Anda di halaman 1dari 15

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Oklusi

Oklusi merupakan hubungan statis antara gigi atas dan gigi bawah selama
interkuspasi dimana pertemuan tonjol gigi atas dan bawah terjadi secara maksimal.
Dikenal dua macam oklusi, yaitu oklusi ideal dan oklusi normal. Oklusi ideal adalah
keadaan beroklusinya semua gigi dengan dua gigi di lengkung antagonisnya dan
didasarkan pada bentuk gigi yang tidak mengalami keausan. Oklusi normal adalah suatu
hubungan yang dapat diterima oleh gigi geligi pada rahang yang sama dan rahang yang
berlawanan dan apabila gigi dikontakkan kondilus berada dalam fosa glenoidea.
Perubahan terhadap oklusi normal seperti yang terjadi pada kondisi kehilangan gigi,
destruksi substansi gigi, migrasi gigi akan menyebabkan maloklusi. Istilah maloklusi,
yaitu yang menyangkut hal-hal diluar oklusi normal. Pada oklusi normal masih
memungkinkan adanya beberapa variasi dari oklusi ideal yang secara fungsi maupun
estetik masih dapat diterima.1-3,15
Pengelompokan oklusi menurut Angle ditinjau dari hubungan molar pertama
permanen dan susunan gigi terhadap garis oklusi, Angle mengklasifikasikan empat
kelompok sebagai berikut (Gambar 1):5,16-19
• Oklusi normal yaitu hubungan gigi-geligi dimana tonjol mesiobukal molar
pertama permanen maksila berada pada groove bukal molar pertama permanen
mandibula dan gigi tersusun dalam garis oklusi.
• Maloklusi Klas I yaitu relasi normal anteroposterior dari mandibula dan
maksila. Tonjol mesiobukal cusp molar pertama permanen maksila berada pada
bukal groove molar pertama permanen mandibula. Terdapat relasi lengkung
anteroposterior yang normal dilihat dari relasi molar pertama permanen

Universitas Sumatera Utara


6

(netrooklusi). Kelainan yang menyertai maloklusi klas I yakni: gigi berjejal,


rotasi dan protrusi.
• Maloklusi Klas II yaitu relasi posterior dari mandibula terhadap maksila. Tonjol
mesiobukal cusp molar pertama permanen maksila berada lebih mesial dari
bukal groove gigi molar pertama permanen mandibula.
• Maloklusi Klas III yaitu relasi anterior dari mandibula terhadap maksila. Tonjol
mesiobukal cusp molar pertama permanen maksila berada lebih distal dari bukal
groove gigi molar pertama permanen mandibula dan terdapat anterior crossbite
(gigitan silang anterior).

Gambar 1. Klasifikasi oklusi menurut Angle5

2.2 Sefalometri

Radiografi sefalometri diperkenalkan oleh Hofrath dan Broadbent serta telah


digunakan dalam bidang ortodonti sejak tahun 1934. Radiografi sefalometri berperan
penting sebagai sarana penunjang dalam bidang ortodonti digunakan dalam: 14,17,20-22
1. Diagnosis awal yaitu untuk mengkonfirmasi kelainan skeletal dan/atau jaringan
lunak.
2. Penyusunan rencana perawatan.
3. Penilaian hasil perawatan.
4. Mempelajari pertumbuhan maxillo-facial dan deformitas wajah.

Universitas Sumatera Utara


7

Alat radiografi sefalometri terdiri dari sebuah mesin yang memproduksi sinar-x
yang ditempatkan pada jarak tertentu dari sebuah alat yang memegang film sinar-x dan
tempat untuk memposisikan kepala pasien (Gambar 2). Radiografi sefalometri dibagi
menjadi dua berdasarkan penentuan skeletal wajah, yaitu sefalometri frontal dan lateral.
14,22,23

Gambar 2. Alat radiografi sefalometri22,23

2.2.1 Sefalometri Frontal

Sefalometri frontal disebut juga gambaran posteroanterior (PA). Gambaran


sefalometri frontal memungkinkan untuk menganalisis asimetri wajah dan untuk
perbandingan sebelum pembedahan dan sesudah pembedahan pada kasus bedah
orthognatik yang melibatkan mandibula (Gambar 3).22,23

Gambar 3. Sefalogram frontal21

Universitas Sumatera Utara


8

2.2.2 Sefalometri Lateral

Sefalometri lateral merupakan analisis yang paling sering digunakan dalam


kedokteran gigi. Melalui sefalometri lateral, titik-titik anatomis skeletal, jaringan lunak
dan dental dapat menggambarkan garis, dataran dan sudut yang dapat digunakan untuk
melakukan pengukuran dan mengklasifikasikan ciri morfologi kraniofasial pasien
(Gambar 4).14,23,24

Gambar 4. Sefalogram lateral8

2.3 Analisis Jaringan Keras dan Jaringan Lunak Wajah dengan


Sefalogram Lateral

Analisis jaringan keras dan jaringan lunak wajah dapat dilakukan pada
sefalogram lateral. Titik-titik anatomis yang digunakan dalam analisis jaringan keras
(Gambar 5):17,20,22

a. Sella (S) : titik di tengah-tengah fossa pituitary (sella turcica).


b. Nasion (N) : titik perpotongan sutura frontonasalis.
c. Orbitale (Or) : titik paling rendah pada tepi bawah tulang orbita.
d. Sub-spina (A) : titik paling cekung di antara spina nasalis anterior dan prosthion.
e. Supra-mental (B) : titik paling cekung di antara infra dental dan pogonion.
f. Pogonion (Pog) : titik paling depan dari tulang dagu.
g. Gnathion (Gn) : titik di antara pogonion dan menton.

Universitas Sumatera Utara


9

h. Menton (Me) : titik paling bawah atau inferior dari tulang dagu.
i. Articulare (Ar) : titik perpotongan antara tepi bawah dari basis kranium dan
permukaan posterior kondilus mandibula.
j. Gonion (Go) : titik bagi yang dibentuk oleh garis dari sudut yang dibentuk oleh
dataran mandibula dan ramus mandibula.
k. Porion (Po) : titik paling superior dari porus akusticus eksterna.
l. Pterygomaxillary Fissure (PTM) : bayangan radiolusen yang menyerupai tetes
air mata, bagian anterior dari bayangan tersebut adalah permukaan posterior dari
tuber maksilaris.
m. Spina Nasalis Posterior (PNS) : titik paling posterior dari palatum durum.

Gambar 5. Titik-titik anatomis jaringan keras14

Titik-titik anatomis yang digunakan dalam analisis jaringan lunak (Gambar 6):14,20

a. Glabella (G’) : titik paling anterior dari dahi pada daratan midsagital.
b. Nasion kulit (N’) : titik paling cekung pada pertengahan dahi dan hidung.
c. Pronasale (Pr) : titik paling anterior dari hidung.
d. Subnasale (Sn) : titik dimana septum nasal berbatasan dengan bibir atas.

Universitas Sumatera Utara


10

e. Labrale superius (Ls) : titik perbatasan mukokutaneus dari bibir atas.


f. Superior labial sulcus (SLS) : titik tercekung di antara Sn dan Ls.
g. Stomion superius (Stms) : titik paling bawah dari vermilion bibir atas.
h. Stomion inferius (Stmi) : titik paling atas dari vermilion bibir bawah.
i. Labrale inferius (Li) : titik perbatasan dari membran bibir bawah.
j. Inferior labial sulcus (ILS) : titik paling cekung di antara Li dan Pog’.
k. Pogonion kulit (Pog’) : titik paling anterior jaringan lunak dagu.
l. Menton kulit (Me’) : titik paling inferior dari jaringan lunak dagu.

Gambar 6. Titik-titik anatomis jaringan lunak8

Dataran dalam analisis sefalometri terdiri dari tiga titik anatomis, tetapi beberapa di
antaranya terdiri dari dua titik. Dataran sefalometri yang sering digunakan antara lain
(Gambar 7):20,22

a. Dataran horizontal Frankfurt (Po-Or) : dibentuk dari garis yang menghubungkan


porion dan orbitale.

Universitas Sumatera Utara


11

b. Dataran sella-nasion (S-N) : dibentuk dari garis yang melewati sella dan nasion.
c. Dataran fasial (N-Pog) : dibentuk dari garis yang melewati nasion dan pogonion.
d. Dataran mandibular (Go-Me) : dibentuk dari titik menton dan sebuah titik yang
tegak lurus dengan bagian posterior bawah mandibula.
e. Dataran ramus : tegak lurus dengan permukaan inferior, posterior ramus dan
melewati articulare.

Gambar 7. Dataran dalam analisis sefalometri20

2.3.1 Analisis Jaringan Keras

Analisis jaringan keras yang ideal telah ditetapkan oleh ahli-ahli ortodonti,
beberapa diantaranya yaitu analisis yang dikemukakan oleh Downs, Ricketts, dan
Holdaway.5,16 Melalui analisis jaringan keras, dapat diketahui tipe muka / fasial jaringan
keras, hubungan rahang atas dan rahang bawah terhadap basis kranium.25

2.3.1.1 Analisis Downs

Downs menyatakan bahwa bentuk wajah yang ideal tercipta dari oklusi yang
11
baik. Konveksias skeletal menurut Downs diperoleh dari sudut yang dibentuk oleh

Universitas Sumatera Utara


12

garis nasion-A ke garis A-pogonion. Jika garis A-pogonion berada di anterior garis
nasion-A, sudut ini bernilai positif yaitu maksila berada di anterior mandibula. Dan
sebaliknya, sudut ini bernilai negatif yaitu bila mandibula berada di anterior maksila.
Nilai interval dari sudut N-A-Pog ini adalah -8,5° sampai +10°, dengan nilai ideal 0°
jika kedua garis berimpit (Gambar 8).8,16

Gambar 8. Analisis jaringan keras menurut Downs8

2.3.1.2 Analisis Ricketts

Analisis Ricketts mempergunakan garis estetis (garis E) yang dibentuk dari jarak
titik A terhadap dataran fasial (N-Pog) dalam milimeter. Nilai interval jarak titk A
terhadap dataran fasial (N-Pog) adalah 2 ± 2 mm. Jika nilainya positif dan lebih besar
dari 2 mm, maka diperoleh profil cembung dan jika bernilai negatif, maka diperoleh
profil cekung. Nilai ideal yang dinyatakan Ricketts adalah 2 mm (Gambar 9).8,12

Universitas Sumatera Utara


13

Gambar 9. Analisis jaringan keras menurut Ricketts8

2.3.1.3 Analisis Holdaway

Konveksitas skeletal menurut Holdaway diperoleh dari titik A ke garis nasion-


pogonion skeletal (N-Pog). Analisis ini sangat berguna dalam penentuan konveksitas
wajah skeletal dalam hubungannya dengan konveksitas jaringan lunak (sudut H).
Konveksitas skeletal wajah ideal jika jarak antara titik A ke garis N-Pog -2 mm sampai
+2 mm.8,10

2.3.2 Analisis Jaringan Lunak

Analisis jaringan lunak yang ideal telah ditetapkan oleh ahli-ahli ortodonti,
meliputi Steiner, Ricketts, Holdaway, Merrifield, dan lain-lain yang memberikan norma
untuk nilai ideal yang sangat bermanfaat dalam perawatan ortodonsia. Untuk analisis
profil jaringan lunak Steiner mempergunakan garis S, Ricketts garis estetis (garis E),
Holdaway garis harmoni (garis H), dan Merrifield (sudut Z).8,12,26

Universitas Sumatera Utara


14

2.3.2.1 Analisis Steiner

Garis S merupakan garis yang ditarik dari titik Pog’ ke pertengahan kurva S
(Pronasale (Pr) ke titik subnasale (Sn)). Menurut Steiner, idealnya titik Ls dan Li
menyinggung garis S. Jika bibir berada di belakang garis S, maka dinyatakan profil
wajah datar. Sedangkan jika berada di anterior garis S, profil wajahnya cembung
(Gambar 10).10,13,14,27

Gambar 10. Analisis jaringan lunak wajah


menurut Steiner (garis S)27

2.3.2.2 Analisis Ricketts

Garis estetis (garis E) diperoleh dari garis yang ditarik dari titik dagu kulit
(Pog’) ke puncak hidung (Pr). Pada keadaan normal, titik Ls terletak 2-4 mm di
belakang garis E dan titik Li 1-2 mm di belakang garis E. Apabila letak titik Ls lebih
dari 4 mm di belakang garis E, maka profil wajah tampak cekung sebaliknya jika titik
Ls terletak di depan garis E maka profil wajah tampak cembung. Namun demikian,
menurut Ricketts nilai ideal tersebut dapat bervariasi tergantung pada umur dan jenis
kelamin (Gambar 11).4,10,13,14,26

Universitas Sumatera Utara


15

Gambar 11. Analisis jaringan lunak wajah


menurut Ricketts (garis E)27

2.3.2.3 Analisis Holdaway

Untuk analisis profil jaringan lunak, Holdaway mempergunakan garis H (garis


harmoni). Garis H ini diperoleh dari menarik garis dari titik Pogonion kulit (Pog’) ke
Labrale superior (Ls). Analisis profil jaringan lunak yang dilakukan Holdaway berbeda
dengan Ricketts yang mana Holdaway tidak menggunakan puncak hidung sebagai titik
penentuan analisisnya. Holdaway melakukan 11 analisis pengukuran untuk memperoleh
profil jaringan lunak yang seimbang dan harmonis yaitu terdiri dari jarak puncak hidung
(Pr), kedalaman sulkus labialis superior, kedalaman sulkus labialis inferior, jarak bibir
bawah ke garis H, tebal bibir atas, kurvatura bibir atas, besar sudut fasial, tebal dagu,
strain bibir atas, besar sudut H dan kecembungan skeletal.4,10,12
Sudut H dibentuk dari perpotongan garis H dengan garis N’-Pog’. Besar sudut H
yang ideal berkisar 7° - 15°. Apabila sudut H lebih besar dari 15° maka konveksitas bentuk
profil cembung sedangkan lebih kecil dari 7° menunjukkan konveksitas bentuk profil
cekung karena letak Pog’ lebih ke posterior atau titik Ls lebih ke anterior. Menurut analisis
Holdaway, 10° merupakan sudut H yang ideal dengan nilai konveksitas wajah 0 mm
(Gambar 12).4,8,10,13,14

Universitas Sumatera Utara


16

Gambar 12. Analisis jaringan lunak menurut


Holdaway10

2.3.2.3 Analisis Merrifield

Analisis estetis wajah menurut Merrifield menggunakan sudut Z yang dibentuk


oleh perpotongan antara dataran horizontal Frankfurt dan garis profil wajah. Garis profil
wajah dibentuk oleh garis yang ditarik dari tangensial jaringan lunak dagu (Pog’) dan
titik paling depan dari bibir atas atau bibir bawah. Umumnya, bibir atas akan
bersinggungan dengan garis profil ini, dimana posisi bibir atas dan bibir bawah
seharusnya sejajar atau bibir bawah berada di belakang garis profil ini (Gambar 13).
Nilai ideal sudut ini berkisar 80° ± 9°.9,10,14

Universitas Sumatera Utara


17

Gambar 13. Analisis jaringan lunak


wajah menurut Merrifield10

2.4 Ras Deutro Melayu

Sebagian besar penduduk Indonesia termasuk ras Paleomongoloid atau ras Melayu.
Pada tahun 2000 s.m., ras Proto Melayu atau Melayu tua yang pertama datang ke
Indonesia kemudian pada tahun 1500 s.m. ras Deutro Melayu atau Melayu muda datang
ke Indonesia. Kedatangan ras Deutro Melayu yang telah mempunyai peralatan lebih
maju menyebabkan ras Proto Melayu terdesak ke pedalaman. Kelompok Deutro Melayu
terdiri dari suku Aceh (kecuali Gayo dan Alas), Melayu, Minang Kabau, Betawi, Sunda,
Jawa, Madura, Bali, Makasar, Bugis dan Manado. Kelompok Proto Melayu yaitu suku
Batak di Sumatra Utara, Dayak di Kalimantan Barat dan Toraja di Sulawesi Barat pada
awalnya yang menempati pesisir pantai.12,28 Berdasarkan data demografi di kota Medan,
ras Deutro Melayu terdiri dari 51% dan ras Proto Melayu 34,39%.29

Universitas Sumatera Utara


18

2.5 Kerangka Teori

Universitas Sumatera Utara


19

2.6 Kerangka Konsep

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai