Anda di halaman 1dari 41

SKENARIO KASUS I

Nn.F umur 14 tahun tinggal di jalan budiman rt 08 kasang jambi, Nn, F seorang pelajar di
salah satu SMP Kota Jambi, Pada suatu hari Nn.F di bawa oleh beberapa orang lelaki
yang tidak di kenal, Nn.F berusaha untuk melawan,tapi Nn.F tidak bisa untuk melawan
beberapa lelaki tersebut,Nn.F di bawa oleh beberapa lelaki tersebut kesuatu tempat lalu
laki- laki tersebut menyentuh,meraba dan Nn.F diperkosa oleh beberapa lelaki tersebut.
Semenjak kejadian itu Nn.F tidak mau bertemu dengan orang lain, Nn.f lebih banyak
diam dan mengurung diri dikamar,Nn.F mengganggap dirinya tidak suci lagi,dan merasa
orang yang paling jelek paling kotor. Berdasarkan observasi yang didapat,klien sulit
untuk diajak berkomunikasi,klien tidak mau menatap perawat, lesu, senang menyendiri,
tiduran dikamar, tidak pernah ngobrol dengan orang lain, nada bicara pelan, afek
datar.Nn.F juga mengatakan bahwa tubuhnya ini kotor.Nn.F mengatakan malu untuk
ketemu orang lain.Nn.F benci dengan dirinya sendiri.kenapa kejadian pemerkosaan itu
terjadi pada pasien.

Learning Objektif

1. Definisi pemerkosaan dan kekerasan seksual


2. Perilaku seksual
3. Rentang pemaksaan
4. Perawatan korban kekerasan seksual
5. Askep korban pemerkosaan dan kekerasan seksual
6. Sebutkan Masalah Keperawatan yang muncul pada kasus diatas
STEP 1 :

1. Apex Datar :

Jawaban

1. Tidak ada ekspresi perasaan muka yang tidak berubah dan wajah yang menonton

2. Ekspresi emosi yang terlihat

STEP 2 :

1. Tindakan yang bisa keluarga

2. Dukungan yang dapat di berikan perawat agar klien peecaya diri lagi

3. Apakah ada faktor-faktor dengan tingkat keparahan trauma yang dialami pasien akibat
kekerasan seksual

4. Apa efek jangka panjang jika tidak di tangani segera

5. Apa yang harus di lakukan perawat agar klien mau diajak komunikasi

6. Bagaimana peran masyarakat sekitar menanggapi gangguan mental tersebut

7. Apa saja upaya yang bisa dilakukan untuk mengatasi trauma pelecehan seksual

STEP 3

1. - Memberikan perhatian kepada korban

- Menyediakan waktu untuk mendengarkan masalah yang di hadapi korban

- Membantu korban dalam menjalin hubungan dan komunikasi dengan


masyarakat.

2. Memberikan Dukungan emosional yang melibatkan ekspresi empati, perhatian dan


kepedulian, dimana rasa empati, perhatian dan kepedulian akan mendorong perasaan
nyaman, mengarahkan seseorang untuk percaya bahwa dia dihormati, dicintai dan
bahwa orang lain bersedia untuk memberikan perhatian serta rasa aman (Sarano, 2006).
3. Ada, Seseorang yang mengalami kekerasan seksual dapat merasakan banyak dampak
buruk yang memengaruhi kehidupannya, bahkan menimbulkan trauma. Beberapa jenis
trauma nya yaitu :

 PTSD (post-traumatic stress disorder )

Menyebabkan orang tersebut mengalami rasa takut, marah, bersalah, cemas,


hingga sedih.

 Trauma Fisik

Terjadi akibat kekerasan seksual juga dapat memengaruhi fisik seseorang.

 Dampak Buruk pada Perilaku

Trauma yang dapat timbul akibat kekerasan seksual juga dapat memengaruhi
perilaku seseorang. Orang tersebut mungkin saja melakukan perilaku seksual yang tidak
sehat.

Dalam jangka panjang, orang yang mengalami pelecehan seksual cenderung


menderita depresi, kecemasan, gangguan makan, dan gangguan stres pasca-trauma
(PTSD). Mereka juga berisiko melukai diri sendiri, terlibat dalam perilaku kriminal,
penyalahgunaan narkoba dan alkohol, hingga dapat melakukan tindakan bunuh diri saat
tumbuh dewasa akibat pelecehan yang dialami secara terus menerus.

4. Efek jangka Panjang dari korban kekeresan seksual yaitu gangguan stress pasca
trauma, pengelakan serta perubahan gairah dan reaktivitas.

5. - Bina hubungan saling percaya

- Memberikan Waktu dan Perhatian dalam Percakapan Penting.

- Lakukan Kontak Mata dengan Lawan Bicara

- Menggunakan Bahasa Tubuh yang Baik Selama Berbicara

- Mendengarkan secara baik semua cerita klien


6. - Jangan di kucilkan

- Beri dukungan agar klien percaya diri lagi

- Bila perlu ajak klien untuk ke psikolog atau psikiater untuk mengatasi trauma
psikis.

7. - Menerima kenyataan

- Bercerita kepada orang lain

- Berhenti menyalahkan diri sendiri

- Memiliki pikiran Positif


STEP IV :

Nn. F

Mengalami pemerkosaan dan kekerasan


seksual

Tanda yang muncul

Ds
Do

 Nn. F tidak mau bertemu  Nn. F menganggap


orang lain dirinya tidak suci

 Nn. F lebih banyak diam lagi dan merasa

dan mengurung diri di orang yang paling

kamar kotor

 Klien sulit diajak  Nn. F juga

komunikasi mengatakan bahwa

 Klien tak mau menatap tubuhnya kotor

perawat  Nn. F mengatakan

 Tidak pernah mengobrol malu untuk bertemu

dengan orang lain orang lain

 Nada bicara pelan, afex  Nn. F benci dengan

datar diri sendiri

Asuhan keperawatan pasien korban


pemerkosaan dan kekerasan seksual
LO :
1. Perkosaan adalah suatu usaha untuk melampiaskan nafsu seksual yang dilakukan
oleh seorang laki-laki terhadap perempuan dengan cara yang dinilai melanggar
menurut moral dan hukum (Wignjosoebroto dalam Prasetyo, 1997). Sedangkan
Kekerasan seksual adalah setiap tindakan baik berupa ucapan ataupun perbuatan
yang dilakukan seseorang untuk menguasai atau memanipulasi orang lain serta
membuatnya terlibat dalam aktifitas seksual yang tidak dikehendaki.
2. Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual,
baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah
laku ini bisa bermacam macam mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku
berkencan, bercumbu dan bersenggama. Objek seksualnya bisa berupa orang lain,
orang dalam khayalan atau diri sendiri (Sarwono, 2011).
3. Menurut Tower (2002) dalam Maria (2008) kekerasan seksual pada anakdapat
terjadi satu kali, beberapa kali dalam periode berdekatan, bahkan
menahun.Walaupun berbeda-beda pada setiap kasus, kekerasan seksual tidak
terjadi begitusaja, melainkan melalui beberapa tahapan antara lain :
1. Tahap awal, pelaku membuat korban merasa nyaman. Ia menyakinkan
bahwaapa yang dilakukannya "tidak salah" secara moral. Pelaku
mencobamenyentuh sisi kbutuhan anak akan kasih saying dan perhhatian,
penerimaandari orang lain, atau mencoba menyamakannya dengan permainan
danmenjanjikan imbalan material yang menyenangkan. Pelaku
dapatmengintimidasi secara halus ataupun bersikap memaksa secara kasar.
2. Tahap kedua, adalah interaksi seksual. Perilaku yang terjadi bisa saja hanya
berupa mengintip sampai perilaku yang intensitasnya berat, yaitu memakasaanak
untuk melakukan hubungan seksual. Setelah kejadian tersebut, pelakumengancam
korban agar merahasiakan apa yang terjadi kepada orang lain.
3. Tahap berikutnya, adalah tahapan dimana korban mau menceritakan
pengalamannya kepada orang lain. Kemungkinan korban merahasiakan
pengalamannya sampai berusia dewasa, atau menceritakannya kepada orangyang
mempunyai kedekatan emosional dengannya, sehingga ia merasa aman.Pelaku
"mencobai" korban sedikit demi sedikit, mulai dari :
a. Pelaku membuka pakaiannya sendiri
b. Pelaku meraba-raba bagian tubuhnya sendiri
c. pelaku memperlihatkan alat kelaminnya
d. Pelaku mencium korban dengan pakaian lengkap
e. Pelaku meraba bagian-bagian tubuh korban : payudara, alat kelamin, dan
bagian lainnya.
F. Masturbasi, dilakukan oleh pelaku sendiri atau pelaku dan korban
salingmenstimulasi.
G. Oral sex, dengan menstimilasi alat kelamin korban
h. Sodomi
i. Petting
j. Penetrasi alat kelamin pelaku
4. Perawatan pada korban pelecehan dan perkosaan adalah memastikan
keamanannya, termasuk keamanan emosional. Dalam penanganan psikologis,
pada tahap awal akan dilakukan pemeriksaan psikologis untuk mengetahui
kondisi korban. Bisa juga menggunakan terapi

 Salah satu contoh adalah dengan terapi kognitif. Pada terapi ini, terapis akan
membantu mengubah kepercayaan yang tidak rasional yang mengganggu emosi
serta aktivitas korban.

 Terapi manajemen ansietas. Pada terapi ini, terapis akan membantu korban dalam
mengatasi PTSD dengan cara seperti:

 Korban akan belajar untuk mengontrol kekuatan dan kecemasan, serta


membantu merelaksasi otot-otot tubuh.

 Terapi mengatur pernapasan. Terapis akan membantu korban untuk


melatih pernapasan dengan perut secara perlahan.

 Belajar berpikir positif. Terapis membantu korban untuk belajar


menghilangkan pikiran negatif dan menggantinya dengan pikiran positif
ketika menghadapi hal-hal yang membuat korban stres.

 Terapis akan membantu korban belajar bagaimana mengalihkan pikiran


ketika korban sedang memikirkan hal-hal yang membuatnya stres.

 Korban akan diajari untuk mengekspresikan harapan, pendapat, dan emosi


tanpa menyalahkan atau menyakiti orang lain.
 Terapi exposure. Pada terapi ini, terapis akan membantu korban mengatasi situasi
yang mengingatkannya pada trauma yang dialami dan ketakutan yang tidak
realistis dalam kehidupannya.

5. Asuhan keperawatan kekerasan seksual

A. PENGKAJIAN
Menurut Doenges et.al (2007) pengkajian anak yang mengalami
penganiayaan seksual (sexual abus) antara lain :

1. Aktivitas atau istirahat : Masalah tidur (misalnya tidak padat tidur atau tidur
berlebihan, mimpi burukm, berjalan saat tidur, tidur di tempat yang asing,
keletihan.
2. Integritas ego

a. Pencapaian diri negatif, menyalahkan diri sendiri/meminta ampun karena


tindakannya terhadap orang tua.
b. Harga diri rendah (pelaku/korban penganiayaan seksual yang selamat.)

c. Perasaan bersalah, marah, takut dan malu, putus asa dan atau tidak berdaya

d. Minimisasi atau penyangkalan signifikasi perilaku (mekanisme pertahanan


yang paling dominan/menonjol)
e. Penghindaran atau takut pada orang, tempat, objek tertentu, sikap
menunduk, takut (terutama jika ada pelaku)
f. Melaporkan faktor stres (misalnya keluarga tidak bekerja, perubahan
finansial, pola hidup, perselisihan dalam pernikahan)
g. Permusuhan terhadap/objek/tidak percaya pada orang lain

3. Eliminasi

a. Enuresisi, enkopresis.

b. Infeksi saluran kemih yang berulang

c. Perubahan tonus sfingter.

4. Makan dan minum : Muntah sering, perubahan selera makan (anoreksia),


makan berlebihan, perubahan berat badan, kegagalan memperoleh berat
badan yang sesuai .
5. Higiene
a. Mengenakan pakaian yang tidak sesuai dengan kondisi cuaca
(penganiayaan seksual) atau tidak adekuat memberi perlindungan.

b. Mandi berlebihan/ansietas (penganiayaan seksual), penampilan kotor/tidak


terpelihara.
6. Neurosensori

a. Perilaku ekstrem (tingkah laku sangat agresif/menuntut), sangat amuk atau


pasivitas dan menarik diri, perilaku tidak sesuai dengan usia
b. Status mental : memori tidak sadar, periode amnesia, lap[oran adanya
pengingatan kembali. Pikiran tidak terorganisasi, kesulitan
konsentrasi/membuat keputusan. Afek tidak sesuai, mungkin sangat
waspada, cemas dan depresi.
c. Perubahan alam perasaan, kepribadian ganda, cinta, kebaikan dan
penyesalan yang dalam setelah penganiayaan seksual terjadi.
d. Kecemburuan patologis, pengendalian impuls yang buruk, ketrampilan
koping terbatas, kurang empati terhadap orang lain.
e. Membantung. Menghisap jempol atau perilaku kebiasaan lain : gelisah
(korban selamat).
f. Manifestasi psikiatrik (misal : fenomena disosiatif meliputi kepribadian
ganda (penganiayaan seksual), gangguan kepribadian ambang (koeban
inses dewasa)
g. Adanya defisit neurologis/kerusakaan SSP tanpa tanda-tanda cedera
eksternal
7. Nyeri atau ketidaknyamanan

a. Bergantung pada cedera/bentuk penganiayaan seksual

b. Berbagai keluhan somatik (misalnya nyeri perut, nyeri panggul kronis,


spastik kolon, sakit kepala)

8. Keamanan

a. Memar, tanda bekas gigitan, bilur pada kulit, terbakar (tersiran air panas,
rokok) ada bagian botak di kepala, laserasi, perdarahan yang tidak wajar,
ruam/gatal di area genital, fisura anal, goresan kulit, hemoroid, jaringan
parut, perubahan tonus sfingter.
b. Cedera berulang, riwayat bermacam kecelakaan, fraktur/ cedera internal.

c. Perilaku mencederai diri sendiri (bunuh diri), keterlibatan dalam aktivitas


dengan risiko tinggi
d. Kurangnya pengawasan sesuai usia, tidak ada perhatian yang dapat
menghindari bahaya di dalam rumah
9. Seksualitas

a. Perubahan kewaspadaan/aktivitas seksual, meliputi masturbasi kompulsif,


permainan seks dewasa sebelum waktunya, kecenderungan mengulang
atau melakukan kembali pengalaman inses. Kecurigaan yang berlebihan
tentang seks, secara seksual menganiaya anak lain.
b. Perdarahan vagina , laserasi himen linier, bagian mukosa berlendir.

c. Adanya PMS, vaginitis, kutil genital atau kehamilan (terutama pada anak).

10. Interaksi sosial

Merikan diri dari rumah, pola interaksi dalam keluarga secara verbal
kurang responsif, peningkatan penggunaan perintah langsung dan pernyataan
kritik, penurunan penghargaan atau pengakuan verbal, merasa rendah diri.
Pencapaian restasi dis ekolah rendah atau prestasi di sekolah menurun

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Townsend (1998), dan Doenges et.al (2007) diagnosa keperawatan
yang dapat dirumuskan pada anak yang mengalami sexual abuse antara lain :

1. Sindrom trauma perkosaan berhubungan dengan menjadi korban perkosaan


seksual yang dilakukan dengan menggunakan kekuatan dan berlawanan
dengan keinginan dan persetujuan pribadi seseorang
2. Ketidakberdayaan berhubungan dengan harga diri rendah

3. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan pengasuhan


yang tidak adekuat dan penderitaan oleh pengasuh dari nyeri fisik atau cidera
dengan tujuan untuk menyebabkan bahaya, biasanya terjadi dalam waktu
lama.
4. Ansietas (sedang sampai berat) berhubungan dengan ancaman konsep diri,
rasa takut terhadap kegagalan, disfungsi system keluarga dan hubungan
antara orang tua dan anak yang tidak memuaskan
5. Gangguan harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tidak
efektif
6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan a nsietas dan hiperaktif

7. Koping defensif berhubungan dengan harga diri rendah, kurang umpan balik
atau umpan balik negatif yang berulang yang mengakibatkan penurunan
makna diri
8. Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan perasaan bersalah yang
berlebihan, marah atau saling menyalahkan diantara anggota keluarga
mengenai perilaku anak, kepenatan orang tua karena menghadapi anak
dengan gangguan dalam jengka waktu lama
9. Defisit pengetahuan tentang kondisi, prognosis, perawatan diri dan kebutuhan
terapi berhubungan dengan kurang sumber informasi, interpretasi yang salah
tentang informasi.

C. INTERVENSI DAN RASIONAL

Menurut Videbeck (2008), Townsend (1998), dan Doenges et.al (2007)


intervensi keperawatan yang dapat dirumuskan untuk mengatasi diagnosa
keperawatan diatas antara lain :

1. Sindrom trauma perkosaan berhubungan dengan menjadi korban perkosaan


seksual yang dilakukan dengan menggunakan kekuatan dan berlawanan
dengan keinginan dan persetujuan pribadi seseorang.

Tujuan :

a. Tujuan jangka pendek : Luka fisik anak akan sembuh tanpa komplikasi

b. Tujuan jangka panjang : anak akan mengalami resolusi berduka yang


sehat, memulai proses penyembuhan psikologis.

Intervensi:
a. Smith (1987) menghubungkan pentingnya mengkomunikasikan empat
ucapan berikut ini pada korban perkosaan : saya prihatin hal ini terjadi
padamu, anda aman disini, saya senang anda hidup, anda tidak bersalah.
Anda adalah korban. Ini bukan kesalahan anda. Apapun keputusan yang
Anda buat pada saat pengorbanan adalah hak seseorang karena anda hidup.
Rasional : Wanita tau anak yang telah diperkosa secara seksual takut
terhadap kehidupannya dan harus diyakinkan kembali keamanannya. Ia
mungkin juga sangat ragu-ragu dengan dirinya dan menyalahkan diri
sendiri dan pernyataan-pernyataan ini membangkitkan rasa percaya secara
bertahap dan memvalidasi harga diri anak
b. Jelaskan setiap prosedur pengkajian yang akan dilakukan dan mengapa
dilakukan. Pastikan bahwa pengumpulan data dilakukan dalam perawatan,
cara tidak menghakimi
Rasional : Untuk menurunkan ketakutan atau ansietas dan untuk
meningkaytkan rasa percaya
c. Pastikan bahwa anak memiliki privasi yang adekuat untuk semua
intervensi-intervensi segera pasca krisis. Cobaan sedikit mungkin orang
yang memberikan perawatan segera atau mengumpulkan bukti segera.
Atau mengumpulkan bukti segera
Rasional : Anak pasca trauma sangat rentan. Penambahan orang dalam
lingkungannya meningkatkan perasaan rentan ini dan bertindak
meningkatkan ansietas
d. Dorong anak untuk menghitung jumlahs erangan kekerasan seksual.
Dengarkan, tetapi tidak menyelidiki
Rasional : Mendengarkan dengan tidak menghakimi memberikan
kesempatan untuk katarsis bahwa anak perlu memulai pemulihan. Jumlah
yang rinci mungkin dibutuhkan untuk tindak lanjut secara legal, dan
seorang perawat sebagai pembela anak dapat menolong untuk mengurangi
trauma dari pengumpulan bukti.

e. Diskusikan dengan anak siapa yang dapat dihubung untuk memberikan


dukungan atau bantuan. Berikan informasi tentang rujukan setelah
perawatan
Rasional : Karena ansietas berat dan rasa takut, anak mungkin
membutuhkan bantuan dari orang lain selama periode segera pasca-krisis.
Berikan informasi rujukan tertulis untuk referensi selanjutnya (misalnya
psikoterapi, klinik kesehatan jiwa, kelompok pembela masyarakat).

2. Ketidakberdayaan berhubungan dengan harga diri


rendah Tujuan :
a. Tujuan jangka pendek : Anak mengenali dan menyatakan secara verbal
pilihan-pilihan yang tersedia dengan demikian merasakan beberapa kontrol
terhadap situasi kehidupan (dimensi waktu ditentukan secara individu)
b. Tujuan jangka panjang : Anak memperlihatkan kontrol situasi kehidupan
dengan membuat keputusan tentang apa yang harus dilakukan berkenaan
dengan hidup bersama siklus penganiyaan seksual (dimensi waktu
ditentukan secara individual)

Intervensi :

a. Dalam berkolaburasi dengan tim medis, pastikan bahwa semua cedera


fisik, fraktur, luka bakar mendapatkan perhatian segera, mengambiul foto
jika anak mengijinkan merupakan ide yang baik
Rasional : Keamanan anak merupakan prioritas keperawatan. Foto dapat
digunakan sebagai bukti jika tuntutan dilakukan
b. Bawa anak wanita tersebut ke dalam area yang pribadi untuk melakukan
wawancara
Rasional : Jika anak disertai dengan pria yang melakukan pelecehan
seksual pada anak, kemungkinan besar ia tidak jujur sepenuhnya tentang
cederanya atau pengalaman seksualnya.

c. Jika seorang anak wantia datang sendiri atau berserta dengan orang tuanya,
pastikan tentang keselamatannya. Dorong untuk mendiskusikan peristiwa
pemerkosaan yang telah dilakukan. Tanyakan pertanyaan tentang apakah
hal ini telah terjadi sebelumnya. Jika pelaku kekerasan seksual minum obat
bius, jika anak tersebut memiliki tempat yang aman untuk pergi dan
apakah ia berminat dalam tuntutan yang mendesak
Rasional : Beberapa anak wanita berusaha untuk menyimpan rahasia
tentang bagimana cedera seksual yang dideritanya terjadi dalam usaha
untuk melindungi orang tuanya atau saudaranya atau karena mereka takut
bahwa orang tuanya atau saudaranya akan membunuh mereka jika
menceritakan hal tersebut
d. Pastikan bahwa usaha-usaha menyelamatkan tidak diusahakan oleh
perawat. Berikan dukungan, tetapi ingat bahwa keputusan akhir harus
dibuat oleh anak
Rasional : Membuat keputusan untuk dirinya sendiri memberikan rasa
kontrol situasi kehidupannya sendiri. Memberikan penilaian dan nasehat
adalah tidak terapeutik
e. Tekankan pentingnya keamanan, smith (1987) menyarankan suatu
pernyataan seperti, ya itu telah terjadi. Sekarang ke mana anda ingin pergi
dari sini ?. Burgess (1990) menyatakan "Korban perlu dibuat sadar tentang
berbagai sumber yang tersedia untuk dirinya. Hal ini dapat mencakup
hotline krisis, kelompok-kelompok masyarakat untuk wanita dan anak
yang pernah dianiaya secara seksual, tempat perlindungan, berbagai
tempat konseling.
Rasional : Pengetahuan tentang pilihan-pilihan yang tersedia dapat
membantu menurunkan rasa tidak berdaya dari korban, tetapi kewenangan
yang sesungguhnya datang hanya saat ia memilih untuk menggunakan
pengetahuan itu bagi keuntungannya sendiri.

3. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan pengasuhan


yang tidak adekuat dan penderitaan oleh pengasuh dari nyeri fisik atau cidera
dengan tujuan untuk menyebabkan bahaya, biasanya terjadi dalam waktu
lama.

Tujuan :

a. Tujuan jangka pendek : Anak akan mengembangkan hubungan saling


percaya dengan perawat dan melaporkan bagaimana tanda cedera terjadi
(dimensi waktu ditentukan secara individu)
b. Tujuan jangka panjang : Anak akan mendemonstrasikan perilaku yang
konsisten dengan usia tumbuh dan kembangnya.

Intervensi :

a. Lakukan pemeriksaan fisik secara menyeluruh pada anak. Buat catatab


yang teliti dari luka memarnya (dalam berbagai tahap penyembuhan),
laserasi, dan keluhan anak tentang area nyeri pada derah yang spesifik,
misalnya kemaluan. Jangan mengabaikan atau melalaikan kemungkinan
penganiayaan seksual. Kaji tanda nonverbal penganiayaan, perilaku
agresif, rasa takut yang berlebihan, hiperaktivitas hebat, apatis, menarik
diri, perilaku yang tidaks esuai dengan usianya
Rasional : Suatu pemeriksaan fisik yang akurat dan seksama dibutuhkan
agar perawatan yang tepat dapat diberikan untuk pasien
b. Adakan wawancara yang dalam dengan orang tua atau orang dekat yang
menyertai anak. Pertimbangkan jika cidera dilaporkan sebagai suatu
kecelakaan, apakah penjelasan ini berlasan? Apakah cedera tersebut
konsisten dengan penjelasan yang diberikan? Apakah cedera tersebut
konsisten dengan kemampuan perkembangan anak ?
Rasional : Ketakutan terhadap hukuman penjara atau kehilangan
kesempatan memelihara anak mungkin menempatkan orang tua penyiksa
pada sikap membela diri. Ketidaksesuaian dapat ditandai dalam deskripsi
kejadian, dan adanya usaha untuk menutupu keterlibatan merupakan suatu
pertahanan diri yang umum yang dapat dilepaskan dalam suatu wawancara
yang dalam.
c. Gunakan pertandingan atau terapi bermain untuk memperoleh rasa percaya
anak. Gunakan teknik-teknik ini untuk membantu dalam menjelaskan sisi
lain dari cerita anak tersebut
Rasional : Menetapkan hubungan saling percaya dengans eorang anak
yang teraniaya sangatlah sukar. Mereka mungkin tidak ingin untuk
disentuh. Jenis-jenis aktivitas bermain ini dapat memberikan suatu
lingkungan yang tidak mengancam yang dapat meningkatkan usaha anak
untuk mendiskusikan masalah-masalah yang menyakitkan ini
d. Tentukan apakah cedera yang dialami dibenarkan untuk dilaporkan kepada
yang berwenang. Undang-Undang negara yang spesifik harus masuk ke
dalam keputusan apakah ya atau tidak untuk melaporkan dugaan
penganiayaan seksual anak.
Rasional : Suatu laporan (umumhya dibuat) jika ada alasan untuk
mencurigai bahwa seseorang anak telah dicederai sebagai suatu akibat
penganiayaan seksual. Alasan untuk mencirugai ditetapkan saat ada tanda-
tanda ketidaksesuaian atau ketidakkonsistenan dalam menjelaskan cedera
pada anak. Kebanayakan negara membutuhkan individu-individu berikut
melaporkan kasus dari anak yang dicurigai dianiaya seksual : semua
pekerja kesehatan, semau terapis kesehatan jiwa, guru-guru, pengasuh-
pengasuh anak, pemadam kebakaran, anggota medis gawat darurat dan
anggota penyelenggara hukum. Laporan dibuat oleh Departemen
Pelayanan Sosial dan rehabiulitasi atau Badan penyelenggara Hukum.

4. Koping individu tidak efektif berhubungan dengankelainan fungsi dari system


keluarga dan perkembangan ego yang terlambat, serta penganiayaan dan
pengabaian anak

Tujuan :

a. Anak mengembangkan dan menggunakan keterampilan koping yang


sesuai dengan umur dan dapat diterima sosial dengan kriteria hasil :
b. Anak mampu menundakan pemuasan terhadap keinginannya, tanpa
terpaksa untuk menipulasi orang lain
c. Anak mampu mengekspresikan kemarahan dengan cara yang dapat
diterima secara sosial
d. Anak mampu mengungkapkan kemampuan-kemampuan koping alternatif
yang dapat diterima secara sosial sesuai dengan gaya hidup dari yang ia
rencanakan untuk menggunakannya sebagai respons terhadap rasa
frustasi

Intervensi:

a. Pastikan bahwa sasaran-sasarannya adalah realistis

Rasional : penting bagi anak untuk nmencapai sesuatu, maka rencana


untuk aktivitas-aktivitas di mana kemungkinan untuk sukses adalah
mungkin. Sukses meningkatkan harga diri
b. Sampaikan perhatian tanpa syarat pada anak

Rasional : Komunikasi dari pada penerimaan anda terhadapnya sebagai


makhluk hidup yang berguna dapat meningkatkan harga diri
c. Sediakan waktu bersama anak, keduanya pada saty ke satu basis dan pada
aktivitas-aktivitas kelompok
Rasional : Hal ini untuk menyampaikan pada anak bahwa anda merasa
bahwa dia berharga bagi waktu anda
d. Menemani anak dalam mengidentifikasi aspek-aspek positif dari dan
dalam mengembangkan rencana-rencana untuk merubah karakteristik yang
lihatnya sebagai negatif
Rasional : identifikasi aspek-aspek positif anak dapat membantu
mengembangkan aspek positif sehingga mempunyai koping individu yang
efektif
e. Bantu anak mengurangi penggunaan penyangkalan sebagai suatu
mekanisme sikap defensif. Memberikan bantuan yang positif bagi
identifikasi masalah dan pengembangan dari perilaku-perilaku koping
yang lebih adaptif
Rasional : Penguatan positif membantu meningkatkan harga diri dan
meningkatkan penggunaan perilaku-perilaku yang dapat diterima oleh
anak
f. Memberi dorongan dan dukungan kepada anak dalam menghadapi rasa
takut terhadap kegagalan dengan mengikuti aktivitas-aktivitas terapi dan
melaksanakan tugas-tugas baru. Beri pangakuan tentang kerja keras yang
berhasil dan penguatan positif bagi usaha-usaha yang dilakukan
Rasional : Pengakuan dan penguatan positif meningkatkan harga diri

5. Ansietas (sedang sampai berat) berhubungan dengan ancaman konsep diri,


rasa takut terhadap kegagalan, disfungsi system keluarga dan hubungan
antara orang tua dan anak yang tidak memuaskan

Tujuan :

Anak mampu mempertahankan ansietas di bawah tingkat sedang,


sebagaimana yang ditandai oleh tidak adanya perilaku-perilaku yang tidak
perilaku yang tidak mampu dalam memberi respons terhadap stres .

Intervensi :

a. Bentuk hubungan kepercayaan dengan anak. Bersikap jujur, konsisten di


dalam berespons dan bersedia. Tunjukkan rasa hormat yang positif dan
tulus
Rasional : Kejujuran, ketersediaan dan penerimaan meningkatkan
kepercayaan pada hubungan anak dengan staf atau perawat
b. Sediakan aktivitas-aktivitas yang diarahkan pada penurunan tegangan dan
pengurangan ansietas (misalnya berjalan atau joging, bola voli, latihan
dengan musik, pekerjaan rumah tangga, permainan-permainan kelompok
Rasional : tegangan dan ansietas dilepaskan dengan aman dan dengan
manfaat bagi anak melalui aktivitas-aktivitas fisik
c. Anjurkan anak untuk mengidentifikasi perasaan-perasaan yang sebenarnya
dan untuk mengenali sensiri perasaan-perasaan tersebut padanya
Rasional : Anak-anak vemas sering menolak hubungan antara masalah-
masalah emosi dengan ansietas mereka. Gunakan mekanisme-mekanisme
pertahanan projeksi dan pemibdahan yang dilebih-lebihkan
d. Perawat harus mempertahankan suasana tentang

Rasional : Ansietas dengan mudah dapat menular pada orang lain

e. Tawarkan bantuan pada wajtu-waktu terjadi peningkatan ansietas. Pastikan


kembali akan keselamatan fisik dan fisiologis
Rasional : Keamanan anak adalah prioritas keperawatan

f. Penggunaan sentuhan menyenangkan bagi beberaoa anak. Bagaimanapun


juga anak harus berhati-hati terhadap penggunaannya
Rasional : sebagaimana ansietas dapat membantu mengembangkan
kecurigaan pada beberapa individu yang dapat salah menafsirkan sentuhan
sebagai suatu agresi
g. Dengan berkurangnta ansietas, temani anak untuk mengetahui peristiwa-
peristiwa tertentu yang mendahului serangannya. Berhasil pada respons-
respons alternatif pada kejadian selanjutnyta
Rasional : Rencana tindakan memberikan anak perasaan aman untuk
penanganan yang lebih berhasil terhadap kondisi yang sulit jika terjadi lagi
h. Berikan obat-obatan dengan obat penenang sesuai dengan yang
diperintahkan. Kaji untuk keefektifitasannya, dan beri petunjukkepada
anak mengenai kemungkinan efek-efek samping yang memberi penharuh
berlawanan
Rasional : Obat-obatan terhadap ansietas (misalnya diazepam,
klordiasepoksida, alprazolam) memberikan perasaan lega terhadap efek-
efek yang tidak berjalan dari ansietas dan mempermudah kerjasama anak
dengan terapi.

6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ansietas dan hiperaktif


Tujuan :
a. Anak mampu untuk mencapai tidur tidak terganggu selama 6 sampai 7
jamn setiap malam dengan kriteria hasil:
b. Anak mengungkapkan tidak adanya gangguan-gangguan pada waktu tidur

c. Tidak ada gangguan-gangguan yang dialamti oleh perawat

d. Anak mampu untuk mulai tidur dalam 30 menit dan tidur selama 6 sampai
7 jam tanpa terbangun

Intervensi :
a. Amati pola tidur anak, catat keadaan-keadaan yang menganggu tidur
Rasional : Masalah harus diidentifikasi sebelum bantuan dapat diberikan
b. Kaji gangguan-gangguan pola tidur yang berlangsung berhubungan
dengan rasa takut dan ansietas-ansietas tertentu
Rasional : Ansietas yang dirasakan oleh anak dapat mengganggu pola tidur
anak sehingfga perlu diidentifikasi penyebabnya
c. Duduk dengan anak sampai dia tertidur

Rasional : kehadiran seseorang yang dipercaya memberikan rasa aman

d. Pastikan bahwa makanan dan minuman yang mengandung kafein


dihilangkan dari diet anak
Rasional : Kafein adalah stimulan SSP yang dapat mengganggu tidur

e. Berikan sarana perawatan yang membantu tidur (misalnya : gosok


punggung, latihan gerak relaksasi dengan musik lembut, susu hangat dan
mandi air hangat)
Rasional : Sarana-sarana ini meningkatkan relaksasi dan membuat bisa
tidur
f. Buat jam-jam tidur yang rutin, hindari terjadinya deviasi dari jadwal ini
Rasional : Tubuh memberikan reaksi menyesuaikan kepada suatu siklus
rutin dari istirahat dan aktivitas
g. Beri jaminan ketersediaan kepada anak jika dia terbangun pada malam hari
dan dalam keadaan ketakutan
Rasional : Kehadiran seseorang yang dipercaya memberikan rasa aman
7. Koping defensif berhubungan dengan harga diri rendah, kurang umpan balik
atau umpan balik negatif yang berulang yang mengakibatkan penurunan
makna diri

Tujuan :
a. Anak akan mendemonstrasikan kemampuan untuk berinteraksi dengan
orang lain tanpa menjadi defensif, perilaku merasionalisasi atau
mengekspresikan pikiran waham kebesaran dengan kriteria hasil :
b. Anak mengungkapkan dan menerima tanggung jawab terhadap
perilakunya sendiri
c. Anak mengungkapkan korelasi antara perasaan-perasaan
ketidakseimbangan dan keperluan untuk mempertahankan ego melalui
rasionalisasi dan kemuliaan
d. Anak tidak menertawakan atau mengkritik orang lain

e. Anak berinteraksi dengan orang lain dengan situasi-situasi kelompok tanpa


bersikap defensif

Intervensi :
a. Kenali dan dukung kekuatan-kekuatan ego dasar

Rasional : memfokuskan pada spek-aspek positif dari kepribadian dapat


membantu untuk memperbaiki konsep diri
b. Beri semangat kepada anak untuk menteahui dan mengungkapkan dan
bagaimana perasaan ini menimbulkan perilaku defensif, seperti
menyalahkan oprang lain karena prilakunya sendiri
Rasional : Pengenalan masalah adalah langkah pertama pada proses
perubahan ke arah resolusi
c. Berikan segera sebenarnya umpan balik yang tidaj mengancam untuk
perilaku-perilaku yang tidak dapat diterima
Rasional : Anak mungkin kurang pengetahuan tentang bagaiamna dia
diterima oleh orang lain. Berikan informasi ini dengan cara yang tidak
mengancam dapat membantu untuk mengeliminasi perilaku yang tidak
diinginkan
d. Bantu anak untuk mengidentifikasi situasi-situasi yang menimbulkan sifat
defensif dan praktik bermain peran dengan respons-respons yang lebih
sesuai
Rasional : Bermain peran memberikan percaya diri untuk menghadapi
situasi-situasi yang sulit jika hal-hal tersebut benar-benar terjadi
e. Berikan dengans egera umpan balik positif bagi perilaku-perilaku yang
dapat diterima
Rasional : Umpan balik positif meningkatkan harga diri dan memberi
semangat untuk mengulangi perilaku-perilaku yang diinginkan
f. Membantu anak untu menetapkan sasaran-sasaran yang realistis, konkret
dan memerlukan tindakan-tindakan yang cocok untuk mencapai sasaran-
sasaran ini
Rasional : Keberhasilan akan meningkatkan harga diri

g. Evaluasi dengan anak keefektifan perilaku-perilaku yang baru dan


diskusikan adanya perubahan untuk perbaikan
Rasional : Karena keterbatasan kemampuan untuk memecahkan masalah,
bantuan mungkin diperlukan untuk menetapkan kembali dan
mengembangkan strategi baru, pada keadaan di mana metode-metode
koping baru tertentu terbukti tidak efektif

8. Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan perasaan bersalah yang


berlebihan, marah atau saling menyalahkan diantara anggota keluarga
mengenai perilaku anak, kepenatan orang tua karena menghadapi anak
dengan gangguan dalam jangka waktu lama

Tujuan :
a. Orang tua mendemonstrasikan metode intervensi yang lebih konsisten dan
efektif dalam berespons perilaku anak dengan kriteria hasil :
b. Mengungkatkan dan mengatasi perilaku negatif pada anak
c. Mengidentifikasi dan menggunakan sistem pendukung yang diperlukan
Intervensi :
a. Berikan informasi dan material yang berhubungan dengan gangguan anak
dan teknik menjadi orang tua yang efektif
Rasional : Pengetahuan dan ketrampilan yang tepat dapat meningkatkan
keefektifan peran orang tua
b. Dorong individu untuk mengungkapkan perasaan secara verbal dan
menggali alternatif cara berhubungan dengan anak
Rasional : Konseling suportif dapat membantu keluarga dalam
mengembangkan strategi koping
c. Beri umpan balik positif dan dorong metode menjadi orang tua yang
efektif
Rasional : Penguatan positif dapat meningkatkan harga diri dan
mendorong kontinuitas upaya
d. Libatkan saudara kandung dalam diskusi keluarga dan perencanaan
interaksi keluarga yang lebih efektif
Rasional : Masalah keluarga mempengaruhi semua anggota keluarga dan
tindakan lebih efektif bila setiap orang terlibat dalam terapi tersebut
e. Libatkan dalam konseling keluarga

Rasional : terapi keluarga dapat membantu mengatasi masalah global yang


mempengaruhi seluruh struktur keluarga. Gangguan pada salah satu
anggota keluarga akan mempengaruhi seluruh anggota keluarga
f. Rujuk pada sumber komunitas esuai indikasi, termasuk kelompok
pendukung orang tua, kelas menjadi orang tua
Rasional : mengembangkan sistem pendukung dapat meningkatkan
kepercayaan diri dan keefektifan orang tua. Pemberian model peran atau
harapan untuk masa depan
9. Defisit pengetahuan tentang kondisi, prognosis, perawatan diri dan kebutuhan
terapi berhubungan dengan kurang sumber informasi, interpretasi yang salah
tentang informasi

Tujuan :

a. Mengungkapkan secara verbal pemahaman tentang penyebab masalah


perilaku, perlunya terapi dalam kemampuan perkembangan dengan kriteria
hasil :
b. Berpartisipasi dalam pembelajaran dan m,ulai bertanya dan mencari
informasi secara mandiri
c. Mencapai tujuan kognitive yang konsisten sesuai tingkat
temperamen Intervensi :
a. Berikan lingkungan yang tenang, ruang kelas berisi dirinya sendiri,
aktivitas kelompok kecil. Hindari tempat yang terlalu banyak stimulasi,
seperti bus sekolah, kafetaria yang ramai, aula yang ramai
Rasional : Peredaan dalam stimulasi lingkungan dapat menurunkan
distraktibilitas. Kelompok kecil dapat meningkatkan kemampuan untuk
tepat pada tugas dan membantu klien mempelajari interaksi yang tepat
dengan orang lain, menghindari rasa terisolasi
b. Beri materi petunjuk format tertulis dan lisan dengan penjelasan langkah
demi langkah
Rasional : Keterampilan belajar yang terurut akan meningkat.
Mengajarkan anak keterampilan pemecahan masalah, mempraktikkan
contoh situasional. Keterampilan efektif dapat meningkatkan tingkat
prestasi
c. Ajarkan anak dan keluarga tentang penggunaan psikostimulan dan
antisipasi respons perilaku
Rasional : penggunaan psikostimulan mungkin tidak mengakibatkan
perbaikan kenaikan kelas tanpa perubahan pada ketrampilan studi anak
d. Koordinasi seluruh rencana terapi dengan sekolah personel sederajat, anak,
dan keluarga
Rasional : keefektifan kognitif paling mungkin meningkat ketika terapi
tidak terfragmentasi, juga tidak terlewatkannya intervensi signifikan
karena kurangnya komunikasi interdisiplin.

D. DISCHARGE PLANNING

Hasil yang diharapkan dari pemberian asuhan keperawatan pada anak dengan
penganiayaan seksual (sexual abuse) antara lain :

1. Anak tidak mengalami ansietas panik lagi

2. Anak mendemonstrasikan derajat percaya kepada perawat primer

3. Anak menerima perhatian dengan segera terhadap cedera fisiknya

4. Anak memulai perilaku yang konsisten terhadap respons berduka

5. Anak mendapatkan perhatian segera untuk cedera fisiknya jika ada

6. Anak menyatakan secara verbal jaminan keamanannya dengan segera

7. Anak mendiskusikan situasi kehidupannya dengan perawat primer

8. Anak mampu menyatakan secara verbal pilihan –pilihan yang tersedia untuk
dirinya yang dari hal ini ia menerima bantuan
9. Anak mendemosntrasikan rasa percaya kepada perawat utama melalui
mendiskusikan perlakuan penganiayaan melalui penggunaan terapi bermain
10. Anak mendemonstrasikan suatu penurunan dalam perilaku agresif

6. - Harga Diri Rendah


- Isolasi sosial
A. Pengertian Perkosaan

Perkosaan (rape) berasal dari bahasa latin rapere yang berarti mencuri,
memaksa, merampas, atau membawa pergi (Haryanto, 1997). Pada jaman dahulu
perkosaan sering dilakukan untuk memperoleh seorang istri.

Perkosaan adalah suatu usaha untuk melampiaskan nafsu seksual yang


dilakukan oleh seorang laki-laki terhadap perempuan dengan cara yang dinilai
melanggar menurut moral dan hukum (Wignjosoebroto dalam Prasetyo, 1997).

Pendapat ini senada dengan definisi perkosaan menurut Rifka Annisa


Women’s Crisis Center, bahwa yang disebut dengan perkosaan adalah segala
bentuk pemaksaan hubungan seksual. Bentuk perkosaan tidak selalu
persetubuhan, akan tetapi segala bentuk serangan atau pemaksaan yang
melibatkan alat kelamin.

Oral seks, anal seks (sodomi), perusakan alat kelamin perempuan dengan
benda adalah juga perkosaan. Perkosaan juga dapat terjadi dalam sebuah
pernikahan (Idrus, 1999).

Menurut Warshaw (1994) definisi perkosaan pada sebagian besar negara


memiliki pengertian adanya serangan seksual dari pihak laki-laki dengan
menggunakan penisnya untuk melakukan penetrasi vagina terhadap korban.
Penetrasi oleh pelaku tersebut dilakukan dengan melawan keinginan korban.
Tindakan tersebut dilakukan dengan adanya pemaksaan ataupun menunjukkan
kekuasaan pada saat korban tidak dapat memberikan persetujuan baik secara fisik
maupun secara mental. Beberapa negara menambahkan adanya pemaksaan
hubungan seksual secara anal dan oral ke dalam definisi perkosaan, bahkan
beberapa negara telah menggunakan bahasa yang sensitif gender guna
memperluas penerapan hukum perkosaan.

Di dalam Pasal 285 KUHP disebutkan bahwa: “barangsiapa dengan


kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan
dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana
penjara paling lama dua belas tahun”.
Berdasarkan unsur-unsur yang terkandung dalam definisi perkosaan Black’s Law
Dictionary (dalam Ekotama, Pudjiarto, dan Widiartana 2001), makna perkosaan
dapat diartikan ke dalam tiga bentuk:

1. Perkosaan adalah suatu hubungan yang dilarang dengan seorang wanita tanpa
persetujuannya. Berdasarkan kalimat ini ada unsur yang dominan, yaitu:
hubungan kelamin yang dilarang dengan seorang wanita dan tanpa persetujuan
wanita tersebut.
2. Perkosaan adalah persetubuhan yang tidak sah oleh seorang pria terhadap
seorang wanita yang dilakukan dengan paksaan dan bertentangan dengan
kehendak wanita yang bersangkutan. Pada kalimat ini terdapat unsur- unsur yang
lebih lengkap, yaitu meliputi persetubuhan yang tidak sah, seorang pria, terhadap
seorang wanita, dilakukan dengan paksaan dan bertentangan dengan kehendak
wanita tersebut.
3. Perkosaan adalah perbuatan hubungan kelamin yang dilakukan oleh seorang pria
terhadap seorang wanita bukan istrinya dan tanpa persetujuannya, dilakukan
ketika wanita tersebut ketakutan atau di bawah kondisi ancaman lainnya.
Definisi hampir sama dengan yang tertera pada KUHP pasal 285.
Pada kasus perkosaan seringkali disebutkan bahwa korban perkosaan adalah
perempuan. Secara umum memang perempuan yang banyak menjadi korban
perkosaan. Mereka dapat dipaksa untuk melakukan hubungan seksual meskipun
tidak menghendaki hal tersebut. Apabila mengacu pada KUHP, maka laki- laki
tidak dapat menjadi korban perkosaan karena pada saat laki-laki dapat
melakukan hubungan seksual berarti ia dapat merasakan rangsangan yang
diterima oleh tub uhnya dan direspon oleh alat kelaminnya (Koesnadi, 1992).
Akan tetapi pada kenyataannya ada pula laki- laki yang menjadi korban
perkosaan baik secara oral maupun anak.

A. Macam-macam pemerkosaan
1) Pemerkosaan saat berkencan
Pemerkosaan saat berkencan adalah hubungan seksual secara paksa tanpa
persetujuan antara orang-orang yang sudah kenal satu sama lain, misalnya teman,
anggota keluarga, atau pacar. Kebanyakan pemerkosaan dilakukan oleh orang
yang mengenal korban.
2) Pemerkosaan dengan obat
Banyak obat-obatan digunakan oleh pemerkosa untuk membuat korbannya
tidak sadar atau kehilangan ingatan.
3) Pemerkosaan wanita
Walaupun jumlah tepat korban pemerkosaan wanita tidak diketahui,
diperkirakan 1 dari 6 wanita di AS adalah korban serangan seksual. Banyak
wanita yang takut dipermalukan atau disalahkan, sehingga tidak melaporkan
pemerkosaan. Pemerkosaan terjadi karena si pelaku tidak bisa menahan hasrat
seksualnya melihat tubuh wanita.
4) Pemerkosaan massal
Pemerkosaan massal terjadi bila sekelompok orang menyerang satu
korban. Antara 10% sampai 20% pemerkosaan melibatkan lebih dari 1 penyerang.
Di beberapa negara, pemerkosaan massal diganjar lebih berat daripada
pemerkosaan oleh satu orang.
5) Pemerkosaan terhadap laki-laki
Diperkirakan 1 dari 33 laki-laki adalah korban pelecehan seksual. Di
banyak negara, hal ini tidak diakui sebagai suatu kemungkinan. Misalnya, di
Thailand hanya laki-laki yang dapat dituduh memperkosa.
6) Pemerkosaan anak-anak
Jenis pemerkosaan ini adalah dianggap hubungan sumbang bila dilakukan
oleh kerabat dekat, misalnya orangtua, paman, bibi, kakek, atau nenek.
Diperkirakan 40 juta orang dewasa di AS, di antaranya 15 juta laki-laki, adalah
korban pelecehan seksual saat masih anak-anak.
7) Pemerkosaan dalam perang
Dalam perang, pemerkosaan sering digunakan untuk mempermalukan
musuh dan menurunkan semangat juang mereka. Pemerkosaan dalam perang
biasanya dilakukan secara sistematis, dan pemimpin militer biasanya menyuruh
tentaranya untuk memperkosa orang sipil.
8)  Pemerkosaan oleh suami/istri
Pemerkosaan ini dilakukan dalam pasangan yang menikah. Di banyak
negara hal ini dianggap tidak mungkin terjadi karena dua orang yang menikah
dapat berhubungan seks kapan saja. Dalam kenyataannya banyak suami yang
memaksa istrinya untuk berhubungan seks. Dalam hukum islam, seorang istri
dilarang menolak ajakan suami untuk berhubungan seksual, karena hal ini telah
diterangkan di hadits nabi shalallahu ‘alaihi wasallam. Akan tetapi suami dilarang
berhubungan seksual dengan istri lewat dubur dan ketika istri sedang haids.
B. Faktor-faktor terjadinya pemerkosaan
Berikut faktor-faktor terjadinya permasalahan pemerkosaan  adalah
sebagai berikut :
1. Faktor intern yaitu:Keluarga, Ekonomi keluarga, Tingkat pendidikan,
Agama/moral.
2. Faktor ekstern,meliputi : lingkungan sosial, perkembangan, ipteks,
kesempatan.
C. Dampak Sosial
Korban perkosaan dapat mengalami akibat yang sangat serius baik secara
fisik maupun secara kejiwaan (psikologis). Akibat fisik yang dapat dialami oleh
korban antara lain:
1. kerusakan organ tubuh seperti robeknya selaput dara, pingsan, meninggal
2. korban sangat mungkin terkena penyakit menular seksual (PMS)
3. kehamilan tidak dikehendaki.

Perkosaan sebagai salah satu bentuk kekerasan jelas dilakukan dengan


adanya paksaan baik secara halus maupun kasar. Hal ini akan menimbulkan
dampak sosial bagi perempuan yang menjadi korban perkosaan tersebut.
Hubungan seksual seharusnya dilakukan dengan adanya berbagai persiapan baik
fisik maupun psikis dari pasangan yang akan melakukannya. Hubungan yang
dilakukan dengan cara tidak wajar, apalagi dengan cara paksaan akan
menyebabkan gangguan pada perilaku seksual (Koesnadi, 1992). Sementara itu,
korban perkosaan berpotensi untuk mengalami trauma yang cukup parah karena
peristiwa perkosaan tersebut merupakan suatu hal yang membuat shock bagi
korban. Goncangan kejiwaan dapat dialami pada saat perkosaan maupun
sesudahnya.Goncangan kejiwaan dapat disertai dengan reaksi-reaksi fisik (Taslim,
1995). Secara umum peristiwa tersebut dapat menimbulkan dampak jangka
pendek maupun jangka panjang. Keduanya merupakan suatu proses adaptasi
setelah seseorang mengalami peristiwa traumatis (Hayati, 2000). Korban
perkosaan dapat menjadi murung, menangis, mengucilkan diri, menyesali diri,
merasa takut, dan sebagainya.

D. Dampak Psikologis

Upaya korban untuk menghilangkan pengalaman buruk dari alam bawah


sadar mereka sering tidak berhasil. Selain kemungkinan untuk terserang depresi,
fobia, dan mimpi buruk, korban juga dapat menaruh kecurigaan terhadap orang
lain dalam waktu yang cukup lama. Ada pula yang merasa terbatasi di dalam
berhubungan dengan orang lain, berhubungan seksual dan disertai dengan
ketakutan akan munculnya kehamilan akibat dari perkosaan. Bagi korban
perkosaan yang mengalami trauma psikologis yang sangat hebat, ada
kemungkinan akan merasakan dorongan yang kuat untuk bunuh diri.
Korban perkosaan memiliki kemungkinan mengalami stres paska perkosaan yang
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu stres yang langsung terjadi dan stres jangka
panjang. Stres yang langsung terjadi merupakan reaksi paska perkosaan seperti
kesakitan secara fisik, rasa bersalah, takut, cemas, malu, marah, dan tidak
berdaya.

Stres jangka panjang merupakan gejala psikologis tertentu yang dirasakan


korban sebagai suatu trauma yang menyebabkan korban memiliki rasa percaya
diri, konsep diri yang negatif, menutup diri dari pergaulan, dan juga reaksi
somatik seperti jantung berdebar dan keringat berlebihan. Stres jangka panjang
yang berlangsung lebih dari 30 hari juga dikenal dengan istilah PTSD atau Post
Traumatic Stress Disorder (Rifka Annisa dalam Prasetyo, 1997).

Menurut Salev (dalam Nutt, 2001) tingkat simptom PTSD pada masing-
masing individu terkadang naik turun atau labil. Hal ini disebabkan karena adanya
tekanan kehidupan yang terus menerus dan adanya hal-hal yang mengingatkan
korban kepada peristiwa traumatis yang dialaminya.

Menurut Shalev (dalam Nutt, 2000) PTSD merupakan suatu gangguan


kecemasan yang didefinisikan berdasarkan tiga kelompok simptom, yaitu
experiencing, avoidance, dan hyperarousal, yang terjadi minimal selama satu
bulan pada korban yang mengalami kejadian traumatik. Diagnosis bagi PTSD
merupakan faktor yang khusus yaitu melibatkan peristiwa traumatis. Diagnosis
PTSD melibatkan observasi tentang simptom yang sedang terjadi dan atribut dari
simptom yang merupakan peristiwa khusus ataupun rangkaian peristiwa.
Selanjutnya definisi PTSD ini berkembang lebih dari hanya sekedar teringat
kepada peristiwa traumatis yang dialami dalam kehidupan sehari-hari, akan tetapi
juga disertai dengan ketegangan secara terus-menerus, tidak dapat tidur atau
istirahat, dan mudah marah. PTSD yang dialami oleh tiap individu terkadang tidak
stabil. Hal ini disebabkan karena adanya tekanan kehidupan yang terus menerus
dan adanya hal-hal yang mengingatkan korban kepada peristiwa traumatis yang
dialaminya. Para korban perkosaan ini mungkin akan mengalami trauma yang
parah karena peristiwa perkosaan tersebut merupakan suatu hal yang mengejutkan
bagi korban. Secara umum peristiwa tersebut bisa menimbulkan dampak jangka
pendek maupun jangka panjang. Keduanya merupakan suatu proses adaptasi
setelah seseorang mengalami peristiwa traumatis (Hayati, 2000). Berdasarkan
definisi tersebut maka dapat diambil kesilmpulan bahwa PTSD adalah gangguan
kecemasan yang dialami oleh korban selama lebih dari 30 hari akibat peristiwa
traumatis yang dialaminya.

Dampak jangka pendek biasanya dialami sesaat hingga beberapa hari


setelahkejadian. Dampak jangka pendek ini termasuk segi fisik si korban, seperti
misalnya ada gangguan pada organ reproduksi (infeksi, kerusakan selaput dara,
dan pendarahan akibat robeknya dinding vagina) dan luka-luka pada bagian tubuh
akibat perlawanan atau penganiayaan fisik. Dari segi psikologis biasanya korban
merasa sangat marah, jengkel, merasa bersalah, malu, dan terhina. Gangguan
emosi ini biasanya menyebabkan terjadinya kesulitan tidur (insomnia), kehilangan
nafsu makan, depresi, stres, dan ketakutan. Bila dampak ini berkepanjangan
hingga lebih dari 30 hari dan diikuti dengan berbagai gejala yang akut seperti
mengalami mimpi buruk, ingatan-ingatan terhadap peristiwa tiba-tiba muncul,
berarti korban mengalami Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) atau dalam
bahasa Indonesianya dikenal sebagai stres paska trauma (Hayati, 2000). Bukan
tidak mungkin korban merasa ingin bunuh diri sebagai pelarian dari masalah yang
dihadapinya. Menurut Freud (dalam Suryabrata, 1995), hal ini terjadi karena
manusia memiliki insting insting mati. Selain itu kecemasan yang dirasakan oleh
korban merupakan kecemasan yang neurotis sebagai akibat dari rasa bersalah
karena melakukan perbuatan seksual yang tidak sesuai dengan norma masyarakat.

Terkadang korban merasa bahwa hidup mereka sudah berakhir dengan


adanya peristiwa perkosaan yang dialami tersebut. Dalam kondisi seperti ini
perasaan korban sangat labil dan merasakan kesedihan yang berlarut-larut.
Mereka akan merasa bahwa nasib yang mereka alami sangat buruk. Selain itu ada
kemungkinan bahwa mereka menyalahkan diri mereka sendiri atas terjadinya
perkosaan yang mereka alami. Pada kasus-kasus seperti ini maka gangguan yang
mungkin terjadi atau dialami oleh korban akan semakin kompleks.

Tanda-tanda PTSD tersebut hampir sama dengan tanda dan simptom yang
ada pada depresi menurut kriteria dari American Psychiatric Association (dalam
Davison dan Neala, 1990). Tanda-tanda tersebut adalah:

a) sedih, suasana hati depres;


b) kurangnya nafsu makan dan berat badan berkurang, atau meningkatnya nafsu
makan dan bertambahnya berat badan;
c) kesukaran tidur (insomnia): tidak dapat segera tidur, tidak dapat kembali tidur
sesudah terbangun pada tengah malam, dan pagi-pagi sesudah terbangun; atau
adanya keinginan untuk tidur terus-menerus;
d) perubahan tingkat aktivitas;
e) hilangnya minat dan kesenanga n dalam aktivtas yang biasa dilakukan;
f) kehilangan energi dan merasa sangat lelah;
g) konsep diri negatif; menyalahkan diri sendiri, merasa tidak berguna dan bersalah;
sukar berkonsentrasi, seperti lamban dalam berpikir dan tidak mampu
memutuskan sesuatu.
h) sering berpikir tentang bunuh diri atau mati.

Hal tersebut akan termanifestasikan ke dalam rentang emosi dan perilaku


yang luas. Korban dapat menunjukkan reaksi yang terbuka terhadap
pengalamannya atau dapat juga mengontrol responnya, bertindak secara kalem
dan tenang. Bagaimanapun juga korban akan mengalami perasaan takut secara
umum ataupun perasaan takut yang khusus seperti perasaan takut akan kematian,
marah, perasaan bersalah, depresi, takut pada laki- laki, cemas, merasa terhina,
merasa malu, ataupun menyalahkan diri sendiri. Korban dapat merasakan hal
tersebut secara bersama-sama dalam waktu dan intensitas yang berbeda beda.
Korban dapat juga memiliki keinginan untuk bunuh diri. Sesaat setelah korban
terlepas dari perkosaan mungkin ia akan merasakan suatu kelegaan untuk sesaat
karena sudah terlepas dari suatu peristiwa yang sangat mengancam. Akan tetapi
setelah peristiwa tersebut maka korban akan mengalami kesulitan untuk
berkonsentrasi ataupun memfokuskan pemikirannya untuk menampilkan tugas
yang sederhana. Korban akan merasa gugup, gelisah, mudah terganggu,
mengalami goncangan, menggigil, nadi berdebar secara kencang, dan badan
terasa panas dingin. Korban juga dapat mengalami kesulitan tidur, kehilangan
nafsu makan, mengalami gangguan secara medis, diantaranya mungkin
berhubungan langsung dengan penyerangan yang dialaminya.

E. Alternatif Penyembuhan

Proses penyembuhan korban dari trauma perkosaan ini membutuhkan


dukungan dari berbagai pihak. Dukungan ini diperlukan untuk membangkitkan
semangat korban dan membuat korban mampu menerima kejadian yang telah
menimpanya sebagai bagian dari pengalaman hidup yang harus ia jalani (Hayati,
2000). Korban perkosaan memerlukan kawan bicara, baik teman, orang tua,
saudara, pekerja sosial, atau siapa saja yang dapat mendengarkan keluhan mereka.

F.  Upaya Penanggulangan Pemerkosaan

Upaya-upaya yang harus dilakukan untuk menanggulangi masalah


pemerkosaan  adalah sebagai berikut :

 Melakukan razia dan memberikan penyuluhan kepada masyarakat serta


membrantas peredaran VCD ,majalah, poster, internet yang mengandung
pornografi dan pornoaksi.
 Melakukan pembinaan mental spritual yang mengarah pada pembentukan moral
baik bagi pelaku, korban maupun masyarakat, secara langsung dan melalui mass
media
 Pemerintah , LSM, masyarakat pers, memberikan pelayanan terpadu khususnya
bagi korban, pelaku maupun saksi serta mengoptimalkan rumah aman.
 Menanamkan sikap dan perilaku kehidupan keluarga dan lingkungan masyarakat
yang sesuai dengan nilai-nilai moral, budaya, adat istiadat dan ajaran agama
masing-masing.
 Memberikan perhatian khusus bagi peningkatan sumber daya manusia (SDM)
perempuan melalui sektor penididikan, sehingga mereka memiliki ketahanan diri,
mandiri dan mampu mengatasi setiap persoalan kehidupan.
 Masyarakat bersama pihak terkait lainnya harus pula melakukan kontrol dan
membendung maraknya pornografi dan pornoaksi melalui media massa
 Pemerintah, Organisasi Kewanitaan, Organisasi Kepemudaan, LSM, Penegak
Hukum, Legislatif dan lainnya, memberikan pemahaman dan sadar hukum,
khususnya yang berhubungan dengan tindak asusila kepada semua lapisan
masyarakat yang ditindaklanjuti dengan penegakan hukum sesuai ketentuan
peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
A. Pengertian Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual adalah setiap tindakan baik berupa ucapan ataupun
perbuatan yang dilakukan seseorang untuk menguasai atau memanipulasi orang
lain serta membuatnya terlibat dalam aktifitas seksual yang tidak dikehendaki.

Menurut Komnas Perempuan, setidaknya ada 15 perilaku yang bisa


dikelompokkan sebagai bentuk kekerasan seksual, yaitu:
 Perkosaan
 Intimidasi seksual termasuk ancaman atau percobaan perkosaan
 Pelecehan seksual
 Eksploitasi seksual
 Perdagangan perempuan untuk tujuan seksual
 Prostitusi paksa
 Perbudakan seksual
 Pemaksaan perkawinan, termasuk cerai gantung
 Pemaksaan kehamilan
 Pemaksaan aborsi
 Pemaksaan kontrasepsi seperti memaksa tidak mau menggunakan kondom saat
berhubungan dan sterilisasi
 Penyiksaan seksual
 Penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual
 Praktik tradisi bernuansa seksual yang membahayakan atau mendiskriminasi
perempuan (misalnya sunat perempuan)
 Kontrol seksual, termasuk lewat aturan diskriminatif beralasan moralitas dan
agama.
Belasan contoh di atas bukanlah rumusan baku mengenai perilaku
kekerasan seksual. Masih ada beberapa contoh lain yang juga bisa masuk sebagai
kekerasan seksual dan bisa dialami tidak hanya oleh perempuan, tapi juga anak
dan laki-laki, seperti:

 Kekerasan seksual terhadap anak dan inses


 Pemaksaan hubungan seksual terhadap pasangan, termasuk istri atau suami dan
pacar
 Menyentuh atau melakukan kontak seksual tanpa persetujuan
 Menyebarkan foto, video, atau gambar organ seksual atau tubuh telanjang
seseorang kepada orang lain tanpa persetujuan yang bersangkutan
 Melakukan masturbasi di depan publik
 Mengintip atau menyaksikan seseorang atau pasangan yang sedang melakukan
aktivitas seksual tanpa sepengetahuan yang bersangkutan

B. Dampak kekerasan seksual bagi para penyintas


Mengalami kekerasan seksual bisa mengubah banyak hal dalam kehidupan
para penyintas, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Berikut ini
dampak negatif yang bisa dirasakan oleh mereka yang pernah menjadi korban
kekerasan seksual.
 Kehamilan tak terencana
Pada korban pemerkosaan, kehamilan tak terencana merupakan salah satu
akibat yang harus ditanggung. Di banyak negara termasuk Indonesia, korban
pemerkosaan yang hamil seringkali dipaksa untuk mempertahankan kehamilannya
atau menjalani aborsi ilegal yang bisa membahayakan nyawa.
 Munculnya gangguan di alat vital
Hubungan seksual yang dipaksakan juga terbukti bisa meningkatkan risiko
terjadinya komplikasi seperti:
 Perdarahan vagina
 Infeksi vagina
 Iritasi genital
 Fibroid
 Nyeri saat berhubungan seksual
 Nyeri panggul kronis
 Infeksi saluran kemih

 Infeksi menular seksual


Salah satu infeksi menular seksual berbahaya yang bisa ditularkan akibat
kekerasan seksual adalah HIV/AIDS. Penelitian menyebutkan bahwa perempuan
yang pernah mengalami kekerasan secara fisik maupun seksual, berisiko lebih
tinggi mengalai infeksi menular seksual.
 Gangguan kesehatan mental
Setelah mengalami kekerasan seksual, para penyintas bisa merasa bahwa
tubuh mereka bukanlah miliknya sendiri. Seringkali, mereka merasa bersalah atas
hal yang terjadi, merasa malu, dan terus terngiang-ngiang akan kejadian
tersebut.Karena trauma dan emosi negatif yang dialami para penyintas, berbagai
gangguan mental di bawah ini bisa terjadi:
 Depresi
 Gangguan kecemasan
 Post traumatic stress disorder (PTSD)
 Gangguan kepribadian
 Punya masalah untuk membentuk kedekatan yang baik dengan orang lain
 Kecanduan alkohol dan obat-obatan terlarang

 Muncul keinginan untuk bunuh diri


Perempuan yang pernah mengalami kekerasan seksual bisa punya
kecenderungan memiliki suicidal thoughts atau keinginan untuk bunuh diri. Pada
beberapa kasus, keinginan tersebut juga berlanjut menjadi percobaan bunuh
diri. Kecenderungan ini pun tak hanya terjadi pada orang dewasa, tapi juga pada
remaja.
 Dikucilkan dari lingkungan sosial
Masih banyak budaya di negara-negara di dunia yang menganggap bahwa
laki-laki tidak bisa mengontrol keinginan seksual mereka dan perempuan lah yang
bertanggung jawab apabila laki-laki sampai tidak bisa mengendalikan nafsunya.
Mental “kucing tidak mungkin menolak jika diberi ikan asin” ini salah dan sangat
berbahaya.Budaya ini membuat para korban kekerasan seksual justru seolah
disalahkan atas yang terjadi pada dirinya. “Salah sendiri pakai baju terbuka,” atau
“Siapa suruh pacaran?” dan kalimat-kalimat menyalahkan korban ini membuat
para korban kekerasan seksual merasa malu dan dikucilkan dari
lingkungannya.Selain itu, hal yang disebut sebagai solusi seperti perempuan yang
sudah diperkosa harus mau menikahi pemerkosanya, juga membuat perasaan para
korban hancur dan sangat terluka. Tekanan untuk tidak melaporkan tindakan
kekerasan seksual agar keluarga tidak malu juga merupakan pola pikir yang harus
diubah, demi masa depan penyintas.
 Gangguan kognitif
Kekerasan seksual yang terjadi akan sangat sulit dilupakan oleh para
penyintas. Mereka bisa saja terus memikirkan berbagai skenario yang seharusnya
bisa ia lakukan untuk menghindari kekerasan tersebut. Para penyintas seringkali
bermimpi buruk dan memikirkan berbagai fantasi di kepalanya. Hal ini bisa
berujung pada gangguan makan, perubahan fisik, hingga penggunaan obat-obatan
terlarang.

C. Cara menghindari dan menghadapi kekerasan seksual di lingkungan sekitar


Untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual, ada beberapa hal yang bisa
dilakukan, seperti:
Selalu waspada, terutama saat sedang berada di tempat publik, termasuk di
kendaraan umum.
Bekali diri dengan semprotan merica atau alat pembela diri lainnya.
Lakukan perlawanan, salah satunya dengan memukul kelamin pelaku
Waspadai orang yang tidak dikenal.
Bekali diri dengan pengetahuan seputar kekerasan seksual.
Sedangkan jika Anda merasa telah mengalami kekerasan seksual,
beberapa hal di bawah ini sebaiknya dilakukan.
Jangan menyalahkan diri sendiri
Jangan langsung membersihkan anggota tubuh setelah kejadian
Kumpulkan barang-barang yang bisa menjadi alat bukti
Segera laporkan ke pihak berwajib
Datang ke layanan kesehatan dan layanan kekerasan seksual
Cari dukungan orang-orang terdekat
Apabila ada kerabat, teman atau saudara yang bercerita kepada Anda
bahwa dirinya sudah menjadi korban kekerasan seksual, lakukanlah langkah-
langkah di bawah ini.
Dengarkan cerita korban
Jangan menstigma korban
Beri informasi mengenai hak-hak korban
Jangan tinggal diam
Ikut kegiatan advokasi
Dukung lembaga layanan korban kekerasan seksual

Anda mungkin juga menyukai