Anda di halaman 1dari 9

IMPLEMENTASI MAṢLAḤAH

DALAM KEGIATAN EKONOMI SYARIAH

Rizal Fahlefi
Program Studi Perbankan Syariah STAIN Batusangkar
Jl. Jenderal Sudirman No. 137, Lima Kaum Batusangkar
e-mail: rizalfahlefi735@yahoo.co.id

Abstract: In terms of Islamic laws, anything that concern with faith (aqidah), worship (‘ibadah)
dan deed (muamalah) are basically aimed at ensuring safety in the world and hereafter
as well. maslahah is the most important concept in developing economy and the
principles of maslahah in economic field have been taken as guidance in order to
achieve maqasid syariah. Obeying sharia laws is the way to realize maslahah . The
implementation of maslahah in economy can be viewed from various activities of
mankind in carrying out practices in economy which develop continuously and
innovatively, such as in market mechanism, establishment of hisbah institution,
productive divine tax (zakat), the presence of sharia financial institution, and so forth.

Kata kunci: maṣlaḥah, maqāṣid syarī‘ah, implementasi

PENDAHULUAN fleksibelitas syariat Islam dan


memastikan kesesuaian
A jaran Islam mencakup seluruh
aspek kehidupan manusia.
Syariat Islam dibangun untuk tujuan
penerapannya dalam kehidupan
manusia. Dengan demikian seluruh
yang sangat mulia, yakni untuk aturan syariat Islam harus sejalan
merealisasikan kemaslahatan dengan prinsip maṣlaḥah sehingga
manusia baik di dunia maupun di segala tujuan yang diinginkan dapat
akhirat. Asy-Syatibi (1997: 5) dicapai dengan baik dan sempurna.
menyatakan bahwa pelembagaan Salah satu aspek kehidupan
syariat Islam hanya bertujuan untuk manusia yang mendapat perhatian
kemaslahatan manusia baik untuk khusus dalam hal penerapan konsep
kebahagiaan hidup di dunia maṣlaḥah adalah aspek ekonomi.
maupun kebahagiaan hidup di Karena aktivitas ekonomi
akhirat. Sebagai benang merah dari merupakan bagian yang tidak
pernyataan tersebut, dapat terpisahkan dalam kehidupan
dikatakan bahwa tujuan syariat manusia, maka prinsip maṣlaḥah
Islam adalah untuk kemaslahatan dalam ekonomi Islam bukanlah
umat manusia (Chamid, 2000: 279). sekedar kajian teori tetapi perlu
Alquran dan sunnah telah diimplementasikan dengan metode
memberi penekanan terhadap yang benar. Tulisan ini akan

225
226 JURIS Volume 14, Nomor 2 (Desember 2015)

mengupas tentang implementasi ingin dicapai oleh syariat dan ragam


maṣlaḥah dalam ekonomi Islam yang rahasia di balik setiap ketetapan
akan menguraikan tentang dalam syariat Islam tersebut. Makna
pengertian maṣlaḥah, pembagian syariat adalah hukum yang
maṣlaḥah, dan implementasi maṣlaḥah ditetapkan oleh Allah bagi hamba-
dalam aktivitas ekonomi. Nya tentang urusan agama, baik
berupa ibadah atau muʻāmalah, yang
dapat menggerakkan kehidupan
KONSEP MAṢLAḤAH
manusia (Al-Qaradhawi, 2007: 12).
Menurut istilah, maṣlaḥah Sementara Al-Ghazali menyatakan
adalah mendatangkan segala bentuk bahwa maṣlaḥah adalah penjagaan
kemanfaatan atau menolak segala terhadap tujuan dari syariat Islam
kemungkinan yang merusak. dan tujuan dari syariat Islam terdiri
Manfaat adalah ungkapan dari dari lima hal yaitu penjagaan
keseluruhan kenikmatan yang terhadap agama, jiwa, akal,
diperoleh dari usaha yang telah keturunan dan harta (Shalihin, 2010:
dilakukan dan segala hal yang masih 498). Dengan demikian, apa saja
berhubungan dengan manfaat yang menjamin terjaganya kelima
tersebut, sedangkan kerusakan pokok tujuan syariat tersebut
adalah keseluruhan akibat yang dinamakan dengan maṣlaḥah dan
merugikan dan menyakitkan atau setiap perkara yang luput darinya
segala sesuatu yang ada kaitannya disebut mafsadah/kerusakan (Al-
dengan kerusakan tersebut. Maṣlaḥah Ghazali, 1997: 217). Ungkapan
adalah apa yang kembali kepada maṣlaḥah dan mafsadah adalah berupa
kokohnya kehidupan manusia dan bentuk yang masih umum, yang
kehidupan yang sempurna. Menarik menurut jumhur ulama adalah
kemaslahatan dan membuang hal- mengarah pada hal-hal yang
hal yang merusak dalam kehidupan berhubungan dengan urusan dunia
bisa juga disebut dengan dan akhirat. Asy-Syatibi (1997: 5)
melaksanakan kehidupan di dunia menyatakan bahwa tujuan dari
untuk kehidupan di akhirat. diturunkanya syariat adalah untuk
Penerapan maṣlaḥah dan mafsadah kemaslahatan manusia di dunia dan
tidak ada yang murni, ukurannya akhirat secara bersamaan.
ditentukan oleh kekuatan yang Dalam pandangan Asy-Syatibi,
mendominasi dan banyaknya maqāṣid asy-syarī‘ah itu mempunyai
aktifitas yang dikerjakan. Jika dasar paradigma yang kuat yakni
maṣlaḥah lebih banyak dan kuat i‘tibār al-māl, paradigma inilah yang
maka disebut maṣlaḥah, sebaliknya menjadi jiwa dalam
jika mafsadahnya yang lebih banyak mempertimbangkan kemaslahatan
dan lebih kuat maka masuklah pada dan menolak kerusakan. I‘tibār al-māl
kelompok mafsadah (Asy-Syatibi, adalah merupakan sebuah cara
1997: 20). pandang yang tidak terjebak pada
Menurut Al-Fasi (1993: 50) aspek formal suatu perbuatan, tetapi
maṣlaḥah adalah tujuan akhir yang harus melihat jauh ke depan serta
Rizal Fahlefi, Implementasi Maslahah dalam Kegiatan Ekonomi … 227

menekankan pada pentingnya untuk aṣliyyah (pengertian esensial) dan


mengawasi dan mewaspadai dari ‘umūmiyyah (bisa dipahami orang
implikasi suatu perbuatan, artinya awam).
status hukum perkara itu sangat 3. Analisa pengertian taklīf dalam
tergantung pada dampak atau hubungannya dengan
implikasi baik dan buruknya yang kemampuan, kesulitan dan lain-
akan ditimbulkan (Asy-Syatibi, 1997: lain.
110). 4. Penjelasan aspek huzuz dalam
Maṣlaḥah menurut Asy-Syatibi hubungannya dengan hawa dan
(1997: 5) dapat dilihat dari dua ta‘abbudiy (Asy-Syatibi, 1997: 6).
aspek, yakni qaṣd asy-Syari’ dan qaṣd
Beberapa peneliti membagi
al-mukallaf. Pada aspek qaṣd asy-Syari’
kemaslahatan menjadi dua macam,
(tujuan Tuhan) mengandung empat kemaslahatan akhirat yang dijamin
aspek: oleh akidah dan ibadah dan
1. Tujuan pokok Tuhan dalam
kemaslahatan dunia yang dijamin
melembagakan syariat yaitu oleh muamalat. Kendati demikian
terwujudnya kemaslahatan tidak ditemukan korelasi yang
manusia dunia dan akhirat. mengharuskan untuk
2. Tujuan Tuhan melembagakan memperhatikan pembagian tersebut,
syariat sebagai sesuatu yang karena pada hakikatnya segala hal
harus dipahami. yang terkait dengan akidah, ibadah,
3. Tujuan Tuhan melembagakan dan muamalat dalam syariat Islam
syariat sebagai sesuatu hukum menjamin segala kemaslahatan umat
taklif yang harus dilakukan.
baik di dunia maupun akhirat.
4. Tujuan Tuhan memasukan Asy-Syatibi (1997: 8-9)
mukallaf di bawah naungan membagi maṣlaḥah pada tiga
hukum syariat. tingkatan, yakni:
Begitu pula dari sudut qaṣd al- 1. Maṣlaḥah ḍarūriyyah (kebutuhan
mukallaf, maqāṣid asy-syarī‘ah primer), yaitu segala sesuatu yang
mengandung empat aspek, yaitu: harus ada demi tegaknya
1. Pembicaraan maṣlaḥah, pengertian, kehidupan manusia untuk
tingkatan, karakteristik, dan menopang kemaslahatan agama
relativitas atau keabsolutannya. dan dunia di mana apabila
2. Pembahasan dimensi linguistik maqāṣid ini tidak terpenuhi,
dari problem taklīf yang diabaikan stabilitas dunia akan hancur dan
oleh juris lain. Suatu perintah rusaklah kehidupan manusia di
yang merupakan taklīf harus bisa dunia serta di akhirat
dipahami oleh semua subjeknya, mengakibatkan hilangnya
tidak saja dalam kata-kata dan keselamatan dan rahmat. Menurut
kalimat tetapi juga dalam Asy-Syatibi, maqāṣid ini terdiri
pengertian pemahaman linguistik dari lima unsur pokok, yakni
dan kultural. Al-Syathibi agama, jiwa, keturunan, harta,
mendiskusikan problem ini dan akal. Untuk memelihara lima
dengan cara menjelaskan dalālah hal pokok inilah syariat Islam
228 JURIS Volume 14, Nomor 2 (Desember 2015)

diturunkan seperti perlindungan dan nyawa. Syaraʻ telah


terhadap hak milik dalam mensyariatkan jihad untuk
ekonomi. menjaga agama, qiṣaṣ untuk
2. Maṣlaḥah ḥajiyyah (kebutuhan menjaga nyawa, hukuman hudud
sekunder), adalah maqasid yang kepada penzina dan penuduh
dibutuhkan untuk memberikan untuk menjaga keturunan (dan
kemudahan dan menghilangkan juga maruah), hukuman sebatan
kesulitan. Jika maqāṣid hajiyyah ini kepada peminum arak untuk
tidak diperhatikan manusia akan menjaga akal, dan hukuman
mengalami kesulitan, kendati potong tangan ke atas pencuri
tidak akan merugikan untuk menjaga harta.
kemaslahatan umum. Seperti 2. Maṣlaḥah mulghah
ibadah shalat dan dibolehkannya Maṣlaḥah mulghah yaitu
akad salam (pesanan). kemaslahatan yang ditolak karena
3. Maṣlaḥah taḥsiniyyah (kebutuhan bertentangan dengan hukum
pelengkap), adalah maqāṣid yang syaraʻ. ini bukanlah maṣlaḥah yang
mengacu pada pengambilan apa benar, bahkan hanya disangka
yang sesuai dengan adat sebagai maṣlaḥah atau ia adalah
kebiasaan yang terbaik dan maṣlaḥah yang kecil yang
menghindari cara-cara yang tidak menghalang maṣlaḥah yang lebih
disukai oleh orang bijak, seperti besar daripadanya. Misalnya,
menutup aurat dalam ibadah kemaslahatan harta riba untuk
shalat dan larangan menjual menambah kakayaan,
makanan yang mengandung najis. kemaslahatan minum khomr
untuk menghilangkan stress,
Jika dilihat dari segi
maṣlaḥah orang-orang penakut
keberadaan maṣlaḥah, ketentuan
yang tidak mau berjihad, dan
syariat membaginya atas tiga bentuk
sebagainya.
yaitu:
3. Maṣlaḥah mursalah
1. Maṣlaḥah muʻtabarah
Maṣlaḥah mursalah yaitu
Maṣlaḥah muʻtabarah yaitu
kemaslahatan yang tidak
kemaslahatan yang didukung
didukung oleh dalil syariat atau
oleh syariat. Maksudnya, ada dalil
naṣ secara rinci, namun ia
khusus yang menjadi bentuk dan
mendapat dukungan kuat dari
jenis kemaslahatan tersebut.
makna implisit sejumlah naṣ yang
Dalam kasus peminum khamar
ada. Jadi, maṣlaḥah ini adalah satu
misalnya, hukuman atas orang
keadaan di mana tiada dalil khas
yang meminum minuman keras
daripada syaraʻ yang
dalam hadis Nabi dipahami
mengi’tibarkannya dan tidak ada
secara berlainan oleh para ulama
hukum yang telah di-naṣ-kan oleh
fikih, disebabkan perbedaan alat
pemukul yang digunakan oleh syaraʻ yang menyerupainya, yang
Rasulullah SAW. Maṣlaḥah mana boleh dihubungkan
hukumnya melalui dalil qiyas.
menjaga agama, nyawa,
keturunan (juga marū'ah), akal Tetapi pada perkara tersebut
Rizal Fahlefi, Implementasi Maslahah dalam Kegiatan Ekonomi … 229

terdapat satu sifat yang munasabah tuntunan situasi dan kondisi. Nabi
untuk diletakkan hukum tertentu tidak mengeluarkan aturan-aturan
kepadanya karena ia tersebut dalam kapasitas beliau
mendatangkan maṣlaḥah atau sebagai penyampai hukum Ilahiah
menolak mafsadah. yang bersifat permanen dan tidak
bisa direvisi, diubah, ataupun
dimodifikasi. Keputusan Nabi
IMPLEMENTASI MAṢLAḤAH
Muhammad saw sebagai penguasa
DALAM KEGIATAN EKONOMI
dan wali kaum Muslim dalam
SYARIAH
membuat aturan-aturan tersebut
Implementasi maṣlaḥah dalam tidak bisa dipandang sebagai bagian
kegiatan ekonomi memiliki ruang permanen dari doktrin ekonomi
lingkup yang lebih luas jika Islam.
dibandingkan dengan Untuk mengisi kekosongan
implementasinya dalam bidang- hukum harus didasarkan kepada
bidang lain. Naṣ-naṣ terkait ekonomi situasi dan kondisi yang sedang
pada umumnya bersifat global, dihadapi oleh masyarakat muslim.
karena itu ruang gerak ijtihadnya Oleh karena itu, keputusan yang
lebih luas. Sedikitnya naṣ-naṣ yang telah diambil untuk mengisi
menyinggung masalah yang terkait kekosongan hukum pada suatu saat
dengan kebijakan-kebijakan ekonomi dapat berubah pada kondisi yang
teknis, membuka peluang yang besar lain. Keputusan penguasa tersebut
untuk mengisi kekosongan tersebut sesuai dengan tuntutan keadaan
dengan mengembangkan ijtihad untuk memperoleh maṣlaḥah demi
berdasarkan prinsip maṣlaḥah. terpenuhinya kepentingan umat.
Berbeda halnya dengan bidang- Maṣlaḥah menjadi dasar
bidang lain seperti ibadah yang pengembangan ekonomi syariah
bersifat dogmatik. Dengan demikian, dalam menghadapi perubahan dan
prinsip maṣlaḥah menjadi acuan dan kemajuan zaman. Dengan
patokan penting dalam bidang pertimbangan maṣlaḥah, regulasi
ekonomi, apalagi jika menyangkut perekonomian bisa berubah dari teks
kebijakan-kebijakan ekonomi yang naṣ kepada konteks naṣ yang
minim dengan aturan syaraʻ yang mengandung maṣlaḥah.
mana terjadi kekosongan aturan Implementasi maṣlaḥah dalam
hukum. kegiatan ekonomi tersebut dapat
Terkait dengan hal tersebut, dilihat dalam berbagai aspek, seperti
Ash-Shadr (2008: 108-109) dalam masalah mekanisme pasar,
mengemukakan bahwa Nabi pembentukan lembaga ḥisbah, zakat
Muhammad Saw dalam produktif, kehadiran lembaga
kapasitasnya sebagai otoritas yang keuangan syariah, dan sebagainya.
berkuasa (waliyyul amr), bertindak Pertimbangan yang
atas nama Islam dengan tanggung berdasarkan maṣlaḥah dalam
jawab mengisi ruang kosong dalam mekanisme pasar dapat dilihat
hukum yang berlaku, sesuai dengan dalam kasus intervensi harga.
230 JURIS Volume 14, Nomor 2 (Desember 2015)

Misalnya, Nabi Muhammad Saw melakukan intervensi sepanjang


menolak melakukan intervensi harga kegagalan pasar tersebut
ketika para sahabat mendesaknya mengancam dan merusak kebutuhan
melakukan hal tersebut (Marthon, minimal rakyat. Untuk menjaga
2004: 85). Tetapi dalam situasi dan kemaslahatan dan kestabilan pasar
kondisi tertentu seperti terancamnya maka dibentuklah lembaga ḥisbah
kebutuhan masyarakat, terjadinya atau regulator pasar yang berperan
monopoli, pemboikotan, atau sebagai pengawas dalam seluruh
terjadinya kolusi antar penjual, maka aktivitas ekonomi yang berjalan di
Ibnu Taimiyyah membolehkan pasar.
pemerintah melakukan intervensi Dalam hal ini, Ali Sakti (2007:
harga (Edwin dkk., 2007: 162-163). 98) menyatakan bahwa, tugas
Sekilas kelihatan bahwa, pernyataan lembaga ḥisbah/ regulator pasar
Ibnu Taimiyyah yang memberi bukan hanya sebatas mengawasi
peluang kepada penguasa untuk kegiatan-kegiatan pasar, akan tetapi
melakukan intervensi harga juga memberikan dan menyediakan
bertentangan dengan apa yang segala fasilitas yang dibutuhkan oleh
menjadi ketetapan Nabi Muhammad pasar untuk memudahkan semua
Saw. Namun, karena situasi dan pelaku pasar. Fasilitas-fasilitas yang
kondisinya berbeda disertai dengan harus disediakan oleh lembaga
pergerakan harga yang telah ḥisbah antara lain berupa lahan yang
merusak mekanisme pasar, maka memadai, transportasi, penerangan,
intervensi harus dilakukan supaya penginapan bagi pedagang dari luar,
harga tetap stabil. Adapun tujuan dan semua falititas yang mendukung
penguasa dalam melakukan kelancaran transaksi pasar. Dengan
intervensi pada saat itu, semata-mata demikian, keberpihakan lembaga
untuk mencegah terjadinya tindak ḥisbah dalam mendukung
kezaliman dan atas pertimbangan keseluruhan aktivitas yang menjadi
kemaslahatan. kebutuhan para pelaku pasar
Adapun perbedaan antara merupakan bentuk maṣlaḥah yang
mekanisme pasar Islam dengan akan dapat menekan semua
mekanisme pasar konvensional hambatan bagi siapa saja yang ingin
hanya terletak pada aspek masuk ke pasar, sehingga kestabilan
pengawasan. Sepanjang mekanisme mekanisme pasar dapat diwujudkan.
pasar berjalan normal, Maṣlaḥah dalam kebijakan
mengedepankan keadilan dan tidak pengelolaan zakat dapat dilihat
mengancam terpenuhinya dalam masalah zakat produktif.
kebutuhan minimal seluruh rakyat, Menurut Zaim Zaidi (2006: 176),
maka negara dalam hal ini otoritas berdasarkan survey yang dilakukan
ekonomi tidak akan mengintervensi oleh Public Interest Research and
pasar dalam bentuk apapun. Tetapi, Advocacy Center (PIRAC) mencatat
jika terjadi kegagalan pasar di luar bahwa tingkat kesadaran
sebab-sebab ketidakadilan dari masyarakat Muslim Indonesia dalam
pelaku pasar, otoritas negara boleh membayar zakat sangat tinggi, yakni
Rizal Fahlefi, Implementasi Maslahah dalam Kegiatan Ekonomi … 231

mencapai angka 95%. Adapun kondisi ekonomi mereka.


potensi zakat yang dapat dikelola Pendistribusian zakat dengan pola
secara profesional sebagaimana konsumtif tersebut, secara
disampaikan oleh Didin tersembunyi akan memunculkan
Hafidhuddin mencapai 217 M. perasaan rendah diri dan
Tingginya tingkat kesadaran ketergantungan para mustaḥik
berzakat dan besarnya potensi zakat kepada muzakki dan mereka tidak
yang tersedia ternyata tidak akan pernah keluar dari belenggu
berbanding lurus dengan manfaat kemiskinan. Sebaliknya para muzakki
yang dirasakan oleh mustahik. yang terbiasa menyalurkan zakat
Pendistribusian zakat yang secara konsumtif akan menimbulkan
dilakukan secara individu perasaan bangga, sombong, dan ria.
khususnya oleh para pengusaha Supaya dana zakat dapat
kaya lebih dominan dalam bentuk memberi manfaat yang lebih besar
konsumtif, seperti pembagian bagi para mustaḥik, maka pola
mukena shalat, kain sarung, beras pendistribusian dalam bentuk
dan minyak goreng beberapa kilo konsumtif harus diminimalisir dan
gram atau dalam bentuk uang beralih kepada pola pendistribusian
berkisar antara Rp. 20.000,- s.d. zakat produktif. Untuk tujuan
50.000,- yang dibagikan secara maṣlaḥah, maka perlu regulasi
merata kepada para mustahik. Selain otoritas pemerintah dalam
itu, prosesi pendistribusian zakat mewujudkan peran konstruktif zakat
juga terkesan tidak manusiawi. melalui kebijakan zakat produktif
Ratusan bahkan ribuan orang sebagai solusi untuk menanggulangi
masyarakat yang datang dari problema kemiskinan di negeri ini.
berbagai penjuru daerah dan dari Kehadiran lembaga-lembaga
berbagai kelompok usia, mulai dari perbankan dan keuangan syari’ah
anak-anak, remaja, dewasa sampai juga didasarkan kepada maṣlaḥah.
kalangan orang tua. Mereka Perekonomian berbasis bunga/riba
dikumpulkan pada suatu tempat telah menciptakan corak interaksi
terbuka untuk menerima zakat. keuangan menjadi kacau. Ali Sakti
Selama penantian tersebut, tidak (2007: 230) mengungkapkan bahwa
sedikit yang jatuh pingsan karena bunga membuat sistem keuangan
tidak tahan kepanasan, ada yang dunia menjadi pincang, negara-
lemas karena sudah lama berdiri negara miskin dan berkembang
menunggu antrian, dan tidak jarang harus terus bergantung secara
jatuh korban sampai meregang financial kepada negara maju. Sifat
nyawa akibat berdesak-desakan pre-determined return yang dimiliki
hanya untuk mendapatkan dana bunga akan membuat perilaku para
zakat sebesar Rp. 50.000,-. pemegang kapital cenderung
Meskipun para mustaḥik selalu menggunakan uangnya sebagai alat
mendapatkan zakat, namun karena untuk men-generate pendapatan
jumlah yang diterima sangat sedikit, melalui sektor finansial daripada
tentu tidak akan mampu merubah
232 JURIS Volume 14, Nomor 2 (Desember 2015)

mendapatkan keuntungan melalui Maṣlaḥah merupakan konsep


aktivitas produktif disektor riil terpenting dalam pengembangan
Jika ditinjau dari rasionalitas ekonomi Islam. Para ulama
pasar, bunga atau sistem riba sepanjang sejarah senantiasa
sebenarnya membuat mekanisme menempatkan maṣlaḥah sebagai
pasar menjadi tidak rasional. pinsip utama dalam syariah.
Dengan bunga, pasar selalu dipaksa Maṣlaḥah bukan hukum tapi tujuan
dalam keadaan positif, semua unit dari hukum itu sendiri. Mematuhi
usaha selalu ada dalam kondisi hukum syariʻah merupakan jalan
profit, tentu hal ini tidak mungkin. untuk mencapai maṣlaḥah. Jadi
Bunga memiliki efek negatif yang maqāṣid syarī‘ah merupakan tujuan
begitu besar baik pada tingkat yang menjadi alat untuk mengukur
ekonomi maupun aktivitas sosial. kemaslahatan.
Kinerja perekonomian terhambat, Implementasi maṣlaḥah pada
daya beli masyarakat menurun dan ekonomi dapat dilihat dalam
inflasi meningkat tajam. Ali Sakti aktivitas kegiatan ekonomi yang
(2007: 234), menyatakan bahwa selalu berkembang. Penerapan
sistem bagi hasil menawarkan solusi maṣlaḥah dalam perbankan terkait
di mana dalam setiap usaha akan dengan bunga dan bagi hasil,
mengalami untung atau rugi, dibolehkannya intervensi
sehingga tidak rasional ketika pemerintah dalam menetapkan
perekonomian hanya mengadopsi harga, dibutuhkannya lembaga
satu kondisi saja dari dua kondisi ḥisbah dalam mekanisme pasar yang
ekonomi tersebut. Oleh karena itu, mengedepankan nilai maṣlaḥah, dan
usaha bagi hasil harus sesuai dengan perlunya langkah-langkah
prinsip syariah, tidak diperkenankan konstruktif terkait pengelolaan zakat
mengandung unsur riba, judi dan produktif, merupakan sebagian kecil
gharar, dilarang memproduksi bentuk maṣlaḥah yang menjadi tujuan
barang haram (babi dan khamr). dalam ekonomi syariʻah.
Profit dibagi antara bank dengan
nasabah secara proporsional, bank
syariah dapat melakukan transaksi DAFTAR KEPUSTAKAAN
jual beli dengan pengusaha maupun Al-Fasi, Alal. 1993. Maqāṣid asy-
nasabah, menggunakan skema Syarī‘ah al-Islāmiyyah wa
murabahah, ijarah, istisna dan salam. Makārimuha, Rubat: Maktabah
Dengan demikian, keberanian al-Wahdah al-arabiyyah.
otoritas pemerintah dalam
mengambil kebijakan dan Al-Ghazali. 1997. Al-Mushtasyfa Min
mengembangkan lembaga keuangan Ilmi al-Uṣūl. Juz 1. Bairut: Dār al
berbasis syariah di tanah air Ihya’ al Turāts al-‘Araby.
mengandung nilai maṣlaḥah yang Al-Qaradhawi, Yusuf. 2007. Fiqih
sangat tinggi. Maqāṣid Syarī‘ah, Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar
PENUTUP
Rizal Fahlefi, Implementasi Maslahah dalam Kegiatan Ekonomi … 233

Ash-Shadr, Muhammad Baqir. 2008. Nasution, Mustafa Edwin dkk. 2007.


Buku Induk Ekonomi Islam. Pengenalan Eksklusif Ekonomi
Jakarta: Zahra Islam. Cet. ke-2. Jakarta:
Asy-Syatibi. 1997. al-Muwāfaqāt fi Kencana.
Uṣūl asy-Syarī‘ah, Beirut: Daral- Sakti, Ali. 2007. Analisis teoritis
Kutub al-Ilmiyyah Ekonomi Islam, Jawaban atas
Kekacauan Ekonomi Modren.
Chamid, Nur. 2000. Jejak Langkah
Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta: AQSA-Publishing.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Zaidi, Zaim. 2006. Restorasi Zakat
Sebuah Keniscayaan: Teladan dari
Shalihin, Ahmad Ifham. 2010. Buku
Kaum Muslim Cape Town Afrika
Pintar Ekonomi Syari’ah. Jakarta:
Selatan. Dalam Noor Aflah.
Gramedia Pustaka utama.
2006. Zakat dan Peran Negara.
Marthon, Said Sa’ad. 2004. Ekonomi Jakarta: Forum Zakat.
Islam di Tengah Krisis Ekonomi
Global. Jakarta: Zikrul Hakim.

Anda mungkin juga menyukai