Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM

BIOKIMIA DAN ANALISIS PANGAN


ANALISIS KADAR VITAMIN C

NAMA : WAHYU ERWIN FIRMANSYAH


NIM : 125100101111014
KELOMPOK : J3
KELAS :J
ASISTEN : ISMI

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
Wahyu Erwin Firmansyah
THP-FTP-UB-2014

BAB VII
ANALISIS KADAR VITAMIN C

A. Pre-lab
1. Jelaskan prinsip analisis kadar vitamin C metode titrasi 2,6-diklorofenol?

Prinsip analisis kadar vitamin C metode titrasi 2,6-diklorofenol yaitu menetapkan


kadar vitamin C pada bahan pangan berdasarkan titrasi dengan 2,6-diklorofenol
indofenol dimana terjadi reaksi reduksi 2,6–diklorofenol indofenol dengan adanya
vitamin C dalam larutan asam. Asam askorbat mereduksi 2,6-diklorofenol indofenol
dalam suatu larutan yang tidak berwarna. Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan
warna menjadi merah muda dalam kondisi asam (Bintang, 2010).

( )
Kadar vitamin C (mg/g) =

2. Apakah kelebihan analisis kadar vitamin C menggunakan metode titrasi 2,6-


diklorofenol dibandingkan dengan metode lain?

Kelebihan analisis kadar vitamin C menggunakan metode titrasi 2,6-diklorofenol


dibandingkan dengan metode lain yaitu zat pereduksi lain tidak menganggu penetapan
kadar vitamin C. Selain itu reaksi terjadi secara kuantitatif sehingga dapat diketahui
jumlah atau kadarnya. Disamping itu metode ini juga praktis dan spesifik untuk larutan
asam askorbat pada pH 1-3,5. Pada pH rendah atau suasana asam akan memberikan hasil
yang lebih akurat dibandingkan dalam suasana netral atau basa. Oleh karena itu, metode
titrasi ini paling banyak digunakan untuk analisis kadar vitamin C dibandingkan metode
lain (Legowo, 2004).

3. Reaksi apakah yang terjadi antara reagen dengan sampel saat pengujian? jelaskan
reaksi yang terjadi tersebut dengan singkat!

Reaksi yang terjadi antara reagen dengan sampel saat pengujian yaitu reaksi
reduksi 2,6-diklorofenol indofenol dengan vitamin C dalam larutan asam. Asam askorbat
akan mendonorkan satu elektron membentuk semidehidroaskorbat yang tidak bersifat
reaktif. Selanjutnya semidehidroaskorbat mengalami reaksi disproporsionasi membentuk
dehidroaskorbat yang bersifat tidak stabil. Dehidroaskorbat akan terdegradasi
membentuk asam oksalat dan asam treonat (Hashmi, 2004).

1
Wahyu Erwin Firmansyah
THP-FTP-UB-2014

Reaksi:

B. Diagram Alir

1. Pembuatan Reagen 2,6-Diklorofenol Indofenol

Natrium 2,6-dikorofenol indofenol

Ditimbang 50 mg
50 ml larutan NaHCO3 0,84%
Dikocok kuat

Ditambahkan aquades hingga 200 ml

Disaring dalam botol bersumbat kaca berwarna coklat

Hasil

2
Wahyu Erwin Firmansyah
THP-FTP-UB-2014

2. Pembuatan reagen asam metafosfat-asetat

Asam metafosfat 15 gr

Dilarutkan dalam 40 ml asam asetat glasial

Diencerkan dengan aquades hingga 500 ml

Disimpan di tempat dingin

Hasil

3. Standarisasi larutan 2,6-diklorofenol Indofenol

Asam askorbat

Ditimbang 50 mg

Dipindahkan ke dalam labu ukur 100 ml

Dilarutkan dengan larutan asam metafosfat asetat

Dipipet 1 ml

Dimasukkan ke dalam erlenmeyer


6 ml larutan asam metafosfat asetat

Dititrasi dengan larutan 2,6-diklorofenol indofenol hingga warna merah muda

Hasil

Larutan blanko

Dimasukkan ke dalam erlenmeyer

7 ml larutan asam metafosfat asetat

Dititrasi dengan larutan 2,6-diklorofenol indofenol hingga warna merah muda mantap

Hasil

3
Wahyu Erwin Firmansyah
THP-FTP-UB-2014

4. Persiapan larutan sampel

Sampel

Ditimbang 100 gr

Dipotong kecil-kecil dan dimasukkan blender


20 gr asam metafosfat-asetat
Diblender

Ditimbang 10 gr

Dimasukkan dalam labu ukur 100 ml

Ditambahkan asam metafosfat asetat hingga tanda batas

Dihomogenkan

Larutan sampel

5. Penetapan Kadar Vitamin C dari Larutan sampel

Larutan sampel

Dipipet 2 ml dan dimasukkan dalam erlenmeyer

5 ml asam metafosfat-asetat

Dititrasi dengan larutan 2,6-diklorofenol indofenol hingga warna merah

Dicatat volume akhir titrasi

Dilakukan penetapan blanko

Dilakukan perhitungan kadar vitamin C

Hasil

4
Wahyu Erwin Firmansyah
THP-FTP-UB-2014

Tinjauan Reagen

1) Asam Askorbat
Asam askorbat atau vitamin C memiliki rumus kimia C 6H8O6 merupakan senyawa
organik derivat heksosa. Adapun sifat fisik dan kimia senyawa ini antara lain berwujud
padat, tidak berbau, dan berwarna putih. Selain itu, senyawa ini memiliki berat molekul
176,12 g/mol, memiliki suhu kritis 7830C (1441,40F), spesifik gravitasi 1,65 dan sangat
larut dalam air serta sedikit larut dalam aseton dan alkohol yang mempunyai berat
molekul rendah. Asam askorbat ini dengan logam membentuk garam, peka terhadap
panas, tidak larut dalam lemak serta sangat mudah teroksidaasi dalam keadaan larutan,
ada katalisator Fe dan Cu, enzim askorbat oksidase, sinar serta suhu tinggi menjadi asam
dehidroaskorbat. Namun senyawa ini juga mudah tereduksi menjadi asam askorbat
kembali. Asam askorbat dalam analisa kadar vitamin C ini berfungsi untuk standarisasi
larutan 2,6-diklorofenol (Counsell, 2004).

2) Asam Metafosfat
Asam metafosfat memiliki rumus kimia HPO3. Senyawa asam ini mudah larut dalam air
dan bersifat sangat beracun. Fungsi asam metafosfat dalam penentuan kadar vitamin C
metode titrasi adalah untuk mengurangi oksidasi Vitamin C oleh enzim-enzim oksidasi
dan pengaruh glutation yang terdapat dalam jaringan tanaman sehingga kadar vitamin
C dapat diketahui (Andarwulan, 2011).

3) Asam Asetat Glasial


Asam asetat glasial merupakan nama trivial yang merujuk pada asam asetat yang tidak
bercampur air. Disebut demikian karena asam asetat bebas-air membentuk kristal mirip
es pada 16.7°C, sedikit di bawah suhu ruang. Singkatan yang paling sering digunakan,
dan merupakat singkatan resmi bagi asam asetat adalah AcOH atau HOAc dimana Ac
berarti gugus asetil, CH3−C(=O)−. Dalam keadaan murni, asam asetat bebas air (asam
asetat glasial) merupakan cairan tidak berwarna yang menyerap air dari lingkungan
(bersifat higroskopis) dan membeku dibawah 16,7 oC (62oF) menjadi sebuah kristal padat
yang tidak berwarna (Andarwulan, 2011).

4) Larutan NaHCO3
Natrium bikarbonat adalah bahan kimia berbentuk kristal putih yang larut dalam air.
Adapun sifat fisik dan kimia senyawa ini antara lain berwujud cair, tidak berbau, dan
berwarna putih. Selain itu, senyawa ini memiliki berat molekul 84,01 g/mol, spesifik
gravitasi 2,159 dan larut dalam air. Banyak digunakan di dalam industri makanan/biskuit
(sebagai baking powder) dalam produk bakery, pengolahan kulit, farmasi, tekstil,
kosmetika, pembuatan pasta gigi, pembuatan permet (candy) dan industri pembuatan

5
Wahyu Erwin Firmansyah
THP-FTP-UB-2014

batik. Dalam analisis vitamin C larutan NaHCO3 berfungsi untuk menetralkan pH sampel
(Legowo, 2004).

5) Reagen 2,6-Diklorofenol Indofenol


Reagen 2,6 diklorofenol ini memiliki rumus kimia 2,6-(Cl)2C6H3OH memiliki sifat fisik
dan kimia meliputi wujud pada dasarnya padat, massa molar 163 g/mol, titik didih 211 0C,
titik leleh 56-580C, dan kelarutan dalam air 2000 mg/l. Senyawa ini dapat menyebabkan
iritasi kulit, iritasi mata, toksik, dan mudah terbakar. Larutan 2,6-Diklorofenol Indofenol
berfungsi sebagai dye atau indikator yang memberi perubahan warna selama titrasi.
Larutan 2,6-diklorofenol indofenol dalam suasana netral atau basa akan berwarna biru
sedang dalam suasana asam akan berwarna merah muda. Apabila 2,6-diklorofenol
indofenol direduksi oleh asam askorbat maka akan menjadi tidak berwarna, dan bila
semua asam askorbat sudah mereduksi 2,6-diklorofenol indofenol maka kelebihan
larutan 2,6-diklorofenol indofenol sedikit saja sudah akan terlihat dengan terjadinya
pewarnaan (Sudarmadji, 2010).

6
Wahyu Erwin Firmansyah
THP-FTP-UB-2014

C. Hasil dan Pembahasan

Berat V titrasi V blanko Kadar Vitamin C


No Nama Sampel
Sampel (gr) (ml) (ml) (mg/g)

1. Jeruk Manis 10,0937 5,6 ml 1,5 ml 1,9497 mg/g

2. Tomat 10,0193 2,8 ml 1,5 ml 0,6227 mg/9

3. Jeruk Nipis 10,0213 4,8 ml 1,5 ml 1,5806 mg/g

Vp = 2 ml, kesetaraan = 0,096

Perhitungan Kadar Vitamin C

( )
Kadar Vitamin C (mg/g) =

1. Jeruk Manis
( ) ( , , ) ,
Kadar Vitamin C (mg/g) = = = 1,9497 mg/g
,

2. Tomat
( ) ( , , ) ,
Kadar Vitamin C (mg/g) = = ,
= 0,6227 mg/g

3. Jeruk Nipis
( ) ( , , ) ,
Kadar Vitamin C (mg/g) = = ,
= 1,5806 mg/g

Pertanyaan:

a. Mengapa ekstraksi dan titrasi saat pengujian harus dilakukan dengan cepat?
hubungkan dengan karakteristik vitamin C!
Proses ekstraksi dan titrasi saat pengujian harus dilakukan dengan cepat karena untuk
mencegah oksidasi vitamin C. Vitamin C yang mempunyai karakteristik mudah rusak
atau mudah teroksidasi karena panas, cahaya, suhu, logam, atau enzim askorabt
oksidase menyebabkan proses ekstaksi dan titrasi hasus dilakukan dengan cepat.
Dengan proses yang cepat maka dapat meminimalisir kerusakan vitamin C dan
mencegah oksidasi vitamin C karena dapat meminimalisir kontak dengan oksigen
sehingga tidak mempengaruhi hasil akhir yang didapatkan (Lee, 2004).

b. Apakah fungsi larutan NaHCO3?


Fungsi larutan NaHCO3 yaitu untuk menetralkan pH sampel dimana dengan
penambahan NaHCO3 akan memberikan suasana basa sehingga larutan yang semula
bersuasana asam akan menjadi netral.

7
Wahyu Erwin Firmansyah
THP-FTP-UB-2014

c. Apakah fungsi larutan asam metafosfat-asetat?


Fungsi larutan asam metafosfat asetat yaitu untuk mencegah oksidasi vitamin C pada
sampel karena selama proses vitamin C akan banyak terpapar oksigen, panas, dan
lainnya, oleh karena itu untuk mencegah terjadinya oksidasi yang berlebih maka
ditambahkan asam metafosfat-asetat. Selain itu, larutan asam metafosfat-asetat juga
berfungsi untuk memisahkan vitamin C yang terikat dengan protein.

d. Saat dilakukan titrasi pada titik akhir titrasi akan terjadi perubahan warna menjadi
merah muda. Mengapa hal itu bisa terjadi?
Saat dilakukan titrasi pada titik akhir titrasi akan terjadi perubahan warna menjadi
merah muda karena terdapat reaksi antara asam askorbat dalam sampel yang telah
dititrasi dengan kelebihan dye yang tidak tereduksi. Dengan adanya reaksi tersebut
maka dapat menyebabkan perubahan warna pada 2,6-diklorofenol indofenol atau dye
dari biru menjadi merah muda dalam kondisi asam.

e. Apakah kelemahan pengujian menggunakan metode ini?


Kelemahan pengujian menggunakan metode titrasi 2,6-diklorofenol indofenol yaitu
sampel harus diekstrak dengan cepat untuk mencegah oksidasi vitamin C pada
sampel. Sampel harus diekstrak dengan asam kuat (asam metafosfat), hal tersebut juga
untuk mencegah oksidasi vitamin C pada sampel. Proses ekstraksi yang lama akan
menyebabkan oksidasi pada vitamin C karena terlalu lama kontak dengan oksigen,
panas, logam, dan lainnya.

PEMBAHASAN

1. Prinsip
Prinsip analisis vitamin C dengan metode titrasi 2,6-diklorofenol indofenol yaitu
menetapkan kadar vitamin C pada bahan pangan berdasarkan titrasi dengan 2,6-
diklorofenol indofenol dimana terjadi reaksi reduksi 2,6–diklorofenol indofenol dengan
adanya vitamin C dalam larutan asam. Asam askorbat mereduksi 2,6-diklorofenol
indofenol dalam suatu larutan yang tidak berwarna. Titik akhir titrasi ditandai dengan
perubahan warna menjadi merah muda dalam kondisi asam.

2. Reaksi
Reaksi yang terjadi antara reagen dengan sampel saat pengujian yaitu reaksi
reduksi 2,6-diklorofenol indofenol dengan vitamin C dalam larutan asam. Asam askorbat
akan mendonorkan satu elektron membentuk semidehidroaskorbat yang tidak bersifat
reaktif. Selanjutnya semidehidroaskorbat mengalami reaksi disproporsionasi

8
Wahyu Erwin Firmansyah
THP-FTP-UB-2014

membentuk dehidroaskorbat yang bersifat tidak stabil. Dehidroaskorbat akan


terdegradasi membentuk asam oksalat dan asam treonat.

3. Analisis Prosedur Kadar Vitamin C

Pada percobaan analisis kadar vitamin C dengan metode titrasi 2,6-diklorofenol


indofenol, alat yang digunakan antara lain: mortar, beaker glass, labu ukur, pipet ukur,
pipet tetes, bola hisap, gelas ukur, erlenmeyer, corong kaca, batang pengaduk,
timbangan analitik, kain saring, buret, dan statif. Bahan yang digunakan antara lain:
jeruk manis, jeruk nipis, tomat, reagen 2,6-diklorofenol indofenol, asam metafosfat, asam
asetat glasial, dan aquades.

Pada percobaan analisis kadar vitamin C dengan metode titrasi 2,6-diklorofenol


indofenol pertama kali dilakukan preparasi sampel. Sampel yang digunakan ada tiga
yaitu jeruk manis, jeruk nipis, dan tomat. Ketiga sampel tersebut sebelumnya diambil
sebanyak 100 gram. Untuk sampel jeruk manis dan tomat terlebih dahulu dihancurkan
dengan menggunakan mortar untuk memperkecil ukuran dan mengeluarkan sarinya.
Setelah itu disaring dengan kain saring yang ditampung dalam beaker glass. Fungsi
penyaringan tersebut yaitu untuk memisahkan antara padatan dengan cairan sehingga
didapatkan sari dari masing-masing sampel. Sedangkan pada sampel jeruk nipis diiris
terlebih dahulu lalu langsung diperas dengan menggunakan tangan. Setelah itu diambil
sarinya juga. Kemudian masing masing sampel ditambah dengan 20 ml asam metafosfat-
asetat untuk mencegah oksidasi vitamin C dalam sampel. Kemudian ditimbang sebanyak
10 gram dengan timbangan analitik dan diletakkan dalam labu ukur.

Selanjutnya diencerkan dengan asam metafosfat sampai tanda batas 100 ml. Asam
metafosfat berfungsi untuk mencegah oksidasi vitamin C. Kemudian digojog supaya
homogen dan didapatkan larutan sampel. Setelah itu dipipet sebanyak 2 ml dan
dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Lalu ditambah lagi dengan 5 ml asam metafosfat untuk
mencegah oksidasi vitamin C dalam larutan sampel. Larutan sampel tersebut dititrasi

9
Wahyu Erwin Firmansyah
THP-FTP-UB-2014

dengan larutan 2,6-diklorofenol indofenol. Fungsi reagen 2,6-diklorofenol indofenol yaitu


sebagai indikator warna dan penerima elektron dari vitamin C dimana akan mengubah
dye dari warna biru menjadi merah. Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna
menjadi merah muda dalam kondisi asam. Setelah selesai volume akhir titrasi dicatat dan
dilakukan penetapan blanko. Selanjutnya dilakukan perhitungan kadar vitamin C pada
masing-masing sampel.

4. Analisis Hasil Kadar Vitamin C

Dari hasil percobaan yang dilakukan didapatkan kadar vitamin C dari masing-
masing sampel. Penentuan kadar vitamin C yaitu dengan menggunakan rumus: Kadar
( )
Vitamin C (mg/g) = , dimana Vt merupakan volume titrasi sampel,

Vb merupakan Volume blanko, kesetaraan merupakan kadar larutan baku 2,6-


diklorofenol indofenol dalam mg asam askorbat, Vp merupakan volume pemipetan dan
Bs merupakan berat sampel (gr). Volume pemipetan masing-masing sampel yaitu 2 ml
dan kesetaraan 0,096 mg.

Pada sampel jeruk manis didapatkan berat sampel sebanyak 10,0973 gram, setelah
dilakukan titrasi sampai terjadi perubahan warna menjadi merah muda maka didapatkan
volume titrasi sampel sebanyak 5,6 ml dan volume blanko sebanyak 1,5 ml. Dari data
tersebut maka dapat diketahui kadar vitamin C pada jeruk manis yaitu sebesar 1,9497
mg/g. Hasil tersebut sangat berbeda jika dibandingkan dengan data dari literatur.
Menurut Cioroi (2006), kadar vitamin C dalam buah jeruk segar yaitu 56,02 mg/100gr
atau setara dengan 0,5602 mg/g. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kadar vitamin C
pada jeruk hasil percobaan yang dilakukan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan hasil
dari literatur.

Pada sampel tomat didapatkan berat sampel sebanyak 10,0193 gram, setelah
dilakukan titrasi sampai terjadi perubahan warna menjadi merah muda maka didapatkan
volume titrasi sampel sebanyak 2,8 ml dan volume blanko sebanyak 1,5 ml. Dari data
tersebut maka dapat diketahui kadar vitamin C pada tomat yaitu sebesar 0,6227 mg/g.
Hasil tersebut cukup berbeda jika dibandingkan dengan data dari literatur. Menurut
Radzevicius (2013), kadar vitamin C dalam tomat yaitu 16,20 mg/100gr atau setara
dengan 0,1620 mg/g. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kadar vitamin C pada tomat
hasil percobaan yang dilakukan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan hasil dari
literatur.

Pada sampel jeruk nipis didapatkan berat sampel sebanyak 10,0973 gram. Untuk
sampel jeruk nipis sebenarnya tidak dilakukan titrasi karena reagen yang digunakan
habis. Namun data yang digunakan yaitu data dari kelas lain (hari kamis). Dari data yang

10
Wahyu Erwin Firmansyah
THP-FTP-UB-2014

didapatkan tersebaut maka setelah dilakukan titrasi sampai terjadi perubahan warna
menjadi merah muda maka didapatkan volume titrasi sampel sebanyak 5,6 ml dan
volume blanko sebanyak 1,5 ml. Dari data tersebut maka dapat diketahui kadar vitamin C
pada jeruk nipis yaitu sebesar 1,5806 mg/g. Hasil tersebut sangat berbeda jika
dibandingkan dengan data dari literatur. Menurut Shrestha (2012), kadar vitamin C
dalam jeruk nipis yaitu 79,60 mg/100gr atau setara dengan 0,7960 mg/g. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa kadar vitamin C pada jeruk hasil percobaan yang dilakukan jauh
lebih tinggi dibandingkan dengan hasil dari literatur.

Dari ketiga sampel yang diuji banyak terjadi perbedaan dengan literatur.
Perbedaan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya perbedaan jenis
sampel atau varietas sampel yang digunakan, penanganan pasca panen, penyimpanan.
Sampel yang berbeda varietas memiliki kandungan yang berbeda-beda, begitu pula
pada kandungan vitamin C di dalamnya. Selain itu pada proses ekstraksi sampel ada
kekeliruan dimana seharusnya setelah sampel dihancurkan, sampel ditambah dengan
asam metafosfat-asetat untuk mencegah oksidasi vitamin C baru kemudian disaring.
Namun hal yang dilakukan justru terbalik, setelah sampel dihancurkan, sampel disaring
lalu ditambah asam metafosfat-asetat. Kesalahan tersebut dapat menyebabkan tingkat
oksidasi yang besar karena setelah sampel dihancurkan tidak langsung diberi larutan
asam metafosfat-asetat. Sehingga saat proses titrasi ada zat pereduksi lain yang ikut
dalam proses titrasi yang menyebabkan tingginya kadar vitamin C dalam sampel.

Secara umum faktor yang berpengaruh selama analisis vitamin C dengan metode
titrasi 2,6-diklorofenol indofenol yaitu suhu, panas, cahaya, logam, dan enzim askorbat
oksidase. Semakin tinggi suhu pada proses analisis maka semakin cepat kerusakan
vitamin C karena terjadi oksidasi yang cepat. Adanya panas dan cahaya matahari juga
dapat mempercepat kerusakan vitamin C karena proses oksidasi vitamin C. Adanya
enzim askorbat oksidase dalam sampel juga akan mempercepat proses oksidasi dimana
akan terjadi pemecahan senyawa-senyawa yang sederhana dimana nantinya akan
mengganggu dalam penetapan kadar vitamin C (Rachmawati dkk, 2005).

11
Wahyu Erwin Firmansyah
THP-FTP-UB-2014

KESIMPULAN

Dari hasil percobaan yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa prinsip
analisis vitamin C dengan metode titrasi 2,6-diklorofenol indofenol yaitu menetapkan
kadar vitamin C pada bahan pangan berdasarkan titrasi dengan 2,6-diklorofenol
indofenol dimana terjadi reaksi reduksi 2,6–diklorofenol indofenol dengan adanya
vitamin C dalam larutan asam. Asam askorbat mereduksi 2,6-diklorofenol indofenol
dalam suatu larutan yang tidak berwarna. Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan
warna menjadi merah muda dalam kondisi asam. Reaksi yang terjadi antara reagen
dengan sampel saat pengujian yaitu reaksi reduksi 2,6-diklorofenol indofenol dengan
vitamin C dalam larutan asam. Asam askorbat akan mendonorkan satu elektron
membentuk semidehidroaskorbat yang tidak bersifat reaktif. Selanjutnya
semidehidroaskorbat mengalami reaksi disproporsionasi membentuk dehidroaskorbat
yang bersifat tidak stabil. Dehidroaskorbat akan terdegradasi membentuk asam oksalat
dan asam treonat.

Dari hasil analisis vitamin C dengan metode titrasi 2,6-diklorofenol indofenol


didapatkan kadar vitamin C pada masing-masing sampel. Kadar vitamin C pada sampel
jeruk manis sebesar 1,9497 mg/g, kadar vitamin C pada sampel tomat sebesar 0,6227
mg/g, dan kadar vitamin C pada sampel jeruk nipis sebesar 1,5806 mg/g. Perbedaan
Kadar vitamin C disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya panas, suhu, logam, enzim
askorbat oksidase, cahaya.

12
Wahyu Erwin Firmansyah
THP-FTP-UB-2014

DAFTAR PUSTAKA

Andarwulan, N., dkk. 2011. Analisis Pangan. Jakarta: Dian Rakyat


Bintang, M. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta: Penerbit Erlangga
Cioroi, M. 2006. Study on L-Ascorbic Acid Contents from Exotic Fruits. Cercetari
Agronomice in Moldova, Anul XXXX, Vol. 1 (129)
Counsell, J.N., & Hornig, D.H. 2004. Vitamin C. London: Applied Science Publishers
Hashmi M.H. 2004. Assay of Vitamins in Pharmaceutical Preparations. London : John Wiley
and Sons
Lee, S.K. 2004. Preharvest and Postharvest Factors Influencing Vitamin Content of
Horticultural Crops. Journal Postharvest Biology and Technology 20: 207-220
Legowo, A. M. & Nurwantoro. 2004. Diktat Kuliah Analisis Pangan. Semarang: UPT-Pustaka
Universitas Diponegoro
Rachmawati, R., dkk. 2005. Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan terhadap Kandungan
Vitamin C pada Cabai Rawit Putih. Jurnal Biologi, Vol.2 Hal.36-40
Radzevicius, A., Et.al. 2013. Tomato Fruit Quality of Different Cultivars Growth in Lithuania.
International Journal of Agricultural, Biosystems Science and Engineering, Vol:7
No:7
Shrestha, R.L., Et.al. 2012. Variation of Physiochemical Components of Acid Lime (Citrus
aurantifolia Swingle) Fruits Different Sides of the Tree in Nepal. American Journal of
Plant Sciences. Vol.3 Pag.1688-1692
Sudarmadji, S. 2010. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Penerbit Liberty

13

Anda mungkin juga menyukai