Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Foam
2.1.1. Pengertian Foam
Foam merupakan sejumlah massa dari gelembung kecil yang terbentuk di
permukaan liquid. Ketika air diguncang gelembung akan tercipta tapi gelembung
tersebut mudah untuk collapse karena permukaan mempunyai tegangan yang
masih tinggi. Untuk membuat gelembung menjadi stabil beberapa tambahan
digunakan, seperti surfaktan. Surfaktan mampu mengurangi tergangan
permukaan.
Foam dibedakan menjadi dua jenis, dry, dan wet foam. foam yang
mempunyai fraksi volume <0.05 didefinisikan sebagai dry foam. dry foam terdiri
dari lapisan tipis secara umum mempunyai bentuk polihedral. Sementara wet
foam ditemukan dibagian bawah kolom sekitar permukaan udara/air dan
gelembungnya mempunyai ukuran yang lebih kecil dibanding dry (Hill et al.,
2017).

Gambar 2.1 Bubble film interface


(Sumbere: Hill et al., 2017)

Sebuah foam secara umum didefinisikan sebagai gas yang terdispersi


dalam jumlah besar volume membentuk gelembung yang terdispersi kedalam
liquid, solid, ataupun gel. Foam mempunyai sifat yang sangat baik karena densitas
yang rendah, permukaan area yang besar, dan medianya bisa dalam bentuk padat

4
5

atau cair. Kebanyakan foam tercipta akibat kehadiran surface active agent atau
surfaktan yang terakumulasi pada permukaan.

2.1.2. Ability dan Stability Foam


Setiap larutan surfaktan bisa dikarakterisasi dengan foam ability (kondisi
awal volume foam ketika baru terbentuk) dan lifetime nya (Sett et al., 2015).
Foam yang tidak stabil biasanya terbentuk oleh larutan yang memiliki senyawa
rantai pendek amfifilik. Sementara foam yang sangat stabil dari spesies rantai
panjang. Pada temperatur ruangan surfaktan dan campurannya menunjukan
kondisi foam yang sangat stabil terjadi collapse beberapa jam kemudian (Tyrode
et al., 2003).
Terdapat beberapa pertimbangan untuk membuat gelembung yang baik
seperti elastisitas, disjoining pressure, resistance terhadap ripening, drainasi, dan
defect. Elastisitas menunjukan ketahanan gelembung ketika saling bertabrakan
saat digoncang. Jika air murni terlalu kaku, gelembung akan mudah untuk pecah.
Disjoining pressure menjaga gelembung untuk tidak terdifusi keluar. Jika
tekanannya besar maka akan mencegah capillary pressure untuk keluar dari
dalam gelembung.
Ketahanan terhadap ripening dideskripsikan sebagai bagaimana gas
didalam gelembung bisa terdifusi kegelembung lain. Jika gas terdifusi maka aka
nada gelembung yang mengecil dan gelembung yang membesar. Jika gelembung
terlalu besar maka gelembung akan pecah. Untuk memperlambat, ilmuan
menggunakan gas N2 yang diketahui lebih baik dibanding CO2 dalam ketahanan
gas untuk difusi. Drainasi sendiri merupakan kondisi berkurangnya fraksi air yang
menyebabkan gelembung rusak. Untuk menahan drainasi, dibutuhkan gelembung
yang mempunyai viskositas tinggi dan ukuran gelembung yang kecil. Sementara
ketahanan terhadap defect berarti ketahanan gelembung saat hidropobik
dijatuhkan kearah gelembung dan gelembung tidak pecah.
2.1.3. Aplikasi foaming agent
Foaming agent merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari yang umum
digunakan masyarakat luas. Seperti pada alat pemadam kebakaran, mineral flotasi,
6

agen pembersih dan lain-lain. Dalam agen pembersih foaming agent biasanya
digunakan sebagai penurun tegangan permukaan air. Sehingga menyebabkan akan
terbentuk media gelembung untuk menghilangkan noda yang bersifat hidropobik.
Akan tetapi penggunaan foaming agent mempunyai dampak yang sangat buruk
terhadap kesehatan dan lingkungan. Karena itu untuk menghindarinya, foaming
agent yang berasal dari makhluk hidup perlu untuk dikembangkan. Sehingga
masalah kesehatan seperti iritasi dan pencemaran lingkungan dapat dikurangi.

2.2. Colubrina asiatica


2.2.1. Klasifikasi
Kingdom: Plantae
Subkingdom: Tracheobionta
Superdivision: Spermatophyta
Division: Magnoliophyta
Class: Magnoliopsida
Subclass: Rosidae
Order: Rhamnales
Family: Rhamnaceae
Genus: Colubrina
Gambar 2.2 Colubrina asiatica
Species: asiatica (Sumber: Morad, 2013)

Tumbuhan Colubrina asiatica tumbuh di daerah tropis dan subtropics


diseluruh dunia, seperti timur Afrika sampai India, Asia Tengggara, Australia, dan
kepulauan pasifik. Colubrina asiatica atau yang lebih dikenal sebagai peria pantai
merupakan tumbuhan yang tumbuh disekitar pantai. Indonesia yang merupakan
termasuk kedalam daerah Asia Tenggara dan memiliki panjang pantai yang besar
memiliki potensi untuk mengembangkan produk dari tumbuhan ini.
2.2.2. Manfaat Colubrina asiatica
Tumbuhan yang hidup diwilayah tropis ini dikenal masyarakat Indonesia
sebagai tumbuhan obat. Di pulah Weh daun Colubrina asiatica dimanfaatkan
sebagai obat cacar air (Susiarti et al., 2006). Sementara daun dari tumbuhan ini
7

juga dipercaya mampu mengobati sakit kepala dan menstabilkan tekanan darah
(Ravi et al., 2013). Kandungan biologis yang baik terkandung didalam daun nya.
Colubrina asiatica mengandung tannin, saponin, terpenoid, and kandungan fenol
(Ravi et al., 2013). Flavonoid merupakan salah satu jenis fenol yang terdapat
banyak dalam tumbuhan, flavonoid merupakan anti oksidan, anti alergi, dan
antitumor (kim et al., 2003). Tannin merupakan racun bagi bakteri ataupun fungi
dan merupakan anti mikroba yang baik (Compean, 2014). Terpenoid merupakan
bahan aktif untuk melawan bakteri, fungsi, virus, dan protozoa.
2.2.3. Ability sebagai foaming agent
Colubrina asiatica mengandung senyawa saponin yang dapat
memproduksi busa didalam air (CABI, 2016). Terdapat dua jenis saponin pada
daun Colubrina asiatica yang berhasil diisolasi dan dianalisa strukturnya
menggunakan 13C-NMR spectrometer,jujubogenin-3-0-[2-0-acetyl-3-0-(3-0-3-D-
xylopyranosyl-4-0-acety1-D- glucopyranosyl)-a-L-arabinoside] (colubrinoside)
and jujubogenin-3-0- [2-0-acetyl -3-0- (2-0- -D- xylopyranosyl--D-
glucopyranosyl)-a-L-arabinoside] (colubrin) (Wagner et al., 1983).

2.3. Saponin
2.3.1. Definisi Saponin
Saponin merupakan salah satu senyawa kimia yang bisa ditemukan jenis
tumbuhan. Lebih spesifik, merupakan gugus glikosida amfipatik yang secara
fenomena bersifat seperti sabun yang mana memproduksi busa ketika diguncang
didalam larutan, dan secara structural saponin mempunyai satu atau lebih gugus
glikosida hidrofilik yang terkombinasikan dengan turunan triterpena lipopilik.
Karakteristik saponin sendiri mempunyai rasa pahit, dalam larutan mampu
menciptakan gelembung yang stabil, dan bisa menghemolisis erythrocytes.
2.3.2. Jenis Saponin
Saponin merupakan senyawa glikosida yang mana mempunyai aglikon
berupak steroid dan triterpen. Steroid saponin tersusun atas inti steroid (C 27)
dengan molekul karbohidrat. Hidrolisis steroid menghasilkan aglikon yang
dikenal saraponin yang mempunyai efek sebagai anti fungi. Saponin mempunyai
sifat seperti agen pembersih karena kemampuannya dalam membasmi fungi
8

menunjukan hasil yang sangat baik. Triterpenoid saponin tersusun atas inti
triterpenoid dengan molekul karbohidrat. Hidrolisis nya menghasilkan sapogenin.
Senyawa ini merupakan sebuah senyawa yang mudah dikristaliasi lewat asetilasi,
sehingga dapat dimurnikan. Tipe senyawa ini merupakan turunan amirin.

2.3.3. Efek dari Saponin


Saponin menunjukan aktivitas biologis. Dengan kata lain, saponin juga
mempunyai keuntungan dalam dunia farmasi. Saponin merupakan
anticholesterolemic yang membentuk senyawa komplek dengan kolesterol dan
sistem gastrointestinal untuk mencegahnya terserap. Aktivitas lainnya termasuk
anti peradangan, anti parasit, dan antivirus. Terdapat beberapa bukti
mengidentifikasikan bahwa saponin mampu membunuh sel tumor dengan memicu
memicu sel tumor mati melalui perbedaan penyinyalan, dengan mengaktifkan
reseptor, yang menargetkan mitokondria, dan menginduksikan tegangan yang
bersifat oksidatif.

2.4. Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan
kelarutannya terhadap dua cairan tidak saling larut yang berbeda. Dalam usaha
mengambil kandungan biologis yang terdapat dalam sebuah tumbuhan proses
ekstraksi merupakan cara yang efektif. Metode ektraksi dan jenis pelarut
mempunyai peranan penting dalam kualitas ekstraksi. Terdapat tiga metode yang
umumnya digunakan, microwave assisted extraction (MAE), ultrasound assisted
extraction (UAE), dan conventional. Dalam kondisi waktu yang sama MAE dan
UAE memiliki keunggulan dalam produksi yield dibanding metode konvensional.
Metode konvensional yang menggunakan soxhlet extractor apparatus
memerlukan waktu yang cukup lama, dengan yield yang lebih kecil. Akan tetapi
metode ini mempunyai prinsip kerja yang lebih sederhana dan mudah untuk
dilakukan dilaboratorium biasa. Penggunaan MAE dan UAE menggunakan
prinsip perengkahan melalui gelombang kedalam lapisan sampel menyebabkan
pori-pori sampel terbuka sehingga pelarut lebih mudah mengekstrak kandungan
didalamnya.
9

Sementara metode konvensional menggunakan perengkahan sampel dengan cara


konveksi panas pelarut. Dengan mengandalkan sistem reflux jumlah pelarut yang
digunakan dapat disesuaikan dalam kondisi yang tepat.
Pemilahan pelarut mempengaruhi yield ekstraksi. Beberapa pelarut
memiliki keunikan dalam melarutkan senyawa tertentu. Dalam penelitian Pandey
tahun 2014, air mampu mengekstrak antosianin, starches, tannin, saponin,
terpenoid, polipeptida, and lectin. Sementara metanol mampu mengekstrak
kandungan biologi seperti antosinin, terpenoid, saponin, tannin, xanthoxyllines,
totarol, quassinoids, lactones, flavones, phenones, dan polifenol. Dalam penelitian
Wu tahun 2001 mengenai pengaruh pelarut dalam yield ekstrak saponin dari
ginseng Amerika didapat air mampu melarutkan 4,52 % dan metanol 4,40% dari
total massa sampel yang diekstrak.

2.5. Bahan Tambahan


2.5.1. NaCL

Gambar 2.3 Surface tension vs konsentrasi LiDS, NaDS, KDS, RbDS dan CsDS
(Sumber: Sett et al., 2015)

Counter ion bisa menstabilkan atau tidak menstabilkan lapisan foam.


beberapa garam dapat mengganggu coalescence dari gelembung pada larutan
tanpa surfaktan pada kondisi konsentrasi garam yang tepat (Sett et al., 2015).
10

Terdapat dua faktor yang bekerja dalam menstabilkan lapisan, adsorpsi yang kuat
pada permukaan menghasilkan penurunan electrostatic repulsion dan potensial
menurunkan kestabilan lapisan, sehingga counter ion mempenetrasi di
permukaan.
Hofmeister menjelaskan efek yang sama dalam penambahan garam
terhadap stabilitas dari suspense aqueous dari isinglass, koloid oksida besi, dan
sodium oleat. Garam meningkatkan tegangan permukaan dari permukaan
udara/air dalam larutan tanpa surfaktan. Karakashev dan Manev menjelaskan
perbedaan monovalent garam mempunyai efek berbeda dalam menstabilkan dan
abilitas dari larutan surfaktan non ionik dalam memproduksi foam (Sett et al.,
2015).

Gambar 2. 4 ketebalan lapisan foam a) n-pentanol danb) n-octanol (b) pada


variasi konsentrasi NaCl
(Sumber: Sett et al., 2015)

2.5.2. Gliserol
Sebuah foam akan mongering didasarkan atas gravitasi, aliran liquid
kebawah melalui foam, dan kandungan liquid pada foam akan mengurang seiring
waktu. Saat ini, terdapat dua jenis drainasi yang telah teridentifikasi, yang mana
berhubungan dengan kondisi batas pada permukaan gelembung. Di sub bab
sebelumnya telah dijelaskan untuk mengurangi drainasi diperlukan gelembung
yang viskos dan berukuran sangat kecil. Kristal liquid yang terdistribusi sebagai
partikel dalam larutan gliserol akan menstabilakan sekaligus mengubah sifat
11

rheological dari bagian yang terkondisasi dari foam. Secara umum meningkatkan
viskositas mempunyai efek yang jelas dalam waktu drainasi ( Freiber et al,. 1988).

2.6. Kekurangan dari Chemical Foaming Agent


Saat ini, hampir semua produk menggunakan bahan kimia, terutama bahan
pembersih. Ambil contoh sampo, deterjen, odol, sabun, dan sejenisnya.
Sebenarnya masyarakat telah menggunakan produk seperti ini dari dulu, bahkan
dari saat masih bayi. Ini merupakan kondisi darurat bagi kesehatan. Terdapat
beberapa efek buruk dari penggunaan bahan kimia untuk kesehatan ataupun
lingkungan. Sebuah laporan yang dipublikasikan dalam jurnal The American
College of Toxicology pada tahun 1983 menunjukan konsentrasi 0,5% akan
menyebabkan iritasi dan konsentrasi 10-30% dapat menyebabkan korosi pada
kulit. Sampo merupakan produk yang sangat diperhatikan. Laporan sebelumnya
menjelaskan iritasi mata, iritasi kulit kepala, pembengkakan pada tangan, wajah
dan lain-lain. Hal ini disebabkan oleh penggunaan sodium laurat sulfat pada
produk kebersihan
Dalam waktu yang sama SLS mampu melarutkan minyak pada mesin,
SLS juga mampu melarutkan minyak pada kulit, yang mana menyebabkan efek
kering pada kulit. Ini juga diketahui akibat denaturasi protein pada kulit, yang
mana tidak hanya menyebabkan iritasi, tapi juga menyebabkan kontaminan dari
lingkungan lebih mudah, akibat lemahnya sensitifitas kulit. SLS tidak
menunjukan adanya sifat karsiogenik, tapi terdapat beberapa rumor yang
menyatakan saat SLS dicampurkan dengan trietanolamin akan membentuk
subtansi karsiogenik.
Komposisi kosmetik yang mengandung SLS 2 % atau lebih dapat
menyebabkan iritasi, sedangkan rekomendasi untuk penggunaan kurang dari 1 %.
SLS yang tidak terlarut dalam menyebabkan iritasi pada kulit ataupun mata, mual,
muntah, dan diare jika tertelan, hal ini berdasarkan National Institute for
Occupation Safety and Health (El Senbraun, 2015). Efek lain dari SLS :
1) Dikenal sebagai pengiritasi kulit. Ketika perusahaan kosmetik menguji
sifat dari sebuah losion, mereka mencoba untuk mengiritasi kulit
12

pertama. Mereka menggunakan SLS, jika masyarakat mengalami infeksi


kulit, sariawan, atau iritasi, itu merupakan efek dari SLS.
2) Merupakan polutan air bawah tanah. Merupakan racun bagi makhluk
hidup akuatik dan berpotensi dapat terakumulasi dalam tubuh makhlus
hidup. Polutan ini tidak terdeteksi dalam proses penyaringan air,
kemudian air tersebut akan diolah kembali sehingga menjadi air minum
dan akan kembali dimasukan kedalam tubuh manusia.
3) Merupakan pestisida ataupun herbisida. Secara umum juga digunakan
untuk membunuh tumbuhan ataupun serangga. Masyarakat yang membuat
SLS mempatenkan SLS digunakan sebagai perlengkapan perkebunan
organik. Pengaplikasian nya ditolak karena dapat merusak lingkungan.
4) Dapat memancarkan uap beracun saat dipanaskan. Sodium oksida dan
sufur oksida akan terlepas saat SLS dipanaskan. Menggunakan air panas
saat membilas sampo merupakan cara yang tidak disarankan.
5) Merupakan senyawa korosif. Berdasarkan American College of Toxicity,
SLS dapat mengkorosikan lemak dan protein tubuh. Ambil contoh SLS
bisa melarutkan minyak pada mesin.
6) Penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan SLS merambat
kejaringan tubuh. Studi dari universitas obat-obatan Georgia menunjukan
SLS mampu merembas melalui mata, otak, jantung, dan hati.
7) Merupakan pengiritasi mata. Dapat menyebabkan katarak pada anak-anak
dan terbukti dapat mencegah perkembangan mata bagi anak-anak.
8) Nitrat dan kontaminasi pelarut lain. Merupakan pelarut beracun, termasuk
nitrat yang karsiogenik yang digunakan selama proses pembuatan SLS,
yang mana tidak terpisah atau masih terdapat pada produk.
9) Proses pembuatannya menyebabkan polusi yang hebat, seperti polusi
bahan penyebab kanker, senyawa volatil, senyawa sulfur, dan partikulat
udara.
10) Membantu bahan kimia lain masuk ketubuh. SLS dapat mempenetrasikan
senyawa, maksudnya partikel SLS yang kecil menyebabkan mampu
13

melewati membran kulit. Ketika satu sel telah terkontaminasi maka rentan
bahan kimia berbahaya terikut terserap bersamaan dengan SLS

2.7. Industri Foaming Agent


Sebuah foaming agent merupakan bahan yang memfasilitasi pembentukan
foam sebagai surfaktan atau blowing agent. Sebuah surfaktan, ketika hadir dalam
jumlah kecil, dapat mengurangi tegangan permukaan liquid (mengurangi kerja
yang dibuuthkan untuk memproduksi foam) atau meningkatkan stabilitas koloid
dengan mengganggu coalescence gelembung. Foaming agent merupakn produk
populer dalam produk pembersih dan produk makanan atau sejenisnya.
Sejak abad ke Sembilan belas, telah banyak hal yang dipublikasikan
mengenai foam. penelitian tentang penambahan bahan atau material telah
dikembangkan untuk membuat foam stabil. Penambahan partikel, polimer,
penggabungan jenis surfaktan untuk membuat foam yang bagus telah dilakukan.
Sampai saat ini penambahan partikel silica dalam sebuh larutan surfaktan
merupakan yang terbaik untuk membuat long lifetime foam. foam yang dihasilkan
mampu bertahan lebih dari dua tahun lamanya (Rio et al., 2014).
Masalah utama tentang membuat foam yang stabil ialah seperti drainasi,
coalescence, dan coarsening. Dengan penambahan bahan penambah, diharapkan
bisa memberikan efek yang positif. Ketika penambahan garam, tegangan
permukaan bisa menurun sehingga ability untuk memproduksi foam bisa
meningkat. Dan foam bisa bertahan lebih baik dibanding tidak ada bahan
penambah. Penambahan gliserol bisa menurunkan tegangan permukaan, tapi tidak
lebih baik dibanding garam. Akan tetapi foam yang dihasilka lebih stabil.
Komposisi yang tepat dapat menciptakan foam yang memiliki kemampuan baik.
Natural foaming agent yang merupakan senyawa poliglikosida. Senyawa
ini termasuk jenis surfaktan non ionik. Untuk senyawa non ionik memiliki
permukaan petensial sekitar 5 mV yang mana berasal dari air itu sendiri. Potensial

ini telah disetujui berasal dari gugus OH pada permukaan masih belum jelas
kebenarannya, hal ini mengapa ion terbentuk pada permukaan dengan konsentrasi
lebih tinggi daripada konsentrasi bulk air. Kehadiran penambahan garam terlarut
14

menyebabkan saling tolak menolak sepanjang lapisan menyebabkan stabilitas dari


gelembung menurun (Abbott, 2015).
Pertimbangan dari efek buruk penggunaan bahan kimia menghasilkan dua
konsep. Mengurangi konsentrasi bahan kimia yang digunakan dengan harapan
dapat menciptakan efek yang sama, atau mengganti penggunakan bahan kimia
dengan menciptakan bioproduk dengan harapan yang sama. Foam yang terbentuk
dari kandungan tumbuhan lebih bersahabat terhadap lingkungan, murah, ringan,
dan dapat diterapkan mencapai angka 95% dari produk alami (Basso et al, 2016).

2.8. Penelitian Terdahulu


Tabel 2.1. Matrik penelitian terdahulu
Peneliti/tahun Judul Tema Penelitian Hasil Analisa
Nik Hairiah Nik Phytochemicals Screening and Analisa kandungan ekstrak daun
Mohamad Ravi, Antioxidant Activities of Aqueos biologi pada Colubrina asiatica
Nor Azila Leaves Extract of Euodia ridleyi tumbuhan Euodia mengandung
Maskam, Husna and Colubrina asiatica ridleyi dan Colubrina flavonoid, tannin,
Hawa Mohd asiatica saponin, terpenoid,
Hassan, phenolic compound
Maryana dalam jumlah yang
Mohamad banyak. Sementara
Nor/2013 untuk daun Euodia
ridleyi mengandung
flavonoid, tannin,
terpenoid, phenolic
compound dalam
jumlah yang banyak,
sementara hanya
mengandung saponin
dalam jumlah yang
rendah.
Amita Pandey, Concept of Standardization, Analisa kemampuan Air mampu
Shalini Extraction and Pre pelarut dalam melarutkan
Tripathi/2013 Phytochemical Screening melarutkan antosianin, starches,
15

Strategies for Herbal Drug kandungan biologis tannin, saponin,


yang ada pada terpenoid, polipeptida,
tumbuhan dan lektin. Sementara
metanol mampu
mengekstrak
antosianin, terpenoid,
saponin, tannin,
santoksilin, totarol,
kuasionoid, laktan,
flavonoid, phenolic
compound

Lanjutan Tabel 2.1


Peneliti/tahun Judul Tema Penelitian Hasil Analisa

Emmanuelle Rio, Unusually Stable Liquid Foams Efek penambahan bahwa penambahan
Wiebke bahan aditif terhadap partiekl mampu
Drenckhan, kemampuan foam mengurangi
Anniina Salonen, kemungkinan
Dominique terjadinya coalescence
Langevin/2014 sementara
penambahan protein
menyebabkan ukuran
gelembung yang
dihasil menjadi lebih
kecil sehingga lebih
tahan drainage, dan
pencampuran dengan
surfaktan jenis lain
dapat meningkatkan
kecepatan adsorbs
surfaktan
dipermukaan liquid.
Stig Freiberg, Foam Stability in Glycerol Efek penambahan Rasio 80:20
Aalto Stenius, System gliserol terhadap gliserol:surfaktan
Irena Blute/1987 ketahanan foam memberikan lifetime
dari foam yang paling
tinggi. Didapat
kesimpulan bahwa
16

semakin tinggi
kandungan gliserol
maka lifetime dari
foam akan meningkat
Soumyadip Sett , Ion Specific Effect in Foams Efek penambahan
Stoyan I. garam terhadap
Karakashev , kualitas foam
Stoyan K.
Smoukov,
Alexander L.
Yarin/2015

Anda mungkin juga menyukai