Arah kebijakan nasional pada era pemerintahan Jokowi saat ini diarahkan mulai membangun
Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka NKRI.
Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014tentang Desa, bahwa
pembangunan akan lebih difokuskan di daerah perdesaan, sehingga akan terjadi perubahan
sosial kemasyarakatan dari urbanisasi ke ruralisasi (orang-orang kota senang dan akan pergi
ke desa untuk berekreasi). Tanpa menghilangkan nilai keaslian dan keunikan yang dimiliki
kawasan perdesaan, maka penelitian ini diharapkan dapat mengeksplor peluang dan
permasalahan yang dimiliki suatu kawasan perdesaan yang dapat dijadikan daya tarik wisata
yang berbasis pada nilai ke-Indonesiaan.
Dengan demikian penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi bagi penyusun
kebijakan mengenai pengembangan wisata perdesaan di Indonesia.
TOPIK Hal
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB 1 PENDAHULUAN 1 - 11
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Perumusan Masalah 7
1.3. Tujuan Penelitian 9
1.4. Ruang Lingkup/Batasan Masalah Penelitian 9
1.5. Keluaran/Output Penelitian 10
1.6. Strategi Pencapaian Keluaran 11
1.6.1. Kebutuhan Keahlian 11
1.6.2. Kebutuhan Peralatan Lapangan 11
iii
1
Sumber: Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri per semester I Bulan Juni Tahun 2014, dikutip
dari: http://www.kemendagri.go.id/media/documents/2015/02/25/l/a/lampiran_i.pdf, pada tanggal 28 Januari
2016
2
BPS, 2015, Jumlah Penduduk Miskin Menurut Provinsi Tahun 2013 – 2015, dikutip dari
http://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/1119 pada tanggal 28 Januari 2016
3
Mesti Sinaga. 20 Oktober 2015. Sebanyak 27,22% desa di Indonesia masih tertinggal.
Dikutip pada tanggal 22 Februari 2016, dari: http://nasional.kontan.co.id/news/sebanyak-2722-desa-di-
indonesia-masih-tertinggal,
4
Laksono Hari Wiwoho. 10 Februari 2015. Terbanyak di Indonesia, 4.000-an Desa di Papua Berstatus Sangat -2-
Tertinggal. Dikutip dari:
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/02/10/185512226/Terbanyak.di.Indonesia.4.000-
an.Desa.di.Papua.Berstatus.Sangat.Tertinggal
5
Wisnu Wage. 2015. Desa Termiskin Se-Jawa Barat Ada Di Kabupaten Bandung Barat. Dikutip dari:
http://bandung.bisnis.com/read/20150619/82444/535958/desa-termiskin-se-jawa-barat-ada-di-kabupaten-
bandung-barat
-6-
8
E. Wanda George, Heather Mair, Donald G.Reid. 2009. Rural Tourism Development: Localism and Cultural
Change. Canada: Channel View Publications.hal.7
- 11 -
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pariwisata
Pariwisata pada hakekatnya adalah fenomena perjalanan manusia secara perorangan
atau kelompok dengan berbagai macam tujuan asalkan bukan untuk mencari nafkah atau
menetap. Manusia mengadakan perjalanan secara bebas untuk memenuhi kebutuhan
hakikinya untuk mengetahui, belajar, menemukenali dan mengalami secara langsung segala
sesuatu yang tidak ada di tempat tinggalnya atau mencari suatu keunikan atau kekhasan
budaya atau alam yang unik yang khas dan yang berbeda-beda itu haruslah diakui, dihargai,
dan dilestarikan sebagai obyek dan daya tarik wisata. Pariwisata pada dasarnya sangat
mengandalkan sumber daya alam dan budaya. Artinya bahwa sumber daya yang
dimanfaatkan sebagai daya tarik atau atraksi pariwisata adalah sumber daya alam yang antara
lain dapat berupa pantai, laut, hutan, bentang alam dan pegunungan, serta sumber daya
budaya yang berupa norma, nilai-nilai kehidupan sosial, tinggalan budaya, museum dan
sebagainya.
Sebagai suatu fenomena yang sangat kompleks, pariwisata perlu dilihat dalam
persfektif kesisteman. Menurut Cooper dan kawan-kawan (1996), pariwisata sebagai suatu
sistem, mencakup berbagai faktor di dalam dan di luar sistem yang saling mempengaruhi
beserta komponen di dalamnya yaitu daerah asal wisatawan (generating area), rute antara
(transit area) dan daerah tujuan wisata (tourist destination area)9. Sedangkan Gunn
(1998)10menjelaskan bahwa, hubungan ketiga sub sistem tersebut di atas, pada dasarnya
subsistem yang ada dalam sistem kepariwisataan tidak terlepas dari adanya keterkaitan
dengan pelaku (pemerintah, swasta/industri, masyarakat), komponen yaitu pasar, perjalanan,
destinasi, dan pemasaran, penyelenggaraan (perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan) serta
dari kelembagaan (organisasi dan kebijakan). Dalam kerangka kesisteman tersebut,
pendekatan supply dan demand sangat mempengaruhi. Namun demikian tidak dalam
9
Chris Cooper, John Fletcher, David Gilbert and Stephen Wanhill, 1996. Tourism Principles and Practice. - 12 -
Longman Group Limited, Malaysia,
10
Gunn, Clare, 2nd ed, 1998. Tourism Planning, Taylor and Francis, New York, USA.
11
UU Kepariwisataan No. 10 Tahun 2009 pasal1 ayat 3
12
Gunn, Clare, 2nd ed, 1998. Tourism Planning, Taylor and Francis, New York, USA. - 13 -
13
Goeldner, C. R. dan J. R. B. Ritchie. 2009. Tourism: Principles, practices, philosophies. Eleventh edition. John
Wiley & Sons, Inc., Hoboken. New Jersey. Published simultaneously in Canada.
14
Frochot.2005.A benefit segmentation of tourist in rural areas : a schottish perspectives, tourism management
vol.26, Grasindo. - 14 -
15
Chris Cooper, John Fletcher, David Gilbert and Stephen Wanhill. Tourism Principles and Practice. Longman
Group Limited, Malaysia, 1996
16
UU Kepariwisataan No. 10 Tahun 2009 pasal1 ayat 1
17
WTO, International Tourism, UNWTO World Tourism Barometer, V0l. 4, Jan 2006
18
Rudito, Bambang (1999) Masyarakat dan Kebudayaan Suku Bangsa Mentawai, Padang: Lab.
Antrop.”Mentawai” Unand
19
Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, 2000; Agenda 21 Se/dora!: Agenda Pariwisata Untuk - 17 -
Pengembangan Kualit as Hidup Secara Berkelanjutan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup Bekerjasama
dengan UNDP
20
WTO, 2002. Contribution of the World Tourism Organization to the, World Summit on Sustainable
Development. Johannesburg
2.3 Desa
Undang-Undang No. 22 tahun 1948 menjelaskan bahwa desa adalah bentuk daerah
otonom yang terendah sesudah kota. Kemudian melalui Undang-Undang No. 5 tahun 1975
dijelaskan mengenai tipologi desa sebagai permukiman. Tipologi desa menurut Undang-
Undang tersebut dimulai dengan bentuk yang paling sederhana sampai bentuk permukiman
yang paling kompleks. Terkini adalah undang undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa yang
menjelaskan tentang hak asal usul dan hak tradisional Desa mengatur dan mengurus
21
Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, 2000; Agenda 21 Se/dora!: Agenda Pariwisata Untuk - 18 -
Pengembangan Kualitas Hidup Secara Berkelanjutan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup Bekerjasama
dengan UNDP
22
Hartanto, Frans Mardi, “Pariwisata Berkelanjutan: Paradigma dan Prakteknya”, Makalah pada Diskusi Panel
Kajian Pariwisata Berkelanjutan, Gedung Sapta Pesona 23-28 Agustus 2003.
23
Koentjaraningrat (ed.). Masyarakat Desa di Indonesia. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia. Rahardjo. 1999. Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Sosiologi Pertanian. Yogyakarta:
UGM Press. - 19 -
24
Page dan Getz. 1997. Bisnis Pariwisata Perdesaan, Perspektif Internasional (terjemahan oleh Bagian Proyek
Pengembangan Literatur Pariwisata Jakarta),UK.
25
Frochot.2005.A benefit segmentation of tourist in rural areas : a schottish perspectives, tourism management
vol.26, Grasindo.
26
Frochot.2005.A benefit segmentation of tourist in rural areas : a schottish perspectives, tourism management - 21 -
vol.26, Grasindo.
27
Frochot.2005.A benefit segmentation of tourist in rural areas : a schottish perspectives, tourism management
vol.26, Grasindo.
28
Inskeep. Edward, 1991.Tourism Planning: An Integrated and Sustainable Development Approach, Van
Nostrand Reinhold, New York, USA..
29
Bramwell, W, Henry, I, Jackson, G, Prat, A G, Richards, G, and J van der Straiten (1996) Sustainable
Tourism Management: Principles and Practice Tilburg University Press, Tilburg.
- 24 -
30
Ahimsa-Putra, Heddy Shri; Ari Sujito, Wiwied Trisnadi., 2000., Pengembangan Model Pariwisata Pedesaan
Sebagai Alternatif Pembangunan Berkelanjutan. Puspar-UGM Yogyakarta. Tidak dipublikasikandalam
https://jttcugm.wordpress.com/2009/01/23/identifikasi-potensi-kawasan-pedesaan-sebagai-kawasan-wisata/
26
27
METODOLOGI PENELITIAN
Posisi pariwisata hingga saat ini masih sering ditempatkan sebagai tujuan akhir dalam
meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Peningkatan pendapat menjadi fokus utama dalam
pembangunan pariwisata baik dalam skala nasional maupun daerah, terlebih lagi di era
otonomi sekarang ini. Setiap daerah berlomba-lomba meningkatkan pendapatan asli daerah
(PAD) dengan berbagai cara, yang salah satunya dengan memposisikan pariwisata sebagai
tujuan akhir pembangunan daerah. Kondisi gencarnya pembangunan pariwisata tersebut
menciptakan upaya meningkatnya eksploitasi sumber daya yang berdampak langsung
manfaatnya pada pertumbuhan ekonomi, tetapi sebaliknya memperparah kerusakan
lingkungan dan bahkan budaya hingga ke kawasan perdesaan, dikarenakan minimnya
pemahaman serta kurang mengindahkan kebijakan yang berlaku.
28
1. Lingkungan fisik, berupa benda-benda yang ada di sekitar kita, makhluk hidup,
dan segala unsur-unsur alam;
2. Lingkungan sosial, meliputi perilaku-perilaku manusia atau pelbagai aktivitas
sosial yang berupa interaksi antarindividu serta berbagai aktivitas individu; dan
3. Lingkungan budaya, mencakup pandangan-pandangan, pengetahuan, norma-
norma serta aturan-aturan yang berlaku dalam suatu masyarakat.
Indonesia dengan karakter perdesaan yang masih kental dan umumnya dikategorikan
miskin dengan alternatif lapangan kerja yang terbatas, seharusnya didukung oleh kebijakan
pariwisata yang dapat mengantisipasi pengaruh-pengaruh baik internal maupun eksternal
terhadap keberlanjutan perdesaan untuk dikembangkan sebagai daerah tujuan wisata yang
tetap mempertahankan keunikan dan keasliannya. Kebijakan pariwisata perdesaan
seyogyanya dapat dikelompokkan dalam aspek akademismelalui pendekatan konsep ataupun
referensi baru yang berkembang sebagai suatu ilmu pengetahuan, sosiologis melalui
pendekatan kebutuhan dan kepentingan yang timbul di masyarakat baik pemerintah, pelaku
industri maupun masyarakat biasa, serta yuridisdengan melihat dari sisi adanya ketidak
sesuaian serta timbulnya pelanggaran.
29
31
Kajian kearifan lokal masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan, Suhartini. Diunduh
tanggal 11 April 2016 dari http://eprints.uny.ac.id/12149/1/Bio_Suhartini2%20UNY.pdf Tourism
Management: Principles and Practice Tilburg University Press, Tilburg.
Riset bersifat exploratory research yang dilakukan melalui pendekatan kualitatif dan
kuantitatif (mix method), akan memfokuskan pada upaya menginvestigasi dan menggali
pokok-pokok permasalahan dan peluang, serta kemungkinan pengembangan perdesaan
sebagai strategi percepatan pembangunan pariwisata nasional ke depan. Metode penelitian
yang dipakai adalah kualitatif yang dilengkapi data kuantitif. Metode kualitatif digunakan
untuk mengungkapkan di 3 lingkungan (fisik, tradisi dan pola hidup) masyarakat di
perdesaan yang menekankan pada makna, pemahaman dari dalam, penalaran, dan lebih
banyak meneliti hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan dan keseharian masyarakat
perdesaan. Pendekatan kualitatif, lebih mementingkan pada proses dibandingkan dengan hasil
akhir oleh karena itu urutan kegiatan dalam penelitian dapat berubah-ubah tergantung pada
kondisi dan banyaknya gejala-gejala yang ditemukan. Sedangkan metode kuantitatif
dilakukan sebagai pelengkap melalui kajian pustaka terkait data kuantitatif dalam bentuk data
sekunder tentang kebijakan pembangunan pariwisata, pariwisata budaya dan pariwisata yang
berbasis perdesaan.
30
SWOT
31
32
Spradley, James. P (ed), 1972. Culture and Cognition: Rules, Maps, and Plans, Chandler Publishing Company
Analisis SWOT
Rumusan arahan strategi pengembangan kawasan perdesaan layak menjadi daya tarik
wisata yang unik ke Indonesiaanmenggunakan pendekatan analisis SWOT. Analisis
ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strenghts) dan
peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan
(weaknesses) dan ancaman (threats). Analisis SWOT membandingkan antara faktor
eksternal peluang dan ancaman dengan faktor internal kekuatan dan kelemahan
sehingga dari analisis tersebut dapat diambil suatu keputusan strategi (Rangkuti,
1997).
Analisis ini adalah suatu strategi kelayakan kawasan perdesaan menjadi daya tarik
wisata yang unik ke Indonesiaan dalam pembangunan pariwisata yang sesuai dengan
harapan untuk mendukung kesejahteraan masyarakat lokal dan identitas nasional
secara berkelanjutan. 34
Matriks SWOT yang akan digunakan untuk analisis ini, disajikan pada berikut.
Analisis Internal
Analisis SWOT Kekuatan Kelemahan
(strengths) (weakness)
S-O-Strategies: W-O-Strategies:
Peluang Bagaimana membangun Bagaimana menghilangkan
(opportunities) metodologi yang baru yang sesuai kelemahan untuk mendapatkan
dengan kekuatan institusi. peluang-peluang baru
Analisis
Eksternal W-T-Strategies:
S-T-Strategies:
Bagaimana membuat strategi
Ancaman Bagaimana menggunakan
untuk menghindari kelemahan
(threats) kekuatan-kekuatan internal yang
yang mungkin menjadi sasaran
ada untuk bertahan dari ancaman
ancaman dari luar
Formulasi strategi ini disusun berdasarkan analisis yang diperoleh dari penerapan
model SWOT dengan tahap-tahap yang dilakukan untuk menyusun strategi sebagai
berikut:
a. Penentuan faktor-faktor internal (kekuatan dan kelemahan) di dalam menyusun
strategi kelayakan kawasan perdesaan menjadi daya tarik wisata yang unik ke
Indonesiaan dalam pembangunan pariwisata berkelanjutan.
b. Penentuan faktor-faktor eksternal (peluang dan ancaman) di dalam menyusun
strategi kelayakan kawasan perdesaan menjadi daya tarik wisata yang unik ke
Indonesiaan dalam pembangunan pariwisata berkelanjutan.
c. Perumusan alternatif strategi kelayakan kawasan perdesaan menjadi daya tarik
wisata yang unik ke Indonesiaan dalam pembangunan pariwisata berkelanjutan.
3.5. Sintesis
Hasil analisis kualitatif dalam bentuk ulasan sintetik berupaya menjawab
permasalahan penelitian sesuai dengan tujuan penelitian ini.
1. Pemahaman tentang konsep pariwisata perdesaan
a. latar belakang, masalah berkaitan dengan munculnya konsep pariwisata
perdesaan
b. konsep pariwisata perdesaan dari berbagai perspektif
35
c. implementasi pariwisata perdesaan dilihat dari kepentingan nasional, dan
d. solusi alternatif berdasarkan prinsip-prinsip akademis dan social impact
36
37
Gambar 4.1. Peta Administrasi Kabupaten Ngada
Sumber: http://www.ngadakab.go.id/kondisi-geografis-ngada
Tabel 4.1. Banyaknya Kunjungan Wisatawan Menurut Jenis Wisatawan dan Obyek
Wisata di Kabupaten Ngada
Tabel 4.2. Banyaknya Hotel Menurut Kelas, Fasilitas, dan Kecamatan Tahun 2013 – 2014
di Kab. Ngada
2013 2014
Kecamatan
Hotel Kamar Tempat Tidur Hotel Kamar Tempat Tidur
1 Aimere 4 26 44 4 30 54
2 Jerebuu 0 0 0 0 0 0
3 Inerie 0 0 0 0 0 0
4 Bajawa 13 201 327 13 179 331
5 Golewa 0 0 0 0 0 0
6 Golewa Selatan 0 0 0 0 0 0
7 Golewa Barat 0 0 0 0 0 0
8 Bajawa Utara 0 0 0 0 0 0
9 Soa 0 0 0 0 0 0
10 Riung 7 68 118 7 52 107
11 Riung Barat 0 0 0 0 0 0
12 Wolomeze 0 0 0 0 0 0
Jumlah/Total 24 295 489 24 261 492
Sumber: Hasil Survei Perusahaan/Usaha Jasa Akomodasi 2013-2014 dalam BPS Kab Ngada, Ngada
Dalam Angka 2016
Berdasarkan tabel 4.2. di atas, tempat penginapan lebih banyak tersedia di Kecamatan
Aimere, Bajawa dan Riung, dikarenakan ketiga kecamatan tersebut memiliki beberapa tempat
wisata yang sering dikunjungi wisatawan sehingga kebutuhan penginapan terus meningkat
setiap tahunnya. Sebagai contoh di Kecamatan Riung, terdapat Kawasan 17 Pulau Riung
yang merupakan firdausnya pulau-pulau yang berjejar di Pulau Flores. Satu-satunya di Pulau 39
Flores berjejer pulau-pulau kecil dengan 17 Pulau yang luasnya 9.900 hektar yang terdiri dari
laut dan darat termasuk dalam kawasan konservasi dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya
- Arsitektur tradisional
Saat memasuki perkampungan, kita akan disuguhkan pemandangan rumah-rumah
tradisional yang berbentuk unik, terbuat dari kayu dengan menggunakan ilalang
sebagai atap.Rumah ini dihuni oleh suku asli Kampung Tololela. Uniknya formasi
rumah ini tersusun rapi membentuk pola segi empat, di mana bagian tengahnya
terdapat lapangan berundak yang digunakan sebagai tampat Ngadu dan Bhaga.Selain
itu juga ada kuburan batu tua yang diletakkan di tengah lapangan. Di setiap rumah-
rumah Kampung Tololela selalu ada tanduk kerbau yang dulunya dijadikan kurban
untuk upacara adat penduduk setempat.
42
43
44
3. Amenitas
45
- Penginapan
33
https://id.wikipedia.org/wiki/Bandar_Udara_Soa
34
Sumber: http://www.datarumahsakit.com/kota/ngada.html atau http://asgar.or.id/health/layanan-
kesehatan/daftar-rumah-sakit/daftar-rumah-sakit-di-kabupaten-ngada-provinsi-nusa-tenggara-timur
35
Sumber: http://rumah-sakit.findthebest.co.id/l/811/RSU-Bajawa
36
Sumber: http://tataruangpertanahan.com/artikel-284-ngada-berlakukan-sanksi-adat-bagi-perusak-hutan.html
48
37
Sumber: http://www.media-release.info/uni-eropa-indecon-berkolaborasi-publikasikan-flores/
Gambar 4.8. Wilayah Pengembangan RTRW Kabupaten Ende Tahun 2011 – 2031
Sumber: BAPPEDA Kab. Ende 2016
Salah satu sasaran yang ingin dicapai dalam penyusunan RIPPDA Kabupaten Ende
adalah peningkatan jumlah wisatawan mancanegara dan pergerakan wisatawan nusantara.
Berikut ini data perkembangan pengunjung Kabupaten Ende selama 6 (enam) tahun terakhir.
50
38
Sumber: googleweblight.com/?lite_url=http://www.insist.or.id/drupal/news/rakyat-ende-tolak-tambang-
sejarah-yang-terus-berulang.html&ei=O_OXUL50&lc=en-ID&s=1&m=692&host=www.google.co.id
Berdasarkan tabel 4.4. di atas terlihat bahwa di Kecamatan Kelimutu memiliki jumlah
penginapan terbesar (20 unit penginapan) dengan jumlah 111 kamar dari seluruh kecamatan
(40 unit penginapan) yang ada di Kabupaten Ende. Meskipun belum ada hotel bintang,
jumlah sarana akomodasi (hotel non bintang, homestay, bungalow, lodge/inn) di Kecamatan
Kelimutu bertambah dari tahun ke tahun, pada tahun 2015 jumlah sarana akomodasi
sebanyak 20 unit dengan jumlah kamar sebanyak 107 kamar dan jumlah tempat tidur
sebanyak 157 buah. Dari 20 unit sarana akomodasi tersebut, 19 unit berada di Desa Koanara
dan 1 unit berada di Desa Woloara. Sementara data akomodasi yang ada di Desa Waturaka
belum tercatat secara resmi di BPS, padahal di Waturaka sudah terdapat 15 buah homestay.
Dengan mulai bergeraknya desa wisata di sekitar Kecamatan Kelimutu sebagai
penyangga ikon wisata Danau Kelimutu, maka banyak pula tamu yang menginap mengalami
peningkatan. Tercatat pada tahun 2014 sebesar 7.372 orang (6.635 tamu asing, 737 tamu
domestik), menjadi sebesar 8.233 orang pada tahun 2015 dimana 7.029 tamu asing dan 1.204
tamu domestik (BPS Ende, 2015-2016).
Potensi daya tarik wisata yang ada di Kabupaten Ende terdata sebanyak 108 buah
dengan rincian 64 buah wisata alam, 31 buah wisata budaya, dan 13 buah wisata buatan
manusia (Ende, 2015). Kekuatan utama pariwisata Kabupaten Ende terletak pada keunikan
alam dan budaya. Keunikan alam yang dianugerahi panorama Danau Kelimutu beserta
keunikannnya, sedangkan budaya adalah semua yang terkait dengan kehidupan orang Ende -
Lio termasuk cara hidup, karya dan interaksinya dengan sesama dan alam. Meskipun berada
dalam wilayah Kabupaten Ende, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ende tidak berwenang 52
mengelola Danau Kelimutu, karena hal itu menjadi tugas dan tanggung jawab Balai Taman
Nasional Kelimutu (TNK).Meski demikian, bukan berarti Pemkab Ende lepas tangan
Gambar 4.9.
Profil Desa Waturaka di Pintu Gerbang Masuk Desa
Sumber: Hasil Observasi Penelitian, 2016
54
Dalam perjalanan menuju ke air terjun Murukeba juga akan ditemukan uap panas
alami bernama Mutulo’o Hot Steam, yang berjarak ±20 menit berjalan kaki dari air terjun.
Tempat ini memiliki beberapa kolam kecil yang berisi air mendidih dan bambu yang dialiri
air panas. Waktu terbaik untuk menyaksikan uap panas tebal adalah saat pagi atau sore hari.
Selain itu, di Desa Waturaka juga memiliki air panas alami yang bernama Kolorongo Hot
Spring yang terletak tepat di depan Kantor Desa Waturaka dan bisa dinikmati hangatnya saat
pagi dan sore hari dengan dikelilingi hamparan sawah.
- Atraksi budaya
Bukan hanya keindahan alam dan keramahtamahan warga, wisatawan juga dapat menikmati
Cultural performance bernuansa daerah Lio yang unik dan otentik yang dimiliki masyarakat
Waturaka, misalnya tarian tradisional Wanda Pala dalam menyambut kedatangan tamu yang
diiringi dengan alat musik tradisional Sato (sejenis ukulele), gambus, juk, gendang, dan
suling. Sato dimainkan oleh 6 orang. Alat musik khas terbuat dari buah Maja yang berbentuk
bulat, bambu dan ijuk, tali untuk meggosok senar. Tali senar mempergunakan tali senar
pancing ikan atau senar gitar nomor 4. Supaya bisa mengeluarkan bunyi, tali senar digosok
dengan buah kenari. Bermain Sato menggunakan perasaan tidak ada kuncinya sehingga sulit
untuk dimainkan.
Pementasan yang dilakukan sanggar Mutulo’o selain di desa karena ada permintaan
dari wisatawan juga di penginapan atau hotel yanga ada di Moni serta diundang pemerintah 55
kabupaten Ende untuk disuguhkan bagi tamu dari luar daerah dan masyarakat. Jika tamu
ingin menonton maka akan dipentaskan selama 2 jam dengan biaya Rp. 600.000,-. Jika
2. Aksesibilitas
- Prasarana jalan dan transportasi
Terdapat tiga pilihan dalam menjangkau Kota Ende, Flores yakni pesawat terbang,
bus, dan kapal. Pintu masuk Kota Ende melalui Bandara H. Hasan Aroeboesman dengan
kategori Domestic Airport dan jam operasi mulai jam 07.00 – 16.00 WITA. Bandara
Udara H. Hasan Aroeboesman memiliki runway sepanjang 1650 meter dengan lebar 30 56
meter mampu melayani penerbangan dengan frekuensi 6 – 12 penerbangan per harinya
dengan rute penerbangan dari Makassar – Ende, Ende – Labuan Bajo, Ende – Jember,
Gambar 4.12. Kondisi jalan menuju (dekat) Desa Waturaka dari Kantor Desa Waturaka
Sumber: hasil observasi penelitian, 2016
Aksebilitas yang dekat dengan jalur wisata utama Kelimutu membuat waturaka menjadi
sebuah destinasi persinggahan. Sebagai daerah penyangga Kawasan Taman Nasional
Kelimutu, Desa Waturaka memiliki jarak kurang lebih 54 km dari Kota Ende yang dapat
ditempuh kurang lebih 2 jam perjalanan.
Jarak dari desa menuju gerbang utama Taman Nasional Kelimutu adalah ± 3 km,
sedangkan jarak menuju pintu gerbang Danau Tiga Warna Kelimutu adalah ± 9 km. Dari 57
Desa Moni, dapat menempuh perjalanan selama lima menit dengan menggunakan ojek
maupun angkutan umum, atau berjalan kaki selama 30 menit.Akses angkutan umum
Gambar 4.13. Kondisi jalan trans-Flores dari Kota Ende Menuju Desa Waturaka
Sumber: Hasil observasi penelitian 2016
3. Amenitas:
Akomodasi dan restoran
Data akomodasi dan restoran yang ada di Desa Waturaka belum tercatat secara resmi di
BPS, padahal di Waturaka sudah terdapat 15 buah homestay.
58
Fasilitas perbankan dan ATM
Fasilitas umum seperti Bank dan ATM belum ada di Desa Waturaka. Fasilitas perbankan
dan ATM lebih banyak tersedia di Kecamatan Kelimutu dan Kota Ende.
39
Hasil diskusi dengan Pokdarwis Waturaka di Kantor Desa Waturaka, pada tanggal 1 September 2016
Gambar 4.14.
Cletus Lopez (Tokoh masyarakat/Penggiat Pariwisata Desa Umauya, Doka)
Sumber: Hasil observasi penelitian, 2016
Dengan rumah berjajar menghadap sebuah jalan penghubung antardesa, Desa Umauya,
Doka tidak begitu terlihat seperti perkampungan tradisional lainnya. Dahulu rumah-
rumah yang ada di Desa Umauya, Doka menggunakan atap yang terbuat dari alang-alang
dan bilik bambu, namun sejak 25 tahun yang lalu karena ada peristiwa gempa bumi
(tahun 1992) banyak rumah yang mengalami perubahan. Sekarang rumah lebih banyak
yang menggunakan atap dari seng karena biaya yang lebih murah. Beberapa rumah sudah
terbaur dengan modernitas kehidupan di Maumere, namun demikian masyarakatnya
masih gigih untuk hidup dengan mempertahankan tradisi leluhur. Berikut ini atraksi
wisata yang dapat dinikmati di Desa Umauya, Doka:
- Tenun ikat tradisional 64
Meskipun sudah sedikit bercampur dengan modernitas namun dalam hal tradisi,
masyarakat Desa Umauya, Doka masih mempertahankannya. Tenun ikat tradisional
- Tarian tradisional
Setiap pengunjung yang datang ke Desa Umauya, Doka dapat merasakan kehangatan
dan keramahan masyarakatnya, hal ini tercermin dari setiap penyambutan warga
untuk wisatawan berupa tarian penyambutan, hidangan makanan dan minuman khas
65
dan juga pertunjukan pembuatan kain ikat yang menjadi andalan Desa Umauya,
Doka. Sudah menjadi kebiasaan warga Desa Umauya, Doka untuk menyambut tamu
yang datang dengan tarian penyambutan. Tarian Tuare Tala’u adalah tarian yang
Dari ketiga atraksi wisata yang ada di Desa Umauya, Doka, dijual dengan berupa paket.
Paket yang ditawarkan tergantung dari jumlah orang yang berkunjung. Misalnya paket 1
– 5 orang seharga Rp. 1.500.000,-, paket 6 – 10 orang seharga Rp. 2.000.000,- dan paket
≥25 orang dapat nego (harga sesuai kelipatan Rp. 500.000,-).
67
2. Aksesibilitas
Dari Maumere, kota di tepi utara Pulau Flores yang terpisah hanya 20 kilometer saja dari
tepi selatannya, perjalanan di atas kendaraan roda empat menuju Desa Umauya, Doka
3. Amenitas
- Hotel dan Restoran
Karena lokasi Desa Umauya, Doka tidak terlalu jauh dari Kota Maumere maka
wisatawan lebih banyak memilih menginap di Maumere yang lebih lengkap dengan
berbagai fasilitas dan akomodasi. Belum tersedia homestay maupun guest house di
Desa Umauya, Doka. Demikian pula untuk restoran belum tersedia.
- Fasilitas perbankan dan ATM
Fasilitas umum seperti Bank dan ATM belum ada di Desa Umauya, Doka. Fasilitas
perbankan dan ATM lebih banyak tersedia di Kota Maumere.
- Fasilitas kesehatan
Tidak ada fasilitas kesehatan di Desa Umauya, Doka, yang terdekat hanya ada di
Kecamatan Bola dimana Jumlah fasilitas kesehatan sebanyak 13 fasilitas, yaitu 1
puskesmas di Desa Bola, 5 pustu di hampir semua desa kecuali Desa Bola 1 KIA di
Desa Bola,4 poskesdes masingmasing di Desa Wolonwalu, Wolokoli , umauta dan 68
Ipir dan 2 polindes di Desa Hokor dan Bola. Sedangkan jumlah posyandu sebanyak
21 unit. Posyandu ada di setiap desa, sekitar 3 sampai 4 posyandu tiap desa. Jumlah
40
Sumber: BPS Kabupaten Sikka, Statistik Daerah Kecamatan Bola, Kabupaten Sikka Tahun 2016
Dinas Pariwisata memperkenalkan Tololela sebagai salah satu desa wisata di kawasan
Jerebuu, bersama Kampung adat Bena dan Gurusina. Tahun 2014, NGO bernama Indonesian
Ecotourism Network (Indecon) masuk ke Tololea. Indecon membantu masyarakat Tololela
dalam menjadikan kampung adat mereka sebagai destinasi wisata. Indecon melakukan
pelatihan-pelathian tentang pariwisata berkelanjutan, kelembagaan, guide, fasilitas untuk
homestay, dan juga dana teknis. Untuk saat ini, pengelolaan wisata di Tololela dilakukan oleh
Lembaga Pengembangan Pariwisata Tololela (LPPT). Potensi yang terdapat di Tololela
selain rumah adatnya adalah seni musik bamberdoom yang dikelola oleh sanggar, tenun, dan
anyaman.
NO STAKEHOLDER PERAN
1 Pemerintah Desa - Membantu kegiatan festival
- Membuat Perdes tentang pengembanagn wisata,
misalnya pungutan 20 persen
2 Dinas Perhubungan, Pariwisata, dan - Pak Markus (kelapa desa), ketua lembaga,
Komunikasi Informatika Kabupaten Ngada anggota pemain musik bombardom, ke Jakarta
untuk mengikuti acara budaya Ngada dan
sarasehan di TMII.
- Membuat brosur dengan swisscontact
- Membiayai event-event di Desa Wisata, etc
3 Masyarakat - Membuat sanggar kesenian
- Membuat alat musin bamberdom dibagi
keseluruh desa (gotong royong, partisipasi)
- Membuat tenun untuk digunakan sendiri dan
dijual
- Membuat souvenir (anyaman)
4 Indecon/Indonesian Ecotourism Network - Pelatihan yang dilakukan di Kampung adat,
(NGO), kantor nya di Kota Bajawa kecamatan, kota, memberikan Ilmu tentang
(alamatnya berdekatan dengan Hotel pariwisata, pariwisata keberlanjutan,
Nusantara 1), kalau di jakarta di daerah kelembagaan, pemanduan, dana (untuk
Tebet. pengembangan lembaga, festival),
Pak Ari (Indecon) memberikan buku tamu,
- Studi banding, yang diwakili oleh
kelembagaan (ke bogor, manggarai)
- Memberikan fasilitas untuk peralatan
homestay (bantal, sleeping bag, karpet,
kasur dll), peralatan masak juga
- Melakukan evaluasi dengn tidak ada jadwal
tertentu
- Adanya AD/ART
5 Swisscontact - Membuat brosur 71
6 Pemda Ngada (Bupati) - Dana dan beras untuk kegiatan festival
bombardom
7 Kementerian Pariwisata - Transportasi ketika ada festival Ngada di
TMII (21 orang dari Tololela: pemain
Relasi Stakeholder
Relasi stakeholder di Tololela dapat dikatakan cukup baik, namun fenomana relasi antar desa
yang berdekatan menunjukkan kurangnya kerjasama dalam pengembangan desa wisata.
75
3 Pemda - Sosialisasi
- Mengajak pameran (namun belum
maksimal)
4 Penginapan, travel - Sosialisasi
- Mengajak tampil dalam event-event
76
Pemda
Pengembangan sdm merupakan hal penting dalam konsep pariwisata perdesaan, karena
masyarakat desa lah yang nantinya akan menjadi stakeholder utama dalam penataan dan
pengembangan potensi desa. Dalam hal ini pemda bisa memberikan pelatihan-pelatihan yang
berhubungan dengan kebutuhan desa sebagai destinasi wisata. Misalnya pelatihan pemandu
(guide) termasuk di dalamnya pelatihan bahasa inggris, karena pengunjung yang menjalankan
konsep rural tourism banyak berasal dari luar negeri (data). Pelatihan homestay, bagaimana
masyarakat menata tempat tinggal mereka untuk dijadikan sebagai tempat menginap
pengunjung.
Namun memang kita perlu melakukan social mapping, apa potensi yang ada di desa tersebut 77
dan bagaimana mengembangkannya. Ketiga lokasi yang dikunjungi bisa juga dijadikan best
practices apabila sudah menjalankan konsep rural tourism dengan baik atau dapat kita
Masyarakat
Peningkatan terhadap pemahaman masyarakat dalam mengembangkan desa wisata tentu
sudah menjadi bagian dari banyak pembahasan pelaku wisata, termasuk wisata perdesaan ini.
Namun membangun kesadaran masyarakat tentunya tidak mudah, karena banyak faktor-
faktor di lapangan yang menghambat kesadaran itu sendiri. Misalnya dalam studi kasus yang
kami pelajari, dimana ditemukan desa wisata yang berdekatan menampilkan relasi antar desa
yang kurang mendukung dalam mendukung konsep wisata perdesaan. Pemahaman terhadap
pentingnya integritas dan kerjasama antar desa dalam suatu kawasan terkait dengan
pengembangan wisata merupakan prioritas penting. Ini terkait dalam hubungannya dengan
penyerataan kesejahteraan masyarakat diantara desa-desa tersebut, sehingga tidak ada desa
yang merasakan bahwa masyarakatnya tidak mendapatkan dampak dari pengembangan
wisata di kawasan mereka.
Sebagai contoh, dalam suatu desa wisata yang sudah cukup dikenal oleh wisatawan biasanya
akan menjadi prioritas dalam aspek promosi dan bantuan, daripada desa-desa pendukungnya
yang berada di sekitarnya yang hanya berperan sebagai “pintu masuk” para pengunjung.
Apabila pemerintah atau swasta tidak memikirkan desa pendukung tersebut, maka bisa saja
masyarakatnya akan “menutup” pintu masuk, sehingga akan menghambat pengembangan
desa wisata yang utama. Atau bukan hanya relasi antara desa pendukung dan desa utama,
namun juga antara desa utama yang sama-sama cukup dikenal oleh pengunjung. Secara tidak
langsung, lokasi yang berdekatan mendukung persaingan diantara desa tersebut. Sehingga
dalam menciptakan satu kawasan wisata perdesaan yang terdiri dari beberapa desa akan 78
mengalami kendala dari persaingan antar masyarakatnya sendiri.
82
Di Pulau Flores meskipun mempunyai fasilitas yang terbatas, karena keunikan budaya
dan keindahan alamnya membuat wisatawan banyak yang berkunjung ke kawasan ini.
Keunikan budaya dan alam dapat mengalahkan rasa kenyamanan wisatawan karena
kurangnya fasilitas, karena wisatawan menikmati keunikan dan kondisi yang ada di daerah
ini. Kearifan lokal masyarakat setempat menjadi ciri khas keIndonesiaan yang menjadi daya
tarik wisata, karena masih mempunyai otentisias dan sulit ditemukan di daerah lain. Daya
tarik terbesar destinasi wisata perdesaan di daerah ini adalah atraksi wisata budaya berupa
rumah-rumah adat, kesenian tradisional, bangunan megalitik, dan upacara-upacara adat serta
aktivitas masyarakt sehari-hari. Sementara itu, atraksi wisata alam lebih banyak pada
agrowisata dengan berbagai aktivitas masyarakat dalam pengolahan pertanian yaitu dari
pengolahan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan sampai melaksanakan panen.
Wisatawan ikut serta dalam aktivitas ini dan mereka sebagian besar tinggal di homestay yang
disediakan oleh masyarakat desa dan dikelola oleh masyarakat desa juga dengan sistem
pengelolaan yang sudah mereka sepakati bersama.
Pulau Flores meskipun mempunyai potensi atraksi wisata yang kuat karena keunikan
budaya dan aktivitas di agrowisata, dalam pengembangannya sebagai destinasi wisata yang
berkelanjutan dan mencirikan keIndonesiaannya juga harus didukung oleh beberapa faktor
seperti:
1. Menyediakan rute perjalanan yang mengelilingi kawasan desa yang menjadi daya
tarik wisata, sehingga mereka tidak berdiri sendiri dan memperlihatkan satu kesatuan
budaya lokal dan kekayaan alam di kawasan ini.
2. Ketersediaan moda transportasi khusus menuju destinasi, mengingat letak geografis
daerah perdesaan yang menjadi daya tarik wisata belum terjangkau oleh moda
transportasi umum.
3. Penyediaan fasilitas pendukung dan penunjang wisata di setiap obyek wisata yang
belumterdapat fasilitas yang mendukung dalam pengembangan obyek wisata yang 83
86
Ahimsa-Putra, Heddy Shri; Ari Sujito, Wiwied Trisnadi., 2000., Pengembangan Model
Pariwisata Pedesaan Sebagai Alternatif Pembangunan Berkelanjutan. Puspar-UGM
Yogyakarta. Tidak dipublikasikandalam
https://jttcugm.wordpress.com/2009/01/23/identifikasi-potensi-kawasan-pedesaan-
sebagai-kawasan-wisata/
BPS, 2015, Jumlah Penduduk Miskin Menurut Provinsi Tahun 2013 – 2015, dikutip dari
http://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/1119 pada tanggal 28 Januari 2016
BPS. (2016). Kecamatan Kelimutu dalam Angka. Ende: BPS Kabupaten Ende.
BPS. (2016). Statistik Kecamatan Kelimutu 2016. Ende: BPS Kabupaten Ende, NTT.
BPS, K. E. (2015-2016). Kelimutu dalam Angka. Ende: BPS Kabupaten Ende, NTT.
Bramwell, W, Henry, I, Jackson, G, Prat, A G, Richards, G, and J van der Straiten (1996)
Sustainable Tourism Management: Principles and Practice Tilburg University Press,
Tilburg.
Chris Cooper, John Fletcher, David Gilbert and Stephen Wanhill, 1996. Tourism Principles
and Practice. Longman Group Limited, Malaysia,
Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri per semester I Bulan Juni Tahun 2014,
dikutip dari: http://www.kemendagri.go.id/media/documents/2015/02/25/l/a/lampiran_i.pdf, pada
tanggal 28 Januari 2016
Ende, D. (2015). Profil Pariwisata Kabupaten Ende. Ende: Pemerintah Kabupaten Ende
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata.
Gunn, Clare, 2nd ed, 1998. Tourism Planning, Taylor and Francis, New York, USA
Hall, M., Gossling, S., & Scott, D. (2015). The Routledge Handbook of Tourism and
Sustainability. London & New York: Routledge Taylor & Francis Group. 87
Ivanovich Agusta & Fujiartanto. (2015). Indeks Kemandirian Desa: Metode, Hasil, dan
Alokasi Program Pembangunan. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Laksono Hari Wiwoho. 10 Februari 2015. Terbanyak di Indonesia, 4.000-an Desa di Papua
Berstatus Sangat Tertinggal. Dikutip dari:
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/02/10/185512226/Terbanyak.di.Indonesia.4.000-
an.Desa.di.Papua.Berstatus.Sangat.Tertinggal
Mesti Sinaga. 20 Oktober 2015. Sebanyak 27,22% desa di Indonesia masih tertinggal.
Dikutip pada tanggal 22 Februari 2016, dari: http://nasional.kontan.co.id/news/sebanyak-2722-desa-di-
indonesia-masih-tertinggal,
Nations, U. (2016, Maret 7). Sustainable Development Goals. Diambil kembali dari
www.sustainabledevelopment.un.org: https://sustainabledevelopment.un.org/sdgs
Page dan Getz. 1997. Bisnis Pariwisata Perdesaan, Perspektif Internasional (terjemahan oleh
Bagian Proyek Pengembangan Literatur Pariwisata Jakarta),UK.
Rudito, Bambang (1999) Masyarakat dan Kebudayaan Suku Bangsa Mentawai, Padang: Lab.
Antrop.”Mentawai” Unand
Smith, V., & Eadington, W. (1992). The Emergence of Alternative Form of Tourism. In V.
Smith, & W. Eadington, Tourism Altenative : Potencial and Problem in the Tourism
Development. Philadelphia.
Spradley, James. P (ed), 1972. Culture and Cognition: Rules, Maps, and Plans, Chandler
Publishing Company
Suhartini. 2016. Kajian kearifan lokal masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam dan
lingkungan,. Diunduh tanggal 11 April 2016 dari
http://eprints.uny.ac.id/12149/1/Bio_Suhartini2%20UNY.pdf Tourism Management:
Principles and Practice Tilburg University Press, Tilburg.
88
Unesco. (2001). What is Intangible Cultural Heritage. Diambil kembali dari
www.unesco.org: http://www.unesco.org/culture/ich/en/what-is-intangible-heritage-
00003
Wisnu Wage. 2015. Desa Termiskin Se-Jawa Barat Ada Di Kabupaten Bandung Barat.
Dikutip dari: http://bandung.bisnis.com/read/20150619/82444/535958/desa-termiskin-
se-jawa-barat-ada-di-kabupaten-bandung-barat
WTO, International Tourism, UNWTO World Tourism Barometer, V0l. 4, Jan 2006
WTTC. (2016). Travel & Tourism Economic Impact 2016 World. In WTTC, The Economic
Impact of Travel & Tourism Mastch 2016 (p. 1). London, UK: WORLD TRAVEL &
TOURISM COUNCIL (WTTC), THE HARLEQUIN BUILDING, 65 Southwark
Street.
89
Pengumpulan data
1. Sumber tertulis, Pemilihan sumber publikasi atau penerbitan yang berkaitan dengan kebijakan
pariwisata, daerah dalam angka, kumpulan hasil seminar atau konferensi kepariwisataan,
Manuskrip atau naskah yang belum atau tidak diterbitkan antara lain dalam bentuk naskah
90
peraturan perundangan, artikel diseminarkan mengandung kajian kepariwisataan di bidang
pariwisata
DESTINASI
PARIWISATA
SDM
91
5. Kelembagaan:
Hubungan Stakeholder, kompetensi SDM, kebijakan pengelolaan dan kualitas pelayanan dengan
92
memperhatikan:
Faktor kelembagaan pemangku kepentingan (pemerintah, swasta dan masyarakat), kualitas dan
kuantitas sumberdaya manusia, serta pengaturan kerjasama antar lembaga khususnya di masyarakat,
terkait penyelenggaraan kepariwisataan di daerah.
6. Pemasaran:
Pangsa Pasar (Nusantara & Mancanegara), paket wisata, Investasi Pariwisata dan promosi dengan
memperhatikan:
Faktor tersedianya informasi berkualitas bagi wisatawan dan investor yang terkait dengan profil dan
peluang investasi kepariwisataan di daerah.
Faktor potensi pasar (Market Share) wisatawan nusantara dan mancanegara sebagai peluang
mengembangkan kepariwisataan di daerah dengan menawarkan berbagai pilihan dan alternatif kegiatan
kepariwisataan dan kualitas pengalaman wisata
Faktor persepsi dan citra destinasi oleh wisatawan nusatara dan mancanegara.
93
Budaya (cagar budaya, pola hidup dan tradisi) yang dapat dimanfaatkan √ √ √
sebagai daya tarik (atraksi) wisata?
Budaya (tradisi, seni, kearifan lokal) yang tidak untuk √ √
Kunjungan Wisatawan
Jumlah kunjungan wisatawan domestic, nusantara dan mancanegara? √ √
Jumlah kunjungan wisatawan dari tahun lalu bertambah atau berkurang? √ √ √ √
Puas adanya wisatawan berkunjung? √ √
Mendokumentasikan Kehidupan masyarakat oleh wisatawan di tempat √ √ √
wisata?
Peraturan-peraturan atau budaya setempat yang harus dipatuhi oleh √
wisatawan?
Ketertarikan wisatawan pada daerah ini? √ √ √
Atraksi unik yang paling menarik di daerah ini?
Atraksi unik yang harus dikembangkan untuk pengunjung? √ √ √ √ √
96
97
KEKUATAN PELUANG
KELEMAHAN TANTANGAN
1. Apakah pendekatan yang diterapkan untuk 1. Tantangan apa yang ada terhadap nilai budaya
interpretasi tidak memadai atau perlu di desa?
diperbaiki? 2. Tantangan phisik apa yang ada pada warisan
2. Apakah terdapat masalah phisik yang budaya?
menyebabkan sulit melakukan pengaturan 3. Tantangan apa yang ada terhadap kehidupan
wisatawan? sosial, budaya dan ekonomi masyarakat desa?
3. Apa ada masalah yang menyebabkan 4. Tantangan apa yang ada terhadap kegiatan
pemasaran sulit dilaksanakan? usaha di desa?
4. Evaluasi dan masukan apa yang dapat ditindak 5. Resiko apa yang selalu muncul dalam
lanjuti untuk lebih baik? pengembangan pariwisata perdesaan?
5. Apakah pelatihan dan peningkatan kemampuan
sangat tidak memadai?
98