DOSEN PEMBIMBING :
Ns. Novita Kusumarini, M.Kep
DISUSUN OLEH :
Fitria Ade Serlina
P031914472005
1
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat
dan Ridho-Nya penulis dapat diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah
tentang “Asuhan Keperawatan Anak Dengan DHF”. Dalam penyusunan makalah ini
penulis banyak mengalami hambatan dan kesulitan namun dengan bimbingan serta
pengarahan serta dukungan dari berbagai pihak, akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kebaikan selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para
pembaca sebelumnya.
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar…………………………………………………………….. 2
Daftar Isi………………………………………………………………….. 3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................. 4
B. Rumusan Masalah.......................................................................... 5
C. Tujuan Penulisan............................................................................ 5
A. Definisi…………………………………………………………… 7
B. Etiologi…………………………………………………………… 8
C. Patofsiologi………………………………………………………. 9
D. Tanda dan Gejala………………...………………………………. 11
E. Klasifikasi……………………………………………………….. 12
F. Komplikasi………………………………………………………. 14
G. Pemeriksaan Penunjang…...…………………………………… 15
H. Penatalaksanaan DHF pada anak………………………………. 16
I. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan…………………………… 23
A. Kesimpulan……………………………………………………… 35
B. Saran……………………………………………………………. 35
3
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sampai saat ini telah di ketahui beberapa nyamuk sebagai vector dengue,
walaupun Ae.aegypti di perkirakan sebagai vector utama penyakit dengue
hemorrahagic fever (DHF), pengamatan epidemiologis dan percobaan
penularan di laboratorium membuktikan bahwa Ae.Scuttelaris dan
Ae.Polinesiensis yang terdapat di kepulauan pasifik selatan dapat menjadi
vector demam dengue. Di kepulauan Rotuma di daerah Fiji padawa itu terjadi
wabah demam dengue pada tahun 1971 – 1972. Ae.retumae di laporkan satu-
satunya vector yang ditemukan. Di pulauponape, kepulauan caroline sebelah
timur pada tahun 1974 terjadi letupan wabah dengue; virus dengue tipe 1 telah
berhasil diisolasi pada stadium akut dari darah penderita dan ternyata
Ae.hakansoni merupakan vektornya. Ae, cooki di duga merupakan vector pada
waktu terjadi pada wabah demam dengue di niue.
Di Indonesia, walaupun vector DHF belum di selidiki secara luas.
Ae.Aegypti diperkirakan sebagai vector terpenting di daerah perkotaan,
sedangkan Ae.albopictus di daerah pedesaan. Di Indonesia Dengue
Hemorrhagic Fever pertama kali di curigai di Surabaya pada tahun 1968, tetapi
konfirmasi virology baru di peroleh pada tahun 1970. Setelah itu berturutturut
di laporkan kasus dari kota di Jawa maupun dari luar Jawa, dan pada tahun
1994 telah menyebar keseluruh propinsi yang ada. Pada saat ini Dengue
Hemorrhagic Fever sudah endemis di banyak kota besar, bahkan sejak 1975
4
penyakit ini telah berjangkit di daerah pedesaan. Oleh karena itu sudah
seharusnya semua tenaga medis yang bekerja di Indonesia untuk mampu
mengenali dan mendiagnosisnya, kemudian dapat melakukan penatalaksanaan,
sehingga angka kematian akibat Demam Berdarah Dengue dapat ditekan.
Infeksi virus dengue pada manusia terutama pada anak mengakibatkan
suatu spectrum manifestasi klinis yang bervariasi antara penyakit ringan (mild
undifferentiated febrile illness), dengue fever, dengue hemorrhagic fever (DHF)
dan dengue shock syindrome (DSS); yang terakhir dengan mortalitas tinggi di
sebabkan renjatan dan perdarahan hebat . gambaran manifestasi klinis yang
bervariasi ini dapat di samakan dengan sebuah gunung es. DHF dan DSS
sebagai kasus - kasus yang dirawat di rumah sakit merupakan puncak gunung es
yang kelihatan di atas permukaan laut, sedangkan kasus - kasus dengue ringan
(demam dengue dan silent dengue infection) merupakan dasar gunung es. Di
perkirakan untuk setiap kasus renjatan yang dijumpai di Rumah sakit, telah
terjadi 150 – 200 kasus silent dengue infection.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
5
Setelah membaca makalah ini, di harapkan mahasiswa dapat
memberikana asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit DHF (dengue
hemorrhagic fever)
2. Tujuan khusus
6
BAB II
TEORI/TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
DHF atau dikenal dengan istilah demam berdarah adalah penyakit yang
disebabkan oleh Arbovirus ( arthro podborn virus ) dan ditularkan melalui
gigitan nyamuk Aedes (Aedes Albopictus dan Aedes Aegepty).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam yang
berlangsung akut menyerang baik orang dewasa maupun anak – anak tetapi
lebih banyak menimbulkan korban pada anak – anak berusia di bawah 15 tahun
disertai dengan perdarahan dan dapat menimbulkan syok yang disebabkan
virus dengue dan penularan melalui gigitan nyamuk Aedes. (Soedarto, 1990 ;
36). Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang terutama terdapat
pada anak dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, dan biasanya
memburuk pada dua hari pertama (Soeparman; 1987; 16).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang
disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi
mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Arief Mansjoer
&Suprohaita; 2000; 419). Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah infeksi
akut yang disebabkan oleh Arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan
melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus. (Ngastiyah,
1995 ; 341). Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah suatu penyakit infeksi
yang disebabkan oleh virus dengue dengan tipe I – IV dengan infestasi klinis
7
dengan 5 – 7 hari disertai gejala perdarahan dan jika timbul tengatan angka
kematiannya cukup tinggi (UPF IKA, 1994 ; 201).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada
anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi
yang disertai ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbo
virus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes
aegepty (betina) (Seoparman , 1990). DHF adalah demam khusus yang dibawa
oleh aedes aegepty dan beberapa nyamuk lain yang menyebabkan terjadinya
demam. Biasanya dengan cepat menyebar secara efidemik. (Sir,Patrick
manson,2001). Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah suatu penyakit akut
yang disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh nyamuk aedes aegepty
(Seoparman, 1996).
B. Etiologi Virus
1. Dengue
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam
Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus
dengue tipe 1,2,3 dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di
Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis virus
dengue yang termasuk dalam genus flavivirus ini berdiameter 40 nonometer
dapat berkembang biak dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan
baik yang berasal dari sel – sel mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster
Kidney) maupun sel – sel Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus.
(Soedarto, 1990; 36).
2. Vektor
8
terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap
serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000; 420).
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor
penularan virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui
gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di daerah
perkotaan (Viban) sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk
tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada
genangan Air bersih yang terdapat bejana – bejana yang terdapat di dalam
rumah (Aedes Aegypti) maupun yang terdapat di luar rumah di lubang –
lubang pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air
bersih alami lainnya ( Aedes Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai
menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi hari
dan senja hari. (Soedarto, 1990 ; 37).
3. Host
C. Patofisiologi
Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty.
Pertamatama yang terjadi adalah viremia yang mengakibatkan penderita
mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal diseluruh tubuh,
9
ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie), hyperemia tenggorokan dan
hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjar getah bening,
pembesaran hati (Hepatomegali) dan pembesaran limpa (Splenomegali).
10
Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia
jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan
baik. Gangguan hemostasis pada DHF menyangkut 3 faktor yaitu : perubahan
vaskuler, trombositopenia dan gangguan koagulasi. Pada otopsi penderita
DHF, ditemukan tanda-tanda perdarahan hampir di seluruh tubuh, seperti di
kulit, paru, saluran pencernaan dan jaringan adrenal.
11
- Nyeri kepala menyeluruh atau berpusat pada supra orbita, retroorbita
-Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit, ptechie, echymosis,
hematoma.
- Epistaksis, hematemisis, melena, hematuri.
- Nyeri otot, tulang sendi, abdoment, dan ulu hati.
- Pembengkakan sekitar mata.
- Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening.
- Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah
menurun, gelisah, capillary refill lebih dari dua detik, nadi cepat dan
lemah).
E. Klasifikasi
12
1) Derajat I
2) Derajat II
3) Derajat III
Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi
lemah dan cepat (> 120 / menit) tekanan nadi sempit (< 20 mmHg) tekanan
darah menurun (120 / 80 mmHg) sampai tekanan sistolik dibawah 80
mmHg.
4) Derajat IV
Nadi tidak teraba,tekanan darah tidak terukur (denyut jantung > - 140
mmHg) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7
hari, Uji tourniquet positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.
- Derajat II
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan
cepat
13
(>120x/mnt ) tekanan nadi sempit ( 120 mmHg ), tekanan darah
menurun, (120/80 120/100 120/110 90/70 80/70 80/0
0/0 )
- Derajat IV
F. Komplikasi
1) DHF mengakibatkan pendarahan pada semua organ tubuh, seperti
pendarahan ginjal, otak, jantung, paru paru, limpa dan hati. Sehingga tubuh
kehabisan darah dan cairan serta menyebabkan kematian.
2) Ensepalopati.
3) Gangguan kesadaran yang disertai kejang.
4) Disorientasi, prognosa buruk.
G. Pemeriksaan penunjang
14
Untuk mendiagnosis Dengue Haemoragic Fever (DHF) dapat dilakukan
pemeriksaan dan didapatkan gejala seperti yang telah dijelaskan sebelumnya
juga dapat ditegakan dengan pemeriksaan laboratorium yakni :
- Trombositopenia (< 100.000 / mm3) , Hb dan PCV meningkat (> 20%)
leukopenia (mungkin normal atau leukositosis), isolasi virus, serologis (UPF
IKA, 1994).
- Pemeriksaan serologik yaitu titer CF (complement fixation) dan anti bodi HI
(Haemaglutination ingibition) (Who, 1998 ; 69), yang hasilnya adalah
• Pada infeksi pertama dalam fase akut titer antibodi HI adalah kurang dari
1/20 dan akan meningkat sampai < 1/1280 pada stadium rekovalensensi
pada infeksi kedua atau selanjutnya, titer antibodi HI dalam fase akut >
1/20 dan akan meningkat dalam stadium rekovalensi sampai lebih dari
pada 1/2560.
• Apabila titer HI pada fase akut > 1/1280 maka kadang titernya dalam
stadium rekonvalensi tidak naik lagi. (UPF IKA, 1994 ; 202)
- Pada renjatan yang berat maka diperiksa : Hb, PCV berulangkali (setiap jam
atau 4-6 jam apabila sudah menunjukan tanda perbaikan) faal haemostasis x-
foto dada, elektro kardio gram, kreatinin serum.
- Laboratorium: Trombositopenia (< 100.000/ uL) dan terjadi
hemokonsentrasi lebih dari 20%.
2) HB meningkat lebih 20 %
3) HT meningkat lebih 20 %
15
5) Protein darah rendah
7) NA dan CL rendah
- Panas 1-2 hari disertai dehidrasi (karena panas, muntah, masukan kurang)
atau kejang–kejang.
- Panas 3-5 hari disertai nyeri perut, pembesaran hati uji torniquet
positif/negatif, kesan sakit keras (tidak mau bermain), Hb dan Ht/PCV
meningkat.
- Panas disertai perdarahan- perdarahan.
16
Belum atau tanpa renjatan:
17
- Umur 10 tahun keatas : 250 mg, 4 kali sehari.
a. Oral ad libitum atau
b. .cairan
- Infus cairan ringer laktat dengan dosis 75 ml / kg BB / hari untuk anak
dengan BB < 10 kg atau 50 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB <
10 10 kg bersama – sama di berikan minuman oralit, air bauh susu
secukupnya.
- Untuk kasus yang menunjukan gejala dehidrasi disarankan minum
sebanyak – banyaknya dan sesering mungkin.
- Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah cairan
infus yang harus diberikan sesuai dengan kebutuhan cairan penderita
dalam kurun waktu 24 jam yang diestimasikan sebagai berikut :
• 100 ml/Kg BB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 Kg
Obat-obatan lain :
Dengan renjatan:
18
2.Alur Tatalaksana Pemberian Cairan DHF Derajat III
• 75 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dng berat badan 26-30 Kg.
19
b. Apabila satu jam setelah pemakaian cairan RL 20 mL/Kg BB/1 jam keadaan
tensi masih terukur kurang dari 80 mmHg dan nadi cepat lemah, akral dingin
maka penderita tersebut memperoleh plasma atau plasma ekspander (dextran
L atau yang lainnya) sebanyak 10 mL/ Kg BB/ 1 jam dan dapat diulang
maksimal 30 mL/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam. Jika keadaan umum
membai dilanjutkan cairan RL sebanyk kebutuhan cairan selama 24 jam
dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi sisa waktu setelah dapat
mengatasi renjatan.
Perhitungan kebutuhan cairan seperti yang tertera pada 2.a.
c. Apabila satu jam setelah pemberian cairan Ringer Laktat 10 ml/Kg BB/ 1
jam keadaan tensi menurun lagi, tetapi masih terukur kurang 80 mmHg dan
nadi cepat lemah, akral dingin maka penderita tersebut harus memperoleh
plasma atau plasma ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak 10 ml/Kg
BB/ 1 jam. Dan dapat diulang maksimal 30 mg/Kg BB dalam kurun waktu
24 jam. Jika keadaan umum membaik dilanjutkan dengan cairan RL dengan
perhitungan sebagai berikut : kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi
cairan yang sudah masuk dibagi sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
Perhitungan kebutuhan cairan seperti yang tertera pada 2.a.
20
3. Alur Tatalaksana Pemberian Cairan DHF Derajat IV
21
2 tempat dengan maksud satu tempat untuk RL 10ml/Kg BB/1 jam dan
tempat lain untuk pemberian plasma atau plasma ekspander (dextran L atau
lainnya) sebanyak 20 ml/Kg BB/1 jam selama 1 jam. Jika keadaan umum
membaik lanjutkan pemberian RL dengan perhitungan sebagai berikut :
Kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi
sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan. Perhitungan kebutuhan cairan
seperti yang tertera pada 2.a.
c. Apabila setelah pemberian Rl 30 ml/Kg BB/ 1 jam keadaan umum masih
buruk. Tensi tak terukur secara palpasi dan nadi teraba cepat lemah, akral
dingin maka klien ini sebaiknya diberikan plasma atau plasma ekspander
(dextran L atau lainnya) sebanyak 20 ml/Kg BB/1 jam. Jika keadaan umum
membaik lanjutkan pemberian RL dengan perhitungan sebagai berikut
:Kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi
sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan. Perhitungan kebutuhan cairan
seperti yang tertera pada 2.a.
d. Apabila setelah pemberian Rl 30 ml/Kg BB/ 1 jam keadaan umum membaik
tetapi tensi terukur kurang dari 80 mmHg dan nadi > 120 x/menit akral
hangat atau akral dingin maka klien ini sebaiknya diberikan plasma atau
plasma ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak 10 ml/Kg BB/1 jam dan
dapat diulangi maksimal sampai 30 ml/Kg BB/24 jam. Jika keadaan umum
membaik lanjutkan pemberian RL dengan perhitungan sebagai berikut :
Kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi
sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan. Perhitungan kebutuhan cairan
seperti yang tertera pada 2.a.
e. Jika tata laksana grade IV setelah 2 jam sesudah plasma atau plasma
ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak 20 ml/Kg BB/1 jam dan RL 10
ml/Kg BB/1 jam tidak menunjukkan perbaikan T = 0, N = 0 maka klien ini
perlu dikonsultasikan ke bagian anestesi untuk dievaluasi kebenaran cairan
yang dibutuhkan apabila sudah sesuai dengan yang masuk. Dalam hal ini
22
perlu monitor dengan pemasangan CVP, gunakan obat Dopamin,
Kortikosteroid dan perbaiki kelainan yang lain.
f. Jika tata laksana grade IV setelah 2 jam sesudah plasma atau plasma
ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak 20 ml/Kg BB/1 jam dan RL 30
ml/Kg BB/1 jam belum menunjukkan perbaikan yang optimal (T < 80, N >
120 x/menit), maka klien ini perlu diberikan lagi plasma atau plasma
ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak 10 ml/Kg BB/1 jam. Jika reaksi
perbaikan tidak tampak, maka klien ini perlu dikonsultasikan ke bagian
anestesi.
g. Jika tata laksana grade IV sesudah memperoleh plasma atau plasma
ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak 10 ml/Kg BB/1 jam dan RL 30
ml/Kg BB/1 jam belum menunjukkan perbaikan yang optimal (T > 80, N <
120 x/menit), akral dingin maka klien ini perlu diberikan lagi plasma atau
plasma ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak 10 ml/Kg BB/1 jam dan
dapat diulangi maksimal sampai 30 ml/Kg BB/24 jam. Jika reaksi perbaikan
tidak tampak, maka klien ini perlu dikonsultasikan ke bagian anestesi.
Untuk kasus – kasus yang sudah memperoleh cairan 60 mg/Kg BB/2
jam pikirkan bahaya overload dan kemampuan kontraksi yang kurang.
Dalam hal ini klien perlu diberikan Lasix 1 mg/Kg BB/kali dan Dopamin.
1) identitas
- Umur: DHF merupakan penyakit daerah tropik yang sering menyebabkan
kematian pada anak, remaja dan dewasa ( Effendy, 1995 ).
- Jenis kelamin : secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan pada
penderita DHF. Tetapi kematian lebih sering ditemukan pada anak
perempuan daripada anak lakilaki.
23
- Tempat tinggal : penyakit ini semula hanya ditemukan di beberapa kota
besar saja, kemudian menyebar kehampir seluruh kota besar di Indonesia,
bahkan sampai di pedesaan dengan jumlah penduduk yang padat dan
dalam waktu relatif singkat.
2) Riwayat keperawatan
P (Provocative) : Virus dengue.
3) Keluhan Utama
Penderita mengeluh badannya panas (peningkatan suhu tubuh) sakit
kepala, lemah, nyeri ulu hati, mual dan nafsu makan menurun.
24
7) Riwayat Kesehatan Lingkungan
DHF ditularkan oleh 2 jenis nyamuk, yaitu 2 nyamuk aedes:
a. Faktor Keturunan ; yaitu faktor gen yang diturunkan dari kedua orang
tuanya.
25
d. Fase Laten, usia antara 5 - 12 Tahun
g. Dewasa
h. Dewasa akhir
Tahap pertumbuhan
Umur
(tahun) x
7-5
2
Tinggi badan : Umur (tahun) x 6 x 7
26
Anak usia 6 – 12 tahun termasuk tahap: Industry Versus Inferioritas
(Rendah diri). Berfokus pada hasil akhir suatu pencapaian (membuat
sesuatu sampai selesai). Anak memperoleh kesenangan dari penyelesaian
tugasnya atau pekerjaannya dan menerima penghargaan untuk usahanya.
Jika anak tidak mendapat penerimaan dari teman sebayanya atau tidak
dapat memenuhi harapan orang tuanya, akan merasa rendah diri, kurang
menghargai dirinya untuk dapat berkembang. Jadi fokus pada anak
sekolah adalah pada hasil prestasinya, pengakuan dan pujian dari
keluarganya, guru dan temas sebaya. Perkembangan adalah pengertian
dari persaingan/kompetisi dan kerajinannya.
Nyeri pada bagian kepala, bola mata dan persendian. Pada grade III
pasien gelisah dan terjadi penurunan kesadaran serta pada grade IV
dapat terjadi DSS
4. Sistem perkemihan
27
5. Sistem Pencernaan / Gastrointestinal
b. Diagnosa keperawatan
28
c. Rencana asuhan keperawatan
29
DP 2 : . Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pindahnya
cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
Tujuan : Tidak terjadi devisit voume cairan
Akral hangat
30
DP. 3 Resiko Syok hypovolemik berhubungan dengan perdarahan yang
berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik
Kriteria : Tanda Vital dalam batas normal
Intervensi :
a. Monitor keadaan umum pasien
31
Tujuan : Tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi
Intervensi :
d. Berikan makanan sedikit namun sering dan atau makan diantara waktu
makan
Rasional : Makanan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan
meningkatkan masukan juga mencegah distensi gaster.
e. Berikan dan Bantu oral hygiene.
32
DP. 5. Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan penurunan factor-
faktor pembekuan darah ( trombositopeni )
Tujuan : Tidak terjadi perdarahan
33
d. Implementasi
e. Evaluasi
34
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
35
virus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes
aegepty (betina) (Seoparman , 1990). DHF adalah demam khusus yang dibawa
oleh aedes aegepty dan beberapa nyamuk lain yang menyebabkan terjadinya
demam. Biasanya dengan cepat menyebar secara efidemik. (Sir,Patrick
manson,2001).
B. SARAN
Perawat diharapkan dapat melakukan asuhan keperawatan yang lebih
lengkap sesuai dengan keadaan klien serta memantau keadaan pasien tersebut,
karena akan di takutkan adanya Dengue Syok Syndrom dan komplikasi lain
yang mengakibatkan fatal pada klien.Hendaknya penyuluhan kesehatan ini di
jadikan suatu program di ruangan guna meningkatkan pengetahuan klien
tentang penyakitnya.
Klien dan keluarga diharapkan untuk dapat menjaga lingkungan rumah,
dan melaksanakan program pemerintah untuk pemberantasan nyamuk demam
berdarah yaitu dengan melakukan program 3M, menguras tempat penampungan
air, mengubur barang-barang bekas, membersihkan lingkungan rumah dan
sekitarnya.
DAFTAR PUSTAKA
36
2) Supartini Yupi, S.Kp, MSc. 2004. Konsep dasar keperawatan anak. Jakarta :
EGC
3) Suriadi. 2010. Asuhan keperawatan pada anak. Jakarta : cv sagung seto.
4) Doengoes, E Marilyn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3, EGC :
Jakarta
5) Nursalam, dkk. 2008. Asuhan keperawatan bayi dan anak. Jakarta : salemba
medika
6) Hendarwanto. 2003. Ilmu Penyakit Dalam, hal 142, Edisi 3, Jilid I. Jakarta :
EGC
7) Hidayat alimul aziz. 2006. Pengantar ilmu keperawatan anak. Jakarta :
salemba medika
37