3. Teori Dua-Faktor
Meyakini pada hubungan individu untuk bekerja adalah dasar, dan bahwa sikap
terhadap pekerjaan dapat menentukan keberhasilan atau kegagalan, seorang
ahli psikologi bernama Frederick Hetzberg penasaran, “apa yang orang-orang
inginkan dari pekerjaan mereka?”. Dia meminta kepada orang-orang untuk
menggambarkannya, secara terperinci, situasi dimana mereka merasakan
sangat baik dan sangat buruk tentang pekerjaan mereka.
Menurut Hetzberg, faktor-faktor yang mengarahkan pada kepuasan pekerjaan
adalah terpisah dan berbeda dari faktor-faktor yang mengarahkan pada
ketidakpuasan pekerjaan. Oleh karena itu, para manajer yang berupaya
menghilangkan faktor-faktor yang dapat menciptakan ketidakpuasan pekerjaan
akan membawa kedamaian, tetapi belum tentu motivasi.
2. Kepemimpinan Transformasi
Kepemimpinan transformasional adalah jenis gaya kepemimpinan yang
mengarah ke perubahan positif pada mereka yang mengikuti (pengikut).
Pemimpin transformasional umumnya energik, antusias dan bergairah. Tidak
hanya para pemimpin memperhatikan dan terlibat dalam proses, mereka juga
difokuskan untuk membantu setiap anggota kelompok untuk dapat berhasil juga
(Pmcounseling, 2011). Pemimpin yang menginspirasi pengikutnya untuk
melampaui kepentingan pribadi mereka dan mampu membawa dampak
mendalam dan luar biasa bagi para pengikutnya.
3. Kepimpinan Tim
Mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan pemimpin mengelola
sifat-sifat/ciri/latar belakang orang-orang yang dipimpinnya sehingga dapat
dipengaruhi untuk melakukan sesuatu demi kepentingan organisasi.
Untuk mencapai kepemimpinan yang efektif seorang pemimpin harus memiliki
kemampuan untuk mempengaruhi perilaku para bawahannya, ia mutlak perlu
mengenali karakteristik, kepentingan, kebutuhan, kecenderungan perilaku dan
kemampuan mereka. Melakukan hal tersebut jelas tidak mudah karena
sesungguhnya manusia adalah mahluk yang sangat kompleksitas. Kemampuan
kepemimpinan yang fenomenal dan cerdas merupakan dasar pemikiran dari teori
atribusi kepemimpinan.
Pengertian Atribusi adalah :
1) Suatu sifat yang menjadi ciri khas suatu benda atau orang atau dapat pula
diartikan sebagai suatu proses bagaimana seseorang atau seorang pemimpin
mencari kejelasan sebab-sebab dari perilaku orang lain atau bawahan.
2) Atribusi juga merupakan sebuah teori kognitif yang digunakan untuk
menjelaskan bagaimana seorang manajer atau pimpinan menginterpretasikan
informasi mengenai kinerja seorang bawahan dan memutuskan bagaimana akan
bereaksi terhadap bawahan tersebut.
3) Persepsi sosial yang menjelaskan apa yang ada dibalik
gejala/sikap/perilaku yang tampak secara inderawi pada individu. Sementara itu,
4) Atribusi disposesi adalah kemampuan, keterampilan atau motivasi internal
pada individu yang secara umum diidentifikasikan dengan perilaku
seseorang/individu.
Namun, seringkali terdapat kesalahan persepsi atau kesimpulan yang salah
dalam menilai perilaku orang lain. Hal ini dapat ditemui dalam kehidupan sehari-
hari, kita sering mengamati perilaku orang lain dan segera mengambil
kesimpulan dengan tidak berusaha mencari kejelasan apa yang menyebabkan
perilaku orang tersebut menjadi seperti itu dan tidak jarang dalam
mempersepsikan perilaku orang lain tersebut sesuai gambaran yang hanya
terlihat saja, misalnya apabila melihat orang memakai baju merah, orang tersebut
dipersepsikan sedang senang hatinya atau sedang jatuh cinta dan apabila
memakai baju hitam dipersepsikan sedang berduka. Kenyataannya, apakah
memang seperti itu?
Dalam pengertian atribusi, persepsi yang tidak didasarkan pada suatu penyebab
(alasan tertentu) tingkat subjektivitasnya tinggi, kecuali bilamana orang yang
memakai baju merah tersebut karena warna merah merupakan warna favoritnya
begitu pula dengan baju hitam. Ia memakainya karena ada keluarganya
meninggal, penyebab itulah yang mempunyai nilai atribusi.
Di samping itu sering pula terjadi distorsi persepsi antara orang yang satu
dengan orang yang lain dalam menilai perilaku orang lain. Hal ini dikarenakan
penyebab kesalahan dicari dari perilaku orangnya bukan dari penyebab
lingkungannya.
Ada beberapa Teori Atribusi, di antaranya yang hingga kini masih diakui oleh
banyak orang, yaitu berikut ini.
1. Teori Penyimpulan Terkait (correspondence Inference), yakni perilaku
orang lain merupakan sumber informasi yang kaya. Perilaku yang diamati secara
khusus adalah :
· Perilaku yang timbul karena kemampuan orang itu sendiri, contoh :
kasir yang cemberut, satpam yang tersenyum.
· Perilaku yang membuahkan hasil yang tidak lazim, contoh : kebiasaan
ibu “P” selalu bekerja individual dan hanya dapat bekerja maksimal pada waktu
sore hari.
· Perilaku yang tidak biasa, contoh: seorang pelayan toko menunjukkan
toko lain yang merupakan saingannya kepada pelanggannya.
2. Teori Sumber Perhatian dalam Kesadaran (conscious intentional
resources) bahwa proses persepsi terjadi dalam kognisi orang yang melakukan
persepsi (pengamatan). Menurut Gilbert dkk (1988), atribusi kesadaran ini harus
melewati tiga tahapan, yaitu: kategorisasi, karakterisasi, & koreksi.
3. Teori atribusi internal dan eksternal dikemukakan oleh Kelly & Micella,
1980, yaitu teori yang berfokus pada akal sehat. Menurut teori ini ada tiga hal
yang perlu diperhatikan, apakah suatu perilaku beratribusi internal atau eksternal,
yaitu:
· konsensus;
· konsistensi;
· distingsi atau kekhususan.
4. Kepemimpinan Visioner
Seth Kahan (2002), menjelaskan bahwa kepemimpinan visioner melibatkan
kesanggupan, kemampuan, kepiawaian yang luar biasa untuk menawarkan
kesuksesan dan kejayaan di masa depan. Seorang pemimpin yang visioner
mampu mengantisipasi segala kejadian yang mungkin timbul, mengelola masa
depan dan mendorong orang lain utuk berbuat dengan cara-cara yang tepat. Hal
itu berarti, pemimpin yang visioner mampu melihat tantangan dan peluang
sebelum keduanya terjadi sambil kemudian memposisikan organisasi mencapai
tujuan-tujuan terbaiknya. Corinne McLaughlin (2001) mendefinisikan pemimpin
yang visioner (Visionary leaders) adalah mereka yang mampu membangun ‘fajar
baru’ (a new dawn) bekerja dengan intuisi dan imajinasi, penghayatan, dan
boldness. Mereka menghadirkan tantangan sebagai upaya memberikan yang
terbaik untuk organisasi dan menjadikannya sebagai sesuatu yang menggugah
untuk mencapai tujuan organisasi. Mereka bekerja dengan kekuatan penuh dan
tercerahkan dengan tujuan-tujuan yang lebih tinggi.Pandangannya jauh ke
depan. Mereka adalah para social innovator, agen perubah, memandang sesuatu
dengan utuh (big picture) dan selalu berfikir strategis.
5. Pengendalian (Bab 18)
A. Menurut anda apakah pengendalian itu penting? Kalau penting jelaskan langk
ah proses pengendalian itu sendiri.
Jawaban :
Langkah 1. Mengukur Kinerja Aktual
Langkah kedua dalam fungsi Pengendalian Manajemen adalah mengukur
kinerja. Manajemen akan dapat lebih mudah mengukur kinerja apabila
unit/satuan ataupun kriteria kinerja telah ditentukan sebelumnya. Pada dasarnya,
Pengukuran kinerja harus berada pada unit atau satuan yang sama dengan
kriteria yang telah ditentukan. Unit/satuan atau tolak ukur harus terdefinisi
dengan baik dan seragam sepanjang proses pengukuran atau penilaian ini.
Misalnya, jika kita menentukan standar produktivitas adalah dalam bentuk satuan
persentasi (%), kita harus tetap menggunakan persentasi (%) untuk
mengukurnya dan tidak boleh menggunakan satuan lain seperti biaya (Rupiah)
untuk mengukurnya.
B. Jika anda sebagai manajer, apasaja masalah di tempat kerja yang harus diha
dapi seorang manajer? Dan bagaimana cara mengendalikan masalah tersebu
t?
Jawaban :
1. Perbedaan kepribadian
Konflik di tempat kerja yang pertama yakni adanya perbedaan kepribadian antara
karyawan satu dengan karyawan lainnya. Terlebih di Indonesia yang mempunyai
beragam suku bangsa, perbedaan karakter, latar belakang dan tempat
seseorang di besarkan bisa menjadi pemicu adanya konflik.
Sebagai contoh, gaya bicara atau logat bicara seseorang yang berbeda dengan
lingkungan tempat anda di besarkan. Apabila orang tersebut tidak bisa di terima
dengan baik, maka hal tersebut bisa menyinggung perasaan anda.
Dalam prakteknya, misalnya nada yang bicara orang tersebut terlalu keras atau
bahkan cenderung seperti orang yang sedang marah. Padahal, di beberapa
tempat terutama Sumatera, hal tersebut menjadi sesuatu yang biasa.
Untuk mengatasi situasi ini, anda bisa saling menghargai dan tidak menghakimi
rekan kerja yang mempunyai perbedaan kepribadian dan karakter dengan diri
anda. Anda juga bisa mengenali rekan kerja lebih jauh, dengan begitu anda akan
melihat bahwa perbedaan dapat menjadi suatu manfaat yang membuat
lingkungan kerja anda menjadi lebih berwarna.
3. Kompetisi
Kompetisi dalam tempat kerja sebenarnya di perlukan untuk menciptakan tempat
kerja yang kondusif dan membuat karyawan mempunyai semangat tinggi serta
tingkat produktivitas kerja yang baik. Namun, jika hal ini di lakukan secara tidak
sehat, maka kompetisi tersebut bisa memicu konflik di tempat kerja oleh
karyawannya.
Di beberapa perusahaan mungkin bisa di jumpai bahwa kinerjanya terlalu
menekan karyawan untuk bisa saling berkompetisi secara ketat. Belum lagi jika
produktivitas karyawan selalu di kaitkan dengan kenaikan gaji.
Jika berbicara mengenai gaji, kebanyakan orang tentu akan melakukan berbagai
cara agar bisa memenangkan kompetisi, termasuk dengan cara yang kurang
sehat. Bahkan lebih parahnya lagi, para karyawan menjadi sangat individualisme
dan tidak bisa bekerja dalam sebuah tim kerja.
Untuk mengatasi konflik di tempat kerja yang satu ini, anda bisa membuat
kompetisi yang sehat, lebih mementingkan tujuan bersama dan menciptakan
budaya pemikiran kepemilikan perusahaan bagi setiap karyawan.