Anda di halaman 1dari 86

Asuhan Keperawatan Pada Ny.

S Dengan Gastritis

OLEH :
Listia Rahman Mayhesti
201030200011

PROGRAM PROFESI NERS


STIKES WIDYA DHARMA HUSADA TANGERANG
TAHUN 2020
LAPORAN PENDAHLUAN GASTRITIS

A. Anatomi dan Fisiologi

1. Anatomi

(Netter, 2006)

Gaster adalah rongga seperti kantong berbentuk J yang terletak di antara

esofagus dan usus halus. Organ ini dibagi menjadi tiga bagian berdasarkan

perbedaan struktur dan fungsi yaitu: fundus, korpus, dan antrum. Fundus

adalah bagian lambung yang terletak di atas lubang esofagus. Bagian

tengah atau utama lambung adalah korpus. Antrum adalah bagian lapisan

otot yang lebih tebal di bagian bawah lambung (Sherwood, 2014).


2. Fisiologi

Fungsi utama sistem pencernaan adalah memindahkan nutrien, air,

dan elektrolit dari makanan yang kita telan ke dalam lingkungan internal

tubuh. Sistem pencernaan melakukan empat proses pencernaan dasar

yaitu: motilitas, sekresi, digesti, dan absorpsi (Guyton, 2014).

Ketika tidak ada makanan, mukosa lambung berbentuk lipatan yang

besar, disebut rugae, dapat dilihat dengan mata telanjang. Pada saat terisi

makanan, rugae menghilang dengan lancar seperti alat musik akordion

dimainkan. Mukosa lambung terdiri dari tiga sel sekresi: sel chief, sel

parietal, dan sel mukus. Sel chief menyekresi enzim pepsinogen, sel

parietal menyekresi asam klorida yang mengaktifkan pepsinogen

menjadi pepsin, dan sel mukus menyekresi mukus untuk melindungi

gaster (Rizzo, 2016).

Gaster bekerja dengan memperkecil partikel makanan menjadi

larutan yang dikenal dengan nama kimus. Kimus tersebut mengandung

fragmen molekul protein dan polisakarida, butiran lemak, garam, air, dan

berbagai molekul kecil lain yang masuk bersama makanan. Tidak ada

ada molekul-molekul tersebut yang dapat melewati epitel gaster kecuali

air. Absorpsi paling banyak terjadi di usus halus (Widmaier, Raff, dan

Strang, 2014).
Faktor di lambung yang memengaruhi laju pengosongan gaster yaitu

volume kimus dan derajat fluiditas. Faktor di duodenum yang

memengaruhi laju pengosongan lambung antara lain:

a. Respon saraf melalui pleksus saraf intrinsik dan saraf autonom.

b. Respon hormon dikenal dengan enterogastron yang dibawa darah

dari mukosa usus halus ke gaster tempat mereka menghambat

kontraksi antrum. Enterogastron tersebut yang penting adalah

sekretin (dihasilkan sel S) dan kolesistokinin (dihasilkan sel I).

c. Lemak paling efektif dalam memperlambat pengosongan lambung

karena lemak memiliki nilai kalori yang tinggi. Selain itu,

pencernaan dan penyerapan lemak hanya berlangsung di usus halus.

Trigliserida sangat merangsang duodenum untuk melepaskan

kolesistokinin (CCK). Hormon ini menghambat kontraksi antrum

dan menginduksi kontraksi sfingter pilorus, yang keduanya

memperlambat pengosongan lambung.

d. Asam dari kimus yang di dalamnya terdapat HCl dinetralkan oleh

natrium bikarbonat di dalam lumen duodenum. Asam yang belum

dinetralkan akan menginduksi pelepasan sekretin, yaitu suatu

hormon yang akan memperlambat pengosongan lebih lanjut isi

gaster yang asam hingga netralisasi selesai.

e. Hipertonisitas. Pengosongan gaster secara refleks jika osmolaritas

isi duodenum mulai meningkat.


f. Peregangan. Kimus yang terlalu banyak di duodenum akan

menghambat pengosongan isi lambung (Costanzo, 2018).

Emosi juga dapat memengaruhi motilitas lambung. Meskipun tidak

berhubungan dengan pencernaan, emosi dapat mengubah motilitas

lambung dengan bekerja melalui saraf autonom untuk memengaruhi

derajat eksitasbilitas oto polos lambung. Efek emosi pada motilitas

lambung barvariasi dari orang ke orang lain dan tidak selalu dapat

diperkirakan, rasa sedih dan takut umumnya mengurangi motilitas,

sedangkan kemarahan dan agresi cenderung meningkatkannya.

Selain emosi, nyeri hebat dari bagian tubuh manapun cenderung

menghambat motilitas, tidak hanya di lambung tetapi di seluruh

saluran cerna. Respon ini ditimbulkan oleh peningkatan aktivitas

simpatis (Guyton, 2014).

B. Definisi

Gastritis atau dikenal dengan sakit maag merupakan peradangan

(pembengkakan) dari mukosa lambung yang disebabkan oleh faktor iritasi

dan infeksi. Bahaya penyakit gastritis jika dibiarkan terus menerus akan

merusak fungsi lambung dan dapat meningkatkan risiko untuk terkena

kanker lambung hingga menyebabkan kematian. Berbagai penelitian

menyimpulkan bahwa keluhan sakit pada penyakit gastritis paling banyak

ditemui akibat dari gastritis fungsional, yaitu mencapai 70-80% dari seluruh

kasus. Gastritis fungsional merupakan sakit yang bukan disebabkan oleh


gangguan pada organ lambung melainkan lebih sering dipicu oleh pola

makan yang kurang sesuai, faktor psikis dan kecemasan (Saydam, 2011).

Gastritis adalah suatu peradangan yang terjadi pada mukosa

lambung, dapat bersifat akut, kronik difus atau lokal, dengan gambaran klinis

seperti anoreksia, perasaan penuh di perut, tidak nyaman pada epigastrium,

mual, dan muntah (Suratun SKM, 2010).

Gastritis adalah peradangan permukaan mukosa lambung yang akut

dengan kerusakan-kerusakan erosi. Erosi karena perlukaan hanya pada

bagian mukosa (Inayah, 2004). Gastritis adalah inflamasi mukosa lambung

sering akibat diet yang sembarangan. Biasanya individu ini makan terlalu

banyak, terlalu cepat, makan-makanan yang berbumbu atau mengandung

mikroorganisme penyebab penyakit (Smeltzer, 2006).

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa gastritis adalah suatu

peradangan yang terjadi pada mukosa lambung yang disebabkan oleh faktor

iritasi, infeksi dan ketidakteraturan dalam pola makan yang menimbulkan

kerusakan pada bagian mukosa lambung yang dapat muncul gejala berupa

ketidaknyamanan pada perut, mual, muntah, dan anoreksia.

C. Etiologi dan Faktor Resiko

1. Etiologi

Penyebab gastritis dibedakan atas zat internal dan zat eksternal. Zat

internal yaitu adanya kondisi yang memicu pengeluaran asam lambung

yang berlebihan, dan zat eksternal adalah iritasi dan infeksi. Gastritis
biasanya terjadi ketika mekanisme perlindungan dalam lambung mulai

berkurang sehingga menimbulkan inflamasi. Kerusakan ini ini bisa

disebabkan oleh gangguan kerja fungsi lambung, gangguan struktur

anatomi yang bisa berupa luka atau tumor, jadwal makan yang tidak

teratur, konsumsi alkohol atau kopi yang berlebih, gangguan stres,

merokok, pemakaian obat penghilang nyeri dalam jangka panjang dan

secara terus menerus, stres fisik, infeksi bakteri Helicobacter pylori

(Sarasvati dkk, 2010).

Helicobacter pylori merupakan penyebab utama penyakit gastritis.

gastritis yang dipicu bakteri ini bisa menjadi gastritis menahun karena

Helicobacter pylori dapat hidup dalam waktu yang lama dilambung

manusia dan memiliki kemampuan mengubah kondisi lingkungan yang

sesuai dengan lingkungannya sehingga Helicobacter pylori akan

mengiritasi mukosa lambung serta menimbulkan rasa nyeri di sekitar

epigastrium. Menurut penelitian Damayanti (2015), ekspresi H pylori

dapat ditemukan pada gastritis kronis(84,6%), bahwa H pylori berperan

dalam pathogenesis gastritis kronik, atrofi, metaplasia intestinal, displasia

dan meningkatkan resiko terjadinya karsinoma gaster. Faktor risiko dari

infeksi Helicobacter pylori diantaranya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

(PHBS) rendah, tingkat pengetahuan rendah, anggota keluarga yang

terinfeksi, status sosioekonomi rendah, kekurangan air bersih, tempat

tinggal kumuh, pemeliharaan makanan buruk, dan akses pelayanan


kesehatan yang buruk (Zamani M et al, 2017). Peningkatan prevalensi

Helicobacter pylori juga dikaitkan dengan peningkatan konsumsi

makanan dari pedagang kaki lima yang mendukung kemungkinan

terjadinya peularan yaitu penyiapan makanan dalam kondisi yang tidak

bersih (Yvonne dan Rob de Jonge, 2011).

Makan yang terlalu cepat dan terlalu banyak dapat menginduksi

penyakit saluran pencernaan seperti gastritis. Pada orang-orang yang

makan dengan cepat cenderung merasa tidak terlalu kenyang daripada

orang yang makan dengan lambat sehingga mereka cenderung makan

lebih banyak. Prevalensi penyakit saluran pencernaan dengan lesi pada

mukosa seperti gastritis relatif lebih tinggi pada orang dengan Body

Mass Index (BMI) yang tinggi. Makan dengan jumlah banyak juga

mempengaruhi prevalensi gastritis. Hal tersebut terjadi karena makanan

dengan jumlah banyak tetap tinggal di gaster lebih lama, sehingga durasi

mukosa gaster terpapar asam lambung lebih lama. Pada orang dengan

durasi makan yang cepat (<5 menit dan 5-10 menit) menunjukkan risiko

yang lebih tinggi menderita gastritis daripada mereka yang makan

dengan waktu lebih lama (≥15 menit) (Kim MK et al, 2015).

Merokok dapat merusak lapisan mukosa lambung karena asap rokok

dipercaya menghalangi produksi zat prostaglandin tubuh, zat ini

merupakan pelindung lambung dari serangan asam lambung dan pepsin

sehingga perut peka terhadap radang lambung seperti ulkus dan jika
berlanjut bisa menyebabkan karsinoma (Yuliarti, 2009).

Gastritis biasa diawali dengan kebiasaan yang tidak baik seperti

tidak sarapan pagi. Sarapan bagi anak remaja sangatlah penting, karena

saat sekolah adalah penuh aktivitas yang membutuhkan energi dan

kalori yang cukup besar. Dampak negatif dari tidak sarapan pagi

dapat terjadi ketidakseimbangan sistem saraf pusat yang diikuti rasa

pusing, gemetar, atau rasa lelah. Hal ini juga dapat memicu terjadinya

gastritis karena selama tidur 12 jam tubuh puasa sepanjang malam, dan

di pagi hari berada dalam tahap pertama merasa lapar sehingga

lambung yang masih dalam tahap kelaparan dapat meningkatkan kadar

asam lambung naik sehingga dapat memicu terjadinya gastritis (Riani,

2015).

Gastritis umumnya terjadi akibat asam lambung yang tinggi atau

terlalu banyak makan makanan yang bersifat merangsang diantaranya

makanan yang pedas dan asam. Gastritis dapat disebabkan pula dari hasil

makanan yang tidak cocok. Makanan tertentu yang dapat menyebabkan

penyakit gastritis, seperti buah yang masih mentah, daging mentah, kari,

dan makanan yang banyak mengandung krim atau mentega (Iskandar,

2016).

Kopi adalah minuman yang terdiri dari berbagai jenis bahan dan

senyawa kimia, termasuk lemak, karbohidrat, asam amino, asam nabati

yang disebut dengan fenol, vitamin dan mineral. Kopi diketahui


merangsang lambung untuk memproduksi asam lambung sehingga

menciptakan lingkungan yang lebih asam dan dapat mengiritasi mukosa

lambung. Kafein di dalam kopi dapat mempercepat proses terbentuknya

asam lambung. Hal ini membuat produksi gas dalam lambung berlebih

sehingga sering mengeluhkan sensasi kembung di perut (Selviana,

2015).

Menurut Brunner & Suddarth (2002) Penyebab timbulnya gastritis

diantaranya :

1) Konsumsi obat-obatan kimia digitalis (Asetamenofen/Aspirin, steroid

kortikosteroid). Asetamenofen dan kortikosteroid dapat

mengakibatkan iritasi pada mukosa lambung. NSAID (Non Steroid

Anti Inflamation Drugs) dan kortikosteroid menghambat sintesis

prostaglandin, sehingga sekresi HCL meningkat dan menyebabkan

suasana lambung menjadi sangat asam dan menimbulkan iritasi

mukosa lambung.

2) Konsumsi alkohol dapat menyebabkan kerusakan mukosa lambung.

3) Terapi radiasi, refluk empedu, zat-zat korosif (cuka dan lada)

dapat menyebabkan kerusakan mukosa gaster dan menimbulkan

edema serta pendarahan.

4) Kondisi stres atau tertekan merangsang peningkatan produksi HCL

lambung.

5) Infeksi oleh bakteri, seperti Helicobakter pylori, Esobericia Coli,


Salmonella, dan lain-lain.

6) Jamur dari spesies Candida, seperti Histoplasma capsulaptum dapat

menginfeksi mukosa gaster hanya pada pasien immunocompromais.

Pada pasien yang sistem imunnya baik, biasanya tidak dapat

terinfeksi oleh jamur. Sama dengan jamur, mukosa lambung

bukan tempat yang mudah terkena infeksi parasit.

2. Faktor Resiko

1) Sering mengonsumsi makanan pedas atau yang kadar lemaknya tinggi

seperti gorengan

2) Gaya hidup tidak sehat seperti merokok atau kebanyakan minum

minuman beralkohol

3) Kelebihan berat badan atau obesitas

4) Sedang menjalani pengobatan tertentu seperti

antibiotik, aspirin, steroid, dan pil KB

5) Stres atau kelelahan

6) Pola makan berantakan dan tidak teratur

7) Sering mengonsumsi obat penghilang rasa sakit

8) Penyakit lain yang disebabkan oleh infeksi: HIV/AIDS, penyakit

Crohn, dan penyakit infeksi bakteri lainnya

9) Alergi makanan, khususnya bagi orang yang memiliki esophagitis

eosinophilic (EoE, gangguan pencernaan). Kondisi ini bisa menjadi


pemicu gastritis. Penting untuk berkonsultasi dengan dokter atau ahli

alergi untuk mendeteksi alergi makanan guna menghindari kondisi

gastritis.

D. Patofisiologi dan Pathway

1. Gastritis Akut

Gastritis Akut dapat disebabkan oleh karena stress, zat kimia obat-obatan

dan alkohol, makanan yang pedas, panas maupun asam. Pada pasien yang

mengalami strees akan terjadi perangsangan saraf simpatis NV (Nervus

Vagus), yang akan meningkatkan produksi asam klorida (HCl) didalam

lambung akan menimbulkan rasa mual, muntah dan anoreksia.Zat kimia

maupun makanan yang merangsang akan menyebabkan sel epitel

kolumner, yang berfungsi untuk menghasilkan mukus mengurangi

produksinya. Sedangkan mukus itu fungsinya untuk memproteksi mukosa

lambung agar tidak ikut tercerna respon mukosa lambung karena

penurunan sekresi mukus bervariasi diantaranya vasodilitasi sel mukosa

gaster. Lapisan mukosa gaster terdapat enzim yang memproduksi asam

klorida atau HCl, terutama daerah fundus.Vasodilitasi mukosa gaster akan

menyebabkan produksi HCl meningkat. Anoreksia juga dapat

menyebabkan rasa nyeri, rasa nyeri ini ditimbulkan oleh karena kontak

HCl dengan mukosa gaster. Respon mukosa lambung akibat penurunan

sekresi mukus dapat berupa pengelupasan. Pengelupasan sel mukosa


gaster akan mengakibatkan erosi memicu timbulnya pendarahan.

Pendarahan yang terjadi dapat mengancam hidup penderita, namun dapat

juga berhenti sendiri karena proses regenerasi, sehingga erosi menghilang

dalam waktu 24-48 jam setelah pendarahan(Price dan Wilson, 2000)

2. Gastritis Kronis

Inflamasi lambung yang lama dapat disebabkan oleh ulkus benigna atau

maligna dari lambung atau oleh bakteri helicobactery pylory ( H. pylory )

Gastritis Kronis dapat diklasifikasikan sebagai tipe A / tipe B, tipe A

( sering disebut sebagai gastritis autoimun ) diakibatkan dari perubahan sel

parietal, yang menimbulkan atrofi dan infiltrasi seluler. Hal ini

dihubungkan dengan penyakit autoimun seperti anemia pernisiosa dan

terjadi pada fundus atau korpus dari lambung. Tipe B ( kadang disebut

sebagai gastritis ) mempengaruhi antrum dan pylorus ( ujung bawah

lambung dekat duodenum ) ini dihubungkan dengan bakteri Pylory. Faktor

diet seperti minum panas atau pedas, penggunaan atau obat-obatan dan

alkohol, merokok, atau refluks isi usus kedalam lambung. (Smeltzer dan

Bare, 2001)
Pathway Gastritis
Defisit Nutrisi
Resiko ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit
E. Manifestasi Klinik

1. Gastritis Akut, gambaran klinis meliputi:

a) Dapat terjadi ulserasi superfisial dan dapat menimbulkan hemoragi.

b) Rasa tidak nyaman pada abdomen dengan sakit kepala, kelesuan,

mual, dan anoreksia. disertai muntah dan cegukan.

c) Beberapa pasien menunjukkan asimptomatik.

d) Dapat terjadi kolik dan diare jika makanan yang mengiritasi tidak

dimuntahkan, tetapi malah mencapai usus.

e) Pasien biasanya pulih kembali sekitar sehari, meskipun nafsu mungkin

akan hilang selama 2 sampai 3 hari. (Smeltzer, 2001)

2. Gastritis Kronik

Pasien dengan Gastritis tipe A secara khusus asimtomatik kecuali untuk

gejala defisiensi vitamin B12 . pada gastritis tipe B, pasien mengeluh

anoreksia ( nafsu makan menurun ), nyeri ulu hati setelah makan,

kembung, rasa asam di mulut, atau mual dan muntah. (Smeltzer dan Bare,

2001).

F. Komplikasi

Komplikasi yang mungkin dapat terjadi pada gastritis menurut Dermawan

( 2010) adalah:

1. Komplikasi yang timbul pada Gastritis Akut, yaitu perdarahan saluran

cerna bagian atas (SCBA) berupa hemotemesis dan melena, berakhir


dengan syock hemoragik, terjadi ulkus, kalau prosesnya hebat dan jarang

terjadi perforasi.

2. Komplikasi yang timbul Gastritis Kronik, yaitu gangguan penyerapan

vitamin B12, akibat kurang pencerapan, B12 menyebabkan anemia

pernesiosa, penyerapan besi terganggu dan penyempitan daerah antrum

pylorus.

Komplikasi yang lainya adalah :

1. Syok

2.   Perforasi (lubang atau luka pada dinding suatu organ tubuh)

3. Radang selaput perut

4. Kanker lambung

G. Penatalaksanaan

1. Pengobatan pada gastritis meliputi:

a) Antikoagulan: bila ada pendarahan pada lambung. Karena

antikoagulan adalah golongan obat yang dipakai untuk menghambat

pembekuan darah

Indikasi

1) Fibrilasi atrium - umumnya membentuk tambahan bekuan atrium

2) Penyakit arteri koroner

3) Thrombosis vena dalam - dapat menyebabkan emboli paru


4) Stroke iskemik

5) Keadaan hiperkoagulasi (misalnya, Factor V Leiden) - dapat

menyebabkan penyumbatan pembuluh darah

6) Infark miokard

7) Emboli paru

8) Restenosis dari stent

Kontraindikasi

Semua keadaan di mana resiko terjadinya perdarahan lebih besar dari

keuntungan yang diperoleh dari efek anti koagulannya, termasuk pada

kehamilan, kecenderungan perdarahan atau blood dyscrasias, dll.

b) Antasida: pada gastritis yang parah, cairan dan elektrolit diberikan

intravena untuk mempertahankan keseimbangan cairan sampai gejala-

gejala mereda, untuk gastritis yang tidak parah diobati dengan antasida

dan istirahat.

Indikasi

Untuk mengurangi gejala-gejala yang berhubungan dengan kelebihan

asam lambung, tukak lambung, gastritis, tukak usus duabelas jari

dengan gejala-gejala seperti mual, nyeri lambung, nyeri ulu hati,

perasaan penuh pada lambung.

Kontraindikasi

1) Hipofosfatemia
Hipofosfatemia adalah kelainan elektrolit di mana

kadar fosfat dalam darah rendah. Gejala dapat berupa kelemahan,

kesulitan bernapas, dan kehilangan nafsu makan.

2) Porfiria.

Porfiria adalah sekelompok kelainan darah keturunan yang langka,

yang ditandai dengan ketidakmampuan menghasilkan heme,

komponen dari hemoglobin (protein pada sel darah merah yang

membawa oksigen). Membuat seseorang terlihat pucat pasi dan

bertingkah laku bak vampir yang harus menghindari sinar

matahari.

c) Histamin: Ranitidin dapat diberikan untuk menghambat pembentukan

asam lambung dan kemudian menurunkan iritasi lambung.

Indikasi

Tukak lambung dan tukak duodenum, refluks esofagitis, dispepsia

episodik kronis, tukak akibat AINS, tukak duodenum karena H.pylori,

sindrom Zollinger-Ellison, kondisi lain dimana pengurangan asam

lambung akan bermanfaat.

Kontraindikasi

Penderita yang diketahui hipersensitif terhadap ranitidin

d) Sulcralfate: diberikan untuk melindungi mukosa lambung dengan cara

menyeliputinya, untuk mencegah difusi kembali asam dan pepsin yang

menyebabkan iritasi.
Indikasi

Indikasi sukralfat pada pasien dewasa dengan gastritis kronis dan

ulkus peptikum dengan dosis 1 gram, 4 kali sehari, atau 2 gram, 2 kali

sehari, dengan dosis maksimal 8 gram/hari. Terapi

untuk gastritis kronis dan ulkus peptikum dapat diberikan sampai

dengan 4-8 minggu atau sampai dengan 12 minggu bila diperlukan.

Kontraindikasi

Kontraindikasi sukralfat pada pasien yang memiliki riwayat

hipersensitivitas terhadap sukralfat atau komponennya. Peringatan

penggunaan khususnya pada pasien dengan penyakit ginjal kronik dan

hemodialisis karena peningkatan risiko toksisitas aluminium.

e) Pembedahan: untuk mengangkat gangrene dan perforasi,

Gastrojejunuskopi/reseksi lambung: mengatasi obstruksi pilorus.

(Dermawan, 2010)

2. Penatalaksanaan pada gastritis secara medis meliputi:

Gastritis akut Diatasi dengan menginstruksikan pasien untuk menghindari

alkohol dan makanan sampai gejala berkurang. Bila pasien mampu

makan melalui mulut, diet mengandung gizi danjurkan. Bila gejala

menetap, cairan perlu diberikan secara parenteral. Bila perdarahan terjadi,

maka penatalaksanaan adalah serupa dengan prosedur yang dilakukan

untuk hemoragik saluran gastrointestinal atas. Bila gastritis diakibatkan


oleh mencerna makanan yang sangat asam atau alkali, pengobatan terdiri

dari pengenceran dan penetralisasian agen penyebab.

a. Untuk menetralisasi asam, digunakan antasida umum ( missal :

alumunium hidroksida ) untuk menetralisasi alkali, digunakan jus

lemon encer atau cuka encer

b. Bila korosi luas atau berat, emetik, dan lafase dihindari karena bahaya

perforasi.

Terapi pendukung mencakup intubasi, analgesic dan sedative,

antasida, serta cairan intravena. Endoskopi fiberopti mungkin

diperlukan. Pembedahan darurat mungkin diperlukan untuk

mengangkat gangrene atau jaringan perforasi. Gastrojejunostomi atau

reseksi lambungmungkin diperlukan untuk mengatasi obstruksi pilrus.

Gastritis kronis diatasi dengan memodifikasi diet pasien,

meningkatkan istiratahat, mengurangi stress dan memulai

farmakoterapi. H. Pilory data diatasi dengan antibiotic ( seperti

tetrasiklin atau amoksisilin ) dan garam bismu ( pepto bismo ). Pasien

dengan gastritis A biasanya mengalami malabsorbsi vitamin B12 yang

disebabkan oleh adanya antibody terhadap faktor instrinsik(Smeltzer,

2001).

3. Penatalaksanaan secara keperawatan meliputi:

a) Tirah baring

Tujuan
Dengan istirahat klien gastritis yang mengalami gejala mual akan

merasakan ketenangan, relaks, bebas dari kecemasan

b) Mengurangi stress

Tujuan

Guna membantu meringankan gejala sakit maag, dokter biasanya juga

menyarankan pasien untuk mengelola stres dengan baik.

c) Diet

Tujuan

Diberikannya diet lambung diantarannya menetralkan kelebihan asam

lambung dengan memberikan makanan yang adekuat dan tidak

merangsang.

Air teh, air kaldu, air jahe dengan soda kemudian diberikan peroral

pada interval yang sering. Makanan yang sudah dihaluskan seperti

pudding, agar-agar dan sup, biasanya dapat ditoleransi setelah 12 – 24

jam dan kemudian makanan-makanan berikutnya ditambahkan secara

bertahap. Pasien dengan gastritis superficial yang kronis biasanya

berespon terhadap diet sehingga harus menghindari makanan yang

berbumbu banyak atau berminyak. (Dermawan, 2010).

H. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan dignostik menurut Dermawan( 2010) dan Doenges ( 2000 )

sebagai berikut :
1. Radiology: sinar x gastrointestinal bagian atas

Tujuan

Pemeriksaan secara radiografi dengan menggunakan media kontras

( positif dan negative ) untuk menampakkan kelainan pada lambung.

Indikasi

a) Gastritis : radang gaster ( baik akut maupun kronik )

b) Divertikula : penonjolan keluar dari maag yang membentuk kantung

( banyak terjadi pada fundus )

c) Hematemesis : perdarahan

d) Neoplasma ( tumor atau kanker ) 

e) Hernia hiatal : hingga sebagian lambung tertarik keatas diafragma

karena esophagus yang pendek.

f) Stenosis pylorus:penutupan atau penyempitan dari lumen pylorus

g) Bezoat / Undigested material (biasanya berupa rambut, serat sayuran

atau bahan kayu )

h) Ulcers : erosi dari mukosa dinding lambung (karena cairan gaster,

diet, rokok, bakteri )

i) Ulcer/ulkus/tukak : luka terbuka pada permukaan selaput lendir

lambung

j) Perforasi regurgitasi

Kontraindikasi

a) Persangkaan perforasi tidak boleh menggunakan BaSO4 tetapi


menggunakan water soluble kontras (urografin, iopamiro )

b) Obstruksi usus besar

2. Endoskopy : gastroscopy ditemukan muksa yang hiperemik

Tujuan

Untuk membantu dokter melihat kondisi di dalam lambung dan

mendeteksi kelainan pada lambung, misalnya luka, peradangan

atau infeksi lambung, dan kanker lambung.

Indikasi

Untuk menginvestigasi simtom, seperti mual, muntah, nyeri perut,

kesulitan menelan, dan perdarahan gastrointestinal.

Kontraindikasi

a) Apabila risiko lebih besar daripada aspek manfaatnya

b) Suspek, atau terjadi perforasi visera

c) Pasien tidak kooperatif

d) Pasien tidak stabil secara medis

e) Pasien, atau keluarga pasien menolak, atau tidak

memberikan informed consent

3. Laboratorium: Mengetahui kadar asam hidroklorida

4. EGD (Esofagagastriduodenoskopi): tes diagnostik kunci untuk

perdarahan gastritis, dilakukan untuk melihat sisi perdarahan atau derajat

ulkus jaringan atau cidera


Indikasi

a) Gastritis atau peradangan lambung.

b) Tukak lambung.

c) Ulkus duodenum.

d) Gastroesophageal reflux disease (GERD), yaitu kebocoran pada

lambung yang mengakibatkan asam lambung naik ke kerongkongan.

e) Penyakit celiac, yaitu gangguan pencernaan yang disebabkan oleh

ketidakmampuan pasien mengonsumsi gluten.

f) Penyakit Barrett’s esophagus, yaitu kelainan sel pada dinding

kerongkongan (esofagus).

g) Hipertensi porta dan varises esofagus.

h) Kanker lambung.

5. Pemeriksaan Histopatologi

Tujuan

Pemeriksaan histopatologi adalah pemeriksaan dari jaringan tubuh

manusia, di mana jaringan itu dilakukan pemeriksaan dan pemotongan

makroskopis, diproses sampai siap menjadi slide atau preparat yang

kemudian dilakukaan pembacaan secara mikroskopis untuk penentuan

diagnosis.

6. Analisa gaster: dapat dilakukan untuk menentukan adanya darah,

mengkaji aktivitas sekretori mukosa gaster, contoh peningkatan asam


hidroklorik dan pembentukan asam noktura

7. Penyebab ulkus duodenal

8. Feses: tes feses akan positif H. PyloryKreatinin : biasanya tidak

meningkat bila perfusi ginjal di pertahankan.

Tes ini memeriksa apakah ada bakteri H.Pylori dalam feses atau tidak.

Hasil positif dapat mengindikasikan terjadiya infeksi. Pemeriksaan ini

juga dilakukan terhadap adanya darah dalam feses. Hal ini menunjukkan

adanya perdarahan dalam lambung.

9. Amonia: dapat meningkat apabila disfungsi hati berat menganggu

metabolisme dan eksresi urea atau transfusi darah lengkap dan jumlah

besar diberikan

10. Natrium: dapat meningkat sebagai kompensasi hormonal terhadap

simpanan cairan tubuh

11. Kalium: dapat menurun pada awal karena pengosongan gaster berat atau

muntah atau diare berdarah. Peningkatan kadar kalium dapat terjadi

setelah trasfusi darah

12. Amilase serum: meningkat dengan ulkus duodenal, kadar rendah diduga

gastritis.

I. Asuhan Keperawatan

1) Melakukan Pengkajian

Pengkajian adalah upaya mengumpulkan data secara lengkap dan

sistematis untuk dikaji dan dianalisis sehingga masalah kesehatan dan


keperawatan yang di hadapi pasien baik fisik, mental, sosial maupun

spiritual dapat ditentukan.tahap ini mencakup tiga kegiatan,yaitu

pengumpulan data,analisis data,dan penentuan masalah kesehatan serta

keperawatan.

1. Pengumpulan data

Tujuan :

Diperoleh data dan informasi mengenai masalah kesehatan

yang ada pada pasien sehingga dapat ditentukan tindakan yang harus

di ambil untuk mengatasi masalah tersebut yang menyangkut aspek

fisik,mental,sosial dan spiritual serta faktor lingkungan yang

mempengaruhinya. Data tersebut harus akurat dan mudah di analisis.

Jenis data antara lain Data objektif, yaitu data yang diperoleh

melalui suatu pengukuran, pemeriksaan, dan pengamatan, misalnya

suhu tubuh, tekanan darah, serta warna kulit.Data subjekyif, yaitu data

yang diperoleh dari keluhan yang dirasakan pasien, atau dari keluarga

pasien/saksi lain misalnya,kepala pusing,nyeri,dan mual.

Adapun focus dalam pengumpulan data meliputi :

a) Status kesehatan sebelumnya dan sekarang

b) Pola koping sebelumnya dan sekarang

c) Fungsi status sebelumnya dan sekarang

d) Respon terhadap terapi medis dan tindakan keperawatan

e) Resiko untuk masalah potensial


f) Hal-hal yang menjadi dorongan atau kekuatan klien

2. Analisa data

Analisa data adalah kemampuan dalam mengembangkan kemampuan

berpikir rasional sesuai dengan latar belakang ilmu pengetahuan.

3. Perumusan masalah

Setelah analisa data dilakukan, dapat dirumuskan beberapa masalah

kesehatan. Masalah kesehatan tersebut ada yang dapat diintervensi

dengan asuhan keperawatan (masalah keperawatan) tetapi ada juga

yang tidak dan lebih memerlukan tindakan medis. Selanjutnya disusun

diagnosis keperawatan sesuai dengan prioritas. Prioritas masalah

ditentukan berdasarkan criteria penting dan segera. Penting mencakup

kegawatan dan apabila tidak diatasi akan menimbulkan komplikasi,

sedangkan segera mencakup waktu misalnya pada pasien stroke yang

tidak sadar maka tindakan harus segera dilakukan untuk mencegah

komplikasi yang lebih parah atau kematian. Prioritas masalah juga

dapat ditentukan berdasarkan hierarki kebutuhan menurut Maslow,

yaitu : Keadaan yang mengancam kehidupan, keadaan yang

mengancam kesehatan, persepsi tentang kesehatan dan keperawatan.

2) Merumuskan Diagnosis Keperawatan

a. Definisi
Diagnosis Keperawatan adalah suatu penilaian klinis mengenai respon

klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang

dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial.

Diagnosis keperawatan ini bertujuan untuk mengidentifikasi respon

klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan

dengan kesehatan.

Nah, sebagai seorang perawat, kita diharapkan untuk memiliki rentang

perhatian yang luas terhadap berbagai respon yang dilakukan oleh

klien, baik pada saat klien sakit maupun sehat.

Respon-respon tersebut merupakan reaksi terhadap masalah kesehatan

dan proses kehidupan yang dialami klien. Sehingga, diharapkan

perawat mampu menangkap dan berfikir kritis dalam merespon

perilaku tersebut. Masalah kesehatan mengacu pada kepada respon

klien terhadap kondisi sehat-sakit, sedangkan proses kehidupan

mengacu kepada respon klien terhadap kondisi yang terjadi selama

rentang kehidupannya dimulai dari fase pembuahan hingga menjelang

ajal dan meninggal yang membutuhkan diagnosis keperawatan dan

dapat diatasi atau diubah dengan intervensi keperawatan . (Referensi :

Christensen & Kenney, 2009; McFarland & McFarlane, 1997;

Seaback, 2006).
b. Klasifikasi Diagnosis Keperawatan

International Council of Nurses (ICN) sejak tahun 1991 telah

mengembangkan suatu sistem klasifikasi yang disebut dengan

International Classification for Nursing Practice (ICNP). Sistem

klasifikasi ini tidak hanya mencakup klasifikasi intervensi dan tujuan

(outcome) keperawatan saja.

Lebih dari itu, sistem klasifikasi ini disusun untuk

mengharmonisasikan terminologi-terminologi keperawatan yang

digunakan diberbagai negara diantaranya seperti ;

- Clinical Care Classification (CCC), 

- North American Nursing Diagnosis Association (NANDA), 

- Home Health Care Classification (HHCC), 

- Systematized Nomenclature of Medicine Clinical

Terms (SNOMED CT), 

- International Classification of Functioning, Disability and

Health (ICF), 

- Nursing Diagnosis System of the Centre for Nursing Development

and Research (ZEFP)  

- Omaha System. 

(Referensi : Hardiker et al, 2011, Muller-Staub et al, 2007; Wake

& Coenen, 1998.


c. Jenis Diagnosis

Diagnosis keperawatan dibagi menjadi 2 jenis, yaitu Diagnosis

Negatif dan Diagnosis Positif.

1. Diagnosis Negatif

Menunjukan bahwa klien dalam kondisi sakit atau beresiko

mengalami sakit sehingga penegakan diagnosis ini akan


mengarahkan pemberian intervensi keperawatan yang bersifat

penyembuhan, pemulihan dan pencegahan.

Diagnosis ini terdiri dari Diagnosis Aktual dan Diagnosis Resiko.

2. Diagnosis Positif

Menunjukan bahwa klien dalam kondisi sehat dan dapat mencapai

kondisi yang lebih sehat atau optimal. Diagnosis ini disebut juga

dengan istilah Diagnosis Promosi Kesehatan (ICNP, 2015; Standar

Praktik Keperawatan Indonesia – PPNI, 2005).

Berikut penjabaran lengkap mengenai macam-macam

diagnosis tersebut diatas (Carpenito, 2013; Potter & Perry,

2013).

1. Diagnosis Aktual

Diagnosis ini menggambarkan respon klien terhadap kondisi

kesehatan atau proses kehidupan yang menyebabkan klien

mengalami masalah kesehatan. Tanda atau gejala mayor dan

minor dapat ditemukan dan divalidasi pada klien secara

langsung.

2. Diagnosis Resiko

Diagnosis ini menggambarkan respon klien terhadap kondisi

kesehatan atau proses kehidupannya yang dapat menyebabkan

klien beresiko mengalami masalah kesehatan.


Dalam penegakan diagnosis ini, tidak akan ditemukan

tanda/gejala mayor ataupun minor pada klien, namun klien

akan memiliki faktor resiko terkait masalah kesehatan yang

mungkin akan dialaminya dikemudian hari.

3. Diagnosis Promosi Kesehatan

Diagnosis ini menggambarkan adanya keinginan dan motivasi

klien untuk meningkatkan kondisi kesehatannya ke tingkat

yang lebih baik atau optimal.

d. Komponen Diagnosis Keperawatan

Diagnosis keperawatan memiliki 2 kompinen utama, yaitu Masalah

(Problem) atau Label Diagnosis dan Indikator Diagnostik.

1. Masalah (Problem)

Masalah merupakan label diagnosis keperawatan yang

menggambarkan inti dari respon klien terhadap kondisi kesehatan

atau proses kehidupannya. Label diagnosis ini terdiri dari

Deskriptor atau penjelas dan Fokus Diagnostik.


Deskriptor merupakan pernyataan yang menjelaskan bagaimana

suatu fokus diagnosis terjadi. Beberapa deskriptor yang digunakan

dalam diagnosis keperawatan diuraikan melalui gambar dibawah

ini.
2. Indikator Diagnostik

Indikator diagnostik terdiri dari penyebab, tanda/gejala, dan faktor

resiko dengan uraian sebagai berikut.

a. Penyebab (Etiology)

Merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan status

kesehatan. Etiologi ini dapat mencakup 4 kategori, yaitu;

1) Fisiologis, Biologis atau Psikologis,

2) Efek Terapi/Tindakan,

3) Situasional (lingkungan atau personal)

4) Maturasional

b. Tanda (Sign) dan Gejala (Symptom)

Tanda merupakan data objektif yang diperoleh dari hasil

pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan prosedur

diagnostik. Sedangkan gejala merupakan data subjektif yang

diperoleh dari hasil anamnesis atau pengkajian.

Tanda/gejala ini dikelompokan menjadi 2 kategori, yaitu:

1. Tanda/Gejala Mayor: Ditemukan sekitar 80% – 100%

untuk validasi diagnosis.

2. Tanda/Gejala Minor: Tidak harus ditemukan, namun jika

ditemukan dapat mendukung penegakan diagnosis.

c. Faktor Resiko (Risk Factor)


Merupakan kondisi atau situasi yang dapat meningkatkan

kerentanan klien dalam mengalami masalah kesehatan atau

proses kehidupannya. Indikator diagnosis ini akan berbeda-

beda pada masing-masing macam jenis diagnosis.

1. Pada diagnosis aktual, indikator diagnostiknya terdiri dari

penyebab dan tanda/gejala.

2. Pada diagnosis resiko, tidak memiliki penyebab dan

tanda/gejala, melainkan hanya faktor resiko saja.

3. Pada diagnosis promosi kesehatan, hanya memiliki

tanda/gejala yang menunjukan kesiapan klien untuk

mencapai kondisi yang lebih optimal.

e. Proses Pengkajian Diagnosis Keperawatan

Proses penegakan diagnosis (diagnostic process) adalah suatu proses

yang sistematis yang terdiri dari 3 tahap yaitu, analisis data,

identifikasi masalah dan perumusan diagnosis.


Untuk perawat profesional yang telah berpengalaman, proses ini dapat

dilakukan secara simultan. Namun untuk perawat yang belum

memiliki pengalaman yang memadai, setidaknya diperlukan latihan

dan pembiasaan untuk melakukan proses penegakan diagnosis secara

sistematis.

Proses penegakan diagnosis keperawatan diuraikan sebagai berikut;

1. Analisis Data

Tahap pertama dalam proses penegakan diagnosis keperawatan

adalah Analisis data yang dilakukan dengan tahapan sebagai

berikut ini.

a. Data dengan nilai normal/rujukan


Data-data yang didapatkan dari pengkajian, bandingkan dengan

nilai-nilai normal dan identifikasi tanda/gejala yang bermakna,

baik tanda/gejala mayor ataupun tanda/gejala minor.

b. Kelompokkan data

Tanda/gejala yang dianggap bermakna, dikelompokan

berdasarkan pola kebutuhan dasar yang meliputi;

1) respirasi,

2) sirkulasi,

3) nutri/cairan,

4) eliminasi,

5) aktivitas/istirahat,

6) neurosensori,

7) reproduksi/seksualitas,

8) nyeri/kenyamanan,

9) integritas ego,

10) pertumbuhan/perkembangan,

11) kebersihan diri,

12) penyuluhan/pembelajaran

13) interaksi sosial, dan

14) keamanan/proteksi.
Proses pengelompokan data ini dapat dilakukan baik secara

induktif, dengan memilah dara sehingga membentuk sebuah

pola, atau secara deduktif, menggunakan kategori pola

kemudian mengelompokan data sesuai kategorinya

2. Identifikasi Masalah

Setelah data dianalisis, perawat dan klien bersama-sama

mengidentifikasi masalah, mana masalah yang aktual, resiko dan

/atau promosi kesehatan.

3. Perumusan Diagnosis Keperawatan

Perumusan atau penulisan diagnosis disesuaikan dengan jenis

diagnosis keperawatannya. Terdapat 2 metode perumusan

diagnosis, yaitu;

a. Penulisan 3 Bagian (3 Parts Format)

Metode penulisan ini terdiri dari Masalah, Penyebab dan

Tanda/Gejala dan hanya dilakukan pada diagnosis aktual saja.

Formulasi diagnosis keperawatan penulisan 3 bagian adalah

sebagai berikut:

Masalah berhubungan dengan Penyebab dibuktikan

dengan Tanda/Gejala

Frase ‘berhubungan dengan’ dapat disingkat b.d dan

frase ‘dibuktikan dengan’ dapat disingkat d.d.


Contoh Penulisan:

Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d spasme jalan

nafas d.d batuk tidak efektif, sputum berlebih, mengi, dispnea

dan gelisah.

b. Penulisan 2 Bagian (2 Parts Format)

Metode penulisan ini dilakukan pada diagnosis resiko dan

diagnosis promosi kesehatan, dengan formulasi sebagai

berikut:

1) Diagnosis Resiko

Masalah dibuktikan dengan Faktor Resiko

Contoh Penulisan:

Resiko aspirasi dibuktikan dengan tingkat kesadaran

menurun.

2) Diagnosis Promosi Kesehatan

Masalah dibuktikan dengan Tanda/Gejala

Contoh Penulisan:

Kesiapan peningkatan eliminasi urin dibuktikan dengan

pasien mengatakan ingin meningkatkan eliminasi urin,

jumlah dan karakteristik urin normal.

3) Menentukan Perencanaan

a. Definisi
Intervensi merupakan segala treatment yang dikerjakan oleh perawat

yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk

mencapai luaran (outcome) yang diharapkan

b. Klasifikasi Intervensi Keperawatan

Terdiri atas 5 kategori dan 14 subkategori dengan uraian sebagai

berikut :

1. Fisiologis

Kategori intervensi keperawatan yang ditujukan untuk mendukung

fungsi fisik dan regulasi homeostasis, yang terdiri dari :

- Respirasi : yang memuat kelompok intervensi keperawatan yang

memulihkan fungsi pernafasan dan oksigenasi

- Sirkulasi: yang memuat kelompok intervensi yang memulihkan

fungsi jantung dan pembuluh darah

- Nutrisi dan cairan : yang memuat kelompok intervensi yang

memulihkan fungsi gastrointestinal, metaboliesme dan regulasi

cairan/elektrolit

- Eliminasi : memuat kelompok intervensi yang memulihkan fungsi

eliminasi fekal dan urinaria

- Aktifitas dan istirahat : yang memuat kelompok intervensi yang

memulihkan fungsi musculoskeletal, penggunaan energy serta

istrahat/tidur
- Neurosensori : Memuat kelompok intervensi yang memulihkan

fungsi otak dan saraf

- Reproduksi dan seksualitas, yang memuat kelompok intervensi

yang melibatkan fungsi reproduksi dan seksualitas.

2. Psikologis

Kategori intervensi keperawatan yang ditujukan untuk mendukung

fungsi dan proses mental, yang terdiri dari ;

a. Nyeri dan kenyamanan, yang memuat kelompok intervensi

yang meredakan nyeri dan meningkatkan kenyamanan

b. Integritas ego, yang memuat kelompok intervensi yang

memulihkan kesejahteraan diri sendiri secara emosional


c. Pertumbuhan dan perkembangan, yang memuat kelompok

intervensi yang memulihkan fungsi pertumbuhan dan

perkembangan.

3. Perilaku

Ditujukan untuk mendukung perubahan perilaku pola hidup sehat,

yang terdiri dari :

a. Kebersihan diri, yang memuat kelompok intervensi yang

memulihkan perilaku sehat dan merawat diri.

b. Penyuluhan dan pembelajaran, yang memuat sekelompok

intervensi yang meningkatkan pengetahuan dan perubahan

perilaku sehat.

4. Relasional

Kategori intervensi keperawatan yang ditujukan untuk mendukung

hubungan interpersonal atau interaksi social yang terdiri atas:

Interaksi social, yang memuat kelompok intervensi yang

memulihkan hubungan antar individu dengan individu lain

5. Lingkungan

Ditujukan untuk mendukung keamanan lingkungan dan

menurunkan resiko gangguan kesehatan yang terdiri dari :


Keamanan dan proteksi, yang memuat kelompok intervensi yang

meningkatkan keamanan dan menurunkan resiko cedera akibat

ancaman dari lingkungan baik internal maupun eksternal.

c. Tujuan perencanaan

Tujuan rencana keperawatan dapat dibagi menjadi dua, yaitu tujuan

administrative dan tujuan klinik(Carpenito, 2000)

1. Tujuan administrative

a) Untuk mengidentifikasi fokus keperawatan kepada klien atau

kelompok.

b) Untuk membedakan tanggung jawab perawat dan profesi

kesehatan yang lain.

c) Untuk menyediakan suatu kriteria guna pengulangan dan

evaluasi keperawatan.

d) Untuk menyediakan klriteria klasifikasi klien.

2. Tujuan klinik

a) Menyediakan suatu pedoman penulisan.

b) Mengkomunikasikan dengan staf perawat, apa yang diajarkan,

apa yang di observasi dan apa yang dilaksnakan

c) Menyediakan criteria hasil sebagai pengulangan dan evaluasi

keperawatan
d) Rencana tindakan yang spesifik secara langsung bagi individu,

keluarga dan tenaga kesehatan lainnya dalam melakukan

tindakan.

d. Langkah-langkah Perencanaan

Langkah dalam rencana asuhan keperawatan adalah : menentukan

proritas, menetapkan tujuan, menentukan kriteria hasil,

1) Menentukan prioritas

Dalam menentukan perencanaan perlu disusun suatu sistem untuk

menentukan diagnosa yang akan diambil pertama kali. Salah satu

sistem yang bisa digunakan adalah hirarki “kebutuhan

manusia”(Lyer et al., 1996)

Dengan mengidentifikasi prioritas kelompok diagnosa

keperawatan dan masalah kolaburatif, perawat dapat

memprioritaskan peralatan yang diperlukan. Perbedaan antara

prioritas diagnosa dan diagnosa yang penting menurut

Capernito(2000) adalah :

a. Prioritas diagnosa adalah diagnosa keperawatan atau maslah

keperawatan, jiak tidak diatasi saat ini, akan berdampak buruk

terhadap keadaan fungsi dan status kesehatan.

b. Diagnosa yang terpenting adalah diagnosa keperawatan atau

masalah kolaburatif dimana intervensi dapat ditunda utnuk


beberapa saat tanpa bedampak terhadap status fungsi

kesehatan.

Beberapa hirarki yang bisa digunakan untuk menentukan

prioritas perencanaan adalah :

1) HirarkiMaslow

Maslow(1943) menjelaskan kebuthan manusia dibagi

menjadi lima tahapan yaitu :

a. Fisiologis

b. Rasa aman dan nyaman

c. Sosial

d. Harga diri

e. Aktualisasi diri.

Kebutuhan fisiologis biasanya menjadi prioritas utama

bagi klien dibanding kebutuhan yang lain.

1. Hirarki Kalish

Kalish(1983) lebih jauh menjelaskan kebutuhan maslow dengan

berbagai macam perkembangan, yaitu :

a. Kebutuhan bertahan hidup : makanan, udara, air, suhu,

istirahat, eliminasi, penghindaran nyeri.

b. Kebutuhan stimuli : seks, aktivitas, eksplorasi, manipulasi,

kesenangan baru.
c. Kebutuhan keamanan : keselamatan, keamanan, kedekatan.

d. Mencintai, memiliki, kedekatan

e. Penghargaan, harga diri.

f. Aktualisasi diri.

Menetapkan tujuan

2) Tujuan perawatan

merupakan pedoman yang luas/umum dimana pasien diharapkan

mengalami kemajuan dalam berespon terhadap tindakan.

Tujuan dibedakan menjadi dua, yaitu :

a. Tujuan jangka panjang

Tujuan jangka panjang adalah tujuan yang mengidentifikasi

arah keseluruhan atau hasil akhir perawatan. Tujuan ini tidak

tercapai sebelum pemulangan. Tujuan jangka panjang

memerlukan perhatian yang terus menerus dari pasien dan/atau

orang lain.

Tujuan yang diharapkan dapat dicapai dalam waktu yang lama,

biasanya lebih dari satu minggu atau satu bulan. Kriteria hasil

dalam tujuan jangka panjang ditujukan pada unsur

“problem/masalah” dalam diagnosa keperawatan.Misalnya :

pasien mampu mempertahankan kontrol kadar gula darah satu


kali dalam satu minggu selama dua bulan pertama pasca

perawatan di rumah sakit.

b. Tujuan jangka pendek

Tujuan jangka pendek adalah tujuan yang harus dicapai sebelum

pemulangan. Misalnya : rasa nyeri pasien berkurang/hilang

setelah dilakukan tindakan perawatan selama 2×24 jam.

tujuan yang diharapkan bisa dicapai dalam waktu yang singkat,

biasanya kurang dari satu minggu.

Tujuan jangka pendek ditujukan pada unsurE/S(etiologi, tanda

dan gejala) dalam diagnosa keperawatan aktual/resiko.

c. Menentukan kriteria hasil

Tujuan kilen dan tujuan keperawatan adalah standar atau ukuran

yang digunakan untuk mengevaluasi kemajuan klien atau

ketrampilan perawat. Menurut Alfaro(1994), tujuan klien

merupakan pernyataan yang menjelaskan suatu perilaku klien,

keluarga, atau kelompok yang dapat diukur setelah intervensi

keperawatan diberikan. Tujuan keperawatan adalah pernyataan

yang menjelaskan suatu tindakan yang dapat diukur berdasarkan

kemampuan dan kewenangan perawat. Kriteria hasil untuk

diagnosa keperawatan mewakili status kesehatan klien yagn

dapat dicapai atau dipertahankan melalui rencana tindakan yang

mandiri, sehingga dapat membedakan antara diagnosa


keperawatan dan masalah kolaburatif. Menurut Gordon(1994),

komponen kriteria hasil yang penting dalam kriteria hasil adalah

apakah intervensi keperawatan dapat dicapai.

Pedoman penulisan kriteria hasil :

a) Berfokus pada klien

Kriteria hail ditujukan pada klien yag harus menunjukan apa

yang akan dilakukan lien, kapan, dan sejauh mana tindakan

akan bisa dilaksanakan

S : Spesifik(tujuan harus spesifik dan tidak menimbulkan arti

ganda)

M : Measurable(harus dapat diukur, dilihat, didengar, diraba,

dirasakan dan dibau)

A : Tujuan harus dapat dicapai (Achievable)

R : tujuan harus dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah

(Reasonable)

T : time(batasan waktu/tujuan keperawatan)

a) Singkat dan jelas.

Menggunakan kata-kata yang singkat dan jelas sehingga akan

memudahkan perawat untuk mengidentifikasikan tujuan dan

rencana tindakan.

c. Dapat diobservasi dan diukur utnuk menentukan

keberhasilan atau kegagalan. Tujuan yang dapat diobservasi


dan diukur meliputi pertanyaan “apa”dan “ sejauh

mana”.contoh kata kerja yang bisa diukur meliputi ;

menyatkan, melaksanakan, mengidentifikasi, adanya

penurunan dalam……., adanya peningkatan pada……., tidak

adanya……. Contoh kata kerja yang tidak dapat diukur melalui

penglihatan dan suara adalah : menerima, mengetahui,

menghargai dan memahami.

b) Ada batas waktunya.

c) Realistik.

Kriteria hasil harus dapat dicapai sesuai dengan sarana dan

prasarana yang tersedia, meliputi : biaya, peralatan, fasilitas,

tingkat pengetahuan, affek emosi dan kondisi fisik. Jumlah staf

perawat harus menjadi satu pertimbangan dalam penyusunan

tujuan dan kriteria hasil.

d) Ditentukan oleh perawat dan klien.

setelah menentukan diagnosa keperawatan yang ditentukan,

perlu dilakukan diskusi antara perawat dan klien untuk

menentukan kriteria hasil dan rencana tindakan utnuk

memvalidasi.

Penulisan kriteria hasil mencakup semua respon manusia,

meliputi : kornitif(pengetahuan), afektif(emosi dan perasaan),


psikomotor dan perubahan fungsi tubuh(keadaan umum dan

fungsi tubuh serta gejala)

d. Menentukan rencana tindakan

Rencana tindakan adalah desain spesifik intervensi untuk

membantu klien dalam mencapai kriteria hasil. Rencana

mendefinisikan suatu aktifitas yang diperlukan untuk membatasi

faktor-faktor pendukung terhadap suatu permasalahan.

Bulecheck & McCloskey (1989) menyatakan bahwa intervensi

keperawatan adalah suatu tindakan langsung kepada klien yang

dilaksanakan oleh perawat. Tindakan tersebut meliputi tindakan

independen keperawatan berdasarkan diagnosa keperawatan,

tindakan medis berdasarkan diagnosa medis dan membantu

pemenuhan kebutuhan dasar fungsi kesehatan kepada klien

yang tidak dapat melakukannya.

1) Diagnosa keperawatan aktual, intervensi ditujukan untuk

a. Mengurangi atau membatasi faktor penyebab dan

masalah.

b. Meningkatkan status kesehatan klien.

c. Memonitor status kesehatan.

2) Diagnosa keperawatan risiko tinggi, intervensi ditujukan

untuk :

a. Mengurangi dan membatasi faktor resiko


b. Mencegah maslah yang akan timbul

c. Memonitor terjadinya masalah.

3) Diagnosa keperawatan kemungkinan, intervensi ditujukan

pada:

a. Pengkajian aktifitas untuk menyusun diagnosa

keperawatan dam masalah kolaburasi.

b. Memonitor aktifitas untuk mengevaluasi status fisiologi

tertentu.

c. Rencana tindakan keperawatan.

d. Tindakan medis, berhubungan dengan respon dari

tindakan medis.

e. Aktifitas fungsi kesehatan sehari-hari yang mungkin tidak

berpengaruh terhadap diagnosa keperawatan atau medis

tetapi telah dilakukan oleh perawat kepada klien yang

tidak dapat melaksanakan kebutuhannya.

f. Aktifitas untuk mengevaluasi dampak dan tindakan

keperawatan dan medis

4) Diagnosa keperawatan kolaburatif, intervensi ditujukan pada :

a. Memonitor perubahan status kesehatan.


b. Mengelola perubahan status kesehatan terhadap intervensi

keperawatan dan medis.

c. Mengevaluasi respon.

e. Komponen rencana tindakan keperawatan

Komponen tesebut dibawah ini harus diperhatikan untuk

menghindari kerancuan dalam rencana tindakan. Komponen

tersebut adalah :

a) waktu.

Semua rencana keperawatan harus diberi waktu untuk

mengidentifikasikan tanggal dilaksanakan, misalnya :

pertahankan tungkai kanan tetap dalam posisi istirahat

selama 24 jam

b) Menggunakan kata kerja

Semua rencana tindakan keperawatan secara jelas

menjabarkan setiap kegiatan, misalnya : lakukan kompres

dingin selama 20 menit.

c) Fokus pada pertanyaan

d) Spesifik pada pertanyaan “who, what, where, when, which,

and how..” : siapa, apa, dimana, kapan, yang mana, dan

bagaimana.
Karakteristik rencana tindakan keperawatan :

a. Konsisten dengan rencana tindakan.

b. Berdasarkan prinsip-prinsip ilmiah(rasional)

c. Berdasarkan situasi individu klien.

d. Digunakan untuk menciptakan suatu situasi yang aman

dan terapeutik.

e. Menciptakan suatu situasi pengajaran.

f. Menggunakan saran yang sesuai(ANA, 1973)

6. Perencanaan Pulang

Perawat juga harus mempertimbangkan kebutuhan yang akan

datang bagi pasien, khususnya pemulangan dari fasilitas perawatan

kesehatan. Perencanaan pulang/discharge planning

dimulai/direncanakan disaat pasien memasuki tatanan perawatan

kesehatan. Hal ini perlu dilakukan untuk menentukan

kesinambungan perawatan dan untuk menentukan tempat

pemulangan yang diantisipasi, misalnya rumah atau fasilitas

keperawatan yang terlatih.

Perawat bertanggung jawab untuk :

a. merencanakan kesinambungan perawatan antara personal

keperawatan antara pelayanan dalam tatanan keperawatan

dan antara tatanan keperawatan dan komunitas.


b. Memulai rujukan ke pelayanan komunitas lainnya dan

memberikan arahan yang diperlukan bagi pasien/keluarga

yang sedang belajar utnuk mempercepat penyembuhan dan

meningkatkan keadaan sehat.

7. Dokumentasi

Dokumentasi rencana tindakan keperawatan merupakan penulisan

encana tindakan keperawatan dalam suatu bentuk yang bervariasi

guna mempromosikan perawatan yang meliputi : perawatan

individu, perawatan yang kontinyu, komunikasi, dan

evaluasi(Bower, 1982)

Karakteristik dokumentasi rencana keperawatan adalah :

a. Ditulis oleh perawat

Rencana tindakan keperawatan disusun dan ditulis oleh

perawat profesional yang mempunyai dasar pendidikan yang

memadai.

b. Dilaksanakan setelah kontak pertama kali dengan pasien.

Setelah kontak pertama kali dengan pasien/pengkajian

merupakan waktu yang tepat dilakukan dokumentasi diagnosa

aktual atau resiko, kriteria hasil dan rencana tindakan.

c. Diletakkan di tempat yang strategis(mudah didapatkan).

Bisa diletakkan dicatatan medis klien, di tempat tidur atau di

kantor perawat. Hal ini darus dilakukan karena rencana


tindakan ini disediakan untuk semua tenaga kesehatan yagn

ada.

d. Informasi yang baru.

Semua komponen rencana tindakan harus selalu diperbaharui.

Hal ini ditujukan agar waktu perawat bisa dipergunakan secara

efektif.

4) Implementasi Tindakan Keperawatan

Tahap – Tahap Implementasi

a. Tahap I: Persiapan merupakan tahap awal tindakan keperawatan ini

menuntut perawat mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan

dalam tindakan. Meliputi : Review tindakan keperawatan yang

diidentifikasi pada tahap perencanaan, menganalisa pengetahuan dan

ketrampilan keperawatan yang diperlukan, mengetahui komplikasi

dari tindakan keperawatan yang mungkin timbul, menentukan dan

mempersiapkan peralatan yang diperlukan, mempersiapkan

lingkungan yang kondusif sesuai dengan tindakan, dan

mengidentifikasi aspek hukum dan etik terhadap resiko dari potensi

tindakan.

b. Tahap II: Intervensi merupakan tahap yang berfokus pada pelaksanaan

tindakan perawatan adalah kegiatan pelaksanaan tindakan dari

perencanaan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional.

Pendekatan ini meliputi: Independen adalah suatu kegiatan yang


dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk dan perintah dari dokter

atau tenaga kesehatan lainnya. Tipe tindakan independen keperawatan

dapat dikatagorikan menjadi 4, yaitu tindakan diagnostik, tindakan

terapeutik, tindakan edukatif, dan tindakan merujuk, interdependen

menjelaskan suatu kegiatan yang memelukan suatu kerjasama dengan

tenaga kesehatan lainnya,misalnya tenaga sosial, ahli gizi, fisioterapi

dan dokter, dan dependen ini berhubungan dengan pelaksanaan

rencana tindakan medis. Tindakan tersebut menandakan suatu cara

dimana tindakan medis dilaksanakan.

c. Tahap III: Dokumentasi merupakan pelaksanaan tindakan keperawatan

harus diikuti oleh pencatatan yang lengkap dan akurat terhadap suatu

kejadian dalam proses keperawatan.

5) Evaluasi

Evaluasi disusun menggunakan SOAP dimana: (Suprajitno dalam

Wardani, 2013)

S: Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subjektif

oleh      keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.

O: Keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat

menggunakan   pengamatan yang objektif.

A:  Analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif.


P:   Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.

Tugas dari evaluator adalah melakukan evaluasi, menginterpretasi data

sesuai dengan kriteria evaluasi, menggunakan penemuan dari evaluasi

untuk membuat keputusan dalam memberikan asuhan keperawatan.

(Nurhayati, 2011)
3) Hasil-hasil penelitian tentang penatalaksanaan evidence based practice
4) Aspek, legal dan etis terkait kasus

a. Autonomy (Kemandirian)

Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu

mampu berpikir secara logis dan mampu membuat keputusan

sendiri. Orang dewasa mampu memutuskan sesuatu dan orang

lain harus menghargainya.

Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu

yang menuntut pembedaan diri, dan perawat haruslah bisa

menghormati dan menghargai kemandirian ini.

Salah satu contoh yang tidak memperhatikan otonomi adalah

memberitahukan klien bahwa keadaanya baik, padahal terdapat

gangguan atau penyimpangan.

b. Beneficence (Berbuat Baik)

Prinsip ini menuntut perawat untuk melakukan hal yang baik

sesuai dengan ilmu dan kiat keperawatan dalam melakukan

pelayanan keperawatan.

Contoh perawat menasehati klien dengan penyakit gastritis

tentang program latihan untuk memperbaiki kesehatan secara

umum, tetapi perawat menasehati untuk tidak dilakukan.

Hal ini merupakan penerapan prinsip beneficence. Walaupun

memperbaiki kesehatan secara umum adalah suatu kebaikan,


namun menjaga resiko adalah prioritas kebaikan yang

haruslah dilakukan.

c. Justice (Keadilan)

Nilai ini direfleksikan ketika perawat bekerja sesuai ilmu dan

kiat keperawatan dengan memperhatikan keadilan sesuai

standar praktik dan hukum yang berlaku.

Contoh ketika perawat dinas sendirian dan ketika itu ada klien

baru masuk serta ada juga klien rawat yang memerlukan

bantuan perawat maka perawat harus mempertimbangkan

faktor-faktor dalam faktor tersebut kemudian bertindak sesuai

dengan asas keadilan.

d. Non-Maleficence (Tidak Merugikan)

Prinsip ini berarti seorang perawat dalam melakukan

pelayanannya sesuai dengan ilmu dan kiat keperawatan

dengan tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis

pada klien.

Contoh ketika ada klien gastritis yang menyatakan kepada

dokter secara tertulis menolak pemeriksaan endoskopy dan

ketika itu keadaan klien semakin memburuk dan dokter harus

menginstrusikan pemeriksaan endoskopy. Akhirnya

pemeriksaan endoskopy tidak dilakukan karena prinsip


beneficence walaupun pada situasi ini juga terjadi

penyalahgunaan prinsip non-maleficence.

e. Veracity (Kejujuran)

Prinsip ini tidak hanya dimiliki oleh perawat namun harus

dimiliki oleh seluruh pemberi layanan kesehatan untuk

menyampaikan kebenaran pada setia klien untuk meyakinkan

agar klien mengerti.

Informasi yang diberikan harus akurat, komprehensif, dan

objektif. Kebenaran merupakan dasar membina hubungan

saling percaya. Klien memiliki otonomi sehingga mereka

berhak mendapatkan informasi yang ia ingin tahu.

Contoh Ny.S masuk rumah sakit dengan gastritis kronis dan

tidak sadarkan diri, Ny.S diantar suaminya dan ternyata dokter

menyatakan Nsy.S meninggal dunia. Suaminya selalu

bertanya-tanya tentang keadaan Ny.S. Dokter ahli bedah

berpesan kepada perawat untuk belum memberitahukan

kematian Ny.S kepada klien. Perawat dalam hal ini

dihadapkan oleh konflik kejujuran.

f. Fidelity (Menepati Janji)

Tanggung jawab besar seorang perawat adalah meningkatkan

kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan, dan


meminimalkan penderitaan. Untuk mencapai itu perawat harus

memiliki komitmen menepati janji dan menghargai

komitmennya kepada orang lain.

g. Confidentiality (Kerahasiaan)

Kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga

privasi klien. Dokumentasi tentang keadaan kesehatan klien

hanya bisa dibaca guna keperluan pengobatan, upaya

peningkatan kesehatan klien dan atau atas permintaan

pengadilan. Diskusi tentang klien diluar area pelayanan harus

dihindari.

h. Accountability (Akuntabilitas)

Akuntabilitas adalah standar yang pasti bahwa tindakan

seorang professional dapat dinilai dalam berbagai kondisi

tanpa terkecuali.

Contoh perawat bertanggung jawab pada diri sendiri, profesi,

klien, sesame teman sejawat, karyawan, dan masyarakat. Jika

perawat salah memberi dosis obat kepada klien perawat dapat

digugat oleh klien yang menerima obat, dokter yang memberi

tugas delegatif, dan masyarakat yang menuntut kemampuan

professional.

5) Rencana Pendidikan Kesehatan dan Rencana Pemulangan Pasien


(Discarged Planning)

a. Jelaskan patofisiologi penyakit gastritis menggunakan

terminologi dan media yang tepat untuk tingkat pengetahuan

klien dan keluarga

b. Jelasskan perilaku yang dapat diubah atau dihilangkan untuk

mengurangi resiko kekambuhan:

1. penggunaan tembakau,

2. masukan alkohol berlebihan,

3. makanan dan minuman yang mengandung kafein,

4. jumlah besar produk yang mengandung susu.

c. Jika klien dipulangkan dengan terapi antasid, ajarkan hal-hal

berikut:

1. Kunyah tablet dengan baik dan minum segelas air, untuk

meningkatkan absorbsi

2. Minum antasid 1 jam setelah makan untuk memperlambat

pengosongan lambung

3. Berbaring selama 1/2 jam setelah makan untuk

memperlambat pengosongan lambung

4. Hindari antasid tinggi natrium ( misal: gelusil, amphojel,

mylanta ),

5. Masukan natrium berlebuhan memperberat rettensi cairan


dan meningkatkan takanan darah

d. Diskusikan tentang pengobatan lanjut bahkan saat tidak ada

gejala

e. Instruksikan klien dan keluarga untuk memperhatikan dan

melaporkan gejala ini :

1. Feces merah / hitam

2. Muntahan berdarah / hitam

3. Nyeri epigastrik menetap

4. Nyeri abdomen berat dan tiba-tiba

5. Konstipasi

6. Mual dan muntah menetap

7. Penurunan berat badan yang tidak jelas sebabnya

f. Berikan Rujuk ke sumber komunitas, bila ada indikasi( misal :

program penghentian merokok, minum alkohol,

penatalaksanaan stres).

9) KASUS

Seorang wanita berusia 41 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan

utama nyeri perut ulu hati sebelah kiri dengan skala nyeri 6, saat dilakukan

pengkajian pasien mengeluh bahwa setiap pagi hari setelah bangun tidur

pasien sering merasa nyeri pada perut bagian sebelah kirinya, rasa nyerinya

itu seperti diremas-remas dan terasa panas. Pasien juga mengeluh mual
muntah yang membuat nafsu makan menurun.

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


A. PENGKAJIAN

Pengkajian tgl : 28 September 2020 Jam : 22.30 WIB


Tanggal MRS : 27 September 2020 NO. RM : 13-18-51
Ruang/Kelas : Multazam/50.3 Dx. Masuk : Gastritis
Dokter yang merawat : dr.Mudjadid
Nama : Ny.S Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 41 tahun Status Perkawinan : Menikah
Identitas

Agama : Islam Penanggung Biaya :


Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Keluhan utama :
Riwayat Sakit dan Kesehatan

Pasien datang ke RS dengan keluhan utama nyeri perut ulu hati sebelah kiri dengan skala nyeri 6

Riwayat penyakit saat ini :


Saat dilakukan pengkajian pasien mengeluh bahwa setiap pagi hari setelah bangun tidur pasien sering merasa
nyeri perut bagian sebelah kirinya, rasa nyerinya itu seperti diremas-remas serta terasa panas. Pasien juga
mengeluh merasa lemas, mual dan muntah yang membuat nafsu makannya menurun.

Penyakit yang pernah diderita :


Pasien mengatakan pernah dirawat di RS dengan penyakit yang sama

Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum:  baik  sedang lemah Kesadaran: composmentis
Tanda vital TD: 110/70 mmHg Nadi: 80 x/mnt Suhu : 36,8 ºC RR: 26 x/mnt
Pola nafas irama:  Teratur  Tidak teratur
Pernafasan

Jenis  Dispnoe  Kusmaul  Ceyne Stokes Takipnea(pernafasan >24 x/menit)


Suara nafas:  verikuler  Stridor  Wheezing  Ronchi Lain-lain:
Sesak nafas  Ya  Tidak  Batuk  Ya  Tidak
Masalah: Gangguan pola nafas, 26x/menit

Irama jantung:  Reguler  Ireguler S1/S2 tunggal  Ya  Tidak


Nyeri dada:  Ya  Tidak
Bunyi jantung: Normal  Murmur  Gallop lain-lain
CRT: < 3 dt > 3 dt
Akral:  Hangat  Panas  Dingin kering  Dingin basah
Kardiovaskuler

Masalah: Tidak ada masalah

GCS Eye: 4 Verbal: 5 Motorik:6 Total: 15


Refleks fisiologis:  patella  triceps  biceps lain-lain:
Persyarafan

Refleks patologis: babinsky  budzinsky  kerniglain-lain:


Lain-lain:
Istirahat / tidur: 5 jam/hari Gangguan tidur: Merasa nyeri perut dan gelisah
Masalah: nyeri akut

Penglihatan (mata)
Pupil :  Isokor  Anisokor  Lain-lain:
Sclera/Konjungtiva :  Anemis  Ikterus  Lain-lain:
Lain-lain :
Pendengaran/Telinga :
Penginderaan

Gangguan pendengaran :  Ya  Tidak Jelaskan:


Lain-lain :
Penciuman (Hidung)
Bentuk : Normal  Tidak Jelaskan:
Gangguan Penciuman :  Ya  Tidak Jelaskan:
Lain-lain
Masalah: Tidak ada masalah

Kebersihan:  Bersih  Kotor


Urin: Jumlah: cc/hr Warna: kuning Bau: -
Alat bantu (kateter, dan lain-lain):
Perkemihan

Kandung kencing:Membesar  Ya  Tidak


Nyeri tekan Ya  Tidak
Gangguan:  Anuria  Oliguri  Retensi
 Nokturia  Inkontinensia  Lain-lain:
Masalah: Tidak ada masalah
Nafsu makan:  Baik  Menurun Frekuensi: 1 x/hari
Porsi makan:  Habis  Tidak Ket: mual, muntah
Diet :
Minum : 500 cc/hari (2 gelas) Jenis: air putih
Mulut dan Tenggorokan
Mulut:  Bersih  Kotor  Berbau
Mukosa  Lembab  Kering  Stomatitis
Tenggorokan  Nyeri telan  Kesulitan menelan
 Pembesaran tonsil  Normal
Pencernaan

Abdomen  Tegang  Kembung  Ascites  Nyeri tekan, lokasi: ulu hati


Peristaltik 10 x/mnt
Pembesaran hepar  Ya  Tidak
Pembesaran lien  Ya Tidak
Buang air besar belum 1x/hari Teratur:  Ya Tidak
Konsistensi Bau: Warna: agak kehitaman
Lain-lain:

Masalah: 1. Defisit nutrisi


2. Resiko ketidakseimbangan elektrolit

Kemampuan pergerakan sendi:  Bebas  Terbatas


Kekuatan otot: 5 5
5 5
Muskuloskeletal/ Integumen

Kulit
Warna kulit:  Ikterus  Sianotik  Kemerahan  Pucat  Hiperpigmentasi
Turgor:  Baik  Sedang  Jelek
Odema: Ada  Tidak ada Lokasi
Luka  Ada  Tidak ada Lokasi
Tanda infeksi luka  Ada  Tidak ada Yang ditemukan :
Lain-lain :

Masalah: Tidak ada masalah

Pembesaran Tyroid  Ya  Tidak


Endokrin

Hiperglikemia  Ya (222 mg/dl) Tidak Hipoglikemia  Ya  Tidak


Luka gangren  Ya  Tidak Pus  Ya  Tidak
Masalah: Ada masalah

Mandi : 1x/hari Sikat gigi : 2x/hari


Keramas : 1x/seminggu Memotong kuku: tidak teratur
Ganti pakaian : 1x/hari
HigienePersonal

Masalah: Gangguan pemenuhn ADL (personal hygiene)

Orang yang paling dekat:


Keluarga
Psiko-sosio-spiritual

Hubungan dengan teman dan lingkungan sekitar:


Pasien dapat bersosialisasi dengan baik antar teman, tetangga dan lingkungan sekitarnya

Kegiatan ibadah:
Keluarga mengatakan pasien sangat taat beribadah
Lain-lain :
Masalah: Tidak ada masalah
Laboratorium

Hari/tgl Jenis Hasil Nilai Satuan Interpretasi


Pemeriksaan normal

Selasa, 28 HEMATOLOGI
September
2020 HEMOGLOBIN 11,6 11,7-15,5 g/dl <12 dapat terjadi anemia
>15 dapat terjadi polisitemia

LEUKOSIT 8,9 3,6-11,0 10^3/uL <4000 dapat menyebabkan leucopenia


(mikroliter) (sel darah putih rendah dalam darah
yang mengganggu kemampuan
melawan infeksi)
>11000 dapat menyebabkan leukositosis
(sel darah putih dalam darah tinggi)

TROMBOSIT 366 150-400 10^3/uL <150 tubuh lemas, dada terasa nyeri,
kepala pusing, memar pada kulit

>400 dapat terjadi pembekuan darah


secara berlebihan seperti otak, jantung,
paru-paru.
HEMATOKRIT 36 35-47 % <32 anemia
>45 menyebabkan dehidrasi, gagal
jantung, tumor ginjal

GULA DARAH

KARBOHIDRAT

GULA DARAH 222 74-180 mg/dl a) Peningkatan gula darah


SEWAKTU
(hiperglikemia) atau intoleransi

glukosa (nilai puasa lebih dari

120 mg/dL) dapat menyertai

penyakit cushing (muka bulan),

stress akut, feokromasitoma,

penyakit hati kronik, defisiensi


Pemeriksaan penunjang

kalium, penyakit yang kronik

dan sepsis.

b) Kadar gula darah menurun

(hipoglikemia) dapat
Radiologi/USG, dll

Tidak ada
Farmakologi :

Hari/tgl Nama Obat Dosis Golongan Tujuan

Selasa, 28 Terpasang RL 30 tpm/6 jam Kristaloid Untuk penderita


September dehidrasi yang
2020 mengalami gangguan
elektrolit dalam tubuh

Cefotaxime 2x1 gr Antibiotic Membunuh bakteri


penyebab infeksi

Ranitidine 2x1 ampul antihistamin Menghambat sekresi


asam lambung
berlebih

Domperidone 3x1 via P.O Antimietik Untuk meredakan rasa


(Per Oral) mual dan muntah,
gangguan pencernaan
dan refluks asam
lambung (GERD)
Terapi:

B Complex 3x1 via P.O Suplemen Untuk proses


metabolism,
menggunakan energy
dari makanan, serta
memproduksi sel
darah merah

Metformin 2x1 via P.O antidiabetes Untuk mengontrol


kadar gula darah tinggi
ANALISA DATA
No. Data Problem Etiologi
1 DS : Nyeri akut Infeksi
- Pasien mengeluh nyeri pada perut bagian
kiri setiap pagi hari
DO :
- Pasien tampak meringis
- Skala nyeri 6
- Sulit tidur
- Pola nafas berubah
RR = 26x/menit
2 DS : Defisit Nutrisi Ketidakmampuan
- Pasien mengatakan nafsu makan mencerna makanan
menurun
- Keluarga mengatakan pasien hanya
makan 1x sehari
DO :
- BB sebelum sakit = 62 kg
BB setelah sakit = 60 kg

3 DS : Resiko ketidakseimbangan Gastrointeritis


- Pasien mengeluh mual muntah elektrolit
- Keluarga mengatakan pasien hanya
minum 2 gelas dalam sehari

DO :
- Pasien tampak lemas
BAK 1x/sehari

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b/d infeksi
2. Defisit nutrisi b/d ketidakmampuan mencerna makanan
3. Resiko ketidakseimbangan elektrolit b/d gastroenteritis

C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


Nama pasien : Ny.S Nama Mahasiswa : Listia Rahman M
Ruang : Multazam/50.3 NPM : 201030200011
No.M.R. : 13-18-51
No Tanggal Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
dan jam Keperawatan (PES) Hasil
1 Selasa, 28 Nyeri akut b/d Setelah dilakukan Observasi : 1. Digunakan
Septembe infeksi intervensi 1. Identifikasi sebagai dasar
r 2020 keperawatan lokasi, tindakan
selama 3x24 jam karakteristik, selanjutnya
maka tingkat nyeri durasi, frekuensi, 2. Mengetahui
menurun dengan kualitas, seberapa jauh
criteria hasil : intensitas nyeri nyeri dan
1. Keluhan nyeri 2. Identifikasi skala menentukan
menurun nyeri etiologinya
2. Meringis 3. Identifikasi serta
menurun respon nyeri non mengantisipa
3. Gelisah verbal si terjadinya
menurun 4. Identifikasi factor komplikasi
4. Kesulitan tidur yang 3. Mengetahui
menurun memperberat keadaan
5. Anoreksia dan meringankan umum klien
menurun nyeri 4. Mengurangi
6. Perinium 5. Identifikasi stimulus yang
terasa pengetahuan dan tidak
tertekan keyakinan diinginkan
menurun tentang nyeri 5. Dapat
7. Ketegangan 6. Identifikasi mengurangi
otot menurun pengaruh budaya ketegangan
8. Muntah terhadap respon saraf
menurun nyeri sehingga
9. Mual 7. Identifikasi pasien rileks
menurun pengaruh nyeri dan nyeri
10. Pola nafas pada kualitas berkurang
membaik hidup 6. Analgetik
11. Fungsi 8. Monitor dapat
berkemih keberhasilan mengurangi
membaik terapi nyeri
12. Nafsu makan komplementer
membaik yang sudah
13. Pola tidur diberikan
membaik 9. Monitor
efeksamping
penggunaan
analgetik

Terapeutik :
1. Berikan terapi
nonfarmakologis
untuk
mengurangi rasa
nyeri
2. Kontrol
lingkungan yang
memperberat
rasa nyeri
3. Fasilitas istirahat
dan tidur
4. Pertimbangkan
jenis dan sumber
nyeri dalam
pemilihan
strategi
meredaka nyeri

Edukasi :
1. Jelaskan
penyebab,
periode dan
pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
4. Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk
mengurangi rasa
nyeri

Kolaborasi :
Kolaborasi
pemberian analgetik
2 Rabu, 29 Defisit nutrisi b/d Setelah dilakukan 1. Identifikasi 1. Untuk
Septembe ketidakmampuan intervensi status nutrisi mengetahui
r 2020 mencerna makanan keperawatan 2. Identifikasi alergi sejauh mana
selama 3x24 jam dan intoleransi perkembanga
maka status nutrisi makanan n dari keadaan
membaik dengan 3. Identifikasi pasien dan
criteria hasil : makanan yang perubahan
1. Porsi makan disukai yang terjadi
yang 4. Identifikasi 2. Mencegah
dihabiskan kebutuhan kalori perangsangan
meningkat jenis nutrien yang
2. Perasaan 5. Identifikasi mendadak
cepat kenyang perlunya pada lambung
menurun penggunaan 3. Untuk
3. Nyeri selang menghindari
abdomen nasogastrik kerja lambung
menurun 6. Monitor asupan yang berat
4. Berat badan makanan meminimalkan
membaik 7. Monitor berat iritasi lambung
5. Indeks Masa badan 4. Untuk
Tubuh 8. Monitor hasil mengetahui
membaik pemeriksaan perkembanga
6. Frekuensi laboratorium n berat badan
makan 5. Pemberian
membaik Terapeutik : antimietik
7. Nafsu makan 1. Lakukan oral untuk
membaik hygiene sebelum mencegah
8. Bising usus makan mual, nyeri
membaik 2. Fasilitasi dan rasa tidak
9. Membran menentukan nyaman.
mukosa pedoman diet
membaik 3. Sajikan makanan
secara menarik
dan suhu yang
sesuai
4. Berikan makanan
yang tinggi serat
untuk mencegah
konstipasi
5. Berikan makanan
tinggi kalori dan
tinggi protein
6. Berikan
suplemen
makanan
7. Hentikan
pemberian
makanan melalui
selang
nasogastrik jika
asupan oral
dapat di
toleransi

Edukasi :
1. Anjurkan posisi
duduk, jika perlu
2. Ajarkan diet yang
di programkan

Kolaborasi :
1. Kolaborasi
pemberian
medikasi
sebelum makan
(misalnya :
pereda nyeri,
antiemetic) jika
perlu
2. Kolaborasi
dengan ahli gizi
untuk
menentukan
jumlah kalori dan
jenis nutrient
yang dibutuhkan,
jika perlu
3 Rabu, 29 Setelah dilakukan Observasi :
Septembe Resiko intervensi 1. Identifikasi 1. Mengumpulkan
r 2020 ketidakseimbangan keperawatan kemungkinan dan
elektrolit b/d selama 3x24 jam penyebab menganalisis
gastroenteritis maka ketidakseimbang data pasien
keseimbangan an elektrolit untuk
elektrolit 2. Monitor kadar mengatur
meningkat dengan elektrolit serum keseimbangan
criteria hasil : 3. Monitor mual, elektrolit
1. Serum natrium muntah, diare 2. Meningkatkan
membaik 4. Monitor keseimbangan
2. Serum kalium kehilangan elektrolit dan
membaik cairan mencegah
3. Serum klorida 5. Monitor tanda komplikasi
membaik dan gejala akibat kadar
4. Serum kalsium hipokalemia elektrolit serum
membaik (misalnya : yang abnormal
5. Serum kelemahan otot, 3. Mengetahui
magnesium anoreksia, adanya
membaik konstipasi, penurunan
6. Serum fosfor motilitas usus mual, muntah
membaik menurun, 4. Menganalisa
pusing, depresi, data pasien
pernapasan) terkait
6. Monitor tanda pengeluaran
dan gejala elektrolit
hiperkalemia bersama cairan
(misalnya : 5. Tanda dan
gelisah, mual, gejala penting
muntah) untuk diketahui
7. Monitor tanda agar saat
dan gejala terjadi bias
hiponatremia ditangani
(misalnya : dengan cepat
disorientasi, otot
berkedut, sakit
kepala,
membrane
mukosa kering,
hipotensi,
kejang,
penurunan
kesadaran)
8. Monitor tanda
dan gejala
hipernatremia
(misalnya: haus,
demam, mual,
muntah, gelisah,
peka rangsang,
membrane
mukosa kering,
takikardi,
hipotensi)
9. Monitor tanda
dan gejala
hipokalsemia
(misalnya : peka
rangsang spasme
otot bawah,
spasme karpal,
kram otot)
10. Monitor tanda
dan gejala
hiperkalsemia
(misalnya : nyeri
tulang, haus,
anoreksia,
letargi,
kelemahan otot)
11. Monitor tanda
dan gejala
hipomagnesemia
(misalnya :
depresi
pernapasan,
apatis, konfusi)
12. Monitor tanda
dan gejala
hipermagnesemi
a (misalnya :
kelemahan otot,
hiporefleks,
brakikardia,
koma, depresi)

Terapeutik :
1. Atur interval
waktu
pemantauan
sesuai dengan
kondisi pasien
2. Dokumentasikan
hasil
pemantauan

Edukasi :
1. Jelaskan tujuan
dan prosedur
pemantauan
2. Informasikan
hasil
pemantauan

D. CATATAN PERAWATAN
Nama Klien : Ny.S
Diagnosis Medis : Gastritis
Ruang Rawat : Multazam/50.3
Tgl/ No. DK Implementasi Tanda Tangan
jam
1 Observasi :
Selasa, 28 1. Mengidentifikasi lokasi,
September karakteristik, durasi, frekuensi,
2020 kualitas, intensitas nyeri
2. Mengidentifikasi skala nyeri

Terapeutik :
3. Berikan terapi non farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
(kompres hangat)

Edukasi :
4. Jelaskan penyebab, periode dan
pemicu nyeri

Kolaborasi :
5. Melakukan kolaborasi pemberian
analgetik

Rabu, 29 2 Observasi :
September 1. Mengidentifikasi status nutrisi
2020 2. Memonitor asupan makanan

Terapeutik :
3. Melakukan oral hygiene sebelum
makan
4. Memberikan makanan yang tinggi
serat untuk mencegah konstipasi
5. Memberikan makanan tinggi kalori
dan tinggi protein

Edukasi :
6. Menganjurkan posisi duduk, jika
perlu

Kolaborasi :
7. Melakukan kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(misalnya : pereda nyeri,
antiemetic) jika perlu
8. Melakukan kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu
Rabu, 29 3 Observasi :
September 1. Memonitor mual, muntah, diare
2020 2. Memonitor kehilangan cairan

Terapeutik :
3. Mengatur interval waktu
pemantauan sesuai dengan kondisi
pasien
4. Mendokumentasikan hasil
pemantauan

Edukasi :
5. Menjelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
6. Menginformasikan hasil
pemantauan

E. CATATAN PERKEMBANGAN
Nama Klien : Ny.S
Diagnosis Medis : Gastritis
Ruang Rawat : Multazam/50.3
Tgl No. DK SOAP Tanda Tangan
S:
Rabu, 29
Septembe 1 - Pasien mengatakan nyeri pada
r 2020 ulu hatinya sudah berkurang
- Pasien mengatakan sudah dapat
tidur dengan baik
- Skala nyeri 2
O:

- Klien tampak sedikit rileks


- Klien tampak tidak meringis
TD = 120/70
N = 80x/menit
RR = 20x/menit
S = 37 Oc

A:

Masalah teratasi sebagian

P:

Intervensi dilanjutkan

- Mengidentifikasi factor yang


memperberat dan meringankan
nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
(relaksasi nafas dalam)
- Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
- Kolaborasi pemberian analgetik
Kamis, 30 2 S:
Septembe - Pasien mengatakan sudah dapat
r 2020 menghabisi makanannya

O:
- BB kembali normal

A:
Masalah teratasi

P:
Intervensi dihentikan
Kamis, 30 3 S:
Septembe - Pasien mengatakan tidak mual
r 2020 dan tidak muntah
- Keluarga mengatakan pasien
minum 8 gelas sehari
O:
- Pasien tampak tidak lemas
BAK 4x/sehari
A:
Masalah teratasi

P:
Intervensi dihentikan
DAFTAR PUSTAKA

Armstrong, Alan (2007). Nursing Ethics: A Virtue-Based Approach. Palgrave


Macmillan. ISBN 978-0-230-50688-6.
Breier-Mackie, Sarah (March–April 2006). “Medical Ethics and Nursing Ethics: Is
There Really Any Difference?”. Gastroenterology Nursing. 29 (2): 182–3.
doi:10.1097/00001610-200603000-00099. Retrieved 25 June 2019.
Brunner and Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8,
Volume 2. Jakarta : EGC.
Carol T,Carol L, Priscilla LM. 1997. Fundamental Of Nursing Care, Third Edition,
by Lippicot Philadelpia, New York.
Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. 1999. Rencana
asuhan keperawatan : pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian
perawatan pasien. Jakarta : EGC.
Ismaini, N. 2001. Etika Keperawatan. Jakarta : Widya Medika
Kozier. (2000). Fundamentals of Nursing : concept theory and practices. 
Philadelphia. Addison Wesley.
Mansjoer, Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3, Jilid 1. Jakarta : Media
Aesculapius
McHale, J; Gallagher, A (2003). Nursing and Human Rights. Butterworth
Heinemann. ISBN 978-0-7506-5292-6.
PPNI (2016). Standar diagnosis keperawatan Indonesia : definisi dan indicator
diagnostic, edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
PPNI (2018). Standar intervensi keperawatan Indonesia: Definisi dan tindaka
keperawatan, edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
PPNI (2018).Standar luaran keperawatan Indonesia : definisi dan criteria hasil
keperawatan, edisi1. Jakarta : DPP PPNI
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. 1994. Patofisiologi, konsep klinis proses-
proses penyakit. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai