

kurkumin. Selain mengandung kurkumin, temulawak juga mengandung

sejenis minyak atsiri, yaitu Phellandreen, kamfer, glukosida, tumerol,

Myrcene, Xanthorrizol, Safuranogermacrene, P-Tolyletycarbinol, dan zat

tepung. Adanya zat-zat tersebut membuat aroma temulawak menjadi

khas. Temulawak mengandung minyak atsiri sebesar 7,3-30% dan

kurkumin sebesar 1,4-4% (Hayati, 2003).

Beberapa jenis tanaman diIndonesia telah banyak digunakan

masyarakat sebagai penambah nafsu makan. Salah satu tanaman obat

yang 2 dapat dimanfaatkan untuk mengatasi gangguan kurangnya nafsu

makan adalah Curcuma xanthorrhiza atau lebih dikenal dengan nama

temulawak (Afifah et al., 2005).

Kandungan minyak astiri dalam temulawak dapat menyebabkan

peningkatan nafsu makan karena memiliki sifat koleretik yang mampu

mempercepat sekresi empedu sehingga dapat mempercepat

pengosongan lambung, mempercepat pencernaan dan absorpsi lemak di

usus yang kemudian akan mensekresi berbagai hormon yang mampu

meregulasi peningkatan nafsu makan (Ozaki dan Liang, 1988).

Penelitian terdahulu membuktikan bahwa Minyak atsiri temulawak

dapat meningkatkan nafsu makan tikus (Awalin,1996; Ardhiani, 2005; dan

Ulfah, 2010). Namun bukan hanya minyak astiri saja yang dapat

meningkatkan nafsu makan, kandungan kurkumin dalam temulawak juga


dapat berfungsi meningkatkan nafsu makan. Beberapa efek terapi telah

diperlihatkan pada jurnal Turmeric and Curcumin : Biological Actions and

Medicinal Applications. Berdasarkan jurnal tersebut terdapat pernyataan

dimana fungsi dari curcumin yang katanya dapat juga meningkatkan nafsu

makan melalui fungsinya sebagai karminativum (antiflatulent). Sebagai

penambah nafsu makan, kurkuminoid juga dapat memperbaiki kelainan

pada kantung empedu dengan memperlancar pengeluaran cairan empedu

dan pankreas, sehingga terjadi peningkatan aktivitas pencernaan.

Penggunaan ekstrak rimpang temulawak akan mempercepat

pengosongan lambung sehingga akan menambah nafsu makan

(Anonimus, 2007).

B. Uraian Sediaan (Sirup)

Sirup merupakan salah satu produk olahan cair yang dikonsumsi

sebagian besar orang sebagai minuman pelepas dahaga. Sirup adalah

sediaan pekat dalam air dari gula atau pengganti gula dengan atau tanpa

bahan tambahan, bahan pewangi, dan zat aktif sebagai obat (Ansel,

2005). Menurut Syamsuni, (2007) menyatakan, Sirup adalah larutan oral

yang mengandung sukrosa atau gula lain dalam kadar tinggi.

Penyimpanan sirup menurut anjuran Farmakope Indonesia edisi III

(1979), dalam wadah tertutup rapat, di tempat sejuk.Komponen

sirup, sebagian besar sirup disamping air dan semua obat yang ada

mengandung komponen-komponen berikut:


1. Bahan pemanis

Pemanis berfungsi untuk memperbaiki rasa dari sediaan. Dilihat

dari hasil kalori yang dihasilkan dibagi menjadi dua yaitu berkalori

tinggi dan berkalori rendah. Adapun pemanis tinggi misalnya

sorbitol, sakarin, sukrosa. Pemanis berkalori rendah

misalnya laktosa (Lachman et al., 1986).

2. Bahan pengental

Bahan pengental digunakan sebagai zat pembawa dalam sediaan

cair dan untuk membentuk suatu cairan dengan kekentalan

yang stabil dan homogen (Ansel et al., 2005).

3. Pemberi rasa

Hampir semua sirup disedapkan dengan pemberi rasa buatan atau

bahan bahan yang berasal dari alam, untuk membuat sirup sedap

rasanya. Karena sirup adalah sediaan cair, pemberi rasa ini harus

mempunyai kelarutan dalam air yang cukup (Lachman et al., 1986).

4. Pemberi warna

Pewarna yang digunakan umumnya larut dalam air, tidak bereaksi

dengan komponen lain dari sirup, dan warnanya stabil pada

kisaran pH selama masa penyimpanan. Penampilan keseluruhan

dari produk cair terutama tergantung pada warna dan kejernihan.

Pemilihan warna biasanya dibuat konsisten dengan rasa (Lachman et

al., 1986).
Keuntungan Sirup:

1. Sesuai untuk pasien yang susah menelan (pasien usia lanjut,

Parkinson, anak-anak).

2. Dapat meningkatkan kepatuhan minum obat terutama pada

anak-anak karena rasanya lebih enak dan warnanya lebih menarik.

3. Sesuai untuk obat yang bersifat sangat higroskopis.

Kekurangan Sirup:

1. Tidak semua obat bentuk sediaan sirup ada di pasaran.

2. Sediaan sirup jarang yang isinya zat tunggal, pada umumnya

campuran atau kombinasi beberapa zat berkhasiat yang kadang-

kadang sebetulnya tidak di butuhkan oleh pasien tersebut.

3. Tidak bisa untuk sediaan yang sukar larut dalam air

(biasanya di buat suspensi atau eliksir) eliksir kurang di

sukai oleh dokter anak karena mengandung alkohol, suspensi

stabilitasnya lebih rendah tergantung formulasi dan suspending

agent yang di gunakan.

4. Tidak bisa untuk bahan obat yang berbentuk minyak (minyak/oil

biasanya di bentuk emulsi yang mana stabilitas emulsi juga lebih

rendah.

5. Tidak sesuai untuk bahan obat yang tidak stabil.

(Rowe,2009).
Evaluasi Bahan Aktiv

Berdasarkan jurnal Kimia Sains dan Aplikasi (Metabolit Profiling of

Java Turmeric (Curcuma xanthorrhiza) Essential Oil With Different

Harvest Times), hasil analisis selanjutnya dievaluasi untuk mendapatkan

informasi senyawa yang terkandung dalam minyak atrsiri temulawak.

Identifikasi komponen kimia ditentukan melalui (valuasi spektrum massa

dengan menyocokkan pola spektra pada mass spectra libraryWilley 8 dan

National institute of Standards and Technology (NIST). Proporsi relative

masing-masing komponen minyak ditunjukkan sebagai presentase relative

gerhadap luas puncak total.

Berdasarkan jurnal penelitian Nutrisia Aquariushinta Sayuti dan

Agus Winarso (Stabilitas Fisik Dan Mutu Hedonik Sirup Dari Bahan

Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.), hasil pengamatan organoleptik

sirup diatas dengan kondisi penyimpanan pada suhu 40˚C menunjukkan

tidak terjadinya perubahan selama penyimpanan. Tekstur sirup agak

kental karena pengaruh penambahan CMC Na dan konsentrasi dari

sucrose yang digunakan. Warna sirup relative stabil. Warna sirup

didominasi oleh warna kuning kecoklatan dari kurkumin. Ekstrak

temulawak terdiri atas campuran analog-analog dimana kurkumin

merupakan pigmen terbanyak. Pigmen lain yang menyertai kurkumin

dalam temulawak adalah desmethoxycurcumin dengan kandungan rata-


rata 62,4% untuk kurkumin dan 37,6% untuk desmethoxycurcumin. Dalam

rimpang segar, pigmen kurkumin terletak bersamaan dengan minyak

volatile dalam sel oleoresin disktrit dan warna teras lebih kuat daripada

warna kulit. Perebusan rimpang segar mengakibatkan pecahnya sel

oleoresin dan pigmen menjadi lebih tersebar secara merata ke pati.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stabilitas Sediaan Sirup

1. Faktor Internal

 Formulasi

Kemasan atau wadah primer

2. Faktor Eksternal

 Suhu

 pH

 Pelarut

 Kelembaban

 Intensitas Cahaya

(Voigt, 1994).
C. Ekstraksi

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengektraksi

zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut

yang sesuai, kemudian semua pelarut diuapkan dan serbuk yang tersisa

diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan

(Anonim, 1995).

Proses ekstraksi bahan nabati atau tumbuhan dapat dilakukan

berdasarkan teori penyarian. Penyarian merupakan suatu proses

pemindahan massa dari bahan ke cairan penyari. Beberapa metode

penyarian antara lain : maserasi, perkolasi, dan Soxhletasi (Anonim,

1986).

a. Maserasi

Maserasi merupakan proses penyarian yang paling sederhana dan

banyak digunakan untuk menyari bahan obat yang berupa serbuk

simplisia halus. Simplisia ini direndam dalam cairan penyari sampai

meresap dan melemahkan susunan sel sehingga zat-zat akan larut.

Serbuk simplisia yang akan disari ditempatkan dalam wadah atau bejana

bermulut besar, ditutup rapat kemudian dikocok berulang-ulang sehingga

memungkinkan pelarut masuk ke seluruh permukaan serbuk simplisia

(Anonim, 1986).

b. Perkolasi
Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan

mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah

dibasahi. Serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder,

yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari dialirkan

dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan

melarutkan zat aktif yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh.

Gerak ke bawah disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya sendiri dan

cairan diatasnya, dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung untuk

menahan (Anonim, 1986).

c. Sokhletasi

Soxhletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru,

yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi

kontinu dengan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya

pendinginan balik (Anonim, 2000).


BAB III

METODE KERJA

A. Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah simplisia

temulawak yang diambil dari tanaman temulawak yang tumbuh di daerah

Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, ethanol 70%,

asam sitrat, carboxymethyl celulosa Natrium (CMC Na), Natrium benzoat,

orange flavor, aquades, sucrose.

Alat yang digunakan adalah blender besi, ayakan mesh 60, botol

gelap ukuran 1000 ml tertutup, vakum evaporator ((Ika), waterbath,

timbangan analitik, magnetic stirrer, Beaker glass (Pyrex), pH-meter

(Hanna), viscometer, climatic chamber (Memert).

B. Cara Kerja

1. Pengambilan Sampel

Pengambilan rimpang temulawak dilakukan pada saat

proses pertumbuhannya selesai. Rimpang temulawak diambil dengan

cara tanamannya dicabut, rimpangnya diambil dan dibersihkan dari

akar, dipotong melintang dengan ketebalan tertentu.

2. Pembuatan Ekstrak Temulawak


Simplisia temulawak dibuat serbuk kemudian diayak dengan

ayakan mesh 60 dan ditimbang sebanyak 500 gram. Serbuk dibagi 10

bagian, masing-masing bagian sebanyak 50 gram dilarutkan dengan

ethanol 70% sebanyak 350 ml dalam botol coklat 1000 ml kemudian

ditutup, dibiarkan selama 5 hari dan dilakukan pengadukan 3 kali

setiap harinya. Selanjutnya disaring, ampas diremaserasi selama satu

hari supaya penarikan ekstraksi lebih sempurna. Ekstrak yang

diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan pada vacuum evaporator dan

diuapkan di waterbath sehingga diperoleh ekstrak kental.

3. Pembuatan Formula Sirup Temulawak

Pertama kali yang dilakukan adalah tahap preformulasi sirup

dengan cara trial and eror kemudian hasil yang terbaik dipilih sebagai

formula sirup yang diuji stabiltas fisiknya. Sirup dibuat dengan bahan

aktif ekstrak temulawak konsentrasi 3% b/b beserta bahan tambahan

lain yang dapat mendukung stabilitas fisiknya. Sirup dibuat dengan

cara melarutkan sucrosa dalam aquadest di dalam beaker glass di

atas magnetic stirrer dengan suhu 90˚C dan kecepatan pengadukan

400 rpm. Jika timbul busa, maka pengadukan bertujuan untuk

menghilangkan busa. Larutan gula tersebut kemudian ditambahkan

CMC Na sampai larut dan bahan lain berturut-turut Asam sitrat,

Natrium Benzoat, ekstrak temu lawak dan perisa rasa jeruk.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Rancangan Formula

Tiap 60 ml mengandung:
Ekstrak Temulawak 3%
Asam Sitrat 3%
Sukrosa 40 %
Na CMC 1,5 %
Natrium Benzoat 0,2 %
Perisa Jeruk 0,5 %
Aquadest ad 100 %

B. Uraian Bahan

1. Temulawak (Tjitrosoepomo, 2004).

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Zingiberales

Famili : Zingiberaceae

Genus : Curcuma

Spesies : Curcuma xanthorrhiza Roxb.


2. Aquadest (FI Edisi III Hal: 96)

Nama Resmi : AQUA DESTILLATA

Nama Lain : Air Suling

RM/BM : H2O / 18,02 g/mol

RB :

Pemerian : Caira jernih; tidak berwarna; tidak berbau; tidak

mempunyai rasa

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai pelarut

3. Asam Sitrat (Ditjen POM, 1995: Rowe, 2009)

Nama Resmi : Asam Sitrat

Pemerian : Hablur bening, tidak berwarna atau serbuk hablur,

granul, sampai halus, putih, tidak berbau atau praktis

tidak berbau, rasa sangat asam, bentuk hidrat mekar

dalam udara kering.

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, mudah larut dalam

etanol, agak sukar larut dalam eter.

Penyimpanan : Dalam wadah tertututp rapat

Kegunaan : Sebagai pendapar

4. Natrium Benzoat (Ditjen POM, 1995: Rowe, 2009)

Nama Resmi : NATRII BENZOAS

BM : 144,11 g/mol
Pemerian : Butiran atau serbuk hablur, putih, tidak berbau atau

hamper tidak berbau

Kelarutan : Larut dalam 2 bagian air dan dalam 90 bagian

etanol (95 %).

Penyimpanan : Dalam wadah tertututp rapat

Kegunaan : Sebagai pengawet

5. Sukrosa (Ditjen POM, 1979 :725)

Nama Resmi : SAKAROSA

Nama Lain : Sukrosa

Pemerian : Hablur tidak berwarna atau masa hablur atau

serbuk warna putih, tidak berbau, rasa manis.

Kelarutan : Larut dalam 0,5 bagian air dan dalam 370 bagian

etanol (95) P.

Penyimpanan : Dalam wadah tertututp rapat

Kegunaan : Sebagai pemanis

6. Na CMC (Ditjen POM, 1979 : 401)

Nama Resmi : NATRII CARBOXYMETHYLCELLULOSUM

Nama lain : Natrium karboksimetilselulosa

Pemerian : Serbuk atau butiran, putih atau putih kuning gading,

tidak berbau atau hamper tidak berbau, higroskopik.

Kelarutan : Mudah mendispersi dalam air, membentuk

suspense koloidal, tidak larut dalam etanol (95 %) P,

eter P dan dalam pelarut organic lain.


Penyimpanan : Dalam wadah tertututp rapat

Kegunaan : Sebagai pemviskositas

C. Pencampuran dan Prinsip Pencampuran

Pencampuran merupakan suatu proses yang sangat penting

dilakukan dalam industri,pencampuran diartikan sebagai suatu proses

untuk menghimpun dan membaurkan bahan-bahan.Dalam hal ini

diperlukan gaya mekanik untuk menggerakan alat pencampur agar

proses pencampuran dapat berlangsung dengan baik.Hampir pada

semua industry pengolahan obat yang melibatkan mesin pencampur

untuk pencampuran sederhana maupun yang rumit.Mesin pencampur

dapat di golongkan dalam kategori mesin pengolsh dalam suatu

industry yang menunjang proses pengolahan menjadi produk.Dersjst

keragaman pencampuran diukur dari sampel yang di ambil selama

pencampuran.Jika komponen yang dicampur telah terdispersi melalui

komponen lain secara acak maka dapat dikatakan pencampuran telah

berlangsung dengan baik ( Woodley,1998 ).

Prinsip dari pencampuran adalah dengan mencampurkan satu atau

lebih bahan dengan menambahkan satu jenis bahan ke bahan

lainnya,sehingga menghasilkan suatu bentuk yang seragam

( Woodley,1998 ).
D. Pembahasan

Simplisia rimpang temulawak yang telah dihaluskan memiliki

bentuk serbuk halus, warna kuning jingga dan bau khas temu lawak.

Cara esktraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah maserasi.

Cara ini dipilih untuk menghindari penguapan yang berlebihan terhadap

minyak atsiri temulawak yang berkhasiat sebagai penambah nafsu

makan.

Ekstrak rimpang temulawaak dibuat dengan cara Simplisia

temulawak dibuat serbuk kemudian diayak dengan ayakan mesh 60

dan ditimbang sebanyak 500 gram. Serbuk dibagi 10 bagian, masing-

masing bagian sebanyak 50 gram dilarutkan dengan ethanol 70%

sebanyak 350 ml dalam botol coklat 1000 ml kemudian ditutup,

dibiarkan selama 5 hari dan dilakukan pengadukan 3 kali setiap

harinya. Selanjutnya disaring, ampas diremaserasi selama satu hari

supaya penarikan ekstraksi lebih sempurna. Ekstrak yang diperoleh

dikumpulkan dan dipekatkan pada vacuum evaporator dan diuapkan

di waterbath sehingga diperoleh ekstrak kental.

Sedangkan untuk pembuatan sirupnya, pertama kali yang

dilakukan adalah tahap preformulasi sirup dengan cara trial and eror
kemudian hasil yang terbaik dipilih sebagai formula sirup yang diuji

stabiltas fisiknya. Sirup dibuat dengan bahan aktif ekstrak temulawak

konsentrasi 3% b/b beserta bahan tambahan lain yang dapat

mendukung stabilitas fisiknya. Sirup dibuat dengan cara melarutkan

sucrosa dalam aquadest di dalam beaker glass di atas magnetic

stirrer dengan suhu 90˚C dan kecepatan pengadukan 400 rpm. Jika

timbul busa, maka pengadukan bertujuan untuk menghilangkan busa.

Larutan gula tersebut kemudian ditambahkan CMC Na sampai larut

dan bahan lain berturut-turut Asam sitrat, Natrium Benzoat, ekstrak

temu lawak dan perisa rasa jeruk. Untuk alas an penggunaan

bahannya yaitu:

1. Ekstrak Temulawak (Zat aktif)

Zat aktif adalah bahan atau zat yang mempunyai efek utama pada

sediaan (Scoville’s,1957).

Rimpang temulawak mengandung zat yang disebut sebagai

kurkumin. Selain mengandung kurkumin, temulawak juga mengandung

sejenis minyak atsiri, yaitu Phellandreen, kamfer, glukosida, tumerol,

Myrcene, Xanthorrizol, Safuranogermacrene, P-Tolyletycarbinol, dan

zat tepung. Adanya zat-zat tersebut membuat aroma temulawak

menjadi khas. Temulawak mengandung minyak atsiri sebesar 7,3-30%

dan kurkumin sebesar 1,4-4% (Hayati, 2003).

Beberapa jenis tanaman diIndonesia telah banyak digunakan

masyarakat sebagai penambah nafsu makan. Salah satu tanaman obat


yang 2 dapat dimanfaatkan untuk mengatasi gangguan kurangnya

nafsu makan adalah Curcuma xanthorrhiza atau lebih dikenal dengan

nama temulawak (Afifah et al., 2005).

Kandungan minyak astiri dalam temulawak dapat menyebabkan

peningkatan nafsu makan karena memiliki sifat koleretik yang mampu

mempercepat sekresi empedu sehingga dapat mempercepat

pengosongan lambung, mempercepat pencernaan dan absorpsi lemak

di usus yang kemudian akan mensekresi berbagai hormon yang

mampu meregulasi peningkatan nafsu makan (Ozaki dan Liang, 1988).

2. Asam Sitrat (Pendapar)

Kekurangan dari kurkumin adalah warnanya dipengaruhi pH

sehingga untuk mendapatkan warna yang stabil diperlukan larutan

penyangga. Hal ini disebabkan oleh struktur ketoenol kurkumin.

Kurkumin dalam media asam akan berwarna kuning merah sedangkan

di media basa akan berwana merah kecoklatan (Koswara, S, 2009).

Penggunaan asam sitrat dan sodium sitrat dalam penelitian ini

berfungsi sebagai pendapar yang bersifat menstabilkan pH yaitu ± 4

sehingga warna sirup stabil dalam penyimpanan suhu tinggi.

Konsentrasi asam yang cenderung rendah di dalam sirup

menyebabkan sirup berwarna kuning kecoklatan atau oranye.

Asam sitrat banyak digunakan dalam formulasi farmasi dan produk

makanan, terutama untuk mengatur pH larutan (Excipient 6 th).

3. Sukrosa (Pemanis)
Rasa merupakan karakteristik yang paling penting untuk dilakukan

evaluasi sediaan oral. Warna, tekstur dan bau biasanya dilakukan

secara subjektif oleh responden.

Pemanis merupakan zat tambahan dalam suatu sirup, pemanis

ditambahkan untuk memberikan rasa manis pada sirup.

Pemberian rasa merupakan suatu kombinasi yang digunakan untuk

menutupi sensasi rasa yang tidak diinginkan (Lachman II : 961).

Sirup adalah larutan yang digunakan secara oral, merupakan

sediaan cair yang mengandung larutan sukrosa (tidak kurang dari

64,0% dan tidak lebih dari 66,0% sukrosa) atau gula lain kadar tinggi

dengan bahan pegaroma atau pewarna yang larut dalam air atau

campuran kosolven air (Ariesta, 2012).

4. Na CMC (Pemviskositas)

Viskositas sirup erat kaitannya dengan konsentrasi CMC Na yang

digunakan. Semakin tinggi konsentrasi CMC Na semakin tinggi pula

viskositas sirup yang dihasilkan. Menurut Tranggono et-al, 1991, CMC

Na mudah larut dalam air panas maupun air dingin.

Bahan pengental yang dapat ditambahkan pada sediaan tersebut

adalah Carboxymethyl celulosa natrium (CMC-Na). CMC-Na dapat

mensuspensikan pati dalam sirup temulawak sehingga diharapkan

endapan tidak terjadi (Nutrisia , 2016).

Gambaran stabilitas fisik sirup temulawak adalah viskositas setiap

formula cenderung menurun diiringi dengan penurunan pH sirup.


Menurut penelitian (Nutrisia, 2016) Sirup formula yang tidak

mengandung CMCNa tidak mampu mendispersikan zat pati dari

temulawak sehingga masih terdapat endapan. Kesimpulan dari

penelitiannya adalah penambahan CMC-Na berpengaruh pada

stabilitas sediaan sirup temulawak.

5. Natrium Benzoat

Pengawet merupakan suatu zat yang digunakan dalm


mempercepat cair dan prepaeratsetenfgah padat umtuk mencegah
pertumbuhan mikroorganisme (Ansel, 1989).
Diantara pengawet-pengawet yang umum digunkan sebagai

bahan pengawrt dengan konsentrasi lazim yang efektif adalah asam

benzoat (0,1 – 0,2 %), natrium benzoat (0.1 – 0,2 %) dan berbagai

cammpuram metilparaben dan metilprpil.

Alasan penggunaan natrum benzoat dibandingkan dengan asam

benzoat, metilparaben, dan propilparaben yaitu dilihat dari

kelarutannya. Dimana kelarutan dari asam benzoatyaitu laruta dalam

330 bagian air (sukar larut),kelarutan metilparaben dalam air yaitu 400

bagian air (sukar larut), kelarutan metilparaben dalam air yaitu 400

bagian air (sukar larut), dan propil paraben mempunyai benzoat yaitu

1,8 bagian air (mudah larut) sehingga dipilih natrium benzoat yang larut

dalam pelarut aquadest (Ditjen POM, 1979).

Natrium benzoat digunakan terutama sebagai pengawet terutama

sebagai pengawet antimikroba dalam kosmetik, makanan dan obat-

obatan, ini diguanakan dalam konsentrasi 0,002 - 0,5 % dalam


kosmetik. Kegunaan natrium benzoat sebagai pengawet dibatasi oleh

efektivitasnya pada rentang pH yang sempit (Allen L.V., 2009).

6. Essense orange (Pengaroma)

Rasa merupakan karakteristik yang paling penting untuk dilakukan

evaluasi sediaan oral. Warna, tekstur dan bau biasanya dilakukan

secara subjektif oleh responden.

Pemberian rasa merupakan suatu kombinasi yang digunakan untuk

menutupi sensasi rasa yang tidak diinginkan (Lachman II : 961).

Essence orange terbuat dari kulit jeruk yang masih segar yang

diperoleh secara mekanik dan mengandung lebih dari 40% lemon

(Martindale : 180).

7. Aquadest

Aquadest merupakan cairan jernih tidak berwarna, tidak

berbau,dan tidak berasa,dan dapat larut dalam semua bahan sehingga

diperoleh pelarut aquadest pada formula ini (FI III : 96).

Aquadest digunakan sebagai pelarut air merupakan bahan

tambahan yang paling sering digunakan dalam produksi sediaan

farmasi, aquadest digunakan sebagai pelarut pembawa dalam

pembuatan sediaan farmasi (Excipient :1580).


E. Evaluasi Mutu Fisik

Pengujian stabilitas sirup dilakukan berdasarkan percobaan yang

dilakukan Djajadisastra dkk., 2009 yaitu dengan cara menyimpan sirup

yang dihasilkan dalam Climatic chamber pada suhu 400C selama 8

minggu dimana pengamatan terhadap perubahan fisik dilakukan setiap 2

minggu. Perubahan fisik diamati dengan cara memperhatikan perubahaan

tekstur, bau, rasa, pH dan viscositas sirup:

1. Uji organoleptik

Tampilan fisik sediaan diuji secara organoleptik dengan cara

melakukan pengamatan terhadap tekstur, warna, baudan rasa dari

sediaan yang telah dibuat (Mappa, T., dkk, 2013).

2. Uji pH

Tingkat keasaman atau pH diukur dengan menggunakan pH

meter . pH meter dikalibrasi dengan cara dicelupkan dalam larutan

buffer pH 7, kemudian dibilas dengan aquadest. pH meter dicelupkan

dalam sampel sirup, didiamkan beberapa saat dan hasilnya dapat

dilihat dari angka yang tertera di layarnya.

3. Uji Viskositas
Pengukuran viskositas dilakukan dengan menempatkan sampel

dalam viscometer hingga spindel terendam. Diatur spindel dengan

kecepatan 50 rpm. Viscometer dijalankan, kemudian viskositas dari

sirup akan terbaca.

4. Uji Hedonik

Sirup Pengujian hedonik sirup dilakukan dengan menggunakan 55

orang panelis semi terlatih yang semuanya adalah mahasiswa jurusan

Jamu, Poltekkes Kemenkes Surakarta semester 4 tahun ajaran

2014/2015. Panelis diberi contoh sediaan sirup untuk dicoba

kemudian kuisioner diisi oleh panelis untuk melihat tingkat kesukaan

panelis terhadap sediaan berdasarkan parameter aroma, tekstur dan

rasa, skala yang digunakan adalah skala numerik yaitu 1 untuk

menilai suka dan 0 jika tidak suka.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil makalah maka dapat disimpulkan metode yang

digunakan pada pembuatan sirup ekstrak Rimpang Temulawak dibuat

dengan bentuk sediaan sirup dengan menggunakan metode ekstraksi

maserasi, dimana khasiat dari rimpang temulawak yaitu sebagai

penambah nafsu makan.

A. Saran

Pada saat rancangan formula Penulis menyadari bahwa banyak

sekali kesalahan dan jauh dari kesempurnaan.  dengan sebuah pedoman

yang bisa dipertanggung jawabkan dari banyaknya sumber Penulis akan

memperbaiki formula tersebut . Oleh sebab itu penulis harapkan kritik

serta sarannya mengenai pembahasan formula dalam kesimpulan di atas.


DAFTAR PUSTAKA

Voight R., 1984. Buku Ajar Teknologi Farmasi. Diterjemahkan oleh

Slawardi SN. UGM Press. Yogyakarta. Halaman: 83, 84, 85, 86,

87, 88

Lachman, L., 1986. Teori dan Praktek Farmasi Industri III. UI. Press.

Jakarta. Halaman: 252, 701, 965, 985, 987, 986, 996, 1008, 1079,

1086.

Ditjen POM, 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan

Republik Indonesia. Jakarta. Halaman: 32,

Anonim, 1995. Formularium Nasional. Departemen Kesehatan Republik

Indonesia. Jakarta. Halaman: 333.

Ansel H.C., 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV. UI. Press.

Jakarta. Halaman: 87, 145, 355, 356, 357, 358, 359 , 365.

Allen,L.V. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipient Sixth Edition.

Rowe,R.C. Shesky.P.J. Quen.M.E. editor. London Pharmaceutical

Press and American Pharmacist Association. Halaman: 11, 385,

386, 582, 611, 662


Sweetman, S. C., (ED). (2007). Martindale, The Complete Drug

Reference, 35 th Ed. Phamaceutical Press. London, Chicago.

Halaman: 220.

Rowe, R.C. et Al. (2002). Handbook Of Pharmaceutical Excipients, 6th Ed,

The Pharmaceutical Press, London.

Syamsuni, H.A. (2007). Ilmu Resep, Kedokteran EGC, Jakarta.

WHO. (2006). Quality control for Herbal Materials. World Health

Organization. Zubaidah. Dra. (2009). Ilmu Resep, Departemen

Kesehatan. Jakarta.

Afifah, E., dan Tim Lentera. 2003. Khasiat dan Manfaat Temulawak

Rimpang Penyembuh Aneka Penyakit. Agromedia Pustaka.

Jakarta.

Tjitrosoepomo, G. 2004. Taksonomi Tumbuhan. Gadjah Mada University

Press.

Anda mungkin juga menyukai