Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Semakin pesatnya perkembangan dunia usaha dan dunia industri dalam era

globalisasi ditandai dengan semakin berkembangnya pula kemajuan ilmu dan

teknologi. Hal tersebut dapat berpengaruh terhadap tuntutan kualitas sumberdaya

yang harus semakin terampil serta peningkatan penguasaan suatu bidang teknologi

tertentu sebagai upaya pemenuhan permintaan dalam dunia usaha dan dunia

industri. Peran manusia sebagai sumber daya sangat dibutuhkan karena manusia

merupakan ujung tombak dalam kehidupan suatu organisasi. Sumber daya

manusia adalah faktor utama yang berperan dalam kegiatan produksi, namun

pentingnya manusia sebagai alat produksi masih kurang efisien dilihat dari segi

tenaga, hasil, dan ketahanan fisik maupun mental.

Penggunaan teknologi yang modern dalam proses produksi tentu saja

dapat menutup kekurangan manusia sebagai alat produksi utama, karena dengan

teknologi yang canggih akan memberikan kemudahan serta menghasilkan kualitas

yang jauh lebih baik. Akan tetapi disisi lain penggunaan teknologi yang modern

juga memberikan peluang lebih besar terhadap resiko kecelakaan kerja. Oleh

sebab itu, sikap kewaspadaan dan ketelitian sangat diperlukan agar dapat

meminimalisir terjadinya kecelakaan kerja.

Kecelakaan kerja tentunya merupakan kejadian yang tidak diharapkan,

karena dapat berakibat pada kerugian baik material maupun manusia sebagai

operator produksi itu sendiri dari kecelakaan yang paling ringan sampai paling

1
berat. Keadaan lingkungan sekitar tempat bekerja juga memiliki pengaruh

terhadap tenaga kerja, oleh karenanya lingkungan yang aman dan sehat sangat

diperlukan dalam pelaksanaan pekerjaan.

Pencegahan kecelakaan kerja merupakan suatu hal yang perlu diupayakan

oleh semua pihak termasuk pemerintah. Dalam hal ini pemerintah mengeluarkan

Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja sebagai upaya

perlindungan terhadap tenaga kerja di Indonesia. Dengan dikeluarkannya undang-

undang tersebut akan mendorong pelaku dunia usaha maupun dunia industri agar

mengutamakan keselamatan kerja sebagai upaya meminimalisir terjadinya resiko

kecelakaan kerja.

Keselamatan kerja merupakan hal yang masih perlu perhatian secara

khusus, sebab angka kecelakaan kerja di Indonesia masih cukup tinggi.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

(BPJS) Ketenagakerjaan, setidaknya tercatat kasus kecelakaan kerja sebanyak

114.148 kasus pada tahun 2018 dan sebanyak 77.295 kasus pada tahun 2019.

(https://kemnaker.go.id/news/detail). Dari data tentang jumlah kasus kecelakaan

kerja di Indonesia tersebut, sangat diperlukan usaha-usaha perlindungan bagi

tenaga kerja. Diantara upaya-upaya yang diperlukan, salah satunya dilakukan

melalui program pendidikan. Pemerintah berupaya menerapkan pendidikan

sebagai sarana dalam usaha mencetak sumber daya manusia yang berkualitas

sehingga nantinya dapat menjadi tenaga kerja yang terampil dan penurunan kasus

kecelakaan kerja dapat terealisasikan.

2
Pendidikan sebagai sarana dalam menghasilkan sumber daya yang

berkualitas tentunya mengarahkan manusia dan masyarakat menuju ke arah yang

lebih baik. Dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 disebutkan bahwa

pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

dan proses pembelajaran agar peserrta didik secara aktif mengembangkan potensi

dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan sebagai sarana penghasil SDM yang

berkualitas salah satunya dilakukan pada pendidikan formal dalam lingkungan

sekolah. Sekolah merupakan lembaga sebagai sebuah sistem sosial yang memiliki

wewenang untuk menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar. Lembaga sekolah

besifat aktif kreatif artinya sekolah sebagai penghasil sesuatu yang bermanfaat

bagi masyarakat dalam hal ini ialah orang-orang terdidik.

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu lembaga

sekolah di Indonesia yang berbasis kejuruan sebagai wadah pembentukan sumber

daya manusia yang berketrampilan sebagai penyedia kebutuhan tenaga kerja

dalam dunia industri. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 15,

pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan

peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Berdasarkan definisi

diatas, konsep SMK sebagai lembaga sekolah berbasis kejuruan diartikan bahwa

sekolah SMK tidak hanya menciptakan output atau lulusan yang hanya cerdas

secara teori dan ilmu pengetahuan saja akan tetapi lebih dari itu SMK

menghasilkan peserta didik yang memiliki keahlian dalam bidang tertentu.

3
Adapun tujuan SMK sebagai lembaga pendidikan menengah kejuruan

disebutkan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 memiliki tujuan umum

dan tujuan khusus. Tujuan umum pendidikan menengah kejuruan adalah untuk :

(1) Meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, (2)

Mengembangkan potensi siswa agar menjadi warga negara yang berakhlak mulia,

sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, demokratis dan bertanggung jawab, (3)

Mengembangkan potensi siswa agar memiliki wawasan kebangsaan, memahami,

dan menghargai keanekaragaman budaya bangsa Indonesia, (4) Mengembangkan

potensi siswa agar memiliki kepedulian terhadap lingkungan hidup dengan secara

aktif turut memelihara dan melestarikan lingkungan hidup, serta memanfaatkan

sumberdaya alam dengan efektif dan efisien.

Sementara itu tujuan khusus pendidikan menengah kejuruan sebagaimana

disebutkan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 adalah sebagai berikut :

(1) menyiapkan siswa agar menjadi manusia produktif, mampu bekerja mandiri,

mengisi lowongan pekerjaan yang ada serbagai tenaga kerja tingka menengah

sesuai dengan kompetensi dalam program keahlian yang diminatinya, (2)

menyiapkan siswa agar mampu memilih karir, ulet dan gigih dalam

berkompetensi, beradaptasi di lingkungan kerja, dan mengembangkan sikap

profesional dalam bidang keahlian yang diminatinya, (3) Membekali siswa

dengan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni agar mampu mengembangkan diri

di kemudian hari baik secara mandiri maupun melalui jenjang pendidikan yang

lebih tinggi, dan (4) Membekali siswa dengan kompetensi-kompetensi yang sesuai

dengan program keahlian yang dipilih. Dengan demikian bisa diambil kesimpulan

4
bahwa pendidikan menengah kejuruan bertujuan menciptakan output atau lulusan

yang tidak sekedar memiliki ilmu pengetahuan dan sikap yang baik, akan tetapi

membekali para lulusan dengan ketrampilan khusus dan kesiapan untuk masuk

dalam dunia industri.

Mengacu pada tujuan pendidikan menengah kejuruan tersebut, kegiatan

belajar mengajar di sekolah memiliki peran yang sangat penting dalam

mengembangkan ketrampilan siswa sebagai bekal untuk mempersiapkan diri

menuju ke dunia industri. Salahsatu peran penting sekolah dalam pengembangan

ketrampilan siswa adalah melalui kegiatan praktik di sekolah bengkel sekolah.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) praktik adalah pelaksanaan

secara nyata apa yang disebut dalam teori. Sedangkan menurut Paryanto (2008)

mendefinisikan praktik adalah suatu pewujudan dari suatu teori dalam bentuk

kerja nyata atau suatu pelaksanaan pekerjaan yang didasar oleh suatu teori

tertentu.

Kegiatan pembelajaran berupa praktik di sekolah ini mengharuskan siswa

berhadapan langsung dengan alat-alat dan bahan praktik dan tentunya memiliki

resiko kecelakaan kerja yang tinggi. Banyak perusahaan kini membuat peralatan

yang serba modern dan canggih guna meningkatkan nilai produktivitas, untuk itu

pemakaian terhadap peralatan-peralatan tersebut membuat resiko kecelakaan

kerjapun semakin meningka jika cara pemakaiannya tidak sesuai dengan Standar

Operasional Prosedur (SOP).

Semakin canggihnya peralatan praktik membuat semakin kompleks pula

kaitannya dengan penggunaan, perawatan sampai pada resiko kerja. Kurangnya

5
pengetahuan dan kecerobohan dalam melaksanakan praktik akan membuat efek

yang sangat fatal (kecelakaan kerja), yang secara langsung atau tidak langsung

berdampak merugikan baik bagi siswa maupun bagi sekolah. Untuk itu

pengetahuan akan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan faktor yang

berperan penting dalam usaha menghndari berbagai resiko kerja.

Putut (dalam Putri 2017) menjelaskan (a) Jenis bahaya yang terdapat di

bengkel atau laboratorium SMK meliputi sembilan kelompok pekerjaan, yaitu

yang berkaitan dengan penanganan bahan,penggunaan alat-alat tangan,

perlindungan mesin, desain tempat kerja, pencahayaan, cuaca kerja, pengendalian

bahaya bising, getaran dan listrik, fasilitas pekerja, dan organisasi kerja; (b)Rerata

tingkat resiko bahaya yang terdapat di bengkel atau laboratorium SMK meliputi:

tidak berbahaya (68 kasus atau 54%), perlu tindakan penanganan (43 kasus atau

34%), dan perlu prioritas tindakan penanganan (10 kasus atau 8%), sedangkan

lainnya sebesar 4% atau 6 kasus tidak ada datanya; (c) Pengendalian bahaya

dengan urgensi tinggi pada kondisi beresiko untuk dilakukan prioritas tindakan

perbaikan pada kasus yang perlu tindakan perbaikan, sedangkan yang terakhir

adalah mempertahankan dan memperbaiki kondisi pada kasus yang tidak perlu

tindakan perbaikan; (4) Rekomendasi untuk perbaikan kondisi dilakukan dengan

tahapan sebagai berikut: menetapkan sasaran, memilih pendekatan, menetapkan

prosedur serta melakukan evaluasi terus menerus terhadap kondisi K3 di bengkel

atau laboratorium.

Pengetahuan dan kesadaran akan pentingnya K3 dalam menghindari resiko

kecelakaan kerja tentunya menjadi faktor yang harus diperhatikan oleh semua

6
pihak yang bekerja dalam bengkel. Kesadaran akan perilaku K3 perlu ditanamkan

sejak dini. Kegiatan pembelajaran praktik di bengkel otomotif merupakan

salahsatu sarana dalam memperkenalkan dan menumbuhkan kesadaran siswa

dalam berperilaku K3, mengingat lingkungan kerja Teknik Otomotif adalah

tempat kerja dengan resiko kecelakaan yang tinggi.

Lingkup dunia kerja industri otomotif yang secara langsung bersinggungan

dengan tingkat bahaya yang tinggi membuat siswa diharuskan untuk memiliki

pengetahuan tentang K3. Dengan pengetahuan yang memadai ini diharapkan

semua pihak termasuk siswa yang terlibat langsung dengan dunia kerja otomotif

tersebut dapat terhindar dari bahaya yang disebabkan karena kecelakaan kerja.

Untuk itu, bagi siswa sebelum terjun langsung dengan lingkungan kerja yang

memiliki tingkat bahaya yang tinggi tersebut sebaiknya diberikan pengetahuan

tentang K3, terutama bagi siswa klas X. Pengetahuan tersebut bisa diperoleh dari

mata pelajaran khusus K3 dan mata pelajaran praktikum. Akan tetapi, siswa kelas

X Teknik Kendaraan Ringan SMK Tamansiswa Jetis Yogyakarta tidak

mendapatkan pelajaran yang secara khusus membahas tentang Keselamatan dan

Kesehatan Kerja (K3), padahal seharusnya pengetahuan K3 tersebut perlu

diberikan sejak kelas X sebagai bekal mereka untuk terlibat dalam dunia kerja.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah hal yang mesti diperhatikan

saat berada di tempat-tempat dengan lingkup kerja praktikum seperti bengkel,

laboratorium maupun industri. Penerapan K3 di tempat kerja bertujuan agar

pekerja dan orang lain yang ada di tempat kerja selalu dalam keadaan selamat dan

sehat, serta menjamin semua sumber produksi agar dapat digunakan secara aman

7
dan efisien. Di SMK Tamansiswa Jetis Yogyakarta khususnya program keahlian

Teknik Kendaraan ringan, pembelajaran K3 diberikan langsung bersamaan

dengan praktik dan tidak diberikan secara langsung dalam sebuah mata pelajaran.

Berdasarkan observasi yang dilaksanakan di SMK Tamansiswa Jetis

Yogyakarta khususnya pada program keahlian Teknik Kendaraan Ringan (TKR)

menunjukan kebanyakan siswa belum menerapkan prosedur K3 saat melakukan

praktik di bengkel. Hal ini terlihat saat praktikum kerja las, siswa merasa K3 tidak

terlalu penting dan cenderung diabaikan. Karena kebanyakan siswa lebih

cenderung berorientasi pada hasil bukan pada proses dan prosedurnya sehingga

mereka mengabaikan fakor safety selama menjalani praktik kerja pengelasan.

Beberapa siswa ketika melaksanakan praktik kerja pengelasan tidak sesuai dengan

SOP seperti tidak memakai wearpack, kacamata las, bahkan tidak menjaga

kebersihan bengkel.

Selain itu, dalam melaksanakan praktik kerja las siswa juga masih suka

bercanda dengan temannya. Ini tentunya bisa menjadi penyebab terjadinya

kecelakaan kerja mengingan praktik kerja las merupakan pekerjaan yang memiliki

resiko tinggi. Penggunaan alat-alat keselamatan kerja juga dirasa kurang praktis

sehingga banyak dari mereka cenderung mengabaikan faktor tersebut. Dengan

demikian, perlu adanya penekanan terlebih dahulu kepada para siswa sebelum

memulai praktikum seperti membaca jobsheet maupun mengenakan peralatan

standar untuk praktik kerja las agar proses praktikum berjalan dengan lancar dan

sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP).

8
Kurang tegasnya tindakan yang dilakukan guru untuk memberikan efek

jera kepada siswa yang melanggar aturan juga menjadi penyebab siswa

menyepelekan K3. Tata tertib tentang K3 di bengkel seharusnya selalu ditekankan

kepada para siswa ketika sedang melakukan praktikum sehingga resiko akibat

kecelakaan kerja dapat diminimalisir. Selain itu, guru juga hendaknya selalu

memberi contoh tentang berperilaku K3 selama bekerja di industri seperti

misalnya penggunaan Alat Pelindung Diri (APD). Pengetahuan tentang K3 ini

harus dimiliki oleh semua siswa mengingat resiko akibat kecelakaan kerja dapat

terjadi kapan saja. Pembiasaan sikap dan berperilaku K3 selama kegiatan praktik

di sekolah sangat penting dilakukan agar suatu saat siswa juga terbiasa

melaksanakan K3 ketika bekerja di industri.

Dampak negatif dari mengabaikan faktor K3 oleh siswa ketika prakikum

tentu saja berakibat pada resiko kecelakaan kerja yang semakin tinggi pula.

Mengabaikan pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) seperti kaca mata las dapat

mengakbatkan cidera pada mata karena tidak mampu menahan silaunya sinar

ultraviolet yang masuk ke mata, ataupun mengabaikan pemakaian wearpack yang

dapat mengakinatkan kotornya pakaian ataupun anggota badan. Penggunaan alat

yang harus sesuai dengan fungsiya juga harus ditekankan karena selain dapat

membahayakan juga menghindari kerugian akibat kelalaian. Oleh karena itu,

penerapan K3 ketika praktik harus selalu diterapkan untuk membentuk sikap kerja

yang baik sebagai cerminan sumber daya yang berkualitas untuk bekal nantinya

ketika memasuki dunia usaha dan dunia industri. Berdasarkan hal-hal yang sudah

9
dipaparkan diatas, maka peneliti ingin mengetahui bagaimana penerapan

keselamatan dan kesehatan kerja di SMK Tamansiswa Jetis Yogyakarta.

B. Identifikasi Masalah

Mengacu pada latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka

permasalahan dapat diidentifikasikan sebagai berikut :

1. Masih terdapat siswa yang mengabaikan faktor-faktor keselamatan kerja

dengan tidak memakai Alat Pelindung Diri (APD) seperti tidak memakai

wearpack, sarung tangan, dan kacamata las ketika praktikum.

2. Beberapa siswa masih terlihat bercanda saat pelaksanaan praktikum. Padahal

pentingnya penerapan sikap K3 seharusnya perlu dimiliki siswa sehingga dapat

memproteksi diri dan meminimalisir resiko terjadinya kecelakaan kerja saat

melakukan praktik di sekolah.

3. Ketersediaan fasilitas peralatan praktik yang berhubungan dengan alat

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang yang jumlahnya sedikit

menyebabkan penggunaan alat praktikum harus dilakukan secara bergantian.

4. Pemberian sanksi dari guru yang masih kurang tegas bagi siswa yang tidak

menerapkan K3. Salahsatu faktor yang berperan penting dalam keterlibatan

siswa menerapkan K3 di lingkungan sekolah di SMK Tamansiswa Jetis

Yogyakarta adalah dari faktor gurunya, apabila faktor ini dirasa kurang tegas

juga dapat menjadi penyebab siswa menyepelekan K3.

10
C. Pembatasan Masalah

Dikarenakan luasnya masalah yang telah dipaparkan di dalam identifikasi

masalah serta keterbatasan peneliti dari segi waktu maupun biaya, maka perlu

adanya pembatasan masalah. Dengan adanya pembatasan masalah maka

penelitian hanya berfokus pada masalah yang akan diteliti. Dalam penelitian ini,

masalah dibatasi pada :

1. Pengetahuan siswa kelas X program keahlian Teknik Kendaraan Ringan di

SMK Tamansiswa Jetis Yogyakarta tentang K3.

2. Sikap siswa kelas X program keahlian Teknik Kendaraan Ringan di SMK

Tamansiswa Jetis Yogyakarta dalam menerapkan prosedur K3 ketika praktik

kerja las.

3. Penerapan K3 siswa kelas X program keahlian Teknik Kendaraan Ringan di

SMK Tamansiswa Jetis Yogyakarta saat praktik kerja las.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan fokus penelitian diatas, maka dapat dibuat sebuah rumusan

masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengetahuan siswa kelas X program keahlian Teknik Kendaraan

Ringan di SMK Tamansiswa Jetis Yogyakarta tentang K3 ?

2. Bagaimana sikap siswa kelas X program keahlian Teknik Kendaraan Ringan di

SMK Tamansiswa Jetis Yogyakarta dalam melaksanakan K3 saat praktik kerja

las ?

3. Bagaimana penerapan K3 siswa kelas X program keahlian Teknik Kendaraan

Ringan di SMK Tamansiswa Jetis Yogyakarta saat praktik kerja las?

11
E. Tujuan Penelitian

Mengacu pada rumusan masalah diatas, tujuan yang telah dicapai dari

penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui seberapa besar pengetahuan siswa kelas X program keahlian

Teknik Kendaraan Ringan di SMK Tamansiswa Jetis Yogyakarta tentang K3.

2. Untuk mengetahui sikap siswa kelas X program keahlian Teknik Kendaraan

Ringan di SMK Tamansiswa Jetis Yogyakarta dalam melaksanakan K3 saat

praktik kerja las.

3. Untuk mengetahui bagaimana penerapan K3 siswa kelas X program keahlian

Teknik Kendaraan Ringan di SMK Tamansiswa Jetis Yogyakarta saat praktik

kerja las.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari dilakukannya penelitian ini secara teoritis

maupun praktis adalah sebagai berikut :

1. Manfaat secara teoritis

a. Diharapkan dari penelitian ini akan dapat memberikan informasi untuk

penelitian di masa yang akan datang, terutama penelitin yang berhubungan

tentang K3.

2. Manfaat secara praktis

a. Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dan bahan acuan

guru dalam proses kebijakan penerapan K3 di SMK Tamansiswa Jetis

Yogyakarta

12
b. Diharapkan dapat menjadi acuan serta sarana pengembangan ilmu

pengetahuan tentang K3 secara teori dan memberi masukan kepada siswa

khususnya siswa kelas X program keahlian Teknik Kendaraan Ringan di

SMK Tamansiswa Jetis Yogyakarta saat praktik kerja las.

13

Anda mungkin juga menyukai