Anda di halaman 1dari 52

BAB I

PENDAHULUAN

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan


mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan
dampak psikologis. Contoh bencana alam antara lain antara lain berupa gempa
bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan dan tanah
longsor. Sedangkan bencana non alam contohnya adalah konflik sosial, epidemi
dan wabah penyakit.
Indonesia merupakan negara dengan 129 Gunung api aktif. Dilihat dari letak
geologis, cuaca dan kondisi sosial, Indonesia rentan terhadap beragam bencana
alam seperti gempa bumi, tsunami, banjir, tanah longsor, badai dan angin topan,
wabah penyakit, kekeringan dan gunung berapi. Bencana muncul ketika ancaman
alam (seperti gunung berapi) bertemu dengan masyarakat yang rentan
(perkampungan di lereng gunung berapi) yang mempunyai kemampuan rendah
atau tidak mempunyai kemampuan untuk menanggapi ancaman itu (tidak ada
pelatihan atau pemahaman tentang gunung berapi atau tidak siap - siaga). Dampak
yang muncul adalah terganggunya kehidupan masyarakat seperti kehancuran
rumah, kerusakan harta benda serta korban jiwa.
Bencana alam geologis adalah bencana alam yang disebabkan oleh faktor
yang bersumber dari bumi. Beberapa jenis bencana alam geologi yang sangat
umum terjadi di tanah air kita, salah satunya yaitu erupsi gunung api. Gunung
berapi atau gunung api secara umum adalah istilah yang dapat didefinisikan
sebagai suatu sistem saluran fluida panas (batuan dalam wujud cair atau lava)
yang memanjang dari kedalaman sekitar 10 km di bawah permukaan bumi sampai
ke permukaan bumi, termasuk endapan hasil akumulasi material yang dikeluarkan
pada saat meletus. Erupsi gunung berapi terjadi jika ada pergerakan atau aktivitas
magma dari dalam perut bumi menuju ke permukaan bumi.

1
Indonesia adalah negeri yang rawan bencana geologis gempa bumi, tanah
longsor, erupsi gunung api, dan tsunami. Sebagai konsekuensi kewajiban negara
untuk melindungi rakyatnya maka pemerintah diharapkan mengambil langkah-
langkah yang tepat untuk mengurangi risiko dan mempunyai rencana keadaan
darurat untuk meminimalkan dampak bencana. Saat ini telah tersedia undang-
undang tentang penanggulangan bencana nasional yaitu UU Nomor 24 Tahun
2007. Undang-undang tersebut berfungsi sebagai pedoman dasar yang mengatur
wewenang, hak, kewajiban dan sanksi bagi segenap penyelenggara dan pemangku
kepentingan di bidang penanggulangan bencana. Menurut UU No.24 2007
tersebut, penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi terdapat potensi
terjadi bencana meliputi: (a) kesiapsiagaan (b) peringatan dini dan (c) mitigasi
bencana.
Kesiapsiagaan dilakukan untuk memastikan upaya yang cepat dan tepat
dalam menghadapi kejadian bencana yang dapat dilakukan melalui (a)
penyusunan dan uji coba rencana penanggulangan kedaruratan bencana (b)
pengorganisasian, pemasangan, dan pengujian system peringatan dini (c)
penyediaan dan penyiapan barang pasokan pemenuhan kebutuhan dasar (d)
pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan, dan gladi tentang mekanisme tanggap
darurat (e) penyiapan lokasi evakuasi (f) penyusunan data akurat, informasi, dan
pemutakhiran prosedur tetap tanggap darurat bencana dan (g) penyediaan dan
penyiapan bahan, barang, dan peralatan untuk pemenuhan pemulihan prasarana
dan sarana.
Umumnya bahaya bencana dapat terjadi di mana saja dengan sedikit atau
tanpa peringatan, maka sangat penting bersiaga terhadap bahaya bencana untuk
mengurangi risiko dampaknya. Melalui pendidikan masyarakat, dapat dilakukan
beberapa hal untuk mengurangi risiko bencana. Selain itu, agar masyarakat
mengetahui langkah - langkah penanggulangan bencana sehingga dapat
mengurangi ancaman, mengurangi dampak, menyiapkan diri secara tepat bila
terjadi ancaman, menyelamatkan diri, memulihkan diri, dan memperbaiki
kerusakan yang terjadi agar menjadi masyarakat yang aman, mandiri dan berdaya
tahan terhadap bencana.

2
BAB II
ERUPSI GUNUNG API
A. GUNUNG API
1. Pengertian Gunung Berapi
Gunung api adalah lubang kepundan atau rekahan dalam kerak
bumi tempat keluarnya cairan magma atau gas atau cairan lainnya ke
permukaan bumi. Material yang dierupsikan ke permukaan bumi
umumnya membentuk kerucut terpancung. Menurut Alzwar (1988),
gunung api merupakan timbulan di permukaan bumi, yang tersusun atas
timbunan rempah gunung api, tempat dengan jenis dan kegiatan magma
yang sedang berlangsung, tempat keluarnya batuan leleran dan rempah
lepas gunungapi dari dalam bumi. Menurut Mac Donald (1972), gunung
api adalah tempat atau bukaan berasalnya batuan pijar (gas) dan umumnya
keduanya, keluar ke permukaan bumi, sehingga bahan batuan tersebut
berakumulasi membentuk bukit atau gunung. Sedangkan menurut Bronto
(2006), Setiap proses alam yang berhubungan dengan kegiatan gunung
api, meliputi asal-usul pembentukan magma di dalam bumi
hingga kemunculannya di permukaan bumi dalam berbagai bentuk
dan kegiatannya. Setiap magma yang muncul ke permukaan bumi adalah
gunung api.
Secara etimologi kata gunung berapi “volcano” berasal dari nama
Vulcano, sebuah pulau vulkanik di Kepulauan Aeolian Italia yang
namanya pada gilirannya berasal dari Vulcan, nama dewa api dalam
mitologi Romawi, disebut Vulkanologi . Secara umum istilah tersebut
dapat didefinisikan sebagai suatu sistem saluran fluida panas (batuan
dalam wujud cair atau lava) yang memanjang dari kedalaman sekitar 10
km di bawah permukaan bumi sampai ke permukaan bumi, termasuk
endapan hasil akumulasi material yang dikeluarkan pada saat dia meletus.

3
2. Proses terbentuknya gunung berapa
Gunung api terbentuk pada empat busur, yaitu busur tengah benua
(terbentuk akibat pemekaran kerak benua, busur tepi benua (terbentuk
akibat penunjaman kerak samudara ke kerak benua), busur tengah
samudera (terbentuk akibat pemekaran kerak samudera), dan busur dasar
samudera (terbentuk akibat terobosan magma basa pada penipisan kerak
samudera).

Penampang yang memperlihatkan batas lempeng utama dengan


dengan pembentukan busur gunungapi. (Modifikasi dari Krafft, 1989)

Pergerakan antar lempeng ini menimbulkan empat busur gunung api


berbeda :
a. Pemekaran kerak benua, lempeng bergerak saling menjauh
sehingga memberikan kesempatan magma bergerak ke permukaan,
kemudian membentuk busur gunung api tengah samudera.
b. Tumbukan antar kerak, dimana kerak samudera menunjam di
bawah kerak benua. Akibat gesekan antar kerak tersebut terjadi
peleburan batuan dan lelehan batuan ini bergerak kepermukaan
melalui rekahan kemudian membentuk busur gunung api di tepi
benua.
c. Kerak benua menjauh satu sama lain secara horizontal, sehingga
menimbulkan rekahan atau patahan. Patahan atau rekahan tersebut

4
menjadi jalan ke permukaan lelehan batuan atau magma sehingga
membentuk busur gunung api tengah benua atau banjir lava
sepanjang rekahan.
d. Penipisan kerak samudera akibat pergerakan lempeng memberikan
kesempatan bagi magma menerobos ke dasar samudera, terobosan
magma ini merupakan banjir lava yangmembentuk deretan gunung
api perisai.

Penampang diagram yang memperlihatkan bagaimana gunungapi


terbentuk di permukaan melalui kerak benua dan kerak samudera
serta mekanisme peleburan batuan yangmenghasilkan busur
gunungapi, busur gunungapi tengah samudera, busur gunungapi
tengahbenua dan busur gunungapi dasar samudera. (Modifikasi dari
Sigurdsson, 2000).

5
Di Indonesia (Jawa dan Sumatera) pembentukan gunung api terjadi
akibat tumbukan kerak Samudera Hindia dengan kerak Benua Asia.
Di Sumatra penunjaman lebih kuat dan dalam sehingga bagian akresi
muncul ke permukaan membentuk pulau-pulau, seperti Nias,
Mentawai, dll. (Modifikasi dari Katili, 1974).

Gunung api es biasa terjadi di daerah yang mempunyai musim


dingin bersalju, sedangkan gunung api lumpur dapat kita lihat di
daerah Kuwu, Grobogan, Jawa Tengah yang populer sebagai Bledug
Kuwu. Gunung berapi terdapat di seluruh dunia, tetapi lokasi gunung
berapi yang paling dikenali adalah gunung berapi yang berada di
sepanjang busur Cincin Api Pasifik (Pacific Ring of Fire). Busur
Cincin Api Pasifik merupakan garis bergeseknya antara dua
lempengan tektonik.

6
Bagian Gunung Api
Keterangan :
1. Dapur magma
2. Batuan dasar
3. Pipa kawah
4. Permukaan dasar
5. Sill
6. Pipa kawah sekunder
7. Lapisan abu gunung api
8. Sayap/sisi gunung api
9. Lapisan lava
10. Kepundan
11. Kerucut parasit gunung api
12. Aliran lava
13. Kawah
14. Bibir kawah
15. Abu gunung api
Gunung api terdapat dalam beberapa bentuk sepanjang masa
hidupnya. Gunung api yang aktif mungkin berubah menjadi separuh
aktif, istirahat, sebelum akhirnya menjadi tidak aktif atau mati.
Bagaimanapun gunung api mampu istirahat dalam waktu 610 tahun
sebelum berubah menjadi aktif kembali. Oleh karena itu, sulit untuk
menentukan keadaan sebenarnya dari suatu gunung berapi itu, apakah

7
gunung berapi itu berada dalam keadaan istirahat atau telah mati.
Setiap gunung api memiliki karakteristik tersendiri jika ditinjau dari
jenis muntahan atau produk yang dihasilkannya. Akan tetapi apapun
jenis produk tersebut kegiatan letusan gunung api tetap membawa
bencana bagi kehidupan. Bahaya letusan gunung api memiliki resiko
merusak dan mematikan. (http://www.ibnurusydy.com)
3. Klasifikasi Gunung Api
a. Berdasarkan catatan sejarah erupsi :
1) Tipe A Gunung api yang pernah mengalami erupsi magmatic
sekurang-kurangnya satu kali sesudah tahun 1600
2) Tipe B Gunung api yang sesudah tahun 1600 belum lagi
mengadakan erupsi magmatik, namun masih memperlihatkan
gejala kegiatan seperti kegiatan solfatara.
3) Tipe C Gunung api yang erupsinya tidak diketahui dalam sejarah
manusia, namun masih terdapat tanda-tanda kegiatan masa lampau
berupa lapangan solfatara/fumarola pada tingkah lemah.
b. Berdasarkan sumber erupsi, yaitu:
1) Erupsi Pusat
Erupsi keluar melalui kawah utama.
2) Erupsi Samping
Erupsi keluar dari lereng tubuhnya.
3) Erupsi Celah
Erupsi yang muncul pada retakan/sesar, dapat memanjang sampai
beberapa kilometer.
4) Erupsi Eksentrik
Erupsi samping tetapi magma yang keluar bukan dari kepundan
pusat yang menyimpang ke samping, melainkan langsung dari
dapur magma melalui kepundan tersendiri.
c. Berdasarkan tinggi-rendahnya derajat fragmentasi dan luasan, juga
kuat-lemahnya letusan serta tinggi tiang asap, maka gunung api
dibagi menjadi beberapa tipe erupsi, yaitu:

8
1) Tipe Hawaiian
Erupsi eksplosif dari magma basaltik atau mendekati basal.
Pada umumnya berupa semburan lava pijar dan sering diikuti
leleran lava secara simultan, yang terjadi pada celah atau
kepundan sederhana.

2) Tipe Strombolian
Erupsinya hampir sama dengan Hawaiian berupa semburan
lava pijar dari magma yang dangkal. Pada umumnya terjadi
pada gunung api aktif di tepi benua atau di tengah benua.

3) Tipe Plinian
Erupsi sangat ekslposif dari magma berviskositas tinggi atau
magma asam, dimana komposisi magma bersifat andesitik
sampai riolitik. Material yang dierupsikan berupa batu apung
dalam jumlah besar.

9
4) Tipe Sub-Plinian
Erupsi eksplosif dari magma asam (riolitik) dari gunungapi
strato. Tahap erupsi efusifnya menghasilkan kubah lava riolitik.
Erupsi sub-plinian dapat menghasilkan pembentukan ignimbrit.
5) Tipe Ultra-Plinian
Erupsi sangat eksplosif menghasilkan endapan batuapung lebih
banyak dan lebih luas daripada Plinian biasa.
6) Tipe Vulkanian
Erupsi magmatis berkomposisi andesit basaltik sampai dasit.
Pada umumnya melontarkan bom-bom vulkanik atau
bongkahan di sekitar kawah dan seringkali disertai bom kerak-
roti atau permukaannya retak-retak. Material yang dierupsikan
tidak hanya selalu berasal dari magma, tetapi bercampur
dengan batuan samping berupa litik.

7) Tipe Surtseyan dan Tipe Freatoplinian


Kedua tipe ini merupakan erupsi yang terjadi pada pulau
gunung api, gunung api bawah laut, atau gunung api yang
berdanau kawah. Surtseyan merupakan erupsi interaksi antara

10
magma basaltik dengan air permukaan atau bawah permukaan.
Letusannya disebut freatomagmatik. Tipe freatoplinian
mempunyai proses kejadian yang sama dengan Surtseyan,
namun magma yang berinteraksi dengan air berkomposisi
riolitik.

4. Morfologi Gunung Api


Lingkungan pembentukan gunung api menentukan bentuk gunung api
tersebut. Berdasarkan morfologinya, gunung api dibedakan menjadi:
a. Strato
Bentuk dari gunung ini memiliki slope yang curam. Kebanyakan
terbentuk di daerah subduksi.

b. Kaldera
Gunung ini sangatlah eksplosif, dan memiliki lava berjenis riolith
atau asam.

11
c. Kubah Lava
Akumulasi lava dengan viskositas tinggi pada lubang kawah

d. Perisai (shield volcano)


Kebanyakan berupa gunung noneksplosif, memiliki lava basalt,
dan biasanya di daerah hotspot.

e. Cinder Cone (kerucut)

12
B. ERUPSI
1. Pengertian Erupsi
Letusan gunung api adalah merupakan bagian dari aktivitas vulkanik
yang dikenal dengan istilah "erupsi". Hampir semua kegiatan gunung api
berkaitan dengan zona kegempaan aktif sebab berhubungan dengan batas
lempeng. Pada batas lempeng inilah terjadi perubahan tekanan dan suhu
yang sangat tinggi sehingga mampu melelehkan material sekitarnya yang
merupakan cairan pijar (magma). Erupsi adalah pelepasan magma, gas,
abu, dan lain-lain ke atmosfer atau ke permukaan bumi. Magma akan
mengintrusi batuan atau tanah di sekitarnya melalui rekahan-rekahan
mendekati permukaan bumi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
erupsi di definisikan sebagai letusan gunung berapi atau semburan sumber
minyak dan uap panas dari dalam bumi. Erupsi gunung berapi terjadi jika
ada pergerakan atau aktivitas magma dari dalam perut bumi menuju ke
permukaan bumi.
Erupsi gunung api merupakan bagian dari proses vulkanisme. Berikut
ini merupakan istilah yang akan sering dijumpai pada saat terjadi erupsi :
a. Magma merupakan cairan pijar yang terdapat di dalam bumi dengan
suhu yang sangat tingi yakni diperkirakan lebih dari 1000°C

13
b. Lava merupakan cairan magma yang keluar ke permukaan bumi. Suhu
lava yang dikeluarkan bias mencapai 700-1.200°C.
c. Litosfer merupakan lapisan batuan. Berasal dari kata lithos yang
berarti batuan dan sphere yang berarti lapisan.
d. Lahar merupakan lava yang sudah bercampur dengan material pasir,
batu dan air. Lahar dibedakan menjadi dua yaitu lahar panas dan lahar
dingin. Lahar panas adalah lahar yang baru keluar dari lubang
kepundan. Lahar dingin adalah lahar yang telah mengalami proses
pendinginan dan telah bercampur dengan air hujan.

Secara umum, erupsi di bedakan menjadi 2, yaitu erupsi eksplosif dan


erupsi efusif.
a. Erupsi Eksplosif adalah proses keluarnya magma, gas atau abu
disertai tekanan yang sangat kuat sehingga melontarkan material
padat dan gas yang berasal dari magma maupun tubuh gunung api
ke angkasa. Erupsi eskplosif inilah yang terkenal sebagai letusan
gunung berapi. Letusan ini terjadi akibat tekanan gas yang teramat
kuat. Contoh erupsi eksplosif adalah letusan gunung Krakatau dan
letusan gunung merapi.
b. Erupsi Efusif (Non Eksplosif) yaitu peristiwa keluarnya magma
dalam bentuk lelehan lava. Erupsi efusif terjadi karena tekanan gas
magmatiknya tidak seberapa kuat, sehingga magma kental dan
pijar dari lubang kepundan hanya tumpah mengalir ke lereng-
lereng puncak gunung itu. Contoh erupsi efusif adalah erupsi
gunung semeru, erupsi gunung merapi.
Umumnya terdapat tanda-tanda gunung api yang akan meletus atau
terjadi erupsi antara lain :
a. Suhu di sekitar gunung meningkat
b. Mata air menjadi kering

14
c. Seringnya terjadi gempa vulkanik dengan pusatnya berada pada
daerah sekitar gunung api
d. Sering mengeluarkan suara gemuruh
e. Tumbuhan di sekitar gunung layu dan kering
f. Binatang di sekitar gunung bermigrasi
2. Proses Terjadinya Erupsi Gunung Api
Umumnya erupsi terjadi disebabkan oleh tekanan gas yang kuat
yang berasal dari dalam bumi yang terus menerus mendorong magma.
Magma yang terdorong tersebut sedikit demi sedikit terus bergerak
naik karena massanya yang lebih ringan dibandingkan dengan batuan
padat di sekitarnya. Dalam perjalanannya, magma yang bersuhu sekitar
1200°C ini melelehkan batuan di sekitarnya dan terjadilah
penumpukan magma. Dari sini, tekanan yang berasal dari dalam bumi
menjadi semakin besar karena magma terhambat oleh lapisan batuan
padat (lithosfer) yang sulit ditembus. Karena tekanan yang sangat
besar, maka tersimpan tenaga yang sangat besar sehingga lapisan
batuan yang sedikit lebih rapuh menjadi retak dan lewat celah retakan
inilah magma menjalar keluar., Kemudian magma melelehkan saluran
retakan sehingga membentuk saluran yang disebut pipa kepundan.
Ketika lapisan batuan (lithosfer) ini sudah tidak mampu membendung
tenaga dari magma, maka akan terjadi ledakan dan semburan yang
sangat kuat sebagai reaksi dari pelepasan energy (tenaga) dari dalam
bumi. Berikut ini merupakan gambaran tapahan proses terjadinya
erupsi:

a. Pada dasarnya, gunung berapi terbentuk dari magma, yaitu batuan


cair yang terdalam di dalam bumi. Magma terbentuk akibat
panasnya suhu di dalam interior bumi. Pada kedalaman tertentu,
suhu panas ini sangat tinggi sehingga mampu melelehkan batu-
batuan di dalam bumi. Saat batuan ini meleleh, dihasilkanlah gas
yang kemudian bercampur dengan magma. Sebagian besar magma

15
terbentuk pada kedalaman 60 hingga 160 km di bawah permukaan
bumi. Sebagian lainnya terbentuk pada kedalaman 24 hingga 48
km.

Tahap Terjadinya Erupsi Gunung Api


b. Magma yang mengandung gas, sedikit demi sedikit naik ke
permukaan karena massanya yang lebih ringan dibanding batu-
batuan padat di sekelilingnya. Saat magma naik, magma tersebut
melelehkan batu-batuan di dekatnya sehingga terbentuklah kabin
yang besar pada kedalaman sekitar 3 km dari permukaan. Magma
chamber inilah yang merupakan gudang (reservoir) darimana
letusan material-material vulkanik berasal

Tekanan Magma Pada Gunung Api

16
c. Magma yang mengandung gas dalam kabin magma berada dalam
kondisi di bawah tekanan batu-batuan berat yang mengelilinginya.
Tekanan ini menyebabkan magma meletus atau melelehkan
conduit (saluran) pada bagian batuan yang rapuh atau retak.
Magma bergerak keluar melalui saluran ini menuju ke permukaan.
Saat magma mendekati permukaan, kandungan gas di dalamnya
terlepas. Gas dan magma ini bersama-sama meledak dan
membentuk lubang yang disebut lubang utama (central vent).
Sebagian besar magma dan material vulkanik lainnya kemudian
menyembur keluar melalui lubang ini. Setelah semburan berhenti,
kawah (crater) yang menyerupai mangkuk biasanya terbentuk pada
bagian puncak gunung berapi. Sementara lubang utama terdapat di
dasar kawah tersebut

Erupsi Gunung Api

Dalam beberapa letusan, gumpalan awan besar naik ke atas gunung,


dan sungai lava mengalir pada sisi-sisi gunung tersebut. Dalam letusan
yang lain, abu merah panas dan bara api menyembur keluar dari
puncak gunung, dan bongkahan batu-batu panas besar terlempar tinggi
ke udara. Sebagian kecil letusan memiliki kekuatan yang sangat besar,
begitu besar sehingga dapat memecah-belah gunung.

17
TINGKAT ISYARAT GUNUNG BERAPI DI INDONESIA
STATUS MAKNA TINDAKAN
 Menandakan gunung  Wilayah yang terancam
berapi yang segera bahaya direkomendasikan
atau sedang meletus untuk dikosongkan
atau ada keadaan  Koordinasi dilakukan
kritis yang secara harian
menimbulkan  Piket penuh
bencana
AWAS
 Letusan pembukaan
dimulai dengan abu
dan asap
 Letusan berpeluang
terjadi dalam waktu
24 jam

SIAGA  Menandakan gunung  Sosialisasi di wilayah


berapi yang sedang terancam
bergerak ke arah  Penyiapan sarana darurat
letusan atau  Koordinasi harian
menimbulkan  Piket penuh
bencana
 Peningkatan intensif
kegiatan seismik
 Semua data
menunjukkan bahwa
aktivitas dapat segera
berlanjut ke letusan
atau menuju pada
keadaan yang dapat

18
menimbulkan
bencana
 Jika tren peningkatan
berlanjut, letusan
dapat terjadi dalam
waktu 2 minggu

 Ada aktivitas apa pun  Penyuluhan/sosialisasi


bentuknya  Penilaian bahaya
 Terdapat kenaikan  Pengecekan sarana
aktivitas di atas level  Pelaksanaan piket terbatas
normal
 Peningkatan aktivitas
seismik dan kejadian
WASPADA vulkanis lainnya
 Sedikit perubahan
aktivitas yang
diakibatkan oleh
aktivitas magma,
tektonik dan
hidrotermal

 Tidak ada gejala  Pengamatan rutin


aktivitas tekanan  Survei dan penyelidikan
NORMAL magma
 Level aktivitas dasar

Tabel Tingkat Isyarat Gunung Api di Indonesia

3. Pengamatan Bencana Erupsi Gunung Berapi

19
Pemerintah Indonesia melalui Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
Geologi (PVMBG) sudah membangun pos pengamatan di beberapa gunung
api aktif yang ada di seluruh Indonesia. Petugas di pos pengamatan bertugas
untuk mengamati aktifitas gunung api secara visual dan  berdasarkan data
pengukuran (seismisitas, thermal, deformasi, densitas batuan, gas, dan lain-
lain). Semua pengamatan ini perlu dilakukan karena ketika gunung api
“berhajat” untuk erupsi maka akan ada perubahan yang drastis terhadap
semua komponen yang diamati. Karena perubahan tersebut mengindikasi
gunung api akan meletus maka pengamatan tersebut mutlak dilakukan di
setiap gunung api yang ada di Indonesia.

Jenis-jenis pengamatan Gunung api (Sumber:USGS-Volcano)

a. Pengamatan Seismitas
Ketika sebuah gunung api akan meletus maka akan ada aktifitas
seismisitas berupa tremor/getaran-getaran kecil/gempa vulkanik
yang biasanya dirasakan oleh masyarakat yang dekat dengan
gunung api. Aktifitas seismisitas ini meningkat karena peningkatan
aktifitas dan tekanan di dapur magma. Peningkatan ini
menyebabkan terjadinya rekahan-rekahan yang menjadi sumber
gempa vulkanik. Sebelum pengamatan seismisitas ini bisa
dilakukan, hal pertama yang harus dilakukan adalah pemasangan
seismometer di sekitar gunung api yang akan diamati. Untuk

20
pengamatan lebih akurat, harus dipasang lebih dari satu
seismometer di setiap gunung api.
Seismometer adalah alat untuk mengukur gerakan tanah, termasuk
gelombang seismik yang dihasilkan oleh gempa bumi, letusan
gunung berapi, dan sumber gempa lainnya. Rekaman gelombang
seismik memungkinkan seismolog untuk memetakan bagian dalam
bumi, serta menemukan dan menentukan ukuran dari sumber
gempa yang berbeda. Hasil rekaman dari alat ini disebut
seismogram. Pada awalnya alat ini hanya bisa digunakan untuk
menentukan dari arah mana gempa bumi terjadi. Dengan
perkembangan teknologi yang semakin berkembang, maka
kemampuan seismometer pun telah ditingkatkan, sehingga bisa
merekam getaran dalam jangkauan frekuensi yang cukup lebar.
Alat seperti ini disebut Seismometer Broadband.

Seismometer

b. Pengamatan Gas dan Thermal


Selain peningkatan seismisitas, peningkatan gas dan thermal (suhu)
juga terjadi apabila sebuah gunung api akan erupsi. Beberapa gas
keluar ketika gunung api mau dan sedang erupsi antara lain;
Karbonmonoksida (CO), Karbondioksida (CO2), Hidrogen Sulfide
(H2S), Sulfurdioksida (S02), dan Nitrogen (NO2). Peningkatan

21
suhu juga bisa teramati dari mulai mengeringnya sungai dan danau
serta perpohonan yang mulai mati di sekitar gunung api.
Pengukuran untuk gas dan thermal bisa dilakukan secara langsung,
namun pengukuran secara langsung sangat berisiko bagi pengukur.
Solusi lain adalah dengan cara memasang alat pengukuran gas dan
thermal di lapangan fumaroel dan datanya terekam secara terus-
menerus dan bisa dikirim secara automatis ke pusat pengamatan.
Untuk saat ini pengukuran kandungan gas juga sudah bisa
dilakukan melalui pesawat terbang seperti gambar (USGS)

Staf USGS melakukan pengamatan gas menggunakan pesawat

c. Pengamatan Deformitas Gunung Api


Ketika gunung api akan meletus (erupsi) akan terjadi peningkatan
tekanan di dapur magma. Peningkatan tekanan di dalam dapur
magma ini akan menyebabkan deformasi (naik dan turun)
permukaan gunung api. Deformasi ini bisa diamati menggunakan
GPS, Tiltmeter, dan beberapa peralatan lainnya. Pengamatan
deformasi ini akan memberikan informasi apakah gunung api
sedang mengembang atau sedang tidak mengembang (tidur). Saat
ini, beberapa gunung api di kepulauan Jawa dan Bali sudah
dilakukan pengamatan deformasi menggunakan GPS Geodetik
Pengamatan deformasi (perubahan horizontal dan vertikal)
terhadap gunung api dilakukan secara berkala. Gunung api yang

22
diamati yaitu  Gunung api Guntur, Papandayan, Galunggung,
Kelud, Bromo, Semeru, Ijen, Batur dan lain-lain. Untuk Gunung
api yang berada di kawasan pulau Sumatra banyak yang belum
teramati deformasinya.

Tiltmeter

4. Bahaya Erupsi Gunung Api


Letusan gunung berapi bisa menimbulkan korban jiwa dan harta
benda yang besar sampai ribuan kilometer jauhnya dan bahkan bisa
mempengaruhi putaran iklim di bumi ini. Selain daripada aliran lava,
kehancuran oleh gunung berapi disebabkan melalui berbagai cara.
Bahaya letusan gunung api dapat berpengaruh secara langsung
(primer) dan tidak langsung (sekunder) yang menjadi bencana bagi
kehidupan manusia. Bahaya yang langsung oleh letusan gunung api
adalah :
a. Lelehan Lava
Lelehan lava merupakan cairan lava yang pekat dan panas dapat
merusak segala infrastruktur yang dilaluinya. Kecepatan aliran lava
tergantung dari kekentalan magmanya. Makin rendah
kekentalannya, maka makin jauh jangkauan alirannya. Lava encer
akan mengikuti aliran sungai sedangkan lava kental akan membeku
dekat dengan sumbernya. Lava yang membeku akan membentuk
bermacam-macam batuan. Suhu lava pada saat dierupsikan
berkisar antara 800°C-1200°C. Pada umumnya di Indonesia,

23
leleran lava yang dierupsikan gunung api, komposisi magmanya
menengah sehingga pergerakannya cukup lamban sehingga
manusia dapat menghindarkan diri dari terjangannya.

Leleran Lava Dapat Merusak Segala Bentuk Infrastruktur.

b. Aliran Piroklastik (Awan Panas)


Merupakan hasil letusan yang mengalir bergulung seperti awan. Di
dalam gulungan ini terdapat batuan pijar yang panas dan material
vulkanik padat dengan suhu lebih besar dari 600°C. Aliran
piroklastik dapat terjadi akibat runtuhan tiang asap erupsi plinian.
Letusan langsung ke satu arah, guguran kubah lava atau lidah lava
dan aliran pada permukaan tanah (surge). Aliran piroklastik sangat
dikontrol oleh gravitasi dan cenderung mengalir melalui daerah
rendah atau lembah. Mobilitas tinggi aliran piroklastik dipengaruhi
oleh pelepasan gas dari magma atau lava atau dari udara yang
terpanaskan pada saat mengalir. Kecepatan aliran dapat mencapai
150 250 km/jam dan jangkauan alirandapat mencapai puluhan
kilometer walaupun bergerak di atas air/laut. Awan panas dapat
mengakibatkan luka bakar pada tubuh yang terbuka seperti kepala,
lengan, leher atau kaki dan juga dapat mengakibatkan sesak napas.

24
Awan Panas Mempunyai Mobilitas dan Suhu Tinggi Sangat
Berbahaya
Bagi Penduduk Sekitar Gunung Api.

c. Jatuhan Piroklastik (Hujan Abu)


Jatuhan piroklastik terjadi dari letusan yang membentuk tiang asap
cukup tinggi, pada saat energinya habis, abu akan menyebar sesuai
arah angin kemudian jatuh lagi ke muka bumi dan dirasakan
sampai ratusan kilometer jauhnya. Hujan abu ini bukan merupakan
bahaya langsung bagi manusia, tetapi endapan abunya akan
merontokkan daun-daun dan pepohonan kecil sehingga merusak
agro dan pada ketebalan tertentu dapat merobohkan atap rumah.
Sebaran abu di udara dapat menggelapkan bumi beberapa saat serta
mengancam bahaya bagi jalur penerbangan.

Hujan abu dapat merusak tanaman, merobohkan rumah, mengganggu


pernafasan dan membahayakan jalur penerbangan pesawat.

25
d. Lahar letusan
Lahar letusan terjadi pada gunung api yang mempunyai danau
kawah. Apabila volume air alam kawah cukup besar akan menjadi
ancaman langsung saat terjadi letusan dengan menumpahkan
lumpur panas.
e. Gas vulkanik beracun
Gas yang dikeluarkan gunung api pada saat meletus. Gas tersebut
umumnya beracun dan muncul pada gunung api aktif berupa
karbon monoksida (CO), karbondioksida (CO2), nitrogen (NO2),
hydrogen sulfida (H2S), sulfur dioksida (SO2) pada konsentrasi di
atas ambang batas dapat membunuh dan membahayakan manusia

Pengeluaran gas CO2 di G. Dieng membunuh banyak penduduk

Bahaya sekunder, terjadi setelah atau saat gunung api aktif:


a. Lahar Hujan
Lahar hujan terjadi apabila endapan material lepas hasil erupsi
gunung api yang diendapkan pada puncak dan lereng, terangkut
oleh hujan atau air permukaan. Aliran lahar ini berupa aliran
lumpur yang sangat pekat sehingga dapat mengangkut material
berbagai ukuran. Bongkahan batu besar berdiameter lebih dari 5 m
dapat mengapung pada aliran lumpur ini. Lahar juga dapat
merubah topografi sungai yang dilaluinya dan merusak
infrastruktur.

26
b. Banjir Bandang
Banjir bandang terjadi akibat longsoran material vulkanik lama
pada lereng gunung api karena jenuh air atau curah hujan cukup
tinggi. Aliran Lumpur disini tidak begitu pekat seperti lahar, tapi
cukup membahayakan bagi penduduk yang bekerja di sungai
dengan tiba-tiba terjadi aliran lumpur.
c. Longsoran Vulkanik
Longsoran vulkanik dapat terjadi akibat letusan gunung api,
eksplosi uap air, alterasi batuan pada tubuh gunungapi sehingga
menjadi rapuh, atau terkena gempa bumi berintensitas kuat.
Longsoran vulkanik ini jarang terjadi di gunungapi secara umum
sehingga dalam peta kawasan rawan bencana tidak mencantumkan
bahaya akibat longsoran vulkanik.

5. Wilayah Rawan Bencana Erupsi Gunung Erupsi Gunng Api


Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG)
mencatat ada 28 daerah di Indonesia yang terancam letusan gunung
api. saat ini ada 12 gunung api yang berstatus waspada. Sedangkan 5
gunung berstatus siaga, yaitu Lokon, Soputan, Karangetang di
Sulawesi Utara, Gamalama (Maluku Utara), dan Gunung Ijen (Jawa
Timur). Berikut daftar Kota Volkano di Indonesia.

No Lokasi Jumlah Populasi Sumber Ancaman


1. Dataran Dieng Dihuni 1,5 juta Kawasan pegunungan
jiwa lebih Dieng.
2. Ternate Berpenduduk 185 Gunung Gamalama
ribu orang lebih
3. Bitung, Sulawesi Berpenghuni 187 Gunung Tangkoko
Utara ribu orang lebih
4. Kotamobagu, Berpenduduk 107 Gunung Ambang
Sulawesi Utara ribu orang lebih

27
5. Cimahi, Jawa Berpenghuni 500 Sumber ancaman:
Barat ribu lebih orang Gunung Tangkuban
Parahu
6. Garut, Jawa Barat Penduduk 136 Gunung Guntur,
ribu orang lebih Papandayan, dan
Galunggung
7. Bogor, Jawa Barat Penduduknya Gunung Gede, Salak
sebanyak 950 ribu
orang lebih
8. Menado, Sulawesi Berpenduduk 410 Gunung Mahawu,
Utara ribu orang lebih Lokon-Empung
9. Kota Pagar Alam, Berpenduduk 126 Gunung Dempo
Sumatera Selatan ribu orang lebih
10. Sukabumi, Jawa Berpenduduk 281 Gunung Gede, Salak
Barat ribu orang lebih
11. Batu, Jawa Timur Berpenghuni 190 Gunung Arjuno-
ribu lebih Welirang, Kelud
12. Payakumbuh, Berpenduduk 116 Gunung Marapi
Sumatera Barat ribu lebih orang
13. Bukittinggi, Berpenduduk 111 Gunung Marapi dan
Sumatera Barat ribu lebih orang Tandikat
14. Boyolali, Jawa Berpenduduk Ancaman dari Gunung
Tengah hampir 60 ribu Merapi
orang
15. Bandung, Jawa Berpenduduk Gunung Tangkuban
Barat lebih dari 2,3 juta Parahu
orang
16. Tasikmalaya, Jawa Berpenduduk Gunung Galunggung
Barat lebih dari 635 ribu
penghuni
17. Cianjur, Jawa Berpenduduk Gunung Gede
Barat lebih dari 140 ribu
orang lebih
18. Magelang, Jawa Berpenduduk 118 Gunung Sumbing dan
Tengah ribu lebih Merapi

28
19. Sleman, Berpenduduk Gunung Merapi
Yogyakarta hampir 70 ribu
orang
20. Malang, Jawa Dihuni 820 ribu Gunung Arjuno-
Timur lebih penduduk Welirang

21. Blitar, Jawa Timur Berpenduduk 131 Gunung Kelud


ribu orang lebih
22. Lumajang, Jawa Dihuni 95 ribu Gunung Lamongan
Timur lebih penduduk
23. Purwokerto, Jawa Dihuni hampir Gunung Slamet
Tengah 250 ribu
penduduk
24. Salatiga, Jawa Berpenduduk Gunung Merapi
Tengah lebih dari 170 ribu
lebih orang
25. Klaten, jawa Berpenduduk 123 Gunung Merapi
Tengah ribu orang lebih

26. Cirebon, Jawa Dihuni hampir Gunung Ciremai


Barat 300 ribu orang

27. Probolinggo, Jawa Berpenduduk 217 Gunung Lamongan


Tengah ribu orang lebih

28. Yogyakarta Dihuni 388 ribu Gunung Merapi


orang lebih
Tabel Daftar Kota Dengan Sebaran Gunung Api

29
Peta Sebaran Gunung Api di Indonesia

6. Permasalahan Kesehatan Dampak


Berbagai permasalahan akan timbul paska bencana erupsi gunung
berapi. Kadangkala masalah tersebut dapat lebih serius bila tidak
direncanakan dan ditangani dengan baik. Bencana tersebut selain
mengakibatkan ancaman awan panas juga menimbulkan berbagai
permasalahan menyebabkan lingkungan yang tidak sehat.
a. Dampak lingkungan yang terjadi adalah kekurangan air, debu
vulkanik, bangkai manusia, bangkai binatang, sarana higiena
sanitasi yang buruk lainnya. Lingkungan demikian akan berpotensi
menimbulkan berbagai masalah kesehatan. Penyediaan air bersih
seringkali terganggu, demikian pula masyarakat akan kesulitan
mencari sarana kamar mandi dan WC. Buang air besar dan air kecil
yang sembarangan dapat mempermudah penularan penyakit. Bila
hal ini terjadi maka kebutuhan untuk pola hidup bersih jauh dari
sempurna. Keadaan lingkungan akan semakin buruk bila terjadi
pada daerah pengungsian. Jumlah manusia yang sangat banyak dan
berjejal dalam satu ruangan memudahkan penyebaran penyakit
baik lewat penularan melalui udara atau kontak langsung.

30
b. Penyebab utama infeksi saluran napas yang utama karena debu
vulkanik, daya tahan tubuh menurun karena kurang istirahat, stress,
dan asupan nustrisi yang kurang. Karena daya tahan tubuh sangat
buruk dan padatnya orang di penampungan pengungsi maka sangat
mudah sekali terinfeksi penyakit infeksi menular apapun. Terutama
yang paling mudah menyebar adalah infeksi Saluran napas Akut,
Diare karena virus, campak, cacar air danberbagai infeksi menular
lainnya.
c. Gangguan alam ini bukan hanya mengganggu manusia, binatang
juga tak luput dari ancaman. Tidak hanya manusia, tetapi binatang
seperti tikus, kucing dan anjing ikut binasa karena tertimbun
reruntuhan . Bangkai manusia dan binatang yang belum
terselamatkan dapat menimbulkan masalah kesehatan tersendiri.
Kasus penyakit demam berdarah bersiko meningkat, karena banyak
terjadi genangan air dimana-mana yang menjadi berkembang biak
nyamuk aedes aegypti.
d. Bahaya lain yang dapat mengancam jiwa adalah terkena sengatan
aliran listrik. Bangunan dan sarana listrik menjadi berantakan, bila
aliran listrik dihidupkan beresiko trauma sengatan bencana alam
tersebut dalam kondisi tertentu akan mengakibatkan harta benda
dan nyawa bisa terancam.
e. Berbagai kondisi ini akan mengganggu ekonomi dan psikologis
masyarakat. Post Traumatic Stress Disorders adalah dampak
psikologis bagi para korban, terutama pada anak-anak. Mereka
akan selalu teringat dengan peristiwa buruk yang telah dialaminya.
Gejala yang timbul adalah sering menangis, mudah marah dan
berteriak, mimpi buruk, sulit tidur , tidak mau makan, tidak mau
bermain. Keadaan ini akan menjadi lebih berat bila ditambah
dengan beban psikologis kehilangan orangtua atau saudara. Dalam
keadaan berat bisa mengakibatkan perasaan depresi yang lebih
berat seperti hendak melakukan bunuh diri dan gangguan kejiwaan

31
lain yang berkepanjanagan. Bila hal ini tidak ditangani segera akan
dapat mengganggu kesehatan dan proses tumbuh dan
berkembangnya anak. Usia anak daya tahan tubuhnya rentan,
ditambah gangguan asupan gizi, trauma panas, hujan dan dingin,
serta trauma psikis akan memperburuk keadaan. Berbagai keadaan
tersebut akan mengakibatkan daya tahan tubuh menurun dan
mudah terserang penyakit dan ancaman jiwa paska bencana erupsi
gunung berapi.
7. Dampak Erusi Gunung Api
Gunung berapi yang meletus tentu akan membawa material yang
berbahaya bagi organisme yang dilaluinya, Karena itu kewaspadaan
mutlak diperlukan. Berikut ini hal negative dan positif yang bisa
terjadi saat gunung meletus: 
a. Dampak Negatif
1) Tercemarnya udara dengan abu gunung berapi yang
mengandung bermacam-macam gas mulai dari Sulfur Dioksida
atau SO2, gas Hidrogen sulfide atau H2S, No2 atau Nitrogen
Dioksida serta beberapa partike debu yang berpotensial
meracuni makhluk hidup di sekitarnya.
2) Dengan meletusnya suatu gunung berapi bisa dipastikan semua
aktifitas penduduk di sekitar wilayah tersebut akan lumpuh
termasuk kegiatan ekonomi.
3) Semua titik yang dilalui oleh material berbahaya seperti lahar
dan abu vulkanik panas akan merusak pemukiman warga.
4) Lahar yang panas juga akan membuat hutan di sekitar gunung
rusak terbakar dan hal ini berarti ekosistem alamiah hutan
terancam.
5) Material yang dikeluarkan oleh gunung berapi berpotensi
menyebabkan sejumlah penyakit misalnya saja ISPA.
6) Desa yang menjadi titik wisata tentu akan mengalami
kemandekan dengan adanya letusan gunung berapi. Sebut saja

32
Gunung Rinjani dan juga Gunung Merapi, kedua gunung ini
dalam kondisi normal merupakan salah satu destinasi wisata
terbaik bagi mereka wisatawan pecinta alam.
b. Dampak Positif
Selain dampak negatif, jika ditelaah, letusan gunung berapi juga
sebenarnya membawa berkah meski hanya bagi penduduk yang
ada di sekitar. Apa saja? Berikut uraiannya: 
1) Tanah yang dilalui oleh hasil vulkanis gunung berapi sangat
baik bagi pertanian sebab tanah tersebut secara alamiah
menjadi lebih subur dan bisa menghasilkan tanaman yang jauh
lebih berkualitas. Tentunya bagi penduduk sekitar pegunungan
yang mayoritas petani, hal ini sangat menguntungkan.
2) Terdapat mata pencaharian baru bagi rakyat sekitar gunung
berapi yang telah meletus, yaitu penambang pasir. Material
vulkanik berupa pasir tentu memiliki nilai ekonomis.
3) Selain itu, terdapat pula bebatuan yang disemburkan oleh
gunung berapi saat meletus. Bebatuan tersebut bisa
dimanfaatkan sebagai bahan bangungan warga sekitar gunung.
4) Meski ekosistem hutan rusak, namun dalam beberapa waktu,
akan tumbuh lagi pepohonan yang membentuk hutan baru
dengan ekosistem yang juga baru.
5) Setelah gunung meletus, biasanya terdapat geyser atau sumber
mata air panas yang keluar dari dalam bumi dengan berkala
atau secara periodik. Geyser ini kabarnya baik bagi kesehatan
kulit.
6) Muncul mata air bernama makdani yaitu jenis mata air dengan
kandungan mineral yang sangat melimpah.
7) Pada wilayah vulkanik, potensial terjadi hujan orografis. Hujan
ini potensial terjadi sebab gunung adalah penangkan hujan
terbaik.

33
8) Pada wilayah yang sering terjadi letusan gunung berapi, sangat
baik didirikan pembangkit listrik.

BAB III
MANAJEMEN PENANGGULANGAN BENCANA
A. MANAJEMEN PENANGGULANGAN BENCANA
1. KONSEP DASAR MANAJEMEN PENANGGULANGAN BENCANA
ERUPSI

34
Manajemen penanggulangan bencana memiliki kemiripan dengan sifat -
sifat manajemen lainnya secara umum. Meski demikian terdapat
beberapa perbedaan, yaitu:
a. Nyawa dan kesehatan masyarakat merupakan masalah utama
b. Waktu untuk bereaksi yang sangat singkat
c. Risiko dan konsekuensi kesalahan atau penundaan keputusan
dassspat berakibat fatal
d. Situasi dan kondisi yang tidak pasti
e. Petugas mengalami stress yang tinggi
f. Informasi yang selalu berubah
Manajemen penanggulangan bencana adalah pengelolaan
penggunaan sumber daya yang ada untuk menghadapi ancaman
bencana dengan melakukan perencanaan, penyiapan, pelaksanaan,
pemantauan dan evaluasi di setiap tahap penanggulangan bencana
yaitu pra, saat dan pasca bencana. Pada dasarnya, upaya
penanggulangan bencana meliputi:
a. Tahap prabencana, terdiri atas:
1) Situasi tidak terjadi bencana, kegiatannya adalah pencegahan
dan mitigasi
2) Situasi potensi terjadi bencana, kegiatannya berupa
kesiapsiagaan
b. Tahap saat bencana, kegiatan adalah tanggap darurat dan
pemulihan darurat
c. Tahap pasca bencana, kegiatannya adalah rehabilitasi dan
rekonstruksi
Setiap tahap penanggulangan tersebut tidak dapat dibatasi secara
tegas. Dalam pengertian bahwa upaya prabencana harus terlebih
dahulu diselesaikan sebelum melangkah pada tahap tanggap darurat
dan dilanjutkan ke tahap berikutnya, yakni pemulihan. Siklus ini harus
dipahami bahwa pada setiap waktu, semua tahapan dapat dilaksanakan

35
secara bersama - sama pada satu tahapan tertentu dengan porsi yang
berbeda.

Siklus Penanggulangan Bencana

Pada tahap pra bencana berbagai upaya penanggulangan bencana dapat


dilakukan pada setiap tahap dalam siklus bencana antara lain :
a. Pencegahan dan mitigasi
Upaya ini bertujuan menghindari terjadinya bencana dan
mengurangi risiko dampak bencana. Upaya - upaya yang dilakukan
antara lain :
1) Penyusunan kebijakan, peraturan perundangan, pedoman dan
standar
2) Pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan masalah
kesehatan
3) Pembuatan brosur / leaflet / poster
4) Analisis risiko bencana
5) Pembentukan tim penanggulangan bencana
6) Pelatihan dasar kebencanaan
7) Membangun sistem penanggulangan krisis kesehatan berbasis
masyarakat.

36
Upaya mitigasi yang dapat dilakukan sehubungan dengan bencana
erupsi gunung api antara lain :
1) Pemantauan, aktivitas gunung api dipantau selama 24 jam
menggunakan alat pencatat gempa (seismograf). Data harian
hasil pemantauan dilaporkan ke kantor Direktorat Vulkanologi
dan Mitigasi Bencana Geologi (DVMBG) di Bandung dengan
menggunakan radio komunikasi SSB. Petugas pos pengamatan
Gunung berapi menyampaikan laporan bulanan ke pemda
setempat.
2) Tanggap Darurat, tindakan yang dilakukan oleh DVMBG
ketika terjadi peningkatan aktivitas gunung berapi, antara lain
mengevaluasi laporan dan data, membentuk tim Tanggap
Darurat, mengirimkan tim ke lokasi, melakukan pemeriksaan
secara terpadu.
3) Pemetaan, Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung berapi dapat
menjelaskan jenis dan sifat bahaya gunung berapi, daerah
rawan bencana, arah penyelamatan diri, lokasi pengungsian,
dan pos penanggulangan bencana.
4) Penyelidikan gunung berapi menggunakan metoda Geologi,
Geofisika, dan Geokimia. Hasil penyelidikan ditampilkan
dalam bentuk buku, peta dan dokumen lainya.
5) Sosialisasi, petugas melakukan sosialisasi kepada Pemerintah
Daerah serta masyarakat terutama yang tinggal di sekitar
gunung berapi. Bentuk sosialisasi dapat berupa pengiriman
informasi kepada Pemda dan penyuluhan langsung kepada
masyarakat.
(Sumber : Panduan Pengenalan Karakteristik Bencana Dan
Upaya Mitigasinya di Indonesia. Set BAKORNAS PBP;
Leaflet Set. BAKORNAS PBP dan Gunung api. Direktorat
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi)
b. Kesiapsiagaan

37
Upaya kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi
kemungkinan terjadinya bencana. Upaya kesiapsiagaan dilakukan
pada saat bencana mulai teridentifikasi akan terjadi. Upaya-upaya
yang dapat dilakukan antara lain :
1) Penyusunan rencana kontinjensi
2) Simulasi / gladi / pelatihan siaga
3) Penyiapan dukungan sumber daya
4) Penyiapan sistem informasi dan komunikasi.
Upaya kesiapsiagaan yang dapat dilakukan sehubungan dengan
bencana erupsi gunung api antara lain sebagai berikut :
1) Membuat rencana penyelamatan di tingkat keluarga.
Menentukan bagaimana caranya dan dimana anggota keluarga
akan berkumpul kembali, bila terpisah setelah terjadi bencana
letusan gunung api.
2) Menyiapkan prasarana dan sarana pengungsian dan shelter.
3) Ikut melakukan patroli di daerah yang rawan bahaya letusan
gunungapi.
4) Segera melapor jika terjadi tanda-tanda adanya aktivitas
gunung api (munculnya mata air panas, perubahan suhu udara,
hujan abu ringan, bau belerang, hewan di gunung mulai turun).
5) Mengajak masyarakat untuk waspada dan/atau segera
mengungsi seuai petunjuk/perintah pejabat yang berwenang
(bupati, kepala BPBD, camat).
6) Membawa perlengkapan yang wajib dibawa pada saat
mengungsi.
7) Menyiapkan pakan awetan untuk kebutuhan hewan ternak.
8) Mengungsikan hewan ternak (sapi, kerbau, kambing, dan lain-
lain) dan menempatkannya pada shelter ternak.
c. Tanggap darurat

38
Upaya tanggap darurat bidang kesehatan dilakukan untuk
menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan. Upaya yang
dilakukan antara lain:
1) Penilaian cepat kesehatan ( rapid health assessment )
2) Pertolongan pertama korban bencana dan evakuasi ke sarana
kesehatan
3) Pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan
4) Perlindungan terhadap kelompok risiko tinggi kesehatan.
Berikut merupakan upaya-upaya yang dapat dilakukan pada saat
terjadi bencana erupsi gunung api antara lain :
1) Mengurangi aktivitas di luar rumah dan/atau menggunakan
penutup hidung (masker), kaca mata, dan baju lengan panjang
pada saat banyak abu vulkanik.
2) Jika harus mengungsi, ikutilah petunjuk/perintah dari pejabat
yang berwenang. Mendahulukan kelompok rentan (bayi,
orangtua, ibu hamil, anak-anak, dan orang yang memiliki
keterbatasan) .
3) Membantu tim SAR, medis, dan kepolisian melakukan
pencarian, penyelamatan, dan evakuasi korban cedera dan
meninggal dunia.
4) Membantu penyiapan kebutuhan dasar bagi korban berupa: air
bersih dan sanitasi, pangan, sandang, dan layanan kesehatan.
5) Membantu penyiapan posko lapangan beserta kelengkapannya.
6) Membantu perbaikan prasarana dan sarana umum yang terkena
dampak bencana untuk mendukung kegiatan tanggap darurat.
7) Bersikap tenang dan tidak mempercayai isu/kabar yang tidak
dapat dipertanggungjawabkan. Mengikuti petunjuk/perintah
pejabat yang berwenang dan sering mendengarkan radio untuk
memperoleh berita atau pun informasi penting.
(www.mediacenter.or.id)
d. Pemulihan

39
Upaya pemulihan meliputi rehabilitasi dan rekonstruksi. Upaya
rehabilitasi bertujuan mengembalikan kondisi daerah yang terkena
bencana yang serba tidak menentu ke kondisi normal yang lebih
baik. Upaya rekonstruksi bertujuan membangun kembali sarana
dan prasarana yang rusak akibat bencana secara lebih baik dan
sempurna. Upaya yang dilakukan antara lain :
1) Perbaikan lingkungan dan sanitasi;
2) Perbaikan fasilitas pelayanan kesehatan;
3) Pemulihan psikososial;
4) Peningkatan fungsi pelayanan kesehatan
Berikut ini merupakan upaya pemulihan yang dapat dilakukan
pasca bencana erupsi gunung api antara lain :
1) Kembali pulang ke rumah jika situasi dinyatakan aman oleh
pejabat/instansi yang berwenang (gubernur, bupati, kepala
BPBA/BPBD).
2) Memberikan informasi yang benar dalam penilaian tingkat
kerusakan dan tingkat kebutuhan akibat bencana, yang
dilakukan oleh sebuah tim yang dikoordinasikan oleh Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
3) Mengadakan musyawarah di tingkat kecamatan dan desa untuk
menyusun rencana pemulihan akibat bencana letusan gunung
api.
4) Membersihkan atap dari debu/abu vulkanik karena sifatnya
yang sangat berat dapat meruntuhkan atap rumah.
5) Membantu memperbaiki prasarana dan sarana umum yang
terkena dampak bencana untuk mendukung kegiatan pemulihan
pascabencana.
6) Menjaga keutuhan dan persaudaraan (jika perlu lakukan
rekonsiliasi dan resolusi konflik).

40
7) Memperbaiki lingkungan yang terkena dampak bencana
dengan tujuan untuk mengembalikan kondisi dan fungsi
lingkungan sebagaimana keadaan sebelum terjadi bencana.
8) Menjaga keamanan dan ketertiban sebagaimana keadaan
sebelum terjadi bencana dengan memfungsikan kembali
lembaga-lembaga keamanan dan ketertiban.
9) Kembali melakukan aktivitas keseharian untuk memulihkan
kondisi ekonomi, sosial, dan budaya.
10) Bergotong royong membantu perbaikan rumah yang
mengalami kerusakan akibat bencana hingga layak huni.
11) Jika harus pindah/direlokasi, musyawarahkan dengan anggota
keluarga dan pejabat di tingkat kelurahan untuk mendapatkan
solusi terbaik.
2. Kebijakan penanganan krisis kesehatan
Kejadian bencana dapat menimbulkan krisis kesehatan, maka
penanganannya perlu diatur dalam bentuk kebijakan sebagai berikut :
a. Setiap korban akibat bencana mendapatkan pelayanan kesehatan
segera mungkin secara maksimal dan manusiawi
b. Prioritas selama masa tanggap darurat adalah penanganan gawat
darurat medik terhadap korban luka dan identifikasi korban mati di
sarana kesehatan
c. Pelayanan kesehatan yang bersifat rutin di fasilitas - fasilitas
kesehatan pada masa tanggap darurat harus tetap terlaksana secara
optimal
d. Pelaksanaan penanganan krisis kesehatan dilakukan secara
berjenjang mulai dari tingkat Kabupaten / Kota, Provinsi dan Pusat
dan dapat dibantu oleh masyarakat nasional dan internasional,
lembaga donor, maupun bantuan negara sahabat
e. Bantuan kesehatan dari dalam maupun luar negeri mengikuti
ketentuan yang berlaku yang dikeluarkan oleh Kementerian
Kesehatan dan Kementerian atau lembaga terkait. Penyediaan

41
informasi yang berkaitan dengan penanggulangan kesehatan pada
bencana dilaksanakan oleh dinas kesehatan setempat selaku
anggota BPBD
f. Monitoring dan evaluasi berkala pelaksanaan penanggulangan
krisis kesehatan dilakukan dan diikuti oleh semua pihak yang
terlibat dalam pelaksanaan penanggulangan kesehatan.
3. Pengorganisasian penyelenggaraan penanggulanagn bencana
Tugas penyelenggaraan penanggulangan bencana ditangani oleh
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di tingkat pusat dan
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di tingkat daerah.
a. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
BNPB merupakan lembaga pemerintah non departemen
setingkat menteri yang memiliki fungsi merumuskan dan
menetapkan kebijakan penanggulangan bencana dan penanganan
pengungsi secara cepat, tepat, efektif dan efisien serta
mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana
secara terencana, terpadu dan menyeluruh. Adapun tugas dari
BNPB adalah sebagai berikut:
1) Memberikan pedoman dan pengarahan terhadap usaha
penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan bencana,
penanganan tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi
secara adil dan setara
2) Menetapkan standardisasi dan kebutuhan penyelenggaraan
penanggulangan bencana berdasarkan peraturan perundang –
undangan
3) Menyampaikan informasi kegiatan kepada masyarakat;
4) Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada
Presiden setiap sebulan sekali dalam kondisi normal dan pada
setiap saat dalam kondisi darurat bencana;
5) Menggunakan dan mempertanggungjawabkan sumbangan /
bantuan nasional dan internasional

42
6) Mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang
diterima dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
7) Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan
perundangundangan dan
8) Menyusun pedoman pembentukan BPBD.
b. Kementerian Kesehatan
Tugas dan kewenangan Kementerian Kesehatan adalah
merumuskan kebijakan, memberikan standar dan arahan serta
mengkoordinasikan penanganan krisis dan masalah kesehatan lain,
baik dalam tahap sebelum, saat maupun setelah terjadinya bencana.
Dalam pelaksanaannya dapat melibatkan instansi terkait, baik
pemerintah maupun non pemerintah, LSM, lembaga internasional,
organisasi profesi maupun organisasi kemasyarakatan sesuai
dengan peraturan perundangan yang berlaku. Selain itu
Kementerian Kesehatan secara aktif membantu mengokordinasikan
bantuan kesehatan yang diperlukan oleh daerah yang mengalami
situasi krisis dan masalah kesehatan lain.
c. Pusat Regional Penanganan Krisis Kesehatan berfungsi :
1) Sebagai pusat komando dan pusat informasi (media centre)
kesiapsiagaan dan penanggulangan kesehatan akibat bencana
dan krisis kesehatan lainnya
2) Fasilitasi buffer stock logistik kesehatan (bahan, alat dan obat –
obatan)
3) Menyiapkan dan menggerakkan Tim Reaksi Cepat dan bantuan
SDM kesehatan yang siap digerakkan di daerah yang
memerlukan bantuan akibat bencana dan krisis kesehatan
lainnya

5. Mekanisme pengolahan bantuan


a. Sumber daya manusia

43
Pada saat terjadi bencana perlu adanya mobilisasi SDM kesehatan
yang tergabung dalam suatu Tim Penanggulangan Krisis. Sebagai
koordinator tim adalah Kepala Dinas Kesehatan Provinsi /
Kabupaten / Kota (sesuai Surat Kepmenkes Nomor 066 tahun 2006)
meliputi :
1) Tim Reaksi Cepat / TRC
Tim yang diharapkan dapat segera bergerak dalam waktu 0 –
24 jam setelah ada informasi kejadian bencana. Kompetensi TRC
disesuaikan dengan jenis bencana spesifik di daerah dan dampak
kesehatan yang mungkin timbul. Sebagai contoh untuk bencana
gempa bumi dengan karakteristik korban luka dan fraktur,
kompetensi TRC terdiri dari :
a) Pelayanan medik :
b) Dokter umum
c) Dokter spesialis bedah/orthopedi
d) Dokter spesialis anestesi
e) Perawat mahir (perawat bedah, gadar)
f) Tenaga Disaster Victims Identification ( DVI )
g) Apoteker / tenaga teknis kefarmasian
h) Sopir ambulans
2) Tim Penilaian Cepat / TPC ( RHA team )
Tim yang bisa diberangkatkan dalam waktu 0 - 24 jam atau
bersamaan dengan TRC dan bertugas melakukan penilaian
dampak bencana dan mengidentifikasi kebutuhan bidang
kesehatan, minimal terdiri dari:
a) Dokter umum
b) Epidemiolog
c) Sanitarian
3) Tim Bantuan Kesehatan

44
Tim yang diberangkatkan berdasarkan rekomendasi Tim TPC
untuk memberikan pelayanan kesehatan dengan peralatan yang
lebih memadai, minimal terdiri dari:
a) Dokter umum dan spesialis
b) Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian
c) Perawat
d) Bidan
e) SanitarianAhli gizi
f) Tenaga surveilans
g) Entomolog
b. Pendayagunaan tenaga mencakup :
1) Distribusi : Penanggung jawab dalam pendistribusian SDM
kesehatan untuk tingkat provinsi dan kabupaten / kota adalah
dinas kesehatan. Pada saat bencana, bantuan kesehatan yang
berasal dari dalam / luar negeri diterima oleh dinas kesehatan
berkoordinasi dengan Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) dan
didistribusikan oleh dinas kesehatan.
2) Mobilisasi : Mobilisasi SDM kesehatan dilakukan dalam
rangka pemenuhan kebutuhan SDM kesehatan pada saat dan
pasca bencana bila masalah kesehatan yang timbul akibat
bencana tidak dapat ditangani oleh daerah tersebut sehingga
memerlukan bantuan dari regional, nasional dan internasional.

B. Peran pelaku kegiatan penanggulanagan bencana


1. Peran dan fungsi instansi pemerintahan terkait

45
Dalam melaksanakan penanggulangan becana di daerah akan
memerlukan koordinasi dengan sektor. Secara garis besar dapat diuraikan
peran lintas sektor sebagai berikut :
a. Sektor Pemerintahan, mengendalikan kegiatan pembinaan
pembangunan daerah
b. Sektor Kesehatan, merencanakan pelayanan kesehatan dan medik
termasuk obat-obatan dan para medis
c. Sektor Sosial, merencanakan kebutuhan pangan, sandang, dan
kebutuhan dasar lainnya untuk para pengungsi
d. Sektor Pekerjaan Umum, merencanakan tata ruang daerah,
penyiapan lokasi dan jalur evakuasi, dan kebutuhan pemulihan
sarana dan prasarana.
e. Sektor Perhubungan, melakukan deteksi dini dan informasi cuaca /
meteorologi dan merencanakan kebutuhan transportasi dan
komunikasi
f. Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral, merencanakan dan
mengendalikan upaya mitigatif di bidang bencana geologi dan
bencana akibat ulah manusia yang terkait dengan bencana geologi
sebelumnya
g. Sektor Tenaga Kerja dan Transmigrasi, merencanakan pengerahan
dan pemindahan korban bencana ke daerah yang aman bencana.
h. Sektor Keuangan, penyiapan anggaran biaya kegiatan
penyelenggaraan penanggulangan bencana pada masa pra bencana
i. Sektor Kehutanan, merencanakan dan mengendalikan upaya
mitigatif khususnya kebakaran hutan / lahan
j. Sektor Lingkungan Hidup, merencanakan dan mengendalikan
upaya yang bersifat preventif, advokasi, dan deteksi dini dalam
pencegahan bencana.
k. Sektor Kelautan merencanakan dan mengendalikan upaya mitigatif
di bidang bencana tsunami dan abrasi pantai.

46
l. Sektor Lembaga Penelitian dan Peendidikan Tinggi, melakukan
kajian dan penelitian sebagai bahan untuk merencanakan
penyelenggaraan penanggulangan bencana pada masa pra bencana,
tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi.
m. TNI / POLRI membantu dalam kegiatan SAR, dan pengamanan
saat darurat termasuk mengamankan lokasi yang ditinggalkan
karena penghuninya mengungsi.

2. Peran dan potensi masyarakat


a. Masyarakat
Masyarakat sebagai pelaku awal penanggulangan bencana
sekaligus korban bencana harus mampu dalam batasan tertentu
menangani bencana sehingga diharapkan bencana tidak
berkembang ke skala yang lebih besar.
b. Swasta
Peran swasta belum secara optimal diberdayakan. Peran swasta
cukup menonjol pada saat kejadian bencana yaitu saat pemberian
bantuan darurat. Partisipasi yang lebih luas dari sektor swasta ini
akan sangat berguna bagi peningkatan ketahanan nasional dalam
menghadapi bencana.
c. Lembaga Non-Pemerintah
Lembaga - lembaga Non Pemerintah pada dasarnya memiliki
fleksibilitas dan kemampuan yang memadai dalam upaya
penanggulangan bencana. Dengan koordinasi yang baik lembaga
Non Pemerintah ini akan dapat memberikan kontribusi dalam
upaya penanggulangan bencana mulai dari tahap sebelum, pada
saat dan pasca bencana.
d. Perguruan Tinggi / Lembaga Penelitian
Penanggulangan bencana dapat efektif dan efisien jika dilakukan
berdasarkan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tepat.

47
Untuk itu diperlukan kontribusi pemikiran dari para ahli dari
lembaga - lembaga pendidikan dan penelitian.
e. Media
Media memiliki kemampuan besar untuk membentuk opini publik.
Untuk itu peran media sangat penting dalam hal membangun
ketahanan masyarakat menghadapi bencana melalui kecepatan dan
ketepatan dalam memberikan informasi kebencanaan berupa
peringatan dini, kejadian bencana serta upaya penanggulangannya,
serta pendidikan kebencanaan kepada masyarakat.

f. Lembaga Internasional
Pada dasarnya Pemerintah dapat menerima bantuan dari lembaga
internasional, baik pada saat pra bencana, saat tanggap darurat
maupun pasca bencana. Namun demikian harus mengikuti
peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

3. Pendanaan
Sebagian besar pembiayaan untuk kegiatan - kegiatan
penanggulangan bencana terintegrasikan dalam kegiatan - kegiatan
pemerintahan dan pembangunan yang dibiayai dari anggaran
pendapatan dan belanja nasional, propinsi atau kabupaten / kota.
Kegiatan sektoral dibiayai dari anggaran masing-masing sektor yang
bersangkutan. Kegiatan-kegiatan khusus seperti pelatihan, kesiapan,
penyediaan peralatan khusus dibiayai dari pos-pos khusus dari
anggaran pendapatan dan belanja nasional, propinsi atau kabupaten /
kota. Pemerintah dapat menganggarkan dana kontinjensi untuk
mengantisipasi diperlukannya dana tambahan untuk menanggulangi
kedaruratan. Besarnya dan tatacara akses serta penggunaannya diatur
bersama dengan DPR yang bersangkutan. Bantuan dari masyarakat
dan sektor non pemerintah, termasuk badan-badan PBB dan

48
masyarakat internasional, dikelola secara transparan oleh unit-unit
koordinasi.

BAB IV

49
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Dengan adanya petunjuk manajemen penanggulangan bencana erupsi
gunung api dapat disimpulkan bahwa :
1. Indonesia adalah negeri yang rawan bencana geologis gempa bumi,
tanah longsor, erupsi gunung api, dan tsunami. Sebagai konsekuensi
kewajiban negara untuk melindungi rakyatnya maka pemerintah
diharapkan mengambil langkah-langkah yang tepat untuk mengurangi
risiko dan mempunyai rencana keadaan darurat untuk meminimalkan
dampak bencana.
2. Tingginya kasus bencana akibat erupsi gunung api di tanah air
memang tidak bisa dihindari sehingga diperlukan kesiapsiagaan dalam
penanggulangan bencana.
3. Adanya prosedur tetap penangan bencana erupsi gunung api ini dapat
meminimalisir jatuhnya korban jiwa meninggal akibat terjadinya
bencana erupsi gunung api tersebut.

3.2 Saran
Bencana bisa terjadi kapan saja dan dimana saja, namun kita harus
mengetahui jenis-jenis bencana, sebab-sebab yang menimbulkan bencana
dan akibat - akibat yang ditimbulkannya. Saran-saran, kami sampaikan
kepada semua pihak untuk mengantisipasi dan penanggulangan bencana
agar tidak menimbulkan kerusakan lingkungan hidup, korban meninggal
dan kerugian harta benda yang besar dan beberapa saran lainnya, yaitu:

1. Pemerintah agar memberikan sosialisasi dan simulasi kepada


masyarakat yang tinggal di daerah bencana, bagaimana cara mengatasi
bencana yang terjadi.

50
2. Peran serta masyarakat sangat dibutuhkan dalam penyelamatan dan
pelestarian lingkungan, karena sebagian bencana yang terjadi
diakibatkan oleh kerusakan lingkungan.
3. Sedapat mungkin tidak tinggal di tempat atau daerah rawan bencana,
agar tidak terjadi korban dan kerugian yang besar.

51
DAFTAR PUSTAKA

1. Hartuti, Evi Rine. 2009. Buku Pintar Gempa, Yogyakarta : DIVA Press.

2. Jogiyanto, HM. 2005. Analisis dan Desain Sistem Informasi, Yogyakarta:


penerbit ANDI.

3. Rukaesih. 2004. Kimia Lingkungan, Jakarta: Penerbit Andi.


4. http://www.merapi.bgl.esdm.go.id
5. http://nurhadiprayogi.blogspot.com/2013/10/makalah-gunung-
meletus.html

6. http://ekookdamezs.blogspot.com/2012/04/makalah-bencana-alam.html

http://yudipurnawan.wordpress.com/2007/11/13/bencana-alam-dan-antisipasinya/

52

Anda mungkin juga menyukai