Anda di halaman 1dari 58

I.

Langkah – 1
SKENARIO 1
PENGLIHATAN TERGANGGU

Tn. A, 56 tahun, mengeluh penglihatan terganggu di kedua mata sejak 2 bulan yang lalu.
Kadang- kadang terlihat bintik gelap dan lingkaran – lingkaran cahaya. Pasiens sudah
mengidap DM tipe 2 sejak 5 tahun. Saat ini telapak kaki terasa kesemutan dan nyeri bila
berjalan.
Tekanan darah 130/90 mmHg, berat badan 80 kg, tinggi badan 165 cm dan indeks massa
tubuh (IMT)29,4 kg/m2 , lingkar perut 108 cm. Kulit teraba kering dan pada pemeriksaan
sensorik adalah monofilament Semmes Weinstein 10 gram sudah terdapat penurunan rasa
nyeri. Pemeriksaan Ankle Brachial Index 0,9. Pada pemeriksaan funduskopi terdapat
mikroaneurisma dan perdarahan dalam retina. Hasil laboratorium glukosa darah puasa 256
mg/dL, glukosa darah 2 jam setelah makan 345 mg/dL, HbA1c 10,2 g/dL dan protein urin
positif 3.
Dokter menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat komplikasi
kronik mikroangiopati,makroangiopati dan neuropati. Pasien juga diberikan edukasi
perencanaan makan diet 1900 kalori yang halal dan baik sesuai ajaran Islam, jenis olahraga
yang sesuai dan pemberian insulin untuk mengontrol glukosa darahnya, serta efek samping
yang dapat terjadi akibat pemberian obat.

IDENTIFIKASI KATA-KATA SULIT

1. Mikroangiopati : Gangguan pembuluh darah kecil


2. Makroangiopati : Gangguan pembuluh darah besar
3. Pemeriksaan Funduskopi: Pemeriksaan pada segmen posterior mata
4. Pemeriksaan MSW : Pemeriksaan untuk mengetahui ada atau tidaknya penurunan
rasa nyeri
5. Aneurisma : Dilatasi pada pembuluh darah kecil
6. Neuropati : Gangguan saraf yang menyebabkan nyeri pada tubuh
7. Ankle Brachial Index : Membandingkan tekanan sistol pada betis dengan tekanan
sistol pada lengan
8. HbA1c : Zat yang terbentuk dari ikatan glukosa dengan hemoglobin
9. Insulin : Hormon yang dikeluarkan oleh sel beta pancreas
BRAINSTORMING PROBLEM

1. Apa hubungan DM tipe 2 dengan penglihatan?


2. Apa yang menyebabkan perdarahan pada retina?
3. Apakah ada hubungan faktor usia dengan DM?
4. Mengapa pasien saat dilakukan pemeriksaan tidak ada rasa nyeri?
5. Mengapa kulit teraba kering?
6. Apa penyebabnya timbul bintik- bintik hitam dan lingkaran cahaya pada pasien?
7. Apa yang menyebabkan protein menjadi positif 3?
8. Pemeriksaan apa saja yang dilakukan untuk melihat mikroangiopati, makroangiopati,
dan neuropati?
9. Pengobatan lain apakah yang dapat diberikan selain terapi insulin?
10. Bagaimana bisa terjadi hipertensi?
11. Apa efek samping dari pemberian insulin?
12. Apa fungsi insulin pada tubuh?
13. Diet dan olahraga seperti apa untuk kasus ini?
14. Berapa nilai normal glukosa dan IMT normal?
15. Mengapa bisa terjadi DM?
16. Mengapa pasien diberikan diet 1900 kalori yang baik dan halal sesuai ajaran Islam?

ANALISA MASALAH

1. Penderita DM tipe 2 di tubuhnya masih mensekresikan insulin namun tidak memiliki


reseptor untuk mengikat glukosa, sehinggal glukosa meningkat dan terbawa dalam
aliran darah. Dengan keadaan seperti ini, menyebabkan retina kehilangan perisit dan
pecah sehingga menjadi lesi. Lalu terjadi perdarahan dan timbul mikroangiopati dan
retina menjadi berdarah (
2. Sama dengan jawaban nomor 1
3. Ada, di mana umur di atas 40 tahun akan lebih berisiko terkena DM
5. Karena dehidrasi dan pengeluaran glukosa yang berlebihan
6. Karena ada penggumpalan darah di mata
7. Karena seseorang yang terdiagnosis DM akan lebih banyak menyerap lipid dan
protein
8. Pemeriksaan funduskopi
9. Pemberian edukasi tentang pola gaya hidup sehat, pemberian obat oral (metformin),
dan terapi gizi
10. Karena makan dan gaya hidup yang kurang baik
11. Hiperglikemia, alergi,resisten,lipoatrofi,lipohipertofi
12. Di jaringan lemak : meningkatkan uptake glukosa  glikogenesis
Di jaringan otak : meningkatkan uptake glukosa  sintesi glikogen
Di jaringan hati : meningkatkan sintesis glikogen
13. Pemberian makanan yang mengandung karbohidrat, lemak,protein yang cukup dan
tidak berlebihan serta melakukan olahraga seperti jogging, sepeda, dan berenang
14. Kadar glukosa darah normal : 4-7 mmol, 72-126 mg/dL
IMT : BB
(TB)2m
Nilai IMT : <17  sangat kurus 25,0- 29,9  berlebih
17-18,5  kurus 30-34,9  obesitas I
18,5-24,9  normal 35-35,9 obesitas II

2
>40  Obesitas III
15. Tipe 1 : sel beta pancreas tidak diproduksi sehingga insulin tidak terbentuk
Tipe 2 : terjadi resistensi insulin sehingga sel beta tidak adekuat dalam sekresi insulin
16. Karena IMT pasien tersebut 29,4 dan termasuk yang berlebihan dalam IMT sehingga
diharuskan untuk atur pla makan dan tidak sembarangan dalam memilih makanan.

HIPOTESA SEMENTARA

Gaya hidup yang tidak teratur dan tidak sehat, pola makan yang tidak sesuai, berat
badan yang berlbihan serta usia, menjadi faktor risiko dalam menyebabkan terjadinya
resistensi insulin dan kurangnya sensitifitas reseptor pada insulin di dalam tubuh. Jika
kedua hal itu terjadi maka keadaan yang muncul di dalam tubuh ialah hiperglikemia.
Saat tubuh dalam keadaan hiperglikemia, maka akan timbul gejala klasik seperti;
polifagia,polodipsi,dan polinuria. Sehingga harus dilakukan pemeriksaan gula darah,
IMT, mikrofilamen Semmes Weistein test. Hasilnya ialah diabetes mellitus tipe 2, jika
DM tipe dibiarkan akan menyebabkan komplikasi seperti penglihatan terganggu dan
kesemutan DM tipe 2 harus ditangani dengan beberapa pilar, mulai dari; diet yang
baik dan halal menurut Islam, terapi insulin dan terapi farmakologi..

LEARNING OBJECTIVE

LI. 1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Pankreas


1.1 Memahami dan menjelaskan anatomi pancreas makroskopik

1.2 Memahami dan menjelaskan anatomi pancreas mikroskopik

LI. 2 Memahami dan Menjelaskan Peranan Insulin Dalam Tubuh


LI. 3 Memahami dan Menjelaskan Diabetes Melitus Tipe 2
3.1 Memahami dan menjelaskan definisi DM tipe 2
3.2 Memahami dan menjelaskan etiologi DM tipe 2
3.3 Memahami dan menjelaskan epidemiologi DM tipe 2
3.4 Memahami dan menjelaskan patofisiologi DM tipe 2
3.5 Memahami dan menjelaskan manifestasi Klinis DM tipe 2
3.6 Memahami dan menjelaskan diagnosis & Diagnosis Banding DM tipe 2
3.7 Memahami dan menjelaskan penatalaksanaan DM tipe 2
3.8 Memahami dan menjelaskan komplikasi DM tipe 2
3.9 Memahami dan menjelaskan pencegahan DM tipe 2
3.10 Memahami dan menjelaskan prognosis DM tipe 2
LI. 4 Memahami dan Menjelaskan Retinopati Diabetik
4.1 Memahami dan menjelaskan definisi Retinopati Diabetik
4.2 Memahami dan menjelaskan etiologi Retinopati Diabetik
4.3 Memahami dan menjelaskan epidemiologi Retinopati Diabetik
4.4 Memahami dan menjelaskan patofisiologi Retinopati Diabetik
4.5 Memahami dan menjelaskan Manifestasi Klinis Retinopati Diabetik
4.6 Memahami dan menjelaskan Diagnosis & Diagnosis Banding Retinopati Diabetik
4.7 Memahami dan menjelaskan Penatalaksanaan Retinopati Diabetik
4.8 Memahami dan menjelaskan Komplikasi Retinopati Diabetik
4.9 Memahami dan menjelaskan Pencegahan Retinopati Diabetik

3
4.10 Memahami dan menjelaskan Prognosis Retinopati Diabetik

LI. 5 MM Hitung Kebutuhan Kalori Pada Penderita DM

LI. 6 MM Makanan yang Halal & Baik Sesuai Ajaran Islam

4
LI. 1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Pankreas
1.1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Pankreas secara Makroskopik

Gambar 1. Anatomi Makroskopik Pankreas


(Sumber : https://www.netterimages.com/pancreas-anatomy-and-histology-labeled-hansen-
ca-2e-physiology-frank-h-netter-40039.html)

Pankreas merupakan organ yang memanjang dan terletak pada epigastrium dan kuadran kiri
atas. Terletak retroperitoneal melintang di abdomen bagian atas dengan panjang ± 25 cm, dan
berat 120 g. Strukturnya lunak, berlobus, dan terletak pada dinding posterior abdomen di
belakang peritoneum. Pankreas menyilang planum transpyloricum. Pancreas dapat dibagi
dalam caput, collum, corpus, cauda.
Pancreas dapat dibagi dalam:
 Caput Pancreatis, berbentuk seperti cakram dan terletak di dalam bagiancekung
duodenum. Sebagian caput meluas ke kiri di belakang arteria san venamesenterica
superior serta dinamakan Processus Uncinatus.
 Collum Pancreatis, merupakan bagian pancreas yang mengecil danmenghubungkan caput
dan corpus pancreatis. Collum pancreatis terletak didepan pangkal vena portae hepatis
dan tempat dipercabangkannya arteriamesenterica superior dari aorta.
 Corpus Pancreatis, berjalan ke atas dan kiri, menyilang garis tengah. Pada potongan
melintang sedikit berbentuk segitiga.

5
 Cauda Pancreatis, berjalan ke depan menuju ligamentum lienorenalis danmengadakan
hubungan dengan hilum lienale.
Ductus Pancreaticus

Ductus Pancreaticus Mayor (WIRSUNGI)


Mulai dari cauda dan berjalan di sepanjang kelenjar menuju ke caput, menerima banyak
cabang pada perjalanannya. Ductus ini bermuara ke pars desendens duodenum di sekitar
pertengahannya bergabung dengan ductus choledochus membentuk papilla duodeni mayor
Vateri. Kadang-kadang muara ductus pancreaticus di duodenum terpisah dari ductus
choledochus.

Ductus Pancreaticus Minor (SANTORINI)


Mengalirkan getah pancreas dari bagian atas caput pancreas dan kemudian bermuara
ke duodenum sedikit di atas muara ductus pancreaticus pada papilla duodeni minor.

Hubungan
Ke anterior : Dari kanan ke kiri: colon transversum dan perlekatan mesocolon transversum,
bursa omentalis, dan gaster.
Ke posterior : Dari kanan ke kiri: ductus choledochus, vena portae hepatis dan vena lienalis,
vena cava inferior, aorta, pangkal arteria mesenterica superior, musculus psoas major sinistra,
glandula suprarenalis sinistra, ren sinister, dan hilum lienale.

Vaskularisasi
Arteriae
a. pancreaticoduodenalis superior (cabang a. gastroduodenalis )
a. pancreaticoduodenalis inferior (cabang a. mesenterica cranialis)
a. pancreatica magna, a.pancretica caudalis dan inferior (cabang a. lienalis)

Venae
Venae yang sesuai dengan arteriaenya mengalirkan darah ke sistem porta.

Gambar 2. Skema Vaskularisasi Percabangan Aorta Abdominalis

6
Aliran Limfatik
Kelenjar limfe terletak di sepanjang arteria yang mendarahi kelenjar. Pembuluh eferen
akhirnya mengalirkan cairan limf ke nodi limf coeliaci dan mesenterica superiores.

Persyarafan
Berasal dari serabut-serabut saraf simpatis (ganglion seliaca) dan parasimpatis (vagus).

1.2. Memahami dan Menjelaskan Antaomi Pankreas secara Mikroskopik

Gambar 3. Anatomi Mikroskopik Pankreas


(Sumber : https://www.netterimages.com/pancreas-anatomy-and-histology-labeled-hansen-
ca-2e-physiology-frank-h-netter-40039.html)

Pankreas merupakan kelenjar eksokrin dan endokrin. Bagian eksokrin kelenjar menghasilkan
sekret yang mengandung enzim-enzim yang dapat menghidrolisis lemak dan karbohidrat.
Bagian endokrine kelenjar yaitu pulau-pulau langerhans menghasilkan hormon insulin dan
glukagon yang mempunyai peranan penting pada metabolisme karbohidrat. Ada 2 bagian :

Bagian exokrin
 Merupakan kel acinosa complex (berwarna gelap)
 Sel-sel acinus berbentuk pyramid
 Didalam lumen kadang-kadang terdapat sel gepeng (sel
centroacinar)

7
Gambar 4. Bagian Eksokrin Pankreas

Bagian endokrin
• Disusun oleh sel-sel khusus yang
berkelompok dalam suatu daerah tertentu
yang kaya pembuluh darah disebut pulau-
pulau Langerhans
• Berkelompok dalam pulau2 Langerhans,
tersebar, berbentuk sferis berwarna pucat
• Sel tersusun dalam bentuk genjel tak
teratur, ditembus banyak jaring kapiler tipe
fenestra
• Dengan pewarnaan khusus dapat
dibedakan 4 macam sel yaitu, sel α, β, δ dan
c/PP.

Gambar 5. Bagian Endokrin Pankreas

Sel α
 20% populasi sel
 Mensekresi glukagon
 Bentuk besar, mencolok, terutama di perifer

Gambar 6. Sel α Pankreas

Sel β
 75% dari polulasi, sel paling kecil, menempati bagian tengah
 Mensekresi insulin
 Granula lebih kecil (200 μm)

Gambar 7. Sel β Pankreas

Sel δ
 Sel paling besar, 5% dari populasi
 Granula mirip sel α, tapi kurang padat
 Menghasilkan hormon Somatostatin yang di pankreas bekerja mengatur pelepasan
hormon pulau Langerhans yang lain (parakrin)

Sel C/sel PP

8
Sel Polipeptida Pankreas (endocrinocytus PP) menghasilkan hormon polipeptida pankreas
yang menghambat pembentukan enzim pankreas dan sekresi alkali.

 Ditemukan hanya pada spesies tertentu, mis. Guinea pig, jumlah terbatas, ukuran sama
dengan sel beta, dengan atau tanpa sedikit granula
 Fungsi fisiologis tak diketahui.

LI. 2 Memahami dan Menjelaskan Fisiologi dan Biokimia Insulin


 Fisiologi
a. Sintesis insulin
Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (precursor hormon insulin) pada
retikulum endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase, preproinsulin
mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, yang kemudian dihimpun dalam
gelembung-gelembung (secretory vesicles) dalam sel tersebut. Di sini, sekali lagi dengan
bantuan enzim peptidase, proinsulin diurai menjadi insulin dan peptida-C (C-peptide)
yang keduanya sudah siap untuk disekresikan secara bersamaan melalui membran sel.

Kadar glukosa darah yang meningkat, merupakan komponen utama yang memberi
rangsangan terhadap sel beta dalam memproduksi insulin. Disamping glukosa, beberapa
jenis asam amino dan obat-obatan, dapat pula memiliki efek yang sama dalam
rangsangan terhadap sel beta.

b. Sekresi insulin
Proses sekresi insulin, terjadi setelah adanya rangsangan oleh molekul glukosa. Tahap
pertama adalah proses glukosa melewati membrane sel. Untuk dapat melewati membran
sel beta dibutuhkan bantuan senyawa lain. Glucose transporter (GLUT) adalah senyawa
asam amino yang terdapat di dalam berbagai sel yang berperan dalam proses
metabolisme glukosa. Fungsinya sebagai “kendaraan” pengangkut glukosa masuk dari
luar kedalam sel jaringan tubuh. Glucose transporter2 (GLUT 2) yang terdapat dalam sel
beta misalnya, diperlukan dalam proses masuknya glukosa dari dalam darah, melewati
membran, ke dalam sel. Proses ini penting bagi tahapan selanjutnya yakni molekul
glukosa akan mengalami proses glikolisis dan fosforilasi didalam sel dan kemudian
membebaskan molekul ATP. Molekul ATP yang terbentuk, dibutuhkan untuk tahap
selanjutnya yakni proses mengaktifkan penutupan K channel pada membran sel.
Penutupan ini berakibat terhambatnya pengeluaran ion K dari dalam sel yang
menyebabkan terjadinya tahap depolarisasi membran sel, yang diikuti kemudian oleh
tahap pembukaan Ca channel. Keadaan inilah yang memungkinkan masuknya ion Ca
sehingga menyebabkan peningkatan kadar ion Ca intrasel. Suasana ini dibutuhkan bagi
proses sekresi insulin melalui mekanisme yang cukup rumit dan belum seutuhnya dapat
dijelaskan.

Seperti disinggung di atas, terjadinya aktivasi penutupan K channel tidak hanya


disebabkan oleh rangsangan ATP hasil proses fosforilasi glukosa intrasel, tapi juga dapat
oleh pengaruh beberapa faktor lain termasuk obat-obatan. Namun senyawa obat-obatan
tersebut, misalnya obat anti diabetes sulfonil urea, bekerja pada reseptor tersendiri,
tidakpada reseptor yang sama dengan glukosa, yang disebut sulphonylurea
receptor(SUR) pada membran sel beta.

9
Glucose Ca2+
K+ channel Channel Insulin
GLUT-2 shut
Release
Opens


Glucose K+ 
↑↑
Glucose-6-phosphate Insulin + C peptide
Depolarization Cleavage
of membrane enzymes
ATP Proinsulin
Glucose signaling
preproinsulin
Preproinsulin
B. cell Insulin Synthesis

Gb.1 Mekanisme sekresi insulin pada sel beta akibat stimulasi


Glukosa ( Kramer,95 )

Gambar 8. Prosess Sekresi dan Sintesis Insulin

c. Dinamika Sekresi Insulin


 Sekresi fase 1 (acute insulin secretion responce = AIR) adalah sekresi insulin yang
terjadi segera setelah ada rangsangan terhadap sel beta, muncul cepat dan berakhir juga
cepat. Sekresi fase 1 (AIR) biasanya mempunyai puncak yang relatif tinggi, karena hal
itu memang diperlukan untuk mengantisipasi kadar glukosa darah yang biasanya
meningkat tajam, segera setelah makan. Kinerja AIR yang cepat dan adekuat ini sangat
penting bagi regulasi glukosa yang normal karena pasa gilirannya berkontribusi besar
dalam pengendalian kadar glukosa darah postprandial. Dengan demikian, kehadiran AIR
yang normal diperlukan untuk mempertahankan berlangsungnya proses metabolisme
glukosa secara fisiologis. AIR yang berlangsung normal, bermanfaat dalam mencegah
terjadinya hiperglikemia akut setelah makan atau lonjakan glukosa darah postprandial
(postprandial spike) dengan segala akibat yang ditimbulkannya termasuk
hiperinsulinemia kompensatif.

 Sekresi fase 2 (sustained phase, latent phase), dimana sekresi insulin kembali meningkat
secara perlahan dan bertahan dalam waktu relatif lebih lama, seberapa tinggi puncaknya
(secara kuantitatif) akan ditentukan oleh seberapa besar kadar glukosa darah di akhir fase
1, disamping faktor resistensi insulin. Jadi, terjadi semacam mekanisme penyesuaian
dari sekresi fase 2 terhadap kinerja fase 1 sebelumnya. Apabila sekresi fase 1 tidak
adekuat, terjadi mekanisme kompensasi dalam bentuk peningkatan sekresi insulin pada
fase 2. Peningkatan produksi insulin tersebut pada hakikatnya dimaksudkan memenuhi
kebutuhan tubuh agar kadar glukosa darah (postprandial) tetap dalam batas batas normal.
Dalam prospektif perjalanan penyakit, fase 2 sekresi insulin akan banyak dipengaruhi
oleh fase 1. Pada gambar dibawah ini (Gb. 2) diperlihatkan dinamika sekresi insulin pada
keadaan normal, Toleransi Glukosa Terganggu ( Impaired Glucose Tolerance = IGT ),
dan Diabetes Mellitus Tipe 2.

10
Intravenous Second
glucose Phase
stimulation IGT
Insulin Secretion

Normal
First-Phase DM Tipe
2

Type
Basal 2DM

0 5 10 15 20 25 30( minute )
Gambar Dinamika sekresi Insulin setelah beban glukosa intravena pada keadaan normal
dankeadaan disfungsi sel beta (Ward, 84)

(1). binding ke reseptor, (2). translokasi GLUT 4 ke membran sel, (3). transportasi glukosa
meningkat, (4).disosiasi insulin dari reseptor, (5). GLUT 4 kembali menjauhi membran,(6).
kembali kesuasana semula.
Gambar 9. Mekanisme normal dari aksi insulin dalam transport glukosa di jaringan perifer
(Girard, 1995)
(Sumber : repository.unand.ac.id)

d. Faktor yang Mempengaruhi Sekresi Insulin

FAKTOR YANG MENINGKATKAN SEKRESI FAKTOR YANG


INSULIN MENURUNKAN SEKRESI
INSULIN
Peningkatan glukosa darah Penurunan kadar glukosa darah
Peningkatan asam lemak bebas Keadaan puasa

11
Peningkatan asam amino Somatostatin
Hormon gastrointestinal (gastrin, kolesistokinin, Aktivitas alfa adrenergic
sekretin, gastric inhibitory product (GIP)
Hormon glukagon, hormon pertumbuhan, kortisol Leptin
Stimulasi parasimpatis (asetilkolin) dan beta
adrenergik
Keadaan resistensi insulin: obesitas
Obat-obatan: sulfonilurea

e. Mekanisme kerja insulin


1. Efek pada karbohidrat
Insulin memiliki empat efek yang dapat menurunkan kadar glukosa darah dan
meningkatkan penyimpanan karbohidrat :
 Insulin mempermudah masuknya glukosa kedalam sebagian besar sel. Beberapa
jaringan yang tidak tergantung insulin yaitu otak, otot yang aktif, hati.
 Insulin merangsang glikogenesis, pembentukan glikogen dari glukosa, baik di otot
maupun hati
 Insulin menghambat glikogenolisis , penguraian glikogen menjadi glukosa (glukagon) .
dengan menghambat penguraian glikogen, insulin meningkatkan penyimpanan
karbohidrat dan menurunkan penguraian glukosa oleh hati
 Insulin menghambat glukoneogenesis untuk menurunkan pengeluaran glukosa oleh
hati.

Dengan dua cara :


 Menurunkan jumlah asam amino didalam darah yang tersedia bagi hati untuk
glukoneogenesis
 Menghambat enzim – enzim hati yang diperlukan untuk mengubah asam amino
menjadi glukosa

2. Efek pada lemak


Insulin memiliki banyak efek untuk menurunkan kadar asam lemak darah dan mendorong
pembentukan trigliserida
 Insulin meningkatkan transportasi glukosa kedalam sel jaringan adiposa. Glukosa berfungsi
sebagai prekusor untuk pembentukan asam lemak dan gliserol , yaitu bahan mentah untuk
membentuk trigliserida
 Insulin mengaktifkan enzim-enzim yang mengkatalisis pembentukan asam lemak dari
turunan glukosa
 Insulin meningkatkan masuknya asam asam lemak dari darah kedalam sel jaringan adiposa
 Insulin menghambat lipolisis , sehingga terjadi penurunan pengeluaran asam lemak dari
jaringan adiposa ke dalam darah
Efek efek itu mendororng pengeluaraan glukosa dan asam lemak dari darah dan
meningkatkan penyimpanan keduanya sebagai trigliserida

12
3. Efek pada protein
Insulin menurunkan kadar asam amino darah dan meningkatkan sintesis protein sebagai
berikut :
 Insulin mendorong transportasi aktif asam-asam amino dari darah kedalam otot dan
jaringan lain, efek ini menurunkan kadar asam amino dalam darah dan menghasilkan
bahan pembangun untuk sistesis protein didalam sel
 Insulin meningkatkan kecepatan penggabungan asam amino kedalam protein dengan
merangsang perangkat pembuat protein didalam sel
 Insulin menghambat penguraian protein
Akibat kolektif efek ini adalah efek anabolik protein . karena itu, insulin esensial bagi
pertumbuhan normal

 Biokimia
Insulin disintesis sebagai preprohormon (berat molekul sekitar 11.500) dan
merupakan prototype untuk peptide yang diproses dari molekul precursor yang lebih
besar. Rangkaian pre- yang bersifat hidrofobik dengan 23 asam amino mengarahkan
molekul tersebut ke dalam sisterna reticulum endoplasma dan kemudian dikeluarkan.
Proses ini menghasilkan molekul proinsulin dengan berat molekul 9000 yang
menyediakan bentuk yang diperlukan bagi pembentukan jembatan disulfide yang
sempurna. Molekul proinsulin menjalani serangkaian pemecahan peptide yang tapak-
spesifik sehingga terbentuk insulin yang matur dan peptide C dengan jumlah
ekuimolar.

Gambar 10. Biokimia Insulin

LI. 3 Memahami dan Menjelaskan Diabetes Melitus Tipe 2


3.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Diabetes Melitus Tipe 2
Diabetes Mellitus (DM) Tipe II merupakan penyakit hiperglikemi akibat insensivitas sel
terhadap insulin. Kadar insulin mungkin sedikit menurun atau berada dalam rentang normal.
Karena insulin tetap di hasilkan oleh sel-sel beta pankreas, maka diabetes mellitus tipe II
dianggap sebagai non insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). (Corwin,2001)

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes melitus merupakan
suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.

13
Diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme
kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan
gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi
insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi
insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang
responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (WHO, 1999).

3.2 Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi Diabetes Melitus Tipe 2


Kecenderungan peningkatan angka insidensi dan prevalensi DM tipe-2 terjadi diberbagai
penjuru dunia. WHO memprediksi kenaikkan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4
juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. IDF memprediksi 7,0 juta
pada tahun 2009 menjadi 12,0 juta pada tahun 2030.

Penelitian dengan rentang tahun 1980 hingga tahun 2000 terjadi peningkatan prevalensi
yang sangat tajam. Penelitian di Jakarta (urban) 1,7 % pada tahun 1982, 5,7 % pada tahun
1993, 12,8 % pada tahun 2001. Data Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2003, penduduk
yang berusia < 20 tahun (jumlah 133 juta jiwa) 14,7 % dari daerah urban dan 7,2 % dari
daerah rural, jadi diperkirakan 8,2 juta penyandang diabetes daerah urban dan 5,5 juta di
daerah rural. (PERKENI, 2006)

3.3 Memahami dan Menjelaskan Diabetes Melitus Tipe 2 Etiologi Diabetes


Melitus
Menurut Smeltzer & Bare (2002) DM tipe II disebabkan kegagalan relatif sel β dan
resisten insulin. Resisten insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glikosa oleh hati.
Sel β tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defensiensi
relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada
rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi
insulin lain. Berarti sel β pancreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa. Beberapa faktor
resiko yang diketahui dapat mempengaruhi DM tipe II (Smeltzer & Bare, 2002) antara lain:

 Kelainan genetik
Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap diabetes, karena gen
yang mengakibatkan tubuh tak dapat menghasilkan insulin dengan baik.
 Usia
Umumnya penderita DM tipe II mengalami perubahan fisiologi yang secara drastis, DM
tipe II sering muncul setelah usia 30 tahun ke atas dan pada mereka yang berat badannya
berlebihan sehingga tubuhnya tidak peka terhadap insulin.
 Gaya hidup stress
Stres kronis cenderung membuat seseorang makan makanan yang manis-manis untuk
meningkatkan kadar lemak seretonin otak. Seretonin ini mempunyai efek penenang
sementara untuk meredakan stresnya. Tetapi gula dan lemak berbahaya bagj mereka yang
beresiko mengidap penyakit DM tipe II.

14
 Pola makan yang salah
Pada penderita DM tipe II terjadi obesitas (gemuk berlebihan) yang dapat mengakibatkan
gangguan kerja insulin (resistensi insulin).Obesitas bukan karena makanan yang manis atau
kaya lemak, tetapi lebih disebabkan jumlah konsumsi yang terlalu banyak, sehingga
cadangan gula darah yang disimpan didalam tubuh sangat berlebihan. Sekitar 80% pasien
DM tipe II adalah mereka yang tergolong gemuk.
FAKTOR RISIKO
Faktor risiko diabetes tipe 2 terbagi atas:
1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah:
 Ras dan Etnik
Resiko Diabetes melitus tipe 2 lebih besar pada hispani, kulit hitam, penduduk asli
amerika dan Asia.

 Riwayat keluarga dengan diabetes


Seseorang dapat mewarisi gen penyebab diabetes melitus dari orang tua. Biasnaya ,
seseorang yang mengalami diabetes melitus mempunyai anggota keluarga yang juga
terkena diabaetes melitus.

 Usia > 45 tahun


Resistensi insulin biasanya meningkat pada usia diatas 65 tahun.

 Riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir lebih dari 4 kg


 Riwayat pernah menderita DM Gestasional
 Riwayat berat badan lahir rendah < 2,5 kg

2. Faktor risiko yang dapat diperbaiki


 Berat badan lebih (indeks massa tubuh > 23kg/m2)
HDL dibawah 35 mg/dL dan atau tingkat TGA >250 mg/dL dapat meningkatkan resiko
diabetes melitus tipe 2
 Kurang aktivitas fisik
 Hipertensi(>140/90 mmHg)
 Dislipidemia (HDL <35 mg/dl dan atau trigliserida > 250 mg/dl
 Diet tinggi gula rendah serat
 Pola makan
Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang diperlukan oleh utbuh
dapat memicu diabetes melitgus tipe 2 karena pankreas memiliki kadar pankreas yang
disekresikan dalam julam tertentu.
 Gaya hidup
Makanan cepat saji dan olahraga tidak teratur merupakan gaya hidup yang dapat memicu
terjadi diabetes melitus tipe 2

Faktor risiko lain yang terkait dengan risiko diabetes:

15
 Penderita sindrom ovarium poli-kistik
 Keadaan klinis lain yang terkait dengan ressitensi insulin
 Sindrom metabolik
 Riwayat toleransi glukosa terganggu/glukosa darah puasa terganggu
 Riwayat penyakit kardiovascular (stroke, penyempitan pembuluh darah koroner jantung,
pembuluh darah arteri kaki) (Tedjapranata M, 2009).

3.4 Memahami dan Menjelaskan Diabetes Melitus Tipe 2 Klasfikasi Diabetes


Melitus
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2009, klasifikasi Diabetes
Melitus adalah sebagai berikut:

 Diabetes Melitus tipe 1


DM tipe 1 sering dikatakan sebagai diabetes “Juvenile onset” atau “Insulin dependent”
atau “Ketosis prone”, karena tanpa insulin dapat terjadi kematian dalam beberapa hari yang
disebabkan ketoasidosis. Istilah “juvenile onset” sendiri diberikan karena onset DM tipe 1
dapat terjadi mulai dari usia 4 tahun dan memuncak pada usia 11-13 tahun, selain itu dapat
juga terjadi pada akhir usia 30 atau menjelang 40.
Karakteristik dari DM tipe 1 adalah insulin yang beredar di sirkulasi sangat rendah,
kadar glukagon plasma yang meningkat, dan sel beta pankreas gagal berespons terhadap
stimulus yang semestinya meningkatkan sekresi insulin.
DM tipe 1 sekarang banyak dianggap sebagai penyakit autoimun. Pemeriksaan
histopatologi pankreas menunjukkan adanya infiltrasi leukosit dan destruksi sel Langerhans.
Pada 85% pasien ditemukan antibodi sirkulasi yang menyerang glutamic-acid
decarboxylase (GAD) di sel beta pankreas tersebut. Prevalensi DM tipe 1 meningkat pada
pasien dengan penyakit autoimun lain, seperti penyakit Grave, tiroiditis Hashimoto atau
myasthenia gravis. Sekitar 95% pasien memiliki Human Leukocyte Antigen (HLA) DR3
atau HLA DR4.
Kelainan autoimun ini diduga ada kaitannya dengan agen infeksius/lingkungan, di
mana sistem imun pada orang dengan kecenderungan genetik tertentu, menyerang molekul
sel beta pankreas yang ‘menyerupai’ protein virus sehingga terjadi destruksi sel beta dan
defisiensi insulin. Faktor-faktor yang diduga berperan memicu serangan terhadap sel beta,
antara lain virus (mumps, rubella, coxsackie), toksin kimia, sitotoksin, dan konsumsi susu
sapi pada masa bayi.
Selain akibat autoimun, sebagaian kecil DM tipe 1 terjadi akibat proses yang idiopatik.
Tidak ditemukan antibodi sel beta atau aktivitas HLA. DM tipe 1 yang bersifat idiopatik ini,
sering terjadi akibat faktor keturunan, misalnya pada ras tertentu Afrika dan Asia.

 Diabetes Melitus tipe 2


Tidak seperti pada DM tipe 1, DM tipe 2 tidak memiliki hubungan dengan aktivitas
HLA, virus atau autoimunitas dan biasanya pasien mempunyai sel beta yang masih
berfungsi (walau terkadang memerlukan insulin eksogen tetapi tidak bergantung seumur
hidup). DM tipe 2  ini bervariasi mulai dari yang predominan resistensi insulin disertai
defisiensi insulin relatif, sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama
resistensi insulin. Pada DM tipe 2 resistensi insulin terjadi pada otot, lemak dan hati serta
terdapat respons yang inadekuat pada sel beta pankreas. Terjadi peningkatan kadar asam
lemak bebas di plasma, penurunan transpor glukosa di otot, peningkatan produksi glukosa
hati dan peningkatan lipolisis.

16
Defek yang terjadi pada DM tipe 2 disebabkan oleh gaya hidup  yang diabetogenik
(asupan kalori  yang berlebihan, aktivitas fisik yang rendah, obesitas) ditambah
kecenderungan secara genetik.  Nilai BMI yang dapat memicu terjadinya DM tipe 2
adalah berbeda-beda untuk setiap ras.

Penjelasan Diabetes Melitus tipe I dan II


Karakteristik Diabetes tipe I Diabetes tipe II
Kadar Sekresi Insulin Tidak ada/hampir ada Mungkin normal atau di atas
normal
Usia Awitan Tipikal Anak Dewasa
Persentase Pengidap 10%-20% 80%-90%
Defek Mendasar Kerusakan sel β Berkurangnya kepekaan sel
sasaran insulin
Terapi Penyuntikan insulin, Kontrol diet dan penurunan
pengaturan diet, olahraga berat, olahraga, kadang obat
hipoglikemik oral
Tabel 1. Klasifikasi Diabetes Melitus
(Sumber : Sherwood, 2011)

Diabetes melitus tipe lain


 Defek genetik fungsi sel beta
 Defek genetik kerja insulin
 Penyakit eksokrin pancreas
 Endokrinopati
 Karena obata atau zat kimia
 Infeksi
 Reaksi imunologi
 Sindroma genetik lain: sindom Down, sindrom Turner

Diabetes melitus kehamilan


Diabetes melitus kehamilan atau diabetes melitus gestasional didefinisikan sebagai suatu
intoleransi glukosa yang terjadi atau pertama kali ditemukan pada saat hamil.Pada kehamilan
terjadi resistensi insulin fisiologis akibat peningkatan hormon-hormon kehamilan, puncaknya
trimester ketiga kehamilan.Resistensi insulin selama kehamilan merupakan mekanisme
adaptif tubuh untuk menjaga asupan nutrisi ke janin.Resistensi insulin kronik sudah terjadi
sebelum kehamilan pada ibu-ibu obesitas.Kebanyakan wanita dengan DMG memiliki kedua
rsistensi jenis insulin ini.

Pra‐Diabetes
Pra‐diabetes merupakan diabetes melitus yang terjadi sebelum berkembang menjadi DM
tipe 2. Penyakit ini ditandai dengan naiknya kadar gula darah melebihi normal tetapi belum
cukup tinggi untuk dikatakan diabetes melitus. Di Amerika Serikat ±57 juta orang menderita
pra‐diabetes. Penelitian belakangan ini menunjukkan bahwa beberapa kerusakan jangka
panjang khususnya pada jantung dan sistem sirkulasi, kemungkinan sudah terjadi pada pra‐
diabetes, untuk mencegahnya dapat dilakukan dengan diet nutrisi dan latihan fisik (Anonim,
2009).

17
3.5 Memahami dan Menjelaskan Patogenesis dan Patofisiologi Diabetes Melitus
Tipe 2
Patogenesis
Patogenesis DM berpangkal pada dua dasar. Interdependensi gambaran DM adalah
peningkatan KG plasma dan penurunan glukosasebagai substrat produksi energi yang luas.
Akibatnya terjadi paradoks starvasi seluler yang efektif dalam suatu kolam cairan
ekstraseluler yang kelebihan glukosa.
Sel yang starvasi untuk produksi energi beralih ke substrat yang kurang optimal,
protein, asam amino, dan asam lemak, sebagai sumber glukoneogenesis. Substrat ini kurang
efektif untuk produksi energi, tetapi masih berguna, terutama untuk proses anabolisme —
bukan untuk katabolisme.
Luaran spesifik dalam utilisasi asama lemak, dan sedikit banyak dari asam amino, untuk
pembentukan energi dengan dampak produksi bends keton, B-hidroksibutirat, asam
asetoasetat dan aseton. Benda-benda keton ini menyebabkan asidosis metabolik dengan
peningkatan anion gap.(elisa.ugm.ac.id)

Patofisiologi
Terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu: resistensi
insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus
pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu
rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes
tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah
harus terdapat peningkatan insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa
terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan
dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun jika sel-sel β tidak
mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin maka kadar glukosa akan
meningkat danterjadi diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabtes tipe II,
namun terdapat jumlah insulin yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi
badan keton. Oleh karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II.
Meskipun demikan, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut
lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik. Akibat intoleransi
glukosa yang berlangsung lambat dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan
tanpa terdeteksi, gejalanya sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas,
poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang tidak sembuh-sembuh, infeksi dan pandangan yang
kabur.

18
Gambar 11. Skema Patofisiologi DM Tipe 2

Defisiensi insulin menyebabkan penggunaan glukosa oleh sel menjadi menurun


sehingga kadar glukosa darah dalam plasma tinggi (hiperglikemia). Jika hiperglikemia parah
dan melebihi ambang ginjal maka timbul glukosuria. Glukosuria ini akan menyebabkan
deuresis osmotic yang meningkatkan pengeluaran kemih (poliuria) dan timbul rasa haus
(polidipsi) sehingga terjadi dehidrasi. Glukosuria menyebabkan keseimbangan kalori
negative sehingga menimbulkan rasa lapar (polifagi).

Penggunaan glukosa oleh sel menurun mengakibatkan produksi metabolisme energi


menjadi menurun sehingga tubuh menjadi lemah. Hipergikemia dapat mempengaruhi
pembuluh darah kecil (arteri kecil) sehingga suplai makanan dan oksigen ke perifer menjadi
berkurang yang akan menyebabkan luka tidak sembuh-sembuh. Karena suplai makanan dan
oksigen tidak adekuat yang menyebabkan terjadinya infeksi dan terjadi gangren atau ulkus.

Gangguan pembuluh darah menyebabkan aliran darah menurun sehingga supliai


makanan dan oksigen berkurang, akibatnya terjadi kerusakan mata. Salah satu akibat utama
dari perubahan mikrovaskuler adalah perubahan pada struktur dan fungsi ginjal sehingga
menjadi nefropati. Diabetes mempengaruhi saraf-saraf perifer, system saraf otonom dan
system saraf pusat sehingga menyebabkan neuropati.

19
Gambar 12. Skema Defisiensi Insulin

3.6 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Diabetes Melitus Tipe 2


Gejala diabetes dapat dikelompokkan berdasarkan onset menjadi dua,yaitu :
a. Gejala Akut
Pada permulaan gejala yang ditunjukkan meliputi tiga serba banyak yaitu:
 Banyak makan (polifagia)
 Banyak minum (polidipsi)
 Banyak kencing (poliuria)
 Dalam fase ini biasanya penderita menunjukkan berat badan yang terus bertambah,
karena pada saat itu jumlah insulin masih mencukupi.

Apabila keadaan ini tidak segera diobati maka akan timbul keluhan lain yang disebabkan oleh
kurangnya insulin. Keluhan tersebut diantaranya:
 nafsu makan berkurang
 banyak minum
 banyak kencing
 berat badan turun dengan cepat
 mudah lelah

Bila tidak segera diobati,penderita akan merasa mual bahkan penderita akan jatuh koma
(koma diabetik).

b. Gejala Kronik
Gejala kronik akan timbul setelah beberapa bulan atau beberapa tahun setelah penderita
menderita diabetes. Gejala kronik yang sering dikeluhkan oleh penderita, yaitu:
 Kesemutan
 Kulit terasa panas
 Terasa tebal dikulit
 Kram
 Lelah
 Mudah mengantuk
 Mata kabur
 Gatal disekitar kemaluan
 Gigi mudah goyah dan mudah lepas
 Kemampuan seksual menurun
 Bagi penderita yang sedang hamil akan mengalami keguguran atau kematian janin
dalam kandungan atau berat bayi lahir lebih dari 4 kg

Manifestasi klinik yang sering dijumpai pada pasien diabetes melitus menurut Riyadi (2007)
yaitu :

20
 Poliuria (Peningkatan pengeluaran urin)
 Polidipsia (Peningkatan rasa haus)

Akibat volume urin yang sangat besar dan keluarnya air menyebabkan dehidrasi ekstrasel.
Dehidrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar
sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang hipertonik (sangat peka).
Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH (antidiuretik hormone) dan
menimbulkan rasa haus.
 Rasa lelah dan kelemahan otot
Akibat gangguan aliran darah pada pasien diabetes lama , katabolisme protein di otot dan
ketidakmampuan sebagian besar sel untuk menggunakan gkukosa sebagai sumber energi.
 Polifagia (Peningkatan rasa lapar)
 Peningkatan angka infeksi
Akibat penurunan protein sebagai bahan pembentukan antibodi, peningkatan konsentrasi
glukosa disekresi mukus, gangguan fungsi imun, dan penurunan aliran darah pada
penderita diabetes kronik.
 Kelainan kulit
Kelaianan kulit berupa gatal – gatal, biasanya terjadi didaerah ginjal. Lipatan kulit seperti
di ketiak dan dibawah payudara. Biasanya akibat tumbuhnya jamur.
 Kelaianan ginekologis
Keputihan dengan penyebab tersering yaitu jamur terutama candida.
 Kesemutan rasa baal akibat terjadinya neuropati.
Pada penderita diabetes melitus regenerasi sel persarafan mengalami gangguan akibat
kekurangan bahan dasar utama yang berasal dari unsur protein. Akibatnya banyak sel
persarafan terutama perfifer mengalami kerusakan.
 Kelemahan tubuh
Kelemahan tubuh terjadi akibat penurunan produksi energi metabolik yang dilakukan
oleh sel melalui proses glikolisis tidak dapat berlangsung secar optimal.
 Luka/ bisul yang tidak sembuh-sembuh
Proses penyembuhan luka membutuhkan bahan dasar utama dari protein dan unsur
makanan yang lain. Pada penderita diabetes melitus bahan protein banyak diformulasikan
untuk kebutuhan energi sel sehingga bahan yang dipergunakan untuk penggantian
jaringan yang rusak mengalami gangguan. Selain itu luka yang sulit sembuh yg juga
dapat disebabkan oleh pertumbuhan mikroorganisme yang cepat pada penderita diabetes
melitus.
 Pada laki-laki terkadang mengeluh impotensi
Penderita diabetes melitus mengalami penurunan produksi hormon seksual akibat
kerusakan testosteron dan sistem yang berperan.
 Mata kabur

21
Disebabkan oleh katarak/ gangguan refraksi akibat perubahan pada lensa oleh
hiperglikemia, mungkin juga disebabkan kelainan pada korpus vitreum.

3.7 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding


Diabetes Melitus Tipe 2
Anamnesis
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan adanya DM perlu
dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti:
 Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang
tidak dapat dijelaskan sebabnya
 Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita

 Gejala yang timbul


 Hasil pemeriksaan laboratorium terdahulu meliputi: glukosa darah, A1C, dan hasil
pemeriksaan khusus yang terkait DM
 Pola makan, status nutrisi, dan riwayat perubahan berat badan
 Riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasa muda
 Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap, termasuk terapi gizi
medis dan penyuluhan yang telah diperoleh tentang perawatan DM secara mandiri,
serta kepercayaan yang diikuti dalam bidang terapi kesehatan
 Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang digunakan, perencanaan makan
dan program latihan jasmani
 Riwayat komplikasi akut (ketoasidosis diabetik, hyperosmolar hiperglikemia, dan
hipoglikemia)
 Riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dan traktus urogenitalis serta
kaki
 Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik (komplikasi pada ginjal, mata,
saluran pencernaan, dll.)
 Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah
 Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner, obesitas, dan
riwayat penyakit keluarga (termasuk penyakit DM dan endokrin lain)
 Riwayat penyakit dan pengobatan di luar DM
 Pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan, dan status ekonomi
 Kehidupan seksual, penggunaan kontrasepsi, dan kehamilan.

Riwayat Pengobatan
- Apakah pasien sedang menjalani terapi diabetes: diet saja, obat-obatan hipoglikemia oral,
atau insulin?
- Tanyakan mengenai obat yang bersifat diabetogenik (misalnya kortikosteroid,
siklosporin)?
- Tanyakan riwayat merokok atau penggunaan alkohol?
- Apakah pasien memiliki alergi?
Riwayat Keluarga dan Sosial
- Adakah riwayat diabetes melitus dalam keluarga?
- Siapa yang memberikan suntikan insulin/tes gula darah, dan sebagainya
(pasangan/pasien/perawat)?

22
* Pemeriksaan HbA1c (>6.5%) oleh ADA 2011 sudah dimasukkan menjadi salah satu
kriteria diagnosis DM, jika dilakukan pada sarana laboratorium yang telah terstandardisasi
dengan baik.

Untuk mengetahui adanya risiko DM atau tidak perlu digunakan pemeriksaan dengan salah
satu faktor risiko untuk DM, yaitu :

 kelompok usia ( > 45 tahun )


 usia lebih muda, dengan IMT (indeks masa tubuh) > 23 (kg/m2)} yang disertai factor
risiko :
o tekanan darah tinggi (> 140/90 mmHg)
o turunan pertama dari orangtua dengan DM
o riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi > 4000 gram
o riwayat DM pada kehamilan
o dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan atau Trigliserida > 250 mg/dl
o pernah TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa
Terganggu).

Pemeriksaan Fisik
 Pengukuran tinggi badan, berat badan, dan lingkar pinggang
Tinggi badan dan berat badan (tidak sesuai dengan IMT), tekanan darah (hipertensi),
lingkar pinggang (perempuan >80, pria>90). Indeks Massa Tubuh (IMT) dihitung
dengan cara berat badan (kg) dibagi dengan tinggi badan (m) pangkat 2, atau lebih
jelasnya: IMT=BB/(TBxTB)

 Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam posisi


berdiri untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik, serta ankle
brachial index (ABI), untuk mencari kemungkinan penyakit pembuluh darah
arteritepi .

23
PLeg adalah systolic blood pressure dari dorsalis pedis atau posterior tibial arteries dan
PArm adalah nilai tertinggi dari tangan kiri dan kanan brachial systolic blood pressure
 Pemeriksaan funduskopi
 Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid
 Pemeriksaan jantung
 Evaluasi nadi, baik secara palpasi maupun dengan stetoskop
 Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari
- Arteri dorsalis pedis dan tibialis posterior pulsasi harus diraba Hal ini sangat
penting pada pasien yang memiliki infeksi pada kaki, karena tungkai yang
jelek aliran darahnya dapat memperlambat penyembuhan dan meningkatkan
risiko amputasi.
- Pemeriksaan ekstremitas bawah neuropati sensorik berguna pada pasien
dengan ulkus pada kaki karena adanya penurunan sensasi yang membatasi
kemampuan pasien untuk melindungi kaki dan pergelangan kaki. Hal ini
dapat dinilai dengan monofilamen Weinstein Semmes atau dengan
pemeriksaan refleks, posisi, dan / atau sensasi getaran Jika neuropathy perifer
ditemukan, pasien harus dibuat sadar bahwa perawatan kaki (temasuk
pemeriksaan kaki harian) sangat penting untuk mencegah ulkus kaki dan
menghindari amputasi tungkai bawah.
 Pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat penyuntikan insulin) dan
pemeriksaan neurologis

Pemeriksaan Penunjang

Darah
1. Kadar glukosa darah: puasa, sewaktu, 2 jam post prandial.
2. Tes toleransi glukosa oral (TTGO)
3. Kurva Harian glukosa
4. Kadar keton darah
5. Kadar HbA1c
6. Kadar fruktosamin
7. Kadar insulin
8. Kadar C-peptide
9. Pemeriksaan lain: tes fungsi ginjal, analaisa gas darah, kadar lipid, imunoserologis
Urin :
1. Reduksi/glukosa urin
2. Protein, mikroalbumin
3. Benda Keton
4. Sedimen Urin
DARAH
 Glukosa darah puasa (GDP): puasa 10-14 jam sebelum pengambilan darah.

24
 Glukosa darah sewaktu (GDS): pengambilan darah tanpa melihat kapan terakhir makan.
 Glukosa darah 2 jam post prandial : pengambilan darah 2 jam setelah makan atau setelah
konsumsi 75 gr glukosa. Selama menunggu 2, pasien duduk istirahat, tidak makan/minum
lagi dan tidak merokok.

 Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)


Untuk diagnostik pada pasien dengan kadar glukosa yang meragukan (belum pasti DM).
Tidak dilakukan pada pasien dengan gejala klinik khas DM.
Tiga hari sebelum tes pasien diet cukup karbohidrat (>150 gr/hari) dan melakukan
aktifitas fisik seperti yang biasa dilakukan. Puasa paling sedikit 8 jam malam hari
sebelum pemeriksaan.
 Kurva Harian Glukosa
Glukosa darah diperiksa 3-4 kali sehari sebelum makan pagi, siang dan makan malam.
Tujuan untuk menilai metabolisme tubuh dalam waktu sehari dan memantau hasil
pengobatan.
 Pemeriksaan kadar HbA1c dan fruktosamin
Merupakan hasil glikosilasi non enzimatik protein. Digunakan untuk memantau hasil
pengobatan. Pada hipergilkemia yang berlangsung lama protein-protein hasil glikosilasi
non enzimztik meningkat, antara lain HbAc1 yang menggambarkan kadar gula darah 1-3
bulan sebelum pemeriksaan dan fruktosamin yang menggambarkan kadar gula darah 1-3
minggu sebelum pemeriksaan. Pemeriksaan HbA1c perlu dilakukan pada awal
penanganan penderita dan setiap 3 bulan untuk memantau hasil pengobatan.
 Pemeriksaan Benda Keton Darah’
Dua benda keton utama adalah asetoasetat dan 3-beta hidroksi butirat (3HB). Dalam
keadaaan normal, 3 HB merupakan 75-85 % dari benda keton dalam sirkulasi. Produksi
benda keton meningkat pada keadaan puasa, aktifitas fisik yang berkepanjangan dan diet
tinggi lemak. Keadaan patologis yang menimbulkan ketoasidosis adalah DM, defisiensi
kortisol, defisiensi Growth Hormon, intoksikasi alkohol dan salisilat dan pada bayi
dengan inborn errors of metabolism.
Penting untuk memantau komplikasi ketoasidosis terutama pada pasien DM tipe1, DM
pada kehamilan, pasien DM yang sakit/ stress dan pasien DM yang tidak terkontrol.
Untuk diagnosis dan monitoring terapi ketoasidosis, pengukuran kadar 3HB mempunyai
korelasi yang lebih baik dengan kadar gula darah.
Saat ini pemeriksaan 3HB dalam darah sudah dapat dilakukan dengan cara carik uji
memakai alat glukometer, bersamaan dengan pemeriksaan kadar glukosa darah. Dalam
keadaan normal kadar keton darah <0.6 mmol/3, >1 mmol/L disebut hiperketonemia dan
> 3mmol/L merupakan indikasi adanya ketoasidosis.
 Pemeriksaan analisa gas darah (Astrup)
Memantau komplikasi akibat DM.
 Pemeriksaan profil lipid.
Untuk pemantauan pengendalian diabetes melitus dan pencegahan sekunder. Diperiksa
kolesterol total, trigliserida, kolesterol-HDL, kolesterol-LDL., Kolesterol VLDL.
 Kadar insulin dan proinsulin (C- peptide)
Untuk menilai fungsi pancreas, diperiksa secar imunologis. Kelemahan pemeriksaan
insulin adalah dipengaruhi oleh antibody insulin darah, sedangkan C-peptide tidak.

BAHAN PEMERIKSAAN

25
Untuk pemeriksaan kadar glukosa darah digunakan serum/ plasma vena, kapiler (“whole
blood” = darah utuh). Kandungan glukosa darah kapiler lebih tinggi 7-10% dari glukosa
dalam vena (keadaan puasa 2-3 mg/dL, sehabis makan 20-30 mg/dL).

METODE PEMERIKSAAN
Untuk pemeriksaan kadar glukosa darah saat ini banyak dipakai metode enzimatik metode
glocose oxidase atau Hexokinase karena hasil pemeriksaan mempunyai spesifitas tinggi.
Untuk diagnostik DM, dianjurkan pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan
plasma vena.

Urin
 Pemeriksaan Urin rutin
Untuk mencari adanya kelainan / komplikasi pada saluran kemih, misalnya infeksi atau
insufisiensi ginjal.
 Glukosa urin dan keton urin
Pemeriksaan glukosa urin secara tidak langsung menggambarkan kadar glukosa darah >
180 mg/dL (batas ambang ginjal untuk glukosa), maka pemeriksaan glukosa urin akan
positif. Namun urin yang dikeluarkan tidak selalu berkorelasi dengan glukosa darah,
sehingga pemeriksaan glukosa urin tidak dianjurkan untuk memastikan diagnosis DM.
Pemeriksaan glukosa urin dapat dipakai untuk pemantauan hasil pengobatan.
Pemeriksaan keton urin dilakukan bila didapatkan tanda-tanda ketoasidosis. Namun
pemeriksaan keton urin mempunyai kelemahan karen menggambarkan kadar glukosa
darah beberapa jam sebelum tes dan saat ini baru bisa mendeteksi aseton dan asetoasetat,
bukan 3 HB.

Reduksi Urine
Pemeriksaan reduksi urine merupakan bagian daripemeriksaan urine rutin yang selalu
dilakukan diklinik. Hasil yang (+) menunjukkan adanyaglukosuria. Beberapa hal yang perlu
diingat darihasil pemeriksaan reduksi urine adalah 5 Digunakan pada pemeriksaan pertama
sekali untuk tes skrining, bukan untuk menegakkan diagnosis
1. Nilai (+) sampai (++++)
2. Jika reduksi (+): masih mungkin oleh sebab lain, seperti: renal glukosuria, obat-
obatan, dan lainnya
3. Reduksi (++) 􀄺 kemungkinan KGD: 200 – 300 mg%
4. Reduksi (+++)􀄺 kemungkinan KGD: 300 – 400 mg%
5. Reduksi (++++)􀄺 kemungkinan KGD: 􀂕 400 mg%
6. Dapat digunakan untuk kontrol hasil pengobatan
7. Bila ada gangguan fungsi ginjal, tidak bisa dijadikan pedoman

 Mikroalbuminuria
Penting untuk deteksi dini komplikasi ginjal. Terdeteksinya albumin dalam jumlah kecil
(< 30 mg/dL) dalam urin menunjukan adanya komplikasi ginjal.
Test benedict

26
Interpretasi (mulai dari tabung paling kanan) :
0 = Berwarna Biru. Negatif. Tidak ada Glukosa.. Bukan DM
+1 = Berwarna Hijau . Ada sedikit Glukosa. Belum pasti DM, atau DM stadium dini/awal
+2 = Berwarna Orange. Ada Glukosa. Jika pemeriksaan kadar glukosa darah
mendukung/sinergis, maka termasuk DM
+3 = Berwarna Orange tua. Ada Glukosa. Positif DM
+4 = Berwarna Merah pekat. Banyak Glukosa. DM kronik

Rothera test
Pada tes ini, digunakan urin sebagai spesimen, sebagai reagen dipakai, Rothera agents,
dan amonium hidroxida pekat
Test ini untuk berguna untuk mendeteksi adanya aceton dan asam asetat dalam urin, yang
mengindikasikan adanya kemungkinan dari ketoasidosis akibat DM kronik yang tidak
ditangani. Zat – zat tersebut terbentuk dari hasil pemecahan lipid secara masif oleh tubuh
karena glukosa tidak dapat digunakan sebagai sumber energi dalam keadaan DM, sehingga
tubuh melakukan mekanisme glukoneogenesis untuk menghasilkan energi. Zat awal dari
aceton dan asam asetat tersebut adalah Trigliseric Acid/TGA, yang merupakan hasil
pemecahan dari lemak.

BAHAN PEMERIKSAAN
Untuk pemeriksaan urin rutin, protein, glukosa, keton dan sedimen urin dipakai urin porsi
tengah, segar. Spesimen untuk tes mikroalbuminuria dipakai urin 24 jam.

Pemeriksaan Penyaring
Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok dengan salah satu resiko DM sebagai
berikut:
1. Usia > 45 tahun
2. Berat badan lebih: BBR > 110% BB idaman atau IMT > 23 kg/m2.
3. Hipertensi (> 140/90 mmHg)
4. Riwayat DM dalam keluarga
5. Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau BB lahir bayi > 4000 gram
6. Kolesterol HDL ≤ 35 mg/dl dan atau TG ≥ 250 mg/dl

27
Pemeriksaan penyaring berguna untuk menjaring pasien DM, TGT dan GDPT,
sehingga dapat ditentukan langkah yang tepat untuk mereka. Pasien dengan TGT dan GDPT
merupakan tahap sementara menuju DM. setelah 5-10 tahun kemudian 1/3 kelompok TGT
akan berkembang menjadi DM. 1/3 tetap TGT dan 1/3 lainya kembali normal. Adanya TGT
sering berkaitan dengan resistensi insulin. pada kelompok TGT ini resiko terjadinya
aterosklerosis lebih tinggi dibandingkan kelompok normal. TGT sering berkaitan dengan
penyakit kardiovaskular, hipertensi dan dislipidemia. Peran aktif para pengelola kesehatan
sangat diperlukan agar deteksi DM dapat ditegakkan sedini mungkindan penegahan primer
dan skunder dapat segera diterapkan.
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah
sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa
oral (TTGO) standar.

Catatan :
Untuk
kelompok risiko
tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil, dilakukan ulangan tiap tahun. Bagi mereka
yang berusia > 45 tahun tanpa faktor risiko lain, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan
setiap 3 tahun.

Apabila ditemukan gejala khas DM, pemeriksaan glukosa darah abnormal 1 kali saja cukup
untuk menegakan diagnosis
Apabila tidak ditemukan gejala khas DM, maka diperlukan 2 kali pemeriksaan glukosa darah
abnormal

*TTGO : Tes Toleransi Glukosa Oral


Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994)
 Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan
karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa
 Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih
tanpa gula tetap diperbolehkan
 Diperiksa kadar glukosa darah puasa
 Diberikan glukosa 75 g (orang dewasa), atau 1,75 g/Kg BB (anak-anak), dilarutkan dalam
250 ml air dan diminum dalam waktu 5 menit
 Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah
minum larutan glukosa selesai
 Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa
 Selama proses pemeriksaan, subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat
digolongkan ke dalam kelompok TGT (Toleransi GlukosaTerganggu) atau GDPT (Glukosa
Darah Puasa Terganggu) dari hasil yang diperoleh
TGT: Glukosa darah plasma 2 jam setelah pembebanan antara 140–199 mg/dl
GDPT: Glukosa darah puasa antara 100– 125 mg/dl.

28
Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus dan Gangguan Toleransi Glukosa
1. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) ≥200 mg/dl
2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) ≥126 mg/dl
3. Kadar glukosa plasma ≥200 mg/dl pada 2 jam sesudah diberi beban glukosa 75 gram
pada TTGO.

Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat
digolongkan ke dalam kelompok TGT atau GDPT tergantung dari hasil yang diperoleh.
1. TGT : Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa
plasma 2 jam setelah beban antara 140 – 199 mg/dL (7.8-11.0 mmol/L).
2. GDPT : Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa
didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5.6 – 6.9 mmol/L).
Kriteria diagnosis D

29
Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994) :
1. Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan
karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa
2. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih
tanpa gula tetap diperbolehkan
3. Diperiksa kadar glukosa darah puasa
4. Diberikan glukosa 75 g (orang dewasa), atau 1,75 g/Kg BB (anak-anak), dilarutkan dalam
250 ml air dan diminum dalam waktu 5 menit
5. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah
minum larutan glukosa selesai
6. Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa
7. Selama proses pemeriksaan, subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat
digolongkan ke dalam kelompok TGT (Toleransi GlukosaTerganggu) atau GDPT (Glukosa
Darah Puasa Terganggu) dari hasil yang diperoleh.
Langkah-langkah Untuk Menegakkan Diagnosis DM dan Gangguan Toleransi Glukosa

Pemeriksaan HbA1C
HbA1C adalah komponen Hb yang terbentuk dari reaksi non-enzimatik antara
glukosa dengan N terminal valin rantai b Hb A dengan ikatan Almidin. Produk yang
dihasilkan ini diubah melalui proses Amadori menjadi ketoamin yang stabil dan
ireversibel.7,10,11 Metode pemeriksaan HbA1C: ion-exchange chromatography, HPLC (high
performance liquid chromatography), Electroforesis, Immunoassay, Affinity
chromatography, dan analisis kimiawi dengan kolorimetri.
Metode Ion Exchange Chromatography: harus dikontrol perubahan suhu reagen
dan kolom, kekuatan ion, dan pH dari bufer. Interferens yang mengganggu adalah adanya
HbS dan HbC yang bisa memberikan hasil negatif palsu.
Metode HPLC: prinsip sama dengan ion exchange chromatography, bisa
diotomatisasi, serta memiliki akurasi dan presisi yang baik sekali. Metode ini juga
direkomendasikan menjadi metode referensi.
Metode agar gel elektroforesis: hasilnya berkorelasi baik dengan HPLC, tetapi
presisinya kurang dibanding HPLC. Hb F memberikan hasil positif palsu, tetapi kekuatan ion,
pH, suhu, HbS, dan HbC tidak banyak berpengaruh pada metode ini.
Metode Immunoassay (EIA): hanya mengukur HbA1C, tidak mengukur HbA1C
yang labil maupun HbA1A dan HbA1B, mempunyai presisi yang baik.
Metode Affinity Chromatography: non-glycated hemoglobin serta bentuk labil dari
HbA1C tidak mengganggu penentuan glycated hemoglobin, tak dipengaruhi suhu. Presisi
baik. HbF, HbS, ataupun HbC hanya sedikit mempengaruhi metode ini, tetapi metode ini
mengukur keseluruhan glycated hemoglobin, sehingga hasil pengukuran dengan metode ini
lebih tinggi dari metode HPLC.
Metode Kolorimetri: waktu inkubasi lama (2 jam), lebih spesifik karena tidak
dipengaruhi non-glycosylated ataupun glycosylated labil. Kerugiannya waktu lama, sampel
besar, dan satuan pengukuran yang kurang dikenal oleh klinisi, yaitu m mol/L.

Interpertasi Hasil Pemeriksaan HbA1C


HbA1C akan meningkat secara signifikan bila glukosa darah meningkat. Karena itu,
HbA1C bisa digunakan untuk melihat kualitas kontrol glukosa darah pada penderita DM
(glukosa darah tak terkontrol, terjadi peningkatan HbA1C-nya ) sejak 3 bulan lalu (umur
eritrosit). HbA1C meningkat: pemberian Tx lebih intensif untuk menghindari komplikasi.
Nilai yang dianjurkan PERKENI untuk HbA1C (terkontrol): 4%-5,9%.4 Jadi, HbA1C
penting untuk melihat apakah penatalaksanaan sudah adekuat atau belum.1,18 Sebaiknya,
penentuan HbA1C ini dilakukan secara rutin tiap 3 bulan sekali.

Diagnosis banding
a. Cystic fibrosis
b. Diabetes mellitus type l
c. Diabetic ketoacidosis
d. Drug-induced glucose intolerance
e. Gestational diabetes
f. Glucose intolerance
g. Pancreatitis

A. Insulin Resistance
Resistensi Insulin (IR) adalah kondisi di mana jumlah normal insulin  tidak memadai  untuk
menghasilkan respons insulin normal dari sel lemak,  sel otot dan sel hati. resistensi insulin
umumnya  bersifat "pasca-reseptor", yang berarti masalah terletak pada respon sel terhadap
insulin alih-alih produksi insulin. Kadar plasma yang tinggi dari insulin dan glukosa akibat 
resistensi insulin diyakini sebagai asal usul sindrom metabolik dan diabetes tipe 2, termasuk
komplikasinya. 

B. Hiperglikemi reaktif
Hiperglikemi reaktif adalah gangguan regulasi gula darah yang dapat terjadisebagai reaksi
non spesifik terhadap terjadinya stress kerusakan jaringan, sehinggaterjadi peningkatan
glukosa darah dari pada rentang kadar puasa normal 80 – 90 mg / dl darah, atau rentang non
puasa sekitar 140–160 mg /100 ml darah (Pulsinelli, 1996), hyperglikemia reaktif ini
diartikan sebagai peningkatan kadar glukosa darahpuasa lebih dari 110 mg/dl (zacharia, dkk,
2005), reaksi ini adalah fenomena yangtidak berdiri sendiri dan merupakan salah satu aspek
perubahan biokimiawi multipleyang berhubungan dengan stroke akut (Candelise, dkk, 1985).

C. Glucose intolerance
Diagnosis intoleransi glukosa ditegakkan dengan pemeriksaan TTGO setelah puasa 8 jam.
Diagnosis intoleransi glukosa ditegakkan apabila hasil tes glukosadarah menunjukkan salah
satu dari tersebut dibawah ini:
1. Toleransi glukosa terganggu (TGT = IGT)
Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) adalah istilah yang dipakai untuk menyatakan adanya
disglikemi yaitu kenaikan glukosa plasma 2 jam setelah beban 75 gram glukosa pada
pemeriksaan tes toleransi glukosa oral (TTGO) yaitu antara 140 mg/dl sampai dengan 199
mg/dl. Keadaan ini disebut juga sebagai prediabetes oleh karena risiko untuk mendapat
Diabetes Melitus tipe 2 dan penyakit kardiovaskuler sangat besar. Disebut TGT jika gula
darah setelah makan tidak normal, atau berkisar antara 140-199 mg/dL. Sedangkan gula
darah puasa normal.

2. Gula darah puasa terganggu (GDPT = IFG)


Kadar gula darah yang tinggi, tetapi tidak cukup tinggi untuk menjadi diabetes. Disebut GPT
jika kadar gula darah puasa (8-10 jam tidak mendapat asupan kalori) tidak normal, atau
berkisar 100-125 mg/dL.
3.8 Memahami dan Menjelaskan Penatalaksanaan Diabetes Melitus Tipe 2
Lima pilar utama pengelolaan DM
1. Perencanaan makanan
2. Latihan jasmani
3. Obat berkhasiat hipoglikemik
4. Penyuluhan (edukasi)
5. Pemeriksaan glukosa mandiri

 Farmakologi

Obat hipoglikemik oral (OHO)


Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:
A. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid
B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan tiazolidindion
C. Penghambat glukoneogenesis (metformin)
D. Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.
E. DPP-IV inhibito

 Non-Farmakoterapi
A. Edukasi
DM umumnya terjadi saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk
dengan mapan. Timkes mendampingi pasien untuk menuju perubahan perilaku
sehat. Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan
gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien.

B. Terapi gizi medis


 Farmakoterapi
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan
jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk
suntikan.
1. Terapi Insulin
a. Sediaan :Termasuk obat utama DM 1 dan beberapa tipe 2. Suntikan insulin
dulakukan dengan IV, IM, SK (jangka panjang). Pada SK insulin akan
berdifusi ke sirkulasi perifer yang seharusnya langsung masuk ke sirkulasi
portal, karena efek langsung hormone ini pada hepar menjadi kurang.
b. Indikasi dan tujuan : Insulin SK diberikan pada DM 1, DM 2 yang tidak
dapat diatasi dengan diet/ antidiabetik oral, dll. Tujuan pemberian insulin
adalah selain untuk menormalkan kadar insulin juga untuk memperbaiki
semua aspek metabolism.
c. Dosis : Kebutuhan insulin pada DM antara 5-150 U sehari tergantung dari
keadaan pasien.

- Dosis awal DM muda 0,7-1,5 U/kgBB


- Untuk DM dewasa kurus 8-10 U insulin kerja sedang diberikan 20-30mnt
sblm makan pagi, dan 4-5 U sebelum makan malam.

34
- DM dewasa gemuk 20 U pagi hari dan 10 U sebelum makan malam.
d. ES : Hipoglikemi, alergi dan resisten, lipoatrofi dan lipohipertrofi, edem,
kembung,dll.
e. Interaksi : antagonis (adrenalin, glukokortikoid, kortikotropin, progestin,
GH, Tiroid, estrogen, glucagon,dll)

2. Obat Antidiabetik Oral


a. Sulfonylurea ( insulin secretagogues )

- Pemberian : 15-30 mnt sebelum makan


- Mek. Kerja : berinteraksi dengan ATP sensitive K channel pada membrane sel
beta depolarisasi membrane dan keadaan ini membuka kanal Ca. sehingga Ca
masuk sel beta, merangsang sekresi insulin.
- Farmakokinetik :masa paruh dan metabolism sulfonylurea generasi 1 sangat
bervariasi. Semua sulfonylurea dimetabolisme di hepar dan dieksresi melalui
ginjal, sediaan ini tidak boleh diberikan pada pasien gangguan fungsi hepar
atau ginjal yang berat.
- ES : hipoglikemi bahkan sampai koma, mual, muntah, diare, hematologic
(leukopenia, agranulositosis), susunan saraf pusat (vertigo, bingung, ataksia),
mata dsbg.
- Indikasi : untuk pasien DM yang diabetesnya di peroleh pada usia diatas 40
tahun. Kegagalan disebabkan perubahan farmakogenetik obat, misalnya
penghancuran yang terlalu cepat.
- Peringatan : Tidak boleh diberikan sebagai obat tunggal pada pasien DM
juvenile, pasien yang kebutuhan insulinnya tidak stabil, DM berat, DM dengan
kehamilan dan keadaan gawat.
- Interaksi : meningkatkan hipoglikemia (insulin, alcohol, sulfonamide,
probenezid, kloramfenikol)

b. Meglitinid
- Pemberian : sesaat sebelum makan
- Mek. Kerja : sama dengan sulfonylurea, tetapi struktur kimianya berbeda.
Merangsang insulin dengan menutup kanal K yang ATP-independent di sel
beta pankreas.
- Pemberian oral absorpsinya cepat dan kadar puncaknya dicapai dalam waktu 1
jam. Masa paruh 1 jam, sehingga harus diberikan beberapa kali sehari sebelum
makan.
- Farmakokinetik : metabolism utama di hepar, 10% di ginjal.
- ES : hipoglikemi, gangguan saluran cerna, dan alergi.

c. Biguanid
- Pemberian : sebelum/saat/sesudah makan
- Teridiri : fenformin (ditarik dari peredaran karena sebabin asidosis laktat),
buformin, metformin.
- Mek. Kerja : merupakan antihiperglikemik, metformin dapat menurunkan
produksi glukosa dihepar dan meningkatkan sensitivitas jaringan otot dan
adipose terhadap insulin. Efek ini terjadi karena adanya aktivasi kinase di sel
(AMP activated protein kinase). Pada DM yang gemuk, biguanid dapat
menurunkan BB.

35
- Farmakokinetik : metformin oral di absorpsi di intestine, dalam darah tidak
terikat protein plasma, eksresi dalam urin utuh, masa paruh sekitar 2 jam.
- Dosis : awal 2x500 mg, maintenance dose 3x500 mg, max 2,5 gr. Diminum
saat makan.
- Indikasi : pasien DM yang tidak memberikan respon dengan sulfonylurea
dapat diatasi dengan metformin, atau kombinasi dengan insulin atau
sulfonylurea.
- ES :mual, muntah, diare, metallic taste, ketosis (pada pasien yang mutlak
dengan insulin eksogen), gangguan keseimbangan elektrolit cairan tubuh.
- KI : kehamilan, penyakit hepar berat, penyakit ginjal dengan uremi dan
penyakit jantung kongestif dan penyakit paru, dengan hipoksia kronik,
pemberian zat kontras intravena atau yang akan di operasi harus dihentikan
dan sesudah 48 jam boleh.

d. Tiazolidinedion
- Pemberian : tidak bergantung pada jadwal makan
- Mek. Kerja : berikatan pada peroxisome proliferators activated receptor ɣ
(PPAR ɣ) suatu resptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini
menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein
pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer.
- ES: peningkatan BB, edem, menambah volum plasma dan memperburuk gagal
jantung kongestif, hipoglikemi.
- KI : gagal jantung kelas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan
dan juga pada gangguan faal hati. Perlu pemantauan faal hati secara berkala.
- Interaksi : dengan insulin dapat menyebabkan edem.

e. Penghambat enzim Alfa-glikosidase (Acarbose)


- Pemberian : bersama makan suapan pertama
- Mek. Kerja : memperlambat absoprsi glukosa (polisakarida, dekstrin, dan
disakarida) di usus halus, sehingga dapat menurunkan kadar glukosa darah
sesudah makan. Kerjanya tidak mempengaruhi sekresi insulin.
- ES : kembung, flatulens.
- Interaksi : dengan insulin menimbulkan hipoglikemi.

f. DPP-4 Inhibitor
- Pemberian : diberikan bersama makan dan atau sebelum makan
- Mek. Kerja : glucagon like peptide 1 (GLP-1) merupakan suatu hormone
peptide yang dihasilkan oleh sel L dimukosa usus. GLP-1 merupakan
perangsang kuat penglepasan insulin dan sekaligus sebagai penghambat
sekresi glucagon. Namun, sekresi GLP-1 menurun pada DM-2.

Cara Pemberian OHO, terdiri dari:


• OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai
respons kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis optimal
• Sulfonilurea: 15 –30 menit sebelum makan
• Repaglinid, Nateglinid: sesaat sebelum makan
• Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan
• Penghambat glukosidase (Acarbose): bersama makan suapan pertama
• Tiazolidindion: tidak bergantung pada jadwal makan.

36
 .

 Non-farmakologi

 Pengaturan diet
Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan diabetes. Diet
yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal
karbohidrat, protein dan lemak. Tujuan pengobatan diet pada diabetes adalah:
a. Mencapai dan kemudian mempertahankan kadar glukosa darah mendekati kadar
normal.
b. Mencapai dan mempertahankan lipid mendekati kadar yang optimal.
c. Mencegah komplikasi akut dan kronik.
d. Meningkatkan kualitas hidup.
Terapi nutrisi direkomendasikan untuk semua pasien diabetes mellitus, yang
terpenting dari semua terapi nutrisi adalah pencapian hasil metabolis yang optimal
dan pencegahan serta perawatan komplikasi. Untuk pasien DM tipe 1, perhatian
utamanya pada regulasi administrasi insulin dengan diet seimbang untuk mencapai
dan memelihara berat badan yang sehat. Penurunan berat badan telah dibuktikan dapat
mengurangi resistensi insulin dan memperbaiki respon sel-sel β terhadap stimulus
glukosa.

 Olah raga
Berolah secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah tetap
normal. Prinsipya, tidak perlu olah raga berat, olah raga ringan asal dilakukan secara
teratur akan sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan.
Beberapa contoh olah raga yang disarankan, antara lain jalan atau lari pagi, bersepeda,
berenang, dan lain sebagainya. Olah raga akan memperbanyak jumlah dan juga
meningkatkan penggunaan glukosa (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).

 Pengelolaan DM
Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani
selama beberapa waktu (2 – 4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai
sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan pemberian obat hipoglikemik oral
(OHO) atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu OHO dapat segera diberikan
sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis,
stress berat, berat badan yang menurun cepat, insulin dapat segera diberikan. Pada
kedua keadaan tersebut perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya hipoglikemia.
Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat
pelatihan khusus (Yuli, 2010).

 Penyuluhan
Penyuluhan untuk rencana pengelolaan sangat penting untuk mendapatkan hasil
yang maksimal. Edukasi diabetes adalah pendidikan dan pelatihan mengenai
pengetahuan dan ketrampilan bagi pasien diabetes yang bertujuan menunjang
perubahan prilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya, yang
diperlukan untuk mencapai keadaan sehat optimal, dan menyesuaikan keadaan
psikologik serta kualitas hidup yang lebih baik. Edukasi merupakan bagian integral
dari asuhan perawatan pasien diabetes.

37
Tujuan jangka panjang yang ingin dicapai dengan memberikan penyuluhan
kesehatan antara lain:
 Agar penyandang DM dapat hidup lebih lama dan dalam kebahagiaan.Kwalitas
hidup sudah merupakan kebutuhan bagi seseorang,bukan hanya
kuantitas.Seseorang yang bertahan hidup,tetapi dalam keadaan tidak sehat akan
mengganggu kebahagiaan dan stabilitas keluarga.
 Untuk membantu penderita DM agar mereka mampu merawat dirinya sendiri
sehingga komplikasi yang mungkin timbul bisa dikurangi selain itu jumlah hari
sakit dapat ditekan.
 Agar penyandang DM dapat berfungsi dan berperan sebaik-baiknya dalam
masyarakat.
 Agar penyandang DM dapat lebih produktif dan bermanfaat
Menurut Yuli (2010) penyuluhan tersebut meliputi pemahaman tentang:
a. Penyakit DM.
b. Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM.
c. Penyulit DM.
d. Intervensi farmakologis dan nonfarmakologis.
e. Hipoglikemia.
f. Masalah khusus yang dihadapi.
g. Perawatan kaki pada diabetes.
h. Cara pengembangan sistem pendukung dan pengajaran keterampilan.
i. Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.

3.9 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Akut dan Kronik Diabetes


Melitus Tipe 2
KOMPLIKASI METABOLIK AKUT
Komplikasi metabolik diabetes disebabkan oleh perubahan yang relatif akut dari
konsentrasi glukosa plasma. Komplikasi metabolik yang paling serius pada diabetes
tipe 1 adalah:

A. Ketoasidosis Diabetik (DKA)


Merupakan komplikasi metabolik yang paling serius pada DM tipe 1. Hal ini
bisa juga terjadi pada DM tipe 2. Hal ini terjadi karena kadar insulin sangat menurun,
dan pasien akan mengalami hal berikut:
• Hiperglikemia
• Hiperketonemia
• Asidosis metabolic

Hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan lipogenesis ,peningkatan


lipolisis dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda
keton (asetoasetat, hidroksibutirat, dan aseton). Peningkatan keton dalam plasma
mengakibatkan ke¬tosis. Peningkatan produksi keton meningkatkan beban ion
hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga dapat
mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidrasi dan kehilangan
elektrolit. Pasien dapat menjadi hipotensi dan mengalami syok.

Akhimya, akibat penurunan penggunaan oksigen otak, pasien akan mengalami


koma dan meninggal. Koma dan kematian akibat DKA saat ini jarang terjadi, karena

38
pasien maupun tenaga kesehatan telah menyadari potensi bahaya komplikasi ini dan
pengobatan DKA dapat dilakukan sedini mungkin.

Tanda dan Gejala Klinis dari Ketoasidosis Diabetik


1. Dehidrasi 8. Poliuria
2. Hipotensi (postural atau supine) 9. Bingung
3. Ekstremitas Dingin/sianosis perifer 10. Kelelahan
4. Takikardi 11. Mual-muntah
5. Kusmaul breathing 12. Kaki kram
6. Nafas bau aseton 13. Pandangan kabur
7. Hipotermia 14. Koma (10%)

B. Hiperglikemia, Hiperosmolar, Koma Nonketotik (HHNK)


Hiperglikemia adalah keadaan dimana kadar gula darah melonjak secara tiba-tiba.
Keadaan ini dapat disebabkan antara lain oleh stress, infeksi, dan konsumsi obat-
obatan tertentu. Hiperglikemia ditandai dengan poliuria, polidipsia, polifagia,
kelelahan yang parah (fatigue), dan pandangan kabur. Apabila diketahui dengan
cepat, hiperglikemia dapat dicegah tidak menjadi parah. Hipergikemia dapat
memperburuk gangguan-gangguan kesehatan seperti gastroparesis, disfungsi ereksi,
dan infeksi jamur pada vagina. Hiperglikemia yang berlangsung lama dapat
berkembang menjadi keadaan metabolisme yang berbahaya, antara lain ketoasidosis
diabetik (Diabetic Ketoacidosis = DKA) dan (HHS), yang keduanya dapat berakibat
fatal dan membawa kematian. Hiperglikemia dapat dicegah dengan kontrol kadar gula
darah yang ketat.

Komplikasi metabolik akut lain dari diabetes yang sering terjadi pada penderita
diabetes tipe 2 yang lebih tua. Bukan karena defisiensi insulin absolut, namun relatif,
hiperglikemia muncul tanpa ketosis. Ciri-ciri HHNK adalah sebagai berikut:
•Hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum > 600 mg/dl.
•Dehidrasi berat
•Uremia
Pasien dapat menjadi tidak sadar dan meninggal bila keadaan ini tidak segera
ditangani. Angka mortalitas dapat tinggi hingga 50%. Perbedaan utama antara HHNK
dan DKA adalah pada HHNK tidak terdapat ketosis.

Penatalaksanaan HHNK :
Penatalaksanaan berbeda dari ketoasidosis hanya dua tindakan yang terpenting
adalah:Pasien biasanya relatif sensitif insulin dan kira-kira diberikan dosis setengah
dari dosis insulin yang diberikan untuk terapi ketoasidosis, biasanya 3 unit/jam.

C. Hipoglikemia (reaksi insulin, syok insulin)


Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan
penurunan glukosa darah. Gejala ini dapat ringan berupa gelisah sampai berat berupa
koma dengan kejang. Penyebab tersering hipoglikemia adalah obat-obatan
hipoglikemik oral golongan sulfonilurea, khususnya glibenklamid. Hasil penelitian di
RSCM 1990-1991 yang dilakukan Karsono dkk, memperlihatkan kekerapan episode
hipoglikemia sebanyak 15,5 kasus pertahun, dengan wanita lebih besar daripada pria,
dan sebesar 65% berlatar belakang DM. meskipun hipoglikemia sering pula terjadi

39
pada pengobatan dengan insulin, tetapi biasanya ringan. Kejadian ini sering timbul
karena pasien tidak memperlihatkan atau belum mengetahui pengaruh beberapa
perubahan pada tubuhnya.
Penyebab Hipoglikemia :
1. Makan kurang dari aturan yang ditentukan
2. Berat badan turun
3. Sesudah olah raga
4. Sesudah melahirkan
5. Sembuh dari sakit
6. Makan obat yang mempunyai sifat serupa
Tanda hipoglikemia mulai timbul bila glukosa darah < 50 mg/dl, meskipun
reaksi hipoglikemia bisa didapatkan pada kadar glukosa darah yang lebih tinggi.
Tanda klinis dari hipoglikemia sangat bervariasi dan berbeda pada setiap orang.
Tanda-tanda Hipoglikemia
1. Stadium parasimpatik: lapar, mual, tekanan darah turun.
2. Stadium gangguan otak ringan: lemah, lesu, sulit bicara, kesulitan menghitug
sederhana.
3. Stadium simpatik: keringat dingin pada muka terutama di hidung, bibir atau
tangan, berdebar-debar.
4. Stadium gangguan otak berat: koma dengan atau tanpa kejang.

Keempat stadium hipoglikemia ini dapat ditemukan pada pemakaian obat oral
ataupun suntikan. Ada beberapa catatan perbedaan antara keduanya:
1) Obat oral memberikan tanda hipoglikemia lebih berat.
2) Obat oral tidak dapat dipastikan waktu serangannya, sedangkan insulin bisa
diperkirakan pada puncak kerjanya, misalnya:
•Insulin reguler : 2-4 jam setelah suntikan
•Insulin NPH : 8-10 jam setelah suntikan
•P.Z.I : 18 jam setelah suntikan
3) Obat oral sedikit memberikan gejala saraf otonom (parasimpatik dan
simpatik), sedangkan akibat insulin sangat menonjol.

D.Komplikasi pada kulit penderita diabetes


1) Acanthosis Nigricans
Kondisi dimana area berwarna coklat terlihat pada axila, leher, selangkangan,
terkadang juga ditemukan di tangan, siku, dan lutut.Biasanya pada pasien yang
obese.

2) Diabetic Dermopathy
Bentuknya seperti bintik- bintik yang terkadang di ragukan sebagai age
spots.bintik – bintik ini tidak terasa sakit, gatal atau pun terbuka
3) Reaksi Alegi

40
Dikarenaka respon dari obat, seperti insulin dan pil diabetes
4) Bullosis Diabeticorum ( Diabetic Blister)
Dapat terjadi di punggung jari, tangan, kaki. Sering dikaitkan dengan diabetic
neuropathy. Dapat hilang sendiri
5) Eruptive Xanthomatosis

KOMPLIKASI KRONIK JANGKA PANJANG


A. KOMPLIKASI MAKROVASKULAR
3 jenis komplikasi makrovaskular yang umum berkembang pada penderita
diabetes adalah penyakit jantung koroner (coronary heart disease = CAD), penyakit
pembuluh darah otak, dan penyakit pembuluh darah perifer (peripheral vascular
disease = PVD). Walaupun komplikasi makrovaskular dapat juga terjadi pada DM
tipe 1, namun yang lebih sering merasakan komplikasi makrovaskular ini adalah
penderita DM tipe 2 yang umumnya menderita hipertensi, dislipidemia dan atau
kegemukan. Kombinasi dari penyakit-penyakit komplikasi makrovaskular dikenal
dengan berbagai nama, antara lain Syndrome X, Cardiac Dysmetabolic Syndrome,
Hyperinsulinemic Syndrome, atau Insulin Resistance Syndrome.

Karena penyakit-penyakit jantung sangat besar risikonya pada penderita diabetes,


maka pencegahan komplikasi terhadap jantung harus dilakukan sangat penting
dilakukan, termasuk pengendalian tekanan darah, kadar kolesterol dan lipid darah.
Penderita diabetes sebaiknya selalu menjaga tekanan darahnya tidak lebih dari 130/80
mm Hg. Untuk itu penderita harus
dengan sadar mengatur gaya hidupnya, termasuk mengupayakan berat badan ideal,
diet dengan gizi seimbang, berolah raga secara teratur, tidak merokok, mengurangi
stress dan lain sebagainya.

B. KOMPLIKASI MIKROVASKULAR
-Retinopati, catarak → penurunan penglihatan
-Nefropati → gagal ginjal
-Neuropati perifer → hilang rasa, malas bergerak
-Neuropati autonomik → hipertensi, gastroparesis
-Kelainan pada kaki → ulserasi, atropati

Komplikasi mikrovaskular terutama terjadi pada penderita diabetes tipe 1.


Hiperglikemia yang persisten dan pembentukan protein yang terglikasi (termasuk
HbA1c) menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi makin lemah dan rapuh dan
terjadi penyumbatan pada pembuluh-pembuluh darah kecil. Hal inilah yang
mendorong timbulnya komplikasi-komplikasi mikrovaskuler, antara lain retinopati,
nefropati, dan neuropati. Disamping karena kondisi hiperglikemia, ketiga
komplikasi ini juga dipengaruhi oleh faktor genetik. Oleh sebab itu dapat terjadi dua
orang yang memiliki kondisi hiperglikemia yang sama, berbeda risiko komplikasi
mikrovaskularnya. Namun demikian prediktor terkuat untuk perkembangan
komplikasi mikrovaskular tetap lama (durasi) dan tingkat keparahan diabetes. Satu-
satunya cara yang signifikan untuk mencegah atau memperlambat jalan
perkembangan komplikasi mikrovaskular adalah dengan pengendalian kadar gula
darah yang ketat. Pengendalian intensif dengan menggunakan suntikan insulin multi-
dosis atau dengan pompa insulin yang disertai dengan monitoring kadar gula darah
mandiri dapat menurunkan risiko timbulnya komplikasi mikrovaskular sampai 60%.

41
3.9 Memahami dan Menjelaskan Prognosis Diabetes Melitus Tipe 2
Kematian adalah dua sampai tiga kali lebih tinggi di antara orang dengan diabetes
tipe 2 dibandingkan pada populasi umum. Sebanyak 75% orang dengan diabetes
melitus tipe 2 akan mati karena penyakit jantung dan 15% dari stroke. Angka
kematian akibat penyakit kardiovaskuler hingga lima kali lebih tinggi pada orang
dengan diabetes dibandingkan orang tanpa diabetes. Untuk setiap kenaikan 1% pada
level HbA1c, resiko kematian dari penyebab diabetes meningkat terkait dengan 21%.

3.11 Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2


a. Pencegahan primer
Materi penyuluhan meliputi antara lain:
1. Program penurunan berat badan.
2. Diet sehat.
3. Latihan jasmani.
4. Menghentikan merokok.
5. Pengelolaan Intoleransi glukosa
6. Pengelolaan berbagai faktor risiko (lihat bab IV tentang masalah khusus):
 Obesitas
 Hipertensi
 Dislipidemia

b. Preventif sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya
penyulit pada pasien yang telah menderita DM. Dilakukan dengan pemberian
pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi dini penyulit sejak awal pengelolaan
penyakit DM. Dalam upaya pencegahan sekunder program penyuluhan memegang
peran penting untuk meningkatkan kepatuhanpasien dalam menjalani program
pengobatan dan dalam menujuperilaku sehat.
c. Preventif tersier
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyan-dang diabetes yang telah
mengalami penyulit dalam upayamencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut.

LI.4 Memahami dan Menjelaskan Retinopati Diabetik


4.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Retinopati Diabetik
Definisi Retinopati diabetik (RD) merupakan suatu komplikasi kronik diabetes
melitus karena mikroangiopati vaskular retina yang dapat menimbulkan kebutaan dan
umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko yang meliputi, usia dan lama
menderita DM, kontrol gula darah, tipe DM serta penyakit yang menyertai, misalnya
hipertensi dan nefropati.

4.2 Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi Retinopati Diabetik

42
Penelitian epidemiologis di Amerika, Australia, Eropa, dan Asia
melaporkan bahwa jumlah penderita retinopati DM akan meningkat dari 100,8 juta
pada tahun 2010 menjadi154,9 juta pada tahun 2030 dengan 30% di antaranya
terancam mengalami kebutaan.4 TheDiabCare Asia 2008 Study melibatkan 1 785
penderita DM pada 18 pusat kesehatan primer dan sekunder di Indonesia dan
melaporkan bahwa 42% penderita DM mengalami komplikasi retinopati, dan 6,4% di
antaranya merupakan retinopati DM proliferatif.

4.3 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Retinopati Diabetik


Faktor-faktor yang mendorong terjadinya retinopati adalah :
 Terjadi karena adanya perubahan dinding arteri
 Adanya komposisi darah abnormal
 Meningkatnya agregasi platelet dari plasma menyebabkan terbentuknya
mikrothrombin
 Gangguan endothelium kapiler menyebabkan terjadinya kebocoran kapiler,
selanjutnyaterjadi insudasi dinding kapiler dan penebalan membran dasar dan
diikuti dengan eksudasidinding haemorhagic dengan udem perikapiler
 Perdarahan kapiler dapat terjadi di retina dalam sybhyaloid dimana letaknya di
depan jaringan retina. Hemoraghi tidak terjadi intravitreal tetapi terdapat dalam
ruangvitreo retinal yang tersisa karena vitreus mengalami retraksi
 Aliran darah yang kurang lancar dalam kapiler-kapiler, sehingga terjadi
hipoksiarelatif di retina yang merangsang pertumbuhan pembuluh-pembuluh darah
yang baru.
 Perubahan arteriosklerotik dan insufisiensi koroidal
 Hipertensi yang kadang-kadang mengiringi diabetes

Ada 3 proses biokimia yang terjadi pada hiperglikemia yang berkaitan dengan
retinopati DM :
1. JALUR POLIOL
Hiperglikemia yang berlangsung lama akan menyebabkan produksi berlebihan
serta akumulasi dari oliol (suatu senyawa gula dan alcohol) dalam jaringan
termasuk lensa dan saraf optic. Salah 1 sifat poliol adaah tidak dapat melewati
membrane basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah banyak di dalam sel
dan menyebabkan peningkatan tekanan osmotic sel dan menimbulkan
gangguan morfolosi maupun fungsional sel.
2. GLIKASI NONENZIMATIK
Glikasi nonenzimatik terhadap protein dan DNA yang terjadi selama
hiperglikemia dapat menghambat aktivitas enzim dan keutuhan DNA. Protein
yang terglikosilasi membentuk radikal bebas dan menyebabkan perubahan
fungsi sel.
3. PROTEIN KINASE C
Diketahui memiliki pengaruh terhadap permeabilitas vascular, kontraktilitas,
sintesis membrane basalis dan proliferasi sel vascular. Dalam kondisi
hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel meningkat akibat
peningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol (regulator PKC) dari glukosa.
Selain hiperglikemia, sejumlah faktor lain yang terkait dengan DM seperti
peningkatan agregasi trombosit, peningkatan agregasi eritrosit, viskositas

43
darah, hipertensi, peningkatan lemak darah dan faktor pertumbuhan diduga
berperan dalam terjadinya retinopati DM.

Keadaan yang dapat memperberat Retinopati Diabetes :


 Pada Diabetes juvenile yang insulin dependent dan kehamilan dapat
merangsang timbulnya perdarahan dan proliferasi.
 Arteriosklerosis dan proses menua pembuluh-pembuluh darah memperburuk
prognosis.
 Hiperlipoproteinnemi diduga mempercepat perjalanan dan progresifitas
kelainan dengan cara mempengaruhi arteriosklerosis dan kelainan
hemobiologik.
 Hipertensi arteri, memperburuk prognosis terutama pada penderita usia tua.
 Hipoglikemia atau trauma dapat menimbulkan perdarahan retina yang
mendadak.

4.4 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Retinopati Diabetik


5. Retinopati Diabetes non proliferatif / NPDR (Non proliferative diabetik
retinopathy)
Adalah suatu mirkoangiopati progresif yang ditandai oleh kerusakan dan
sumbatan pembuluh-pembuluh halus. Kebanyakan orang dengan NPDR tidak
mengalami gejala atau dengan gejala yang minimal pada fase sebelum masa dimana
telah tampak lesi vaskuler melalui ophtalmoskopi.

b) Retinopati Diabetes Proliferatif / PDR


Penyulit mata yang paling parah pada diabetes melitus adalah retinopati diabetes
proliferatif, karena retina yang sudah iskemik atau pucat tersebut bereaksi dengan
membentuk pembuluh darah baru yang abnormal (neovaskuler). Neovaskuler atau
pembuluh darah liar ini merupakan ciri PDR dan bersifat rapuh serta mudah pecah
sehingga sewaktu-waktu dapat berdarah kedalam badan kaca yang mengisi rongga
mata, menyebabkan pasien mengeluh melihat floaters (bayangan benda-benda hitam
melayang mengikuti penggerakan mata) atau mengeluh mendadak penglihatannya
terhalang.

44
Gambar 14. Retinopati DM Nonproliferatif Derajat sedang dengan Edema Makula
(A) dan Retinopati DM Proliferatif dengan Edema Makula dan Perdarahan Pre-retina
(B)

4.5 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Retinopati Diabetik

Gambar 15. Patofisiologi Retinopati Diabetik


Hiperglikemia kronik mengawali perubahan patologis pada retinopati DM dan
terjadi melalui beberapa jalur. Pertama, hiperglikemia memicu terbentuknya reactive
oksigen intermediates (ROIs) dan advanced glycation endproducts (AGEs). ROIs dan
AGEs merusak perisit dan endotel pembuluh darah serta merangsang pelepasan faktor
vasoaktif seperti nitric oxide (NO), prostasiklin, insulin-like growth factor-1 (IGF-1),
dan endotelin yang akan mem- perparah kerusakan.
Kedua, hiperglikemia kronik mengaktivasi jalur poliol yang meningkatkan
glikosilasi dan ekspresi aldose reduktase sehingga terjadi akumulasi sorbitol.
Glikosilasi dan akumulasi sorbitol kemudian mengakibatkan kerusakan endotel
pembuluh darah dan disfungsi enzim endotel.

45
Ketiga, hiperglikemia mengaktivasi transduksi sinyal intraseluler protein
kinase C (PKC). Vascular endothelial growth factor (VEGF) dan faktor pertumbuhan
lain diaktivasi oleh PKC. VEGF menstimulasi ekspresi intracellular adhe- sion
molecule-1 (ICAM-1) yang memicu terbentuknya ikatan antara leukosit dan endotel
pembuluh darah. Ikatan tersebut menyebabkan kerusakan sawar darah retina, serta
trombosis dan oklusi kapiler retina. Keseluruhan jalur tersebut me- nimbulkan
gangguan sirkulasi, hipoksia, dan inflamasi pada retina. Hipoksia menyebabkan
ekspresi faktor angiogenik yang berlebihan sehingga merangsang pembentukan
pembuluh darah baru yang memiliki kelemahan pada membran basalisnya, defisiensi
taut kedap antarsel endo- telnya, dan kekurangan jumlah perisit. Akibatnya, terjadi
kebocoran protein plasma dan perdarahan di dalam retina dan vitreous.

4.6 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Retinopati Diabetik


Sebagian besar penderita retinopati DM, pada tahap awal tidak mengalami gejala
penurunan tajam penglihatan. Apabila telah terjadi kerusakan sawar darah retina,
dapat ditemukan mikroaneurisma, eksudat lipid dan protein, edema, serta perdarahan
intraretina. Selanjutnya, terjadi oklusi kapiler retina yang mengakibatkan kegagalan
perfusi di lapisan serabut saraf retina sehingga terjadi hambatan transportasi aksonal.
Hambatan transportasi tersebut menimbulkan akumulasi debris akson yang tampak
sebagai gambaran soft exudates pada pemeriksaan oftalmoskopi. Kelainan tersebut
merupakan tanda retinopati DM non- proliferatif.

Hipoksia akibat oklusi akan merangsang pembentukan pembuluh darah baru


dan ini merupakan tanda patognomonik retinopati DM proliferatif. Kebutaan pada
DM dapat terjadi akibat edema hebat pada makula, perdarahan masif intravitreous,
atau ablasio retina traksional.

 kesulitan membaca
 penglihatan kabur
 penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
 melihat lingkaran cahaya
 melihat bintik gelap dan cahaya kelap kelip

4.7 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding


Retinopati
Diagnosis
Deteksi dini retinopati DM di pelayanan kesehatan primer dilakukan melalui
pemeriksaan funduskopi direk dan indirek. Dengan fundus photography dapat
dilakukan dokumentasi kelainan retina. Metode diagnostik terkini yang disetujui oleh
American Academy of Ophthalmology (AAO) adalah fundus photography.
Keunggulan pemeriksaan ter tersebut adalah mudah dilaksanakan, interpretasi dapat
dilakukan oleh dokter umum terlatih sehingga mampu laksana dipelayanan kesehatan
primer.

Selanjutnya, retinopati DM dikelompokkan sesuai dengan standar Early Treatment


Diabetic Retinopathy Study (ETDRS). Di pelayanan primer pemeriksaan fundus

46
photography berperanan sebagai pemeriksaan penapis. Apabila pada pemeriksaan
ditemukan edema makula, retinopati DM nonproliferatif derajat berat dan retinopati
DM proliferatif maka harus dilanjutkan dengan pemeriksaan mata lengkap oleh dokter
spesialis mata.

Pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata terdiri dari pemeriksaan
visus, tekanan bola mata, slit-lamp biomicroscopy, gonioskop, funduskopi dan
stereoscopic fundus photography dengan pemberian midriatikum sebelum
pemeriksaan. Pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan optical coherence tomography
(OCT) dan ocular ultrasonography bila perlu

OCT memberikan gambaran penampang aksial untuk menemukan kelainan yang


sulit terdeteksi oleh pemeriksaan lain dan menilai edema makula serta responsnya
terhadap terapi. Ocular ultrasonography bermanfaat untuk evaluasi retina bila
visualisasinya terhalang oleh perdarahan vitreous atau kekeruhan media refraksi.

Diagnosis Banding

Diagnosis banding harus menyingkirkan penyakit vascular retina lainnya, adalah


hipertensive retinopathy. Retinopati hipertensi adalah suatu kondisi dengan
karakteristik perubahan vaskularisasi retina pada populasi yang menderita
hipertensi.Kelainan ini pertama kali dikemukakan oleh Marcus Gunn pada kurun ke-
19 pada sekelompok penderita hipertensi dan penyakit ginjal.Tanda-tanda pada retina
yang diobservasi adalah penyempitan arteriolar secara general dan fokal, perlengketan
atau “nicking” arteriovenosa, perdarahan retina dengan bentuk flame-shape dan blot-
shape, cotton-wool spots, dan edema papilla.
 Neuritis optik
 Ablasio retina
 CRAO
 CRVO


 Gb. OCT pada Mata normal Gb. OCT pada Retinopati
diabetic

47
4.8 Memahami dan Menjelaskan Penatalaksanaan Retinopati Diabetik
Ada tiga pengobatan utama untuk retinopati diabetes, yang sangat efektif
dalam mengurangi kehilangan penglihatan dari penyakit ini. Pada kenyataannya,
bahkan orang dengan retinopathy memiliki kesempatan 90% dari menjaga visi
mereka ketika mereka mendapatkan perawatan sebelum retina rusak parah. Ketiga
perawatan bedah laser, injeksi triamcinolone ke dalam mata dan vitrectomy.

Penting untuk dicatat bahwa meskipun pengobatan ini sangat sukses, mereka
tidak menyembuhkan diabetes retinopati. Perhatian harus dilakukan dalam
perawatan dengan pembedahan laser karena menyebabkan hilangnya jaringan
retina. Hal ini sering lebih bijaksana untuk menyuntik triamcinolone. Pada
beberapa pasien itu menghasilkan peningkatan ditandai dari visi, terutama jika ada
edema makula. Menghindari penggunaan tembakau dan koreksi dari hipertensi
terkait langkah-langkah terapi yang penting dalam pengelolaan diabetes
retinopati :

1. Laser photocoagulation
Laser photocoagulation dapat digunakan dalam dua skenario untuk perawatan
retinopati diabetes. Hal ini banyak digunakan untuk tahap awal retinopati proliferatif.

2. Panretinal photocoagulation
Panretinal photocoagulation, atau PRP (juga disebut pencar perawatan laser),
digunakan untuk mengobati diabetes retinopati proliferatif (PDR). Tujuannya adalah
untuk menciptakan 1.000 - 2.000 luka bakar di retina dengan harapan mengurangi
permintaan oksigen retina, dan karenanya kemungkinan iskemia. Dalam mengobati
retinopati diabetes maju, luka bakar yang digunakan untuk menghancurkan pembuluh
darah abnormal yang terbentuk di retina. Hal ini telah ditunjukkan untuk mengurangi
resiko kehilangan penglihatan berat untuk mata pada risiko dengan 50%.

Sebelum laser, dokter mata pupil dan berlaku tetes anestesi untuk mematikan
mata. Dalam beberapa kasus, dokter mungkin juga mati rasa daerah di belakang mata
untuk mencegah ketidaknyamanan apapun. Pasien duduk menghadap mesin laser
sementara dokter memegang lensa khusus untuk mata. Dokter dapat menggunakan
laser titik tunggal atau laser memindai pola untuk dua pola dimensi seperti kotak,
cincin dan busur. Selama prosedur, pasien dapat melihat kilatan cahaya. Ini berkedip
akhirnya dapat menciptakan sensasi menyengat tidak nyaman bagi pasien. Setelah
perawatan laser, pasien harus disarankan untuk tidak drive untuk beberapa jam
sementara murid-murid masih melebar. Visi mungkin tetap agak kabur untuk sisa hari
itu, meskipun tidak boleh ada banyak kepedihan di mata.

Pasien mungkin kehilangan sebagian penglihatan periferal mereka setelah operasi


ini, tetapi prosedurnya menyimpan sisa dari pandangan pasien. Operasi laser juga
dapat sedikit mengurangi warna dan penglihatan pada malam hari.

Seseorang dengan retinopati proliferatif akan selalu berisiko untuk perdarahan


baru, serta glaukoma, komplikasi dari pembuluh darah baru. Ini berarti bahwa
beberapa perawatan mungkin diperlukan untuk melindungi penglihatan.

48
3. Intravitreal triamcinolone acetonide
Triamcinolone adalah persiapan yang panjang steroid akting. Ketika disuntikkan
dalam rongga vitreous, itu mengurangi edema makula (penebalan retina pada makula)
disebabkan karena maculopathy diabetes, dan hasil dalam peningkatan ketajaman
visual. Efek dari triamcinolone bersifat sementara, yang berlangsung sampai tiga
bulan, yang memerlukan suntikan berulang untuk menjaga efek yang menguntungkan.
Komplikasi injeksi triamcinolone intravitreal termasuk katarak, glaukoma diinduksi
steroid dan endophthalmitis

4. Vitrectomy
Alih-alih operasi laser, beberapa orang membutuhkan operasi mata disebut
vitrectomy untuk memulihkan penglihatan. Sebuah vitrectomy dilakukan ketika ada
banyak darah di vitreous. Ini melibatkan menghapus vitreous keruh dan menggantinya
dengan larutan garam. Studi menunjukkan bahwa orang yang memiliki vitrectomy
segera setelah perdarahan besar lebih mungkin untuk melindungi visi mereka dari
seseorang yang menunggu untuk memiliki operasi.

Awal vitrectomy sangat efektif pada orang dengan insulin-dependent diabetes,


yang mungkin berada pada risiko lebih besar kebutaan dari pendarahan ke dalam
mata. Vitrectomy sering dilakukan dengan anestesi lokal. Dokter membuat sayatan
kecil di sclera, atau putih mata. Selanjutnya, alat kecil ditempatkan ke dalam mata
untuk menghapus vitreous dan masukkan larutan garam ke dalam mata. Pasien
mungkin dapat pulang segera setelah vitrectomy, atau mungkin diminta untuk tinggal
di rumah sakit semalam. Setelah operasi, mata akan merah dan sensitif, dan pasien
biasanya harus memakai penutup mata yang selama beberapa hari atau minggu untuk
melindungi mata. Obat tetes mata juga diresepkan untuk melindungi terhadap infeksi.

4.9 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Akut dan Kronik


Retinopati Diabetik
Penyakit ini merupakan komplikasi segmen anterior paling
sering.Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon terhadap
adanya hipoksia dan iskemia retina akibat berbagai penyakit, baik pada mata maupun
di luar mata yang paling sering adalah retinopati diabetik. Neovaskularisasi iris pada
awalnya terjadi pada tepi pupil sebagai percabangan kecil, selanjutnya tumbuh dan
membentuk membrane fibrovaskular pada permukaan iris secara radial sampai ke
sudut, meluas dari akar iris melewati ciliary body dan sclera spur mencapai jaring
trabekula sehingga menghambat pembuangan aquous dengan akibat intra ocular
presure meningkat dan keadaan sudut masih terbuka.Suatu saat membrane
fibrovaskular ini konstraksi menarik iris perifer sehingga terjadi sinekia anterior
perifer (PAS) sehingga sudut bilik mata depan tertutup dan tekanan intra okuler
meningkat sangat tinggi sehingga timbul reaksi radang intra okuler.Sepertiga pasien
dengan rubeosis iridis terdapat pada penderita retinopati diabetika. Frekuensi
timbulnya rubeosis pada pasien retinopati diabetika dipengaruhi oleh adanya tindakan
bedah. Insiden terjadinya rubeosis iridis dilaporkan sekitar 25-42 % setelah tindakan
vitrektomi, sedangkan timbulnya glaukoma neovaskuler sekitar 10-23% yang terjadi 6
bulan pertama setelah dilakukan operasi.

49
2. Glaukoma neovaskular
Glaukoma neovaskuler adalah glaukoma sudut tertutup sekunder yang terjadi
akibat pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada permukaan iris dan jaringan anyaman
trabekula yang menimbulkan gangguan aliran aquous dan dapat meningkatkan
tekanan intra okuler. Nama lain dari glaukoma neovaskular ini adalah glaukoma
hemoragik, glaukoma kongestif, glaukoma trombotik dan glaukoma rubeotik. Etiologi
biasanya berhubugan dengan neovaskular pada iris (rubeosis iridis). Neovaskularisasi
pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon terhadap adanya hipoksia dan
iskemia retina akibat berbagai penyakit, baik pada mata maupun di luar mata yang
paling sering adalah  retinopati diabetik. Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi
pada tepi pupil sebagai percabangan kecil, selanjutnya tumbuh dan membentuk
membrane fibrovaskuler pada permukaan iris secara radial sampai ke sudut, meluas
dari akar iris melewati ciliary body dan sclera spur mencapai jaring trabekula
sehingga menghambat pembuangan akuos dengan akibat Intra Ocular Presure
meningkat dan keadaan sudut masih terbuka.

3. Perdarahan vitreus rekuren


Perdarahan vitreus sering terjadi pada retinopati diabetik
proliferatif.Perdarahan vitreus terjadi karena terbentuknya neovaskularisasi pada
retina hingga ke rongga vitreus.Pembuluh darah baru yang tidak mempunyai struktur
yang kuat dan mudah rapuh sehingga mudah mengakibatkan perdarahan.Perdarahan
vitreus memberi gambaran perdarahan pre-retina (sub-hyaloid) atau
intragel.Perdarahan intragel termasuk didalamnya adalah anterior, middle, posterior,
atau keseluruhan badan vitreous.
Gejalanya adalah perkembangan secara tiba-tiba dari floaters yang terjadi saat
perdarahan vitreous masih sedikit.Pada perdarahan badan kaca yang massif, pasien
biassanya mengeluh kehilangan penglihatan secara tiba-tiba.Oftalmoskopi direk
secara jauh akanmenampakkan bayangan hitam yang berlawanan dengan sinar merah
pada perdahan vitreous yang masih sedikit dan tidak ada sinar merah jika perdarahan
vitreous sudah banyak. Oftalmoskopi direk dan indirek menunjukkan adanya darah
pada ruang vitreous.Ultrasonografi Bscan membantu untuk mendiagnosa perdarahan
badan kaca.

4. Ablasio retina
Merupakan keadaan dimana terlepasnya lapisan neurosensori retina dari
lapisan pigmen epithelium.Ablasio retina tidak menimbulkan nyeri, tetapi bisa
menyebabkan gambaran bentuk-bentuk ireguler yang melayang-layang atau kilatan
cahaya, serta menyebabkan penglihatan menjadi kabur.

4.10 Memahami dan Menjelaskan Prognosis Retinopati Diabetik


a. pasien dengan retinopati diabetic nonproliferatif (RDNP) memiliki prognosis
yang baik sehingga cukup dilakukan pemeriksaan ulang setiap 1 tahun.
b. Separuh pasien RDNP berat akan berkembang menjadi RDP dalam 1 tahun
dimana 15% diantaranya tergolong RDP dengan risiko tinggi
c. Deteksi Dini Retinopati DM
Pada tahun 2010, The American Diabetes Association7 menetapkan beberapa
rekomendasi pemeriksaan untuk deteksi dini retinopati DM. Pertama, orang
dewasa dan anak berusia lebih dari 10 tahun yang menderita DM tipe I harus
menjalani pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata dalam waktu

50
lima tahun setelah diagnosis DM di- tegakkan. Kedua, penderita DM tipe II harus
menjalani pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata segera setelah
didiagnosis DM. Ketiga, pemeriksaan mata penderita DM tipe I dan II harus
dilakukan secara rutin setiap tahun oleh dokter spesialis mata. Keempat, frekuensi
pemeriksaan mata dapat dikurangi apabila satu atau lebih hasil pemeriksaan
menunjukkan hasil normal dan dapat ditingkatkan apabila ditemukan tanda
retinopati progresif. Kelima, perempuan hamil dengan DM harus menjalani
pemeriksaan mata rutin sejak trimester pertama sampai dengan satu tahun setelah
persalinan karena risiko terjadinya dan/atau perburukan retinopati DM
meningkat, dan ia harus menerima penjelasan menyeluruh tentang risiko tersebut.

4.11 Memahami dan Menjelaskan Retinopati Diabetik Pencegahan


Ada beberapa pencegahan menurut WHO,1994:
1. Pencegahan primer
Semua aktivitas yang dilakukan untuk pencegah timbulnya hiperglikemia pada
individu yang beresiko untuk jadi diabetes atau pada populasi umum.
2. Pencegahan sekunder
Menemukan pengidap DM sedini mungkin,misalnya dengan tes penyaringan
terutama pada populasi beresiko tinggi dengan demikian dapat dilakukan
upaya untuk mencegah komplikasi atau kalaupun sudah ada komplikasi masih
reversibel
3. Pencegahan tersier
Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat komplikasi
itu.
Usaha ini meliputi :
mencegah timbulnya komplikasi,mencegah progresi dari pada komplikasi itu
supaya tidak menjadi kegagalan organ,mencegah kecacatan tubuh
Strategi pencegahan
Ada 2 macam strategi yang dijalankan :
a) Pendekatan populasi/masyarakat
Bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat umum. Yang dimaksud
adalah mendidik masyarakat agar menjalankan cara hidup sehat dan
menghindari cara hidup beresiko
b) Pendekatan individu beresiko tinggi
Ditujukan pada individu-individu yang beresiko menderita DM kelak misal
:obesitas,hipertensi,riwayat keluarga DM,riwayat melahirkan bayi >4000
gram, riwayat DM saat kehamilan dan dislipdemia.

51
LI.5 Memahami dan Menjelaskan Kebutuhan Kalori pada Penderita Diabetes
Melitus

Terapi gizi medis

Terapi gizi medis merupakan salah satu terapi non farmakologis yang sangat
direkomendasikan bagi pasien ddiabetes, Terapi gizi medis ini pada pronsipnya
adalah melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada stasus gizi medis
diabetesi dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual.
Beberapa manfaat yang telah terbukti dari terapi gizi medis ini antara lain:
Menurunkan berat badan, Menurunkan tekanan sistolik dan diastolik, Menurunkan
kadar glukosa darah, Memperbaiki profil lipid, Meningkatkan sensitivitas reseptor
insulin, Memperbaiki sistem koagulsi darah.
Tujuan terapi gizi medis ini adlah untuk mencapai dan mempertahankan:
a) Kadar glukosa darah mendekati normal
b) Glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dl.
c) Glukosa darah 2 jam setelah makan <180 mg/dl.
d) Kadar A1c <7%.
e) Tekanan darah <130/80 mmHg.
f) Profil Lipid
g) Kolesterol LDL<100 mg/dl
h) Kolesterol HDL >40 mg/dl.
i) Trigliserida < 150 mg/dl.
j) Beran badan senormal mungkin.

Jenis Bahan Makanan


KARBOHIDRAT

52
Sebagai sumber energi, KH yang diberikan diabetisi tidak boleh lebih dar 55-
65% dari total kebutuhan energi sehari, atau tidak boleh lebih dari 70% jika
dikombinasikan dengan pemberian asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (MUFA:
monounsaturated fatty acids). Pada setiap gram karbohidrat terdapat kandungan
energi sebesar 4 kilokalori.
Rekomendasi karbohidrat :
o Kandungan total kalori pada makanan yang mengandung KH, lebih ditentukan
oleh jumlahnya dibandungkan dengan jenis KH itu sendiri.
o Dari total kebutuhan kalori perhari, 60-70% diantaranya berasal dari sumber KH.
o Jika ditambah MUFA sebagai sumber energi, maka jumlah KH maksimal 70%
dari total kebutuhan kalori perhari.
o Julah serat 25-50 gram per hari.
o Jumlah sukrosa sebagai sumber energi tidak perlu dibatasi, namun jangan sampai
lebih dari total kebutuhan kalori perhari.
o Sebagai pemanis dapat digunakan pmanis non kalori seperti sakarin, aspartame,
acesulfame, dan sukralosa.
o Penggunaan alkohol harus dibatasi tidak boleh lebih dar10 gram/hari.
o Fruktosa tidak boleh lebih dari 60 gram/hari.
o Makanan yang mengandung sukrosa tidak perlu dibatasi.

PROTEIN
Jumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar 10-15% dari total
kalori perhari. Pada penderita kelainan ginjal dimana diperlukan pembatasan asupan
protein sampai 40 gram perhari, maka perlu ditambahkan suplementasi asam amino
esensial. Protein mengandung energi sebesar 2 kilokalori/gram.
Rekomendasi pemberian protein:
o Kebutuhan protein 15-20% dari total kebutuhan energi perhari.
o Pada keadaan kadar glukosa yang terkontrol, asupan protein tidak akan
mempengaruhi konsentrasi glukosa darah.
o Pada keadaan glukosa tidak terkontrol, pemberian protein sekitar 0,8-1,0 mg/kg
BB/hari.
o Pada gangguan fungsi ginjal, asupan protein diturunkan sampai 0,85
gram/KgBB/hari dan tidak kurang dari 40gram.
o Jika terdapat komplikasi kardiovaskular, maka sumber protein nabati lebih
dianjurkan dibanding protein hewani.

LEMAK
Lemak memiliki kandungan energi sebesar 9 kilokalori/gram. Bahan makanan
ini sangat penting untuk membawa vitamin yang larut dalam lemak seperti vitami A,
D, E, K. Berdasarkan rantai karbonnya , lemak dibedakan menjadi lemak jenuh dan
tidak jenuh. Pembatasan asupan lemak jenuh dan kolestrol sangat disarankan pada
diabetisi karena terbukti dapat memperbaiki profil lipid tidak normal bagi pasien
diabetes. Asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (monounsaturated fatty acid :
MUFA), merupakan salah satu asam lemak yang dapat memperbaiki glukosa darah
dan profil lipid. Pemberian MUFA pada diet diabetisi, dapat menurunkan kadar
trigliserida, kolestrol total, kolestrol VLDL, dan meningkatkan kadar kolestrol HDL.
Sedangkan asam lemak tidak jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty acid=

53
PUFA) dapat melindungi jantung, menurunkan kadar trigliserida, memperbaiki
agregasi trombosit. PUFA mengandung asam lemak omega 3 yang dapat menurunkan
sintesis VLDL di dalam hati dan eningkatkan aktivitas enzyme lipoprotein lipase yang
dapat menurunkan kadar VLDL di jarngan perifer. Sehingga dapat menurunkan kadar
kolestrol LDL.
Rekomendasi Pemberian Lemak:
o Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal 10%
dari total kebutuhan kalori per hari.
o Jika kadar kolestrol LDL ≥ 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh diturunkan
sampai maksimal 7% dari total kalori perhari.
o Konsumsi kolestrol maksimal 300mg/hari, jika ada kolestrol LDL ≥ 100 mg/dl,
maka maksimal kolestrol yang dapat dikonsumsi 200 mg per hari.
o Batasi asam lemak bentuk trans.
o Konsumsi ikan seminggu 2-3 kali untuk mencukupi kebutuhan asam lemak tidak
jenuh rantai panjang.
o Asupan asam lemak tidak jenuh rantai panjang maksimal 10% dari asupan kalori
perhari.

Penghitungan Jumlah Kalori


Perhitungan jumlah kalori ditentukan oleh stasus gizi, umur, ada tidaknya stress akut,
dan kegiatan jasmani. Penetuan stasus gizi dapat dipakai indeks massa tubuh (IMT)
atau rumus Brocca.

Penentuan stasus gizi berdasarkan IMT


IMT dihitung berdasarkan pembagian berat badan (dalam kilogram) dibagi
dengat tinggi badan (dalam meter) kuadrat.
o Berat badan kurang <18,5
o Berat badan normal 18,5-22,9
o Berat badan lebih ≥ 23,0
o Dengan resiko 23-24.9
o Obes I 25-29,9
o Obes II ≥ 30

Penentuan stasus gizi berdasarkan rumus Brocca


Pertama-tama dilakukan perhitungan berat badan idaman berdasarkan rumus:
berat badan idaman (BBI kg) = (TB cm - 100) -10%.

Penetuan stasus gizi dihitung dari : (BB aktual : BB idaman) x 100%


o Berat badan kurang BB <90% BBI
o Berat badan normal BB 90-110% BBI
o Berat badan lebih BB 110-120% BBI
o Gemuk BB>120% BBI

Untuk kepentingan praktis dalam praktek digunakan rumus Brocca.


Penentuan kebutuhan kalori perhari:
1. Kebutuhan basal:

54
o Laki-laki : BB idaman (Kg) x 30 kalori
o Wanita : BB idaman (Kg) x 25 kalori

2. Koreksi atau penyesuaian:


o Umur diatas 40 tahun : -5%
o Aktivitas ringan : +10%
o Aktifitas sedang : +20%
o Aktifitas berat : +30%
o Berat badan gemuk : -20%
o Berat badan lebih : -10%
o Berat badan kurus : +10%

3. Stress metabolik : +10-30%


4. Kehamilan trimester I dan II : +300 kalori
5. Kehamilan trimester II dan menyusui : +500 kalori

Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), makan
siang (25%), serta 2-3 porsi ringan (10-15%) di antara makan besar. Pengaturan
makan ini tidak berbeda dengan orang normal, kecuali dengan pengaturan jadwal
makan dan jumlah kalori. Usahakan untuk merubah pola makan ini secara bertahap
sesuai kondisi dan kebiasaan penderita.

C. Latihan jasmani
- Latihan jasmani teratur dapat memperbaiki kendali glukosa darah,
mempertahankan atau menurunkan berat badan, serta dapat meningkatkan
kadar kolesterol HDL.
- Latihan jasmani yang dianjurkan: Dikerjakan sedikitnya selama 150
menit/minggu dengan latihan aerobik sedang (mencapai 50-70% denyut
jantung maksimal), atau 90 menit/minggu dengan latihan aerobic berat
(mencapai denyutjantung>70% maksimal). Latihan jasmani dibagi
menjadi 3-4 x aktivitas/minggu.

LI.6 Memahami dan Menjelaskan Makan Halal dan Baik Menurut Islam
Allah memerintahkan kita untuk memakan makanan yang halal dan baik / Halalan
Thoyyiban

“... dan makanlah makanan yang halal lagi baik (thayib) dari apa yang telah
dirizkikan kepadamu dan bertaqwalah kepada Allah dan kamu beriman kepada-
Nya”. (Q.S Al Maidah : 88)

Allah memerintahkan kita untuk memakan makanan yang bukan cuma halal, tapi
juga baik (Halalan Thoyyiban) agar tidak membahayakan tubuh kita. Bahkan
perintah ini disejajarkan dengan bertaqwa kepada Allah, sebagai sebuah perintah
yang sangat tegas dan jelas.

55
“Wahai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di
bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan; karena
sesungguhnya syetan itu adalah musuh yang nyata bagimu”.(Q.S Al Baqarah : 168)
Setidaknya ada beberapa unsur yang harus diperhatikan dalam kita memilih atau
meneliti kehalalan toyyiban sebuah produk yang akan kita konsumsi.

PERTAMA adalah kelalalan sutu makanan yang telah dinaskan dalam Al Qur’an.
Surat Al Maidaah Ayat 3 yang artinya “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai,
darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang
tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang
buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang
disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan
anakpanah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari
ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu
janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah
Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-
Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa
karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang”. Dalam kata lan, makanan yang diharamkan
secara syariat adalah :

Pertama, Bangkai yaitu hewan yang mati bukan karena disembelih atau diburu.
Hukumnya jelas haram dan bahaya yang ditimbulkannya bagi agama dan badan
manusia sangat nyata, sebab pada bangkai terdapat darah yang mengendap
sehingga sangat berbahaya bagi kesehatan. Sekalipun bangkai haram hukumnya
tetapi ada yang dikecualikan yaitu bangkai ikan dan belalang berdasarkan hadits.
Kedua, Darah, Yaitu darah yang mengalir sebagaimana dijelaskan dalam ayat
lainnya "Atau darah yang mengalir" [QS6:145] Dikatakan oleh Ibnu Abbas dan
Sa'id bin Jubair bahwa orang-orang jahiliyyah dahulu apabila seorang diantara
mereka merasa lapar, maka dia mengambil sebilah alat tajam yang terbuat dari
tulang atau sejenisnya, lalu digunakan untuk memotong unta atau hewan yang
kemudian darah yang keluar dikumpulkan dan dibuat makanan/minuman. Oleh
karena itulah, Allah mengharamkan darah pada umat ini. [Lihat Tafsir Ibnu Katsir
3/23-24]

Ketiga, Daging Babi, Babi, baik peliharaan maupun liar, jantan maupun betina.
Dan mencakup seluruh anggota tubuh babi sekalipun minyaknya. Tentang
keharamannya, telah ditandaskan dalam al-Qur'an, hadits dan ijma' ulama.

Keempat, Sembelihan untuk selain Allah, Setiap hewan yg disembelih dgn selain
nama Allah hukumnya haram. Oleh karenanya, apabila seorang tidak
mengindahkan hal itu bahkan menyebut nama selain Allah baik patung, taghut,
berhala dan lain sebagainya , maka hukum sembelihan tersebut adalah haram
dengan kesepakatan ulama.

56
Kelima, Hewan yang diterkam binatang buas, Yakni hewan yang diterkam oleh
harimau, serigala atau anjing lalu dimakan sebagiannya kemudia mati karenanya,
maka hukumnya adalah haram sekalipun darahnya mengalir dan bagian lehernya
yang kena. Semua itu hukumnya haram dengan kesepakatan ulama. Binatang Buas
Bertaring, seperti harimau, singa, anjing, serigala dan binatag buas sejenisnya.
Burung Yang Berkuku Tajam, Binatang yang berkuku tajam seperti burung elang
dan sejenisnya. Khimar Ahliyyah yaitu sebangsa keledai Jinak. Serta binatang
yang menjijikan lainnya.

Al-Jallalah Maksud Al-Jalalah yaitu setiap hewan baik hewan berkaki empat
maupun berkaki dua yang makanan pokoknya adalah kotoran-kotoran seperti
kotoran manusia/hewan dan sejenisnya. (Fahul Bari 9/648). Ibnu Abi Syaiban
dalam Al-Mushannaf (5/147/24598) meriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa beliau
mengurung ayam yang makan kotoran selama tiga hari. [Sanadnya shahih
sebagaimana dikatakan Al-Hafidz dalam Fathul Bari 9/648]

KEDUA Proses pengolahan atau pembuatan (penyembelihan, cara mengolah,


media yang digunakan, cara pembuatan) Selain binatang yang dinaskan diatas, kita
juga patut mengetahui unsur-unsur lain dalam makanan yang hendak dikonsumsi
apakah tercampur dengan unsur yang diharamkan, Tapi apakah kita sudah tau
unsur-unsur yang terkandung dalam makanan tersebut? Apakah makanan yang
dikonsumsi benar-benar makana yang tidak tercampur dengan barang yang
bernajis atau diharamkan, dan apakan kita sudah yakin kalau daging atau makanan
yang kita konsumsi telah disembelih sesuai dengan yang disyariatkan oleh agama
Islam? Kehalalan makanan modern saat ini sebenarnya memiliki tingkat
kerawanan yang sangat tinggi oleh karena diproduksi secara masal. Karena dalam
penyembelihan hewan pun Allah SWT telah mensyariatka dalam Al Qur’an Surat
Al Hajj ayat 34. Yang artinya: Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan
penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang
ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan
Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar
gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah).

Selain dalam hal penyembelihan binatang perlu juga diperhatikan apakah bakan
makanan yang akan diolah itu masih layak dikonsumsi atau masih layak menjadi
bahan pembuatan makanan, jangan sampai bahan dasar yang hendak dijadikan
bahan makanan adalah bahan yang sudah rusak, busuk ataupun sudah kedaluarsa.

Dan yang KETIGA adalah bersih dan bebasnya suatu produk makanan dan
minuman dari bahan yang mengandung zat yang membahayakan tubuh, karena
Makanan toyyib dapat diartikan sebagai makanan yang mengandung zat yang
dibutuhkan oleh tubuh dan tidak mengandung zat yang membahayakan tubuh dan
pikiran. Dalam bahasa sederhana adalah makanan yang bergizi, higienis, dan tidak
beracun. Karena definisi ini isederhanakan, boleh jadi artinya masih terlalu
dangkal, tidak mencakup semua aspek seperti yang dimaksud oleh Al Qur’an.

57
DAFTAR PUSTAKA

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 2009. Jakarta : Interna Publishing


http://rumahislam.com/tafsir-depag-ri/157-qs-002-al-baqarah/808-tafsir-depag-ri--qs-
002-al-baqarah-168.html
Khardori, R etc. 2014. Type 2 Diabetes Mellitus.
http://emedicine.medscape.com/article/117853-overview#aw2aab6b2b6
PERKENI.2011. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Type 2 Di Indonesia.
Price, A.S. 2014. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Vol.2 Edisi 6.
Jakarta : EGC
Sherwood. L.2012. Fisiologi Manusia: Dari sel ke Sistem. Jakarta : EGC
Sitompul, Ratna. Retinopati Diabetik. Departemen Ilmu Kesehatan Mata, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. IDI

58

Anda mungkin juga menyukai