Anda di halaman 1dari 21

USAHA PENYULINGAN MINYAK DAUN

CENGKEH
Oleh: Bank Indonesia

Sumber:  http://www.bi.go.id/sipuk/

PENDAHULUAN

Minyak atsiri atau yang disebut juga dengan essential oils, etherial oils, atau  volatile oils adalah
salah satu komoditi yang memiliki potensi besar di Indonesia. Minyak atsiri adalah ekstrak alami
dari jenis tumbuhan tertentu, baik berasal dari daun, bunga, kayu, biji-bijian bahkan putik bunga.
Setidaknya ada 70 jenis minyak atsiri yang selama ini diperdagangkan di pasar internasional dan
40 jenis di antaranya dapat diproduksi di Indonesia (Lutony, Rahmayati, 2000). Meskipun
banyak jenis minyak atsiri yang bisa diproduksi di Indonesia, baru sebagian kecil jenis minyak
atsiri yang telah diusahakan di Indonesia.

Gambar 1.1. Cengkeh

Peluang pasar komoditi minyak atsiri ini masih terbuka luas baik di dalam maupun luar negeri.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa hanya sebagian kecil jenis minyak atsiri yang
telah diproduksi di Indonesia. Permintaan minyak atsiri ini pun diperkirakan terus meningkat
dengan bertambahnya populasi penduduk dunia.

Kegunaan minyak atsiri sangat banyak, tergantung dari jenis tumbuhan yang diambil hasil
sulingnya. Minyak atsiri ini digunakan sebagai bahan baku minyak wangi, komestik dan obat-
obatan. Minyak atsiri juga digunakan sebagai kandungan dalam bumbu maupun pewangi
(flavour and fragrance ingredients). Industri komestik dan minyak wangi menggunakan minyak
atsiri sebagai bahan pembuatan sabun, pasta gigi, samphoo, lotion dan parfum. Industri makanan
menggunakan minyak atsiri sebagai penyedap atau penambah cita rasa. Industri farmasi
menggunakannya sebagai obat anti nyeri, anti infeksi, pembunuh bakteri. Fungsi minyak atsiri
sebagai wewangian juga digunakan untuk menutupi bau tak sedap bahan-bahan lain seperti obat
pembasmi serangga yang diperlukan oleh industri bahan pengawet dan bahan insektisida.

Komoditi minyak atsiri banyak dikembangkan oleh negara-negara, seperti Amerika Serikat,
Perancis, Inggris, Jepang, Jerman, Swiss, Belanda, Hongkong, Irlandia dan Kanada. Berdasarkan
estimasi yang dilakukan oleh Essential Oil Association of India dalam publikasinya yang
berjudul Vasion 2005 India Essential Oil Industry, peringkat pertama produsen minyak atsiri
dunia adalah Brasil disusul oleh Amerika Serikat dan India.

Industri pengolahan minyak atsiri di Indonesia telah muncul sejak jaman penjajahan (Lutony,
Rahmayati, 2000). Namun jika dilihat dari kualitas dan kuantitasnya tidak mengalami banyak
perubahan. Ini disebabkan karena sebagian besar pengolahan minyak atsiri masih menggunakan
teknologi sederhana/tradisional dan umumnya memiliki kapasitas produksi yang terbatas.

Industri ini biasanya terletak di daerah pedesaan. Ada beberapa daerah di Indonesia yang
menjadi sentra industri minyak atsiri , misalnya Daerah Istimewa Aceh, Sumatera Utara,
Sumatera Barat, Bengkulu, Jawa Barat, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, Maluku, dan
Nusa Tenggara Timur. Dari beberapa jenis minyak atsiri yang dapat diproduksi di Indonesia,
sebagian besar diekspor ke berbagai negara seperti ditunjukkan pada Tabel 1.1.
Salah satu sentra minyak atsiri di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah Kabupaten Kulon
Progo, tepatnya di Kecamatan Samigaluh. Di kecamatan tersebut terdapat kelompok usaha
minyak atsiri yang terdiri dari 22 (dua puluh dua) pengusaha kecil. Sebagian besar minyak atsiri
yang dihasilkan adalah minyak daun cengkeh. Tanaman cengkeh (Eugenia caryophillata) dapat
digunakan untuk menghasilkan minyak cengkeh (clove oil), minyak tangkai cengkeh (clove stem
oil), dan minyak daun cengkeh (clove leaf oil).

Minyak cengkeh merupakan hasil penyulingan serbuk bunga cengkeh kering. Minyak atsiri jenis
ini memiliki pasaran yang luas di industri farmasi, penyedap masakan dan wewangian.
Kandungan minyak cengkeh adalah eugenol (90%), eugenil acetate, methyl n-hepthyl alcohol,
benzyl alcohol, methyl salicylate, methyl n-amyl carbinol, dan terpene caryo-phyllene. Minyak
tangkai cengkeh adalah minyak atsiri hasil penyulingan tangkai kuntum cengkeh. Jenis ini jarang
ditemukan di Kecamatan Samigaluh. Jenis minyak cengkeh yang terakhir, minyak daun cengkeh
(clove leaf oil) adalah minyak atsiri hasil sulingan daun cengkeh kering (umumnya yang sudah
gugur) dan banyak ditemukan di lokasi survai di Kecamatan Samigaluh. Minyak daun cengkeh
mulai dikembangkan pada tahun 1960 yang digunakan untuk bahan baku obat, pewangi sabun
dan deterjen. Minyak daun cengkeh juga digunakan di industri wewangian dengan ketetapan
standar mutu tertentu yang lebih ketat.

Minyak daun cengkeh berupa cairan berwarna kuning pucat sesaat setelah disuling dan mudah
berubah warna menjadi coklat atau ungu bila terkena logam besi sehingga minyak ini lebih baik
dikemas dalam botol kaca, drum aluminium atau drum timah putih.

Alasan pemilihan jenis minyak daun cengkeh di wilayah Kecamatan Samigaluh adalah
kemudahan operasi pengolahan dan modal yang rendah. Berdasarkan in-depth interview yang
dilakukan dengan pengusaha setempat, daun cengkeh menghasilkan minyak atsiri yang tidak
terlalu keras dibandingkan tangkai bunga cengkeh sehingga ketel yang digunakan tidak cepat
rusak dan dapat menggunakan hanya satu ketel saja (bahan baku dan air dalam satu ketel)
sehingga harganya lebih murah. Berbeda dengan minyak nilam yang memerlukan dua ketel
terpisah, yang berisi air dan daun nilam dalam ketel terpisah, untuk menghasilkan minyak nilam
dengan kualitas yang diinginkan. Saat ini, kualitas untuk minyak daun cengkeh tidak telalu ketat
diberlakukan oleh pengusaha pengumpul yang membeli hasil penyulingan. Ini menyebabkan
proses produksi minyak daun cengkeh tidak terlalu sulit.
Perhatian pemerintah daerah terhadap industri minyak daun cengkeh cukup baik. Pemerintah
melalui Departemen Pertanian telah memberikan pelatihan-pelatihan mengenai pengembangan
usaha minyak atsiri termasuk minyak daun cengkeh untuk meningkatkan daya saing minyak
atsiri melalui peningkatan mutu, harga yang kompetitif dan keberlanjutan suplai melalui
pembinaan yang terintegrasi oleh instansi terkait.

Saat ini sedang dipertimbangkan pembangunan industri pengolahan yang menggunakan bahan
baku minyak atsiri di lingkup regional Kabupaten Kulon Progo agar masyarakat dan pemerintah
dapat menikmati nilai tambah yang lebih besar dari pengolahan minyak atsiri. Jika minyak atsiri
dapat diolah di wilayah lokal, para pengusaha minyak atsiri tidak perlu menjual produknya ke
luar daerah.

Selain bantuan teknis, Pemerintah Daerah Kabupaten Kulon Progo juga telah memberikan
pinjaman berupa penguatan modal melalui PT. Bank Pembangunan Daerah Yogyakarta
(selanjutnya disebut BPD) sebagai bentuk perhatian pemerintah daerah terhadap potensi usaha
minyak atsiri di wilayahnya. Pembuatan peta pewilayahan untuk usaha pengolahan minyak atsiri
juga bermanfaat untuk memberikan informasi keberadaan usaha minyak atsiri yang umumnya
terdapat di pedesaan dan berskala kecil. Pemerintah juga berusaha untuk menyediakan data dan
informasi mutakhir yang akurat mengenai produksi, kebutuhan pasar, kecenderungan pasar dan
informasi harga minyak atsiri.

Industri minyak daun cengkeh ini tidak saja memproduksi minyak daun cengkeh sebagai
komoditas ekspor yang menghasilkan devisa, tetapi juga menyerap tenaga kerja yang cukup
banyak. Setiap unit usaha dapat menyerap tenaga kerja rata-rata 6 orang di unit penyulingannya
dan seratus orang lebih sebagai tenaga pencari (pengumpul) daun cengkeh. Pekerjaan
memungut/mengumpulkan daun cengkeh ini pada umumnya merupakan pekerjaan sambilan dan
hasilnya dapat dijual dengan harga berkisar Rp 200-Rp 350/kg. Tingkat harga sangat tergantung
pada musim. Pada saat banyak daun cengkeh kering yang gugur, harga akan turun dan
sebaliknya.

Walaupun pada pengolahan minyak daun cengkeh sendiri penyerapan tenaga kerja relatif sedikit,
namun setidaknya dapat memberikan kesempatan kerja bagi para pemuda yang sebelumnya tidak
produktif. Di wilayah Kulon Progo, para pekerja usaha minyak daun cengkeh ini dibayar secara
borongan (pekerja tidak tetap) dengan sistem bergilir (shift). Setidaknya dibutuhkan 3 orang
pekerja untuk satu kali suling dengan satu ketel.

Usaha minyak daun cengkeh tidak menimbulkan pencemaran lingkungan. Sisa daun yang telah
disuling dapat dikeringkan dan digunakan sebagai bahan bakar dan abunya dapat digunakan
sebagai pupuk. Sisa air limbah yang sudah dipisahkan secara sempurna dengan minyak daun
cengkeh tidak menimbulkan kerusakan lingkungan. Sampai saat ini, polusi udara berupa asap
yang ditimbulkan pada saat proses penyulingan sama sekali tidak dikeluhkan oleh warga sekitar
lokasi penyulingan.

Usaha penyulingan minyak daun cengkeh menggunakan modal yang sebagian dapat diperoleh
dari bank berupa pinjaman modal, baik modal investasi maupun modal kerja. Untuk PT. Bank
Rakyat Indonesia (Persero), Tbk (selanjutnya disebut Bank BRI) di tingkat Kantor Unit, modal
yang dapat diberikan adalah 25 juta rupiah ke bawah sedangkan keputusan pemberian kredit di
atas 25 juta rupiah ditentukan oleh kantor cabang. Plafon dana yang berasal dari dana nasabah
sendiri untuk modal investasi + 30% sedangkan untuk modal kerja + 50%.Tingkat bunga yang
diberlakukan adalah tingkat bunga flat sebesar 18% per tahun.

PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN

PROFIL USAHA

Usaha minyak daun cengkeh adalah salah satu jenis minyak atsiri yang dapat dihasilkan dari
tanaman cengkeh yang diperoleh melalui proses distilasi atau proses penyulingan daun cengkeh
kering. Usaha ini relatif tidak memerlukan modal yang besar. Bahan baku utama untuk
menghasilkan minyak daun cengkeh adalah daun cengkeh kering. Daun cengkeh kering relatif
mudah diperoleh pada musim kemarau karena perkebunan cengkeh di wilayah Kulon Progo dan
sekitarnya cukup banyak.

Lokasi penyulingan sebaiknya dekat dengan sumber bahan baku atau setidaknya memiliki akses
yang mudah untuk penyediaan bahan baku dan dekat dengan sumber air. Sumber air yang
melimpah seperti di Kulon Progo memudahkan para penyuling memperoleh air untuk proses
penyulingan dan terutama pada proses pendinginan atau kondensasi.

Di Kecamatan Samigaluh, Kulon Progo terdapat 22 pengusaha minyak atsiri yang tergabung
dalam kelompok pengusaha penyulingan minyak atsiri. Sebagian besar dari mereka
menghasilkan minyak daun cengkeh sedangkan penyulingan tangkai atau putik cengkeh hanya
dilakukan jika ada pesanan khusus dari pembeli. Minyak dari tangkai cengkeh memiliki sifat
yang lebih keras sehingga mudah merusak lapisan ketel yang digunakan untuk menyuling.
Pesanan dalam jumlah besar pada waktu tertentu kadang dapat dilakukan secara berkelompok.
Dari 22 pengusaha minyak atsiri di lokasi survai, hanya satu pengusaha yang menghasilkan
minyak atsiri jenis lain, yaitu minyak nilam. Modal untuk usaha minyak nilam ini relatif lebih
besar karena ketel yang digunakan lebih baik dan lebih mahal. Khusus untuk minyak nilam ini
memang sudah memiliki standar yang baku. Secara umum, teknologi yang digunakan tetap
sama. Perbedaannya hanya pada pemisahan tangki air dan tangki bahan baku dan jenis bahan
ketel yang lebih baik untuk menjaga mutu.

Ketersediaan bahan baku untuk daun cengkeh bersifat musiman, yaitu kurang lebih enam bulan
kerja dalam setahun. Pada saat musim kemarau daun cengkeh gugur dan kering, barulah
penyulingan dapat dilakukan. Berbeda dengan penyulingan minyak nilam yang dapat
dilaksanakan sepanjang tahun.

POLA PEMBIAYAAN

Pemberian kredit untuk usaha pengolahan minyak daun cengkeh di Kecamatan Samigaluh sudah
dilaksanakan sejak tahun 1990. Pada tahun tersebut, banyak para pengusaha minyak daun
cengkeh membutuhkan kredit sebagai tambahan modal untuk mengembangkan usahanya.
Seluruh usaha minyak daun cengkeh di Samigaluh berskala kecil dengan pinjaman kredit
bervariasi dari Rp 5 juta sampai dengan Rp 25 juta. Saat ini pelayanan pinjaman dari bank hanya
diperoleh dari Bank BRI unit Samigaluh yang memang merupakan satu-satunya bank yang ada
di wilayah tersebut. Karena sifat usahanya yang musiman, para pengusaha umumnya meminjam
dalam jangka waktu yang pendek, 6 bulan, dengan tingkat suku bunga flat 18% per tahun.

Bank BRI tidak memiliki skema pinjaman khusus untuk usaha minyak daun cengkeh. Jenis
pinjaman lebih banyak ditentukan secara subyektif oleh bank dengan pendekatan secara
personal. Jenis pinjaman seringkali ditentukan oleh karakter usaha nasabah yang semuanya
dikelola secara perseorangan. Pada tahun 2003 terdapat 10 nasabah individu (pengusaha minyak
atsiri) yang telah menjadi nasabah Bank BRI unit Samigaluh dengan jumlah pinjaman yang
bervariasi dari Rp 5 juta sampai Rp 25 juta. Total kredit yang disalurkan kira-kira Rp
200.000.000,00.

Untuk memperoleh informasi mengenai usaha pengolahan minyak daun cengkeh, bank memiliki
hubungan dengan kelompok pengusaha kecil minyak daun cengkeh yang bersangkutan. Apabila
usaha tersebut dianggap menguntungkan dan layak untuk diberi kredit maka bank akan
mengucurkan kredit. Dari sejumlah nasabah tersebut, selama ini tidak ada kredit yang
bermasalah.

Pada saat tulisan ini disusun, para pengusaha sedang berusaha untuk dapat memperoleh pinjaman
secara berkelompok dari bank lain dalam jumlah yang lebih besar. Beberapa pengusaha telah
memperoleh bantuan dari pemerintah daerah yang diambil dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) Kabupaten sebagai Dana Penguatan Modal melalui BPD dengan bunga
yang lebih rendah.

Untuk usaha pengolahan minyak daun cengkeh, Bank BRI memberikan plafon maksimum
sebesar sebesar Rp 50 juta per debitur baik untuk investasi maupun modal kerja. Kewenangan
memutuskan kredit untuk plafon hingga sebesar Rp 25 juta dimiliki oleh kantor unit dan untuk
plafon di atas Rp 25 juta dimiliki oleh kantor cabang. Persyaratan jaminan berupa surat tanah
yang berlaku atau barang bergerak. Persyaratan yang berlaku sesuai dengan pengajuan Kredit
Umum Pedesaan (KUPEDES). Persyaratan KUPEDES Bank BRI secara umum adalah sebagai
berikut:
1. Warga Negara Indonesia
2. Pengusaha menyertakan:
a. Fotokopi KTP atau SIM
b. Surat Keterangan Usaha
3. Jumlah Kredit sampai dengan Rp 50.000.000,- per nasabah
4. Jangka waktu kredit:
a. KUPEDES INVESTASI maksimum 36 bulan
b. KUPEDES MODAL KERJA maksimum 24 bulan
c. KUPEDES GOLONGAN BERPENGHASILAN TETAP maksimum 60 bulan.

ASPEK PEMASARAN

PASAR
Dalam aspek pemasaran akan dibahas aspek pasar dan pemasaran yang terkait dengan
permintaan, penawaran, harga, persaingan dan pemasaran minyak daun cengkeh.

1. Permintaan

Minyak daun cengkeh memiliki pasar yang sangat luas terutama di pasar internasional. Di
wilayah Kulon Progo, permintaan minyak daun cengkeh oleh pedagang pengumpul, yaitu PT.
Djasula Wangi di Solo, CV. Indaroma di Yogyakarta, dan PT. Prodexco di Semarang. Dari
informasi yang terakhir dikumpulkan, permintaan minyak daun cengkeh selalu meningkat dan
sering terjadi kelebihan permintaan yang tidak dapat dipenuhi oleh kapasitas produksi industri
kecil minyak daun cengkeh yang terbatas. Permintaan dalam jumlah besar untuk waktu yang
singkat biasanya diusahakan secara berkelompok.

Pemanfaatan minyak cengkeh, untuk dunia industri memang cukup luas. terutama untuk
keperluan industri farmasi atau obat- obatan. Begitu juga untuk industri parfum, yang merupakan
campuran utama untuk Geranium, Bergamot, Caraway, Cassie dan bahan untuk pembuatan
vanillin sintetis sebagai bahan baku industri makanan dan minuman. Sebagian besar hasil
produksi minyak daun cengkeh diekspor ke luar negeri seperti yang telah ditunjukkan pada Tabel
1.1. Perkembangan permintaan ekspor minyak daun cengkeh Indonesia mengalami pasang surut
seperti ditunjukkan pada Tabel 3.1

2. Penawaran

Dari segi penawaran, suplai minyak daun cengkeh relatif masih kurang. Masih diperlukan
tambahan produksi untuk memenuhi permintaan pasar. Selain Kabupaten Kulon Progo, sentra
produksi pengolahan minyak daun cengkeh juga terdapat di Kabupaten Blitar dan Trenggalek.
Produksi minyak daun cengkeh dari daerah Blitar cukup besar, dengan rata-rata setiap tahunnya
mencapai 80 ton. Berdasarkan data Dinas Perindustrian Pertambangan dan Perdagangan
(Disperindag) Kabupaten Blitar, produksi rata-rata 80 ton per tahun itu hanya dihasilkan oleh 5
unit industri yang semuanya tergolong industri kecil. Sentra produksinya berada di wilayah
Kecamatan Doko. (http://www.kabblitar.go.id).

Potensi usaha minyak daun cengkeh masih sangat luas di Indonesia terutama di daerah-daerah
yang dekat dengan sumber bahan baku. Saat ini, cengkeh telah dibudidayakan di hampir seluruh
wilayah Indonesia (Harris, 1990) sehingga potensi untuk mendirikan usaha pengolahan minyak
daun cengkeh sangatlah besar.

3. Analisis Persaingan dan Peluang Pasar

Tingkat persaingan minyak daun cengkeh Indonesia di pasar internasional terutama ditentukan
oleh kualitas minyak daun cengkeh yang dihasilkan Indonesia dan negara-negara pesaing, seperti
Madagaskar, Tanzania dan Srilanka. Negara penghasil minyak atsiri bukan hanya berasal dari
negara-negara berkembang saja, seperti Cina, Brasil, Indonesia, India, Argentina dan Meksiko
melainkan juga negara maju, seperti Amerika Serikat, Perancis, Jerman, Italia, dan Inggris.
Perbedaannya, negara-negara berkembang lebih banyak memproduksi minyak atsiri menjadi
bahan setengah jadi dan kemudian mengekspornya ke negara maju. Lain halnya yang dilakukan
oleh negara maju. Meskipun mereka mengimpor bahan setengah jadi dari negara berkembang
untuk diolah menjadi barang jadi, mereka mengekspornya sebagian kembali ke negara-negara
lain termasuk negara berkembang dalam bentuk barang jadi dengan nilai tambah yang lebih
tinggi. Namun demikian, peluang pasar minyak daun cengkeh masih terbuka luas terutama di
pasar dunia yang volume permintaannya terus meningkat (lihat Tabel 1.1)

PEMASARAN

Pemasaran minyak daun cengkeh dapat melalui para pedagang pengumpul maupun langsung  ke
pihak produsen barang jadi yang membutuhkan. Namun pada umumnya jalur penjualan ke
pedagang pengumpul relatif lebih mudah. Harga yang ada di pasar perdagangan minyak daun
cengkeh dalam negeri juga relatif stabil.

1. Harga

Harga minyak daun cengkeh relatif stabil pada tahun 2002 dan 2003. Pada awal tahun 2002
harga minyak daun cengkeh mencapai Rp 29.500,- dan pada tahun 2003 berfluktuasi antara Rp
23.000,- sampai Rp 25.000,- per kilogram. Harga tersebut juga cenderung stabil hingga
memasuki tahun 2004. Fluktuasi harga minyak daun cengkeh sedikit banyak juga dipengaruhi
oleh fluktuasi nilai rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Pada saat krisis tahun 1997, harga
minyak daun cengkeh bisa mencapai Rp 57.000,- per kilogram (data primer). Berdasarkan data
primer lapangan yang diperoleh, para pengusaha minyak daun cengkeh memperkirakan harga
untuk kondisi breakeven point (BEP) atau impas adalah sekitar Rp 20.000,- per kilogram.
Dengan melihat selisih harga pada kondisi BEP dengan harga jual di pasar, maka usaha ini cukup
menjanjikan.

2. Jalur Pemasaran
Secara umum, jalur pemasaran minyak daun cengkeh tidak berbeda dengan komoditi pertanian
lainnya. Di pemasaran dalam negeri, produsen menjual produk ke pedagang pengumpul atau
agen eksportir. Barulah kemudian produk tersebut sampai ke tangan eksportir. Seperti telah
disebutkan sebelumnya, sebagian besar perdagangan minyak daun cengkeh adalah untuk ekspor.

Gambar 3.1. Jalur Pemasaran Minyak Daun Cengkeh

Pada praktiknya, keadaan pasar sering dipengaruhi oleh orang yang pertama kali melakukan
proses transaksi. Ada beberapa situasi pemasaran yang terjadi. Pertama, pihak produsen langsung
menjual produk ke tengkulak, pedagang perantara, atau agen eksportir. Dalam hal ini, produsen
memiliki posisi tawar yang lemah. Harga lebih banyak dipengaruhi oleh pembeli. Situasi kedua,
pihak pembeli yang mencari produsen. Pada situasi ini, produsen dapat memperoleh harga yang
relatif lebih baik. Hal ini seringkali terjadi, terbukti dengan adanya pemesanan dengan uang
muka terlebih dahulu oleh pembeli kepada produsen sementara minyak daun cengkeh masih
pada proses produksi.

Jalur pemasaran minyak daun cengkeh dari pengusaha pengolahan sebagian besar ditampung
terlebih dahulu oleh para pengumpul. Dari survai di wilayah Kulon Progo, setidaknya ada tiga
perusahaan pengumpul yang cukup besar, yaitu PT Djasula Wangi di Solo, CV Indaroma di
Yogyakarta, dan PT Prodexco di Semarang.
Untuk jalur pemasaran luar negeri ada beberapa pihak yang mungkin terlibat, yaitu pemakai
(end-user), broker murni, broker merangkap trader, dan pedagang (trader). Jalur perdagangan
minyak daun cengkeh dapat digambarkan sebagaimana terdapat pada Gambar 3.1. Pemasaran
tersebut juga dapat menjadi lebih pendek. Produsen menjual minyak daun cengkeh pada
pedagang kecil dan pedagang besar dan kedua jenis pedagang tersebut langsung menjualnya
pada eksportir, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.1 bagian bawah.

3. Kendala Pemasaran

Kendala pemasaran yang utama pada minyak daun cengkeh ini adalah mata rantai perdagangan
yang cukup panjang. Para pengusaha pengolahan minyak daun cengkeh masih mengalami
kesulitan untuk memasok langsung ke eksportir atau end-user. Akibat panjangnya rantai
perdagangan ini adalah ketidakseragaman mutu yang ditetapkan. Faktor yang harus diperhatikan
dalam upaya pemasaran minyak daun cengkeh, terutama untuk tujuan ekspor adalah dengan
memperhatikan kualitas, harga yang kompetitif dan keberlangsungan produksi. Secara umum,
kendala pemasaran minyak daun cengkeh disebabkan oleh tiga hal, yaitu:

1. mutu yang rendah karena sifat usaha penyulingan minyak daun cengkeh yang umumnya
berbentuk usaha kecil dengan berbagai keterbatasan modal dan teknologi,
2. pemasaran dalam negeri masih bersifat buyer market (harga ditentukan pembeli) karena
lemahnya posisi tawar pengusaha pengolah, dan
3. harga yang berfluktuasi (dalam dan luar negeri) akibat tidak terkendalinya produksi
dalam negeri dan persaingan negara sesama produsen.

ASPEK PRODUKSI

LOKASI USAHA

Minyak atsiri dapat diproduksi dengan berberapa cara, seperti penyulingan, ekstraksi dengan
menggunakan pelarut dan metode pengempaan. Cara yang umum digunakan pengusaha kecil
adalah dengan proses penyulingan atau hidrodestilasi yang relatif lebih murah dan menggunakan
peralatan yang sederhana.

Penentuan lokasi usaha sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan hidup suatu usaha.
Semakin dekat lokasi usaha dengan sumber bahan baku atau input-input lainnya, maka usaha
tersebut memiliki peluang yang lebih besar untuk hidup dan memperoleh profit yang lebih besar
karena biaya transportasi dapat ditekan serendah mungkin. Ada beberapa syarat yang harus
dipenuhi oleh usaha pengolahan minyak daun cengkeh agar dapat berkelanjutan. Pertama, lokasi
usaha yang berdekatan dengan lokasi sumber bahan baku. Dekat dalam hal ini berarti mudah
untuk memperoleh bahan baku dengan harga yang normal (tidak terlalu mahal karena biaya
transportasi yang tinggi).

Kedua, dekat dengan sumber air. Air merupakan bahan input yang dibutuhkan dalam jumlah
besar untuk usaha pengolahan minyak daun cengkeh. Air tersebut berfungsi sebagai pendingin
pada proses kondensasi dari uap menjadi cair yang terdiri dari minyak daun cengkeh dan air. Di
daerah pedesaan tertentu, seperti Kecamatan Samigaluh, memiliki keuntungan dalam hal ini. Air
melimpah dan mudah untuk dimanfaatkan dalam proses produksi.

Ketiga, kemudahan memperoleh bahan bakar. Ketersediaan bahan bakar harus cukup. Dalam
penyulingan minyak daun cengkeh secara umum pembakaran (pemanasan) harus terus menerus
dan tetap agar mutu hasil terjaga. Minyak daun cengkeh juga memiliki keuntungan yang dapat
menghemat biaya bahan bakar. Proses pengolahan dapat menggunakan bahan bakar berupa
limbah daun yang telah disuling sebelumnya dengan dikeringkan terlebih dahulu. Berdasarkan
pengalaman para pengolah minyak daun cengkeh di Kecamatan Samigaluh, Kulon Progo, jumlah
sisa daun sudah cukup untuk bahan bakar pengolahan berikutnya sehingga tidak perlu membeli
bahan bakar tambahan seperti kayu bakar atau lainnya.

FASILITAS PRODUKSI DAN PERALATAN

Ada beberapa alat dan peralatan produksi yang diperlukan dalam proses pengolahan minyak
daun cengkeh. Fasilitas produksi yang utama adalah ketel dari platbesi (plateser), tungku
(Gambar 4.1) dan kondensor (Gambar 4.2.).

Gambar 4.1. Ketel dan Tungku Suling


Gambar 4.2. Kolam Pendingin

Kondensor berupa kolam yang di dalamnya terendam pipa dengan bentuk spiral atau pipa baja
biasa yang dibentuk melingkar. Kolam pendingin yang digunakan oleh salah seorang responden
seperti tampak pada Gambar 4.2. Kolam terdiri dari dua buah kolam dengan posisi yang
berdekatan agar pipa yang digunakan tidak terlalu panjang. Peralatan lain yang diperlukan
berupa 4 drum plastik berukuran 200 liter untuk menampung minyak daun cengkeh, garu,
sendok, 5 jerigen, corong minyak, dan kain penyaring.

Gambar 4.3. Daun Cengkeh Kering yang Siap Diproses

BAHAN BAKU

Bahan baku utama yang digunakan pada minyak daun cengkeh adalah daun cengkeh kering yang
sudah gugur. Ini menyebabkan usaha minyak daun cengkeh bersifat musiman karena sangat
tergantung pada ketersediaan bahan baku. Pada musim kemarau ketersediaan bahan baku
melimpah dan sebaliknya pada musim penghujan terjadi kekurangan suplai bahan baku.
Beberapa pengusaha pengolahan minyak daun cengkeh mengantisipasinya dengan menyimpan
sebagian hasil produksinya untuk dijual pada saat mereka tidak dapat melakukan proses produksi
dengan harga yang lebih baik. Pada umumnya, proses produksi dapat dilakukan 5-6 bulan dalam
satu tahun.

TENAGA KERJA

Tenaga kerja yang diperlukan dalam proses produksi relatif tidak terlalu banyak. Tenaga untuk
proses produksi hanya membutuhkan 3 orang per proses penyulingan. Jika dalam 1 hari
pengusaha melakukan 2 kali proses penyulingan maka diperlukan 6 orang pekerja tidak tetap per
hari per ketel (diasumsikan pengusaha memiliki dua buah ketel). Para pekerja tersebut biasanya
dibayar secara borongan untuk satu kali proses penyulingan. Proses penyulingan tersebut
membutuhkan waktu antara 6 sampai 8 jam dan dalam satu hari dapat dilakukan 2 hingga 3 kali
penyulingan per ketel.

TEKNOLOGITeknologi yang digunakan dalam proses produksi pengolahan minyak daun


cengkeh ini termasuk teknologi sederhana atau tradisional. Proses yang umum digunakan adalah
penyulingan dengan uap air.

Gambar 4.4. Penyulingan Sederhana

Proses penyulingan dilakukan dengan memanaskan bahan baku dan air yang dimasukkan dalam
ketel seperti tampak pada Gambar 4.4 yang kemudian dipanaskan. Proses pemanasan dapat
menggunakan bahan bakar berupa limbah daun yang disuling sebelumnya. Uap air dan uap
minyak daun cengkeh akan mengalir melalui pipa masuk ke dalam kondensor. Kondensor
tersebut dapat berupa kolam seperti tampak pada Gambar 4.2. Semakin lama uap minyak daun
cengkeh dan uap air berada dalam kolam pendingin, semakin baik proses kondensasi yang
terjadi. Biasanya para penyuling di pedesaan menggunakan 2 kolam pendingin untuk proses
kondensasi ini. Air kolam harus terus dijaga agar tetap berada pada suhu yang dingin.
Kondensasi mengubah uap air dan uap minyak daun cengkeh menjadi bentuk cair berupa minyak
daun cengkeh dan air yang ditampung dalam drum.
Metode penyulingan dengan menggunakan uap air memiliki kelebihan tersendiri. Penyulingan
dengan air dan uap ini relatif murah atau ekonomis. Biaya yang diperlukan relatif rendah dengan
rendemen minyak daun cengkeh yang memadai dan masih memenuhi standar mutu yang
diinginkan konsumen. Kelemahan utamanya adalah kecepatan penyulingan yang rendah.

Gambar 4.5. Drum Penampung Hasil Proses Penyulingan

PROSES PRODUKSI

1. Penyiapan Bahan Baku

Daun cengkeh yang digunakan merupakan daun yang sudah gugur, kering, masih utuh dan
bersih.

2. Penyulingan

Penyulingan dengan menggunakan uap air adalah cara yang paling banyak digunakan. Cara ini
hanya cocok untuk jenis minyak atsiri yang tidak rusak oleh panas uap air. Salah satunya adalah
minyak daun cengkeh. Bahan baku diletakkan terpisah dengan air (Gambar 4.4). Untuk
memudahkan proses penguapan, bagian ketel untuk bahan baku harus diberi ruang yang cukup.
Bahan tidak boleh dipadatkan. Setelah siap, ketel ditutup dan kemudian dipanaskan selama 5-7
jam. Uap air dan uap minyak daun cengkeh dicairkan dengan mengalirkan pipa melingkar ke
dalam kolam pendingin (kondensor). Suhu udara sangat berpengaruh pada suhu air. Pipa yang
berada di dalam kolam pendingin kurang lebih memiliki panjang 10 meter. Semakin panjang
pipa yang digunakan, semakin baik proses kondensasi yang terjadi. Di Samigaluh, seringkali
pipa yang digunakan berbentuk memanjang, tidak melingkar (spiral) karena harganya yang
relatif lebih murah. Pipa tidak boleh bocor dan suhu air harus dijaga untuk selalu tetap dingin
agar proses kondensasi dapat berlangsung dengan baik. Hasil sulingan minyak daun cengkeh dan
air dialirkan ke dalam tempat berupa drum yang sudah disediakan. Setelah proses penyulingan
selama kurang lebih 7 jam, hasil proses penyulingan didiamkan beberapa saat sehingga air dan
minyak daun cengkeh terpisah. Minyak daun cengkeh berada di bawah air karena memiliki berat
jenis yang lebih besar. Air dan minyak daun cengkeh dapat dipisahkan dengan sejenis kain
khusus atau dipisahkan secara manual. Sisa air yang telah dipisahkan masih mengandung minyak
daun cengkeh dan masih dapat dipisahkan lagi setelah beberapa lama.

JUMLAH, JENIS DAN MUTU PRODUKSI

Hasil penyulingan 1,3 ton daun cengkeh kira-kira akan menghasilkan 35 kg minyak daun
cengkeh. Jika dalam sehari dapat dilakukan 2 kali penyulingan, maka satu ketel dapat
menghasilkan 70 kg minyak daun cengkeh per hari.

Minyak daun cengkeh dapat dibedakan berdasarkan mutunya. Mutu minyak daun cengkeh
dipengaruhi setidaknya oleh 3 hal. Pertama, pemilihan bahan baku. Daun cengkeh yang kering,
bersih dan tidak tercampur bahan-bahan lain akan menghasilkan minyak sesuai dengan yang
diinginkan. Kedua, proses produksi. Mutu minyak daun cengkeh dipengaruhi oleh kondisi
peralatan yang digunakan dan waktu proses penyulingan. Ketel dengan bahan anti karat akan
menghasilkan minyak daun cengkeh yang lebih baik dibandingkan penyulingan dengan
menggunakan ketel yang terbuat dari besi plat biasa, apalagi dengan menggunakan drum-drum
kaleng biasa. Waktu penyulingan yang lebih singkat juga mempengaruhi kualitas minyak daun
cengkeh yang dihasilkan. Ketiga, penanganan hasil produksi. Minyak daun cengkeh yang
seharusnya ditampung dan disimpan dalam kemasan dari bahan gelas, plastik atau bahan anti
karat lainnya akan menurun kualitasnya jika hanya disimpan dalam kemasan dari logam
berkarat. Minyak daun cengkeh mudah beroksidasi dengan bahan logam.

PRODUKSI OPTIMUM

Produksi minyak daun cengkeh yang optimum tergantung pada kapasitas ketel yang digunakan.
Ketel dengan kapasitas 1,3 ton daun cengkeh dapat menghasilkan kurang lebih 35 kg minyak
daun cengkeh. Dengan menggunakan dua ketel dan dua kali proses suling per ketel maka dalam
sehari dapat dihasilkan minyak daun cengkeh sebanyak 1,4 kwintal.

KENDALA PRODUKSI

Kendala produksi utama yang dihadapi oleh pengusaha minyak daun cengkeh ini terutama terkait
dengan pengadaan bahan baku yang bersifat musiman. Ketersediaan bahan baku daun cengkeh
sangat tergantung pada musim. Pada musim penghujan, pasokan bahan baku bisa dikatakan tidak
ada sehingga para pengusaha tidak berproduksi. Hambatan yang kedua adalah kapasitas produksi
yang masih sangat terbatas. Seringkali pengusaha kecil penyulingan minyak daun cengkeh di
pedesaan tidak dapat memenuhi permintaan konsumen dalam jumlah besar pada waktu tertentu.

ASPEK KEUANGAN

PEMILIHAN POLA USAHA

Usaha kecil minyak daun cengkeh semakin berkembang karena tingkat teknologi yang
digunakan sangat sederhana dan tidak memerlukan biaya yang besar. Proses penyulingan tidak
memerlukan mesin-mesin atau alat-alat canggih yang menggunakan listrik.
Jenis minyak daun cengkeh juga dipilih karena persyaratan atau standar kualitas yang ditetapkan
pembeli relatif longgar sehingga memudahkan pengusahaannya. Pengusaha kecil dengan
teknologi sederhana dapat memprosesnya dengan mudah. Tidak diperlukan mesin-mesin dengan
ketrampilan khusus untuk usaha ini.

ASUMSI DAN PARAMETER PERHITUNGAN

Analisis kelayakan investasi dan keuangan usaha penyulingan minyak daun cengkeh ini
digunakan untuk memperoleh gambaran finansial mengenai pendapatan dan biaya usaha,
kemampuan usaha untuk membayar kredit, dan kelayakan usaha. Perhitungan ketiga hal tersebut
memerlukan dasar-dasar perhitungan yang diasumsikan berdasarkan hasil survai dan pengamatan
yang terjadi di lapangan. Asumsi yang digunakan dalam perhitungan aspek keuangan disajikan
pada Tabel 5.1.
Periode proyek diasumsikan selama 5 tahun dengan periode tahunan untuk menganalisis
kelayakan usaha. Usaha diasumsikan beroperasi selama 6 bulan dalam satu tahun dengan hari
kerja 25 hari dalam satu bulan. Usaha diasumsikan memerlukan lahan seluas 350 m2 dan
menggunakan dua buah kolam pendingin dengan luas masing-masing 30 m2 (lebar 3 m, panjang
10 m dan tinggi/kedalaman 1 m). Berdasarkan hasil wawancara dengan pengusaha minyak daun
cengkeh, harga minyak daun cengkeh dapat berubah dalam rentang Rp 23.000,00- 29.000,00 per
kilogram. Namun dalam analisis keuangan, harga minyak daun cengkeh diasumsikan tetap
selama periode proyek yaitu sebesar Rp 25.000,- per kilogram. Pengaruh perubahan harga akan
dianalisis pada bagian analisis sensitivitas usaha. Tenaga kerja yang dibutuhkan adalah 5 orang
dengan rincian seperti tampak pada Tabel 5.1. Asumsi-asumsi harga dan umur ekonomis
peralatan produksi juga seperti yang akan ditunjukkan oleh Tabel 5.2.

Dengan menggunakan ketel dari besi plat, untuk menyuling minyak daun cengkeh  diperlukan
biaya Rp 10.015.000,-, termasuk biaya transportasi sebesar Rp 400 ribu. Biaya transportasi ini
muncul karena ketel dibeli oleh pengusaha dari luar kota (Purwokerto). Jika ingin memperoleh
kualitas minyak daun cengkeh yang lebih baik, dapat digunakan ketel dengan bahan baja anti
karat (stainless steel) yang harganya lebih kurang Rp 16.500.000,00.

BIAYA OPERASIONAL
Biaya    operasional adalah biaya variabel (tidak tetap) yang besarnya tergantung pada jumlah
minyak daun cengkeh yang diproduksi. Biaya operasional meliputi bahan baku berupa daun
cengkeh, tenaga kerja, konsumsi tenaga kerja (makan dan rokok), biaya pemeliharaan, biaya
telepon, dan listrik. Dalam satu bulan diperlukan biaya operasional sebesar Rp 47.500.000,-
kecuali pada awal usaha karena pengusaha harus membeli bahan bakar sebesar Rp 400.000,- dan
di bulan keenam karena ada biaya pemeliharaan sebesar Rp 100.000,- berupa perbaikan ketel.
Harga per kilogram daun cengkeh kering adalah Rp 300,-. Jika pengusaha memiliki 2 buah ketel
dan masing-masing ketel dapat beroperasi 2 kali sehari dan hari kerja 25 hari per bulan, maka
diperlukan biaya sebesar 1300 kg x 2 penyulingan x 2 ketel x 25 hari x Rp 300,00/kg= Rp
39.000.000,00 per bulan untuk memperoleh bahan baku daun cengkeh kering. Tenaga kerja tetap
dengan gaji Rp 500.000,00 per bulan terdiri dari dua orang dengan waktu 6 bulan kerja per
tahun. Pada prakteknya, tenaga kerja tetap ini biasanya adalah anggota keluarga sendiri termasuk
pemilik. Tenaga kerja tidak tetap bersifat borongan yang diupah Rp 1.750,00 untuk setiap
kilogram minyak daun cengkeh yang dihasilkan sehingga besarnya upah tidak tergantung jumlah
tenaga kerja yang digunakan. Dalam 1 (satu) hari, pengusaha menghasilkan 140 kg minyak daun
cengkeh sehingga memerlukan Rp 6.125.000,- per bulan untuk membayar tenaga kerja
borongan. Uang makan dan rokok untuk tenaga kerja adalah Rp 4.000,00 sekali makan ditambah
rokok dengan asumsi dibutuhkan 12 orang pekerja per hari. Biaya telepon dan listrik
diasumsikan tetap sebesar Rp 100.000,- dan Rp 15.000,- per bulan.

Pada prakteknya, karena hasil suling dapat diperoleh tiap hari pada musim kemarau, penjualan
hasil produk minyak daun cengkeh dapat dilakukan dalam hitungan minggu bahkan hari. Hasil
penjualan tersebut digunakan pengusaha untuk membiayai kebutuhan operasional berikutnya.
Dalam sehari, pengusaha dapat menghasilkan 140 kg minyak daun cengkeh senilai Rp
3.500.000,- sehingga jumlah biaya operasional yang cukup besar dalam satu tahun tersebut
hanyalah gambaran biaya kumulatif per tahun yang sebenarnya dapat dipenuhi dari penjualan
hari atau minggu sebelumnya atau kredit bank dari satu proses penyulingan ke penyulingan
berikutnya.

ASPEK SOSIAL EKONOMI

Usaha penyulingan minyak daun cengkeh merupakan merupakan komoditi yang dapat
diunggulkan di pasar internasional. Meskipun kontribusinya relatif rendah dibandingkan
komoditi yang lain, namun setidaknya ekspor minyak daun cengkeh ini telah memberikan
pemasukan devisa di atas satu juta dolar per tahun sejak tahun 1988. Rendahnya nilai ekspor ini
disebabkan karena rendahnya hasil produksi yang sangat dipengaruhi oleh musim. Dari sisi
permintaan, permintaan minyak daun cengkeh masih tinggi sehingga peluang untuk
mengembangkan dan membuka usaha penyulingan minyak daun cengkeh di daerah lain di
Indonesia masih memiliki potensi pasar yang terbuka luas.

Dari aspek ketenagakerjaan, usaha penyulingan minyak daun cengkeh ini tidak menyerap jumlah
tenaga kerja yang banyak. Tetapi memiliki pengaruh ke belakang (backward effect) setidaknya
pada usaha pembuatan peralatan dan petani cengkeh yang menjadi pemasok bahan baku. Usaha
ini pun memiliki nilai tambah yang tinggi.

Penyerapan tenaga kerja dari usaha ini dapat dirasakan oleh masyarakat sekitar di pedesaan yang
umumnya petani dan memiliki dampak langsung terhadap peningkatan pendapatan dan ekonomi
mereka. Dengan berkurangnya pengangguran secara langsung akan berdampak pada kondisi
sosial masyarakat seperti penurunan tingkat kriminalitas.

ASPEK DAMPAK LINGKUNGAN

Usaha pengolahan minyak daun cengkeh menghasilkan limbah cair yang tidak berbahaya dan
dapat ditoleransi lingkungan. Limbah cair tersebut adalah air sisa penyulingan. Jika proses
pemisahan air dan minyak daun cengkeh berlangsung dengan sempurna, maka air yang tersisa
tidak berdampak buruk pada lingkungan. Limbah padat yang lain adalah abu daun kering sisa
pembakaran yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk. Secara umum, usaha penyulingan minyak
daun cengkeh ini termasuk usaha yang ramah lingkungan.

KESIMPULAN

1. Usaha penyulingan minyak daun cengkeh pada umumnya dilakukan di wilayah pedesaan
dengan teknologi sederhana dan berskala kecil.
2. Usaha minyak daun cengkeh memiliki masa depan yang cerah. Peluang pasar komoditas
minyak daun cengkeh, terutama untuk ekspor masih terbuka, sehingga secara langsung
memberikan peluang bagi pengembangan dan peningkatan produksi minyak daun
cengkeh.
3. Berdasarkan kondisi alam di Indonesia, potensi usaha penyulingan minyak daun cengkeh
dapat dilakukan di banyak wilayah di Indonesia terutama di wilayah pedesaan dengan
sumber air yang cukup.
4. Salah satu kendala utama yang dihadapi oleh para pengusaha penyulingan minyak daun
cengkeh adalah masalah bahan baku yang sangat tergantung pada musim. Bahan baku
berupa daun cengkeh kering hanya tersedia pada musim kemarau.
5. Di daerah survai, terdapat dua macam pola pembiayaan usaha yaitu pembiayaan
pemerintah daerah dan pembiayaan bank. Dari pemerintah daerah, terdapat program
penguatan modal usaha kecil yang berupa kredit melalui BPD dengan bunga yang lebih
rendah. Pembiayaan melalui bank dilaksanakan oleh Kantor Bank BRI Unit Samigaluh
melalui pendekatan-pendekatan yang sifatnya personal.
6. Tidak ada skema kredit khusus untuk usaha penyulingan minyak daun cengkeh. Bank
memberikan kredit secara umum dengan bunga flat 18 persen per tahun. Kredit diberikan
dengan jangka waktu 6 bulan dan diangsur per bulan. Pemilihan jangka waktu tersebut
disesuaikan dengan masa kerja usaha penyulingan yang rata-rata adalah 6 bulan kerja per
tahun.
7. Usaha penyulingan minyak daun cengkeh memiliki Internal Rate of Return (IRR) yang
cukup tinggi yaitu 55,66% yang berarti bahwa usaha ini masih layak dilaksanakan sampai
tingkat bunga mencapai 55,66%. Net B/C ratio usaha ini juga lebih besar dari satu, yaitu
1,96 sehingga usaha ini dinyatakan layak. Kelayakan usaha usaha juga dapat dilihat dari
Nilai NPV yang positif sebesar Rp 314.587.336,16.
8. Berdasarkan analisis sensitivitas 1, usaha penyulingan minyak daun cengkeh masih layak
hingga terjadi penurunan pendapatan sebesar 19%. Penurunan pendapatan sebesar 20%
menyebabkan usaha penyulingan ini menjadi tidak layak dengan nilai IRR sebesar
16,18% , Net B/C ratio 0,959 dan NPV – Rp 13.537.649,70.
9. Berdasarkan analisis sensitivitas 2, usaha penyulingan minyak daun cengkeh masih layak
hingga terjadi kenaikan biaya operasional sebesar 35%. Kenaikan biaya operasional
sebesar 36% menyebabkan usaha penyulingan minyak daun cengkeh menjadi tidak layak
dengan IRR 17,13 persen, Net B/C ratio 0,980 dan NPV – Rp 6.495.022,65. Sebagian
besar biaya operasional tersebut (+81%) adalah berupa bahan baku daun cengkeh kering.
10. Berdasarkan analisis sensitivitas 3, usaha penyulingan minyak daun cengkeh masih layak
hingga terjadi penurunan pendapatan dan kenaikan biaya operasional sebesar 12% pada
saat yang bersamaan. Perubahan sebesar 13% (pendapatan turun 13% dan biaya
operasional naik 13%) menyebabkan usaha penyulingan minyak daun cengkeh menjadi
tidak layak dengan IRR 16,06 persen, Net B/C ratio 0,956 dan NPV – Rp 14.435.123,04.
11. Munculnya usaha penyulingan minyak atsiri memberikan peluang kerja bagi masyarakat
setempat, baik untuk pengusaha maupun para pekerjanya, sehingga dapat meningkatkan
taraf hidupnya.
12. Usaha penyulingan daun cengkeh tidak menimbulkan pencemaran dan tidak
menghasilkan limbah yang berbahaya. Limbah berupa abu daun cengkeh bahkan dapat
digunakan sebagai pupuk.

SARAN

1. Usaha minyak daun cengkeh di pedesaan masih dapat dikembangkan lagi di wilayah lain
di Indonesia, terutama yang dekat dengan sumber bahan baku.
2. Untuk memperbaiki mutu minyak daun cengkeh, yang sangat penting dalam persaingan
di masa yang akan datang, pengusaha perlu membekali diri dengan pengetahuan yang
memadai mengenai minyak daun cengkeh dari pengolahan sampai pengemasannya.
3. Faktor yang harus diperhatikan dalam dalam upaya pemasaran minyak daun cengkeh,
terutama untuk tujuan ekspor adalah dengan memperhatikan kualitas, harga yang
kompetitif dan keberlangsungan produksi.
4. Secara finansial dan dari kondisi di lapangan, usaha penyulingan minyak daun cengkeh
ini layak untuk dibiayai. Namun, pihak bank tetap harus memberikan kredit berdasarkan
analisis usaha yang komprehensif berdasarkan prinsip kehati-hatian.

Anda mungkin juga menyukai