Keperawatan Medikal Bedah III Bab I Kons
Keperawatan Medikal Bedah III Bab I Kons
OLEH :
I WAYAN SUMARYANA
NIM : P07120011081
JURUSAN KEPERAWATAN
A. Latar Belakang
Abses otak (AO) adalah suatu reaksi piogenik yang terlokalisir pada jaringan otak.
AO pada anak jarang ditemukan dan di Indonesia juga belum banyak dilaporkan.
Morgagni (1682-1771) pertama kali melaporkan AO yang disebabkan oleh peradangan
telinga. Pada beberapa penderita dihubungkan dengan kelainan jantung bawaan sianotik.
Mikroorganisme penyebab abses otak meliputi bakteri, jamur dan parasit tertentu.
Mikroorganisme tersebut mencapai substansia otak melalui aliran darah, perluasan infeksi
sekitar otak, luka tembus trauma kepala dan kelainan kardiopulmoner. Pada beberapa
kasus tidak diketahui sumber infeksinya.
Abses otak dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di
sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara langsung seperti
trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran hematogen
dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering pada pertemuan substansia alba dan
grisea; sedangkan yang perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan
otak pada lobus tertentu. Abses otak bersifat soliter atau multipel. Yang multipel biasanya
ditemukan pada penyakit jantung bawaan sianotik; adanya shunt kanan ke kiri akan
menyebabkan darah sistemik selalu tidak jenuh sehingga sekunder terjadi polisitemia.
Polisitemia ini memudahkan terjadinya trombo-emboli.
Gejala klinik AO berupa tanda-tanda infeksi yaitu demam, anoreksi dan malaise,
peninggian tekanan intrakranial serta gejala nerologik fokal sesuai lokalisasi abses.
Walaupun teknik neuroimaging telah berkembang dengan pesat, abses otak sering sulit
untuk didiagnosa, dan terkadang membutuhkan intervensi bedah. Sumber utama infeksi
sangat sulit untuk diketahui, apalagi mikroorganisme yang mungkin menjadi etiologi
abses. Terapi AO terdiri dari pemberian antibiotik dan pembedahan. Tanpa pengobatan,
prognosis AO dapat menjadi buruk.
B. Definisi
Abses otak adalah suatu proses infeksi dengan pernanahan yang terlokalisir
diantara jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri, fungus dan
protozoa.
C. Epidemiologi
Abses otak dapat terjadi pada berbagai kelompok usia, namun paling sering terjadi
pada anak berusia 4 sampai 8 tahun. Penyebab abses otak yaitu, embolisasi oleh penyakit
jantung kongenital dengan pintas atrioventrikuler (terutama tetralogi fallot), meningitis,
otitis media kronis dan mastoiditis, sinusitis, infeksi jaringan lunak pada wajah ataupun
scalp, status imunodefisiensi dan infeksi pada pintas ventrikuloperitonial (VP-Shunt).
Patogenesis abses otak tidak begitu dimengerti pada 10-15% kasus.
Menurut Britt, Richard et al., penderita abses otak lebih banyak dijumpai pada laki-
laki daripada perempuan dengan perbandingan 3:1 yang umumnya masih usia produktif
yaitu sekitar 20-50 tahun.
Yang S.Y. menyatakan bahwa kondisi pasien sewaktu masuk rumah sakit
merupakan faktor yang sangat mempengaruhi rate kematian. Jika kondisi pasien buruk,
rate kematian akan tinggi.
Hasil penelitian Xiang Y Han (The University of Texas MD. Anderson Cancer
Center Houston Texas) terhadap 9 penderita abses otak yang diperolehnya selama 14 tahun
(1989-2002), menunjukkan bahwa jumlah penderita laki-laki > perempuan dengan
perbandingan 7:2, berusia sekitar 38-78 tahun dengan rate kematian 55%.
Demikian juga dengan hasil penelitian Hakim A.A. Terhadap 20 pasien abses otak
yang terkumpul selama 2 tahun (1984-1986) dari RSUD Dr Soetomo Surabaya,
menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda, dimana jumlah penderita abses otak pada laki-
laki > perempuan dengan perbandingan 11:9, berusia sekitar 5 bulan-50 tahun dengan
angka kematian 355 (dari 20 penderita, 7 meninggal).
D. Anatomi Otak
Anatomi otak adalah struktur yang kompleks dan rumit. Organ ini berfungsi
sebagai pusat kendali dengan menerima, menafsirkan, serta mengarahkan informasi
sensorik di seluruh tubuh. Ada tiga divisi utama otak, yaitu otak depan, otak tengah, dan
otak belakang.
Pembagian otak :
1. Prosencephalon - Otak depan
Sawar darah otak memisahkan dua kompartemen utama dari susunan saraf, yaitu
otak dan likuor serebrospinalis, dari kompartemen ketiga, yaitu darah. Tempat-tempat
rintangan itu adalah tapal batas antara darah dan kedua kompartemen susunan saraf
tersebut di atas, yaitu pleksus korioideus, pembuluh darah serebral dan ruang subarachnoid
serta membrane araknoid yang menutupi ruang subaraknoid.
Semua tempat sawar dibentuk oleh sel-sel yang bersambung satu dengan yang lain
dengan tight junction, yang membatasi difus interseluler. Sel-sel tersebut adalah
endothelium pembuluh darah, epithelium pleksus korioideus dan sel-sel membran araknoid
serta perineurium.
Sawar darah otak dapat mengalami perubahan jika terjadi beberapa proses
patologis, seperti anoksia dan iskemia, lesi destruktif dan proliferatif, reaksi peradangan
dan imunologik, dan juga jika terdapat autoregulasi akibat sirkulasi serebral yang
terganggu.
Sumber: www.stanford.edu/group/parasites/ParaSites
Berdasaran bakteri penyebab, maka etiologi dari abses otak dapat dibagi menjadi :
1. Organisme aerobik:
Sebagian besar abses otak berasal langsung dari penyebaran infeksi telinga tengah,
sinusitis (paranasal, ethmoidalis, sphenoidalis dan maxillaries).
Abses otak dapat timbul akibat penyebaran secara hematogen dari infeksi paru
sistemik (empyema, abses paru, bronkiektase, pneumonia), endokarditis bakterial akut dan
subakut dan pada penyakit jantung bawaan Tetralogi Fallot (abses multiple, lokasi pada
substansi putih dan abu dari jaringan otak). Abses otak yang penyebarannya secara
hematogen, letak absesnya sesuai dengan peredaran darah yang didistribusi oleh arteri
cerebri media terutama lobus parietalis, atau cerebellum dan batang otak. Dapat juga
timbul akibat trauma tembus pada kepala atau trauma pasca operasi.
Abses dapat juga dijumpai pada penderita penyakit immunologik seperti AIDS,
penderita penyakit kronis yang mendapat kemoterapi/steroid yang dapat menurunkan
sistem kekebalan tubuh. 20-37% penyebab abses otak tidak diketahui. Penyebab abses
yang jarang dijumpai, osteomyelitis tengkorak, sellulitis, erysipelas wajah, abses tonsil,
pustule kulit, luka tembus pada tengkorak kepala, infeksi gigi luka tembak di kepala,
septikemia. Berdasarkan sumber infeksi dapat ditentukan lokasi timbulnya abses di lobus
otak.
Faktor predisposisi dapat menyangkut host, kuman infeksi atau faktor lingkungan :
2. Faktor kuman
3. Faktor lingkungan
F. Histopatologi
Pada penderita meningitis bakteri tidak selalu terjadi abses otak, hal ini
dipengaruhi oleh faktor-faktor :
a. Virulensi bakteri
Hanya bakteri tertentu yang bias merusak sawar darah otak. Kerusakan
sawar darah otak menimbulkan eksudasi albumin yang mempercepat timbulnya
edema otak, dengan kerusakan sel endotel dan mikrovaskuler otak.
c. Imunopatologis
Pada tahap awal AO terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan otak
dengan infiltrasi lekosit disertai edema, perlunakan dan kongesti jaringan otak,
kadang-kadang disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa hari sampai beberapa
minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk suatu
rongga abses. Astroglia, fibroblas dan makrofag mengelilingi jaringan yang
nekrotik. Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama kelamaan dengan
fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris. Tebal
kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter. Beberapa ahli
membagi perubahan patologi AO dalam 4 stadium yaitu :
Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan meluas ke arah
ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan meningitis.
Ada penjagaan otak khusus terhadap bahaya yang datang melalui lintasan
hematogen, yang dikenal sebagai sawar darah otak atau blood brain barrier. Pada
toksemia dan septicemia, sawar darah otak terusak dan tidak lagi bertindak sebagai sawar
khusus. Infeksi jaringan otak jarang dikarenakan hanya bakterimia saja, oleh karena
jaringan otak yang sehat cukup resisten terhadap infeksi. Kuman yang dimasukkan ke
dalam otak secara langsung pada binatang percobaan ternyata tidak membangkitkan abses
serebri/abses otak, kecuali apabila jumlah kumannya sangat besar atau sebelum inokulasi
intraserebral telah diadakan nekrosis terlebih dahulu. Walaupun dalam banyak hal sawar
darah otak sangat protektif, namun ia menghambat penetrasi fagosit, antibodi dan
antibiotik. Jaringan otak tidak memiliki fagosit yang efektif dan juga tidak memiliki
lintasan pembuangan limfatik untuk pemberantasan infeksi bila hal itu terjadi. Maka
berbeda dengan proses infeksi di luar otak, infeksi di otak cenderung menjadi sangat
virulen dan destruktif.
Unsur seluler lain dari sistem imunologik, yaitu makrofag membuat prostaglandin,
leukotrin, dan sitokin yang dapat berkomunikasi dengan neuron dan sel glia. Salah satu
jenis sitokin adalah Interleukin-1 yang memiliki kemampuan untuk mengubah fungsi T-
sel. Zat aktif itu homolog dengan pirogen, yang menjalankan peranan penting dalam
regulasi suhu oleh hipotalamus. Kini diperoleh banyak data yang menyatakan bahwa
astrosit bersama mikroglia dapat berfungsi seperti makrofag. Dalam artikel yang ditulis
oleh Bryan Rock, dkk telah dikemukakan mengenai peranan mikroglia dalam infeksi
susunan saraf pusat. Mikroglia sendiri merupakan jaringan saraf yang terdiri atas sel-sel
interstisial kecil dan mungkin berasal dari mesoderm.
Mikroglia yang telah teraktivasi akan merilis sejumlah sitokin dan dan kemokin
melalui proses parakrin dan autokrin, yang selanjutnya akan bekerjasama melawan infeksi
pada susunan saraf pusat. Produk yang telah disekresi oleh microglia juga berkontribusi
dalam proses imunologik dan peradangan. Dalam hal ini, diketahui bahwa matrix
metalloproteinases (MMPs) berpotensial merusak sawar darah otak, masuknya leukosit ke
dalam sistem saraf pusat, dan kerusakan jaringan. MMP sendiri adalah suatu enzim zinc-
dependent yang mampu merusak protein, dan sering dijumpai di matriks ekstraseluler.
H. Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda klinis dari abses otak tergantung kepada banyak faktor, antara lain
lokasi, ukuran, stadium dan jumlah lesi, keganasan kuman, derajat edema otak, respons
pasien terhadap infeksi, dan juga umur pasien. Bagian otak yang terkena dipengaruhi oleh
infeksi primernya.
Pada stadium awal gambaran klinik AO tidak khas, terdapat gejala-gejala infeksi
seperti demam, malaise, anoreksi dan gejala-gejala peninggian tekanan intrakranial berupa
muntah, sakit kepala dan kejang. Dengan semakin besarnya abses otak gejala menjadi khas
berupa trias abses otak yang terdiri dari gejala infeksi, peninggian tekanan intrakranial dan
gejala neurologik fokal.
Abses pada lobus frontalis biasanya tenang dan bila ada gejala-gejala neurologik
seperti hemikonvulsi, hemiparesis, hemianopsia homonim disertai kesadaran yang
menurun menunjukkan prognosis yang kurang baik karena biasanya terjadi herniasi dan
perforasi ke dalam kavum ventrikel.
(Sumber: http://emedicine.medscape.com)
2. Late cerebritis (hari 4-9): daerah inflamasi meluas dan terdapat nekrosis dari zona
central inflamasi.
3. Early capsule stage (hari 10-14): gliosis post infeksi, fibrosis, hipervaskularisasi
pada batas pinggir daerah yang terinfeksi. Pada stadium ini dapat terlihat
gambaran ring enhancement.
4. Late capsule stage (hari >14): terdapat daerah sentral yang hipodens (sentral abses)
yang dikelilingi dengan kontras - ring enhancement (kapsul abses)
Gambar 2. Gambaran CT-Scan Abses Serebi
Sumber: Kepustakaan 13
Abses serebri yang hematogen ditandai dengan adanya fokus infeksi (yang
tersering dari paru), lokasi pada daerah yang diperdarahi oleh arteri serebri media di
daerah perbatasan massa putih dan abu-abu dengan tingkat mortalitas yang tinggi.
Sedangkan gambaran glioblastoma pada CT scan adalah adanya mixed density
tumor, ring enhancement yang berlekuk-lekuk disertai perifokal edema yang luas.
J. Penatalaksanaan
Dasar pengobatan abses otak adalah mengurangi efek massa dan menghilangkan
kuman penyebab. Terapi definitif untuk abses melibatkan :
1. Penatalaksanaan terhadap efek massa (abses dan edema) yang dapat mengancam
jiwa
2. Terapi antibiotik dan test sensitifitas dari kultur material abses
3. Terapi bedah saraf (aspirasi atau eksisi)
4. Pengobatan terhadap infeksi primer
5. Pencegahan kejang
6. Neurorehabilitasi
Penatalaksanaan awal dari abses otak meliputi diagnosis yang tepat dan pemilihan
antibiotik didasarkan pada pathogenesis dan organisme yang memungkinkan terjadinya
abses. Ketika etiologinya tidak diketahui, dapat digunakan kombinasi dari sefalosporin
generasi ketiga dan metronidazole.
Jika terdapat riwayat cedera kepala dan komplikasi pembedahan kepala, maka
dapat digunakan kombinasi dari napciline atau vancomycine dengan sephalosforin
generasi ketiga dan juga metronidazole. Antibiotik terpilih dapat digunakan ketika hasil
kultur dan tes sentivitas telah tersedia.
Etiologi Antibiotik
Pada abses yang terjadi akibat trauma penetrasi, cedera kepala, atau sinusitis dapat
diterapi dengan kombinasi dengan napsiline atau vancomycin, cefotaxime atau cetriaxone
dan juga metronidazole. Monoterapi dengan meropenem terbukti baik melawan bakteri
gram negatif, bakteri anaerob, stafilokokkus dan streptokokkus dan menjadi pilihana
alternative.
Pada abses yang terjadi akibat penyakit jantung sianotik dapat diterapi dengan
penissilin dan metronidazole. Abses yang terjadi akibat ventrikuloperitoneal shunt dapat
diterapi dengan vancomycin dan ceptazidine. Jika otitis media, sinusitis, atau mastoidits
yang menjadi penyebab dapat digunakan vancomycin karena strepkokkus pneumonia telah
resisten terhadap penissilin. Jika meningitis citrobacter, yang merupakan bakteri utama
pada abses local, dapat digunakan sefalosporin generasi ketiga, yang secara umum
dikombinasikan dengan terapi aminoglikosida. Pada pasien dengan immunocompromised
digunakan antibiotik yang berspektrum luas dan dipertimbangkan pula terapi amphoterids.
Tabel 1.2 Dosis dan Cara Pemberian Antibiotik pada Abses Otak
50-100 mg/KgBBt/Hari IV
IV
2 grams IV
15 mg/KgBB/Hari IV
Pada beberapa keadaan terapi operatif tidak banyak menguntungkan, seperti: small
deep abscess, multiple abscess dan early cerebritic stage.
Kebanyakan studi menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna diantara
penderita yang mendapatkan terapi konservatif ataupun dengan terapi eksisi dalam
mengurangi risiko kejang.
Pembedahan secara eksisi pada abses otak jarang digunakan, karena prosedur ini
dihubungkan dengan tingginya angka morbiditas jika dibandingkan dengan teknik aspirasi.
Indikasi pembedahan adalah ketika abses berdiameter lebih dari 2,5 cm, adanya gas di
dalam abses, lesi yang multiokuler, dan lesi yng terletak di fosa posterior, atau jamur yang
berhubungan dengan proses infeksi, seperti mastoiditis, sinusitis, dan abses periorbita,
dapat pula dilakukan pembedahan drainase. Terapi kombinasi antibiotik bergantung pada
organisme dan respon terhadap penatalaksanaan awal. Tetapi, efek yang nyata terlihat 4-6
minggu.
Pada penderita ini diberikan fenitoin oral, mengingat penderita sudah mengalami
kejang dengan frekuensi yang cukup sering. Penghentian antikonvulsan ini ditetapkan
berdasarkan perkembangan klinis penderita selanjutnya.
K. Diagnosa Banding
Sebagai suatu lesi desak ruang (space-occupying lesion), abses otak dapat
bermanifestasi klinis hampir sama dengan suatu neoplasma maupun hematoma subdural.
Oleh karena itu, diperlukan teknik diagnosa yang menyeluruh agar terapi yang diberikan
tepat.
ABSCESS TUMOUR
T1 Hyperintense rim.
T2 Hypointense rim.
L. Komplikasi
M. Prognosis
Angka kematian yang dihubungkan dengan abses otak secara signifikan berkurang,
dengan perkiraan 5-10% didahului CT-Scan atau MRI dan antibiotik yang tepat, serta
manajemen pembedahan merupakan faktor yang berhubungan dengan tingginya angka
kematian, dan waktu yang mempengaruhi lesi, abses mutipel, kesadaran koma dan
minimnya fasilitas CT-Scan. Angka harapan yang terjadi paling tidak 50% dari penderita,
termasuk hemiparesis, kejang, hidrosefalus, abnormalitas nervus kranialis dan masalah-
masalah pembelajaran lainnya.
Dengan alat-alat canggih dewasa ini AO pada stadium dini dapat lebih cepat
didiagnosis sehingga prognosis lebih baik. Prognosis AO soliter lebih baik dan mu1tipel.
Defisit fokal dapat membaik, tetapi kejang dapat menetap pada 50% penderita.
BAB II
A. Pengkajian
1. Identitas klien dan psikososial
a. Usia
b. Jenis kelamin
c. Pendidikan
d. Alamat
e. Pekerjaan
f. Agama
g. Suku bangsa
h. Reran keluarga
i. Penampilan sebelum sakit
j. Mekanisme koping
k. Tempat tinggal yang kumuh
2. Keluhan utama: nyeri kepala disertai dengan penurunan kesadaran.
3. Riwayat penyakit sekarang: demam, anoreksi dan malaise, peninggikatan tekanan
intrakranial serta gejala nerologik fokal .
4. Riwayat penyakit dahulu: pernah atau tidak menderita infeksi telinga (otitis media,
mastoiditis) atau infeksi paru-paru (bronkiektaksis, abses paru, empiema), jantung
(endokarditis), organ pelvis, gigi dan kulit.
5. Pemeriksaan fisik
a. Tingkat kesadaran
b. Nyeri kepala
c. Nystagmus
d. Ptosis
e. Gangguan pendengaran dan penglihatan
f. Peningkatan sushu tubuh
g. Paralisis/kelemahan otot
h. Perubahan pola napas
i. Kejang
j. Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial
k. Kaku kuduk
l. Tanda brudzinski’s dan kernig’s positif
B. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan abses otak, yaitu :
C. Intervensi
Ditandai dengan :
a. Perubahan kesadaran
b. Perubahan tanda vital
c. Perubahan pola napas, bradikardia
d. Nyeri kepala
e. Muntah
f. Kelemahan motorik
g. Kerusakan pada Nervus kranial III, IV, VI, VII, VIII
h. Refleks patologis
i. Perubahan nilai ACD
j. Hasil pemeriksaan CT scan adanya edema serebri, abses
2. Resiko injuri : jatuh berhubungan dengan aktivitas kejang, penurunan kesadaran
dan status mental.
Ditandai dengan :
a. Penurunan kesadaran
b. Aktivitas kejang
c. Perubahan status mental
Ditandai dengan:
Ditandai dengan :
Ditandai dengan:
Data Subjektif (DS) : Pasien mengatakan demam dan rasa haus, muntah
Ditandai dengan :
Data Subjektif (DS) : Pasien mengatakan tidak nafsu makan, mual dan muntah.
Ditandai dengan:
Data Subjektif (DS) : Pasien menguluh nyeri kepala, kaku pada leher dan merasa
tidak nyaman.
Data Objektif (DO):
D. Implementasi
E. Evaluasi
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall & Moyet, Buku Saku; Diagnosis Keperawatan, 13th Edition,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2013
Nurarif, Amin Huda & Hardi Kusuma, Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA; NIC-NOC, Mediaction Publishing, Jakarta, 2013