SKENARIO KASUS I Kep Jiwa II
SKENARIO KASUS I Kep Jiwa II
Nn.F umur 14 tahun tinggal di jalan budiman rt 08 kasang jambi, Nn, F seorang pelajar di
salah satu SMP Kota Jambi, Pada suatu hari Nn.F di bawa oleh beberapa orang lelaki
yang tidak di kenal, Nn.F berusaha untuk melawan,tapi Nn.F tidak bisa untuk melawan
beberapa lelaki tersebut,Nn.F di bawa oleh beberapa lelaki tersebut kesuatu tempat lalu
laki- laki tersebut menyentuh,meraba dan Nn.F diperkosa oleh beberapa lelaki tersebut.
Semenjak kejadian itu Nn.F tidak mau bertemu dengan orang lain, Nn.f lebih banyak
diam dan mengurung diri dikamar,Nn.F mengganggap dirinya tidak suci lagi,dan merasa
orang yang paling jelek paling kotor. Berdasarkan observasi yang didapat,klien sulit
untuk diajak berkomunikasi,klien tidak mau menatap perawat, lesu, senang menyendiri,
tiduran dikamar, tidak pernah ngobrol dengan orang lain, nada bicara pelan, afek
datar.Nn.F juga mengatakan bahwa tubuhnya ini kotor.Nn.F mengatakan malu untuk
ketemu orang lain.Nn.F benci dengan dirinya sendiri.kenapa kejadian pemerkosaan itu
terjadi pada pasien.
Learning Objektif
1. Apex Datar :
Jawaban
1. Tidak ada ekspresi perasaan muka yang tidak berubah dan wajah yang menonton
STEP 2 :
2. Dukungan yang dapat di berikan perawat agar klien peecaya diri lagi
3. Apakah ada faktor-faktor dengan tingkat keparahan trauma yang dialami pasien akibat
kekerasan seksual
5. Apa yang harus di lakukan perawat agar klien mau diajak komunikasi
7. Apa saja upaya yang bisa dilakukan untuk mengatasi trauma pelecehan seksual
STEP 3
Trauma Fisik
Trauma yang dapat timbul akibat kekerasan seksual juga dapat memengaruhi
perilaku seseorang. Orang tersebut mungkin saja melakukan perilaku seksual yang tidak
sehat.
4. Efek jangka Panjang dari korban kekeresan seksual yaitu gangguan stress pasca
trauma, pengelakan serta perubahan gairah dan reaktivitas.
- Bila perlu ajak klien untuk ke psikolog atau psikiater untuk mengatasi trauma
psikis.
7. - Menerima kenyataan
Nn. F
Ds
Do
kamar kotor
Salah satu contoh adalah dengan terapi kognitif. Pada terapi ini, terapis akan
membantu mengubah kepercayaan yang tidak rasional yang mengganggu emosi
serta aktivitas korban.
Terapi manajemen ansietas. Pada terapi ini, terapis akan membantu korban dalam
mengatasi PTSD dengan cara seperti:
A. PENGKAJIAN
Menurut Doenges et.al (2007) pengkajian anak yang mengalami
penganiayaan seksual (sexual abus) antara lain :
1. Aktivitas atau istirahat : Masalah tidur (misalnya tidak padat tidur atau tidur
berlebihan, mimpi burukm, berjalan saat tidur, tidur di tempat yang asing,
keletihan.
2. Integritas ego
c. Perasaan bersalah, marah, takut dan malu, putus asa dan atau tidak berdaya
3. Eliminasi
a. Enuresisi, enkopresis.
8. Keamanan
a. Memar, tanda bekas gigitan, bilur pada kulit, terbakar (tersiran air panas,
rokok) ada bagian botak di kepala, laserasi, perdarahan yang tidak wajar,
ruam/gatal di area genital, fisura anal, goresan kulit, hemoroid, jaringan
parut, perubahan tonus sfingter.
b. Cedera berulang, riwayat bermacam kecelakaan, fraktur/ cedera internal.
c. Adanya PMS, vaginitis, kutil genital atau kehamilan (terutama pada anak).
Merikan diri dari rumah, pola interaksi dalam keluarga secara verbal
kurang responsif, peningkatan penggunaan perintah langsung dan pernyataan
kritik, penurunan penghargaan atau pengakuan verbal, merasa rendah diri.
Pencapaian restasi dis ekolah rendah atau prestasi di sekolah menurun
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Townsend (1998), dan Doenges et.al (2007) diagnosa keperawatan
yang dapat dirumuskan pada anak yang mengalami sexual abuse antara lain :
7. Koping defensif berhubungan dengan harga diri rendah, kurang umpan balik
atau umpan balik negatif yang berulang yang mengakibatkan penurunan
makna diri
8. Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan perasaan bersalah yang
berlebihan, marah atau saling menyalahkan diantara anggota keluarga
mengenai perilaku anak, kepenatan orang tua karena menghadapi anak
dengan gangguan dalam jengka waktu lama
9. Defisit pengetahuan tentang kondisi, prognosis, perawatan diri dan kebutuhan
terapi berhubungan dengan kurang sumber informasi, interpretasi yang salah
tentang informasi.
Tujuan :
a. Tujuan jangka pendek : Luka fisik anak akan sembuh tanpa komplikasi
Intervensi:
a. Smith (1987) menghubungkan pentingnya mengkomunikasikan empat
ucapan berikut ini pada korban perkosaan : saya prihatin hal ini terjadi
padamu, anda aman disini, saya senang anda hidup, anda tidak bersalah.
Anda adalah korban. Ini bukan kesalahan anda. Apapun keputusan yang
Anda buat pada saat pengorbanan adalah hak seseorang karena anda hidup.
Rasional : Wanita tau anak yang telah diperkosa secara seksual takut
terhadap kehidupannya dan harus diyakinkan kembali keamanannya. Ia
mungkin juga sangat ragu-ragu dengan dirinya dan menyalahkan diri
sendiri dan pernyataan-pernyataan ini membangkitkan rasa percaya secara
bertahap dan memvalidasi harga diri anak
b. Jelaskan setiap prosedur pengkajian yang akan dilakukan dan mengapa
dilakukan. Pastikan bahwa pengumpulan data dilakukan dalam perawatan,
cara tidak menghakimi
Rasional : Untuk menurunkan ketakutan atau ansietas dan untuk
meningkaytkan rasa percaya
c. Pastikan bahwa anak memiliki privasi yang adekuat untuk semua
intervensi-intervensi segera pasca krisis. Cobaan sedikit mungkin orang
yang memberikan perawatan segera atau mengumpulkan bukti segera.
Atau mengumpulkan bukti segera
Rasional : Anak pasca trauma sangat rentan. Penambahan orang dalam
lingkungannya meningkatkan perasaan rentan ini dan bertindak
meningkatkan ansietas
d. Dorong anak untuk menghitung jumlahs erangan kekerasan seksual.
Dengarkan, tetapi tidak menyelidiki
Rasional : Mendengarkan dengan tidak menghakimi memberikan
kesempatan untuk katarsis bahwa anak perlu memulai pemulihan. Jumlah
yang rinci mungkin dibutuhkan untuk tindak lanjut secara legal, dan
seorang perawat sebagai pembela anak dapat menolong untuk mengurangi
trauma dari pengumpulan bukti.
Intervensi :
c. Jika seorang anak wantia datang sendiri atau berserta dengan orang tuanya,
pastikan tentang keselamatannya. Dorong untuk mendiskusikan peristiwa
pemerkosaan yang telah dilakukan. Tanyakan pertanyaan tentang apakah
hal ini telah terjadi sebelumnya. Jika pelaku kekerasan seksual minum obat
bius, jika anak tersebut memiliki tempat yang aman untuk pergi dan
apakah ia berminat dalam tuntutan yang mendesak
Rasional : Beberapa anak wanita berusaha untuk menyimpan rahasia
tentang bagimana cedera seksual yang dideritanya terjadi dalam usaha
untuk melindungi orang tuanya atau saudaranya atau karena mereka takut
bahwa orang tuanya atau saudaranya akan membunuh mereka jika
menceritakan hal tersebut
d. Pastikan bahwa usaha-usaha menyelamatkan tidak diusahakan oleh
perawat. Berikan dukungan, tetapi ingat bahwa keputusan akhir harus
dibuat oleh anak
Rasional : Membuat keputusan untuk dirinya sendiri memberikan rasa
kontrol situasi kehidupannya sendiri. Memberikan penilaian dan nasehat
adalah tidak terapeutik
e. Tekankan pentingnya keamanan, smith (1987) menyarankan suatu
pernyataan seperti, ya itu telah terjadi. Sekarang ke mana anda ingin pergi
dari sini ?. Burgess (1990) menyatakan "Korban perlu dibuat sadar tentang
berbagai sumber yang tersedia untuk dirinya. Hal ini dapat mencakup
hotline krisis, kelompok-kelompok masyarakat untuk wanita dan anak
yang pernah dianiaya secara seksual, tempat perlindungan, berbagai
tempat konseling.
Rasional : Pengetahuan tentang pilihan-pilihan yang tersedia dapat
membantu menurunkan rasa tidak berdaya dari korban, tetapi kewenangan
yang sesungguhnya datang hanya saat ia memilih untuk menggunakan
pengetahuan itu bagi keuntungannya sendiri.
Tujuan :
Intervensi :
Tujuan :
Intervensi:
Tujuan :
Intervensi :
d. Anak mampu untuk mulai tidur dalam 30 menit dan tidur selama 6 sampai
7 jam tanpa terbangun
Intervensi :
a. Amati pola tidur anak, catat keadaan-keadaan yang menganggu tidur
Rasional : Masalah harus diidentifikasi sebelum bantuan dapat diberikan
b. Kaji gangguan-gangguan pola tidur yang berlangsung berhubungan
dengan rasa takut dan ansietas-ansietas tertentu
Rasional : Ansietas yang dirasakan oleh anak dapat mengganggu pola tidur
anak sehingfga perlu diidentifikasi penyebabnya
c. Duduk dengan anak sampai dia tertidur
Tujuan :
a. Anak akan mendemonstrasikan kemampuan untuk berinteraksi dengan
orang lain tanpa menjadi defensif, perilaku merasionalisasi atau
mengekspresikan pikiran waham kebesaran dengan kriteria hasil :
b. Anak mengungkapkan dan menerima tanggung jawab terhadap
perilakunya sendiri
c. Anak mengungkapkan korelasi antara perasaan-perasaan
ketidakseimbangan dan keperluan untuk mempertahankan ego melalui
rasionalisasi dan kemuliaan
d. Anak tidak menertawakan atau mengkritik orang lain
Intervensi :
a. Kenali dan dukung kekuatan-kekuatan ego dasar
Tujuan :
a. Orang tua mendemonstrasikan metode intervensi yang lebih konsisten dan
efektif dalam berespons perilaku anak dengan kriteria hasil :
b. Mengungkatkan dan mengatasi perilaku negatif pada anak
c. Mengidentifikasi dan menggunakan sistem pendukung yang diperlukan
Intervensi :
a. Berikan informasi dan material yang berhubungan dengan gangguan anak
dan teknik menjadi orang tua yang efektif
Rasional : Pengetahuan dan ketrampilan yang tepat dapat meningkatkan
keefektifan peran orang tua
b. Dorong individu untuk mengungkapkan perasaan secara verbal dan
menggali alternatif cara berhubungan dengan anak
Rasional : Konseling suportif dapat membantu keluarga dalam
mengembangkan strategi koping
c. Beri umpan balik positif dan dorong metode menjadi orang tua yang
efektif
Rasional : Penguatan positif dapat meningkatkan harga diri dan
mendorong kontinuitas upaya
d. Libatkan saudara kandung dalam diskusi keluarga dan perencanaan
interaksi keluarga yang lebih efektif
Rasional : Masalah keluarga mempengaruhi semua anggota keluarga dan
tindakan lebih efektif bila setiap orang terlibat dalam terapi tersebut
e. Libatkan dalam konseling keluarga
Tujuan :
D. DISCHARGE PLANNING
Hasil yang diharapkan dari pemberian asuhan keperawatan pada anak dengan
penganiayaan seksual (sexual abuse) antara lain :
8. Anak mampu menyatakan secara verbal pilihan –pilihan yang tersedia untuk
dirinya yang dari hal ini ia menerima bantuan
9. Anak mendemosntrasikan rasa percaya kepada perawat utama melalui
mendiskusikan perlakuan penganiayaan melalui penggunaan terapi bermain
10. Anak mendemonstrasikan suatu penurunan dalam perilaku agresif
Perkosaan (rape) berasal dari bahasa latin rapere yang berarti mencuri,
memaksa, merampas, atau membawa pergi (Haryanto, 1997). Pada jaman dahulu
perkosaan sering dilakukan untuk memperoleh seorang istri.
Oral seks, anal seks (sodomi), perusakan alat kelamin perempuan dengan
benda adalah juga perkosaan. Perkosaan juga dapat terjadi dalam sebuah
pernikahan (Idrus, 1999).
1. Perkosaan adalah suatu hubungan yang dilarang dengan seorang wanita tanpa
persetujuannya. Berdasarkan kalimat ini ada unsur yang dominan, yaitu:
hubungan kelamin yang dilarang dengan seorang wanita dan tanpa persetujuan
wanita tersebut.
2. Perkosaan adalah persetubuhan yang tidak sah oleh seorang pria terhadap
seorang wanita yang dilakukan dengan paksaan dan bertentangan dengan
kehendak wanita yang bersangkutan. Pada kalimat ini terdapat unsur- unsur yang
lebih lengkap, yaitu meliputi persetubuhan yang tidak sah, seorang pria, terhadap
seorang wanita, dilakukan dengan paksaan dan bertentangan dengan kehendak
wanita tersebut.
3. Perkosaan adalah perbuatan hubungan kelamin yang dilakukan oleh seorang pria
terhadap seorang wanita bukan istrinya dan tanpa persetujuannya, dilakukan
ketika wanita tersebut ketakutan atau di bawah kondisi ancaman lainnya.
Definisi hampir sama dengan yang tertera pada KUHP pasal 285.
Pada kasus perkosaan seringkali disebutkan bahwa korban perkosaan adalah
perempuan. Secara umum memang perempuan yang banyak menjadi korban
perkosaan. Mereka dapat dipaksa untuk melakukan hubungan seksual meskipun
tidak menghendaki hal tersebut. Apabila mengacu pada KUHP, maka laki- laki
tidak dapat menjadi korban perkosaan karena pada saat laki-laki dapat
melakukan hubungan seksual berarti ia dapat merasakan rangsangan yang
diterima oleh tub uhnya dan direspon oleh alat kelaminnya (Koesnadi, 1992).
Akan tetapi pada kenyataannya ada pula laki- laki yang menjadi korban
perkosaan baik secara oral maupun anak.
A. Macam-macam pemerkosaan
1) Pemerkosaan saat berkencan
Pemerkosaan saat berkencan adalah hubungan seksual secara paksa tanpa
persetujuan antara orang-orang yang sudah kenal satu sama lain, misalnya teman,
anggota keluarga, atau pacar. Kebanyakan pemerkosaan dilakukan oleh orang
yang mengenal korban.
2) Pemerkosaan dengan obat
Banyak obat-obatan digunakan oleh pemerkosa untuk membuat korbannya
tidak sadar atau kehilangan ingatan.
3) Pemerkosaan wanita
Walaupun jumlah tepat korban pemerkosaan wanita tidak diketahui,
diperkirakan 1 dari 6 wanita di AS adalah korban serangan seksual. Banyak
wanita yang takut dipermalukan atau disalahkan, sehingga tidak melaporkan
pemerkosaan. Pemerkosaan terjadi karena si pelaku tidak bisa menahan hasrat
seksualnya melihat tubuh wanita.
4) Pemerkosaan massal
Pemerkosaan massal terjadi bila sekelompok orang menyerang satu
korban. Antara 10% sampai 20% pemerkosaan melibatkan lebih dari 1 penyerang.
Di beberapa negara, pemerkosaan massal diganjar lebih berat daripada
pemerkosaan oleh satu orang.
5) Pemerkosaan terhadap laki-laki
Diperkirakan 1 dari 33 laki-laki adalah korban pelecehan seksual. Di
banyak negara, hal ini tidak diakui sebagai suatu kemungkinan. Misalnya, di
Thailand hanya laki-laki yang dapat dituduh memperkosa.
6) Pemerkosaan anak-anak
Jenis pemerkosaan ini adalah dianggap hubungan sumbang bila dilakukan
oleh kerabat dekat, misalnya orangtua, paman, bibi, kakek, atau nenek.
Diperkirakan 40 juta orang dewasa di AS, di antaranya 15 juta laki-laki, adalah
korban pelecehan seksual saat masih anak-anak.
7) Pemerkosaan dalam perang
Dalam perang, pemerkosaan sering digunakan untuk mempermalukan
musuh dan menurunkan semangat juang mereka. Pemerkosaan dalam perang
biasanya dilakukan secara sistematis, dan pemimpin militer biasanya menyuruh
tentaranya untuk memperkosa orang sipil.
8) Pemerkosaan oleh suami/istri
Pemerkosaan ini dilakukan dalam pasangan yang menikah. Di banyak
negara hal ini dianggap tidak mungkin terjadi karena dua orang yang menikah
dapat berhubungan seks kapan saja. Dalam kenyataannya banyak suami yang
memaksa istrinya untuk berhubungan seks. Dalam hukum islam, seorang istri
dilarang menolak ajakan suami untuk berhubungan seksual, karena hal ini telah
diterangkan di hadits nabi shalallahu ‘alaihi wasallam. Akan tetapi suami dilarang
berhubungan seksual dengan istri lewat dubur dan ketika istri sedang haids.
B. Faktor-faktor terjadinya pemerkosaan
Berikut faktor-faktor terjadinya permasalahan pemerkosaan adalah
sebagai berikut :
1. Faktor intern yaitu:Keluarga, Ekonomi keluarga, Tingkat pendidikan,
Agama/moral.
2. Faktor ekstern,meliputi : lingkungan sosial, perkembangan, ipteks,
kesempatan.
C. Dampak Sosial
Korban perkosaan dapat mengalami akibat yang sangat serius baik secara
fisik maupun secara kejiwaan (psikologis). Akibat fisik yang dapat dialami oleh
korban antara lain:
1. kerusakan organ tubuh seperti robeknya selaput dara, pingsan, meninggal
2. korban sangat mungkin terkena penyakit menular seksual (PMS)
3. kehamilan tidak dikehendaki.
D. Dampak Psikologis
Menurut Salev (dalam Nutt, 2001) tingkat simptom PTSD pada masing-
masing individu terkadang naik turun atau labil. Hal ini disebabkan karena adanya
tekanan kehidupan yang terus menerus dan adanya hal-hal yang mengingatkan
korban kepada peristiwa traumatis yang dialaminya.
Tanda-tanda PTSD tersebut hampir sama dengan tanda dan simptom yang
ada pada depresi menurut kriteria dari American Psychiatric Association (dalam
Davison dan Neala, 1990). Tanda-tanda tersebut adalah:
E. Alternatif Penyembuhan