INFORMASI UMUM
Luas areal lokasi kegiatan adalah 37.730 Ha (area proyek) dan 87.540 Ha (area
Kontrak Karya) dengan kapasitas produksi/pengolahan terpasang 120.000 ton/hari
(SAG Mills) dan 92.000 ton/hari (Q1-2013) atau 88.000/hari (tahun 2012).
Penambangan dimulai dengan pemboran dan peledakan batuan di lubang Pit. Batuan
bijih kemudian diangkut menggunakan Haul Truck ke Primary Crusher dan Stockpile
yang terletak di pinggir Pit. Penghancuran di Primary Crusher menghasilkan batuan
dengan ukuran maks. 15 cm. Dari sini batuan dikirim ke pabrik pengolahan
(Concentrator) dengan menggunakan conveyor sepanjang 5,4 km. Di Concentrator
batuan bijih digiling menggunakan SAG Mills dan Ball Mills dengan campuran air
laut/tawar untuk memperoleh batuan dengan ukuran 200 micron. Bijih halus ini
kemudian dikirim ke tangki flotasi untuk proses pemisahan konsentrat dengan tailing
melalui proses fisika dengan bantuan reagents. Tailing dikirim ke teluk senunu
melalui jaringan pipa untuk penempatan bawah laut pada kedalaman 120 m.
Konsentrat slurry kemudian dialirkan ke tangki CCD untuk pembersihan akibat
campuran air laut. Setelah itu konsentrat ini dikirim ke benete melalui pipa sepanjang
17.6 km untuk pengeringan hingga 90% di Filter Plant sebelum ditempatkan di
gudang pengapalan.
Kebijakan yang diambil oleh perusahaan saat ini adalah mempersiapkan dahulu
fasilitas pengelolaan air limbah dan kemudian memintakan izin pembuangan air
limbah ke Menteri Lingkungan Hidup dan Bupati. Setelah semua fasilitas dan izin
diperoleh baru fasilitas tersebut dioperasikan sebagai sarana pengolahan air limpah
(IPAL).
Hasil kinerja pengelolalaan air limbah termasuk konservasi air diatas PT. Newmont
Nusa Tenggara dapat menurunkan beban pencemaran air limbah yang dibuang ke
lingkungan sebagaimana disajikan dalam tabel dibawah.
Status Penaatan:
No. Pengelolaan Limbah Cair Penaatan Temuan
1. Ketaatan terhadap Izin Taat - Izin penetapan lokasi titik penaatan
air limbah kegiatan penambangan No.
5784 Tahun 2011 untuk lokasi
SWTON – 35 dan SWSEJ-24 dan
No.2 Tahun 2013 untuk lokasi
SWTON-24 yang diterbitkan oleh
Bupati Sumbawa Barat.
- Izin pembuangan air limbah ke laut
No. 479 Tahun 2008 yang diterbitkan
oleh Menteri Lingkungan Hidup.
- Izin pembuangan air limbah IPAL D
No. 22,23,24,25 dan 43 Tahun 2012
yang diterbitkan oleh Bupati
Sumbawa Barat untuk lokasi
Townsite, Landfill, Trakindo, Benete
dan MMA .
2. Ketaatan terhadap titik 100% Perusahaan mempunyai 2(dua) titik
penaatan pemantauan outlet di PLTU Power Plant dan 5
(lima) outlet limbah domestik dan
seluruhnya sudah dilakukan
pemantauan.
3. Ketaatan terhadap parameter 100% Parameter yang dipantau sudah lengkap
Baku Mutu sesuai telah memenuhi baku mutu
sesuai peraturan yang berlaku.
4. Ketaatan terhadap pelaporan 100% Perusahaan telah melaporkan hasil uji
kualitas air limbah bulan Juli 2012 -
Juni 2013.
No. Pengelolaan Limbah Cair Penaatan Temuan
5. a. Ketaatan terhadap 100% Pada saat verifikasi parameter
pemenuhan Baku Mutu konduktivity melebihi bakumutu.
b. Pemenuhan Baku Mutu ------ - Dilakukan pengambilan sampel air
berdasarkan Pemantauan limbah di Tail Box dan air limbah
Tim PROPER domestik IPAL D Townsite.
- Parameter yang diuji pH, DO,
conductivity, TDS, TSS, Turbidity,
BOD,Cl, COD dan Minyak &
Lemak.
- Menunggu hasil laboratorium.
6. Ketaatan terhadap Ketentuan Taat Tidak ada bypass dari saluran sebelum
Teknis masuk ke kolam IPAL dan sudah
memasang alat ukur debit.
Status Penaatan:
No. Pengendalian Pencemaran Udara Penaatan Temuan
1. Ketaatan terhadap titik penaatan 100% Sumber Emisi : 4 Genset, 4
pemantauan PLTGU, 1 incinerator
2. Ketaatan terhadap pelaporan 100% Semua parameter dari hasil
pemantauan semua sumber
emisi sudah dilaporkan sesuai
peraturan
3. Ketaatan terhadap parameter Baku 100% Parameter yang dipantau dari
Mutu Emisi semua sumber emisi sudah
sesuai peraturan
4. Ketaatan terhadap pemenuhan Baku 100% Hasil pemantauan emisi
Mutu Emisi seluruh sumber emisi telah
memenuhi baku mutu emisi
5. Ketaatan terhadap ketentuan Teknis Semua cerobong sudah
yang dipersyaratkan Taat dilengkapi dengan sarana dan
prasarana sampling
D. Pengelolaan Limbah B3
Berdasarkan data sampai periode Juli 2012 sampai dengan Juni 2013 limbah B3
yang dihasilkan dan dikelola dapt dilihat pada tabel berikut :
Limbah
Satua Limbah Limbah
Jenis Limbah Belum Perlakuan
n Dihasilkan Dikelola
Dikelola
A. Sumber Dari Proses Produksi
Tailing Ton 33310528 33310528 -- Ditempatkan (dumping) di
dasar laut teluk Senunu
B. Sumber Dari Luar Proses Produksi
Oli Bekas Ton 1663.7 1663.7 0 Diserahkan ke PT. Logam
Jaya Abadi, pengangkut PT.
Logam Jaya Abadi kode
manifest AE, PT. Multazam
kode manifest JM
Material Ton 1244.76 1244.76 0 Diserahkan ke PT. PPLI &
terkontaminasi PT. Andhika Makmur
Persada,pengangkut PT.
PPLI & PT. Andhika
Makmur Persada kode
manifest AA & XN
Elektronik (listrik Ton 47.33 47.33 Diserahkan ke PT.PPLI,
dan computer) Pengangkut PT.PPLI kode
manifest AA
Bahan kimia Ton 147.16 147.16 0 Diserahkan ke PT.PPLI,
kedaluarsa cair Pengangkut PT.PPLI kode
manifest AA
Fire Assay Ton 104.40 104.40 0 Diserahkan ke PT.PPLI,
Pengangkut PT.PPLI kode
manifest AA
Limbah Medis Ton 1.55 1.55 0 Dibakar di insinerator
Status penaatan PT. NNT berdasarkan kriteria penilaian PROPER sebagai berikut :
Rekapitulasi Penilaian
KRITERIA PENILIAI
Tidak Potensi Potensi
Nilai Potensi Rusak Rusak
No. Tahapan Lokasi Rusak Ringan Berat Keterangan
Total
(X ≥ 80) (55 < X < (X < 55)
80)x
Presiden Direktur
Sumber anggaran CSR selama lima tahun berasal dari dua pos yakni anggaran
rutin dan additional fund. PTNNT memberikan alokasi anggaran senilai US$ 38 juta
untuk akselerasi pengembangan masyarakat di wilayah Provinsi, Kabupaten
Sumbawa, dan Kabupaten Sumbawa Barat.
Secara umum, alokasi penganggaran CSR dibagi dalam tiga karegori yakni,
charity/donasi, infrastruktur serta capacity building dan empowerment. Akumulasi
selama lima tahun terakhir 2009-2013, infrastruktur masih menyedot anggaran
terbesar yakni 60%. Sedangkan empowerment sebesar 25%, dan charity sebesar 15%.
Dalam perspektif pemberdayaan, distribusi anggaran ini belum ideal. Dominasi masih
dalam pembangunan infrastruktur. Padahal makna pemberdayaan tidak sekedar
monument fisik, melainkan lebih ditekankan pada monument social.
Grafik. Distribusi Anggaran CSR 2009-2013
Perencanaan
Perencanaan merupakan bagian dari siklus program yang penting.
Perencanaan yang baik berkontribusi 50 % terhadap keberhasilan program. Namun
perencanaan yang gagal merupakan awal dari kegagalan program. Dalam konteks
pemberdayaan masyarakat, kualitas perencanaan tidak hanya terkait dengan substansi
program, melainkan juga proses. Dari aspek proses ada top down planning dan bottom
up planning. Top down planning merupakan mekanisme perencanaan yang
menempatkan masyarakat sebagai penerima program (objek). Sedangkan bottom up
planning merupakan proses perencanaan yang melibatkan masyarakat sebagai subjek
perencana. Msyarakat difasilitasi untuk mampu memahami potensi dan masalah, serta
merumuskan alternative solusi untuk mengoptimalkan potensi dan meminimalisi
masalah.
PTNNT menetapkan kemitraan dan partisipasi masyarakat sebagai salah satu
prinsip dalam pengembangan masyarakat. Kemitraan dan partisipasi tidak hanya pada
implementasi program, melainkan juga sejak perencanaan program. “Partisipasi”
menjadi metode utama dalam proses perencanaan program. Pada tahun 2001 dan
2008, PTNNT melakukan perencanaan dengan metode participatory rural appraisal di
seluruh desa mitra. Melalui model membuka peluang masyarakat untuk berpartisipasi
dalam merumuskan masa depan desa secara bersama-sama. Selain peningkatan
kapasitas, PRA juga mengikat masyarakat untuk menjaga keberlanjutan progam.
Foto. PRA di Desa Benette
Catatan Renstra.
Secara umum resntra yang dimiliki
PTNNT telah memenuhi syarat
minimal sebuah renstra. Metode
penyusunanya juga sudah
menggunakan logical framework
approach. Namun demikian ada
beberapa hal yang perlu dievaluasi
kembali.
Pertama, visi yang ditetapkan dalam rensta 2009-2013 terlalu luas. Visi
tersebut lebih cocok untuk menjadi visi Kabupaten/Provinsi. PTNNT perlu
merumuskan visi yang lebih spesifik. Hal ini mendesak untuk dilakukan karena
fungsi perusahaan (PTNNT) tidak untuk menggantikan pemerintah dalam
pembangunan daerah, melainkan sebagai pelengkap Negara. Tugas utama
membangun daerah menjadi tanggungjawab Negara.
Pelaksanaan
Sampai maret 2013 jumlah nasabah pada tingkat individu sejumlah 300 orang,
nasabah kelompok 11 dimana masing-masing kelompok anggotanya 25-30 orang, dan
penjual langsung sejumlah 521 orang. Dengan demikian, Bank Sampah Lakmus
mampu mendorong sejumlah 1.096 orang untuk mulai mengelola sampah dengan
baik.
Dalam aspek skills, gerakan lingkungan ini memfasilitasi kreatifitas kelompok
ibu-ibu. Koperasi wanita sekongkang telah memproduksi barang dari daur ulang
sampah. Kreatifitas ini mulai juga diminati kelompok ibu-ibu dari wilayah lain.
Indikator keberhasilan lainnya adalah kesadaran ekonomis dari sampah. Pada
umumnya sampah dianggap barang yang tidak bernilai. Namun demikian, saat ini
mulai muncul kesadaran untuk melihat nilai ekonomi sampah. Sampai maret 2013,
total tabungan nasabah di Bank Sampah Lakmus sejumlah 34,5 juta. Sedangkan nilai
penjualan sampah langsung sebesar 8,5 juta rupiah. Data ini membuktikan bahwa
slogan “from trash to cash” mulai menampakan hasil di masyarakat.
Di antara catatan-catatan positif Bank Sampah Lakmus, ada beberapa hal yang
perlu dijadikan sebagai bagian dari kerangka evaluasi. Sebagai sebuah bisnis social,
Bank Sampah Lakmus belum memiliki skema atau model bisnis yang berkelanjutan.
Sampai saat ini pembiayaan masih menggantungkan bantuan dari PTNNT. Model
pengelolaan seperti ini tidak akan berkelanjutan. Oleh sebab itu, Bank Sampah
Lakmus perlu menyusun model bisnis sebagai peta jalan exit dari program PTNNT.
b) Usaha Produksi Pupuk Organik Lingkar Tambang
Pertanian sudah menjadi kebudayaan masyarakat sekitar tambang. Namun
demikian, arus modernisasi membawa petani pada system pertanian yang berbasis
pupuk kimia. Tanpa disadari, system ini menimbulkan menurunnya kesuburan tanah.
Padahal tanah merupakan asset dasar petani. Fenomena inilah yang mendorong
PTNNT untuk turut menggembalikan kesuburan tanah melalui program produksi
pupuk organic.
Foto. Hasil Produksi Pupuk Organik
Pupuk organic ini memiliki kelebihan
dibandingkan metode yang selama ini
digunakan petani. Untuk
menggembalikan kesuburan tanah,
petani menggunakan cara
menggembalikan jerami ke dalam
tanah sebagai pupuk organic. Metode ini membutuhkan waktu sekitar 1-2 bulan.
Dengan metode baru ini, pupuk siap digunakan hanya dalam waktu 2-3 minggu saja.
Modernisi produksi pupuk organic ini tidak hanya memangkas waktu
produksi, melainkan juga meningkatkan hasil produksi secara signifikan.Sebelum
tahun 2012, pupuk organik yang diproduksi oleh Rumah Kompos Benete tidak lebih
dari 20 ton per tahunnya. Awal tahun 2012, pengurus kompos mulai dilatih tentang
trik-trik pembuatan kompos yang baik dan benar, sehingga proses dekomposisi
menjadi cepat. Pemilihan bahan organik sebagai bahan baku kompos juga dipilih
dengan selektif. Tahapan-tahapan selama pembuatan pupuk organik selalu dipantau
dari hari ke hari agar semua langkah-langkah pembuatan kompos dilaksanakan sesuai
dengan anjuran. Tumpukan bahan organik yang semula lama berproses, dengan tehnik
dekomposisi yang baik menjadi lebih cepat terdekomposisi menjadi kompos. Pada
awal bulan Maret 2012, produksi kompos meningkat drastis menjadi 5 ton perbulan,
disusul pada bulan-bulan berikutnya menjadi 12 ton perbulan, 25 ton perbulan dan
bahkan pernah dalam 1 bulannya produksi kompos mencapai 45 ton lebih. Hasil
Produksi pupuk organik benete selama tahun 2012 sampai dengan bulan April 2013
dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa selama tahun 2012, produksi Kompos
di Rumah Kompos Benete sebesar 214.355 kg (214,3 ton). Produksi sebanyak itu
habis terdistribusi semua ke petani sampai dengan awal bulan januari 2013. Adapun
tahun 2013 ini ( Januari – April 2013) produksi kompos sebesar 100.000 kg (100 ton)
dan telah terdistribusi ke petani sebesar 9.250 kg (9,25 ton). Sehingga total produksi
kompos sejak bulan Maret 2012 sampai dengan bulan April 2013, sebesar 314.355 kg
(314,4 ton) dan telah terdistribusi ke masyarakat sebesar 223.605 kg (223,6 ton).
Dari sisi indicator produksi, program pupuk organic masyarakat lingkar
tambang ini sukses. Namun demikian, keberhasilan program tidak hanya dari sisi
produksi, melainkan juga kapasitas kelembagaan. Pelembagaan program ditingkat
masyarakat merupakan pra syarat untuk menjamin keberlanjutan program. Dari sisi
kapasitas kelembagaan belum terlihat system yang jelas. Misalnya, kelompok P3A
yang mengelola produksi belum memiliki catatan jumlah anggota secara baik.
Pengelolaan system keuangan belum dibakukan dalam kerangka kelembagaan.
Seharusnya P3A menyusun system keuangan dengan kategori biaya produksi, kas
untuk lembaga dan sisa hasil usaha yang akan dibagikan ke anggota. Selain itu,
system transparansi pelaporan status keuangan juga belum dibicarakan dalam
kelompok. Ketidakjelasan system pengelolaan dan pelaporan keuangan ini berpotensi
menimbulkan konflik antar anggota. Oleh sebab itu, PTNNT perlu segera
menginisiasi penguatan kelembagaan untuk menjamin keberlanjutan produksi pupuk
organic lingkar tambang.
c) Program Agrobisnis Beras
PTNNT sangat menyadari bahwa kegiatan bisnisnya tidak berlangsung
sepanjang zaman. Pada suatu saat pasti harus berhenti karena deposit sumberdaya
alam sudah tidak mencukupi lagi. Kehadiran PTNNT pada saat konstruksi dan operasi
sudah mengakselerasi perkembangan social ekonomi masyarakat sekitar tambang.
Geliat ekonomi tambang ini perlu didukung sumber-sumber penghidupan lainnya
untuk menjaga keberlanjutan penghidupan masyarakat pasca tambang. Salah satu
potensi yang memiliki peluang besar untuk dikembangkan adalah sector pertanian.
Pertanian merupakan sumber penghidupan yang berkelanjutan. Pertanian juga
merupakan mata perncaharian sebagian besar warga lingkar tambang. Data BPS KSB
tahun 2011 menginformasikan bahwa luas lahan padi produktif di Kecamatan
Sekongkang mencapai 903 ha. Rata-rata produksi per hektarnya 3.5 ton. Pada
umumnya petani mengalami permasalahan mendasar yakni; kurangnya akses pada
sumber permodalan, pasar dan teknologi serta kurangnya pengetahuan tentang
budidaya pertanian yang baik, menyebabkan. Keterbatasan akses sarana produksi
menyebabkan sebagian petani tidak dapat keluar dari tengkulak local. Ijon lazim
dilakukan oleh petani untuk melangsungkan produksi. Selain itu, keterbatasan alat dan
kemampuan juga membuat posisi tawar petani rendah. Petani menjual dalam bentuk
gabah yang harganya di bawah ketentuan pemerintah.
Permasalahan di atas inilah yang menggugah PTNNT untuk turut
menyelesaikan masalah yang dialami petani. PTNNT membentuk Yayasan
Pembangunan Ekonomi Sumbawa Barat sebagai motor pergerakan perubahan
kehidupan pertanian di Kecamatan Sekongkang. Melalui yayasan ini, PTNNT
melaksanakan program agrobisnis yang terintegrasi dari “hulu ke hilir”. Adapun
program-program yang dilakukan adalah;
1. Penerapan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan.
2. Menyediakan saprodi kebutuhan petani.
3. Memastikan pembelian gabah sesuai harga pemerintah.
4. Menciptakan tatakelolah usaha gabah/beras yang efisien.
Hasil program-program tersebut mulai tambah di masyarakat. Produktifitas
meningkat dari yang biasanya mereka hasilkan. Pada saat kunjungan lapangan,
gudang yayasan tidak mampu menampung hasil panen masyarakat mitra binaan.
Penggunaan pupuk organic dengan teknik tanam jajar legowo merubah pola pertanian
yang biasanya dilakukan masyarakat.
Tabel. Hasil Panen Petani Mitra Binaan YPSB
H a s i l P a n e n d i j u a l k e Y P E S B (k g )
No N am a
G ab ah B eras M erah G a b a h B e r a s P u ti h
1 B lo k A 1 8 .2 2 3 3 3 .8 9 4
2 B lo k B 1 7 .1 2 7 2 4 .5 1 6
3 B lo k C 7 .4 4 3 2 0 .0 4 6
4 B lo k D 9 .7 9 0 6 5 .9 1 3
5 B lo k E 729 2 1 .5 2 5
6 Sekongkang - 1 2 .4 3 2
T o ta l 5 3 .3 1 2 1 7 8 .3 2 6
Evaluasi
PTNNT telah memiliki system dalam evaluasi program pengembangan
masyarakat. Masing-masing program telah dilakukan evaluasi berdasarkan basis
perencanaan yang ditetapkan. PTNNT melakukan evaluasi secara internal dan juga
bekerja sama dengan pihak eksternal. Sampai tahun 2013, PTNNT telah bekerjasama
dengan beberapa lembaga baik universitas maupun LSM dalam melakukan evaluasi
program pengembangan masyarakat.
Gambar. Siklus Evaluasi Program PTNNT
Beberapa lembaga eksternal yang pernah menjadi mitra PTNNT antara lain;
LP3ES, Dampak Sosial Ekonomi dan Perikanan oleh PPLH, P3L Unram dan LPEM-
FEUI, Implementasi Program oleh Gemilang dan Transform NTB, INDEF Jakarta,
Mitra Samya Mataram, Five Star Team, ISO14001, ICSD Jakarta, PSP3-IPB, PSPK
UGM, A+CSR Indonesia, Amec Geomatrix.
Dari sisi dokumen evaluasi, PTNNT telah memiliki banyak studi evaluasi.
Namun diantara studi-studi yang ada belum ada benang merah yang menghubungkan
masing-masing studi. Selain itu, banyak studi evaluasi yang hanya berhenti pada
tingkat laporan. Ada permasalahan instumentasi hasil evaluasi program.
Sebagai perusahaan multinasional, PTNNT harus dapat membuktikan
kontribusinya untuk menyelesaikan masalah global, misalnya agenda Millenium
Development Goals (MDGs). Oleh sebab itu, perlu studi evaluasi yang menunjukkan
kontribusi PTNNT terhadap agenda MDGs.
Most Significant Change
Di front office Bank Sampah Lakmus ada dua orang anak yang membawa
sampah. Dengan bangganya dua anak tersebut memberikan sampah kepada
petugas. Ketika sampah ditimbang hanya menghasilkan uang sebesar 90 rupiah.
Namun demikian, petugas memberikan uang Rp. 1000, rupiah. Dua anak
langsung teriak uang jajan dari sampah. Peristiwa ini merupakan embrio untuk
menghargai sampah secara ekonomis. Bank Sampah memberikan subsidi 910
rupiah sebagai insentif perubahan paradigm pengelolaan sampah sejak dini.
Prosedur penanganan konflik
Konfik merupakan kondisi yang tidak mungkin dihindarkan dalam hubungan
antara perusahaan dan masyarakat. Masing-masing perusahaan memiliki kerentanan
konflik yang berbeda-beda tergantung karakteristik bisnisnya. Perusahaan-perusahaan
ekstraktif seperti PTNNT memiliki tingkat kerentanan yang tinggi untuk berkonflik
dengan masyarakat.
Tabel. Jumlah Konflik tahun 2009-2012
PTNNT juga telah memiliki skema untuk mengkategorisasi konflik yang ada.
Ada dua factor yang menjadi ukuran penilaian konflik yakni frekuensi dan
konsekuensi yang ditimbulkkannya. Penilaian konsekuensi diuraikan kembali
berdasarkan beberapa indicator yakni; dampak terhadap system keamanan, dampak
terhadap lingkungan, dampak terhadap masyarakat dan dampak terhadap penaatan
hukum positif.
Sinergi dengan pemda
Kemiraan menjadi salah satu prinsip yang menentukan arah pengembangan
masyarakat PTNNT. Salah institusi yang selalu menjadi mitra PTNNT dalam
melaksanakan kegiatan adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Sumbawa Barat.
Kemitraan yang dimaksud mencakup kewilayahan, berbagi sumberdaya manusia, dan
berbagai pendanaan program pengembangan masyarakat.
Skema kemitraan antara PTNNT dengan Pemda KSB terwujud dalam kegiatan
yang dikenal dengan ABCG konsep. A mewakili akademisi, B adalah bisnis, C adalah
community dan G adalah Government. Untuk menginstrumentasikan gagasan besar
tersebut, dibentuk sekertariat ABCG di Bappeda Kabupaten Sumbawa Barat.
Secara konsep ABCG sangat bagus untuk menjadi ruang kemitraan antar
pihak. Namun demikian, konsep ini masih sangat personal karena pimpinan Bappeda
yang berasal dari akademisi. Pengalaman di berbagai Pemda, karakteristik birokrasi
yang berasal dari akademik memiliki pemikiran masa depan yang bagus, namun
cenderung tidak mampu menginstrumentasikan gagasan pada tingkat implementasi.
Hal ini karena sebagai pendatang memiliki keterbatasan hubungan dengan birokrat-
birokrat di SKPD teknis.
Program lain yang juga dilakukan secara kemitraan dengan pemda adalah
program hibah 38 juta dolar. Untuk program infrastruktur, proses perencanaan dan
usulan program dilakukan oleh pemerintah. Namun yang melakukan seleksi dan
pembiayaan adalah PTNNT.