Anda di halaman 1dari 15

Disentri

Pengertian Disentri
Disentri adalah peradangan usus yang bisa menyebabkan diare disertai darah atau
lendir. Saat diare, frekuensi buang air besar akan meningkat, dengan konsistensi
feses yang lembek atau cair. atau cair. Disentri terbagi jadi dua jenis, yaitu:

 Disentri basiler atau shigellosis, yang disebabkan oleh infeksi bakteri Shigella.

 Disentri amuba atau amoebiasis yang disebabkan oleh infeksi Entamoeba


histolytica.
 

Faktor Risiko Disentri


Beberapa faktor risiko disentri, yaitu:

 Kebersihan diri kurang, seperti tidak mencuci tangan sebelum makan dan
setelah buang air besar.

 Benda yang terkontaminasi parasit atau bakteri penyebab disentri, yang


masuk ke dalam mulut seseorang.

 Makanan dan air yang terkontaminasi kotoran manusia.

 Daerah dengan ketersediaan air bersih yang tidak memadai.

 Lingkungan dengan tempat pembuangan limbah yang tidak tertata dengan


saksama.

 Penggunaan pupuk untuk tanaman yang berasal dari kotoran manusia.


 

Penyebab Disentri
 Disentri basiler disebabkan oleh infeksi bakteri shigella (paling umum
ditemui). Namun demikian, bakteri Campylobacter, E. coli, dan Salmonella,
juga dapat menyebabkan disentri basiler.

 Sedangkan disentri amuba, disebabkan oleh infeksi parasit bersel satu,


yaitu Entamoeba histolytica. Umumnya, daerah dengan sanitasi yang buruk
merupakan tempat dimana amuba sering ditemui. Komplikasi pada organ
hati, yang berupa abses hati bisa disebabkan karena disentri amuba.
 

Gejala Disentri
Gejala umum disentri, antara lain:
 Diare disertai darah atau lendir.

 Demam.

 Mual.

 Muntah.

 Kram dan nyeri perut.

Gejala dapat timbul 1-7 hari setelah penderita terinfeksi dan berlangsung selama 3-7
hari, pada disentri basiler. Untuk penderita disentri amuba, gejala dapat timbul 10
hari sejak pengidap terinfeksi dan dapat disertai dengan gejala mengigil, hilang
nafsu makan, penurunan berat badan, nyeri saat buang air besar, serta perdarahan
pada dubur.
 

Diagnosis Disentri
Diagnosis disentri dilakukan dengan melakukan wawancara medis, pemeriksaan
fisik, serta pemeriksaan penunjang, seperti:

 Pemeriksaan sampel feses pengidap, agar penyebab disentri diketahui.

 Pemeriksaan sampel darah dan USG perut, jika didapatkan komplikasi


disentri amuba berupa abses hati.

 Pemeriksaan kolonoskopi, untuk mengetahui kondisi usus besar penderita.


 

Komplikasi Disentri
Beberapa komplikasi yang diakibatkan oleh disentri, yaitu:

 Sindrom hemolitik uremik, akibat bakteri Shigella dysenteriaemenghasilkan


toxin yang merusak sel darah merah.

 Infeksi darah, yang umumnya dialami penderita dengan sistem kekebalan


tubuh yang rendah, seperti HIV/AIDS atau kanker.

 Kejang, merupakan komplikasi yang jarang dialami penderita.

 Post infectious arthritis, akibat infeksi bakteri Shigella flexneri, yang gejalanya


dapat dirasakan beberapa bulan hingga tahun setelah mengalami disentri,
meliputi iritasi mata, nyeri sendi, dan rasa nyeri saat buang air kecil.

 Abses hati, yang disebabkan oleh disentri amuba dan dapat menyebar hingga
ke paru-paru dan otak.
 

Pengobatan Disentri
Dokter akan memberikan beberapa terapi untuk mengatasi disentri, sebagai berikut:

 Terapi menggunakan cairan baik oral maupun intravena. Terapi ini bertujuan
untuk mencegah pengidap mengalami dehidrasi karena diare.

 Obat anti-nyeri untuk mengurangi nyeri dan ketidaknyamanan yang dirasakan


pengidapnya.

 Obat untuk meredakan kram perut dan diare.

 Obat antibiotik sesuai petunjuk dokter.


 

Pencegahan Disentri
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah disentri, yaitu:

 Selalu mencuci tangan dengan air dan sabun, terutama sebelum makan,
memasak, menyiapkan makanan, dan setelah buang air besar, serta
mengganti popok bayi.

 Hindari kontak langsung dengan pengidap disentri.

 Hindari penggunaan handuk yang sama dengan pengidap disentri.

 Gunakan air panas untuk mencuci pakaian pengidap disentri.

 Hindari tertelan air ketika berenang di fasilitas umum.

 Selalu bersihkan toilet dengan disinfektan setiap selesai digunakan.

 Hindari memakan buah-buahan yang dikupas oleh orang lain.

 Selalu mengonsumsi air yang telah dimasak hingga mendidih dan air di botol
yang masih tertutup rapat.

 Hindari es batu yang dijual sembarangan oleh karena kemungkinan


terkontaminasi kuman.
 

Kapan Harus ke Dokter?


Hubungi dokter bila mengalami gejala-gejala disentri parah, seperti:

 Diare disertai darah atau diare yang cukup parah.

 Sakit saat buang air besar.

 Muntah berulang-ulang.

 Demam tinggi.
 Penurunan berat badan secara drastis.

 Memunculkan gejala dehidrasi, seperti merasa sangat kehausan, pusing,


jantung berdebar.
LAPORAN PENDAHULUAN

DEFINISI
Disentri adalah peradangan usus besar yang ditandai dengan sakit perut dan buang air
besar. Buang air besar ini berulang-ulang yang menyebabkan penderita kehilangan banyak
cairan dan darah. Disentri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (gangguan)
dan enteron(usus), yang berarti radang usus yang menimbulkan gejala meluas dengan gejala
buang air besar dengan tinja berdarah, diare encer dengan volume sedikit, buang air besar
dengan tinja bercampur lendir (mucus) dan nyeri saat buang air besar (tenesmus).

ETIOLOGI
Disentri merupakan suatu infeksi yang menimbulkan luka yang menyebabkan tukak
terbatas di usus besar.
Adanya darah dan lekosit dalam tinja merupakan suatu bukti bahwa kuman penyebab
disentri tersebut menembus dinding usus besar dan bersarang di bawahnya. Penyakit ini
seringkali terjadi karena kebersihan tidak terjaga, baik karena kebersihan diri atau individu
maupun kebersihan masyarakat dan lingkungan.

Etiologi dari disentri ada 2, yaitu : 


1.             Disentri basiler, disebabkan oleh Shigella,s p. 
  Shigella adalah basil non motil, gram negatif, famili enterobacteriaceae. Ada 4
spesies Shigella, yaitu S.dysentriae, S.flexneri, S.bondii dan S.sonnei. Terdapat 43 serotipe O
dariShigella. S.sonnei adalah satu-satunya yang mempunyai serotipe tunggal. Karena
kekebalan tubuh yang didapat bersifat serotipe spesifik, maka seseorang dapat terinfeksi
beberapa kali oleh tipe yang berbeda. Genus ini memiliki kemampuan menginvasi sel epitel
intestinal dan menyebabkan infeksi dalam jumlah 102-103 organisme. Penyakit ini kadang-
kadang bersifat ringan dan kadang-kadang berat. Suatu keadaan lingkungan yang jelek akan
menyebabkan mudahnya penularan penyakit. Secara klinis mempunyai tanda-tanda berupa
diare, adanya lendir dan darah dalam tinja, perut terasa sakit dan tenesmus. Shigella
sp merupakan penyebab terbanyak dari diare invasif (disentri) dibandingkan dengan
penyebab lainnya. Hal ini tergambar dari penelitian yang dilakukan oleh Taylor dkk. di
Thailand pada tahun 1984.
2.             Disentri amoeba, disebabkan Entamoeba hystolitica. 
 E.histolytica merupakan protozoa usus, sering hidup sebagai mikroorganisme
komensal apatogen) di usus besar manusia. Apabila kondisi mengijinkan dapat berubah
menjadi patogen dengan cara membentuk koloni di dinding usus dan menembus dinding usus
sehingga menimbulkan ulserasi. Siklus hidup amoeba ada 2 bentuk, yaitu bentuk trofozoit
yang dapat bergerak dan bentuk kista.
Bentuk trofozoit ada 2 macam, yaitu trofozoit komensal (berukuran < 10 mm) dan
trofozoit patogen (berukuran > 10 mm). Trofozoit komensal dapat dijumpai di lumen usus
tanpa menyebabkan gejala penyakit. Bila pasien mengalami diare, maka trofozoit akan keluar
bersama tinja. Sementara trofozoit patogen yang dapat dijumpai di lumen dan dinding usus
(intraintestinal) maupun luar usus (ekstraintestinal) dapat mengakibatkan gejala disentri.
Diameternya lebih besar dari trofozoit komensal dapat sampai 50 mm) dan mengandung
beberapa eritrosit di dalamnya. Hal ini dikarenakan trofozoit patogen sering menelan eritrosit
(haematophagous trophozoite). Bentuk trofozoit ini bertanggung jawab terhadap terjadinya
gejala penyakit namun cepat mati apabila berada di luar tubuh manusia. mempunyai tanda-
tanda berupa diare, adanya lendir dan darah dalam tinja, perut terasa sakit dan tenesmus.
Bentuk kista juga ada 2 macam, yaitu kista muda dan kista dewasa. Bentuk kista hanya
dijumpai di lumen usus. Bentuk kista bertanggung jawab terhadap terjadinya penularan
penyakit dan dapat hidup lama di luar tubuh manusia serta tahan terhadap asam lambung dan
kadar klor standard di dalam sistem air minum. Diduga kekeringan akibat penyerapan air di
sepanjang usus besar menyebabkan trofozoit berubah menjadi kista.
Penyebab Disentri yang paling umum adalah tidak mencuci tangan setelah menggunakan
toilet umum atau tidak mencuci tangan sebelum makan. Cukup simple memang untuk
penyebab disentri sebagai kasus klasik, tapi itulah kenyataannya. Secara garis besar penyebab
penyakit disentri sangat erat kaitannya dengan kebersihan lingkungan dan kebiasaan hidup
bersih.
Mikroorganisme penyebab disentri baik itu berupa bakteri maupun parasit menyebar dari
orang ke orang. Hal yang sering terjadi penderita menularkan anggota keluarga untuk
menyebarkannya ke seluruh anggota keluarga yang lainnya. Infeksi oleh mikroorganisme
penyebab disentri ini dapat bertahan dan menyebar untuk sekitar empat minggu.
Disentri juga dapat menyebar melalui makanan yang terkontaminasi. Negara miskin yang
memiliki sistem sanitasi yang tidak memadai menunjukkan angka yang tinggi untuk kejadian
kasus penyakit disentri. Frekuensi setiap patogen penyebab penyakit disentri bervariasi di
berbagai wilayah dunia. Sebagai contoh, Shigellosis yang paling umum di Amerika Latin
sementara Campylobacter adalah bakteri yang dominan di Asia Tenggara. Disentri jarang
disebabkan oleh iritasi kimia atau oleh cacing usus.

KLASIFIKASI
Ada 2 macam disentri, yaitu
1.    Disentri Amoebica
2.    Disentri Bacilaris

PATOFISIOLOGI
a.       Disentri basiler Semua strain kuman Shigella menyebabkan disentri, yaitu suatu
keadaan yang ditandai dengan diare, dengan konsistensi tinja biasanya lunak, diserta ieksudat
inflamasi yang mengandung leukosit polymorfonuclear (PMN) dan darah. Kuman Shigella
secara genetik bertahan terhadap pH yang rendah, maka dapat melewati barrier asam
lambung. Ditularkan secara oral melalui air,makanan, dan lalat yang tercemar oleh ekskreta
pasien. Setelah melewati lambung dan usus halus, kuman ini menginvasi sel epitel mukosa
kolon dan berkembang biak didalamnya. Kolon merupakan tempat utama yang diserang
Shigella namun ileumterminalis dapat juga terserang. Kelainan yang terberat biasanya di
daerahsigmoid, sedang pada ilium hanya hiperemik saja. Pada keadaan akut dan
fatalditemukan mukosa usus hiperemik, lebam dan tebal, nekrosis superfisial, tapi biasanya
tanpa ulkus. Pada keadaan subakut terbentuk ulkus pada daerah folikel limfoid, dan pada
selaput lendir lipatan transversum didapatkan ulkus yang dangkal dan kecil, tepi ulkus
menebal dan infiltrat tetapi tidak berbentuk ulkus bergaung S.dysentriae, S.flexeneri, dan
S.sonei menghasilkan eksotoksin antara lain ShET1, ShET2, dan toksin Shiga, yang
mempunyai sifat enterotoksik, sitotoksik,dan neurotoksik. Enterotoksin tersebut merupakan
salah satu faktor virulen sehingga kuman lebih mampu menginvasi sel eptitel mukosa kolon
dan menyebabkan kelainan pada selaput lendir yang mempunyai warna hijau yang khas. Pada
infeksi yang menahun akan terbentuk selaput yang tebalnya sampai 1,5cm sehingga dinding
usus menjadi kaku, tidak rata dan lumen usus mengecil. Dapat terjadi perlekatan dengan
peritoneum.

b.      Disentri Amuba Trofozoit yang mula-mula hidup sebagai komensal di lumen usus besar
dapat berubah menjadi patogen sehingga dapat menembus mukosa usus danmenimbulkan
ulkus. Akan tetapi faktor yang menyebabkan perubahan ini sampaisaat ini belum diketahui
secara pasti. Diduga baik faktor kerentanan tubuh pasien,sifat keganasan (virulensi) amoeba,
maupun lingkungannya mempunyai peran. Amoeba yang ganas dapat memproduksi enzim
fosfoglukomutase danlisozim yang dapat mengakibatkan kerusakan dan nekrosis jaringan
dinding usus.Bentuk ulkus amoeba sangat khas yaitu di lapisan mukosa berbentuk kecil,
tetapidi lapisan submukosa dan muskularis melebar (menggaung). Akibatnya terjadiulkus di
permukaan mukosa usus menonjol dan hanya terjadi reaksi radang yangminimal. Mukosa
usus antara ulkus-ulkus tampak normal. Ulkus dapat terjadi disemua bagian usus besar, tetapi
berdasarkan frekuensi dan urut-urutan tempatnya adalah sekum, kolon asenden, rektum,
sigmoid, apendiks dan ileum terminalis.
Atau secara umum dapat dijelaskan dengan;

Trofozoid
patogen

Mukosa Usus

Radang

Ulkus

Perdarahan

Akut Sub Akut

Mukosa usus Hiperemix Ulkus dangkal + kecil

Perporasi Sembuh

Komplikasi karena penyebaran kuman


MANIFESTASI KLINIS
  Gejala-gejala disentri antara lain :
           Buang air besar dengan tinja berdarah
           Diare encer dengan volume sedikit
           Buang air besar dengan tinja bercampur lendir (mucus)
           Nyeri saat buang air besar (tenesmus)

  Ciri-ciri saat jika terkena disentri adalah sebagai berikut :


           Panas tinggi (39,50°C – 40,0°C), appear toxic
           Muntah-muntah
           Sakit kram di perut dan sakit di anus saat BAB
           Kadang disertai gejala serupa ensefalitis dan sepsis
           Diare disertai darah dan lendir dalam tinja
           Frekuensi BAB umumnya lebih sedikit
           Sakit berut hebat (kolik)

1.                  Disentri basiler
Gejala Disentri Basiler Masa tunas berkisar antara 7 jam sampai 7 hari. Lama gejala
rerata 7 hari sampai 4 minggu. Pada fase awal pasien mengeluh nyeri perut bawah, diare
disertai demam yang mencapai 400C. Selanjutnya diare berkurang tetapi tinja masih
mengandung darah dan lendir, tenesmus, dan nafsu makan menurun.
Bentuk klinis dapat bermacam-macam dari yang ringan, sedang sampai yang
berat.Sakit perut terutama di bagian sebelah kiri, terasa melilit diikuti pengeluaran tinja
sehingga mengakibatkan perut menjadi cekung. Bentuk yang berat (fulminating cases)
biasanya disebabkan olehS.dysentriae.
Gejalanya timbul mendadak dan berat, berjangkitnya cepat, berak-berak seperti air
denganlendir dan darah, muntah-muntah, suhu badan subnormal, cepat terjadi
dehidrasi,renjatan septik dan dapat meninggal bila tidak cepat ditolong. Akibatnya timbulrasa
haus, kulit kering dan dingin, turgor kulit berkurang karena dehidrasi. Mukamenjadi
berwarna kebiruan, ekstremitas dingin dan viskositas darah meningkat (hemokonsentrasi).
Kadang-kadang gejalanya tidak khas,dapat berupa seperti gejala kolera atau
keracunan makanan. Kematian biasanya terjadi karena gangguan sirkulasi perifer, anuria dan
koma uremik. Angka kematian bergantung pada keadaan dan tindakan pengobatan. Angka ini
bertambah pada keadaan malnutrisi dan keadaan darurat misalnya kelaparan.
Perkembangan penyakit ini selanjutnya dapat membaik secara perlahan-lahan tetapi
memerlukan waktu penyembuhan yang lama. Pada kasus yang sedang keluhan dan gejalanya
bervariasi, tinja biasanya lebih berbentuk, mungkin dapat mengandung sedikit darah/lendir.
Sedangkan pada kasus yang ringan, keluhan/gejala tersebut di atas lebih ringan. Berbeda
dengan kasus yang menahun, terdapat serangan seperti kasus akut secaramenahun. Kejadian
ini jarang sekali bila mendapat pengobatan yang baik.
Setelah masa inkubasi yang pendek (1-3 hari) secara mendadak timbul nyeri perut,
demam, dan tinja encer. Tinja yang encer tersebut berhubungan dengan kerja eksotoksin
dalam usus halus. Sehari atau beberapa hari kemudian, karena infeksi meliputi ileum dan
kolon, maka jumlah tinja meningkat, tinja kurang encer tapi sering mengandung lendir dan
darah. Tiap gerakan usus disertai dengan “mengedan” dan tenesmus (spasmus rektum), yang
menyebabkan nyeri perut bagian bawah. Demam dan diare sembuh secara spontan dalam 2-5
hari pada lebih dari setengah kasus dewasa. Namun, pada anak-anak dan orang tua,
kehilangan air dan elektrolit dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis, dan bahkan kematian.
Kebanyakan orang pada penyembuhan mengeluarkan kuman disentri untuk waktu
yang singkat, tetapi beberapa diantaranya tetap menjadi pembawa kuman usus menahun dan
dapat mengalami serangan penyakit berulang-ulang.Pada penyembuhan infeksi, kebanyakan
orang membentuk antibodi terhadap Shigella dalam darahnya, tetapi antibodi ini tidak
melindungi terhadap reinfeksi
Diare mendadak yang disertai darah dan lendir dalam tinja. Pada disentri shigellosis,
pada permulaan sakit, bisa terdapat diare encer tanpa darah dalam 6-24 jam pertama, dan
setelah 12-72 jam sesudah permulaan sakit, didapatkan darah dan lendir dalam tinja.
            Panas tinggi (39,50 – 400 C), appear toxic.
            Muntah-muntah.
            Anoreksia.
            Sakit kram di perut dan sakit di anus saat BAB.
            Kadang-kadang disertai dengan gejala menyerupai ensefalitis dan sepsis (kejang,
          sakit kepala, letargi, kaku kuduk, halusinasi).

2.                  Disentri amoeba
Gejala-gejala disentri amuba biasanya berlangsung dari beberapa hari sampai
beberapa minggu. Namun, tanpa pengobatan, bahkan jika gejala hilang, amuba dapat terus
hidup di usus selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Infeksi masih dapat
ditularkan kepada orang lain dan diare masih bisa kembali. Bahayanya penyakit desentri
amuba dapat bersifat fatal bila terjadi komplikasi antara lain usus berlubang (perforasi usus),
infeksi selaput rongga perut (peritonitis), abses di hati dan otak. Dan bila infeksi amuba ini
tidak diobati secara tuntas, dapat mengakibatkan kematian.
            Diare disertai darah dan lendir dalam tinja.
            Frekuensi BAB umumnya lebih sedikit daripada disentri basiler (≤10x/hari)
            Sakit perut hebat (kolik)
            Gejala konstitusional biasanya tidak ada (panas hanya ditemukan pada 1/3
kasus)
            Demam dan menggigil.

a)                  Carrier (Cyst Passer)


Pasien ini tidak menunjukkan gejala klinis sama sekali. Hal ini disebabkan karena
amoeba yang berada dalam lumen usus besar tidak mengadakan invasi kedinding usus.
b)                 Disentri amoeba ringan
Timbulnya penyakit (onset penyakit) perlahan-lahan. Penderita biasanyamengeluh
perut kembung, kadang nyeri perut ringan yang bersifat kejang. Dapattimbul diare ringan, 4-5
kali sehari, dengan tinja berbau busuk. Kadang juga tinja bercampur darah dan lendir.
Terdapat sedikit nyeri tekan di daerah sigmoid, jarang nyeri di daerah epigastrium. Keadaan
tersebut bergantung pada lokasiulkusnya. Keadaan umum pasien biasanya baik, tanpa atau
sedikit demam ringan(subfebris). Kadang dijumpai hepatomegali yang tidak atau sedikit
nyeri tekan.
c)                  Disentri amoeba sedang
Keluhan pasien dan gejala klinis lebih berta dibanding disentri ringan,tetapi pasien
masih mampu melakukan aktivitas sehari-hari. Tinja biasanyadisertai lendir dan darah. Pasien
mengeluh perut kram, demam dan lemah badan disertai hepatomegali yang nyeri ringan.
d)                 Disentri amoeba berat
Keluhan dan gejala klinis lebih berta lagi. Penderita mengalami diaredisertai darah
yang banyak, lebih dari 15 kali sehari. Demam tinggi (40 0C – 40,5 0C) disertai mual dan
anemia.
e)                  Disentri amoeba kronik
Gejalanya menyerupai disentri amoeba ringan, serangan-serangan diarediselingi
dengan periode normal atau tanpa gejala. Keadaan ini dapat berjalan berbulan-bulan hingga
bertahun-tahun. Pasien biasanya menunjukkan gejala neurastenia. Serangan diare yang terjadi
biasanya dikarenakan kelelahan, demam atau makanan yang sulit dicerna.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan :
1.                   Pemeriksaan tinja
  Makroskopis : suatu
disentri amoeba dapat ditegakkan bila ditemukan bentuk trofozoit dalam
tinja
     Benzidin test
Mikroskopis : leukosit fecal (petanda adanya kolitis), darah fecal.
a)    Biakan tinja :
Media : agar MacConkey, xylose-lysine deoxycholate (XLD), agar SS.
b)   Pemeriksaan darah rutin : leukositosis (5.000 – 15.000 sel/mm3), kadang-
kadang dapat ditemukan leukopenia.
c)    Endoscopy : memberikan visualisasi area yang terlibat.

KOMPLIKASI

 Dehidrasi
 Gangguan elektrolit, terutama hiponatremia
 Kejang
 Protein loosing enteropathy
 Sepsis dan DIC
 Sindroma Hemolitik Uremik
 Malnutrisi/malabsorpsi
 Hipoglikemia
 Prolapsus rektum
 Reactive arthritis
 Sindroma Guillain-Barre
 Ameboma
 Megakolon toksik
 Perforasi lokal
 Peritonitis

1. Disentri Basiler
           Stenosis
           Peritonetis
           Hemoroid
           Neuritis perifer
           artritis
2. Disentri Amoebica
           Perdarahan usus
           Perforasi
           Ameboma
           Striktura
PENATALAKSANAAN MEDIS
Disentri basiler Prinsip dalam melakukan tindakan pengobatan adalah istirahat, mencegah
atau memperbaiki dehidrasi dan pada kasus yang berat diberikan antibiotika. Cairan dan
elektrolit Dehidrasi ringan sampai sedang dapat dikoreksi dengan cairan rehidrasi oral. Jika
frekuensi buang air besar terlalu sering, dehidrasi akan terjadi dan berat badan penderita
turun. Dalam keadaan ini perlu diberikancairan melalui infus untuk menggantikan cairan
yang hilang. Akan tetapi jika penderita tidak muntah, cairan dapat diberikan melalui
minuman atau pemberian air kaldu atau oralit. Bila penderita berangsur sembuh, susu tanpa
gula mulai dapat diberikan. Diet Diberikan makanan lunak sampai frekuensi berak kurang
dari 5kali/hari, kemudian diberikan makanan ringan biasa bila ada kemajuan.
Pengobatan spesifik Menurut pedoman WHO, bila telah terdiagnosis shigelosis pasien
diobati dengan antibiotika. Jika setelah 2 hari pengobatan menunjukkan perbaikan, terapi
diteruskan selama 5 hari. Bila tidak ada perbaikan,antibiotika diganti dengan jenis yang lain.
Resistensi terhadap sulfonamid, streptomisin, kloramfenikol dantetrasiklin hampir universal
terjadi. Kuman Shigella biasanya resisten terhadap ampisilin, namun apabila ternyata dalam
uji resistensi kuman Terhadap ampisilin masih peka, maka masih dapat digunakan dengan
dosis4 x 500 mg/hari selama 5 hari. Begitu pula dengan trimetoprim-sulfametoksazol, dosis
yang diberikan 2 x 960 mg/hari selama 3-5 hari. Amoksisilin tidak dianjurkan dalam
pengobatan disentri basiler karenatidak efektif. Pemakaian jangka pendek dengan dosis
tunggal fluorokuinolon seperti siprofloksasin atau makrolide azithromisin ternyata berhasil
baik untuk pengobatan disentri basiler. Dosis siprofloksasin yang dipakai adalah 2 x 500
mg/hari selama 3 hari sedangkan azithromisin diberikan 1gram dosis tunggal dan sefiksim
400 mg/hari selama 5 hari. Pemberian Ciprofloksasin merupakan kontraindikasi terhadap
anak-anak dan wanita hamil. Di negara-negara berkembang di mana terdapat kuman
S.dysentriae tipe 1 yang multiresisten terhadap obat-obat, diberikan asam nalidiksik dengan
dosis 3 x 1 gram/hari selama 5 hari. Tidak ada antibiotika yang dianjurkan dalam pengobatan
stadium carrier disentri basiler.
Disentri amuba Asimtomatik atau carrier : Iodoquinol (diidohydroxiquin) 650 mg tiga
kali perhari selama 20 hari.Amebiasis intestinal ringan atau sedang : tetrasiklin 500 mg empat
kali selama 5 hari. Amebiasis intestinal berat, menggunakan 3 obat : Metronidazol 750
mgtiga kali sehari selama 5-10 hari, tetrasiklin 500 mg empat kali selama5 hari, dan emetin 1
mg/kgBB/hari/IM selama 10 hari. Amebiasis ektraintestinal, menggunakan 3 obat :
Metonidazol 750 mg tiga kali sehari selama 5-10 hari, kloroquin fosfat 1 gram per hari
selama 2 hari dilanjutkan 500 mg/hari selama 4 minggu, dan emetin 1mg/kgBB/hari/IM
selama 10 hari.
1.             Perhatikan keadaan umum anak, bila anak appear toxic, status gizi kurang, lakukan
pemeriksaan darah (bila memungkinkan disertai dengan biakan darah) untuk mendeteksi
adanya bakteremia. Bila dicurigai adanya sepsis, berikan terapi sesuai penatalaksanaan sepsis
pada anak. Waspadai adanya syok sepsis.
2.             Komponen terapi disentri
a.              Koreksi dan maintenance cairan dan elektrolit
Seperti pada kasus diare akut secara umum, hal pertama yang harus diperhatikan dalam
penatalaksanaan disentri setelah keadaan stabil adalah penilaian dan koreksi terhadap status
hidrasi dan keseimbangan elektrolit.
b.             Diet
Anak dengan disentri harus diteruskan pemberian makanannya. Berikan diet lunak tinggi
kalori dan protein untuk mencegah malnutrisi. Dosis tunggal tinggi vitamin A (200.000 IU)
dapat diberikan untuk menurunkan tingkat keparahan disentri, terutama pada anak yang
diduga mengalami defisiensi. Untuk mempersingkat perjalanan penyakit, dapat diberikan
sinbiotik dan preparat seng oral. Dalam pemberian obat-obatan, harus diperhatikan bahwa
obat-obat yang memperlambat motilitas usus sebaiknya tidak diberikan karena adanya risiko
untuk memperpanjang masa sakit.
c.              Antibiotika
Anak dengan disentri harus dicurigai menderita shigellosis dan mendapatkan terapi yang
sesuai. Pengobatan dengan antibiotika yang tepat akan mengurangi masa sakit dan
menurunkan risiko komplikasi dan kematian.
         Pilihan utama untuk Shigelosis (menurut anjuran WHO) : Kotrimoksazol (trimetoprim
10mg/kbBB/hari dan sulfametoksazol 50mg/kgBB/hari) dibagi dalam 2 dosis, selama 5 hari.
         Alternatif yang dapat diberikan : o Ampisilin 100mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis o
Cefixime 8mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis o Ceftriaxone 50mg/kgBB/hari, dosis tunggal
IV atau IM o Asam nalidiksat 55mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis.
         Perbaikan seharusnya tampak dalam 2 hari, misalnya panas turun, sakit dan darah dalam
tinja berkurang, frekuensi BAB berkurang, dll. Bila dalam 2 hari tidak terjadi perbaikan,
antibiotik harus dihentikan dan diganti dengan alternatif lain.
         Terapi antiamebik diberikan dengan indikasi : o Ditemukan trofozoit Entamoeba hystolistica
dalam pemeriksaan mikroskopis tinja. o Tinja berdarah menetap setelah terapi dengan 2
antibiotika berturut-turut (masing-masing diberikan untuk 2 hari), yang biasanya efektif
untuk disentri basiler.
         Terapi yang dipilih sebagai antiamebik intestinal pada anak adalah Metronidazol 30-
50mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari. Bila disentri memang disebabkan oleh
E. hystolistica, keadaan akan membaik dalam 2-3 hari terapi.
d.             Sanitasi
Beritahukan kepada orang tua anak untuk selalu mencuci tangan dengan bersih sehabis
membersihkan tinja anak untuk mencegah autoinfeksi.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare atau output
berlebihan dan intake yang kurang.
2.      Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan
sekunder terhadap diare.
3.      Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi skunder terhadap diare.
4.      Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan frekwensi diare
5.      Resiko tinggi gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan BB menurun terus menerus.
6.      Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive.

INTERVENSI KEPERAWATAN
1.      Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan
skunder terhadap diare
a)    Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam keseimbangan dan
elektrolit dipertahankan secara maksimal
b)   Kriteria hasil :
      Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50 c, RR : < 40 x/mnt
      Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak      cekung
      Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari
c)    Intervensi :
      Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit
R/ Penurunan sirkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan pemekataj urin.
Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan segera untuk memperbaiki deficit
      Pantau intake dan output
R/ Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat keluaran tak kuat untuk
membersihkan sisa metabolisme.
       Timbang berat badan setiap hari
R/ Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan kehilangan cairan 1 lt
      Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr
R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral
d)    Kolaborasi :
      Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
R/ koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal ginjal
(kompensasi).
      Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur
R/ Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.
      Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)
R/ anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit agar simbang, antispasmolitik
untuk proses absorbsi normal, antibiotik sebagai anti bakteri berspektrum luas untuk
menghambat endotoksin.

2.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya intake
dan out put
a) Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama dirumah di RS kebutuhan
      nutrisi terpenuhi
b) Kriteria :
         Nafsu makan meningkat
         BB meningkat atau normal sesuai umur
c) Intervensi :
         Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi, berlemak dan air
terlalu panas atau dingin)
R/ Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang mengiritasi lambung dan
sluran usus.
         Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau sampah, sajikan
makanan dalam keadaan hangat
R/ situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.
         Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan
R/ Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan
         Monitor intake dan out put dalam 24 jam
R/ Mengetahui jumlah output dapat merencenakan jumlah makanan
d) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
      terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu
      beri obat-obatan atau vitamin ( A)
R/ Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses pertumbuhan

3.      Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi dampak sekunder dari
diare
a)      Tujuan : Stelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam tidak terjadi peningkatan
suhu tubuh
b)      Kriteria hasil : suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C)
Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor, fungtio leasa)
c)      Intervensi :
      Monitor suhu tubuh setiap 2 jam
R/ Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh ( adanya infeksi)
      Berikan kompres hangat
R/ merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan produksi panas tubuh
      Kolaborasi pemberian antipirektik
R/ Merangsang pusat pengatur panas di otak

4.      Resiko gangguan integritas kulit perianal berhubungan dengan peningkatan frekwensi BAB
(diare)
a)      Tujuan : setelah dilakukan tindaka keperawtan selama di rumah sakit integritas kulit tidak
terganggu
b)      Kriteria hasil :
      Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga
      Keluarga mampu mendemontrasikan perawatan perianal dengan baik dan benar
c)      Intervensi
      Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur
R/ Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman
      Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila basah dan mengganti
pakaian bawah serta alasnya)
R/ Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh karena kelebaban dan
keasaman feces
      Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam
R/ Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi penekanan yang lama sehingga tak terjadi iskemi
dan irirtasi .

5.      Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive


a)      Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, klien mampu beradaptasi
b)      Kriteria hasil :
      Mau menerima tindakan perawatan
      klien tampak tenang dan tidak rewel
c)      Intervensi :
      Libatkan keluarga dalam melakukan tindakan perawatan
R/ Pendekatan awal pada anak melalui ibu atau keluarga
      Hindari persepsi yang salah pada perawat dan RS
R/ mengurangi rasa takut anak terhadap perawat dan lingkungan RS
      Berikan pujian jika klien mau diberikan tindakan perawatan dan pengobatan
R/ menambah rasa percaya diri anak akan keberanian dan kemampuannya
      Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik verbal maupun non verbal
(sentuhan, belaian dll)
      Kasih saying serta pengenalan diri perawat akan menunbuhkan rasa aman pada klien.
      Berikan mainan sebagai rangsang sensori anak.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2008. Disentri. Diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki/Disentri_Amuba.


Sya’roni A. Hoesadha Y. 2006.
Buku Ajar Penyakit Dalam.FKUI:Jakarta.Hembing, 2006. Jangan Anggap Remeh
Disentri. Diakses dari http://portal.cbn.net.id/cbprtl/cybermed. Simanjuntak C. H., 1991.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi III . Fakultaskedokteran UI : Jakarta. Davis K.,
2007.
Shigellosis. D i a k s e s   d a r i  http://www.emedicine.com/ med/topic2112.htm.
Robbins dan Cotrans. 2002. Dasar Patologis Penyakit. Buku EGC Kedokteran :
Jakarta.
Kamus Kedokteran Edisi Ketiga. Jakarta : FK-UI; 2001
Dharma, Andi Pratama. Buku Saku Diare Edisi 1. Bandung : Bagian/SMF IKA FK-
UP/RSHS; 2001
Behrman, et al. Nelson Textbook of Pediatrics 17th edition. UK : Saunders; 2004
Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Volume 1. Jakarta : Bagian IKA FK-UI; 1998.
Gandahusada, Srisasi, et al. Parasitologi Kedokteran Edisi Ketiga. Jakarta : FK-UI;
2000.
Kumpulan catatan kuliah Ilmu Kesehatan Anak 2004-2005.
Lengkong, John B. Prosedur Tetap (Standard Operating Procedure) Ilmu Kesehatan
Anak. Jakarta; 2004.
A, Dini, et al. Pengaruh Pemberian Preparat Seng Oral Terhadap Perjalanan Diare
Akut, dalam Abstrak Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Kesehatan Anak II Ikatan Dokter
Anak Indonesia. Batam; 2004
Nafianti, Selvi, et al. Efektivitas Pemberian Trimetoprim-Sulfametoksazol pada Anak
dengan Diare Disentri Akut, dalam Abstrak Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Kesehatan Anak
II Ikatan Dokter Anak Indonesia. Batam; 2004
Cahyono, Haryudi Aji, et al. Manipulasi Perjalanan Diare Pada Anak dengan Bakteri
Hidup, dalam Abstrak Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Kesehatan Anak II Ikatan Dokter
Anak Indonesia. Batam; 2004

Anda mungkin juga menyukai