TUGAS
PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN 1 (PKK 1)
PERAWATAN LUKA DAN PENJAGAAN INTEGRITAS KULIT
Oleh
Kelompok VII
Maria Dian Nurfita R011191028
Yulinda Umar R011191069
Rukiya Umarella R011191106
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan karena adanya cedera atau
pembedahan (Agustina, 2009). Luka adalah rusaknya kesatuan atau komponen jaringan dimana
secara spesifik terdapat subtansi jaringan yang rusak atau hilang ( Widhiastuti, 2008). Penanganan
luka merupakan salah satu keterampilan yang harus dikuasai hal ini mempengaruhi proses
penyembuhan luka itu sendiri. Keterlambatan penyembuhan luka dapat diakibatkan oleh
penatalaksanaan luka yang kurang tepat, seperti tidak mengidentifikasi masalah-masalah pasien yang
dapat mengganggu penyembuhan luka atau tidak melakukan penilaian luka (wound assessment)
secara tepat.(Rasyid et al., 2018)
Assessment didefinisikan sebagai kegiatan untuk mendapatkan informasi, yang
diperoleh dengan cara mengamati, memberikan pertanyaan serta melakukan pemeriksaan fisik dan
penunjang (Rasyid et al., 2018). Informasi tersebut berguna untuk menegakkan diagnosis kerja dan
merencanakan program penatalaksanaan selanjutnya. Penilaian luka dilakukan terhadap 2 aspek,
yaitu terhadap pasien dan terhadap luka itu sendiri(Marpaung, 2019). Pengkajian luka yang tepat
dapat mencegah terjadinya infeksi silang dan dapat mempercepat proses penyembuhan luka, dengan
demikian hari rawat akan lebih pendek. Selain itu salah satu manajemen perawatan luka kaki
diabetes adalah penilaian atau pengkajian terstandar dan pengelolaan luka kaki diabetes (Roberts &
Newton, 2015). Penilaian terhadap luka kaki dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen
pengkajian luka untuk prediksi penyembuhan luka seperti Bates-Jansen Wound Assessment Tool
(BWAT)(Harris, Nancy, Rose, Mina, & Ketchen, 2010) dan The New Diabetic Foot Ulcer
Assessment Scale (DFUAS) (Arisandi et al., 2016). Oleh sebab itu, perlu diperhatikan alat dalam
pengukuran ataupun penilaian dari luka itu sendirisehingga dapat menunjang penyembuhan luka.
Pengkajian luka terus berkembang namun tidak memungkira banyak penelitian
mencoba mereview efektivitas dari tiap jenis ppengkajian. Selain itu pada salah satu penelitian yang
dilakukan oleh Karahan, Kilicarslan, Aysun, Aysel, & Agah (2014) untuk mengevaluasi validitas isi
dan validitas konstruk pengkajian luka BWAT versi Bahasa Turki, dari penelitian tersebut diperoleh
hasil content validity agreement 0.82, reliabilitas interrater dari instrumen 0.82, konsistensi internal
dihitung dengan nilai cronbach alpha 0.85. Hal ini membantu perawat dalam meningkatkan
pendidikan untuk pengkajian luka dengan menggunakan media visual sebagai bahan atau sumber
praktik. Hal tersebutlah yang mendasari kami untuk membuat makalah tentang assessment luka
khususnya luka bakar, luka tekan (decubitus) dan ulkus diabetik.
B. Tujuan
memberikan informasi bagi perawat tentang kondisi luka kaki sehingga menjadi dasar bagi perawat
dalam memberikan intervensi yang tepat.
3
BAB 2
KASUS DAN PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
1
2
10
Keterangan skor (15-16 = rendah risiko, 13-14 = risiko sedang, 12 atau kurang = resiko tinggi)
6
Interpretasi Skala Braden dan pengkajian Luka berdasarkan National Presure Ulcer Advisor Panel
(NPUP), 2014 di ketahui bahwa klien dengan tirah baring lama dengan keterbatasn gerak akibat
gangguan sensorik pada ½ bagian tubuhnya, sehingga tidak dapat merubah posisi akibatnya kulit
menjadi lembab dan terjadi pergesekan/ friksi dan membutuhkan bantuan orang lain untuk bergerak
sehingga mengakibatkan klien mengalami luka decubitus grade 2 dengan gambaran klinis luka
berwarna kemerahan dan lembab berada di area bokong, pada luka terdapat lekukan datar yang pada
daasra luka terdapat slought sedangkan sekitar area luka terlihat abrasi berwarna kemerahan dan pink.
3. Kasus 3,
Nn. A, 23 tahun
RULE OF NINE
1 Kepala leher 9% 9%
2 Lengan 9% 18%
5 Tungkai 9% 36%
6 Genitalia/perinium 1% 1%
Jumlah ˃ 100%
klasifikasi kedalaman luka bakar
7
a. 24 jam
4cc x 65kg x 40% / 24 jam = 10.400ml/24 jam
= 5.200ml (cc) tahap I dan II
b. Tetes/menit (1cc = 20 menit)
Tahap 1
5.200cc x 20 tts = 104.000tts x 1mnt
= ± 216,6 tts/menit
Tahap II
8
= ±108,3 tts/menit
9
BAB 3
STANDARD PROSEDUR OPERASIONAL (SPO)
1. Standard Prosedur Operasional (SPO) Pengkajian Risiko Dekubitus ( Potter &Perry, 2013)
A Definisi
Dekubitus dan ulkus decubitus adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan gangguan
integritas kulit (Potter& Perry,2013)
Klien yang berisiko Dekubitus yaitu mengalami gangguan mobilisasi, gangguan fungsi
neurologi, penurunan persepsi sensori ataupun penurunan sirkulasi.
B Tujuan
Memberi informasi penting tentang kondisi integritas kulit klien dan peningkatan risiko
decubitus
C Persiapan Pasien
1. Inform concents dan memperkenalkan diri
2. Siapkan lingkungan pasien dalam kondisi ternyaman
D Persiapan Alat
1. Sarung tangan
2. handrub
3. Senter
4. Mistar
5. Bengkok
6. Tisu/kassa
7. Mistar/penggaris
8. Masker
E Prosedur Rasional
1. lakukan inform concent kepada klien dan
keluar/ penunggu
2. lakukan identifikasi klien yang akan
dilakukan pemeriksaan
3. kembali ke ners station dan bawa lata
untuk pemeriksaaan
4. identidikasi risiko decubitus pada klien Menentukan operlunya memberikan perawtan
dengan preventif dan menggunakan obat-obatan topical
untuk luka dekuitus bila ada
a. paralisis atau imobilisasi yang Klien tidak mampu berbalik atau mengubah
disebebkan oleh alat-alat yang posisinya secara mandiri(Charlene et al., 2011)
membatasi gerakan klien
b. kehilangan sensorik Klien merasa tidak nyaman akibat tekanan
c. gangguan sirkulasi Penurunan perfusi pada lapisan jaringan kulit
d. penurunan tingkat kesadaran, sedasi Klien tidak mampu merasakn tekanan sehingga
atau anastesi tidak mampu membalikkan atau mengubah
posisi secara mandiri(Bhattacharya & Mishra,
2015)
10
klien untuk melakukan dan membantu Potensi adanya friksi dan gesekan yang
dalam mengubah posisi meningkat ketika klien snagat tergantung untuk
9. Tentukan skala risiko \ mengubah posisi.(Brem & Lyder, 2004)
a. Norton Scale Nilai risiko tergantung instrument yang
b. Gosnel Scale digunakan dan berguna untuk memperkirakan
c. Braden Scale kebutuhan klien akan perawat preventif
10. Pantau lamanya waktu daerrah (AHCPR, 1992)(Al Aboud & Manna, 2018)
kemerahan
a. Tentukan interval yang tepat umtuk
mengubah posisi, dimana Kemerahan biasanya menetap separuh waktu
seharusnya interval untuk dari lamanya terjadi hipoksia. Contohnya
mengubah posisi –waktu kemerahan menghilang dalam waktu 15 menit,
hipoksia=interval yang diberikan hipoksia akan menghilang dalam waktu kira
kira 30 menit. Contoh interval mengubah posisi
adalah 2 jam, waktu hipksia adalah 30 menit.
Maka 2 jam – 30 menit = 1 jam 30 menit. Jam
adalah interval waktu yang disarankan untuk
b. Gunakan alat untuk menghilangkan mengubah posisi (Brem & Lyder, 2004)
tekanan sesuai indikasi Interval mengubah posisi yang pendek (mis. 1-
2 jam ) mungkin tidak realistis. Oleh karena itu
pengguanaan alat dianjurkan. (Hoviattalab et
11. Dapatkan data pengkajian nutris klien al., 2015)
yang meliputi jumlah serum albumin, Status nutrisi buruk menurunkan toleransi kulit
jumlah protein total, jumlah dan jaringan dibawahnya terhadap tekanan,
hemoglobin dan persentasi berat badan friksi, dan gaya gesek (Hanan dan Scheele,
ideal
1991)(Tubaishat et al., 2011)
12. Kaji pemahanan klien dan keluarga
tentang risiko decubitus
Memberi kesempatan memulai pendidikan
13. Catat hasil pengkajian pada dokumen
preventif. (Bhattacharya & Mishra, 2015)
rekam medik
Memberi data dasar integritas kulit dan risiko
14. Laporkan hasil pemeriksaan kepada
terjadi decubitus.
klien tentang kondisinya saat ini
15. Perawat merapikan kembali posisi klien
, merapikan peralatan
16. Mengakhiri kontak waktu denganklien
dan mencuci tangan
SKALA DEKUBITUS
13
14
3. pemeriksaan fisik meliputi vascular assessment, Faktor risiko vaskuler dan neuropati pada
neurological and musculoskeletal assessment, dan ekstremitas bawah harus dinilai.
infection assessment.
Infection Assessment
a. pertama lakukan pemeriksaan hitung darah
lengkap untuk mengetahui apakah ada
peningkatan leukosit dengan peningkatan
neutrofil segmen
4. Lakukan pemeriksaan penunjang Rontgen pedis Rontgen pedis tersebut dapat menemukan
sebagai pemeriksaan radiologi awal pasien diabetes osteomielitis, osteolisis, fraktur, dislokasi
dengan tanda dan gejala klinis penyakit DFU atau pada neruopati arthropati, kalsifikasi arteri
pemeriksaan enjang lain seperti medial, gas jaringan lunak, benda asing,
serta adanya arthritis. Namun demikian, akut
osteomielitis pada rontgen pedis biasa tidak
dapat menunjukkan perubahan tulang hingga
14 hari berikutnya. Pemeriksaan radiologi
serial diperlukan saat menghadapi situasi
tersebut, dimana gambaran radiologi negatif
tetapi kecurigaan klinis tinggi
a. Bone scan dengan Technetium-99
methylene diphosphonate (Tc-99 MDP) untuk mencari osteomielitis pada infeksi
DFU. Meskipun memiliki sensitifitas yang
tinggi, namun tidak spesifik untuk
pemeriksaan kaki neuropati. Osteomielitis,
fraktur, arthritis, dan neuropati artropati
akan ditunjukkan melalui peningkatan
b. Computed tomography scanning (CT scan) radiotracer uptake.
Tenderness
Warmth or induration
But any cellulitis/erythema extends < 2 cm araound ulcer :
Infection limited to the skin or superficial subcutaneous tissues
No other local complications or systemic illness
Infection (as above) in a patient who is systemically well and metabolically stable but which has > 1 Moderate
if the following characteristics :
Cellulitis extending > 2 cm
Lymphangitic streaking
Spread beneath the superficial fascia
Deep tissue abscess
Gangrene
Involvement of muscle, tendon, join or bone
Infection in a patient with systemic toxicity or metabolic instability ( fever chills, Severe
tachycardia,hypotension, confusion, vomiting,
leukocytosis, acidosis, severe hyperglycemia or azotemia)
20
Luka bakar termal (panas) disebabkan oleh karena terpapar atau kontak dengan api, cairan
panas atau objek-objek panas lainnya, dapat berupa gas, cairan, benda padat (solid).
2. Scald Burns
Luka karena uap panas, biasanya terjadi karena air panas. Faktor ini merupakan penyebab
kebanyakan luka bakar pada masyarakat. Air pada suhu 60°C menyebabkan luka bakar parsial
atau dalam dengan waktu hanya dalam 3 detik. Pada 69°C, luka bakar yang sama terjadi dalam
1 detik.
3. Flash Burns
Ledakan gas alam, propan, butane, minyak destilasi, alkohol dan cairan mudah terbakar lain
seperti aliran listrik menyebabkan panas untuk periode waktu. Flash burns memiliki distribusi
di semua kulit yang terekspos dengan area paling dalam pada sisi yang terkena.
21
Luka bakar chemical (kimia) disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit dengan asam atau basa
kuat. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan banyaknya jaringan yang terpapar
menentukan luasnya injuri. Luka bakar kimia dapat terjadi misalnya karena kontak dengan
zat- zat pembersih yang sering dipergunakan untuk keperluan rumah tangga dan berbagai zat
kimia yang digunakan dalam bidang industri, pertanian dan militer. Lebih dari 25.000 produk
zat kimia diketahui dapat menyebabkan luka bakar kimia.
5. Luka Bakar Elektrik
Luka bakar elektrik (listrik) disebabkan oleh kontak dengan kawat listrik yang mengandung
arus listrik atau dengan sumber arus listrik bertegangan tinggi. Berat ringannya luka
dipengaruhi oleh lamanya kontak, tingginya voltage dan cara gelombang elektrik itu sampai
mengenaitubuh.
6. Luka Bakar Radiasi
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe injuri ini
seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada industri atau dari sumber radiasi
untuk keperluan terapeutik pada dunia kedokteran. Terbakar oleh sinar matahari akibat
terpapar yang terlalu lama juga merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi.
7. Frost Bite
Luka bakar akibat suhu yang terlalu dingin. Pembuluh darah perifer mengalami vasokonstriksi
hebat, terutama di ujung-ujung jari, hidung dan telinga. Fase selanjutnya akan terjadi nekrosis
dan kerusakan yang permanen
D. Persiapan pasien
1) Inform concents dan memperkenalkan diri
2) Ciptakan kondisi yang nyaman untuk pasien
E. Persiapan alat
1. Handschoen
2. Sampiran
3. Tensimeter
4. Stetoskop
5. Penggaris
6. Pulpen/buku
Catatan :
Lakukan pemeriksaan head to toe examination merujuk pada pemeriksaan sekunder ATLS
course (advancedtrauma life support)
Monitoring / Chart / Hasil resusitasi tercatat
Persiapkan dokumen transfer Derajat luka bakar
F. Prosedur
No Pemeriksaan Rasional
1 Riwayat penyakit A (Allergies): Riwayat alergi
M (Medications): Obat – obat yang di konsumsi
22
a. TBSA 15–25% pada dewasa dengan kedalaman luka bakar full thickness <10%
b. TBSA 10-20% pada luka bakar partial thickness pada pasien anak dibawah 10 tahun dan
dewasa usia diatas 40 tahun, atau luka bakar full-thickness <10%
c. TBSA ≤10% pada luka bakar full-thickness pada anak atau dewasa tanpa masalah kosmetik
atau mengenai daerah mata, wajah, telinga, tangan, kaki, atau perineum
3. Luka bakar berat Kriteria luka bakar
berat:
a. TBSA ≥25%
b. TBSA ≥20% pada anak usia dibawah 10 tahun dan dewasa usia diatas 40 tahun
c. TBSA ≥10% pada luka bakar full-thickness
d. Semua luka bakar yang mengenai daerah mata, wajah, telinga, tangan, kaki, atau perineum
yang dapat menyebabkan gangguan fungsi atau kosmetik.
e. Semua luka bakar listrik
f. Semua luka bakar yang disertai trauma berat atau trauma inhalasi
g. Semua pasien luka bakar dengan kondisi buruk
eksarotomi
4 Disability Derajat kesadaran
1. A (alert) : Sadar penuh Periksa derajat kesadaran
2. V (verbal) : merespon terhadap
rangsang verbal Periksa respon pupil terhadap cahaya
3. P (pain) : merespon terhadap Pada pasien hipoksemia dan syok
rangsang nyeri dapat terjadi penurunan kesadaran
4. U (unresponsive) : tidak ada dan gelisah
respon
5 Exposure Kontrol lingkungan Melepas semua pakaian dan
aksesoris yang melekat pada tubuh
pasien
Lakukan log roll untuk melihat
permukaan pada psien
Jaga pasien tetap dalam keadaan
hangat
Menghitung luas luka bakar dengan
metode rule of nine
Imtervensi
No Manajemen Pemeriksaan Tindakan
1 Resusitasi cairan Monitoring cairan yang Parkland Formula: 3-4 ml x
adekuat Berat Badan (kg) x % TBSA
Setengah dari jumlah cairan diberikan
pada 8 jam pertama dan sisanya 18 jam
selanjutnya
Gunakan cairan kristaloid (RL)
Hitung urine out put setiapp jam
Lakukan pemeriksaan EKG, TD, nadi, AGD
2 Analgesia Manajemen nyeri Berikan morfin sesuai indikasi
Untk anak paracetamol drips sesuai indikasi
3 Test Menyingkirkan adanya X-ray :
kemungkinan trauma lain a. Lateral cervical
b. Thorax
c. Pelvis
d. Anggota tubuh lainnya sesuai indikasi
4 Tubes 1. Mencegah dastoparesis Pasang NGT
2. Dekompresi lambung
26
BAB 4
EVIDENCE BASE NURSING AND EVIDENCE BASE PRACTICE
A. Luka Dekubitus
Review Artikel Jurnal : Review of the Current Management of Pressure Ulcers oleh Tatiana V.
Boyko, Michael T. Longaker dan George P. Yang tahun 2018 pada Advances In Wound Care,
Volume 7, Number 2
Hasil penelitiannya menyebutkan :
Pencegahan tukak tekan tetap menjadi langkah terpenting dalam penanganan luka tirah baring
(decubitus) memerlukan assesmen awal yang lengkap sebagai upaya terbaia, meskipun upaya luka
27
terkan (tirah baring) mungkin tetap terjadi dan berkembang sebagai faktor risikonamun dengan
pengkajian ini dapat mekasimalkan Pengobatan luka tekan/tirah baring yang diperlukan oleh pasien
sehingga diharapkan kenyamanan tercapai dan mengurangi risiko infeksi sistemik (Boyko et al.,
2018)
Asesment awal meliputi banyak hal mulai dari penilaian menggunakan skor decubitus (borton scale)
serta pengkajian faktor resiko terjadinya luka tekan seperti kondisi menyebabkan imobilitas,
enurunan atau kurangnya sensasi, serta malnutrisi, Faktor risiko ekstrinsik termasuk imobilisasi pada
papan tulang belakang,ATAU meja, atau tempat tidur untuk waktu yang lama, sebagai serta
perangkat medis yang tidak terpasang dengan baik saat bersentuhan jaringan pasien. Faktor risiko
intrinsik seperti diabetes, malnutrisi, dan merokok juga ikut meningkatrisiko keseluruhan untuk ulkus
tekanan. Sumsum tulang belakang populasi pasien cedera berada pada risiko tertinggi (25-66%)
mengembangkan ulkus tekanan karena kombinasi imobilitas dan penurunan sensasi.
B. Ulkus
1. Pada penelitian yang dilakukan oleh Mayusef Sukmana, Roni Sianturi, Sholichin, Muhammad
Aminuddin. Dengan judul “ Pengkajian Luka Menurut Meggit-Wagner dan Pedis Pada Pasien
Ulkus Diabetikum “
Hasil penelitian :
Pada pengkajian luka berdasarkan karakteristik Meggit-Wagner didapatkan ulkus yang dialami
R1 adalah ulkus grade 4 yang ditandai dengan adanya gangren terlokalisir yaitu pada metatarsal
digiti 5 dengan warna dasar hitam.
Pada R2 dan R3 didapatkan ulkus grade 3 dengan adanya formasi abses dan luka yang dalam
namun belum terjadi gangren terlokalisir. Pada ulkus keduaduanya memiliki formasi abses pada
jaringan yang ditandai dengan adanya edema dan juga eritema.
Pengkajian ulkus menurut PEDIS, Pada R1 ditemukan adanya gangren dan juga formasi abses
pada jaringan dalam yang mengakibatkan edema pada kaki.
pada R2 dan R3 memiliki ciri ulkus yang hampir sama yaitu memiliki garis kemerahan dibawah
kulit dan abses pada jaringan dalam.
2. Artikel yang dilakukan oleh Sko purnomo, Ida Ariani, Dwi Setiyawati. Dengan Judul “ Assesment
Neuropatic Sensoric ( ANES ) Model untuk mencegah Ulkus Diabetic pada penderita DM Type II di
Desa Menganti kecamatan Kesugihan Cilacap “
Hasil penelitian :
pada R2 dan R3 memiliki ciri ulkus yang hampir sama yaitu memiliki garis kemerahan dibawah
kulit dan abses pada jaringan dalam. Dari hasil pelaksanaan pengabdian didapatkan data bahwa
terjadinya peningkatan pengetahuan yang signifikan yaitu kategori baik sebelum intervensi
pendidikan kesehatan sebanyak 4 orang (14,81 %), dan kategori baik setelah dilakukan intervensi
pendidikanyang memi kesehatan sebanyak 22 orang (81,48 %) . terdapat kenaikan jumlah
responden yang memiliki pengetahuan dengan kategori baik yaitu sebanyak 18 orang. Memiliki
selisih rata2 Pre dan Post test nilai pengetahuan sebanyak 22,96 %. Terdapat kenaikan jumlah
responden yang memiliki kategori baik setelah diberikan pendidikan kesehatan yaitu 24 orang
(88,89%) terdapat peningkatan rata – rata nilai ketrampilan dari 0 menjadi 87,41.
C. Luka Bakar
28
Judul : Pelaksanaan Proses Pengkajian Keperawatan Pada Pasien Luka Bakar oleh Sri Harvita Sari
Marpaung
Tujuan : tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui proses pelaksanaan pengkajian
keperawatan pada pasien luka bakar.
Metode : yang digunakan pada penulisan ini adalah literature riview berdasarkan text book, jurnal, e –
book (10 tahun terakhir) dengan cara menganalisis, eksplorasi sumber, dan kajian bebas
Hasil :
Dari hasil pengkajian dapat disimpulkan bahwa proses pengkajian dalam keperawatan merupakan
suatu komponen penting dalam memberikan atau melaksanakan pemberian asuhan keperawatan,
pengkajian sebagai tahap awal dalam asuhan keperawatan berfungsi mengumpulkan data tentang
status kesehatan pasien. Sebagai salah satu masalah yang dialami pasien adalah luka bakar, dengan
adanya pengkajian maka perawat dapat melakukan perawatan lanjutan yang sesuai dengan kebutuhan
pasien dengan luka bakar sehingga asuhan keperawatan pada pasien berkualitas dan dapat
meningkatkan derajat kesehatan pasien.
BAB V
KESIMPULAN
Pemeriksaan pada luka Bakar melalui pemeriksaan head to toe examination merujuk pada
pemeriksaan ATLS course (advancedtrauma life support) dan , Monitoring / Chart / Hasil resusitasi
tercatat, persiapan dokumen transfer derajat luka bakar. Prinsip pengukuran presentase luas luka bakar
menurut kaidah Rule of nine atau Lund and Browder). Pengkajian kedalaman luka bakar dibagi menjadi
4 derajat (grade). Grade tersebut ditentukan berdasarkan pada keadaan luka, rasa nyeri yang dirasanya
dan lamanya kesembuhan luka.
Pemeriksaan pada Risiko Decubitus terhadap klien berisiko Dekubitus yang mengalami
gangguan mobilisasi, gangguan fungsi neurologi, penurunan persepsi sensori ataupun penurunan
29
sirkulasi, menentukan perlunya memberikan perawtan preventif dan menggunakan obat-obatan topical
untuk luka dekuitus.
Pemeriksaan pada Ulkus Diabetik meliputi Pemeriksaan fisik melalui Inspeksi pada kulit yaitu
status kulit seperti warna, turgor kulit, pecah-pecah; berkeringat; adanya infeksi dan ulserasi; adanya
kalus atau bula; bentuk kuku; adanya rambut pada kaki. Inspeksi pada otot seperti sikap dan postur dari
tungkai kaki; deformitas pada kaki membentuk claw toe atau charcot joint; keterbatasan gerak sendi;
tendon; cara berjalan; dan kekuatan kaki. Pemeriksaan Neurologis untuk kedalaman luka, pemeriksaan
laboratorium dibutuhkan untuk mengetahui status klinis pasien. Pemeriksaan Radiologis : foto polos
adanya ostomielitis, Computed Tomographic (CT) scan dan Magnetic Resonance Imanging (MRI)
untuk membantu diagnosis abses, Bone scaning untuk osteomyelitis
DAFTAR PUSTAKA
Al Aboud, A. M., & Manna, B. (2018). Wound Pressure Injury Management. StatPearls, 1–8.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/30422492
Bhattacharya, S., & Mishra, R. (2015). Pressure ulcers: Current understanding and newer modalities of
treatment. Indian Journal of Plastic Surgery, 48(1), 4–16. https://doi.org/10.4103/0970-
0358.155260
Blanes JJ, et al. Consensus document on treatment of infection in diabetic foot. Rev Esp
Quimioter.2011;24(4):233-262
Boyko, T. V., Longaker, M. T., & Yang, G. P. (2018). Review of the Current Management of Pressure
Ulcers. Advances in Wound Care, 7(2), 57–67. https://doi.org/10.1089/wound.2016.0697
30
Brem, H., & Lyder, C. (2004). Protocol for the successful treatment of pressure ulcers. American Journal
of Surgery, 188(1 SUPPL. 1), 9–17. https://doi.org/10.1016/S0002-9610(03)00285-X
Charlene, S. Mi., Cyntia, A. C., Violeta, L., & Shefaly, S. (2011). Pressure injury prevention and
management practices among nurses: A realist case study. Journal of Pediatric Infectious Diseases,
Volume 6,(Number 3 / 2011), 167–171.
Hoviattalab, K., Hashemizadeh, H., D’Cruz, G., Halfens, R. J. G., & Dassen, T. (2015). Nursing practice
in the prevention of pressure ulcers: An observational study of German Hospitals. Journal of
Clinical Nursing, 24(11–12), 1513–1524. https://doi.org/10.1111/jocn.12723
Ibrahum A, Jude E, Langdon DC, Martinez F, Harkless L, Gawish H, Huang Y et al.IDF Clinical Practice
Recommendations on the Diabetic Foot – 2017. International Diabetes Federation. 2017; 1- 70.
Lepantalo M, et al. Diabetic foot. European Journal of Vascular and Endovascular Surgery.
2011;42(52):S60-S74
Marpaung, S. H. S. (2019). Pelaksanaan Proses Pengkajian Keperawatan Pada Pasien Luka Bakar.
https://doi.org/10.31227/osf.io/bkw6z
Rasyid, N., Yusuf, S., & Tahir, T. (2018). Study Literatur : Pengkajian Luka Kaki Diabetes. Jurnal Luka
Indonesia, 4(2), 123–137.
Tubaishat, A., Anthony, D., & Saleh, M. (2011). Pressure ulcers in Jordan: A point prevalence study.
Journal of Tissue Viability, 20(1), 14–19. https://doi.org/10.1016/j.jtv.2010.08.001