Anda di halaman 1dari 15

1.

Sejarah Perkembangan Islam dari masa Nabi Muhammad SAW sampai masa Khalifah
Aly b. Abi Thalib
Agama Islam, adalah agama yang suci, yang bersumber langsung dari sang pencipta Allah
SWT. Agama Islam diturunkan secara langsung dan diwahyukan kepada nabi besar
Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibril. Perkembangan Agama Islam pada masa
Nabi Muhammad SAW dijalankan dengan bentuk pemerintahan yang berpedoman pada
prinsip dan norma-norma ajaran Agama. Sebelum Agama Islam datang wilayah semenanjung
Makkah dan Madinah, situasi dan kondisi sepanjang wilayah itu sangat tidak mencermin kan
kehidupan umat manusia yang terpuji. Situasi dan kondisi masyarakat diwilayah jazirah Arab
ini diwarnai dengan penyembahan berhala sebagai Tuhan, istilah ini disebut dengan
Paganisme. Amin (2013: 63.)
Seiring berjalannya waktu, Agama Islam mulai berkembang pesat diwilayah Mekkah yang
dibawakan oleh Nabi Muhammad SAW. Dalam melalui penyebarannya, Agama Islam yang
dibawakan oleh Nabi Muhammad tidaklah mudah dalam menghadapi rintangan dan
tantangan dari kaum jahiliyah. Sehingga Nabi Muhammad mendapat perlawan yang amat keji
dari masyarakat Mekkah.

http://sejarah.fkip.unej.ac.id/wp-content/uploads/sites/15/2018/01/GABUNGAN.pdf
Bobroknya moralitas diwilayah jazirah Arab, membuat negara ini terus
berkembang dan belum mendapatkan kemajuan yang pesat dalam bidang Agama
maupun aqidah. Seiring berjalannya waktu, Agama Islam mulai berkembang pesat
diwilayah Mekkah yang dibawakan oleh Nabi Muhammad SAW. Dalam melalui
penyebarannya, Agama Islam yang dibawakan oleh Nabi Muhammad tidaklah
mudah dalam menghadapi rintangan dan tantangan dari kaum jahiliyah. Sehingga
Nabi Muhammad mendapat perlawan yang amat keji dari masyarakat Mekkah.
Sebagai Rasul penutup Muhammad SAW, diberikan oleh Allah mujizat AlQur’an sebagai
petunjuk yang paling sempurna. Sehingga Islam yang dibawa oleh
Nabi Muhammad SAW, sebagai ajaranya yang paling sempurna, sebagai nikmat
Allah yang cukup dan sebagai agama yang diridlai Allah. Sadali (1986a: 23)
Nabi Muhamad SAW, mulai melakukan pengasingan diri digua Hiro untuk
mendapatkan sebuah petunjuk yang digunakan untuk menyadarkan masyarakat
Mekkah untuk menghindari penyembahan berhala. Pada saat mengasingkan diri
digua Hiro atau Jabal Nur, Nabi Muhammad SAW telah mendapatkan wahyu
pertama yaitu berupa surah Al-Alaq ayat 1-5 yang bersumber dari Allah dan
melalui perantara malaikat Jibril. Dengan wahyu pertama ini, beliau telah
diangkat menjadi Nabi, utusan Allah.
Pada saat itu, Nabi Muhammad SAW belum diperintahkan untuk menyeru
kepada umatnya, namun setelah turun wahyu kedua, yaitu Surah Al-Muddatsir
ayat 1-7 Nabi Muhammad SAW diangakat menjadi Rasul yang harus berdakwah.
Kemudian setelah turun ayat ke 84 Surah Al-Hijir, Nabi Muhammad Saw mulai
berdakawah secara terang-terangan. Amin (2013b :65-66).
Hingga pada akhirnya, Agama Islam mulai berkembang pesat ditengah
majunya peradaban Islam. Seiring dalam majunya era peradaban Islam, dimasa
inilah dimana, masa terakhir Nabi Muhammad telah menyapaikan dakwahnya
yang terakhir. Pada tahun 10 H (631 M) Nabi Muhammad SAW beserta
rombongan besar melaksanakan haji yang terakhir kalinya. Dalam kesempatan itu
turunlah ayat Al-Qur’an yang terakhir yaitu surah Al-Maidah (5): 3), yakni
sebagai berikut. Pada hari ini Aku sempurnakan agamamu, dan Aku cukupkan
nikmat-Ku bagimu, dan Aku relakan Islam sebagai agamamu. (QS. Al-Maidah
(5):3).
Nabi Muhamamd SAW telah menyapaikan khutbahnya yang sangat
bersejarah, yang isinya merupakan prinsip-prinsip yang mendasari gerakan Islam.
Prinsip-prinsip itu merupakan prinsip yang paling penting dalam kehidupan umat
Islam kedepanya. Bahwa, umat Islam harus selalu berpegang teguh pada pada dua
sumber perkara, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah.
Pada hari Senin tanggal 12 Rabiul Awal tahun 11 H (8 Juni 632 M)
masyarakat Mekkah dikejutkan dengan kabar duka yang mendalam, bahwasanya
Nabi Muhammad telah wafat dalam usia 63 tahun. Amin (2013c:85.) Isak tangis
yang begitu mendalam, seakkan sepeninggal Nabi Muhhamad masih belum
diterima disemua kalangan masyarakat Mekkah.
Pada dasarnya, masayarakat Mekkah telah menganggap Nabi Muhammad
SAW bukan cuma sebagai Nabiyullah, tetapi juga sebagai tempat untuk mengadu
jika dalam masyarakat terdapat permasalahn yang belum bisa terpecahkan. Nabi
Muhammad telah mampu menjalanan peranannya sebagai pemimpin agama,
seorang negarawan, dan sekaligus pemimpin politik dan administrasi yang cakap.
Sehingga dalam waktu 11 tahun nabi Muhammad SAW dapat menundukan
seluruh jazirah Arab. Amin (2013d :85)
Nabi Muhammad wafat tanpa meninggalkan wasiat kepada seseorang untuk
meneruskan kepemimpinannya (kekhalifahan). Setelah wafat, fungsi sebagai
Rasulullah, pengemban risalah kenabian tidak dapat disandangkan kepada
manusia manapun didunia ini, karena fungsi tersebut adalah hal yang mutlak dari
Allah Swt, sehingga terdapat suatu perselisihan, bahwasanya ada sekelompok
orang yang ingin mangajukan Abu Bakar sebagai kekhalifahan.
Dari kelompk lain juga mengajukan calon yang akan meneruskan
kepemimpinan Rasulullah, yaitu dari Ahlul bait Rasullullah, yaitu Abdullah bin
Abbas atau nama lainya Ali bin abi Thlib. Kelompok lain juga berpendapat bahwa
yang berhak juga untuk meneruskan dakwah Rasulullah ialah kaum Quraisy, dan
juga dalam golongan lain juga mengajukan yang berhak meneruskan dakwah
Rasulullah ialah kaum Anshar.
Sehingga, pada masa dipenghujung perdaban Islam yang mulai maju, setelah
sepeninggal Rasulullah, empat pengganti beliau dalam mengurus pengembangan
dakwah dan penyiaran Agama Islam telah dipimpin oleh pemimpin yang adil dan
benar. Amin (2013e :93). Dalam perkembangan dan pemerintahan Agama Islam
dipimpin oleh empat sahabat terdekat selama 30 tahun. Kepemimpinan tersebut
adalah periode empat Khalifah atau disebut sebagai al-Khulafa al-Rasyidun, yang
terdiri dari empat Khalifah, yaitu , Sulaiman (2014 :205).
1. Abu Bakar Ash-Shiddiq 11-13 H/632-634 M;
2. Umar Bin Khaththab 13-23 H/634-644 M;
3. Utsman Bin Affan 23-36 H/644-656 M;
4. Ali Bin Abi Thalib 36-41 H/656-661 M.
Dalam bidang pemerintahan, 4 Khalifah ini telah memberikan suatu pengaruh
yang besar bagi perkembangan peradaban Agama Islam. Kemajuan dan
perkembangan Agama Islam yang pesat ini ditandainya dengan perluasan dan
penyebaran Agama Islam hingga mencapai keseluruh wilayah negara Islam.
Setelah sepeninggal Rasulullah, tampuk pemerintahan dipegang oleh 4 Khalifah
yang agung ini, yang diberi gelar al-Khulafa al-Rasyidun.
Dalam perjalanannya dijalan Allah untuk menegakkan Agama Islam, keempat
khalifah ini bisa dibilang telah berhasil dalam menorehkan tinta emas didalam
perjuanganya. Dalam perjuanganya ke empat Khalifah ini tidaklah mudah, karena
masih banyak kaum-kaum yang membangkang setelah wafatnya Rasulullah,
banyak yang menyatakan telah meninggalkan agama Islam dan kembali ke agama
asalnya yang menyembah berhala, dan mulai munculnya nabi-nabi palsu, oleh
karena itu ke empat Khalifah ini telah berjuang untuk mendirikan kembali Agama
Islam kedalam peradaban yang kokoh.
Dalam perjalananya yang begitu singkat, dalam sebuah rintisan dan
penguatan, masa pemerintahan al-Khulafa’ al-Rasyidum adalah masa yang sangat
bermakna dalam sejarah peradaban Islam. Dimana masa-masa tersebut telah
digunakan untuk kepentingan dijalan Allah dalam menegakkan keadilan dan
mencegah kebatilan. Khalifah Abu Bakar, dalam perjuangannya yang telah
memberikan perubahan besar bagi Agama Islam telah berhasil menetralisir
keadaan dikalangan yang hampir bersitegang dalam perihal pengganti Rasulullah.
Khalifah Umar bin Khattab dalam perjuanganya telah berhasil mengembalikan
stabilitas pemerintahan Islam yang bahkan penguatan negara hingga
disemenanjung jazirah Arabia, telah berhasil mengubah komunitas marginal
padang pasir menjadi pejuang yang gigih sehingga membuat imperium Persia dan
Byzantium menyerah.
Khalifah Umar telah berhasil dan mampu membangun kekuatan baru
diwilayah Persia, Irak, Kaldea, Suriah, Palestina, dan Mesir. Selanjutnya,
perjuangan Agama Islam yang dilakukan oleh Umar bin Khatab dan apa yang
telah digagasnya telah dilanjutkan oleh Khalifah Utsman bin Affan. Sulaiman
(2014 :206.)
Hingga pada akhirnya, Khalifah Utsman bin Affan telah memberikan
kontribusi yang besar terhadap perkembangan Agama Islam dan perluasaan
Agama Islam. Perkembangan agama Islam pada masa Khalifah Utsman salah satu
bentuk kemajuan peradaban Islam, dalam kebijakan perkembangannya langkah
yang diambil oleh Khalifah Utsman adalah untuk menuju peradaban Agama Islam
yang lebih maju.
Utsman bin Affan bin Abi al-Ash bin Umayyah bin Abdi Syams bin Abdi
Syams bin Manaf r.a. nasabnya bertemu Nabi pada kakek yang keempat, yaitu
Abdu Manaf. Dari sisi ibu, nasab keduanya bertemu pada Urwa bin Kariz. Ibunda
Urwa adalah Baydha bin Abdul Muththalib, bibi Rasulullah.
Dimasa jahilliyah, beliau disebut sebagai nama panggilan Abu Amr. Setelah
masa Islam, ia lebih sering dipanggil Abu Abdullah yang diambil dari nama
putranya dari Ruqqayyah bint Rasulullah. Julukan yang paling sering dan yang
terkenal adalah Dzunnurain (pemilik dua cahaya). Julukan itu diberikan oleh
Nabi Muhammad SAW. Julukan itu didapatkanya karena telah menikahi dua putri
Rasulullah, yaitu Ruqqayyah r.a dan Ummu Kultsum r.a.
Utsman bin Affan lahir enam tahun setelah tahun Gajah, tepatnya pada 47
S.H. usianya enam tahun lebih muda dari pada Rasulullah SAW. Beliau lahir di
Taif daerah yang paling subur dikawasan Hijaz. Kehidupan Utsman bin Affan,
tumbuh dan berkembang selayaknya anak-anak ddiwilayah jazirah Arab yang
didalam lingkunganya masih diliputi dan dipenuhi oleh kebodohan dan kesesatan.
Murad (2014 :12)
Sebelum agama Islam datang dan sesudahnya juga, beliau terhitung saudagar
besar dan kaya, dan beliau juga memiliki sifat yang pemalu dan sangat pemurah
menafkahkan kekayaannya untuk kepentingan dijalan Islam. Pada saat Rasulullah
mengerahkan pasukan tentara Jaisyul Usrah pada saat perang tabuk, bahwa
Utsman telah mendermakan 950 ekor unta, 59 ekor kuda dan seribu dinar untuk
keperluan laskar. Pada peristiwa sebelumnya Utsman juga banyak sekali dalam
mendermakan hartanya untuk kemengan Islam.
Beliau adalah sahabat Nabi yang paling dermawan, suatu ketika Rasullullah
pernah bersabda kepada Utsman, tiap-tiap Nabi mempunyai teman, temanku di
syurga, beliau adalah Utsman. Oleh karena itu pertalian sahabat antara Rasulullah
dan Utsman semakin akrab, maka rasul-pun telah mengkawinkanya dengan kedua
putrinya, Ruqaiyah dan Ummu Kultsum. Setelah sepeninggal Ruqaiyah diwaktu
perang Badr, Utsman dikawinkan dengan putri yg kedua Ummu Kultsum. A.
Syalabi (1983 :266)
Khalifah Utsman sebelum masuk Islam pada masa awal Islam, sebelum Nabi
Muhammad memasuki Darul Arqam. Khalifah Abu Bakar telah mengajaknya
masuk Islam saat usianya masih 30 tahun. Saat setelah mengajak masuk Islam,
Khalifah Abu Bakar berkata, ‘’Wahai Utsman, demi Allah sesungguhnya engkau
adalah seorang laki-laki teguh yang sangat jelas bagimu mana yang hak dan mana
yang bathil. Sifat-sifat kebathilan-kebathilan itu, sudah dilihatnya oleh Khalifah
Utsman sejak masih kecil. Sebagian besar penduduknya telah menyembah
berhala.
Sudah sejak lama, bahwa Khalifah Utsman sudah sangat risih melihat
kelakuan masyarakatnya yang sedang menyembah berhala. Oleh karena itu,
Utsman ingin masuk Agama Islam. Pada saat Khalifah Utsman berkata
keinginanya untuk masuk Agama Islam, tiba-tiba datanglah Rasulullah.
Rasulullah menghampiri Utsman dan bersabda dihadapanya, ‘’wahai Utsman,
sambutlah Allah demi meraih surga-Nya karena sesungguhnya aku adalah utusan
Allahkepadamu dan kepada semua umat. Setelah Khalifah Utsman mendengarkan
sabda Rasul, pada akhirnya Utsman telah masuk Agama Islam. Al-Maghlouth
(2014 :11)
Selain dikenal sebagai Khalifah yang dermawan, Utsman bin Affan juga
dikenal sebagai orang yang paling pandai. Setelah Utsman bin Affan masuk
Agama Islam, beliau telah memberikan perubahan yang besar bagi Agama Islam.
Salah satunya dalam karyanya yang paling fenomenal dan prestasinya yang
terbaik adalah menyatukan gaya bacaan (qira’ah) Al-Qur’an semua umat Islam.
Pada masa Khalifah Utsman bin Affan, terdapat munculnya berbagai gaya bacaan
Al-Qur’an (qira’ah) yang bermacam-macam lantunanya, terutama disebabkan
oleh karakteristik tulisan Kufi yang membingungkan. Hitti (2002 :154). Beliau
menyusun Al-Qur’an dalam satu mushaf sesuai dengan bacaan yang didasarkan
malaikat Jibril kepada Rasullullah diakhir hayatnya. Murad (2014 :20).
Al-Qur’an dipercaya sebagai kalam Allah yang menjadi sumber pokok ajaran
Islam disamping sumber-sumber lainya. Bahwa, dalam kepercayaan terhadap
kitab suci ini dan dalam pengaruhnya, dalam sejarah umat Islam sudah terbentuk
sdemikian rupa, sehingga percaya kepada kitab suci termasuk dalam rukun iman.
Secara etimologis, Al-Qur’an merupakan bentukan dari kata qara’a yang berarti
menghimpun, menggabung, dan merangkai. Dinamakan sebagai Al-Qur’an,
bahwa sebagai menghimpun surah-surah dan ayat-ayat. Hitami (2012 :15)
Ajaran Tuhan dan yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad ialah AlQur’an. Disamping
itu, pola tingkah laku, sikap, dan ucapan Rasulullah sendiri
telah dipakai sebagai percontohan oleh umat Islam, dalam istilahnya disebut
‘’Sunnah Rasul’’. Dalam agama Islam memiliki dua sumber yang dijadikan
sebagai sumber kehidupan yang mencakup seluruh kehidupan sosial, agama dan
filsafat pemeluk-pemeluknya, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Al-Qur’an
adalah wahyu Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW, dengan ditegaskan
perintah untun dicatat dan dibukukan (mushaf). Kitab suci Al-Qur’an diturunkan
didua tempat, Mekkah dan sekitarnya, Madinah dan sekitarnya. Sjafa’at (1964:
86)
Al-Qur’an telah menganjurkan tentang mempelajari sejarah. Menurut
pandangan Agama Islam, manusia mempunyai dua macam kedudukan diatas
bumi, tanpa memandang kemajuan materi, ilmu pengetahuan serta tekhnologi
yang telah dicapainya. Kitab suci Al-Qur’an berada dalam keadaan bentuk yang
sangat baik ataupun dalam dudukan sebaik-baiknya, maka sebagaimana wajib
dalam beriman kepada Allah dan rasul-Nya. Rahman (1992 :116)
Dalam pemeliharaan ayat suci Al-Qur’an pada masa Nabi Muhammad SAW,
dalam faktanya sangat dipelihara dari kemusnahan dengan dua cara, yaitu,
menyimpannya didalam ‘’dada manusia’’, maksudnya ayat-ayat suci Al-Qur’an
yang telah diajarkan kepada Nabi, harus dihafalkanya, yang kedua ditulisnya
dengan berbagai macam media, baik itu dalam kulit pohon, kulit hewan, dll.
Peristiwa ini dinamakan jam’u-l-qur’an, yang dimaksud dengan ungkapan ini,
pada dasarnya adalah pengumpulan wahyu-wahyu yang diterima Nabi
Muhammad SAW melalui dua cara tersebut.
Al-Qur’an yang diwahyukan kepada Muhammad dipelihara dalam ingatan
Nabi dan para sahabatnya. Dalam tradisi penghafalan Al-Qur’an ini sangat kuat
dikalangan masyarakat Arab yang telah sangat memungkinkan terpeliharanya ALQur’an
dalam cara seperti itu. Setelah menerima satu wahyu, Nabi Muhammad,
sebagaimana yang telah diperintahkan oleh Allah, melalui perantara malikat Jibril
dan melalui Al-Qur’an dan menyampaikanya kepada seluruh pengikutnya dan
kemudian dianjurkan untuk dihafalkan.
Dalam sejumlah Hadits menjelaskan berbagai upaya Nabi dalam merangsang
penghafalan Al-Qur’an dan wahyu-wahyu yang telah diterimanya. Salah satu,
dalam riwyat Utsman bin Affan, bahwa Rasulullah, dalam sabdanya ‘’yang
terbaik diantara kamu adalah mereka yang mempelajari Al-Qur’an dan
mnegajarkanya’’. Didalam Hadist, telah disebutkan juga nama-nama sahabat
penghafal Al-Qur’an. Dalam pemeliharaan Al Qur’an dimasa Nabi, bahwa dengan
cara perekaman dalam bentuk tertulis yang unit wahyu yang diterima langsun oleh
Nabi Muhammad SAW. Amal (2013: 142-143).
Dimasa pemerintahan Utsman bin Affan (644-656 M), telah berhasil
menaklukkan beberapa kota, yang diataranya, Armenia, Tunisia, Cyprus, dan
Rodes, sebagiani kota lainya diwilayah Persia, Transoxania, dan Tabaristan
berhasil direbutnya. Ekspedisi Islam pertama berhenti sampai disini. Yatim (2015
:38). Di era Khalifah Utsman bin Affan, telah terjadi beberapa peristiwa, salah
satunyanya peristiwa peperangan yang dialaminya. Dari Farwah ibn Luqaith AlAzadi,
bahwasanya tentara yang sedang berada di Kufah ialah menuju Rai dan
Azerbijaan. Tentara semuanya adalah 10.000 orang, yang 6.000 orang di
Azerbijaan dan 40.000 pasukan lainya di Rai, dan juga memiliki tentara cadangan
yang sangat berani dan senantiasa tersedia di Kufah. Hamka (1975 :51)
Dimasa pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan, beliau telah membentuk
armada laut pertama pada tahun 28 H. Masa Mu’awiyah bin Abi Sufyan, gubernur
Syam, sukses membangun sebuah armada angkatan laut. Dulu konsep ide
pembentukan armada angkatan laut sudah mengemukakan kepada Khalifah Umar,
tetapi ide tersbut ditolaknya. Oleh karena itu beliau mencoba menawarkan idenya
sekali lagi kepada Khalifah Utsman, dan alhasil Utsman telah menerimanya.
Qasim A. Ibrahim dan Muhammad A. Saleh (2014 :2010)
Masalah besar kedua yang ditangani Usman adalah perluasan Agama Islam.
Perluasan yang telah dicapai dimasa Umar diteruskan sehingga bertambah luas
dengan perluasan ke laut. Tentara Islam dimasa Utsman telah memiliki angkatan
perang laut. Dan satu-persatu banyak negeri yang masuk kedalam wilayah Islam.
Wilayah-wilayah tersebut, terdiri dari Barqah, Tripoli Barat dan bagian selatan
negeri Nubah, menyusul sampai kenegeri-negeri Armenia, dan beberapa bagian
diwilayah Thabaristan, dan perluasanya mencapai sungai Jihun (Amu Daria).
Ismail (1984: 122)
Setahun setelah Nabi Muhammad wafat, menurut kalangan ortodoks Islam,
Abu Bakar, atas rekomendasi Umar bin Khattab telah mengetahui bahwa para
pengahafal Al-Qur’an (Hafisz Qur’an) semakin langka, oleh sebab itu beliau telah
memerintahkan untuk mengumpulkan bagian-bagian Al-Qur’an yang berserakan.
Mantan sekretaris Nabi Muhammad SAW, Zayd ibn Tsabit dari Madinah telah
diserahi kepercayaan untuk melaksanakan tugas dalam pengumpulan bagianbagian Al-
Qur’an. Potongan-potongan ayat Al-Qur’an tersebut yang terdapat pada
lembaran-lembaran pelepah kurma dan lempengan-lempengan batu serta memori
umat Islam, telah dihimpunya dan dijadikan satu kedalam sebuah teks tunggal.
Hitti (2002 :154)
Pada tahun 651, Utsman bin Affan kembali untuk menunjuk ketua komite
revisi salinan Al-Qur’an yang bernama Zayd. Salinan Al-Qur’an yang telah
dimiliki oleh Abu bakar, disimpan oleh Hafshah, anak perempuan Umar bin
Khattab dan salah seorang istri Nabi digunakanya sebagai petokan. Kitab suci AlQuran yang
asli masih disimpan di Madinah. Tiga salinan naskah Al_Qur’an yang
asli dan sudah ditulis dikirimkan ketiga kota, Damaskus, Bashrah, Kufah dan
salinan-salinan yang lainya dimusnahkan. Hitti (2002: 154)
Ketika Utsman bin Affan diangkat menjadi Khalifah, beliau segera
memberikan perintah yang ditujukan kepada pemerintah-pemerintah dan para
pembesar ketentaraan dimana perintah tersebut bahwa mereka semua dalam
kehidupanya harus selalu berbuat adil dalam semua tindakan mereka, jujur dalam
keuangan, dan harus memiliki jiwa yang bijak sana dalam menghadapi orangorang yang
bukan Islam. Sistem yang diambil oleh Khalifah Utsman bin Affan ini
bertujuan untuk memperluas perkembangan peradaban Agama Islam. Usman
Zuber (1982 :13)
Khalifah Utsman telah memiliki keimanan yang kuat, maka beliau telah berani
mengambil langkah mengumpulkan orang-orang untuk menyeragamkan dalam
bacaan Al-Qur’an. Pada masa permulaan pemerintahan Khalifah Utsman, bahwa
Utsman telah berusaha dengan sebisa mungkin dalam perjuangan Agama Islam
dan dalam kebijakan-kebijakan Rasulullah dan kedua penggantinya. Politik
perluasaan Agama Islam pada masa Khalifah Utsman ini adalah sebagai lanjutan
dari politik dimasa Khalifah Umar bin Khattab.
Jika kalau tindakan Utsman tidak cepat dalam mengatasi permasalahan yang
dialami oleh masyarakat Madinah dalam persoalaan bacaan Al-Qur’an akan
mengakibatkan perselisihan yang tidak akan dapat diselesaikan. Oleh karena itu
Utsman mengambil langkah berupa mengumpulkan orang-orang untuk membahas
persoalan ini. Kalangan pemikir telah berpendapat untuk mengutuskan Hafsah
untuk mengirimkan mushaf yang ditangan Abu Bakar untuk disalin kedalam
beberapa mushaf. Haekal (2015 :124-125).
Kehidupan Khalifah Utsman bin Affan, sejak terpilih menjadi Khalifah, serta
seluruh sahabat nabi Muhammad telah mengenyam pendidikan, konsep
pendidikan yang diterima pertama kali oleh beliau dan seluruh para sahabat adalah
konsep pendidikan Al-Qur’an Al-Karim yang diturunkan oleh Allah, Rabb
semesta alam, dan dalam penurunannya melalui perantara malaikat Jibril. AlQur’an adalah
kallamullah dan satu-satunya sumber bahan ajar untuk ditimba dan
dipraktikan.
Al-Qur’an yang telah diterima langsung oleh Nabi Muhamamd telah ditulis
dengan rapi dan diriwayatkan secara mutawatir. Bagi seorang muslim, Al-Qur’an
benar-benar kalam Allah, bukan kalam Nabi Muhammad ataupun kalam makhluk
lain, melainkan Al-Qur’an merupakan mukjizat. Djuned (2011 :5)
Titik pangkal sejarah Al-Qur’an, adalah berawal dari nabi Muhammad ketika
membawakan misi kenabianya dan mengembankan risalah kerasullan-nya. Bahwa
dalam mempelajari isi kandungan Al-Qur’an, prinsip yang utama iman dan
bertqwa kepada Allah serta Rasulullah SAW. Setelah nabi Muhammad menerima
wahyu dari Allah melalui perantara malaikat Jibril, menyampaikannya kepada
para sahabat, disitulah letak awal sejarah Al-Qur’an dimulai. Djuned (2011 :29)
Nabi Muhammad, telah mengarahkan untuk memfokuskan sumber pengajaran
menjadi satu dan menjadikan Al-Qur’an sebagai sumber bahan ajar, karena AlQur’an dapat
mendidik pribadi muslim, keluarga dan jamaah secara Islami.
Lantunan ayat-ayat AL-Qur’an yang didengar langsung oleh Utsman bin Affan
dari mulut Rasulullah sangat mempengaruhi pembentukan kepribadian
Dzunnurain yang Islami. Ash-Shallabi (2017 :19-20)
Al-Qur’an sebagai petunjuk yang sempurna disebabkan, pertama, ‘’wa anzala
ilaikal kitaaba bil haq’’ dan kami turunkan Al-Qur’an berdasarkan wahyu. Kedua,
‘’mushaddiqaan baina yadaihi minal kitaab’’ membenarkan isi Kitab Suci yang
diturunkan sebelumnya. Ketiga, wa muhaiminan alaihi, dan memelihara isi kitab
Suci sebelunya. Sadali (1986 : 23)
Dalam masa pemerintahannya yang dua belas tahun itu, sebagian ahli sejarah
membaginya kepada dua periode, yakni priode keberhasilan (dalam enam tahun
pertama) dan periode kegagalan (dalam enam tahun sisanya, sampai Utsman
terbunuh dalam situasi demontrasi yang besar). Dalam situasi daulah Islam yang
sentral di Madinah, pada masa Utsman menjadi Khalifah itu, sangat rawan dalam
situasi dan kondisinya.
Dalam situasi yang semakin panas, yang bahkan dapat membahayakan
eksistensi Agama Islam, Utsman telah melihat jauh kedepan dengan memandang
dan melakukan tindakan-tindakan untuk memperkuat sistem pertahanan wilayah
serta memperkuat wibawa pemerintahan pusat. H. Basri, Iba A. (1994 :125-129)

JAWABAN NOMER 2

D. Bentuk-Bentuk Sektarianisme
Sektarianisme memiliki beberapa bentuk sebagai akibat dari gejolak politik
didalam masyarakat Islam. Diantara bentuk aliran tersebut adalah sebagai berikut.
Syi’ah
Syiah adalah sekte politik pertama dalam sejarah Islam.15 Kata Syiah berasal dari
kata sya’a yang berarti tersiar, menyiarkan, mengisi, mengikuti, dan menemani.16 Istilah
Syi’ah digunakan untuk penyebutan kelompok yang menyokong Ali bin Abi Thalib dan
lebih mengutamakannya dibanding para sahabat Nabi yang lain.17 Nabi telah
menyandarkan istilah Syiah kepada Ali bin Abi Thalib dan para pengikutnya. Dalam kitab
Al-Durr al-Mantsur, Jaluddin as-Suyuthi menuliskan, “Dari Ibnu ‘Asakir kemudian dari
Jabir bin Abdullah bahwa: Kami sedang bersama Nabi Muhammad saw. Tidak lama
kemudian Ali datang. Lalu Nabi Muhammad saw bersabda, “Demi yang jiwaku berada
digenggaman-Nya, sesungguhnya ini (Ali) dan Syiahnya benar-benar orang yang menang
di hari kiamat”. As-Suyuthi kembali mencantumkan dalam kitabnya, “Ibn Abbas berkata:
Ketika turun ayat, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, mereka
itulah sebaik-baik manusia”; Rasulullah saw berkata kepada Ali: mereka adalah engkau
dan Syiahmu”.18
Menurut Syahrastani, Syiah mempercayai bahwa Ali bin Abi Thalib adalah
12 Fahmi Farid Purnama, “Khawarijisme: Pergulatan Politik Sektarian dalam Bingkai Wacana
Agama,” Jurnal Al-A’raf Pemikiran Islam dan Filsafat 3, 2 (2016): 217 .
13 Philip K. Hitti, History of The Arabs (London: Macmillan Press, 1970), 191.
14 Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, 8.
15 Imam Muhammad Abu Zahrah, Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam, terj. Abd. Rahman
Dahlan dan Ahmad Qarib (Jakarta: Logos Publishing House, 1996), 34.
16 Ahmad Warson Munawir, Kamus Munawir Arab-Indonesia Terlengkap (Surabaya: Pustaka
Progresif, 2007), 756.
17 Abu Hasan Al-Asy’ari, Maqallat al-Islamiyyin wa Ikhtilafu al-Mushallin (Kairo: Maktabah AnNahdhah al-
Misriyyah, 1969), 65.
18 Ahmad Sahidin, “Memahami Sunni dan Syiah: Sejarah, Politik, dan Ikhtilaf,” Jurnal Maarif 10,.2
(2015): 36.
Humaria Azzahra
184 | INDO-ISLAMIKA, Volume 9, No. 2 Juli-Desember 2019/1440
kandidat yang telah dipilih oleh Nabi dan dipesankan untuk menggantikan posisinya
sebagai kepala negara. Syiah juga menganggap bahwa seorang pemimpin harus berasal
dari garis nasab keturunan Ali bin Abi Thalib. Bagi yang bukan merupakan keturunan Ali,
maka ia tidak bisa menjadi pemimpin suatu negara.19 Aliran ini tidak menunjukkan
pergerakan apapun pada masa kepemimpinan khalifah Abu Bakar dan Umar. Makar proAli
baru mulai merebak pada masa Utsman bin Affan dengan tujuan untuk melengserkan
kekuasaannya. Kelompok ini semakin menampakkan diri pada saat munculnya pertikaian
antara Ali bin Abi Thalib dengan Muawiyah bin Abi Sufyan yang berujung pada arbitrase.
Jika ditelisik lebih lanjut, sebenarnya secara tidak langsung pandangan kaum
Syi’ah tersebut telah tertolak dengan sendirinya. Hal ini disandarkan pada fakta bahwa Ali
bin Abi Thalib sendiri mengakui legalitas ketiga khalifah sebelumnya bahkan turut serta
dalam membaiat mereka menjadi pemimpin kaum muslimin. Ini menunjukkan secara jelas
bahwa Ali secara pribadi tidak menganggap dirinya yang lebih berhak menggantikan Nabi
serta membuktikan betapa Ali-pun tidak merasa menerima wasiat Nabi sebagaimana yang
digaungkan oleh kelompok Syiah.
Khawarij
Khawarij menurut bahasa adalah jama’ dari isim fail Kharij, artinya sesuatu yang
keluar. Dalam kitab Al-Milal wa an-Nihal dijelaskan bahwa setiap orang yang keluar dari
imam yang telah disepakati bersama dinamakan Kharijiy.20 Khawarij merupakan
penyebutan atas suatu kelompok yang menolak arbitrase yang digunakan oleh Muawiyah
dalam perang Shiffin. Khawarij menamakan diri mereka dengan sebutan kaum Syurah,
yang berasal dari kata yasyri (menjual). Kata ini memiliki makna segolongan orang yang
mengorbankan dirinya demi keridhaan Allah.21 Ada pula pendapat yang menyatakan
bahwa Khawarij juga disebut sebagai Haruriyah. Ini dinukilkan dari kata ‘Harura’ yang
merupakan nama sebuah tempat di kota Raqqah yang berlokasi di sekitar Kuffah. Sejarah
menyebutkan bahwa tempat tersebut merupakan tempat berkumpul mereka yang telah
memisahkan diri dari barisan Ali (pada waktu itu berjumlah sekitar 12.000 orang).
Khawarij dikenal sebagai aliran kalam tertua dalam sejarah peradaban Islam.
Kelompok ini memiliki pandangan bahwa saat Ali menerima arbitrase yang diajukan oleh
Muawiyah, maka ia telah melakukan dosa besar. Oleh karena itu, Ali dianggap kafir dan
darahnya halal untuk dibunuh. Tak hanya Ali, semua orang yang mereka anggap telah
melanggar ajaran Islam masuk ke dalam golongan kafir, termasuk diantaranya Muawiyah
bin Abi Sufyan, Amr Ibn Al-‘As, serta Abu Musa Al-Asy’ari. Landasan pengkafiran
terhadap Ali dan beberapa kaum muslimin tersebut berpijak pada firman Allah yang
berbunyi: wa man la yahkum bima anzalallahu faulaika humul kafirun. Barangsiapa yang
tidak berhukum dengan apa yang diturunkan oleh Allah, maka mereka itulah orang-orang
kafir.
Dalam rangka menegakkan agama Allah, Khawarij cukup teguh dan tegas
menjalankan ideologinya. Kelompok ini dikenal sangat mudah menyerang sekte-sekte
19 Asy-Syahrastani, Al-Milal wa an-Nihal: Aliran-Aliran Teologi dalam Sejarah Umat Islam, terj.
Asywadi Syukur (Surabaya: Bina Ilmu, tt), 124.
20 Abu Al-Fath Asy-Syahrastani, al-Milal wa An-Nihal (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah), 150.
21 Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam) Sejarah, Ajaran, dan Perkembangannya
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), 124.
Sektarianisme Dalam Sejarah Islam
INDO-ISLAMIKA, Volume 9, No. 2 Juli-Desember 2019/1440 | 185
diluar mereka dan taat menjalankan nilai-nilai agama.22 Hal ini tak terlepas dari latar
belakang mereka yang umumnya merupakan orang Arab Badawi. Kehidupan asalnya yang
serba sederhana namun keras dan berani mempengaruhi mereka dalam melakukan
penafsiran ayat yang cenderung tekstualis dan mengabaikan konteks.
Murjiah
Secara etimologis, Murjiah berasal dari padanan kata Bahasa Arab irja’, yang
bermakna menunda atau memberi pengharapan.23 Murjiah merupakan sekelompok
masyarakat yang memiliki harapan besar akan ampunan Allah. Hal yang sama berlaku
pada pelaku dosa besar. Sama seperti Khawarij dan Syiah, kehadiran aliran Murji’ah
dimoderatori oleh persoalan politik yang berujung pada pertikaian sesama kaum muslimin.
Secara historis, peristiwa arbitrase memunculkan dua kelompok yang saling
bertolak belakang, yakni aliran Syiah yang mendukung Ali dan Khawarij yang justru
menentangnya. Pertikaian kedua kelompok ini semakin memanas manakala Ali wafat
karena ditikam. Perselisihan berujung pada tuduhan saling mengkafirkan kubu lawan. Di
tengah situasi politik yang tidak stabil tersebut, muncul sekelompok orang yang tidak ingin
menentukan keberpihakannya kepada salah satu kubu yang bersengketa.24 Mereka inilah
yang disebut sebagai kaum Murji’ah. Murjiah pada dasarnya memiliki kecenderungan
politik terhadap Muawiyah pada permasalahan arbitrase. Akan tetapi pada praktiknya,
aliran ini lebih bersifat netral dengan tidak menetapkan siapa yang salah dan yang benar
pada perselisihan antara Syiah dan Khawarij. Mereka tidak ingin mendapat hujatan ketika
harus memilih salah satunya sehingga aliran ini condong untuk tidak ikut campur atau
memisahkan diri dari benang perselisihan tersebut.
Murji’ah memiliki prinsip bahwa penetapan kafir seseorang hendaknya
dikembalikan kepada Allah. Baik golongan Ali maupun Muawiyah tetap dianggap sebagai
orang mukmin karena mereka bersyahadat dan diyakini tidak melenceng dari jalan yang
lurus. Adapun mengenai dosa besar yang dianggap telah dilakukan, penyelesaiannya
ditunda hingga tiba hari perhitungan nanti saat Allah sendiri yang akan menghukumi
mereka.
Qadariyah
Qadariyah berakar pada ‘qadara’ yang berarti memutuskan dan memiliki kekuatan
atau kemampuan. Harun Nasution dalam tulisannya menyatakan bahwa Qadariyah ialah
sebutan untuk kelompok yang menganggap bahwa semua orang memiliki kebebasan dalam
menjalankan hidupnya. Semua perbuatan baik dan perbuatan buruk yang manusia lakukan
pada dasarnya adalah atas kehendak dan kekuasaannya sendiri. Secara tidak langsung,
aliran ini menafikan adanya peran takdir yang telah tertulis bagi setiap manusia sejak
zaman azali25 dan meyakini bahwa hidup manusia tidak serta merta dipaksa untuk patuh
pada apa yang telah ditakdirkan Allah.
Kemunculan aliran Qadariyah dipelopori oleh Ghilan ad-Dimasyqi, seorang
pemuka aliran Murji’ah. Beberapa kalangan meyakini keberadaan aliran Qadariyah sebagai
22 Muhammad Abu Zahrah, Tarikh al-Madzahib al-Fiqhiyyah wa al-Islamiyyah al-Mu’ashirah
(Beirut: Daar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1992), 57.
23 Ummu Tamim, Menyingkap Aliran dan Paham Sesat, terj. Sufyan bin Zaidin Sinaga Abu Yazid
(Jakarta: Pustaka Imam Ahmad, 2010), 127.
24 Sariah, “Murji’ah dalam Perspektif Theologis,” Jurnal Toleransi 4, 1 (2012): 70.
25 Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, 35.

Humaria Azzahra
186 | INDO-ISLAMIKA, Volume 9, No. 2 Juli-Desember 2019/1440
siasat politik untuk melawaan kebijakan pemerintahan Bani Umayah yang dirasa telah
melampaui batas.26
Jabariyah
Kata Jabariyah berasal dari ‘Jabar’ yang berarti memaksa. Aliran ini pertama kali
dipelopori oleh Al-Ja’ad bin Dirham. Bertolak belakang dengan prinsip yang dipegang oleh
Qadariyah, aliran Jabariyah meyakini bahwa sebagai seorang manusia, segala perbuatan
baik dan buruk yang dilakukan telah ditakdirkan dan diciptakan oleh sang pencipta.
Manusia sama sekali tidak memiliki daya, pilihan, dan kehendak sendiri. Dengan arti lain,
segala perbuatan manusia timbul bukan karena kemauannya sendiri, namun perbuatan
yang dipaksakan atas dirinya.
Pemahaman ini tersebar luas berkat kerja keras Jahm bin Safwan, seorang pemuka
Jabariyah yang berasal dari Khurasan.27 Dikisahkan oleh Abu Zahrah, kehadiran aliran ini
telah ada sejak zaman Bani Umayah menyatakan bahwa aliran ini telah tumbuh dan mulai
menyebar sejak masa sahabat dan masa bani Umayyah. Kala itu berbagai persoalan
mengenai qada dan qadar sering menjadi bahan diskusi oleh para tokoh agama.
Mu’tazilah
Mu’tazilah merupakan aliran teologi Islam tertua yang dibangun oleh Wasil bin
Atha.28 Mu’tazilah secara etimologis berasal dari kata i’tazala dalam bahasa Arab yang
memiliki arti memisahkan diri, menjauhkan diri, menyalahi pendapat orang lain.
Mu’tazilah merupakan penyebutan bagi sekelompok orang yang memutuskan untuk
memisahkan diri dari jamaah yang telah ada. Alasan pemisahan diri ini dilatarbelakangi
oleh kekecewaan terhadap keputusan Hasan bin Ali bin Abi Thalib yang memberikan
tampuk kekhalifahan kepada Muawiyah.29
Mu’tazilah memegang pengaruh kuat terhadap sejarah pengetahuan dan pemikiran
Islam. Mu’tazilah lahir pertama kali di kota Basrah (saat ini dikenal dengan nama Irak),
sebuah tempat yang menjadi pusat peradaban Islam di masa itu. Awal kemunculannya
ditandai dengan banyaknya oknum muslim maupun nonmuslim yang berencana
meruntuhkan kejayaan Islam melalui serangan-serangan pada segi aqidah. Salah satu
kepercayaan yang menyimpang dari ajaran Islam namun berkembang pesat di Kufah dan
Basrah adalah aliran Agnostik, yaitu sebuah prinsip yang mempercayai adanya Tuhan
namun tidak mengimani ajaran agama apapun.
Dalam keadaan demikian, Mu’tazilah hadir sebagai wujud mempertahankan jati
diri dengan mereduksi aliran menyimpang tersebut melalui metode pemikiran yang
dikembangkan sedemikian rupa. Kaum Mu’tazilah dalam memberikan solusi atas sebuah
problematika lebih banyak mempergunakan logika dan akal. Untuk itu, mereka dikenal
dengan sebutan “kaum rasionalis Islam”. Berdirinya Mu’tazilah juga sebagai upaya untuk
membersihkan krisis kepercayaan terhadap umat Islam. Meskipun pada tahun-tahun
selanjutnya Mu’tazilah mendapat kekuasaan politik dari al-Makmum untuk memaksakan
pemikiran-pemikirannya kepada orang lain.30
26 Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam) Sejarah, Ajaran, dan Perkembangannya, 139.
27 Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, 36.
28 Abdul Aziz Dahlan, Teologi dan Aqidah dalam Islam (Padang: IAIN-IB Press, 2001), 75.
29 Taufik Rahman, Tauhid Ilmu Kalam (Bandung: CV Pustaka Setia, 2013), 208.
30 A. Hanafi, Pengantar Teologi Islam (Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru, 2003), 72.
Sektarianisme Dalam Sejarah Islam
INDO-ISLAMIKA, Volume 9, No. 2 Juli-Desember 2019/1440 | 187
Asy’ariyah
Nama Asy’ariyah dinisbatkan pada pelopor aliran ini, yaitu Abu al-Hasan alAsy’ari. Beliau
merupakan salah seorang keturunan Abu Musa Al-Asy’ari yang cukup
tajam menyelisihi pandangan Mu’tazilah.31 Pada mulanya, Al-Asy’ari yang merupakan
anak tiri dari Al-Jubai menganut aliran Mu’tazilah sebelum akhirnya mencetuskan ideologi
barunya. Para sejarawan meyakini beberapa asumsi terkait penyebab keluarnya Al-Asy’ari
dari Mu’tazilah, salah satunya disebabkan oleh kelumpuhan Mu’tazilah dalam menjawab
beberapa persoalan yang diajukan oleh Al-Asy’ari. Ajaran Asy’ariyah yang bercorak
konvensional dengan mengedepankan al-Quran dan sunah di atas akal pikiran cukup
berkembang pesat, terutama di wilayah Basrah.
Pada awalnya, Asy’ari merasa mendapatkan ilham dari Allah melalui sebuah
mimpi. Didalam mimpi tersebut ia bertatapmuka langsung dengan Rasulullah. Sejak saat
itu Asy’ari mulai memisahkan diri dari ajaran Mu’tazilah dan memperkokoh aqidahnya
pada Al-Quran dan Sunnah. Mimpi tersebut merupakan jawaban dari permasalahan pelik
yang belum ia dapati solusinya bahkan tidak dari gurunya sendiri, Al-Jubai. Seiring dengan
kelemahan Mu’tazilah yang lambat laun membawanya pada kehancuran, Al-Asyari muncul
sebagai sebuah aliran yang memiliki nilai-nilai pembaharuan sehingga mampu menarik
massa cukup banyak dalam waktu yang relatif singkat.
Maturidiyah
Abu Mansur al-Maturidi merupakan pelopor dari aliran Maturidiyah. Aliran ini
dilahirkan di wilayah Samarkand dengan dilatarbelakangi oleh beberapa faktor32,
diantaranya ketidakpuasan sekelompok masyarakat terhadap ideologi Mu’tazilah yang
dianggap berlebihan dalam memberikan otoritas pada akal. Di sisi lain, prinsip-prinsip
ulama salaf juga tidak dapat diterima seutuhnya karena mengabaikan penggunaan logika.
Faktor meluasnya ajaran Qaramithah yang dengan keras menentang ulama salaf juga
membuat kekhawatiran yang cukup besar bagi kaum muslimin.
Untuk itu, Maturidiyah hadir dengan mengembangkan sebuah metode pemikiran
melalui sinkronisasi dalil Naql dan ‘Aql, dalam hal ini mempertemukan prinsip Mu’tazilah
yang rasional dengan Hambali yang tradisional. Sebagian ulama lain memandang titik
temu Mu’tazilah dan Ahl al-Hadits ada pada golongan Asy’ariyah, sedangkan titik temu
antara Asy’ariyah dan Mu’tazilah didapatkan di golongan Maturidiyah.33 Namun pada
prakteknya, Maturidiyah lebih banyak memberikan porsi pada akal jika dibandingkan
dengan Asy‘ariyah
3 JAWABANNOMER 3

Pemerintahan dinasti Abbasiyah dinisbatkan kepada


Al- Abbas, paman Rasulullah, sementara Khalifah pertama
dari pemerintahan ini adalah Abdullah Ash- Sahffah bin
Muhammad bin Ali Bin Abdulah bin Abbas bin Abdul
Muthalib.Pada tahun 132 H/750 M, oleh Abul abbas Ashsaffah,dan sekaligus sebagai
khalifah pertama.Selama lima
Abad dari tahun 132-656 H ( 750 M- 1258 M).Kemenangan
pemikiran yang pernah dikumandangkan oleh Bani Hasyim (
Alawiyun ) setelah meninggalnya Rasulullah dengan
mengatakan bahwa yang berhak untuk berkuasa adalah
keturunana Rasulullah dan anak-anaknya.
Sebelum berdirinya Dinasti Abbasiyah terdapat tiga
poros utama yang merupakan pusat kegiatan, anatara satu
dengan yang lain memiliki kedudukan tersendiri dalam
memainkan peranya untuk menegakan kekuasaan keluarga
besar paman Rasulullah, Abbas bin Abdul Muthalib.Dari
nama Al- Abbas paman Rasulullah inilah nama ini di
sandarkan pada tiga tempat pusat kegiatan, yaitu
Humaimah, Kufah,dan khurasan.

Buku Ajar Sejarah Peradaban Islam- Introduction | 215


Di kota Mumaimah bermukim keluarga Abbasiyah,
salah seorang pimpinannya bernama Al-imam Muhammad
bin Ali yang merupakan peletak dasar-dasar bagi berdirinya
dinasti Abbasiyah.Para penerang Abbasiyah berjumlah 150
orang di bawah para pimpinannya yang berjumlah 12 orang
dan puncak pimpinannya adalah Muhammad bin Ali.
Propaganda Abbasiyah dilaksanakan dengan strategi
yang cukup matang sebagai gerakan rahasia.Akan
tetapi,imam Ibrahim pemimpin Abbasiyah yang
berkeinginan mendirikan kekuasaan Abbasiyah,gerakannya
diketahui oleh khalifah Ummayah terakhir,Marwan bin
Muhammad. Ibrahim akhirnya tertangkap oleh pasukan
dinasti Umayyah dan dipenjarakan di haran sebelum
akhirnya diekskusi. Ia mewasiatka kepada adiknya Abul
Abbas untuk menggantikan kedudukannya ketika tahu
bahwa ia akan terbunuh,dan memerintahkan untuk pindah
ke kufah.Sedangkan pemimpin propaganda dibebankan
kepada Abu Salamah.Segeralah Abul Abbas pindah dari
Humaimah ke kufah di iringi oleh para pembesar Abbasiyah
yang lain seperti Abu Ja’far,Isa bin Musa, dan Abdullah bin
Ali.
Penguasa Umayyah di kufah, Yazid bin Umar bin
Hubairah, ditaklukan oleh Abbasiyah dan di usir ke
Wasit.Abu Salamah selanjutnya berkemah di kufah yang
telah di taklukan pada tahun 132 H. Abdullah bin Ali, salah
seorang paman Abbul Abbas di perintahkan untuk mengejar
khaliffah Umayyah terakhir, marwan bin Muhammad

216 |Dr. H. Anwar Sewang, MA


bersama pasukannya yang melarikan diri, dimana akhirnya
dapat di pukul di dataran rendah sungai Zab. Khlifah itu
melarikan diri hingga ke fustat di mesir, dan akhirnya
terbunuh di Busir, wilayah Al- Fayyum, tahun 132 H/750 M.
Dan beririlah Dinasti Abbasiyah yang di pimpin oleh
khalifah pertamanya, yaitu Abbul Abbas Ash- Shaffah
dengan pusat kekuasaan awalnya di Kufah.

Anda mungkin juga menyukai