Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

SEJARAH PERADABAN ISLAM DI JAWA

DOSEN PENGAMPU

Dr. Patmawati, S.Ag., M.Pd

DISUSUN OLEH

Nama :
Shafiah
NIM:
12014008

PSIKOLOGI ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB, DAN DAKWAH


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONTIANAK
2020/2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Subhanahu Wa Ta’ala Yang Maha Pemurah dan Lagi Maha
Penyayang, puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang telah
melimpahkan Hidayah, Inayah dan Rahmat-Nya sehingga saya mampu menyelesaikan penyusunan
makalah pada mata perkuliahan Sejarah Peradaban Islam ini.

Penyusunan makalah sudah saya lakukan semaksimal mungkin dengan dukungan dari
banyak pihak, sehingga bisa memudahkan dalam penyusunannya. Untuk itu saya pun tidak lupa
mengucapkan terima kasih dari berbagai pihak yang sudah membantu saya dalam rangka
menyelesaikan makalah ini.

Tetapi tidak lepas dari semua itu, saya sadar sepenuhnya bahwa dalam makalah ini masih
terdapat banyak kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa serta aspek-aspek lainnya. Maka dari
itu, dengan lapang dada kami membuka seluas-luasnya pintu bagi para pembaca yang ingin
memberikan kritik ataupun sarannya demi penyempurnaan makalah ini.

Akhirnya saya Shafiah, selaku penyusun, sangat berharap semoga dari makalah yang
sederhana ini bisa bermanfaat dan juga besar keinginan saya bisa menginspirasi para pembaca
untuk mengangkat berbagai permasalah lainnya yang masih berhubungan pada makalah-makalah
berikutnya.

Shafiah,

Pontianak, 4 Februari 2021


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejak zaman prasejarah penduduk kepulauan Indonesia dikenal sebagai pelayar-pelayar
handal yang sanggup mengarungi lautan lepas. Sejak awal abad Masehi sudah ada rute-rute pelayaran
dan perdagangan antar kepulauan Indonesia dengan daerah di daratan Asia tenggara. Wilayah barat
Nusantara dan sekitar Malaka sejak masa kuno merupakan wilayah yang menjadi titik perhatian,
terutama karena hasil yang dijual disana menarik para pedagang dan menjadi lintasan penting antara
Cina dan India.
Masuknya Islam ke daerah-daerah di Indonesia tidak dalam waktu bersamaan. Pada abad ke-7
sampai ke-10 M. Kerajaan Sriwijaya meluaskan kekuasaannya sampai ke Malaka dan Kedah. Pada
abad ke-11 Islam sudah masuk di pulau Jawa. Sejak masuk di Jawa, Islam bertemu dengan nilai-nilai
Hindu-Budha yang sudah mengakar kuat di masyarakat. Tentu saja nilai-nilai Hindu-Budha juga
sebelumnya telah mengakomodasi religi animisme dan dinamisme sebagai nilai-nilai awal yang telah
ada. Lalu bagaimana Islam masuk ke Jawa, bagaimana penyebaran Islam di Jawa dan siapa saja yang
berperan dalam penyebaran Islam di Jawa akan dibahas dalam pembahasan di makalah ini.

B. Rumusan Masalah
a. Bagaimanakah Teori-teori Masuknya Islam di Jawa?
b. Bagaimanakah Teori-teori Penyebaran Islam di Jawa?
c. Bagaimanakah Peran walisongo dalam penyebaran Islam di Jawa?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Teori-teori masuknya Islam di Jawa

Ada beberapa kesulitan yang ditemukan dalam rangka menulis sejarah masuknya Islam di
Jawa. Kesulitan utamanya adalah kurangnya bukti-bukti otentik yang dapat dipercaya yang
menunjukan tentang masuknya Islam di Jawa. Namun demikian, hal itu tidak berarti bahwa tidak
dimungkinkan adanya pembuktian.

Sumber pertama berbentuk artefak melalui penelitian arkeologi dan sumber kedua adalah dari
teks-teks historiografi tradisional. Telaah sumber sejarah dalam bentuk artefak mengandalkan pada
apa yang telah diteliti pada arkeolog, sedangkan untuk sumber tradisional tulisan ini langsung
menelaah teks-teks babad.

Masuknya islam di Jawa sampai sekarang masih menimbulkan hasil telaah yang sangat
beragam. Ada yang mengatakan Islam masuk ke Jawa sebagaimana Islam datang ke Sumatra yang
diyakini abad pertama Hijriyah atau abad ke-7 Masehi.

Dalam bentuk artefak didapatkan bukti-bukti dalam bermacam bentuk sebagai berikut:

a. Makam
Agama Islam di Jawa telah ada sejak zaman Majapahit dengan bukti sejarah yang paling
faktual adalah ditemukannya Batu Nisan kubur Fatimah binti Maemun di Leren Gresik yang
berangka tahun 475 H (1082 M). Sartono Kartodijo mengatakan mungkin ini merupakan bukti
yang kongkret bagi kedatangan islam di Jawa.[4] Pada nisan makam itu tercantum prasasti
berhuruf dan berbahasa Arab, yang menyatakan bahwa makam itu adalah kubur Fatimah binti
Maimun bin Hibatallah yang meninggal pada tanggal 7 Rajab 475 H bertepatan dengan tanggal 1
Desember 1082 M, yang berarti masih dalam zaman Kediri
Di kampung Dapuro kota Gresik juga terdapat makam kuno, yaitu kubur Malik Ibrahim
yang meninggal tanggal 12 Rabi’ul Awal bertepatan tanggal 8 April 1419.
Sementara itu, Ricklefs dalam uraiannya mengatakan bahwa serangkaian batu nisan yang
sangat penting ditemukan di kuburan-kuburan di Jawa Timur, yaitu di Trowulan dan Troloyo
didekat situs istana Majapahit yang bersifat Hindu-Budha. Batu-batu Jawa Timur tersebut
memberi kesan bahwa beberapa orang anggota kaum elite Jawa memeluk agama Islam pada masa
kerajaan Majapahit yang beragama Hindu-Budha sedang berada di puncak kejayaannya.

b. Masjid
Sumber sejarah dalam bentuk arkeologi yang berupa bangunan masjid juga ditemukan di
Jawa. Berdirinya masjid disuatu wilayah akan memberikan petunjuk adanya komunitas muslim di
wilayah tersebut. Untuk menyebut masjid-masjid di Jawa yang awal memang membutuhkan
penelitian tersendiri. Namun jika kita lihat dari corak arsitekturnya, masjid-masjid di Jawa pada
garis besarnya beratap tumpang, berdenah persegi, berukuran relatif besar, terdiri atas ruang
utama-pawestren-serambi, mempunyai ruang mihrab, tempat mengambil air wudlu, kolam
didepan serambi, dan mempunyai pagar keliling. Lebih jauh G.F. Pijper menjelaskan bahwa ciri
khas masjid di jawa ialah dibangun di sebelah barat alun-alun, sebuah lapangan persegi yang
ditanami rumput, dan terdapat hampir di semua kota kabupaten atau kecamatan.

c. Ragam Hias
Dengan diterimanya ajaran Islam sebagai penuntun hidup yang baru di Jawa, lahirlah
beberapa ragam hias baru yaitu kaligrafi dan stiliran. Epitaph pada beberapa nisan kubur Troloyo
menunjukan adanya kesalahan-kesalahan penulisan tanda vokal, dan bentuk huruf Arab yang
tidak “mengalir” dengan luwes.
Selain munculnya ornamentasi dengan menggunakan huruf-huruf Arab, muncul pula
ragam hias baru, yaitu stiliran/penggayaan terhadap ragam hias binatang. Dalam ragam hias baru
ini binatang sebagai motif utama digayakan dengan menggunakan ragam hias tumbuhan
sedemikian rupa sehingga seringkali untuk mengidentifikasikannya harus dilakukan pengamatan
secara cermat.

d. Tata kota
Dalam masa Islam, di Jawa muncul kota-kota baru di wilayah pantai dan pedalaman
seperti Demak, Cirebon, Banten, Pajang, dan Kota Gede. Kota-kota itu ada yang masih hidup
terus, ada pula yang sudah mati hampir tidak berbekas lagi. Akan tetapi dari data arkeologi yang
terkumpul dapat diketahui komponen utama kota-kota tersebut yaitu: kraton, alun-alun, masjid
agung, pasar, pemukiman penduduk, pemakaman serta sarana pertahanan keamanan.

Hingga kini belum ada kesepakatan di antara para ahli mengenai awal masuknya Islam ke
Jawa. Ada sejumlah teori yang dikemukakan, diantaranya:
1. Islam sudah masuk ke Wilayah Jawa semenjak abad ke -9 atas dasar inskripsi di Leren, Gresik
yang menjelaskan adanya seseorang yang bernama Fatimah binti Maimun, yang wafat pada tahun
1082
2. Islam sudah berada di Jawa semenjak abad ke-14 berdasarkan batu nisan yang terdapat di
Trowulan. Batu nisan tersebut menunjukan angka 1368 M yang memberi indikasi bahwa pada
tahun itu sudah ada orang Jawa dari kalangan kerajaan yang memeluk Islam atas perlindungan
kalangan kerajaan.
3. Islam sudah berada di Jawa pada abad ke-15 berdasarkan batu nisan dari makam Maulana Malik
Ibrahim yang meninggal pada 1419 M. Beberapa pandangan menyatakan bahwa ia adalah seorang
kaya berkebangsaan Persia yang bergerak di bidang perdagangan rempah-rempah.
4. Islam masuk ke Jawa berasal dari Arab secara langsung. Pendapat ini didasarkan atas kenyataan
bahwa mayoritas penduduk Indonesia berasal dari Mazhab Syafi’i, suatu mazhab yang pada
waktu itu sangat dominan di wilayah Semenanjung Arabia bagian selatan.
5. Islam masuk ke wilayah Jawa melalui jalur India. Pandangan ini antara lain dikemukakan oleh
Snouck Hurgronje ketika memberikan kuliah perpisahan di Universitas Leiden. Ia mengatakan
bahwa Sumatera dan Jawa mengenal Islam lewat kontak yang terjadi dengan pedagang-pedagang
dari India.
6. Masuknya islam ke Jawa melalui Kamboja. Pendapat ini didasarkan pada adanya hubungan
antara kepulauan Nusantara dengan kerajaan Campa. Pada tahun 1471 M, kerajaan tersebut
mengalami kekalahan dari orang-orang Vietnam Utara sehingga keluarga kerajaan mengungsi ke
wilayah Malaka.
7. Islam masuk ke wilayah Jawa berasal dari Cina. Pandangan ini didasarkan cerita dari Jawa Timur
yang berasal dari Serat Kandha yang menyatakan bahwa Raden Patah adalah anak seorang wanita
Cina.
8. Teori lain yang bersifat merangkum teori-teori tersebut menyatakan bahwa asal-usul Islam adalah
dari para guru Sufi yang dalam perjalanan mereka ke wilayah Nusantara dapat melalui lautan
Hindia atau melalui jalur perdagangan sutra. Dikawasan Timur Tengah, mereka menempuh
perjalanan sungai ke Kanton, dan dari sinilah mereka menempuh perjalanan selanjutnya ke
wilayah Campa, Malaysia, dan Sumatera

B. Teori-teori penyebaran Islam di Jawa


Penyebaran Islam di Jawa melalui saluran-saluran sebagai berikut ini:
1. Melalui perdagangan (Arab, Persia dan India)
Melalaui jalan perdagangan ini menjadikan petinggi Majapahit, pemilik kapal, dan
banyak bupati masuk islam. Namun karena faktor hubungan ekonomi dengan pedagang muslim
dan perkembangan selanjutnya mereka mengambil perdagangan dan kekuasaan di tempat
tinggalnya.

2. Saluran Tasawuf
Tasawuf yang diajarkan memiliki persamaan dengan aliran pikiran penduduk pribumi
yang sebelumnya menganut agama Hindu seperti yang dilakukan Sunan Bonang.

3. Saluran Pendidikan
Ini dilakukan baik melalui pesantren maupun pondok yang diselenggarakan guru-guru
agama, kyai-kyai dan ulama-ulama.

4. Saluran politik
Di Jawa demi menambah orang yang memeluk agama Islam, banyak kerajaan Islam yang
memerangi kerajaan Islam seperti yang dilakukan kerajaan Demak.

5. Saluran kesenian
Saluran yang paling terkenal adalah pertunjukan wayang. Sebagian diambil dari Maha
Barata dan Ramayana karena wayang sangat kuat pengaruhnya dalam kehidupan orang jawa.
Karena di dalamnya terdapat unsur hiburan dan tuntunan, dan ini juga diperlihatkan orang Jawa
meniati untuk menyediakan tempat khusus untuk pagelaran Jawa.

6. Saluran pernikahan
Jika pedagang luar cukup lama tinggal di suatu tempat, sering terjalin hubungan
perkawinan antara orang asing yang dihormati serta berguna itu, dengan puteri atau saudara
perempuan setempat. Hukum perkawinan Islam memungkinkan untuk itu.

C. Peran walisongo dalam penyebaran Islam di Jawa


Walisongo adalah tokoh-tokoh penyebar Islam di Jawa abad 15-16 yang telah berhasil
mengkombinasikan aspek-aspek sekuler dan spiritual dalam memperkenalkan Islam pada masyarakat.
Mereka berturut-turut adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Kalijaga,
Sunan Drajat, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan Muria, dan Sunan Gunungjati. Para santri Jawa
berpendapat bahwa Walisongo adalah pemimpin umat yang sangat saleh dan dengan pencerahan
spiritual religius mereka, bumi Jawa yang tadinya tidak mengenal agama monotheis menjadi bersinar
terang.

Walisongo sangat berperan dalam penyebaran agama Islam di Jawa, diantaranya sebagai berikut:

1. Syek Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik)


Masing-masing tokoh walisongo memiliki peran yang unik dalam penyebaran islam.
Mulai dari Maulana Malik Ibrahim yang menempatkan diri sebagai “tabib” bagi Kerajaan Hindu
Majapahit. Maulana Malik Ibrahim memiliki beberapa nama yaitu: 1. Maulana Magribi, 2. Syekh
Magribi, 3. Sunan Gresik. Beliau termasuk salah satu dari walisongo yang menyiarkan agama
Islam di Gresik, Jawa Timur. Sunan Gresik berasal dari daerah Magribi, Afrika Utara. Beliau
datang ke indonesia pada zaman Majapahit pada 1379 M untuk syiar Islam bersama dengan Raja
Cermin dan putra-putrinya.
Di kalangan walisongo, Maulana Malik Ibrahim disebut-sebut sebagai wali paling
populer dan senior, alias wali pertama. Malik mulai meluncurkan dakwahnya dengan gaya
menjauhi konfrontasi. Sebagian besar masyarakat setempat ketika itu menganut Hindu, “agama
resmi” Kerajaan Majapahit. Sunan melakukan sesuatu yang sangat sederhana:
a. Membuka warung
Ia menjual rupa-rupa makanan dengan harga murah. Dalam waktu singkat , warungnya ramai
dikunjungi orang.
b. Membuka praktek sebagai tabib
Tahap selanjutnya adalah membuka praktek sebagai tabib. Dengan do’a-do’a yang diambil
dari Al-Qur’an, ia terbukti mampu menyembuhkan penyakit. Berangsur-angsur pengikutnya
terus bertambah, setelah jumlah mereka makin banyak, Sunan Gresik Mendirikan Masjid
Maulana Malik Ibrahim menetap di Gresik sejak 1404 M. Di Gresik Mulana Malik
Ibrahim merasa perlu membuat tempat menimba ilmu bersama. Moel belajar seperti ini yang
kemudian dikenal dengan nama pesantren. Dalam mengajarkan ilmunya, Malik punya kebiasaan
khas yaitu meletakan Al Qur’an atau kitab Hadits diatas bantal. Karena itu kemudian ia dijuluki
sebagai “Kakek Bantal”. Syekh Maulana Malik Ibrahim seorang walisongo yang dianggap
sebagai ayah dari walisongo. Beliau wafat di Gresik pada tahun 882 H atau 1419 M.

2. Raden Rahmat (Sunan Ampel)


Raden Rahmat Ali Rahmatullah adalah cucu raja cempa, ayahnya bernama Ibrahim
Asmaira Kandi yang kawin dengan Puteri Raja Cempa yang bernama Dewi Candra Wulan.
Raden Rahmat ke tanah Jawa langsung ke Majapahit karena bibinya Dewi Dwar Wati
diperistri Raja Brawijaya, dan isteri yang paling disukainya. Raden Rahmat berhenti di Tuban, di
tempat itu beliau berkenalan dengan dua tokoh masyarakat yaitu Ki Wiryo Sarojo dan Ki Bang
Kuning, yang kemudian bersama kedua orang bersama keluarganya masuk Islam. Dengan adanya
dua orang ini Raden Rahmat semakin mudah mengadakan pendekatan kepada masyarakat
sekitarnya. Beliau tidak langsung melarang mereka yang masih menganut adat istiadat lama, tapi
sedikit demi sedikit, tentang ajaran ketauhidan. Beliau menetap di Ampel Denta dan kemudian
disebut Sunan Ampel. Selanjutnya beliau mendirikan pesantren tempat putera bangsawan dan
pangeran Majapahit serta siapa saja yang mau berguru kepadanya. Dan beliau wafat pada tahun
1478 M. Dimakamkan di sebelah Masjid Ampel.

3. Syek Maulana Ishak (Sunan Giri)


Di awal abad ke-14 kerajaan Blambangan diperintah oleh Prabu Menak Semboyo, salah
seorang keturunan Prabu Hayam Wuruk dari Kerajaan Majapahit. Raja dan rakyatnya memeluk
agama Hindu dan sebagian memeluk Budha.
Pada waktu itu kerajaan Blambangan sedang dilanda wabah penyakit, banyak yang
meninggal. Banyak korban berjatuhan dan puteri Prabu juga terserang penyakit beberapa bulan.
Banyak tabib dan dudun mengobati tapi sang puteri belum sembuh juga. Lalu Prabu Menak
mengutus Patih Bajul Senggoro ke Gunung Gresik. Patih Bajul Senggoro dapat bertemu dengan
syekh Maulana Ishak yang sedang bertafakur di sebuah goa. Setelah terjadi negoisasi bahwa raja
dan rakyat mau diajak masuk Islam maka Syekh Maulana Ishak bersedia datang ke Blambangan.
Memang beliau pandai dalam pengobatan, Puteri Dewi Sekardadu sembuh setelah diobati dan
wabah penyakit lenyap dari wilayah Blambangan. Sesuai janji Sunan Giri dikawinkan dengan
Puteri Dewi Sekardadu dan diberi kekuasaan sebagai adipati Blambangan. Setelah banyak sekali
orang yang berobat dan belajar agama Islam. Kemudian beliau pindah ke Singapura dan wafat
disana.

4. Sunan Bonang
Nama Alinya adalah Raden Makdum Ibrahim. Beliau Putera Sunan Ampel. Sunan
Bonang terkenal sebagai Ahli ilmu kalam dan tauhid.
Sekembalinya dari Persia untuk berguru ke Syeh Maulana Ishak ke tanah jawa, beliau
berdakwah didaerah Tuban. Caranya berdakwah cukup unik dan bijaksana, beliau menciptakan
gending dan tembang yang disukai rakyat. Dan beliau ahli membunyikan gending yang disebut
bonang, sehingga rakyat tuban dapat diambil hatinya untuk masuk masjid
Beliau membunyikan bonang rakyat yang mendengar seperti terhipnotis terus melangkah
kemasjid karena ingin mendengar langsung dari dekat. Dengan cara ini sedikit demi sedikit dapat
merebut simpati rakyat, lalu baru menanamkan pengertian sebenarnya tentang islam.

5. Sunan Drajad

Nama aslinya adalah Raden Qasim, beliau adalah pitera sunan ampel dari Dewi Candra
wati. Beliau berdakwah di daerah Derajat, sehingga dikenal dengan Sunan Drajat. Cara
menyebarkan agama Islam dilakukan dengan cara menabuh seperangkat alat gamelan,gending
dan tembang macopat setelah itu baru deberi ceramahIslam. Dan beliau mendirikan pesantren
untuk menyiarkan Islam. Beliau wafat pada tahun 1462 M dan dimakamkan didesa Drajad
kecamatan Paciran Lamongan.

6. Sunan Kalijaga
Nama Aslinya adalah Raden Sahid, beliau Putera Raden Sahur Putera Temanggung
Wilatikta Adipati Tuban.
Raden Said sebenarnya anak muda yang patuh dan kuat kepada agama dan orang tua, tapi
tidak bisa menerima keadaan sekelilingnya yang terjadi banyak ketimpangan, hingga dia mencari
makanan dari gudangn kadipaten dan dibagikannya kepada rakyatnya. Tapi ketahuan ayahnya
hingga dihukum yaitu tanyannya dicambuk 100 kali sampai banyak darahnya dan diusir.
Beliaupun mengembara dan bertemu dengan orang berjubah putih dia adalah Sunan
Bonang. Lalu Raden Sahid diangkat menjadi murid, lalu disuruhnya menunggui tongkatnya
didepan kali sampai berbulan-bulan sampai seluruh tubuhnya berlumut. Maka Raden Sahid
disebut dengan Sunan Kali Jaga.
Beliau dikenal sebagai seorang yang dapat bergaul dengan segala lapisan masyarakat.
Beliau adalah mubalig keliling. Dengan memanfaatkan kesenian rakyat yang ada beliau dapat
mengumpulkan rakyat untuk kemudian diajak mengenal Islam.Beliau adalah penabuh gamelan,
dalang, menciptakan tembang yang ahli. Kesemuanya itu untuk kepentingan dakwah dan beliau
tidak secara langsung menentang adat istiadat rakyat, agar mereka tidak lari dari Islam dan
enggan mepelajari Islam.

7. Sunan Kudus
Menurut salah satu sumber beliau adalah putera Raden Utsman yang bergelar Sunan
Ngudang dari Jipang Panolan. Nama aslinya Raden Ja’far Shadiq.

Cara-cara berdakwah Sunan kudus adalah sebagai berikut:

a. Strategi pendekatan kepada massa dengan jalan.


- Membiarkan adat-istiadat lama yang sulit diubah
- Menghindarkan konfrontasi secara langsung dalam menyiarkan agama Islam.
- Tut Wuri Handayani
- Nagian adat-istiadat yang tidak sesuai dengan mudah diubah langsung diubah
b. Merangkul masyarakat Hindu seperti larangan menyembelih sapi karena dalam agama Hindu
sapi adalah binatang suci dan keramat.
c. Merangkul masyarakat Budha
Setelah Masjid, terus Sunan Kudus mendirikan padasan tempat wudhu dengan
pancuran yang berjumlah d "elapan. Diats pancuran diberi arca kepala kebo Gumarang
diatasnya hal ini disesuaikan dengan ajaran Budha” Jalan berkelipatan delapan atau asta
sunghika marga”
d. Selamatan mitoni
Biasanya sebelum acara selamatan diadakan membaca sejarah Nabi.

8. Sunan Muria
Beliau adalah putera dari Sunan Kali Jaga dengan Dewi Saroh. Nama aslinya Raden
Umar Said, dalam berdakwah ia seperti ayahnya yaitu menggunakan cara halus, ibarat mengambil
ikan tidak sampai airnya keruh. Itulah cara yang digunakan disekitar Gunung Muria dalam
menyebarkan agama Islam. Sasaran dakwah beliau adalah para pedagang, nelayan dan rakyat
jelata. Beliau adalah satu-satunya wali yang mempertahankan kesenian gamelan dan wayang
sebgai alat dakwah dan beliau pula yang meciptakan tembang Sinom.Beliau banyak mengisi
tradisi Jawa dengan nuansa Islami seperti nelung dino, mitung dino, nyatus dino dan lain
sebagainya.

9. Sunan Gunung Jati


Orang sepakat bahwa penyebar agama Islam di Jawa Barat terutama Cirebon adalah
Sunan Gunung Jati yang aslinya adalah Syarif Hidayatulloh.
Di Makkah, Syarifan Mudain melahirkan anak pertamanya yaitu anak laki-laki yang
kemudian diberi nama Syarif Hidayatullah.
Setelah selesai menuntut ilmu pada tahun 1470 M dia berangkat ke tanah Jawa untuk
mengamalkan ilmunya. Disana beliau bersama ibunya disambut gembira oleh Pangeran Cakra
Buana. Syarifan Muadain minta agar di izinkan tinggal di Pasumbang Gunung Jati dan Jalan
disana mereka membangun pesantren untuk meneruskan usahanya syekh Datuk Latif gurunya
pangeran Cakra Buana. Oleh karena itu Syarif Hidaytullah dipanggil Sunan Gunung Jati. Lalui ia
dinikahkan dengan puteri Cakra Buana Nyi Pakung Wati kemudian ia diangkat menjadi pengeran
Cakra Buana pada tahun 1479 M, dengan diangkatnya beliau sebagai pangeran dakwah Islam
dilakukan melalui diplomasi dengan kerajaan lain.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Dari pembahasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa:

1. Masuknya islam di Jawa sampai sekarang masih menimbulkan hasil telaah yang sangat beragam.
Ada yang mengatakan Islam masuk ke Jawa sebagaimana Islam datang ke Sumatra yang diyakini
abad pertama Hijriyah atau abad ke-7 Masehi.
2. Teori-teori penyebaran Islam di Jawa
a. Melalui perdagangan (Arab, Persia dan India)
b. Saluran Tasawuf
c. Saluran Pendidikan
d. Saluran politik
e. Saluran kesenian
f. Saluran pernikahan
3. Walisongo adalah tokoh-tokoh penyebar Islam di Jawa abad berhasil mengkombinasikan aspek-
aspek sekuler dan spiritual dalam memperkenalkan Islam pada masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Darori dkk, Islam dan Kebudayaan Jawa, Yogyakarta: Gama Media, 2000.

Anasom dkk, Membangun Negara Bermoral, Semarang: Pustaka Rizki Putra dan PPIBJ IAIN
Walisongo, 2004.

Sutrisno, Budiono Hadi, Sejarah Walisongo Misi Pengislaman di Tanah Jawa, Yogyakarta: Grha
Pustaka, 2007.

Syukur, Fatah, sejarah Peradaban Islam, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009.

Dwi Septianingsih, Imas, Masuknya Islam di Jawa, dalam


http://novhietadrisfisikawalisongo.blogspot.com/2013/11/makalah-masuknya-islam-di-
jawa.html diakses pada tanggal 4 Februari 2021

Anda mungkin juga menyukai