Anda di halaman 1dari 279

Proses Hasil ekstrasi

ANGGUN RETNO PALUPI


ANISA PUTRI YOSTIKA
ANNISA NINDYA PUTRI
AULIA SETYANINGRUM
CICILIA ANANDA ASIKIN
Pendahuluan
Ekstraksi adalah suatu cara yang dilakukan untuk
menarik zat yang dapat larut (kandungan kimia) dari
bahan yang tidak dapat larut (serbuk simplisia) dengan
menggunakan pelarut cair tertentu dari tanaman yang
dapat digunakan sebagai obat-obatan.
ekstrak
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan
mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau
hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian
semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan
massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan
sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah
ditentukan. (Depkes RI 1995)

3
Jenis Ekstrak

✗ Ekstrak Cair (kadar air lebih dari 30%)


✗ Ekstrak Kental (kadar air 5-30%)
✗ Ekstrak Kering (kadar air kurang dari 30%)

4
JENIS-JENIS EKSTRAK
Ekstrak Cair : ekstrak hasil penyarian bahan alam
dan masih mengandung pelarut
Contoh : chinae liquidum, ekstrak hepatis liquidum

Ekstrak Kental : ekstrak yang telah mengalami proses


penguapan dan sudah tidak mengandung cairan pelarut lagi,
tetapi konsistensinya tetap cair pada suhu kamar
Contoh : Ekstrak belladonna, ekstrak visci albi

Ekstrak Kering : ekstrak yang telah mengalami


proses penguapan dan tidak lagi mengandung
pelarut dan berbentuk padat (kering)
Contoh : chinae liquidum, ekstrak hepatis liq.

5
Faktor Penentu mutu ekstrak
✗ Kualitas bahan baku yang digunakan
✗ Jenis pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi
✗ Metode ekstraksi yang digunakan (maserasistatis atau
dinamis, perkolasi, reperkolasi dan ekstraksiarus balik)
✗ Ukuran partikel bahan
✗ Suhu proses ekstraksi
✗ Ph ekstrak
✗ Metoda pemurniannya

6
Setelah didapatkan hasil ekstraksi dilakukan beberapa
proses, yakni :
✗ Pemisahan
✗ Pemurnian
✗ Rekristalisasi

Alasan : Senyawa bahan alam hasil isolasi dari suatu


tanaman sering terkontaminasi oleh pengotor meski
kadang-kadang hanya dalam jumlah yang relatif lebih kecil.

7
Pemisahan
✗ Pemisahan dapat dilakukan dengan beberapa tahapan ekstraksi
dan metode pemisahan. Misalnya dimulai dengan melakukan
maserasi atau perkolasi menggunakan pelarut alcohol
(methanol atau ethanol).
✗ Ekstrak kasar yang diperoleh selanjutnya dapat dipisahkan
menggunakan metode vacuum liquid chromatography dan
kromatografi.

8
Kromatografi

TEKNIK SUATU menjadi


CAMPURAN KOMPONEN
PEMISAHAN

Kromatografi adalah suatu metode pemisahan yang didasarkan atas perbedaan


afinitas senyawa-senyawa yang dianalisis terhadap dua fasa yaitu fasa stasioner
(fasa diam) dan fasa mobil (fasa gerak).
• Fasa diam yang digunakan dapat berupa zat padat/zat cair.
▪ Silika dan alumina : zat padat yang sering digunakan
karena mengadsorpsi bahan-bahan yang akan
dipisahkan (sebagai adsorben).

▪ Kromatografi kertas : fasa diam zat cair yang diadsorpsi


oleh molekul selulosa.
• Fasa gerak dapat berupa gas, atau zat cair. Jika fasa
berupa gas, maka dinamakan gas vektor/gas pembawa,
sedangkan jika berupa zat cair dinamakan eluen/pelarut.
Berdasarkan teknik pemisahan, dibedakan menjadi :
✗ Kromatografi lapis tipis (KLT),
✗ Kromatografi kolom (KK),
✗ Kromatografi kertas,
✗ Kromatografi gas, (GCMS)
✗ Kromatografi cair bertekanan tinggi (LCMS)

Metode pemisahan yang sering digunakan adalah KLT dan KK.


Pemurnian
✗ Metode pemurnian senyawa metabolit sekunder dari
tumbuhan adalah teknik yang telah mengalami
perkembangan dalam beberapa tahun terakhir.
✗ Pemurnian merupakan suatu keharusan sebelum kita
melakukan telaah spektrum, dan kandungan tumbuhan
yang menunjukkan ciri serapan yang khas harus diulangi
pemurniannya sampai ciri khas tersebut tidak berubah
lagi.

12
metode pemurnian dari ekstrak bahan alami
✗ Ekstraksi menggunakan pelarut yang immiscible
(tidak dapat bercampur) dan mempunyai densitas
yang berbeda
✗ Pengendapan
✗ Penyaringan
✗ Pemanasan
✗ Adsorpsi menggunakan adsorben ataupun
✗ Dengan resin penukar ion

13
Rekristalisasi
Rekristalisasi adalah teknik pemurnian yang didasarkan pada perbedaan
kelarutannya dalam keadaan panas atau dingin dalam suatu pelarut
Proses Rekristalisasi :
1. Melarutkan zat tak murni dalam pelarut tertentu pada atau dekat titik leleh
2. Menyaring larutan panas dari partikel bahan tak terlarut
3. Memisahkan kristal dari larutan supernatan

14
jenis pengotor yang sebelumnya becampur dengan padatan sebelum rekristalisasi

1. Pengotor yang tidak larut dalam panas yang digunakan pada


rekristalisasi, dapat dihilangkan dengan cara melakukan penyaringan larutan
dalam keadaan panas tersebut
2. Pengotor yang larut dalam pelarut panas dan tetap tinggal
sebagian dalam pelarut yang sudah dingin, dapat di hilangkan dengan
penyaringan akhir saat kristal telah terbentuk karena sebagaian besar dari
pengotor jenis ini akan tetap terlarut dalam pelarut saat proses pembentukaan
kristal sehingga akan terikut dalam filtrat saat penyaringan
3. Pengotor yang sangat larut dalam pelarut panas dan sedikit larut
dalam pelarut dingin. Jenis ini akan menyebabkan proses rekristalisasi
tidak efektif, oleh karena itu kristal yang terbentuk juga tidak murni benar.
KRITERIA PELARUT
KRISTALISASI
1. Pelarut tidak menghasilkan reaksi kimia dengan padatan yang akan dimurnikan
melalui rekistalisasi
2. Kelarutan padatan harus tinggi dalam pelarut pada keadaan panas dan harus rendah
pada keadaan dingin
3. Pengotor organik harus dapat larut dalam pelarut dalam keadaan dingin sehingga
pengotor akan tetap tinggal dalam larutan pada saat pembentukan kristal
4. Pengotor anorganik tidak larut dalam pelarut meskipun dalam keadaan panas sehingga
dapat dipisahkan dengan jalan menyaring larutan dalam keadaan panas
5. Titik didih larutan harus lebih rendah dari titik didih padatan
6. Sebaiknya dipilih pelarut yang tidak toksik dan tidak mudah terbakar.

16
Nama Pelarut Titik Didih (° Sifat
C)
Air 100 Sedikit mudah terbakar; uap
menyengat
Asam asetat 118 Mudah terbakar
Metanol 65 Mudah terbakar
Etanol 78 Mudah terbakar
2-Propanol 83 Mudah terbakar
PELARUT Aseton
Nama Pelarut
56
Titik Didih (°
Mudah terbakar
Sifat

REKRISTALISASI
C)
Etil asetat 77 Mudah terbakar
Diklorometana 40 Uap toksik
Kloroform 61 Uap toksik
Benzena 80 Sangat mudah terbakar; sangat toksik
CCl4 77 Uap toksik
Toluena 111 Mudah terbakar
Sikloheksana 81 Mudah terbakar
Petroleum eter 35-60 Sangat mudah terbakar
n-heksana 68 Mudah terbakar

17
PEMIILIHAN PELARUT
1. Kira-kira 10 gram sampel padat yang akan direkistralisasi diletakkan dalam
sebuah tabung reaksi atau dalam sebuah erlenmeyer kecil, kemudian
ditambahkan 3 ml pelarut. (Jika padatan dapat larut dengan mudah dalam
pelarut tersebut pada suhu kamar atau dengan sedikit pemanasan, maka pelarut
tersebut tidak dapat di pakai untuk rekistralisasi sampel)
2. Jika pelarut yang digunakan tidak melarutkan padatan, campuran di panaskan
sampai hampir mendekati titik didih pelarut dengan pengocokan atau
pengadukan kemudian di tambahkan lagi beberapa ml pelarut sedikit demi
sedikit hingga semua padatan larut (Hati-hati jangan sampai terlalu banyak
menambahkan pelarut karena jika melewati keadaan jenuh, kristal tidak akan
dapat terbentuk

18
Rekristalisasi Beberapa Golongan
Senyawa
Rekristalisasi
Rekristalisasi Rekristalisasi
Stigmasterol
Kapsantin Hesperidin
Ekstrak pekat yang
Padatan merah yang Rekristalisasi dilakukan diperoleh dilarutkan dalam
diperoleh kemudian menggunakan asam asetat 100 ml petroleum eter
direkristalisasi encer dan diperoleh kristal kemudian campuran
menggunakan CS2 hingga jarum putih dengan titik diuapkan sampai sampai
diperoleh kapsantin yang leleh 252-254. dicapai titik jenuhnya dan
berbentuk bulatan dengan Rekristalisasi dengan cara dibiarkan semalam hingga
warna merah karmin, titik lain dapat dilakukan terbentuk kristal tak
leleh 176 . dengan menggunakan bewarna yang mengendap
formamida berair.

19
Rekristalisasi Beberapa Golongan
Senyawa
Rekristalisasi Rein
Rekristalisasi Kafein
Untuk rekistalisasi rein yang
Padatan yang diperoleh berhasil, akan lebih baik jika
direkristalisasi sebelumnya dilakukan
penghilangan pigmen gelap
menggunakan aseton atau menggunakan aseton, dilanjutkan
air kristal kafein berbentuk dengan asam asetat. Senyawa
jarum kecil dengan titik yang diperoleh berupa kristal
leleh 235. jarum berwarna kuning pucat
dengan titik leleh 326-329.

20
PERTANYAAN & JAWABAN

1. Kan tadi di parameter standar ekstrak kan ada 2. Yaitu spesifik dan non spesifik. Itu
tesnya berbeda atau gimana ya? (Rizkyana Kelompok 17 )
Jawab : Spesifik : identitas, organoleptis, uji kandungan kimia (kromatografi) Non
spesifik : kadar air, kadar abu, cemaran logam berat. (Anisa Putri)
2. Itu kan tadi ada macam2 rekristalisasi nah itu contoh penggunaan rekristalisasi
hesperidin itu untuk apa aja? (Uswatun hasanah Kelompok 18)
Jawab : Hespiridin adalah glikosa flavanon terdiri dari hespiritin flavon terikat pada
rutinose disakarida. Para hesperidin menyebabkan gula menjadi menjadi lebih larut dari
hesperitin. Hesperidin ditemukan terutama dalam buah jeruk seperti lemon dan jeruk.
(Anggun)
3. Kan kromatografi banyak macemnya. Nah kromatografi yg paling sering digunakan itu
yang mana? (Raha dewi neta Kelompok 19)
Jawab : Kromatografi kolom dan kromatigrafi kertasKkolom : kromatografi pertama
ditemukanKkertas : kromatigrafi yang paling sederhana, murah, murahDan juga Klapis
tipis (Annisa nindya)
21
Daftar Pustaka
✗ Farmakognosi dan Fitokimia Komprehensif
✗ Depkes RI 2000
✗ Depkes RI 1995
✗ Jurnal Pemilihan Pelarut pada Pemurnian kstrak Lengkuas
(Alpinia Galanga) secara Ekstraksi Hernani, Tri Marwati dan
Christina Winarti
✗ Jurnal Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, dan Identifikasi Senyawa
Aktif Mukhriani
✗ Buku Ajar Fitokimia (Tinjauan Metabolit Sekunder dan Skrining
Fitokimia) Tatang Shabur Julianto
22
Thanks!
23
Hello!

KROMATOGRAFI
KERTAS
Hi!
Kelompok 12
Decely Rana Dwi Putri P24840119012
Destimela Ramadhini P24840119014
Diki Kurniawan P24840119015
Ditha Wardana P24840119016
Dwi Puspita Sari P24840119018
Pengertian


K romatografi adalah salah satu teknik pemisahan
dengan konsep dua fase yang memiliki perlakuan
masing-masing sebagai stasioner dan bergerak.

❖ Secara sederhana pemisahan kromatografi memiliki


dasar yang sama dengan sifat kemagnetan besi-fase
stasioner sebagai magnet dan fase bergerak sebagai
besi.

❖ Fasa diam = Padat alumina (Al2O3), silika (SiO2),


kertas (selulosa) ; Cair air (KK)
Berdasarkan sifat fenomena
yang terjadi pada pemisahan :
Klasifikasi ❑ kromatografi adsorpsi

Kromatografi
kromatografi partisi
❑ kromatografi lapis penukar ion
❑ kromatografi afinitas/filtrasi gel

Berdasarkan teknik pemisahan :


❑ kromatografi lapis tipis (KLT)
❑ kromatografi kertas
❑ kromatografi kolom (KK) kromatografi gas
❑ kromatografi cair bertekanan tinggi.
Berdasarkan arahnya :
Klasifikasi ❑ kromatografi kertas satu arah
❑ kromatografi kertas dua arah
Kromatografi
Kertas Berdasarkan arahnya
kromatografi kertas dapat
dilakukan dengan tiga metode,
yaitu :
❑ ascending (menaik)
❑ descending (menurun)
❑ radial (mendatar).
Prinsip Dasar
o Kertas merupakan selulosa murni yang memiliki afinitas
terhadap air atau pelarut polar lainnya.

o Lembaran kertas berperan sebagai penyangga dan air


bertindak sebagai fase diam yang terserap di antara
struktur pori kertas.
o Adsorben dalam kromatografi kertas adalah kertas saring,
yakni selulosa.
o Cairan fase bergerak yang
biasanya berupa campuran dari
pelarut organik dan air, akan
mengalir membawa noda cuplikan
pada kertas dengan kecepatan
yang berbeda.
Prinsip Dasar
o Semua tipe kromatografi terdiri atas fase diam (berupa padat atau cair yang diletakkan
pada benda padat), dan fase gerak (cair atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase
diam dan membawa komponen-komponen pada campuran.

o Prinsip kromatografi kertas adalah adsorbsi dan kepolaran


o Adsorbsi didasarkan pada panjang
komponen dalam campuran yang
diadsorbsi pada permukaan fase
diam.

o Kepolaran komponen berpengaruh


karena komponen akan larut dan
terbawa oleh pelarut jika memiliki
kepolaran yang sama serta
kecepatan migrasi pada fase diam
dan fase gerak.
Harga Rf

o Harga Rf (retordation factor) merupakan Faktor yang menentukan harga Rf yaitu:


parameter karakteristik kromatografi kertas dan 1) Pelarut
kromatografi lapis tipis. Harga ini merupakan 2) Suhu
ukuran kecepatan migrasi suatu senyawa pada 3) Ukuran dari bejana
kromatogram dan pada kondisi konstan. 4) Kertas
5) Sifat dari campuran
o Harga Rf didefinisikan sebagai perbandingan
antara jarak senyawa dari titik awal dan jarak tepi
muka pelarut dari titik awal.

Syarat = 0,2-0,8. secara teori, yg baik


nillainya adalah 1 atau sama
Beda Rf dan hRf
Rf adalah jarak yang ditempuh senyawa (bercak) dibagi dengan jarak
yangditempuh fase gerak.

hRf adalah Rf x 100.

❖ Angka Rf berjangka antara 0,00 dan 1,00 dan hanya dapat ditentukan dua desimal. hRf
adalah angka Rf dikalikan faktor 100 (h), menghasilkan nilai berjangka 0 – 100.
❖ Jika keadaan luar misalnya sifat penjerap yang agak menyimpang, menghasilkan
kromatogram yang agak menyimpang, menghasilkan kromatogram yang secara umum
menunjukkan angka Rf lebih rendah atau lebih tinggi, maka sistem pelarut harus diganti
dengan yang lebih sesuai.
❖ Jika angka hRf lebih tinggi dari hRf yang dinyatakan, kepolaran pelarut harus dikurangi, jika
hRf lebih rendah maka komponen polar pelarut harus dinaikkan.
Kromatografi kertas satu arah

Dalam kromatografi kertas, fase diam adalah kertas serap yang sangat seragam.
Fase gerak adalah pelarut atau campuran pelarut yang sesuai. Sampel tinta
diteteskan pada garis dasar pinsil pada selembar kromatografi kertas. Beberapa
pewarna larut dalam jumlah yang minimum dalam pelarut yang sesuai, dan itu
juga di teteskan pada garis yang sama. Kertas digantungkan pada wadah yang
berisi lapisan tipis pelarut atau campuran pelarut yang sesuai didalamnya. Perlu
diperhatikan bahwa batas pelarut berada dibawah garis pada bercak diatasnya.
Kadang-kadang kertas hanya digulungkan secara bebas pada silinder dan diikatkan
dengan klip kertas pada bagian atas dan bawah. Silinder kemudian ditempatkan
dengan posisi berdiri pada bawah wadah.
Kromatografi kertas dua arah
Kromatografi kertas dua arah dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah
pemisahan substansi yang memiliki nilai Rf yang sangat serupa. Waktu ini
kromatogram dibuat dari bercak tunggal dari campuran yang ditempatkan kedepan
dari garis dasar. Kromatogram ditempatkan dalam sebuah pelarut sebelum dan
sesudah sampai pelarut mendekati bagian atas kertas.
Kromatografi Kertas Ascending, Descending, dan
Mendatar/Melingkar

ASCENDING/ DESCENDING/
PENAIKAN PENURUNAN

Kertas digantungkan Kertas digantung dalam


sedemikian rupa sehingga bejana dengan ujung dimana
bagian bawah kertas tercelup aliran mulai bergerak
pada pelarut yang terletak dicelupkan dalam palung
didasar bejana. Noda kaca yang berisi pelarut.
diusahakan tidak sampai Pelarut bergerak turun
tercelupkarena dapat larut membawa komponen melalui
dalam pelarut. Pelarut akan gaya kapiler dan gaya
naik melalui serat-serat kertas gravitasi.
oleh gaya kapiler
menggerakkan komponen
dengan gaya yang
berbeda-beda.
MENDATAR/
MELINGKAR

Metode ini sangat berbeda dari sebelumnya. Biasanya kertas


dibentuk bulat yang tengahnya diberi sumbu dari benang atau
gulungan kertas. Noda ditempatkan pada pusat kertas kemudian
pelarut akan naik melalui sumbu sehingga membasahi kertas
untuk kemudian mengembang melingkar membawa komponen
yang dipisahkan.

Bila permukaan pelarut telah mengembang atau bergerak pada


batas tertentu, maka kertas dikeluarkan dari bejana dan batas
permukaan pelarut diberi tanda lalu digeringkan. Jika senyawa
yang dipisahkan berwarna akan Nampak sebagai noda yang
terpisah. Tetapi jika komponen tidak berwarna, maka dapat
diidentifikasi dengan cara fisika dan kimia.
Faktor yang mempengaruhi gerakan noda

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan


noda dalam kromatografi kertas, yaitu :

1) Struktur kimia dari senyawa yang dipisahkan


2) Sifat dari penyerap yang digunakan
3) Derajat aktifitas adsorben
4) Tebal atau kerataan lapisan penyerap pada lempeng
5) Pelarut atau fase gerak yang digunakan
6) Derajat kemurnian eluen
7) Derajat kejenuhan bejana pengembang
8) Teknik percobaan dan penotolan
9) Jumlah cuplikan yang digunakan
10) Suhu
11) Kesetimbangan bejana atau partisi pengembangan dan
lempeng yang digunakan
12) Diameter pipa kapiler yang digunakan menotol sampel
Penyebab kesalahan percobaan

Adapun faktor-faktor kesalahan yang terjadi dalam


melakukan percobaan yaitu :

1) Bahan yang digunakan sudah terkontaminasi


2) Eluen yang di gunakan kurang jenuh
3) Kurangnya ketelitian pada saat penotolan
4) Kurangnya pengetahuan praktikan
Kelebihan o Tidak diperlukan peralatan
yang teliti dan mahal

Kromatografi
o Dapat diperoleh hasil yang baik
walaupun dengan peralatan dan
materi yang sederhana

o Senyawa yang terpisah dapat


dideteksi pada kertas dan
diidentifikasi
o Banyaknya permasalahan
menyangkut cara pemasukan fasa

Kekurangan
gerak, perambatan fasa gerak, dan
penggumpalan

Kromatografi
o Membutuhkan waktu lama

o Keterbatasan parameter senyawa


yang diuji
Tujuan Kromatografi Kertas

Tujuan kromatografi kertas


adalah memisahkan campuran dari
substansinya menjadi
komponen-komponennya
berdasarkan distribusi suatu
senyawa pada dua fase, yaitu
fase diam dan fase gerak.
Penggunaan Kromatografi Kertas di Bidang Kefarmasian

1 2
Penentuan Analisa kualitatif Menganalisa asam-asam
dan kuantitatif amino yang terdapat
dalam protein

3 4
Pemisahan molekul-molekul Pemurnian suatu senyawa
penting
Kesimpulan

• Kromatografi adalah salah satu teknik pemisahan dengan konsep dua fase yang memiliki
perlakuan masing-masing sebagai stasioner dan bergerak.
• Prinsip kromatografi kertas adalah adsorbsi dan kepolaran
• Lembaran kertas berperan sebagai penyangga dan air bertindak sebagai fase diam yang
terserap di antara struktur pori kertas.
• Harga Rf (retordation factor) merupakan parameter karakteristik kromatografi kertas
dan kromatografi lapis tipis. Harga ini merupakan ukuran kecepatan migrasi suatu senyawa
pada kromatogram dan pada kondisi konstan.

• Klasifikasi kromatografi ; Berdasarkan sifat fenomena yang terjadi pada pemisahan dan
Berdasarkan teknik pemisahan
• Klasifikasi kromatografi kertas
✔ Berdasarkan arahnya : kromatografi kertas satu arah dan kromatografi kertas dua arah
✔ Berdasarkan arahnya kromatografi kertas dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu;
Ascending, Descending, dan Mendatar/Melingkar
QnA
1. Di dalam ppt slide ke 16 kan tertutulis penyebab kesalahan percobaan dan ada katakata "eluen
yang digunakan kurang jenuh" saya kuran paham eluen tersebut itu apa (Widi Rizkia Yusellina)
Jawab :
Fase gerak pada kromatografi kertas merupakan eluen berupa campuran yang terdiri atas satu
komponen organik yang utama, air, dan berbagai tambahan seperti asam-asam, basa, atau pereaksi-pereaksi
kompleks untuk memperbesar kelarutan dari beberapa senyawa atau untuk mengurangi yang lainnya.
Eluent adalah fase gerak yang berperan penting pada proses elusi bagi larutan umpan (feed) untuk melewati
fase diam (adsorbent). Eluent yang banyak digunakan adalah jenis adsorben alumina atau sebuah lapis tipis
silika. Rf merupakan nilai dari Jarak relative pada pelarut. Harga Rf dihitung sebagai jarak yang ditempuh oleh
komponen dibagi dengan jarak tempuh oleh eluen (fase gerak) untuk setiap senyawa. Eluen yaitu pelarut
senyawa organik seperti alkohol, etanol, aseton, asetat, dll. (Dwi Puspita)
QnA
2. Pada Faktor yang mempengaruhi gerakan noda di poin ke 3 ada bacaan Derajat aktifitas adsorben
mksdnya bagaimana (Anggun Retno Palupi)
Jawab :
Adsorben pada kromatografi kertas adalah kertas saring. Derajat aktivitas adsorben adalah kemampuan
kertas saring dalam melakukan adsorbsi sedangkan derajat afinitas adalah kemampuan kertas sari terhdap
eluen untuk bercampur atau menarik zat yang ada pada sampel. (Destimela Ramadhini)

3. Mengapaa proses kromatografi kertas membutuhkan waktu yang lama (Uswatun Hasanah)
Jawab :
Karena pelarut bergerak melalui serat dari kertas oleh gaya kapiler dan menggerakkan komponen
bergerak pada laju yang berbeda dan campuran dipisahkan berdasarkan pada perbedaan bercak warna.
Gaya kapiler merupakan fenomena naik atau turunnya permukaan zat cair dalam suatu pipa kapiler. Pori-pori
kertas mempengaruhi hal tsb karena pada saat pori-pori nya kecil maka komponen sukar diikat, tetapi jika
pori-pori besar komponen mudah diikat.
(Ditha Wardana)
Daftar Pustaka
Basset, J. Dkk. 1994. “VOGEL” Kimia analis kuantitatif. EGC : Jakarta
Gandjar, GI.dkk, 2003. “Analisis obat secara spektrofotometri dan kromatografi” Pustaka
Pelajar : Yogyakarta
Khopkar, S.M,. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakartaa. UI Press.
Rohman.A, 2003. “Kromatografi untuk Analisis Obat” Graha Ilmu : Jakarta
https://srirusmiyati.wordpress.com/2016/10/05/kromatografi-kertas/
http://nopitapurnamadewi.blogspot.com/2014/03/makalah-instrumen-kromatografi-kertas.html
http://chemistry-analyst1.blogspot.com/2013/06/definisi-dan-macam-kromatografi.html
http://imansyahrul.blogspot.com/2014/06/kromatografi-kertas-dan-klt.html
https://pendidikankimiaunivriau.wordpress.com/2016/08/20/kromatografi-kertas/
Underwood A.L dan R.A Day, Jr. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga. 2010.
Rahmania, Inti S.Si .2008. Modul Praktikum Kimia Analitik. Universitas Al-Ghifari. Bandung.
Hello!
THANK YOU

Hello!
Kromatografi Lapis
Tipis
(KLT)
KELOMPOK 13 LOKAL 2B

Esthetika Dwi Cahyani (P24840119020)

Farha Aulia (P24840119022)

Friends:Maghfiroh (P24840119025)
Fatihatul

Febrain Rajendra Hibatullah (P24840119026)

Gaby Aprilia Saputri (P24840119028)


KROMATRO
GRAFI
Kromatografi adalah suatu metode fisik untuk pemisahan yang
didasarkan atas perbedaan afinitas senyawa-senyawa yang sedang
dianalisis terhadap dua fasa yaitu fasa stasioner/fasa diam dan fasa
mobil/fasa gerak.

Berdasarkan teknik pemisahan, kromatografi dibedakan menjadi


kromatografi lapis tipis (KLT), kromatografi kertas, kromatografi
kolom (KK), kromatografi gas, kromatografi cair bertekanan tinggi.
Kromatografi Lapis
Tipis
(KLT)
PENGERTIAN
KLT merupakan salah satu metode isolasi yang terjadi berdasarkan perbedaan
daya serap (adsorpsi) dan daya partisi serta kelarutan dari komponen-komponen
kimia yang akan bergerak mengikuti kepolaran eluen. Oleh karena daya serap
adsorben terhadap komponen kimia tidak sama, maka komponen bergerak
dengan kecepatan yang berbeda sehingga hal inilah yang menyebabkan
pemisahan
(Hostettmann et al, 1995).

Kromatografi lapis tipis juga merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan
sangat sedikit
TUJUAN PENGGUNAAN KLT

Identikasi Mengetahui jumlah


mencari pelarut yang
senyawa (uji senyawa-senyawa
sesuai untuk
kemurnian) dalam campuran
kromatografi kolom
sampel
KELEBIHAN KEKURANGAN
1. KLT lebih banyak digunakan untuk tujuan analisis.
1. Butuh ketekunan dan
2. Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan
dengan pereaksi warna, fluoresensi, atau dengan radiasi
kesabaran yang ekstra untuk
menggunakan sinar ultraviolet. mendapatkan bercak/noda
3. Dapat dilakukan elusi secara mekanik (ascending), yang diharapkan.
menurun (descending), atau dengan cara elusi 2 dimensi. 2. Butuh sistem trial and
4. Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena eror untuk menentukan
komponen yang akan ditentukan merupakan bercak sistem eluen yang cocok.
yang tidak bergerak. 3. Memerlukan waktu yang
5. Hanya membutuhkan sedikit pelarut. cukup lama jika dilakukan
6. Biaya yang dibutuhkan terjangkau. secara tidak tekun
7. Jumlah perlengkapan sedikit.
8. Preparasi sample yang mudah
9. Dapat untuk memisahkan senyawa hidrofobik (lipid dan
hidrokarbon) yang dengan metode kertas tidak
bisa (Gandjar dan Rohman, 2007).
KELENGKAPAN ALAT

01. Chamber

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan chamber adalah kondisi chamber
dan jenis chamber. Chamber harus dipastikan dalam kondisi bersih (bebas dari kotoran) dan
kering (bebas dari adanya air). Adanya kotoran dan air dalam chamber akan menggangu
kromatogram yang dihasilkan dan mempengaruhi reprodusibilitas pemisahan KLT.
jenis chamber KLT :
Chamber
N
Chamber normal merupakan chamber dengan alas datar dimana semua komponen pelarut
berada dalam kesetimbangan dengan uap pelarut yang berada didalam chamber baik
sebelum maupun ketika proses kromatografi berlangsung.

Proses yang terjadi dalam


chamber.
Chamber Twin
Trough
Chamber ini dapat mengontrol kondisi pengembangan dengan lebih baik dibandingkan
chamber N. Chamber twin trough memiliki beberapa keuntungan yaitu dapat mengontrol
kejenuhan dan kelembaban chamber.
Chamber
Sandwich
Seperti chamber N, chamber sandwich atau chamber S dapat digunakan sistem jenuh dan
tak jenuh. Sistem jenuh lebih banyak digunakan. Tujuan dari chamber S adalah untuk
menghasilkan ruang dalam chamber yang lebih kecil sehingga membatasi kejenuhan uap
eluen

Chamber sandwich tanpa penjenuhan (Su)


dan
dengan penjenuhan (Ss)
Chamber Pengembangan
Otomatis
Seperti namanya peralatan ini
sepenuhnya mengotomatisasi
pengembangan KLT. Prosedur
pengembangan menggunakan teknik
ascending linier. Alat ini dapat
mengontrol semua kondisi
pengembangan KLT sehingga
kromatogram yang dihasilkan memiliki
reprodusibilitas yang baik. Kondisi
pengembangan dapat diatur, misalnya
pra kondisi lempeng, teknik
pengembangan sandwich, jarak migrasi
eluen dan kondisi pengeringan
lempeng. Parameter pengembangan
diatur dengan mengisi kondisi yang
Chamber pengembangan otomatis merek camag
diinginkan pada fitur yang tersedia.
(Camag Automatic Developing Chamber /ADC)
KELENGKAPAN ALAT
02. Fase Diam
Jenis sorbent Senyawa yang dipisahkan
Berupa selapis tipis (0,25 mm) silika
gel atau adsorben yang lain Silika gel Semua jenis senyawa
(alumunium oksida, selulosa,
Alumunium Senyawa dasar (alkaloid, amin,
poliamida) yang dilapiskan di atas oksida dll), steroid, terpen, hidrokarbon
sepotong kaca, plastik atau aromatik dan alifatik.
aluminium dengan bantuan sebuah
Selulosa Asam amino dan derivatnya, asam
penghubung sepert CaSO4 anhidrat, nukleat, karbohidrat.
tepung kanji atau suatu polimer
Poliamida Fenol, flavonoid, senyawa yang
organik mengandung nitrogen.

Sumber: Wall,
2005
1.MACAM – pengikat.A.
Silika gel dengan MACAM SILIKA
pengikat gypsum, GEL
(CaSO4
5-15%). Jenis ini diberi nama Silika gel G.
B. Pengikat pati (starch) dan dikenal Silika gel S, penggunaan
pati sebagai pengikat mengganggu penggunaan asam sulfat
sebagai pereaksi penentuan bercak
C. Silika gel dengan pengikat dan indicator flouresensi. Jenis
silica gel ini sama seperti silika gel diatas dengan tambahan
zat berfluoresensi bila diperiksa dibawah lampu UV A,
panjang atau pendek. Sebagai indicator digunakan timah
kadmium sulfida atau mangan-timah silikat. Jenis ini disebut
Silika gel GF atau Silika gel GF254 (berflouresensi pada ,‫ג‬
254nm).
2. Silika gel tanpa pengikat, dikenal dengan nama Silika gel H
atau Silika gel N. 3. Silika gel tanpa pengikat tetapi dengan
indicator flouresensi.
4. Silika gel untuk keperluan pemisahan preparative
KELENGKAPAN ALAT

03. Fase Gerak


Petroleum eter
Petroleum dietileter
Eluent adalah fase gerak yang berperan penting Metanol
pada proses elusi bagi larutan umpan (feed) untuk Etil asetat
melewati fase diam (adsorbent). Kloroforn CHCl3
Asetonitril
Eluen yang terlalu polar akan mengelusi semua Benzena C6H6
senyawa dalam sampel artinya faktor yang Karbon tetraklorida CCl4
menghambat elusi tidak cukup kuat dan kepolaran
senyawa-senyawa dalam sampel berpengaruh
terhadap pemilihan eluen (berhubungan dengan Semakin dekat kepolaran antara senyawa
dengan eluen maka senyawa akan semakin
sifat kepolarannya)
terbawa oleh fase gerak tersebut. Hal ini
berdasarkan prinsip “like dissolved like”.
Perbandingan Penggunaan Eluen
dalam KLT
Pada KLT multi eluen, digunakan eluen Heksan : Etil dengan perbandingan 1:1 dan 2:1

Pada eluen Heksan : Etil dengan perbandingan 1:1 terdapat 1 senyawa tunggal, akan
tetapi pada perbandingan 2:1 ada 3 senyawa yang terlihat. Oleh karena itu, dilakukan
KLT Preparatif kembali.

Pada saat KLTP, digunakan eluen Aseton:Kloroform dengan perbandingan 0,5:2 dalam
50 mL, jadi digunakan perbandingan eluen 10:40 dan didapatkan 5 pita.

Setelah itu, dilakukan multi eluen ke semua pita di eluen Heksan : Etil dengan
perbandingan 2:1 dan 1:1, akan tetapi tidak ada noda yang muncul.

Kemudian digunakan Metanol : Kloroform dengan perbandingan 1:1, terdapat 1 noda


yang muncul, setelah itu digunakan Aseton : Kloroform dengan perbandingan 1:1
namun nodanya terlalu naik ke atas, oleh karena itu diturunkan kepolarannya menjadi
Aseton : Kloroform dengan perbandingan 0,5:2 dan terdapat 1 senyawa tunggal.
KELENGKAPAN ALT
04. Preparasi Sampel

Sebelum melakukan preparasi sampel terlebih dahulu ditentukan jenis sampel dan
sifat fisika kimia analit yang dianalisis. Jenis sampel terbagi menjadi:
a. Sampel larutan jernih
preparasi sampel larutan jernih itu cara pembuatannya lebih mudah karena hanya
dengan cara mengencerkan sampel yg biasanya sifat sampelnya yg mudah
menguap.
b. Sampel larutan keruh

preparasi sampel larutan keruh pembuatannya dilakukan


dengan cara mengekstraksi analit yang kita larutkan dengan
pelarut analit. biasanya dengan cara manual/dikocok. atau
bisa jg pake alat yaitu vorteks atau ultrasonic degaser

c. Sampel semisolid (setengah padat)

preparasi sampel semisolid biasanya cara pembuatannya


dengan cara menghancurkan sampel, yg bisa kita lakukan
dengan cara digerus/diblender. setelah sampel dihancurkan,
nanti diektraksi dengan larutan analit dengan cara dikocok/
bisa juga dengan menggunakan vorteks atau ultra degaser
d. Sampel padat.

Preparasi sampel padat dilakukan dengan


cara menyerbuk sampel dengan cara
digerus atau diblender. Serbuk diekstraksi
dengan pelarut yang dapat melarutkan
analit dengan cara manual (dikocok) atau
menggunakan alat yaitu vorteks atau
ultrasonic degaser.
KELENGKAPAN ALT

05. Penampak Noda


Digunakan jika yang dipisahkan bukan senyawa-senyawa yang berwarna

Beberapa metode yang biasa digunakan adalah:


• Sinar UV → beberapa senyawa akan nampak sebagai noda yang berpendar
• Indikator fluoresensi yang sudah terdapat dalam plat lapis tipis yang digunakan → plat akan menjadi
berfluoresensi jika diletakkan di bawah lampu UV dan senyawa-senyawa akan muncul sebagai noda gelap,
caranya dengan meletakkan plat kering dalam sebuah bejana yang telah berisi kristal iod dan tertutup rapat
sehingga bejana jenuh dengan uap iod
• Iod → bereaksi dengan sebagian besar senyawa oganik membentuk senyawa kompleks berwarna kuning atau
coklat
• Atomisasi → meletakkan suatu pereaksi di atas plat yang akan dapat menyebabkan terjadinya reaksi antara
senyawa dengan pereaksi tersebut
PEREKASI SEMPROT PENAMPAK
NODA
Anhidirida asam asetat-asam sulfat pekat (pereaksi Lieberman-Burchard) untuk steroid dan
triterpenoid

Anisaldehida-asam sulfat untuk gula, steroid dan terpenoid.

Aluminium klorida untuk flavonoid

Antimonklorida untuk flavonoid

Cerium sulfat-asam sulfat berisfat umum, dapat digunakan untuk semua senyawa
organik.
Pereaksi dragendorf (menurut Munier) untuk alkaloid (uji positif ditandai dengan munculnya
warna coklat kemerahan) dan senyawa lain yang mengandung nitrogen.

Magnesium asetat untuk antrakuinon

Potasium hidroksida metanolik untuk kumarin dan antrakuinon


PROSEDUR KERJA
1. Siapkan peralatan
2. Jenuhkan chamber dengan cara memasukan larutan eluen ke dalam chamber dan letakkan
kertas saring didalam chamber dan tutup chamber. Tunggu hingga kertas saring menjadi
basah sepenuhnya.
3. Potong plat sesuai ukuran. Biasanya, untuk satu spot menggunakan plat selebar 1 cm
4. Buat garis dasar (base line) dibagian bawah sekitar 0.5 – 1 cm dari ujung bawah plat, dan
garis akhir bagian atas
5. Menggunakan pipa kapiler, totolkan sample cairan yang telah disiapkan sejajar, tepat diatas
base line. Jika sample padat, larutkan pada pelarut tertentu. Keringkan totolan
6. Tempatkan plat pada chamber berisi eluen. Base line jangan sampai tercelup oleh eluen.
Tutuplah chamber
7. Tunggu eluen mengelusi sample sampai mencapai garis akhir, disana pemisahan akan terlihat
8. Setelah mencapai garis akhir, angkat plat dengan pinset, keringkan dan ukur jarak spot. Jika
spot tidak terlihat, amati pada lampu UV. Jika masih tidak terlihat, sempot dengan pewarna
tertentu.
Menentukan Rf

Pada identifikasi noda atau penampakan noda, jika noda sudah berwarna
dapatlangsung diperiksa dan ditentukan harga Rf. Rf merupakan nilai dari Jarak
relative pada pelarut. Harga Rf dihitung sebagai jarak yang ditempuh oleh
komponen dibagi dengan jaraktempuh oleh eluen (fase gerak) untuk setiap
senyawa. Rf juga menyatakan derajat retensi suatu komponen dalam fase diam.
Karena itu Rf juga disebut factor referensi.
Menentukan hRf

hRf adalah angka Rf dikalikan faktor 100 (h), menghasilkan nilai berjangka 0
sampai 100, harga hRf-lah yang dicantumkan untuk menunjukkan letak suatu
senyawa pada kromatogram (Stahl, 1985).
Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam kromatografi lapisan tipis
yang juga mempengaruhi harga Rf adalah :

● Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan


● Sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya
● Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap
● Pelarut (dan derajat kemurniannya) fase bergerak
● Derajat kejenuhan dan uap dalam bejana pengembangan yang digunakan
● Teknik percobaan
● Jumlah cuplikan yang digunakan
● Suhu
● Kesetimbangan
Video kromatografi lapis tipis
DAFTAR PUSTAKA

● Modul Farmakognosi dan Fitokimia BPPSDMKES


● Kristanti, Alfianda Novi dkk. Buku ajar Fitokimia. Surabaya. Airlangga Universitu Press.
● https://www.ilmukimia.org/2013/05/kromatografi-lapis-tipis-klt.html
● http://seputarkimiaku.blogspot.com/2018/11/makalah-kromatografi-lapis-tipis-klt.html
● http://uphypratiwi.blogspot.com/2015/05/kromatografi-lapis-tipis.html
● https://www.academia.edu/8315572/Pengertian_Kromatografi_Lapis_Tipis_KLT
● https://www.slideshare.net/dwiandriani184/kromatografi-lapis-tipis-43346164
● https://kuliahanalisiskesehatan.blogspot.com/2013/05/kromatografi-lapis-tipis-kit.html?m=1
THAN
KS
PERTANYAAN

1. Bagaimana cara penjenuhan chamber? (Anggun Retno Palupi Lokal 2B)


Jawab :
Chamber yang digunakan diisi eluen terlebih dahulu. masukkan kertas saring kedalam chamber
trus tutup rapat chambernya, nanti setelah kertas saringnya sudah basah semua, berarti
tandanya chamber udah jenuh
2. Apa perbedaan dari jenis chamber? (Decely Rana Dwi Putri Lokal 2B)
Jawab :
Perbedaan ruang dimensi yang digunakan dalam penelitian kromatografi lapis tipis, biasanya
pencelupan chamber yang sesuai untuk 10 x 10 cm, 20 x 10 cm, dan 20 x 20 cm sering
digunakan 2. karena analisanya berjalan dengan cepat karena .... dan hanya membutuhkan
bahan sedikit karena hanya membutuhkan chamber, plat klt, eluen, analit dan sebagainya.
KELOMPOK 14 – 2B
1. GHINA ARIFAH ALMER (P24840119030)
2. HONEY QUENTIN D (P24840119032)
3. KARINA AULIA (P24840119035)
4. KIANDI NAUFAL (P24840119036)
5. LESTARI RAHMAH PUTRI (P24840119038)
GC-MS
(GAS CHROMATOGRAPHY)
DAN
(MASS SPECTROMETRY)
PENGERTIAN
GC-MS terdiri dari dua blok bangunan utama: kromatograf gas dan spektrometer
massa
Kromatografi Gas ( GC) merupakan jenis
kromatografi yang digunakan dalam kimia Spektrometer massa adalah suatu instrumen
organik untuk pemisahan dan analisis. yang dapat menyeleksi molekul-molekul gas
GC dapat digunakan untuk menguji kemurnian bermuatan berdasarkan massa atau beratnya.
dari bahan tertentu, atau memisahkan Umumnya spectrum massa diperoleh dengan
berbagai komponen dari campuran. Dalam mengubah senyawa suatu sampel menjadi
beberapa situasi, GC dapat membantu dalam ionion yang bergerak cepat yang dipisahkan
mengidentifikasi sebuah kompleks. Digunakan berdasarkan perbandingan massa terhadap
juga dalam kimia analitik untuk memisahkan muatan (m/z).
dan menganalisis senyawa yang dapat
menguap.

GC-MS merupakan gabungan metode analisis antara GC dan MS. Dalam hal ini GC hanya
berfungsi sebagai sarana pemisah, dan MS berfungi sebagai detektornya. Kromatografi
ini memiliki prinsip kerja masing-masing, namun keduanya dapat digabungkan untuk
mengidentifikasi suatu senyawa baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif.
PRINSIP KERJA GC-MS
Pada dasarnya ialah memvolatilkan sample pada injector yang dipanaskan, yang
disusul dengan pemisahan tiap komponen dari campuran pada kolom khusus. Setelah
itu setiap komponen akan melalui ruang pengion dan dibombardir oleh electron
sehingga terjadi ionisasi. Fragmen- fragmen ion yang dihasilkan akan ditangkap oleh
detector dan dihasilkan spektrum massa.

SAMPLE
Adalah senyawa yang dapat menguap tanpa mengalami dekomposisi. Senyawa –
senyawa ini meliputi pelarut, pestisida, berbagai perisa, minyak esensial, bahan bakar
hidrokarbon, dll.

Selain itu senyawa seperti asam, asam amino, amina, steroid (non volatile) juga dapat
dilakukan Analisa GC/MS, namun dengan diturunkan menjadi zat ber volatilitas
tinggi.
KOMPONEN GC-MS

1 KOMPONEN GC

2 INTERFASE GC – MS

3 KOMPONEN MS
KOMPONEN GC
1. GAS PEMBAWA (carrier gas)
Fungsi utama gas pembawa adalah untuk memindah kan analit dari injector menuju
detector.
Gas pengangkut/pembawa harus memenuhi persyaratan :
• Harus inert, tidak bereaksi dengan cuplikan, cuplikanpelarut,
• dan material dalam kolom.
• Murni dan mudah diperoleh, serta murah.
• Sesuai/cocok untuk detektor.
• Harus mengurangi difusi gas.
2. KOLOM
Kolom yang dipakai pada GC/MS adalah kolom kapiler, karena tekanan yang
dihasilkan lebih rendah sehingga memenuhi syarat MS. Kolom pak tidak dipakai
karena tak sesuai untuk MS.
• Fase stationer GC terlapis didalam kolom kromatografi ini.
Jenis kolom kapiler yang umum dipakai pada GC/MS adalah WCOT(Wall Coated
Open Tubular) yaitu kolom kapiler kaca yang dinding luarnya dilapisi silicon dioksida
dengan kemurnian tinggi dan poliamida guma mengatasi kerapuhannya. Fase
dalamnya adalah lapisan polimer yang tipis.

3. OVEN
Oven berperan dalam mengatur suhu seluruh komponen lain agar sample tetap dalam
kondisi volatilnya.
PENGATURAN SUHU KOLOM
Terbagi menjadi :
1) Isotermal Suhu konstan selama analisis
2) Tempratur-terprogram Suhu meningkat secara konstan selama analisis
3) Multi level Peningkatan suhu tidak secara konstan
Isotermal dipakai jika senyawa dalam sample hanya sedikit serta memiliki titik didih dan
polaritas yang mirip. Jika sample mengandung banyak senyawa dengan titik didih yang
beragam suhu harus diprogram supaya semua senyawa dapat teridentifikasi.
4. INJEKTOR
4 jenis injektor pada kromatografi gas
• a. Injeksi langsung (direct injection), yang mana sampel yang diinjeksikan akan
diuapkan dalam injector yang panas dan 100 % sampel masuk menuju kolom.
• b. Injeksi terpecah (split injection), yang mana sampel yang diinjeksikan
diuapkan dalam injector yang panas dan selanjutnya dilakukan pemecahan.
• c. Injeksi tanpa pemecahan (splitness injection), yang mana hampir semua
sampel diuapkan dalam injector yang panas dan dibawa ke dalam kolom karena
katup pemecah ditutup; dan
• d. Injeksi langsung ke kolom (on column injection), yang mana ujung semprit
dimasukkan langsung ke dalam kolom.Teknik injeksi langsung ke dalam kolom
digunakan untuk senyawa-senyawa yang mudah menguap; karena kalau
penyuntikannya melalui lubang suntik secara langsung dikhawatirkan akan
terjadi peruraian senyawa tersebut karena suhu yang tinggi 
PENANGANAN SAMPEL
SENYAWA VOLATIL TANPA MENGIKUTKAN
PEMBAWANYA

1 STATIC HEADSPACE
Teknik ini telah dilakukan sejak 1950-an dan masih dipakai hingga sekarang.
Hal yang digemari dari Teknik ini ialah simple & bersih. Pada Teknik ini hanya
fase gas dari sample yang di pakai untuk uji GC.

Sample dimasukkan dalam vial (tidak sampai full) lalu vial di seal dan
dipanaskan. Sehingga zat yang bersifat volatile akan berada pada fase gasnya.
Fase gas inilah yang diambil untuk diuji GC/MS.

Teknik ini umumnya dipakai untuk uji kadar alcohol darah, sisa pelarut di
farmasi, dan perisa di makanan.
2 DYNAMIC HEADSPACE
Pada Teknik ini gas yang inert dialirkan ke sample dimana analit yang volatile
akan ditransfer ke adsorben (polimer inert, gel silika, dll). Adsorben ini lalu akan
melepaskan analit tersebut saat pemanasan untuk dianalisis GC/MS.

Teknik merupakan cara standar untuk menetapkan


senyawa volatile organic dalam air (di USA, sedangkan
dieropa dipakai yang statis). Aplikasi lain dari Teknik ini
ialah analisis perisa dalam makanan dan senyawa beracun
dalam cairan biologis.
5. INJEKTOR SAMPEL GAS

1 SUNTIKAN KEDAP GAS


Pada dasarnya sama dengan injector – injector yang telah dijelaskan. Hanya
saja bersifat kedap udara.

2 KATUP GAS
Pada dasarnya sama dengan injector – injector yang telah dijelaskan. Hanya
saja bersifat kedap udara.
PENANGANAN SAMPEL
TEKNIK SAMPLING LAINNYA
1 DIRECT SAMPLE INTERFACE (DSI)
Tekhnik ini memanfaatkan sebuah microvial yang
terbuat dari kaca. Sample diletakkan dalam microvial
kemudian microvial langsung dimasukkan dalam
injector untuk analisis GC/MS. Berfungsi agar
komponen nonvolatile akan tertahan dan komponen
volatile akan teranalisa
DSI dapat dipakai untuk Analisa pestisida dalam
makanan, sample biologis, & aerosol.

Aplikasi lain yang menarik ialah identifikasi


kokain pada sehelai rambut.
2 PYROLIZERS
Pada tekhnik ini sample dipanaskan sampai terjadi dekomposisi. Hasil
dekomposisi inilah yang dipakai untuk Analisa GC/MS. Teknik ini
membutuhkan system pirolisa khusus.

Aplikasi utama Identifikasi polimer


Aplikasi penting lain Identifikasi model mobil dari bekas bercak cat
(beberapa mg) di tempat kejadian
Lainnya Identifikasi bahan penyusun kertas, sample biologis seperti
mikroorganisme, dan sampel lingkungan.
INTERFASE GC – MS

Sedangkan jika diameter kolom dalam lebih besar (530 - 750μm) dapat dipakai :
1) Open – Split Interface Selalu memberikan aliran analit yang tetap, namun tidak
cocok untuk senyawa dengan massa atau titik didih yang tinggi
2) Jet Separator Lebih ssedikit gas inert yang masuk ke dalam MS, namun butuh
aliran gas minimum ~ 20 ml/mnt untuk bekerja secara baik
SKEMA ANALISA DI MS
KOMPONEN MS

1. ION SOURCE

1) Tumbukan electron (Electron Impact/EI) = Dalam


ruang pengionan, uap sampel ditumbuk dengan
elektron berenergi tinggi yakni sebesar 70 ev. Energi
yang diserap molekul sampel akan mendorong
pengionan atau pelepasan elektron dari orbital ikatan
dan orbital anti-ikatan. Energi ditransfer kearah
pembentukan ion melalui proses tumbukan seperti
terlihat pada persamaan reaksi berikut :
A-B-C + e- → A-B-C+ + 2 e-
KOMPONEN MS

1. ION SOURCE

2) Chemical Ionization (CI) = Menggunakan reagen


kimia. Umumnya reaktan yang digunakan adalah
gas metana (CH4) pada tekanan 0,2-2,0 torr (27-270
pascal). Mula-mula metana diionkan melalui proses
tumbukan elektron menghasilkan ion CH4+ .
Selanjutnya ion tersebut bereaksi dengan molekul
netral metana yang lain menghasilkan asam
Bronsted yang kuat untuk bereaksi dengan molekul
sampel melalui transfer proton.
2. MASS ANALYZER

1) Magnetic and electric sector = ion-ion dipercepat melalui tabung terbang, di mana
ion-ion tersebut dipisahkan oleh rasio muatan terhadap massa. Perbedaan antara bidang
magnet dan TOF adalah medan magnet digunakan untuk memisahkan ion. Saat muatan
bergerak memasuki medan magnet, muatan dibelokkan menjadi gerakan melingkar
dengan radius unik ke arah tegak lurus terhadap medan magnet yang diterapkan. Ion di
medan magnet mengalami dua gaya yang sama; gaya karena medan magnet dan gaya
sentripetal.
2) Time of Flight Analyzer (TOF) = memisahkan ion berdasarkan waktu tanpa
menggunakan medan listrik atau magnet. Dalam pengertian kasar, TOF mirip dengan
kromatografi, kecuali tidak ada fase diam / gerak, melainkan pemisahan didasarkan pada
energi kinetik dan kecepatan ion.
3) Quadrupole mass analyzer = Memisahkan ion dalam medan listrik yang divariasikan
terhadap waktu. Medan ini dibuat menggunakan voltase frekuensi radio (RF) yang
berisolasi dan voltase arus searah (DC) yang konstan yang diaplikasikan pada satu set (4
batang) logam yang dibuat secara presisi
3. DETECTOR
Mendeteksi ion-ion yang sudah dipisahkan menurut m/z atau mass analyz.
Hasil analisis dengan GC/MS berupa spectrum yang harus dibandingkan dengan
spectrum standard yang ada dalam library atau pustaka.

Alat akan menunjukan berapa % kesesuaian spektrum sample dengan yang ada di
library.

Komputer berperan sebagai perangkat lunak yang menyimpan data anlisis standar SRM
(Standard Reference Material) sebagai perbandingan terhadap data analisis analit hasil
penentuan.

Identifikasi analit terhadap SRM dinyatakan dengan persen kemiripan dan keduanya
dinyatakan identic jika computer menilai persen keduanya diatas 90%
INTERPRETASI MASS SPECTRA
Mass Spectra
Adalah data hasil dari
GC/MS. Data ini berupa
diagram 3 dimensi yang
masih harus diterjemahkan
maknanya.
Berikut contoh diagramnya :
INTERPRETASI MASS SPECTRA

Pada dasarnya interpretasi dari hasil di mass spectra ialah dengan melihat
kecocokannya dengan basis data yang ada (program).
Contoh identifikasi sample dengan GC/MS

Identifikasi tanaman
Tambalepen
1. Pengambilan Sampel 2. Analisis GC-MS
Sampel batang dan akar Sampel ekstrak yang dilanjut ke analisis GC-MC
tanaman diambil dengan yaitu ekstrak etanol akar, ekstrak etanol batang dan
memotong bagian batang dan ekstrak etanol daun. Sampel yang berupa ekstrak
akar tanaman Tambalepen lalu di pekat diinjeksi ke dalam inlet alat GC (Kromatografi
potong-potong kecil kemudian Gas), kemudian hasil pemisahan GC akan
dilakukan maserasi. diteruskan ke alat MS (Spektroskopi Masa).
Detektor ionisasi nyala GC (FID) akan
menyuguhkan TRC (Total Respond
Chromatogram), dan MS akan memberikan data
hasil analisis spesifik pada setiap titik atau puncak
TRC.
2. Analisis GC-MS
a. Hasil analisa GC-MS sampel ekstrak etanol akar tanaman Tambalepen

Dapat dilihat jumlah puncak-puncak (peak) yang


muncul yang menandakan bahwa setiap peak
tersebut merupakan senyawa yang berbeda
dengan waktu retensi yang berbeda pula.

Pada tabel diatas menujukkan terdapat 6 senyawa berbeda yang berhasil


teridentifikasi pada sampel ekstrak etanol akar tanaman Tambalepen
b. Hasil analisa GC-MS sampel ekstrak etanol batang tanaman
Tambalepen

Pada tabel diatas menujukkan terdapat 5 senyawa


berbeda yang berhasil teridentifikasi pada sampel
ekstrak etanol batang tanaman Tambalepen
Identifikasi Minyak Atsiri Tumbuhan Sembukan Dengan GC-MS

Kromatogram dari analisis dengan


kromatografi gas menunjukkan lima puncak
senyawa dengan dua puncak senyawa
utama yang teridentifikasi masuk dalam
golongan minyak atsiri yaitu Linalool
terhidrogenasi dan Eugenol (Silverstein dkk,
1991).
Pengaplikasian GC-MS

Dalam Lingkungan Bidang farmasi


Digunakan dalam pengontrolan kualitas,
- Digunakan untuk menentukan banyak
Analisa hasil- hasil baru dalam
senyawa yang terdapat dalam udara yang pengamatan metabolisme dalam zat-zat
kotor alir biologi
-Menentukan atau mengontrol sisa-sisa - Untuk menentukan stuktur suatu
peptisida yang mengandung halogen, senyawa yang merupakan senyawa
belerang, nitrogen, dan fosfor. metabolit sekunder pada tumbuhan.
Seperti analisis ekstrak methanol kulit
akar kluwih(Artocarpus Camansi
Dalam Klinik Blanco). Berdasarkan analisa GCMS
Digunakan untuk menangani dalam ekstrak tersebut terdaopat
senyawa-senyawa seperti asam-asam amino, 1-hexadecene,Phenol nonyl,asam
karbohidrat, CO2 dan O2 dalam darah, palmitat asam stearat yang memiliki
kemiripan 100% dengan library pada
asam-asam lemak dan turunannya,
GCMS. Sedangkan kemiripan 90% yaitu
trigliserida-trigliserida, plasma steroid, dan 1-elicosanol dan kemiripan 85% 1-
vitamin. oktadecene.
Pengaplikasian
Bahan makanan
Digunakan untuk mempelajari pemalsuan
GC-MS
atau pencampuran, kontaminasi dan
pembungkusan dengan plastik pada bahan
makanan, juga dapat dipakai unutk menguji
jus, aspirin, kopi dll.

Perminyakan

Digunakan untuk memisahkan dan


mengidentifikasi hasil- hasil dari gas-gas
hidrokarbon yang ringan
PROSEDUR KERJA
• https://youtu.be/KtiWK9QaHBk
DAFTAR PUSTAKA
• Sparkman, O David, Zelda E. Penton, dan Fulton G. Kitson. 2011. Gas
chromatography and mass spectrometry : a practical guide (second
edition). California : Elsevier Inc.
• Ubschmann, Hans-Joachim Ḧ. 2015. Handbook of GC-MS
Fundamental and application (third edition). Weinheim : Wiley – VCH
• Pratama Dewa, I Gusti Agung Gede Bawa, dan I Wayan Gede
Gunawan . Isolai dan identifikasi senyawa minyak astiri dari tumbuhan
sembukan (Paederia foetida L.) denganmetode kromatografi
gas-spektroskopi gas-spektroskopi massa (GC-MS). Kimia FMIPA .
Universitas Udayana. Bukit Jimbaran, Bali
• Jumania . Identifikasi Senyawa Kimia Tanaman Tambalepen dan
Pengaruh Penghambatannya pada Bakteri Salmonella enterica serovar
Thypi. Fakultas Sains.Jurusan Biologi dan Teknologi.UIN
Alauddin.Makassar
FITOKIMI
A
LCMS
(LIQUID
CHROMATOGRAPHY
MASS
SPECTROMETRY)
1. LINA ANDRIANI (P24840119040)
2. MAHARANI SALSABIIL ALLIYAH
(P24840119042)
3. MELIYANA (P24840119044)
4. M. IRFAN BUDI DARMAWAN
(P24840119046)
5. M. —
RAYHAN
KELOMPOKNOORWANSYAH
15 LOKAL 2B
(P24840119048)
PENGERT
IAN
LCMS
LCMS
(LIQUID CHROMATROGRAPHY MASS

SPECTROMETRY)
LCMS adalah teknik kimia analitik yang menggabungkan kemampuan
pemisahan fisik dari kromatografi cair (atau HPLC) dengan
kemampuan analisis massa spektrometer massa.

❑ Teknik ini banyak digunakan untuk berbagai aplikasi yang memiliki


sensitifitas dan spesifisitas sangat tinggi.

❑ Pada umumnya aplikasinya berorientasi pada deteksi dan identifikasi


potensi spesifik bahan kimia terhadap kehadiran bahan kimia lainnya
(dalam campuran yang kompleks)
Berat molekul

Data LCMS dapat digunakan


untuk memberikan informasi Struktur
:

Identitas dan kuantitas


komponen sampel tertentu

Keuntungan dari LCMS yaitu dapat menganalisis lebih luas berbagai


komponen, seperti senyawa termal labil, polaritas tinggi atau bermassa
molekul tinggi, bahkan juga protein.
PRINSIP KERJA
LCMS
LC-MS adalah dua alat yang digabungkan menjadi satu,
yang berfungsi untuk memisahkan beberapa senyawa atau
campuran senyawa berdasarkan kepolarannya (prinsip
kerja LC), dimana setelah campuran senyawa tersebut
terpisah, maka senyawa yang murni tersebut akan
diidentifikasi berat moleculnya (MS)
INSTRUM
EN LCMS
INSTRUMEN LCMS
HPLC

SUMBER ION

ANALISIS MASSA

DETEKTOR
1. HPLC

PRINSIP KERJA ❑ Larutan yang kurang kuat


❑ Campuran analit akan terpisah berdasarkan interaksinya dengan fasa diam
kepolarannya dan kecepatannya untuk sampai akan keluar dari kolom lebih dulu.
ke detektor (waktu retensinya) akan berbeda. ❑ Sebaliknya, larutan yang kuat
Dengan bantuan pompa fasa gerak cair berinteraksi dengan fasa diam
dialirkan melalui kolom ke detektor. maka larutan tersebut akan keluar
❑ Cuplikan dimasukkan ke dalam aliran fasa kolom, kemudian dideteksi oleh
gerak dengan cara penyuntikan. Di dalam detektor dan direkam dalam
kolom terjadi pemisahan komponen-komponen bentuk kromatogram
campuran.
IONISASI
2. SUMBER ELEKTROSPRAY
ION (ESI)
❑ Ionisasi elektrospray (ESI) adalah metode yang digunakan untuk analisis
peptida, protein, karbohidrat, oligonukleotida kecil, polimer sintetis, dan
lipid.
❑ ESI menghasilkan molekul gas terionisasi langsung dari larutan cair yang
menghasilkan semprotan tetesan (droplet) dalam medan listrik.
IONISASI
NANOELEKTROSPRAY
(nanoESI)
❑ Adalah variasi pada ESI,
dimana jarum semprot dibuat
sangat kecil dan diposisikan
dekat dengan pintu masuk ke
analisis massa sehingga
jumlah sampel yang
dibutuhkan menjadi sedikit.
❑ Laju alir untuk sumber
nanoESI berkisar puluhan
hingga ratusan nanoliter per
menit.
IONISASI KIMIA
TEKANAN ATMOSFER (APCI)
APCI menjadi sumber ionisasi penting karena
menghasilkan ion langsung dari larutan dan
mampu menganalisis senyawa yang relatif
nonpolar.
FOTOIONISASI TEKANAN
ATMOSFER (APPI)
Fotoionisasi tekanan atmosfer (APPI) menjadi sumber ionisasi
penting karena menghasilkan ion langsung dari larutan dengan
latar belakang relatif rendah dan mampu menganalisis
senyawa yang relatif nonpolar.
MATRIK DIBANTU LASER
DESORPSI/IONISASI (MALDI)

Matrix dibantu laser


desorpsi/ionisasi spektrometer massa
(MALDI-MS) merupakan alat
analisis untuk peptida, protein, dan
sebagian besar biomolekul lainnya
(oligonukleotida, karbohidrat,
produk alami, dan lipid).
DESORPSI/IONISASI PADA
SILIKON (DIOS)
DIOS adalah metode matriks bebas
yang menggunakan getaran laser
desorpsi/ionisasi pada silikon .
Permukaan silikon berupa silikon
berpori atau kawat nano silikon
semikonduktor yang menyerap UV
dengan area permukaan besar
(ratusan m2/cm3).
IONISASI ELEKTRON (EI)

Elektron ionisasi adalah salah satu sumber ionisasi yang


paling penting untuk analisis rutin kecil, hidrofobik,
molekul termal stabil, dll, karenanya EI biasanya
menghasilkan banyak ion fragmen
IONISASI KIMIA
(CI)

❑ Ionisasi kimia (CI) diterapkan pada sampel


yang sama dengan yang dianalisis oleh EI
dan digunakan untuk meningkatkan
kelimpahan ion molekuler.
❑ Ionisasi kimia menggunakan fase gas reaksi
ion-molekul dalam vakum dari
spektrometer massa untuk menghasilkan
ion dari molekul sampel.
3. ANALISIS QUADRUPO
MASSA LE
● Quadrupole adalah analisis massa yang
menggunakan medan listrik untuk
memisahkan ion.
● Quadrupole terdiri atas 4 batang/tiang
yang paralel, di mana batang yang
berdekatan memiliki polaritas tegangan
yang berlawanan.
KELEBIHAN KEKURANGAN
• Reproduksibilitas • Resolusi rendah
• Biaya rendah • Diskriminasi massal. Ketinggian puncak vs
respon massa harus 'disetel'
TOF (Time of
Flight)
TOF Adalah analisis massa relatif mudah jika
dibandingkan dengan banyak perangkat analisis massa
lainnya dimana ion diambil (atau diproduksi) dalam
ledakan singkat atau paket dalam sumber ion dan
dikenakan tegangan percepatan. Analisis massa ini
berguna karena semua ion yang dideteksi (hampir)
bersamaan dapat memindai rentang massa semua ion
dengan sangat cepat
KELEBIHAN KEKURANGAN
• Transmisi ion tinggi • Digitizers cepat digunakan
• Rentang massa praktis tertinggi dari • Dapat memiliki dinamika terbatas
semua alat analisis MS jarak
• Batas deteksi
QUADRUPOLE ION
PERANGKAP ANALISIS
MASSA
❑ Analisis ini menggunakan prinsip yang sama seperti analisis
quadrupole dengan menggunakan medan listrik untuk pemisahan
ion. Spektometer massa perangkap ion bekerja berdasarkan
kekuatan ion dalam perangkap, dan memanipulasi ion dengan
menggunakan tegangan konstan dan bidang retensi
❑ Sistem memiliki kemampuan yang unik yaitu memindai beberapa
produk ion yang sensitif dengan sangat baik. spektrun yang
diperoleh dengan analisis massa perangkap ion mungkin berbeda
secara signifikan karena diperoleh dari sistem quadrupole tiga
dimana terjadi tabrakan energi atau gas dalam sistem
KELEBIHAN KEKURANGAN
• Sensitifitas tinggi • Menghasilkan spektrum
• Pemindaian ion yang sangat tidak biasa
produk ganda jika ada ion disimpan
kapabilitas MS dalam perangkap terlalu
• Resolusi tinggi lama
• Baik untuk analisis • Mudah jenuh
DDA • Buruk untuk pekerjaan
massa rendah (dibawah
100 Da)
• Rentang dinamis yang
buruk dan karenanya
mungkin terbatas
penggunaan kuantitatif
ION CYCLOTRON
RESONANCE (ICR)
❑ ICR adalah perangkap ion yang menggunakan medan
magnet untuk menangkap ion ke dalam orbit didalamnya.
Dalam analisis ini tidak ada pemisahan yang terjadi karena
tidak semua ion dapat terjebak didalam sehingga medan
listrik eksternal diterapkan untuk membantu menghasilkan
sinyal
❑ Frekuensi orbit tergantung pada muatan dan massa ion,
bukan dari kecepatan. Jika medan magnet tetap konstan,
muatan untuk rasio massa dari masing-masing ion dapat
ditentukan dengan mengukur kecepatan sudut
Detektor merupakan elemen penting dari spektrometer massa yang
menghasilkan sinyal dari ion dengan menghasilkan elektron sekunder, yang
selanjutnya diperkuat dengan menginduksi arus (dihasilkan dengan
memindahkan beban).
Sistem detektor ion terbagi dalam dua kelas utama :

❑ Detektor titik : Ion tidak spasial ❑ Detektor array : Ion secara spasial
diselesaikan dan berurutan diselesaikan dan semua ion tiba
menimpa detektor yang terletak secara bersamaan (simultan atau
pada satu titik dalam geometri dekat) dan dicatat di sepanjang
spektrometer pesawat menggunakan bank detector

4.
CARA
KERJA
LCMS
CARA KERJA LCMS
Cara kerja spektrometer massa menggunakan metode ESI adalah sebagai berikut :

1. Analit yang terikut dalam eluen masuk 3. Tetesan tersebut masuk ke dalam
ke dalam spray needle/capiler counterelectrode (biru)
2. Eluen bersama analit disemprotkan 4. Tetesan melewati kapiler transfer
menjadi bentuk tetesan (droplet) kemudian menuju mass
❑ Pada capillary needle terdapat taylor cone dimana daerah tersebut bermuatan negatif sehingga analit
dalam solven yang memiliki muatan positif akan berkumpul di daerah taylor cone.
❑ Pada saat terjadi penyemprotan, tetesan (Droplet) permukaannya memiliki muatan positif
❑ Droplet mengalami evaporasi solven. Kibatnya droplet menyusut sampai titik dimana tegangan
permukaan pada droplet tidak dapat menopang muatan dipermukaannya
Akibatnya terjadi perpecahan menjadi bagian-bagian :
1. Analit dengan satu muatan dan beberapa muatan (analit ion)
2. Satu analit bersama solven yang diliputi oleh muatan positif
3. Beberapa analit bersama beberapa molekul solven dan diliputi oleh beberapa muatan positif
CONTOH SPEKTRA
APLIKASI
LCMS
DALAM
KEHIDUPAN
SEHARI-HARI
APLIKASI LC-MS DALAM
KEHIDUPAN
BIDANG
BIOKIMIA
❑ Identifikasi protein

BIDANG BIDANG
KLINIK LINGKUNGAN
❑ Deteksi sensitifitas ❑ Deteksi herbisida fenil urea
trimipramin dan ❑ Deteksi rendahnya tingkat
thioridazine dalam sampel karbaril dalam makanan
urin
BIDANG BIDANG
MAKANAN TOKSIKOLOGI
❑ Identifikasi aflatoksin dalam ❑ Menganali berbagai macam obat
makanan dalam satu waktu.
❑ Determinasi vitamin D3 dalam ❑ Menganalisis obat-obatan terlarang
suplemen pakan ternak yang terdapat pada rambut, darah,
❑ Analisis keamanan dan urin, dan cairan dari mayat maupun
kualitas pangan banyak manusia yang masih hidup.
Beberapa contoh narkotik yang
dilakukan untuk mendeteksi
sering dideteksi dengan LC-MS
toksin (terutama mikotoksin),
adalah amfetamin, morfin, kodein,
pestisida, atau penambahan dan kokain
bahan-bahan terlarang ke
dalam makanan.
BIDANG
FARMASI

❑Identifikasi benzodiazepin
❑Identifikasi metabolisme asam empedu

❑ Dalam Farmakokinetik:
LC-MS digunakan dalam studi absorpsi, metabolisme, dan ekskresi obat. Metode
bio analitik digunakan untuk kuantitatif dan penjelasan struktural obat dan
metabolitnya disampel biologis (plasma, urin, saliva, serum dll)

❑ Dalam studi Bioavailabilitas dan Bioequivalence:


Studi bioekuivalensi komparatif yang mana kuantitatif penentuan obat atau
metabolit diukur secara biologis matriks, farmakodinamik, uji klinis dan disolusi
in-vitro tes
BIDANG
FARMASI

❑ Dalam penentuan berat molekul:


LC-MS digunakan untuk penentuan berat molekul yang diketahui dan senyawa yang
tidak diketahui. Ini memberikan informasi tentangberat molekul, struktur,
identifikasi, jumlah sampel komponen. LC-MS digunakan untuk penentuan massa
molekul protein, asam nukleat, polimer dan peptida.

❑ Dalam penentuan Assay obat dan zat antara:


LC-MS digunakan dalam industri farmasi untuk penentuan pengujian zat obat,
produk obat, zat antara dan mereka senyawa terkait

❑ Dalam industri Agrokimia dan pestisida:


Ini digunakan dalam penentuan berbagai komponen yang ada di pupuk dan pestisida
PENGEMBANGAN
OBAT
❑ LC-MS sering digunakan dalam pengembangan obat karena
memungkinkan konfirmasi berat molekul dan identifikasi struktur
dengan cepat. Fitur-fitur ini mempercepat proses menghasilkan,
menguji, dan memvalidasi penemuan yang dimulai dari beragam
produk dengan aplikasi potensial.
❑ Aplikasi LC-MS untuk pengembangan obat adalah metode yang
sangat otomatis yang digunakan untuk pemetaan peptida,
pemetaan glikoprotein , lipodomik, dereplikasi produk alami,
skrining bioafinitas, skrining obat in vivo , skrining stabilitas
metabolik, identifikasi metabolit, identifikasi
pengotor, bioanalisis kuantitatif, dan kontrol kualitas.
BERIKUT ADALAH VIDEO
LCMS

https://www.youtube.com/watch?v=mSznv1efqrg
Thanks!
CREDITS: This presentation template was created by
Slidesgo, including icons by Flaticon, infographics &
images by Freepik and illustrations by Stories
DAFTAR
PUSTAKA
● Wikipedia.org. 2020. Liquid chromatography mass spectrometry. Diakses pada 10
Desember 2020, dari wikipedia.org/wiki/Liquid-chromatography-mass-spectrometry
● CHROMacademy. 2019. LC-MS introduction. Minnesota. Crawford scientific
● Pratima, Nikalje Anna and Ramesh Gadikar. 2018. Liquid Chromatography-Mass
Spectrometry and Its Applications: A Brief Review. Department of Pharmaceutical
Chemistry, YB Chavan College of Pharmacy, India.
● Itheng.blogspot.com. 2010, 4 April. LIQUID CHROMATOGRAPHY MASS
SPECTROSCOPY. Diakses pada 10 Desember 2020, dari
http://itheng.blogspot.com/2010/04/liquid-chromatography-mass-spectroscopy.html
● Ceaaery.blogspot.com. 2015, 11 November. Liquid Chromatography Mass
Spectrofotometry (LC-MS). Diakses pada 10 Desember 2020, dari
http://ceaaery.blogspot.com/2015/11/liquid-chromatography-mass.html
SKRINING
FITOKIMIA
Kelompok 16
Lokal 2B
Muhammad Rizqi Ramadhan
Nadira Rusma
Naufal Dafia Firdausi
Nola Utomo
Pengertian
• Skrining fitokimia merupakan tahap pendahuluan yang dapat memberikan gambaran mengenai
kadnungan senyawa tertentu dalam bahan alam yang akan diteliti

• Skrining fitokimia merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi
kandungan senyawa metabolit sekunder suatu bahan alam.

• Metode skrining fitokimia secara kualitatif dapat dilakukan melalui reaksi warna dengan
menggunakan suatu pereaksi tertentu.

• Hal penting yang mempengaruhi dalam proses skrining fitokimia adalah pemilihan pelarut dan
metode ekstraksi.

• Pelarut yang tidak sesuai memungkinkan senyawa aktif yang diinginkan tidak dapat tertarik
secara baik dan sempurna

2
Kriteria skrining Fitokimia
Proses yang sederhana

Cepat

Memakai alat-alat yang sederhana

Khas untuk satu golongan senyawa

Memiliki batas limit deteksi yang cukup lebar (dapat mendeteksi keberadaan senyawa meski

dalam konsentrasi yang cukup kecil)

3
Alat alat yang dibutuhkan

Batang pengaduk Cawan uap plat tetes Bunsen

Sendok tanduk Rak tabung reaksi Tabung reaksi


Timbangan

4
Macam-Macam Golongan Skrining Fitokimia

1. Alkaloid

2. Tanin

3. Glikosida

4. Flavonoida

5. Sianogenik

6. Triterpen
5
Skrining fitokimia alkaloid
Persiapan :

⦁ Pembuatan larutan kloroform beramonia

⦁ dapat dilakukan dengan cara mengambil sebanyak 1 ml amonia pekat 28%


⦁ ditambahkan ke dalam 250 ml kloroform.

⦁ Kemudian dikeringkan dengan penambahan 2,5 gram Natrium sulfat anhidrat dan disaring.

⦁ Pembuatan pereaksi mayer

⦁ ambil HgCl2 sebanyak 1,5 gram dilarutkan dengan 60 ml akuades.


⦁ Di tempat lain dilarutkan KI sebanyak 5 gram dalam 10 ml akuades.
⦁ Kedua larutan yang telah dibuat tersebut kemudian dicampur dan diencerkan dengan
akuades sampai volume 100 ml.
⦁ pereaksi Mayer yang diperoleh selanjutnya disimpan dalam botol gelap.

6
Skrining fitokimia alkaloid
⦁ Pembuatan pereaksi dragendorf :
⦁ campur Bismuth subnitrat sebanyak 1 gram dilarutkan dalam campuran 10 ml asam asetat
glasial dan 40 ml akuades.
⦁ Di tempat lain 8 gram KI dilarutkan dalam 20 ml akuades.
⦁ Kedua larutan yang telah dibuat dicampur kemudian diencerkan dengan akuades sampai
volumenya 100 ml.
⦁ pereaksi Dragendorf ini harus disimpan dalam botol yang berwarna gelap dan hanya dapat
digunakan selama periode beberapa minggu setelah dibuat.

⦁ Pembuatan pereaksi Wagner :


⦁ ambil senyawa KI sebanyak 2 gram dan iodine sebanyak 1,3 gram

⦁ kemudian dilarutkan dengan akuades sampai volumenya 100 ml kemudian disaring.

⦁ Pereaksi Wagner ini juga harus disimpan dalam botol yang gelap.
7
Skrining fitokimia alkaloid
Metode reaksi pengendapan :
❑ Bahan tanaman segar sebanyak 5-10 gram diekstraksi dengan kloroform beramonia lalu
disaring.
❑ Selanjutnya ke dalam filtrat ditambahkan 0,5-1 ml asam sulfat 2N dan dikocok sampai terbentuk
dua lapisan.
❑ Lapisan asam (atas) dipipet dan dimasukkan ke dalam tiga buah tabung reaksi.
⦁ tabung reaksi 1 : ditambahkan dua tetes pereaksi Mayer.
⦁ tabung reaksi 2 : ditambahkan dua tetes pereaksi wagner

Adanya senyawa alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan putih pada tabung reaksi yang
pertama dan timbulnya endapan berwarna coklat kemerahan pada tabung reaksi kedua

8
Skrining fitokimia flavonoid
Uji skrining senyawa ini dilakukan dengan cara menggunakan uji Wilstater/ Sianidin.
Metode skrining :
⦁ Bahan sampel tanaman sebanyak 5 gram diekstraksi dengan pelarut n-heksana atau petroleum
eter sebanyak 15 ml kemudian disaring.
⦁ Ekstrak yang diperoleh selanjutnya diekstraksi lebih lanjut menggunakan methanol atau
etanol sebanyak 30 ml.
⦁ Selanjutnya, 2 ml ekstrak metanol atau etanol yang diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam
tabung reaksi dan ditambah dengan 0,5 ml asam klorida pekat (HCl pekat) dan 3-4 pita logam
Mg.
Adanya flavonoid ditandai dengan warna merah, oranye dan hijau tergantung struktur flavonoid
yang terkandung dalam sampel tersebut.

9
Skrining fitokimia flavonoid
Uji Wilstater
⦁ Larutan IIIA sebagai blanko, larutatan IIIC ditambah 0,5 ml HCl pekat dan 4 potong magnesium
⦁ Diamati warna yang terjadi, diencerkan dengan air suling kemudian ditambah 1 ml butanol
⦁ Diamat warna yang terjadi disetiap lapisan
⦁ Perubahan warna merah jingga menunjukkan adanya flavon
⦁ Perubahan warna merah pucat menunjukkan adanya flavonolol
⦁ Perubahan warna merah tua menunjukkan adanya flavanon

10
Skrining fitokimia tanin
⦁ Dalam industri, tanin adalah senyawa yang berasal dari tanaman, yang mampu
mengubah kulit hewan yang mentah menjadi kulit siap pakai karena
kemampuannya menyambung silang proteina.
⦁ Secara kimia terdapat dua jenis tanin yang tersebar merata dalam dunia
tumbuhan.
⦁ Tanin-terkondensasi yang terdapat di dalam tumbuhan paku-pakuan dan
gymnospermae, serta tersebar luas dalam angiospermae, terutama pada jenis
tanaman berkayu.
⦁ tanin yang terhidrolisiskan penyebarannya terbatas pada tanaman berkeping
dua; di Inggris hanya terdapat dalam suku yang nisbi sedikit.
⦁ Tetapi, kedua jenis tanin itu dijumpai bersamaan dalam tumbuhan yang sama
seperti yang terjadi pada kulit daun ek, Quercus.

11
Skrining fitokimia tanin
Metode skrining fitokimia
Uji skrining tanin dapat dilakukan dengan 2 metode yaitu
1. Uji gelatin
2. Uji ferriklorida

12
Skrining fitokimia tanin
Uji Gelatin
⦁ Larutan IV A digunakan sebagai blanko, larutan IV B ditambah
dengan sedikit larutan gelatin 5 ml larutan NaCl 10%
⦁ Jika terjadi endapan putih menunjukkan adanya tanin

13
Skrining fitokimia tanin
Uji Ferriklorida
⦁ Sebagian larutan IVC diberi beberapa tetes larutan FeCl3, kemudian diamati
terjadinya perubahan warna
⦁ Jika terjadi warna hijau kehitaman menunjukkan adanya tannin
⦁ Jika pada penambahan gelatin dan NaCl tidak timbul endapan tetapi setelah
ditambahkan dengan larutan FeCl3 terjadi perubahan warna menjadi warna hijau
biru hingga hitam, menunjukkan adanya senyawa polifenol

14
Skrining fitokimia tanin
Reaksi
⦁ FeCl3 positif, uji gelatin positif Tanin (+)
⦁ FeCl3 positif, uji gelatin negatif Polifenol (+)
⦁ FeCl3 negatif Polifenol (-), Tanin (-)

15
Daftar Pustaka

Endarini Lully Hanni , 2016 , “Farmakognosi dan fitokimia”


,Jakarta , BPPSDMKES .
Julianto tatang shabur , 2019 , “fitokimia , tinjauan metabolit
sekunder dan skrining fitokimia” , Yogyakarta , UII .
Nainggolan Marline DKK , 2019 , “buku penuntun dan laporan
praktikum fitokimia” , Medan , USU .

16
Thank
You
17
Skrining fitokimia
Senyawa Terpenoid dan Senyawa antrakuinon
Kelompok 17
Pramesti Widya Adeyana (P24840119058)
Puspita Berliyanti (P24840119060)
Putri Sholihatud Diniyah (P24840119062)
Raha Dewi Neta (P24840119064)
Reza Sisilia Putri Herdianto (P24840119066)
Skrining fitokimia

Suatu tahap awal untuk menidentifikasi kandungan dari suatu


senyawa dalam simplisia atau tanaman yang akan diuji
Pada skirining fitokimia dapat diketahui secara kualitatif kandungan
kimia dalam tumbuhan baik pada akar,batang,kulit batang ,ranting,
daun, buah , atau bagian lainnya
Metode Skrining fitokimia
seharusnya memenuhi beberapa kriteria
berikut:

Sederhana Cepat

Mendeteksi
senyawa meski Khas satu
dalam konsentrasi golongan
cukupkecil
Macam-macam golongan skrining fitokimia

01 Alkaloid 05 Saponin 09 Terpenoid


02 Glikosida Minyak
06 Tanin 10
Atsiri
03 Sianogenik 07 Flavonoida

04 Antrakuinon 08 Triterpen
Terpenoid
Suatu senyawa alam yang terbentuk
dengan proses biosintesis, terdistribusi
luas dalam dunia tumbuhan dan hewan

Senyawa ini hanya mengandung karbon (c),hidrogen


(H),dan oksigen yang bersifat aromatis , Senyawa terpenoid
biasanya larut dalam lemak dan terdapat pada sitoplasma
sel tumbuhan, kebanyakan terpenoid mempuanyai struktur
siklik dan satu gugus fungsi atau lebih .
Ciri – Ciri Terpenoid
FISIKA

❑ Kebanyakan terpenoid tidak berwarna


❑ Cairan harum sehingga disebut minyak
atsiri
❑ Mudah menguap, larut dalam pelarut
organik
Ciri – Ciri Terpenoid
Kimia

❑ Terpenoid dapat berupa rantai terbuka atau


sikilis tidak jenuh
❑ Terpenoid mengalami polimerasi dan
dehidrogenasi
❑ Terpenoid mudah teroksidasi oleh hampir
semua oksidator
❑ Massa jenisnya lebih ringan dari pada air
Penggolongan terpenoid

❑Senyawa terpenoid volatil :


monoterpenoid danmseskuiterpenoid
❑Seyawa terpenoid kurang volatil :
diterpenoid
❑Senyawa nonvolatil : titerpenoid
Manfaat Terpenoid

• Digunakan sebagai bahan tambahan dalam


makanan ,sebagai pengharum dalam
parfum
• Digunakan untuk insektisida
• Antitumor
• Antimalaria
• Imunostimulan
Metode Terpenoid :

Metode Metode
Ekstraksi Identifikasi
Metode
Ekstraksi
Metode ekstraksi yang umum dilakukan untuk terpenoid
adalah semua metode ekstraksi menggunakan pelarut
eter, petroleum eter, atau aseton.
Terpenoid dalam bentuk minyak atsiri baik mono- dan
sesquiterpena dipisahkan menggunakan metode klasik
seperti hidrodestilasi.
Metode
Identifikasi
1. Reagen Liebermann-Buchard
Pembentukan cincin coklat mengindikasikan adanya
pitosterol
2. Uji Salkowski
Penampakan warna kuning emas mengindikasikan adanya
triterpen
3. Uji Tembaga asetat
Pembentukan warna hijau emerald mengindikasikan adanya
diterpen
4. Metode Kedde
Hasil akan menunjukan warna ungu
5. Metode Keller-Killiani
Hasil positif jika terlihat cincin merah bata menjadi biru/ungu
Metode
Identifikasi
6. Antimon(III)klorida
Berpendar pada panjang gelombang 360 nm.
7. p-anisaldehida / asam sulfat
Hasil yang terlihat spot berwarna ungu, biru, merah abu- abu atau
hijau
8. Timah(IV)klorida
Periksa dengan sinar UV pada panjang gelombang tampak dan
besar.
9. Vanilin / asam sulfat
Pembentukan warna merah-ungu mengindikasikan terpenoid
10. Asam Fosfat
Untuk deteksi sterol, steroid
11. Asam trifluoroasetat
Untuk deteksi steroid
Antrakuinon
sejenis elemen antioksidan yang memiliki faktor
pembawa warna, yakni biasanya warna kekuningan
atau kehijauan. Kandungan ini lazim terdapat pada
berbagai jenis tanaman dan buah. Biasanya senyawa
ini diekstraksi dan dimanfaatkan sebagai senyawa
pewarna untuk tekstil.
Dalam dunia kimia modern, antrakuinon juga sudah
diproduksi dalam bentuk sintetis, yaitu dengan
metode rekayasa kimiawi yang menghasilkan
senyawa antrakuinon kimiawi. Konon hasil dari
proses rekayasa kimiawi ini menghasilkan
kemampuan antrakuinon dengan pigmen warna yang
lebih kuat dan tahan lama.
Sifat fisika kimia antrakuinon
• Senyawa antrakinon dan turunannya seringkali bewarna kuning sampai merah
sindur (oranye), larut dalam air panas atau alkohol encer.
• Semua antrakinon memberikan warna reaksi yang khas dengan reaksi
Borntraeger jika Amonia ditambahkan larutan berubah menjadi merah untuk
antrakinon dan kuning untuk antron dan diantron.

• Antrakinon yang mengandung gugus karboksilat (rein) dapat diekstraksi


dengan penambahan basa. Hasil reduksi antrakinon adalah antron dan
antranol terdapat bebas di alam atau sebagai glikosida.
• Antron bewarna kuning pucat, tidak menunjukkan fluoresensi dan tidak larut
dalam alkali, sedangkan isomernya, yaitu antranol bewarna kuning kecoklatan
dan dengan alkali membentuk larutan berpendar (berfluoresensi) kuat.
Manfaat Antrakuinon

1. Membantu kinerja pencernaan


2. Sebagai antiinflamasi
3. Membantu mengatasi artritis
4. Sebagai anti kanker
Skrining
Terpenoid &
Antrakuionon
Alat Skrining Terpenoid

Erlenmeyer Bunsen Plat Tetes Kertas Saring

Pipet Tetes Beaker glass


Corong Kapas
Skrining Fitokimia Terpenoid
DETEKSI TERPENOID UJI TERPENOID
Deteksi Terpenoid : Menggunakan uji Lieberman Burchard
1. 4g sampel segar potong halus, masukan ke 1. Pipet pasteur bersih, masukan kapas,
erlemeyer 100ml, maserasi dengan 25ml arang aktif (norit) sampai 1/3 bagian
EtOH, panaskan 15 menit pipet
2. Saring ke erlenmeyer 50ml keadaan panas, 2. Ambil ½ pipet lapisan CHCl3, masukan
uapkan hingga EtOH habis hati-hati ke dalam pipet berisikan norit
3. Tambah kloroform & air suling @5ml (1:1), 3. Filtrat CHCl3 harus jernih, sedikit
kocok, diamkan hingga memisah sempurna filtrat masukan ke plat tetes, biarkan
antara kloroform dan air kering
4. Masing-masing pelarut yg terpisah pindahkan 4. Jika telah kering, tambahkan :
ke tabung reaksi yg bersih + Asam sulfat pekat
Lapisan kloroform (CHCl3) di bawah : + Asam asetat anihidrat
pemeriksaan terpenoid + Asam asetat anihidrat + H2SO4 p
HASIL
• Biru-ungu : adanya senyawa steroid
• Merah : adanya senyawa terpenoid
Alat Skrining Antrakuinon

vortex mixer hot plate


Skrining fitokimia Antrakuinon
2. Skrining fitokimia antrakuinon
Modifikasi uji Borntrager dapat digunakan untuk menguji adanya senyawa golongan antrakuinon.
1. Ditimbang serbuk Rhei radix sebanyak 0,3 gram
2. Tambahkan metanol sebanyak 3ml
3. Divortex selama beberapa menit
4. Disaring dan diletakkan di tabung reaksi yang bersih
5. Filtrat ditambah 1ml KOH 5N dan 1ml H2SO4 encer
6. Kemudian dipanaskan dan disaring
7. Filtrat ditambahkan asam asetat glasial kemudian diekstraksi dengan toluena
8. Fase toluena diambil dan dibagi dua sebagai larutan VIA dan VIB
9. Larutan VIB digunakan sebagai blanko
10. Larutan VIB ditambahkan amonia
11. Warna merah/merah muda pada lapisan alkalis menunjukkan adanya antrakuinon
Skrining fitokimia Terpenoid
Skrining Fitokimia Antrakuinon
Daftar Pustaka

• Endarini, Lully. 2016. Farmakognosi dan Fitokimia. Jakarta : BPPSDMK

• Nainggolan, Marline, et al. 2019. Penuntun dan Laporan Praktikum : Fitokimia. Universitas
Sumatra Utara
Question:
1. Kenapa terpenoid bentuk minyak atsiri dipisahinnya dengan cara hidrodestilasi? (Honey)
Jawab : Metode hidrodistilasi mempunyai keuntungan karena dapat mengekstrak minyak dari bahan yang
berbentuk bubuk (akar, kulit, kayu dan sebagainya) dan beberapa bahan yang mudah menggumpal jika disuling
dengan uap seperti jenis bungabungaan (bunga mawar dan orange blossom). Pengolahan minyakatsiri dengan
metode hidrodistilasi dikenal sebagai metodekonvensional

2. Apa saja kesulitan dari metode skrining tersebut? ( rizkyana nur)


Jawab:Kesulitan lain pada proses skrining fitokimia adalah adanya hasil positif yang palsu. Jadi komposisi
campuran senyawa yang terkandung dalam tanaman dapat memberikan hasil positif meskipun senyawa yang diuji
tidak terkandung dalam tanaman tersebut. Atau kemungkinan yang lain, karena campuran beberapa warna hasil
reaksi dari golongan senyawa-senyawa lain dengan pereaksi yang digunakan yang pada akhirnya akan
memberikan hasil positif.Hasil negatif juga harus diwaspadai, apakah benar-benar senyawa yang diteliti tidak ada
dalam sampel atau hasil yang negatif itu disebabkan karena prosedur skrining yang digunakan tidak sesuai atau
tidak tepat.
Thank
You
Standarisasi Ekstrak
(Uji Mutu)
Kelompok 18
1. Rizkyana Nurdianingrum (P24840119068)
2. Salsabila Rahma (P24840119070)
3. Salsabilla Thahira Izza (P24840119072)
4. Sekar Puspitasari (P24840119074)
5. Shofiyyah Putri (P24840119076)
Lokal 2B
Pengertian Standarisasi
Standarisasi merupakan serangkaian parameter, prosedur, cara dan hasil
pengujian yang erat kaitannya dengan penetapan mutu untuk menjamin
bahwa ekstrak yang digunakan /dihasilkan memenuhi persyaratan.

Tujuan Standarisasi
 Agar di peroleh bentuk bahan baku atau produk kefarmasian yang
bermutu,aman serta bermanfaat
 Keseragaman
 Menjaga stabilitas dan keamanan, serta mempertahankan konsistensi
kandungan senyawa aktif yang terkandung dalam simplisia maupun
ekstrak
Pengertian Ekstrak

• Ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan mengekstraksi zat-zat aktif


dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai

• Menurut farmakope Indonesia edisi III dikenal tiga macam ekstrak yaitu :
1. Ekstrak cair
2. Ekstrak kental
3. Ekstrak kering
Faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak
Faktor Kimia (DEPKES RI, 2000)

NO Faktor Keterangan
1 Internal • Janis senyawa aktif dalam bahan
• Komposisi kualitatif senyawa aktif
• Komposisi kuantitatif senyawa aktif
• Kadar total rata-rata senyawa aktif

2 Eksternal • Metode ekstraksi


• Perbandingan ukuran alat ekstraksi
• Ukuran, Kekerasan dan kekeringan bahan
• Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi
• Kandungan logam berat
• Kandungan pestisida
Faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak
Faktor Biologi (DEPKES RI, 2000)

NO Faktor Keterangan
1 ldentitas jenis (species) -

2 Lokasi tumbuhan asal meliputi : lingkungan (tanah dan atmosfer), energi (cuaca,
temperatus, cahaya), dan materi (air, senyawa organik dan
anorganik)

3 Periode pemanenan hasil dimensi waktu terkait metabolisme pembentukan senyawa


terkandung

4 Penyimpanan bahan berpengaruh pada stabilitas bahan (kontaminasi biotik dan


abiotik)

5 Umur tumbuhan dan bagian yang Untuk simplisia dari tumbuhan hasil budidaya, dipengaruhi
digunakan juga oleh proses GAP (Good Agricultural Practice)

Untuk simplisia dari tumbuhan liar (wild crop), dipengaruhi


juga oleh pengeringan yang dilakukan di tempat terbuka.
Metode ekstraksi
Maserasi Digesti
mengekstraksi dengan cara direndam mengekstraksi dengan cara maserasi kinetik
menggunakan pelarut bukan air/ pelarut non (pengadukan kontinyu) menggunakan pemanasan
polar atau setengah air lemah

Perkolasi
Destilasi
Menekstraksi dngan cara mengalirkan cairan
metode dalam pemisahan antara zat cair terhadap
penyari yang sesuai melalui serbuk simplisia
campurannya menurut perbedaan titik didih
menggunakan alat perkolator.
Refluks
Infusa metode ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik
mengekstraksi simplisia nabati dengan air didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut yang
suhu 90° C selama 15 menit. Yang mana relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
extraksinya dilakukan secara infundasi.
Sokhletasi
Dekokta suatu metode / proses pemisahan suatu komponen yang
mengekstraksi simplisia nabati dengan air terdapat dalam zat padat dengan cara penyaringan
menggunakan penangas air pada suhu 90⁰C berulang ulang dengan menggunakan pelarut tertentu
selama (30 menit).
Parameter Standarisasi
6. Parameter sisa pestisida
Parameter Spesifik 7. Parameter cemaran mikroba
8. Parameter cemaran kapang, khamir
1. Aspek kualitatif dan aflatoksin
2. Aspek kuantitatif 9. Cemaran logam berat
Parameter Nonspesifik
1. Penetapan susut pengeringan
2. Parameter bobot jenis
3. Kadar air
4. Kadar abu total & Kadar abu tidak larut
asam
5. Parameter sisa pelarut
Parameter Spesifik
1. Identitas Ekstrak
• Prinsip : deskripsi tata nama ekstrak, nama latin tumbuhan, bagian
tumbuhan yang digunakan serta senyawa identitas yang menjadi petunjuk
spesifik metode tertentu.
• Deskripsi tata nama (Depkes RI, 2000) :
• Nama ekstrak (generik, dagang, paten)
• Nama latin tumbuhan
• Bagian tumbuhan yang digunakan
• Nama indonesia tumbuhan
• Tujuan : memberikan identidas objektif dari nama dan spesifik dari senyawa
identitas
2. Organoleptik ekstrak
• yaitu dengan pengenalan secara fisik dengan menggunakan panca
indera dalam mendeskripsikan bentuk, bau, warna, rasa, ukuran
 Bentuk : padat, serbuk kering, kental, cair
 Warna: kuning, coklat dll
 Bau: aromatik, tidak berbau
 Rasa : pahit dll
• Tujuan : sebagai pengenalan awal
3. Kadar senyawa terlarut dalam pelarut tertentu
Prinsip :
Melarutkan ekstrak dengan pelarut (alkohol atau air) untuk ditentukan
jumlah solut yang identik dengan jumlah senyawa kandungan secara
gravimetri. Dalam hal tertentu dapat diukur senyawa terlarut dalam
pelarut lain misainya heksana, diklorometan metanol.
Tujuan : memberikan gambaran awal jumlah senyawa
Metode :
• Kadar senyawa yang larut dalam air
• Kadar senyawa yang larut dalam etanol
Prosedur kadar senyawa terlarut dalam perlarut tertentu

1. Kadar senyawa yang larut dalam air.


Maserasi sejumlah 5,0 gram ekstrak selama 24 jam dengan 100 ml air kloroform
LP menggunakan labu bersumbat sambil berkali - kali dikocok selama 6 jam
pertama dan kemudian dibiarkan selarna 18 jam. Saring, uapkan 20 ml filtrat
hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara, panaskan
residu pada suhu 105°C hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam persen senyawa
yang larut dalam air, dihitung terhadap ekstrak awal.
2. Kadar senyawa yang larut dalam etanol.
Maserasi sejumlah 5,0 gram ekstrak selama 24 jam dengan 100 ml etanol (95%),
menggunakan labu bersumbat sambil berkali – kali dikocok selama 6 jam pertama
dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Saring cepat dengan menghindarkan
penguapan etanol, kemudian uapkan 20 ml filtrat hingga kering dalam cawan
dangkal berdasar rata yang telah ditara, panaskan residu pada suhu 105°C hingga
bobot tetap. Hitung kadar dalam persen senyawa yang larut dalam etanol (95%),
dihitung terhadap ekstrak awal.
Parameter Non-Spesifik
Macam – macam pengukuran Parameter Non-Spesifik

1. Penetapan susut pengeringan


2. Parameter bobot jenis
3. Kadar air
4. Kadar abu total & Kadar abu tidak larut asam
5. Parameter sisa pelarut
6. Parameter sisa pestisida
7. Parameter cemaran mikroba
8. Parameter cemaran kapang, khamir dan aflatoksin
9. Cemaran logam berat
1. Penetapan susut pengeringan
Prinsip :
pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada temperatur 105oC
selama 30 menit atau sampai berat konstan, yang dinyatakan dalam nilai
prosen (depkes RI, 2000)
Tujuan :
memberikan batasan maksimal (rentang) tentang besarnya
senyawa yang hilang pada proses pengeringan (Depkes RI, 2000),
Syarat : tidak lebih dari 10 % (farmakope Herbal Indonesia)

Perhitungan susut pengeringan :


Prosedur susut pengeringan
1. Ekstrak ditimbang secara seksama sebanyak 1 g sampai 2g dan dimaasukkan ke
dalam botol timbang dangkal bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada
suhu 105°C selama 30 menit dan telah ditara.
2. Sebelum ditimbang, ekstrak diratakan dalam botol timbang, dengan
menggoyangkan botol, hingga merupakan lapisan setebal lebih kurang 5 mm
sampai 1 O mm.
3. Jika ekstrak yang diuji berupa ekstrak kental, ratakan dengan bantuan pengaduk.
4. Kemudian dimasukkan ke dalam ruang pengering, buka tutupnya, keringkan pada
suhu 105°C hingga bobot tetap.
5. Sebelum setiap pengeringan, biarkan botol dalam keadaan tertutup mendingin
dalam eksikator hingga suhu kamar.
6. Jika ekstrak sulit kering dan mencair pada pemanasan, ditambahkan 1 g silika
pengering yang telah ditimbang seksama setelah dikeringkan dan disimpan dalam
eksikator pada suhu kamar.
7. Campurkan silika tersebut secara rata dengan ekstrak pada saat panas
8. kemudian keringkan kembali pada suhu penetapan hingga bobot tetap
2. Parameter Bobot Jenis
Prinsip :
massa per satu volume pada suhu kamar tertentu (25°C) yang
ditentukan dengan alat khusus piknometer.

Tujuan :
memberikan batasan tentang besarnya massa per satuan volume
yang merupakan parameter khusus ekstrak cair sampai ekstrak pekat
(kental) yang masih daoat dituang (Depkes RI, 2000)
Prosedur parameter bobot jenis
1. Gunakan piknometer bersih, kering dan telah dikaliberasi dengan menetapkan
bobot piknometer dan bobot air yang baru dididihkan pada suhu 25°C.
2. Atur hingga suhu ekstrak cair lebih kurang 20°C, masukkan ke dalam piknometer.
3. Atur suhu piknometer yang telah diisi hingga suhu 25°C, buang kelebihan ekstrak
cair dan ditimbang.
4. Kurangkan bobot piknometer kosong dari bobot piknometer yang telah diisi.
5. Bobot jenis ekstrak cair adalah hasil yang diperoleh dengan membagi bobot
ekstrak dengan bobot air, dalam piknometer pada suhu 25°C.
3. Kadar Air
Prinsip :
pengukuran kandungan air yang berada di dalam bahan.
Tujuan :
memberikan batasan minimal atau rentang besarnya kandungan air
di dalam bahan.
Metode :
1. cara titrasi
2. cara destilasi
3. cara gravimetri
Syarat kadar air dalam ekstrak :
Tidak lebih dari 10% (Depkes RI)
Prosedur susut pengeringan

(1) Cara Titrasi


Pereaksi dan larutan yang digunakan peka terhadap air, hingga harus dilindungi dari
pengaruh kelembaban udara. Pereaksi Karl Fischer disimpan dalam botol yang
diperlengkapi dengan buret otomatik. Untuk melindungi dari pengaruh kelembaban
udara, buret dilengkapi dengan tabung pengering.Labu titrasi kapasitas lebih kurang 60
ml, dilengkapi dengan 2 elektroda platina, sebuah pipa pengalir nitrogen, sebuah sumbat
berlubang untuk ujung buret dan sebuah tabung pengering. Zat yang
diperiksadimasukkan ke dalam labu melaluipipa pengalirnitrogenatau melalui pipa
samping yang dapat disumbat.Pengadukan dilakukan dengan mengalirkan gas nitrogen
yang telah dikeringkan atau dengan pengaduk magnit. Penunjuk titik akhir terdiridari
baterai kering 1,5 volt atau 2 volt yang dihubungkandengan tahanan variabel lebih
kurang 2.000 ohm. Tahanan diatur sedemikian rupa sehingga arus utama yang cocok
yang melalui elektroda platina berhubungan secara seri dengan mikroammeter.
Setelahsetiap kali penambahanpereaksi Karl Fischer,penunjukmikroammeter
menyimpangakan tetapi segera kembali ke kedudukan semula. Padatitik akhir,
penyimpangan akan tetap selama waktu yang lebih lama.
(2) Cara destilasi

Sebuah labu 500 ml (A) dihubungkan dengan pendingin air batik (C) dengan
pertolongan alat penampung (B). Tabung penerima 5 ml (E), berskala 0, 1 ml. Pemanas
yang digunakan sebaiknya pemanas listrik yang suhunya dapat diatur atau tangas
minyak. Bagian atas labu tabung penyambung (D) sebaiknya dibungkus dengan asbes.

(3) Metode Gravimetri

Masukkan lebih kurang 10 gram ekstrak dan timbang saksama dalam wadah yang
telah ditara. Keringkan pada suhu 105°C selama 5 jam dan ditimbang. Lanjutkan
pengeringan dan timbang pada jarak 1 jam sampai perbedaan antara 2 penimbangan
berturut-turuttidak lebih dari 0,25%. Penetapan kadar air dengan metode ini tidak
sesuai untuk ekstrak y·ang mempunyai kandungan minyak atsiri tinggi. Dalam hal
demikian metode ini lebih tepat disebut penetapan susut pengeringan.
4. Kadar Abu & kadar abu tidak larut asam
Prinsip :
bahan dipanaskan pada temperatur dimana senyawa organik dan
turunannya terdestruksi dan menguap, sehingga tinggal unsur mineral dan
anorganik (Depkes RI, 2000).
Tujuan :
memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal
yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak
(Depkes RI, 2000)
Perhitungan penetapan kadar abu :
Prosedur kadar abu
Lebih kurang 2 g sampai 3 g ekstrak yang telah digerus dan ditimbang saksama, dimasukkan ke
dalam krus silikat yang telah dipijarkan dan ditara, ratakan. Pijarkan perlahan-lahan hingga
arang habis, dinginkan, timbang. Jika cara ini arang tidak dapat dihilangkan, tambahkan air
panas, saring melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan sisa kertas dan kertas saring dalam krus
yang sama. Masukkan filtrat ke dalam krus, uapkan, pijarkan hingga bobot tetap, timbang.
Hitung kadar abu terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara.

Prosedur Penetapan Kadar Abu Yang Tidak Larut Dalam Asam


Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu, didihkan dengan 25 ml asam sulfat encer P selama 5
menit, kumpulkan bagian yang tidak larut dalam asam, saring melalui krus kaca masir atau kertas
saring bebas abu, cuci dengan air panas, pijarkan hingga bobot tetap, timbang. Hitung kadar abu yang
tidak larut dalam asam terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara.
5. Parameter Sisa Pelarut

Prinsip :
menentukan kandungan sisa pelarut tertentu (yang memang
ditambahkan ) yang secara umum dengan kromatografi gas (Depkes RI,
2000)

Tujuan :
memberikan jaminan bahwa selama proses tidak meninggalkan sisa
pelarut yang memang seharusnya tidak boleh ada. (Depkes RI, 2000)

Prosedur Kerja :
• Cara destilasi (penetapan kadar etanol)
• Cara kromatografi gas-cair
PROSE DUR
(1) Cara Destilasi (Penetapan Kadar Etanol)
Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi, lakukan penetapan dengan cara
destilasi. Cara ini sesuai untuk penetapan sebagian besar ekstrak cair dan tingtura asalkan
kapasitas labu destilasi cukup (umumnya 2 sampai 4 kali cairan yang akan dipanaskan) dan
kecepatan destilasi diatur sedemikian sehingga diperoleh destilat yang jernih. Destilat yang keruh
dapat dijernihkan dengan pengocokan menggunakan talk P atau kalsium karbonat P, saring,
setelah itu suhu filtrat diatur dan kandungan etanol ditetapkan dari bobot jenis. Lakukan semua
pekerjaan dengan hati-hati untuk mengurangi kehilangan etanol oleh penguapan. Untuk
mencegah buih yang mengganggu dalam cairan selama destilasi. tambahkan asam kuat seperti
asam fosfat P, asam sulfat P atau asam tanat P atau cegah dengan penambahan larutan kalsium
klorida P sedikit berlebih, atau sedikit parafin P atau minyak silikon sebelum destilasi. Cegah
gejolak selama destilasi dengan penambahan keping• keping berpori dari bahan yang tidak larut
seperti silikon karbida P, atau manik-manik. Cara untuk cairan yang diperkirakan mengandung
etanol 30% atau kurang. Pipet tidak kurang dari 25 ml cairan uji ke dalam alat destilasi yang sesuai,
catatdestilasi hingga diperoleh destilat lebih kurang 2 ml lebih kecil dari volume cairan uji yang
dipipet. Atur suhu destilat hingga sama dengan suhu pada waktu pemipetan.
Tambahkan airsecukupnya hingga volume sama dengan volume cairan uji. Destilatjemih atau keruh
lemah dan hanya mengandung lebih dari sesepora sisa zat mudah menguap lainnya.
Pipet tidak kurang dari 25 ml cairan uji ke dalam alat destilasi yang sesuai, catatdestilasi hingga
diperoleh destilat lebih kurang 2 ml lebih kecil dari volume cairan uji yang dipipet. Atur suhu destilat
hingga sama dengan suhu pada waktu pemipetan. Tambahkan airsecukupnya hingga volume sama
dengan volume cairan uji. Destilatjemih atau keruh lemah dan hanya mengandung lebih dari sesepora
sisa zat mudah menguap lainnya. Tetapkan bobot jenis cairan pada suhu 25°C seperti yang tertera
pada Penetapan Bobot Jenis. Hitung persentase dalam volume dari etanol dalam cairan menggunakan
Tabel Bobot Jenis dan Kadar Etanol. Untuk cairan yang diperkirakan mengandung etanol lebih dari
30% lakukan menurut cara di atas, lebih kurang dua kali volume cairan uji. Kumpulkan destilat hingga
lebih kurang 2 ml lebih kecil dari dua kali volume cairan uji yang dipipet, atur suhu sama dengan cairan
uji. Tambahkanair secukupnya hinggavolume dua kali volume cairan uji yang dipipet, campur, dan
tetapkan bobot jenis. Kadar etanol dalam volume destilat, sama dengan setengah kadar etanol dalam
cairan uji etanol atau kurang. Pipet 25 ml cairan uji, masukkan ke dalam corong pisah, tambahkan air
volume sama. Jenuhkan campuran dengan natrium klorida P, tambahkan 25 ml heksana P dan kocok
untuk mengekstraksi zat mudah menguap lain yang mengganggu .
Pisahkan lapisan bawah ke dalam corong pisah kedua. Ulangi ekstraksi dua kali, tiap kali dengan 25
ml heksana P. Ekstraksi kumpulan larutan heksana P tiga kali, tiap kali dengan 10 ml larutan jenuh
natrium klorida P. Destilasi kumpulan arutan garam, tampung destilat hingga sejumlah volume
mendekati volume cairan uji semula.
Untuk cairan yang diperkirakan mengandung etanol lebih dari 50% encerkan cairan uji dengan air
hingga kadar etanol lebih kurang 25%, kemudian laniutkan menurut cara di atas mulai dari
"Jenuhkan campuran dengan natrium klorida P..." Jika hanya mengandung sedikit minyak atsiri dan
hasil destilasi keruh, perlakuan dengan pelarut heksana P seperti di atas tidak
dilakukan,destilatdapat dijemihkandan dapat digunakanuntuk penetapan bobot jenis dengan
mengocok dengan heksana P lebih kurang seperlima bagian volume atau dengan apenyaringan
melalui lapisan tipis talk.

(2) Cara KromatografiGas-Cair


Alat kromatografi gas dilengkapi dengan detektor ionisasi nyala dan kolom kaca 1,8 m X 4 mm
berisi fase diam 53 dengan ukuran partikel 100 mesh hingga 120 mesh. Gunakan nitrogen P atau
helium P sebagai gas pembawa. Sebelum digunakan kondisikan kolom semalam pada suhu 235°C
alirkan gas pembawa dengan laju aliran lambat. Atur aliran gas pembawa dan suhu (lebih kurang
120°C) sehingga baku internal asetonitril tereluasi dalam waktu 5 menit sampai 1 O menit.
6. Parameter Sisa Pestisida (residu pestisida)
Prinsip :
menentukan sisa kandungan pestisida yang mungkin saja pernah
ditambahkan atau mengkontaminasi pada bahan simplisia pembuatan
ekstrak (Depkes RI.2000)

Tujuan :
Memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak megandung pestisida
melebihi nilai YANG DITETAPKAN KARENA BERBAHAYA (toksik) bagi
kesehatan (Depkes RI, 2000)

Metode :
KLT dan Kromatografi Gas cair
Prosedur sisa pestisida
Berdasarkan besarnya frekuensi penggunaan pestisida di Indonesia dan persyaratan yang sering
diminta oleh importir luar negeri terhadap ekspor bahan obat tradisional, maka metode analisis yang
digunakan adalah untuk multiresidu pestisida organoklor dan organofosfat menurut Metode
Pengujian Residu Pestisida Dalam Hasil Pertanian dari Komisi Pestisida Departemen Pertanian 1997
(Lampiran 4) dengan modifikasi
sebagai berikut:
(1) Jika kandungan kimia pengganggu analisis yang bersifat non polar relatif kecil seperti pada
ekstrak yang diperoleh dengan penyari air atau etanol berkadar kurang dari 20%, analisis dapat
dilakukan secara semi kuantitatif menggunakan metode kromatografi lapis tipis secara
langsung tanpa melalui tahap pembersihan lebih dahulu atau menggunakan kromatografi gas
jika tidak terdapat kandungan kimia dengan unsur N seperti klorofil, alkaloid dan amina non
polar lain.
(2) Ekstrak yang diperoleh dengan pelarut etanol berkadar tinggi dan tidak mengandung senyawa
nitrogen non polar dapat dicoba menggunakan metode kromatografi lapis tipis atau
kromatografi gas secara langsung tanpa pembersihan. Jika tidak dapat dilakukan karena
banyaknya kandungan kimia pengganggu maka harus dilakukan pengujian sesuai metode baku.
Agar memudahkan penelusuran kembali jika ada masalah analisis maka penomoran dan
perincian terhadap analisis disesuaikan dengan buku aslinya.
7. Parameter Cemaran Mikroba
Prinsip :
menentukan adanya mikroba yang patogen secara analisis
mikrobiologis (Depkes RI, 2000).

Tujuan :
memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak mengandung mikroba
patogen dan tidak mengandung mikrorba non patogen melebihi batas yang
ditetapkan karena berpengaruh terhadap kestabilan ekstrak dan berbahaya
bagi kesehatan (Depkes RI, 2000)

Metode :
ALT dan uji nilai duga terdekat (MPN) Coliform
Prosedur cemaran mikroba

Uji Escherichia coli

• Disiapkan 5 buah tabung atau lebih yang masing-mnsing telah diisi dengan 9 ml pengencer PDF.
• Dari hasil homogenisasi pada penyiapan contoh dipipet pengenceran 10-1 sebanyak 1 ml ke
dalam tabung yang berisi pengencer PDF pertama hingga diperoleh pengenceran 10-2 dan
dikocok hingga homogen.
• Dibuat pengenceran selanjutnya hingga 10-6 atau sesuai dengan yang diperlukan. Dari setiap
pengenceran dipipet 1 ml ke dalam cawan petri dan dibuat duplo. Ke dalam tiap cawan petri
dituangkan 15-20 ml media PCA (45 ± 1°).
• Segera cawan petri digoyang dan diputar sedemikian rupa hingga suspensi tersebar merata.
Untuk mengetahui sterilitas media dan pengencer dibuat uji kontrol (blangko).
• Pada satu cawan hanya diisi 1 ml pengencer dan media agar, dan pada cawan yang lain diisi
pengencer dan media.
• Setelah media memadat, cawan petri diinkubasi pada suhu 35- 37°C selama 24-48 jam dengan
posisi terbalik.
• Jumlah koloni yang tumbuh diamati dan dihitung.
8. Parameter Cemaran Kapang, Khamir dan Alfatoksin

Prinsip :
menentukan adanya jamur secara mikrobiologis dan adanya
aflatoksin dengan KLT (Depkes RI, 2000).

Tujuan :
memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak mengandung cemaran
jamur melebihi batas yang ditetapkan karena berpengaruh terhadap
kestabilan ekstrak dan aflatoksin berbahaya bagi kesehatan (Depkes RI,
2000)
Prosedur cemaran kapang/khamir
- Disiapkan 3 buah tabung yang masing-masing telah diisi 9 ml ASA.
- Dari hasii homogenisasi pada penyiapan contoh dipipet 1 ml pengenceran 10-1 ke dalam tabung -
- ASA pertama hingga diperoleh pengenceran 10-2, dan dikocok sampai homogen.
- Dibuat pengenceran selanjutnya hingga 10-4.
- Dari masing masing pengenceran dipipet 0,5 ml, dituangkan pada permukaan PDA, segera
digoyang sambil diputar agar suspensi tersebar merata dan dibuat duplo.
- Untuk mengetahui sterilitas media dan pengencer, dilakukan uji blangko.
- Ke dalam satu cawan petri dituangkan media dan dibiarkan memadat.
- Ke dalam cawan petri lainnya dituangkan media dan pengencer, kemudian dibiarkan memadat.
- Seluruh cawan petri diinkubasi pada suhu 20- 250C selama 5-7 hari.
- Sesudah 5 hari inkubasi, dicatat jumlah koloni jamur yang tumbuh, pengamatan terakhir pada
inkubasi 7 hari.
- Koloni ragi dibedakan karena bentuknya bulat kecil-kecil putih hampir menyerupai bakteri.
- Lempeng Agar yang diamati adalah lempeng dimana terdapat 40 - 60 koloni Kapang/Khamir.
Syarat : Pertumbuhan kapang dan khamir setelah cuplikan diinokulasikan pada media yang
sesuai dan diinkubasikan pada suhu 20-25°C
Prosedur cemaran aflatoksin

- Kultur Aspergillus flavus hasil isolat dan identifikasi dari ekstrak diinokulasikan pada
permukaan media YES.
- Tabung diinokulasi pada suhu 25°C selama satu minggu dalam posisi miring untuk
mendapatkan permukaan yang luas.
- Biakan diautoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit, biakan dibiarkan sampai dingin.
- Sejumlah kecil media biakan diambil dengan menggunakan pipet pasteur dan dimasukkan ke
dalam tabung reaksi kecil atau vial.

Syarat : Pemisahan isolat aflatoksin secara Kromatografi Lapis Tipis.


9. Cemaran logam berat

Prinsip :
Menentukan kandungan logam berat secara spektroskopi serapan atom
atau lainnya yang lebih valid

Tujuan:
Memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak mengandunglogam berat
tertentu (Hg, Pb, Cd dll.) melebihi nilai yangditetapkan karena berbahaya (toksik) bagi
kesehatan.
Prosedur cemaran logam berat

- Pengujian ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa cemaran logam yang dengan ion
sulfida menghasilkan warna pada kondisi penetapan, tidak melebihi batas logam berat yang
dipersyaratkan, dinyatakan dalam % (bobot) timbal dalam zat uji, ditetapkan dengan
membandingkan secara visual seperti yang tertera pada pembandingan visual dalam
Spektrofotometri dan Hemburan Cahaya dengan pembanding Larutan baku timbal.
- Tetapkan jumlah logam berat menggunakan Metode I, kecuali dinyatakan lain dalam masing-
masing monografi.
- Metode I digunakan untuk zat yang pada kondisi penetapan memberikan larutan jernih dan
tidak berwarna.
- Metode Ill digunakan untuk zat yang pada kondisi Metode I tidak menghasilkan larutan jernih
dan tidak berwarna, atau untuk zat yang karena sifat alam yang kompleks, menganggu
pengendapan logam oleh ion sulfida, atau untuk minyak digesti basah, hanya digunakan bila
Metode I dan Metode Ill tidak dapat digunakan.
Tahapan Standarisasi
Contoh data hasil uji mutu

Daun Murbei (Morus alba L.) merupakan salah satu famili Moraceae yang sudah lama
digunakan sebagai obat tradisional. Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk
menetapkan standar spesifik dan non spesifik dari ekstrak etanol daun murbei. Ekstrak
diperoleh dengan metode maserasi menggunakan etanol 70% dengan rendamen
sebesar 19.52%. Parameter spesifik meliputi pengamatan organoleptik ekstrak kental
menunjukkan, berwarna hijau tua, berbau khas, serta memiliki rasa pahit. Mengandung
flavonoid, tanin, steroid, alkaloid. Dengan pola kromatogram yang menunjukan
adanya beberapa noda dan nilai Rf yang berbeda. Kadar senyawa yang larut dalam air
sebesar 0,805%, sedangkan kadar senyawa yang larut dalam etanol sebesar 0,474%.
Kadar abu total sebesar 6,89%. Parameter non spesifik meliputi kadar abu tidak larut
asam sebesar 1,8575%. Berat jenis ekstrak sebesar 1,045 g/ml. Total cemaran bakteri
yang memenuhi syarat ekstrak sebanyak 10,66 X 10-2 koloni/g, dan total cemaran
kapang sebanyak13,6 X 10-2 dan 14,3 X 10-3 koloni/g.
Uji parameter ekstrak non-spesifik
Daftar Pustaka

• https://sabilitime.wordpress.com/tag/tujuan-standarisasi/
• file:///C:/Users/User/Downloads/40-1-117-1-10-20180314.pdf
• Mukhriani. 2014. ekstraksi, pemisahan senyawa, dan identifikasi senyawa aktif
• Yuri Pratiwi U, Burhanuddin Taebe, Fatmawati. 2016. Standardisasi Parameter
Spesifik Dan Non Spesifik Ekstrak Etanol Daun Murbei (Morus alba L.) Asal
Kabupaten Soppeng Provinsi Sulawesi Selatan
• https://publikasiilmiah.unwahas.ac.id/index.php/CE/article/download/2139/21
• Euis Reni Yuslianti, Boy.M. Bachtiar, Dewi Fatma Suniarti, Afifah. B.Sutjiatmo. 2016.
Standardisasi Farmasitikal Bahan Alam Menuju Fitofarmaka untuk Pengembangan
Obat Tradisional Indonesia
• Depkes RI, 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat (Link :
https://kupdf.net/queue/parameter-standar-umum-ekstrak-tumbuhan-
obat_58ad11736454a73b15b1e99f_pdf?queue_id=-
1&x=1609589316&z=MTI1LjE2MS4xMzkuMTAz )
• Link video : https://www.youtube.com/watch?v=dXEW9bwBBGE&t=517s
Pertanyaan

1. Uswatun Hasanah : di slide 10 ada metode kadar senyawa, ada 2 senyawa yang larut
dalam air sma yg larut dalam etanol. Apakah pengujian tersebut harus dilakukan keduanya
atau salah satu aja?
jawab: Penetapan kadar terlarut pada pelarut tertentu dilakukan dengan menggunakan
etanol dan air. pada penetapan kadar senyawa yang terlarut dalam air dan etanol ini
bertujuan sebagai perkisaran kasar kandungan senyawa aktif yang bersifat polar (larut air)
dan senyawa aktif yang bersifat semi polar–non polar (larut etanol). Jadi keduanya tetap
diuji

2. Widi Rizkia Yusellina :Faktor apa yang mempengaruhi parameter non spesifik?
Jawab : Paramater non spesifik dipengaruhi oleh faktor diluar kandungan ekstraknya yaitu
seperti proses pembuatan ekstrak, proses penyimpanan ekstrak dan akan mempengaruhi
stabilitas ekstrak
Thanks!
Do you have any questions?

CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo, including


icons byCREDITS:
Flaticon,This
andpresentation
infographicstemplate
& imageswas
by Freepik.
created by Slidesgo, including icons by Flaticon,
and infographics & images by Freepik.
Please keep this slide for attribution
Identifikasi
Ekstrak
Kelompok 19B
Silvi Haningsih Simamora (P24840119078)
Siti Nur Rohmah (P24840119080)
Sylva Chaerunnisa (P24840119082)
Tiara Insyirah Wijaya (P24840119084)
Uswatun Hasanah (P24840119086)
Tahap Awal Identifikasi
• Identifikasi tanaman dilakukan setelah isolasi dan purifikasi (pemurnian), maka perlu ditentukan
golongan dari komponen sehingga dapat diketahui jenis dari kandungan dalam komponen
tersebut.
• Golongan senyawa biasanya dapat ditentukan dengan uji warna, penentuan kelarutan,bilangan RF,
dan ciri spektrum UV.
• Identifikasi lengkap dalam golongan senyawa bergantung pada pengukuran sifat atau ciri lain,
yang kemudian dibandingkan dengan data dalam pustaka. Sifat yang diukur termasuk titik leleh
(untuk senyawa padat), titik didih (untuk cairan), putaran optik (untuk senyawa aktif optik), dan
RF atau RRt
• Data mengenai senyawa tumbuhan yang sama ialah ciri spektrumnya, termasuk pengukuran
spektrum UV, inframerah (IM), resonansi magnet inti (RMI), dan spektrum massa (SM). Biasanya
senyawa yang pernah diketahui dapat diidentifikasi berdasarkan data diatas. Untuk pemastian
akhir harus dilakukan pembandingan langsung dengan senyawa autentik (bila ada).
Skrining Fitokimia
• Skrining fitokimia merupakan tahap pendahuluan dalam suatu penelitian
fitokimia yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang golongan
senyawa yang terkandung dalam tanaman yang sedang diteliti.
• Metode skrining fitokimia dilakukan dengan melihat reaksi pengujian warna
dengan menggunakan suatu pereaksi warna. Ada beberapa analisis skrining
fitokimia antara lain uji alkaloid, flavanoid, saponin, terpenoid, steroid, tanin
dan polifenol
• Macam-macam analisis atau screening fitokimia yang sering digunakan antara
lain deteksi alkaloid meliputi; uji Meyer, uji Wagner, uji Dragendroff & uji
Hager, deteksi karbohidrat meliputi; uji Molisch, uji Benedict & uji Fehling,
• Selanjutnya,deteksi glikosida meliputi; uji modifikasi Borntrager & uji Legal, deteksi
saponin meliputi; uji Froth & uji busa (Foam test), deteksi fitosterol meliputi; uji
Salkowski & uji Libermann Burchard, deteksi flavonoid meliputi; uji regen alkalin &
uji timbal asetat, deteksi protein dan asam amino meliputi; uji Xanthoproteic & uji
Ninhydrin, serta yang terakhir adalah deteksi diterpen menggunakan uji tembaga
asetat.

• Dengan skrining fitokimia kandungan senyawa metabolit sekunder dalam suatu


tanaman dapat diketahui melalui metode pendekatan yang dapat memberikan
informasi keberadaan senyawa metabolit sekunder. Senyawa-senyawa tersebut dapat
diidentifikasi dengan pereaksi-pereaksi yang mampu memberikan ciri khas dari
setiap golongan metabolit sekunder
Kriteria untuk Identifikasi Fitokimia
• Pada senyawa tumbuhan baru biasanya kita dapat saja menentukan
strukturnya berdasarkan pengukuran spektrum dan kromatografi, terutama
yang bertalian dengan spektrum dan kromatografi senyawa yang sudah
dikenal dalam deret yang sama. Penetapan struktur dapat dilakukan dengan
pengubahan kimia dan menjadikannya senyawa yang sudah dikenal.
• Suatu senyawa yang telah dikenal dan diketemukan lagi di dalam
tumbuhan baru, dapat diindentifikasi berdasarkan perbandingan
kromatografi dan spektrum dengan senyawa asli.
1. Identifikasi Senyawa Fenolik
• Identifikasi adanya senyawa fenolik dalam suatu cuplikan dapat dilakukan dengan
pereaksi besi (III) klorida (FeCl3) 1% dalam etanol. Adanya senyawa fenolik
ditunjukkan oleh timbulnya warna hijau, merah ungu, biru atau hitam yang kuat
• Identifikasi senyawa fenol dilakukan menggunakan metode kromatografi lapis tipis
dengan standar kuersetin. Larutan ekstrak etanol batang, daun, bunga dan buah
senggani masing- masing ditotolkan pada lempeng KLT GF 254 dan dielusi
menggunakan kloroform : metanol : etil asetat : air (80 : 12 : 6 : 2). Kemudian
diamati bercak pada lampu UV 254 dan 366 nm setelah itu disemprot dengan
pereaksi FeCl3 yang akan menghasilkan warna hijau, merah, ungu, biru atau hitam
menandakan hasil positif dan berwarna kekuningan pada pereaksi AlCl3.
2. Identifikasi Senyawa Golongan Saponin (Steroid dan
Terpenoid)
• Saponin adalah suatu glikosida yang larut dalam air dan mempunyai karakteristik
dapat membentuk busa apabila dikocok,serta mempunyai kemampuan
menghemolisis sel darah merah.
• Berdasarkan strukturnya saponin dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu
saponin yang mempunyai rangka steroid dan saponin yang mempunyai rangka
triterpenoid.
• Berdasarkan pada strukturnya saponin akan memberikan reaksi warna yang
karakteristik dengan pereaksi Liebermann-Buchard (LB).
• Identifikasi keberadaan senyawa saponin dapat dilakukan dengan melarutkan ekstrak
pekat sampel ke dalam 10 mL air panas kemudian dikocok sampai terbentuk busa.
Jika busa stabil dalam rentang waktu tertentu, sampel dinyatakan mengandung
senyawa saponin
• Pemisahan Saponin melalui Plat silika gel KLT menggunakan Larutan
pengembang seperti butanol yang dijenuhkan dengan air atau klorofoam :
metanol : air (13:7:2)
• Salah satu pelarut pengembang yang biasa digunakan untuk uji KLT saponin
adalah heksan a: aseton (4:1). Setelah penyemprotan SbCl3 dalam asam setat,
saponin terdeteksi sebagai noda berwaran merah jambu sampai ungu
• Timbulnya noda dengan Rf 0,84 dan 0,79 yang berwarna merah jambu pada
pengamatan dengan sinar tampak dan berwarna kuning pada UV 366
menegaskan adanya kandungan saponin pada sampel (esktrak labu siam)
• Sedangkan pada triterpenoid, uji KLT dengan menggunakan elurn klooform :
metanol (10:1) menunjukkan adanya senyawa triterpenoid nilai Rf
0,49;0,54;0,78;0,95
3. Identifikasi Senyawa Golongan Alkaloid
• Alkaloid merupakan senyawa nitrogen yang sering terdapat dalam tumbuhan.
• Salah satu pereaksi untuk mengidentifikasi adanya alkaloid menggunakan pereaksi
Dragendorff dan pereaksi Mayer.
• Hasil positif alkaloid pada uji Dragendorff ditandai dengan terbentuknya endapan
coklat muda sampai kuning Sedangkan pada uji Mayer terbentuk endapan putih

Identifikasi ini dapat dilakukan dengan cara


• Sejumlah lebih kurang 1 g serbuk dilembabkan dengan 5 mL amonia 25% dalam
mortir. Setelah itu ditambahkan 20 mL kloroform gerus dan disaring. Filtrat berupa
larutan organik digunakan untuk percobaan selanjutnya. Sebagian larutan ini
diteteskan pada kertas saring yang telah ditetesi peraksi Dragendorff. Terbentuknya
warna merah atau jingga menunjukkan adanya alkaloid

• .
• Sisa larutan organik diekstraksi 2 kali dengan asam klorida (1:10 v/v). Kedalam dua
tabung reaksi yang masing-masing berisi 5 mL larutan organik tersebut
ditambahkan beberapa tetes pereaksi Dragendorff dan pereaksi Mayer

• Pada Uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT) untuk memudahkan menidentifikasi


kemurnian suatu senyara metabolit sekunder sengan menggunakan eluen
• Hasil salah satu penelitian, dengan menggunakan eluen metanol amoniak terbentuk
6 spot, dan nilai Rf 0,16,0,48;0,55;0,63;0.68;0,79.
• Spot yang diduga sebagai alkaloid adalah Rf 0,16 dan 0,79
• Menurut Harbone (1996) Bercak coklat jingga yang timbul setelah disempro dengan
pereaksi Dragendorff menunjukkan adanya senyawa alkaloid
4. Identifikasi Senyawa Golongan Antraquinon
• Antrakuinon merupakan suatu glikosida yang di dalam tumbuhan biasanya
terdapat sebagai turunan antrakuinon terhidloksilasi, termitilasi, atau
terkarboksilasi.
• Antrakuinon berikatan dengan gula
sebagai o-glikosida atau sebagai C-glikosida. Turunan antrakuinon umumnya
larut dalam air panas atau dalam alkohol encer.
• Senyawa antrakuinon dapat bereaksi dengan basa memberikan warna
ungu atau hijau.
5. Identifikasi Senyawa Tanin
• Menurut Setyowati (2014), identifikasi tannin dapat dilakukan dengan melarutkan
ekstrak pekat sampel ke dalam 10 mL akuades kemudian disaring. Hasil filtrat
kemudian ditambah 3 tetes FeCl3 1%.
• Keberadaan tannin ditandai dengan perubahan warna biru kehitaman

• Kromatografi kertas dapat digunakan untuk mendeteksi senyawa tanin


• pelarut yang digunakan untuk mendeteksi campuran tannin terkondensasi adalah
butol :asam asetat : air (14:1:5), diikuti dengan asam asetat 6% merupakan pelarut
yang cukup baik
• Bercak noda diperiksa dengan sinar UV lalu dengan penyemprot FeCL3
menghasilkan warna lembayung (Harbone,1978)
6. Identifikasi Senyawa Flavanoid
• Sejumlah lebih kurang 1 g serbuk dididihkan dalam 100 mL air panas selama 5
menit kemudian disaring. Terhadap 5 mL filtrat ditambahkan serbuk magnesium,
1 mL asam klorida pekat dan 2 mL alkohol kemudian dikocok kuat, dibiarkan
memisah.
• Adanya flavonoid ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah, kuning atau
jingga pada lapisan amil alkohol.
7. Identifikasi Senyawa Minyak Astiri
• Sejumlah 1 g serbuk simplisia dalam tabung reaksi di tambahkan 10 mL pelarut
petroleum eter dan pasang corong (yang diberi lapisan kapas yang telah dibasahi air)
pada mulut tabung.
• Panaskan selama 30 menit di atas penangas air dan didinginkan, disaring dengan
kertas saring. Filtrat diuapkan pada cawan penguap sampai kering, residu yang
diperoleh dilarutkan dengan 5 mL pelarut alkohol, disaring dengan kertas saring,
filtratnya diuapkan dalam cawan penguap, residu berbau aromatik atau
menyenangkan menunjukkan adanya senyawa golongan minyak atsiri.
Contoh Analisis pada Golongan
Suatu Senyawa & Hasilnya
Analisis Saponin
1. Sampel ekstrak 1,5 gram dimasukkan ke dalam tabung reaksi
2. Ditambahkan ± 7 ml air panas
3. Busa yang terbentuk diamati selama 30 menit, jika busa stabil ditambah 1 tetes HCl 2N.
4. Busa diamati. Interpretasi positif yaitu terbentuk busa (stabil) meski telah ditetesi HCl 2N. Interpretasi
negatif busa yang terbentuk tidak stabil.

Berdasarkan hasil yang didapatkan, dengan menggunakan metode analisis saponin, didapatkan interpretasi
negative yaitu tidak terbentuk busa, artinya kandungan saponin pada kunyit tidak ada atau sedikit. Hal ini tidak
sesuai dengan hasil penelitian Agustina (2016), bahwa hasil uji saponin pada rimpang kunyit menunjukan hasil
positif yaitu terbentuknya busa pada hasil uji menunjukkan adanya glikosida yang mempunyai kemampuan
membentuk buih dalam air. Kemungkinan kesalahan terjadi karena jumlah sampel yang belum ideal
Analisis Fenol Hidroquinon
1. Sampel ekstrak 0,5 gram ditambahkan etanol 70% (dihomogenkan).
2. Dipindahkan sebanyak 1ml ke tabung reaksi
3. Ditambah 2 tetes FeCl3 5%.
4. Diamati. Interpretasi positif larutan berwarna hijau-hitam. Interpretasi negatif tidak ada
perubahan warna.

Hasil dari analisis menggunakan metode analisis Fenol Hidroquinon, didapatkan hasil
interpretasi positif yaitu larutan berubah warna menjadi warna hijau kehitaman, hal ini
sesuai dengan hasil penelitian Agustina (2016), Perubahan warna terjadi akibat
pembentukan senyawa kompleks antara tanin dengan FeCl3. Tanin merupakan golongan
polihidroksi fenol (polifenol) yang dapat dibedakan dari fenol lain karena kemampuannya
mengendapkan protein.
Analis
1.
Tanin dan Polifenol
Sampel ekstrak sebanyak 2 gram dimasukkan ke beaker glass.
2. Ditambahkan 10 ml akuades.
3. Dididihkan. Dibagi ke dalam 2 tabung reaksi. Tabung ke-1 disaring dan dimasukkan ke tabung reaksi 1
(filtrat 1), tabung ke-2 disaring dan dimasukkan ke tabung reaksi 2 (filtrat 2)
4. Filtrat 1 ditetesi 2 tetes FeCl3 5%.
5. Diamati warna perubahannya. Interpretasi positif warna larutan biru hitam. Interpretasi negatif tidak ada
perubahan warna
6. Filtrat 2 ditetesi gelatin 1%.
7. Endapan gelatin disaring.
8. Ditetesi 2 tetes FeCl3 5 %
9. Diamati warna perubahannya. Interpretasi positif warna larutan hitam. Interpretasi negatif tidak ada
peruabahan warna.
Cont’d
Hasil uji analisis tannin dan polifenol menunjukan hasil dengan interpretasi positif, yaitu
terjadi perubahan warna larutan menjadi biru kehitaman pada filtrat I dan larutan berwarna
hitam pada filtrat II, hal ini sesuai dengan hasil penelitian Agustina (2016), Perubahan
warna terjadi akibat pembentukan senyawa kompleks antara tanin dengan FeCl3. Tanin
merupakan golongan polihidroksi fenol (polifenol) yang dapat dibedakan dari fenol lain
karena kemampuannya mengendapkan protein.
Hasil Analisis
Gambar 1. Gambar 2. Gambar 3. Gambar 4.
Uji saponin Uji tannin Uji polifenol Uji fenol hidroquinon
Hasil : - (negatif) Hasil : + (Positif) Hasil : + (positif) Hasil : + (positif)
Identifikasi Golongan Senyawa Pada Ekstrak:
1. Salah satu cara dengan KLT
2. Komponen utama KLT: fase gerak, fase diam, chamber, pembanding
3. Plat KLT silika gel F254 dilapisi senyawa fluorosence sehingga saat disinari
dengan UV 254, silika nya berpendar sedangkan spot sampel meredam.
4. Perbedaan sinar UV 254 dan 366 adalah pada panjang gelombang 254, silika
dapat berpendar dikarenakan adanya fluorescence dan senyawanya redam.
Sedangkan pada panjang gelombang 366, senyawa akan berpendar jika
menyerap gelombang dan silika akan redam.
5. Prinsip: Silika dipanaskan untuk diaktifkan, disiapkan fase geraknya, dan
ditotolkan
Cont’d

6. Parameter : Rf adalah perbandingan jarak elusi spot sampel dengan


jarak elusi fase gerak.\
7. Visualisasi spot: dengan sinar tampak, UV, reaksi semprot
8. Pemilihan fase gerak berdaasarkan sifat kepolaran
9. Selain diujikan dengan pembanding, dapat dilakukan dengan uji
golongan
10. Uji golongan dilakukan dengan mereaksikan plat KLT dengan
reagen, sesuai golongan senyawanya.
Metode Identifikasi dengan
Spektrofotometer
• Identifikasi yang paling penting dan digunakan secara luas ialah pengukuran
spektrum serapan dengan menggunakan spektrofotometer. Pengukuran ini
tidak merusak senyawa dan senyawa dapat dipakai lagi untuk uji-uji yang
lain.
• Seringkali gabungan kromatografi dan spektrofotometri memungkinkan
fraksinasi menjadi sempurna terhadap campuran alami yang sangat kecil
jumlahnya dan identifikasi setiap komponennya secara pasti
Spektofotometri UV - vis
• Spektrofotometri UV-vis adalah pengukuran serapan cahaya di daerah ultraviolet
(200 –350 nm) dan sinar tampak (350 – 800 nm) oleh suatu senyawa. Pelarut yang
digunakan berupa etanol 95%

Spektrofotometri inframerah (IM)


• SPEKTROFOTOMETRI INFRA MERAH merupakan suatu metode mengamati interaksi
molekul dengan radiasi elektromagnetik yang berada pada daerah panjang gelombang 0,75 –
1000 µm atau pada bilangan gelombang 13.000 – 10 cm−1
• Larutan yang umumnya digunakan adalah kloroform atau karbon tetrakloid (1-5%)
Spektroskopi Massa (SM)
• Spektrometer massa adalah alat atau instrumen yang digunakan untuk menentukan
struktur kimia dari molekul organik berdasarkan perhitungan massa dari molekul
tersebut serta pola fragmentasinya.

Spektroskopi Resonansi Magnet Inti (RMI)


• Spektroskopi RMI merupakan salah satu metode analisis untuk menentukan struktur
dari komponen bahan alam maupun sintetik yang baru dan kemurnian komponen
Jenis Jenis Spetrofotometer
Spektrofotometer UV - visibel Spektrofotometer Inframerah
01 03 (IM)

Spektrofotometer Massa Spektrofotometer Resonansi


02 (SM) 04 Magnet Inti (RMI)
VIDEO
Daftar Pustaka
Balai Teknologi Polimer. Pengujian Sampel Polimer dengan Alat UV-VIS

http://etheses.uin-malang.ac.id/13653/1/13630065.pdf

http://staffnew.uny.ac.id/upload/131872520/pendidikan/Handout-INSTRUMEN-Spektrometri+Massa-Susi.pdf

Endarini Hanni,Lully.2016,Farmakognosi dan Fitokimia.Jakarta: Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber


Daya Alam

Lupita Anindi dkk.2020.Pengantar Fitokimia.Jawa Timur:Qiara Media

urnal.untan.ac.id/index.php/jmfarmasi/article

http://dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/2087221015145983976505April2016.pdf
THANK YOU
Identifikasi
Jamu
Kelompok 20 lokal 2B :

Wahab Yunadi ( P24840119087 )


Widi Rizkia Yusellina ( P24840119089 )
Widiastiti ( P24840119091 )
Wigati Septiamumpuni ( P24840119093 )
Yolla Novianda Cahyani ( P24840119095 )
Yulia Rizki Fitriani ( P24840119097)
Pengertian Jamu

Jamu adalah obat tradisional Indonesia yang berupa bahan


atau ramuan bahan yang didapatkan dari tumbuhan, bahan
hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau
campuran dari bahan tersebut, yang secara turun menurun
telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.
Jamu harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

• Aman • Bermutu
Sesuai dengan persyaratan yang Memenuhi persyaratan mutu yang
ditetapkan. berlaku

• Klaim Berkhasiat
Dibuktikan dengan empiris.
Bahan Kimia
Obat
Bahan Kimia obat adalah senyawa kimia obat yang
ditambahkan dengan sengaja ke dalam jamu, dengan tujuan
agar efek yang diingikan tercapai lebih cepat dari biasanya.
Salah satu cara yang paling efektif untuk mendeteksi adanya
BKO dalam jamu yaitu dengan melihat efek yang penyembuhan
yang dirasakan konsumen. Jika waktu
penyembuhan/pengobatan tersebut singkat, maka dapat
dicurigai bahwa jamu tersebut menggandung bahan kimia obat
dengan dosis yang berlebihan (Jayanti dkk, 2015).
BKO yang sering
ditambahkan dalam
jamu
Klaim kegunaan BKO yang sering ditambahkan

Pegal linu / encok / rematik Fenilbutason, antalgin (metampiron), diklofenak


sodium, piroksikam, parasetamol, prednison, atau
deksametason
Pelangsing Sibutramin hidroklorida

Peningkat stamina / obat kuat pria Sildenafil Sitrat

Kencing manis / diabetes Glibenklamid

Sesak nafas / asma Teofilin


Identifikasi Jamu
Identifikasi jamu bertujuan untuk mengidentifikasi kandungan Bahan Kimia Obat
dari suatu jamu. Apabila terdapat Bahan Kimia Obat pada suatu jamu maka perlu
dilaporkan ke pihak yang berwajib karena melanggar hukum.

Cara Identifikasi Jamu:


1. Melakukan ekstraksi sampel jamu
2. Membuat larutan baku pembanding
3. Melakukakn analisis kualitatif dengan metode kromatografi
4. Melakukan analisis data
Metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi jamu diantaranya :

Kromatografi Cair Kinerja Kromatografi Lapis Tipis Spektrometri Massa


Tinggi (KCKT) (KLT) (KCKT/MS)

Kromatografi Gas (KG) Kromatografi Cair

Metode Kromatografi banyak digunakan karena dapat memisahkan analit dari matriks
sampel yang dapat mengganggu analisis.
Beberapa metode yang dapat digunakan dalam
analisis BKO dalam jamu

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Istilah kromatografi cair yang digunakan dalam


Farmakope Indonesia adalah kromatografi cair
tekanan tinggi atau kromatografi cair kinerja
tinggi (KCKT). KC merupakan teknik pemisahan
berdasarkan fase diam berupa padatan dan fase
gerak berupa cairan.
Prosedur :
● Setimbangkan kolom dan detektor
dengan fase gerak dengan laju alir
tertentu sampai di capai kondisi
konstan.
● Suntikkan sampel melalui injektor,
atau gunakan autosampler.
● Program gradien dimulai.
● Rekam kromatogram.
● Analisa kromatogram.
Kromatografi Gas Prosedur :

kromatografi yang umum digunakan ● Lakukan kesetimbangan kolom,


dalam analisis kimia untuk pemisahan dan injektor, dan detektor dengan
analisis senyawa yang dapat menguap aliran gas pembawa sampai
tanpa mengalami dekomposisi. tercapai sinyal yang konstan.
Penggunaan umum KG mencakup ● Suntikkan sampel melalui
pengujian kemurnian senyawa tertentu, septum injektor atau gunakan
atau pemisahan komponen berbeda dalam autosampler.
suatu campuran ● Mulai program suhu.
● Rekam kromatogram.
● Lakukan analisis seperti tertera
pada masing-masingmonografi.
KCKT/MS

Kromatografi cair-spektrometri massa adalah


teknik kimia analisis yang merupakan
penggabungan dari pemisahan fisik
menggunakan kromatografi cair dan deteksi
massa molekul dengan spektrometri massa.
Kromatografi Lapis
Tipis (KLT)
KLT adalah suatu teknik kromatografi yang
digunakan untuk memisahkan campuran yang
tidak volatil. Metode ini paling banyak
digunakan karena murah, sederhana serta bisa
dilakukan dengan cepat.
Prosedur :
● Masukkan lempeng ke dalam bejana kromatografi, pastikan titik atau
pita hasil penotolan di atas permukaan fase gerak.
● Tutup bejana kromatografi.
● Biarkan fase gerak merambat hingga batas yang ditetapkan,
tigaperempat tinggi lempeng atau jarak sesuai pada monografi.
● Angkat lempeng, tandai batas rambat, keringkan. 5. Deteksi
kromatogram sesuai prosedur.
● Tentukan harga Rf bercak.
● Identifikasi sementara dapat dibuat dengan mengamati harga Rf
bercak dibandingkan dengan Rf baku. Perbandingan visual dari
ukuran atau intensitas bercak atau zona dapat digunakan untuk
perkiraan semikuantitatif. Pengukuran kuantitatif dapat dilakukan
secara densitometri.
Video Identifikasi BKO Dalam Jamu Dengan Metode KLT
Daftar Pustaka
• Furijika Fitriana Mosy, Kuswandani, 2019, Identifikasi Senyawa Jamu
Pegal Linu yang Beredar di Kabupaten Bantul dengan Metode
Kromatografi Lapis Tipis, Surya Medika, Volume 14
• https://www.pom.go.id/new/view/more/berita/144/BAHAYA-BAHAN-KIMIA
-OBAT--BKO--YANG-DIBUBUHKAN-KEDALAM-OBAT-TRADISIONAL--J
AMU-.html
• http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/27672/6.%20BAB
%20II.pdf?sequence=6&isAllowed=y
• https://www.youtube.com/watch?v=vleXQOG3BqU&feature=youtu.be
Pertanyaan
• Dwi Puspita: : “Pada slide Kromatografi Lapis Tipis (KLT) di beritahukan bahwa tekhnik
kromatografi ini digunakan untuk memisahkan campuran yg tidak volatil. Contoh campuran tidak
volatil yg dipakai apasaja?”
Jawab : Campuran non volatil diantaranya, larutan NaCl, gula, glikol, gliserol, air raksa.
• Puspita Berliyanti:: “Metode yang dgunakan diidentifikasi jamu ini kan kromatografi semua,
prinsip dasar dari kromatografi itu apa?”
Jawab : Pemisahan campuran yang didasarkan pada perbedaan kecepatan merambat antara
partikel-partikel zat yang bercampur pada medium tertentu
• Shofiyyah Putri: “Pada slide 8, Apa yang dimaksud dari dekomposisi?”
Jawab : Dekomposisi merupakan proses pemisahan suatu senyawa menjadi dua atau lebih
bagian atau menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana
Thankyou

Anda mungkin juga menyukai