Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi Citrus nobilis Lour.
Klasifikasi tanaman Citrus nobilis Lour. adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivision : Spermatophyta
Division : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Subclass : Rosidae
Order : Sapindales
Family : Rutaceae Juss
Genus : Citrus L.
Species : Citrus nobilis Lour.

Gambar 1.1 : Jeruk Siam atau Citrus nobilis Lour.


2.1.1 Ekologi
Jeruk Siam atau Citrus nobilis Lour. ini terdapat di dataran rendah, sedang
hingga dataran tinggi dengan ketinggian 0 hingga 1400 mdpl. Menurut Adam
Irawan (2018) Jenis tanah yang cocok untuk budidaya jeruk siam dan keprok adalah
jenis lempung sampai lempung berpasir. Tanah lempung berpasir mempunyai
fraksi liat 7- 27 %, fraksi debu 25 – 50 % dan fraksi pasir < 50 %. Idealnya jenis
tanah dengan tekstur lempung berpasir tersebut memiliki lapisan tanah / solum yang
dalam yaitu 150 cm. Maksudnya hingga kedalaman 150 cm tidak ada lapisan kedap
air yang menghalangi peresapan air tanah. Sementara untuk Kedalaman air tanah
dari permukaan sekitar 75 cm. Derajat keasaman tanah atau pH yang ideal untuk
tanaman jeruk adalah 6. Jika pH tanah di bawah 5, maka unsur mikro dapat
meracuni tanaman dan sebaliknya tanaman akan kekurangan unsur mikro jika pH
diatas 7. Jeruk Siam menyukai sinar matahari langsung atau bebas dari naungan.
Kecepatan angin tidak terlalu kencang agar bunga dan buah tidak mudah rontok.
Kelembaban udara (RH) optimal untuk pertumbuhan tanaman adalah sekitar 70 sd
80%. Jeruk ini memiliki banyak varietas, yang penamaannya menurut daerah
dimana dikembangkannya, seperti Jeruk Siam Pontianak, Jeruk Siam Garut, Jeruk
Medan, dan lain-lain.
2.2 Kandungan Kimia Citrus nobilis Lour.
Kualitas buah jeruk ditentukan oleh sifat fisik seperti ukuran buah, berat, diameter dan
volume serta kandungan komponen kimia buah seperti vitamin C dan kadar gula (Ni Putu
Aryanti et al., 2017). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Pracaya (2010) yang
menjelaskan bahwa kulit jeruk mengandung vitamin C yang lebih banyak dibandingkan
didalam buahnya.
Sedangkan berdasarkan penelitian Gursoy et al., 2010 kulit jeruk siam (Citrus nobilis)
yang berasal dari Duzici, Osmaniye, Turkey diidentifikasi komponen kimianya menggunakan
GC-MS didapatkan sebanyak 14 komponen kimia dengan senyawa utama yaitu limonene
sebesar 76,77%. Komponen kimia tersebut memiliki peranan penting terhadap kehidupan
manusia.
Menurut penelitian Septiani, 2012 kulit jeruk siam (Citrus nobilis L. var Microcarpa)
yang berasal dari Pontianak, Kalimantan Barat mengandung senyawa fenol dan flavonoid
mempunyai aktivitas antiokasidan dengan nilai IC50 diperoleh sebesar 98.94813 μg/mL.
Kemudian Devy et al (2010), menunjukan bahwa tanaman jeruk mengandung metabolit
sekunder, flavonoid, karotenoid dan limonoid yang banyak terdapat dalam daun, kulit buah,
biji dan bulir (pulp).
2.3 Metode Ekstraksi
2.2.1 Pengertian Ekstrak
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia ekstrak sendiri memiliki
pengertian yakni sediaan yang diperoleh dari jaringan hewan atau tumbuhan dengan
menarik sari aktifnya dengan pelarut yang sesuai, kemudian memekatkannya
hingga tahap tertentu.
2.2.2 Ekstraksi
Ekstraksi merupakan suatu metode pemisahan suatu zat yang didasarkan pada
perbedaan kelarutan terhadap dua cairan tidak saling larut yang berbeda, biasanya yaitu
air dan yang lainnya berupa pelarut organik (Deni R.B, et. al. 2020). Adapun proses
ekstraksi khususnya untuk bahan yang berasal dari tumbuhan menurut Mukhriani
(2014) adalah sebagai berikut :
1. Pengelompokan bagian tumbuhan (daun, bunga, dll.), pengeringan dan
penggilingan bagian tumbuhan.
2. Pemilihan pelarut.
3. Pelarut polar : air, etanol, metanol, dan sebagainya.
4. Pelarut semipolar : etil asetat, diklorometan, dan sebagainya.
5. Pelarut non-polar : n-heksan, petroleum eter, kloroform, dan sebagainya.
Jenis-jenis metode ekstraksi adalah sebagai berikut :
1. Maserasi
Menurut Deni R.B, dkk (2020) Maserasi merupakan salah satu metode
ekstraksi yang paling umum dilakukan dengan cara memasukkan serbuk
tanaman dan pelarut yang sesuai ke dalam suatu wadah inert yang ditutup rapat
pada suhu kamar. Akan tetapi, ada pula kerugian utama dari metode maserasi
ini, yaitu dapat memakan banyak waktu, pelarut yang digunakan cukup banyak,
dan besar kemungkinan beberapa senyawa dapat hilang. Selain itu, beberapa
senyawa mungkin saja akan sulit diekstraksi pada suhu kamar. Namun di sisi
lain, metode maserasi dapat juga menghindari resiko rusaknya senyawa-senyawa
dalam tanaman yang bersifat termolabil (Tetti, 2014).
Setelah melalui proses maserasi, selanjutnya dilakukan screening fitokimia.
Uji ini biasanya dilakukan dengan tujuan yang lebih diarahkan untuk mengetahui
zat kimia metabolit sekunder yang terkandung dari setiap tanaman. Skrining
fitokimia atau yang biasa pula disebut dengan penapisan fitokimia merupakan
suatu uji pendahuluan yang digunakan dalam menentukan golongan senyawa
metabolit sekunder yang mempunyai aktivitas biologi dari suatu tumbuhan.
Skrining fitokimia pada tumbuhan ini dapat dijadikan sebagai informasi awal
dalam mengetahui golongan senyawa kimia yang terdapat didalam suatu
tumbuhan. Dalam percobaan, skrining fitokimia ini dapat dilakukan dengan
menggunakan pereaksi-pereaksi tertentu sehingga dapat diketahui golongan
senyawa kimia yang terdapat pada tumbuhan tersebut (Nainggolan dkk., 2019;
Roghini dan Vijayalakshmi, 2017).
2. Perkolasi
Pada metode perkolasi, serbuk sampel dibasahi secara perlahan dalam
sebuah perkolator (wadah silinder yang dilengkapi dengan kran pada bagian
bawahnya). Pelarut ditambahkan pada bagian atas serbuk sampel dan dibiarkan
menetes perlahan pada bagian bawah. Kelebihan dari metode ini adalah sampel
senantiasa dialiri oleh pelarut baru. Sedangkan kerugiannya adalah jika sampel
dalam perkolator tidak homogen maka pelarut akan sulit menjangkau seluruh
area. Selain itu. metode ini juga membutuhkan banyak pelarut dan memakan
banyak waktu (Mukhriani 2014).
3. Soxhlet
Metode ini dilakukan dengan menempatkan serbuk sampel dalam sarung
selulosa (dapat digunakan kertas saring) dalam klonsong yang ditempatkan di
atas labu dan di bawah kondensor. Pelarut yang sesuai dimasukkan ke dalam
labu dan suhu penangas diatur di bawah suhu reflux. Keuntungan dari metode
ini adalah proses ektraksi yang kontinyu, sampel terekstraksi oleh pelarut muri
hasil kondensasi sehingga tidak membutuhkan banyak pelarut dan tidak
memakan banyak waktu. Kerugiannya adalah senyawa yang bersifat termolabil
dapat terdegradasi karena ekstrak yang diperoleh terus-menerus berada pada titik
didih (Makhriani, 2014).
Sokletasi yaitu ekstraksi dengan pemanasan dan penyarian secara berulang
dengan cara pelarut dipanaskan hingga uap terbentuk dan sampel telah dibasahi.
Pelarut yang telah membasahi sampel nantinya masuk menuju labu yang akan
dipanaskan kembali), untuk sampel yang akan diekstraksi dengan pelarut
terbaik, pelarut tidak mengikat senyawa yang diinginkan, titik didih pelarut
rendah, isolasi senyawa dengan sifat yang sesuai yaitu polar atau nonpolar
(Istiqomah, 2013)
4. Reflux dan Destilasi Uap
Pada metode reflux, sampel dimasukkan bersama pelarut ke dalam labu
yang dihubungkan dengan kondensor. Pelarut dipanaskan hingga mencapai titik
didih. Uap terkondensasi dan kembali ke da-lam labu. Destilasi uap memiliki
proses yang sama dan biasanya digunakan untuk mengekstraksi minyak esensial
(campuran berbagai senyawa menguap). Selama pemanasan, uap terkondensasi
dan destilat (terpisah sebagai 2 bagian yang tidak sal-ing bercampur) ditampung
dalam wadah yang terhubung dengan kondensor. Kerugian dari kedua metode
ini adalah senyawa yang bersifat termolabil dapat terdegradasi (Seidel V dalam
Makhriani, 2014).
 HPLC
Saat ini, sebagian besar metode analisis obat yang direkomendasikan oleh
Farmakope didasarkan pada teknik kromatografi. High Performance Liquid
Chromatography (HPLC) adalah teknik kromatografi cair (LC) yang penting dan
sering digunakan untuk pemisahan berbagai komponen dalam campuran. Tujuan
penggunaan HPLC adalah memisahkan molekul dalam waktu minimum.
HPLC juga digunakan untuk identifikasi dan kuantifikasi senyawa dalam
proses pengembangan obat dan telah digunakan di seluruh dunia sejak beberapa
dekade (Chawla, 2016). Efisiensi, kecepatan, peningkatan throughput, dan
pengurangan biaya analisis adalah karakteristik penting HPLC. Tujuan
penggunaan HPLC adalah memisahkan molekul dalam waktu minimum
(Behnoush, 2015), sehingga penting untuk meningkatkan hasil analisis dan
mengurangi waktu analisis. Metode paling sederhana yang tersedia untuk
mempersingkat proses analisis adalah mempersingkat panjang kolom dan
meningkatkan kecepatan aliran. Pendekatan ini, bagaimanapun, bisa berisiko,
karena campuran kompleks dari senyawa tidak akan dipisahkan secara memadai
dan efisiensi kolom akan jauh lebih rendah. Cara kedua untuk mempersingkat
waktu analisis adalah dengan mengurangi ukuran partikel. Hal ini
memungkinkan analisis kecepatan tinggi dengan efisiensi tinggi, tetapi aspek
negatifnya adalah generasi tekanan balik tinggi yang tidak dapat diterima untuk
sistem HPLC konvensional dan kolom analitik konvensional (Novakova, 2016).
 LC-MS
Jumlah senyawa yang dikandung setiap sampel. Liquid Chromatography Mass
Spectrometry (LC/MS-MS) adalah teknik analisis yang menggabungkan
kemampuan pemisahan fisik dari kromatografi cair dengan spesifisitas deteksi
spektrometri massa. Kromatografi cair memisahkan komponen-komponen
sampel dan kemudian ion bermuatan dideteksi oleh spektrometer massa. Data
LC-MS dapat digunakan untuk memberikan informasi tentang berat molekul,
struktur, identitas dan kuantitas komponen sampel tertentu, Senyawa dipisahkan
atas dasar interaksi relatif dengan lapisan kimia partikel-partikel (fase diam) dan
elusi pelarut melalui kolom (fase gerak) (Himawan, 2010).
Keuntungan dari LC-MS yaitu dapat menganalisis lebih luas berbagai
komponen, seperti senyawa termal labil, polaritas tinggi atau bermassa molekul
tinggi, bahkan juga protein (Wa Ode, 2019).
2.3 Fraksinasi
Fraksinasi merupakan teknik pemisahan ekstrak hasil maserasi yang telah
diuapkan sehingga diperoleh ekstrak kental. Fraksinasi ini menggunakan berbagai
pelarut dengan kepolaran yang berbeda-beda, sehingga masing-masing pelarut
mengandung senyawa dengan kepolaran yang berbeda pula (Mardha A. 2012).
2.4 Pelarut
Proses ekstraksi dapat menggunakan 3 jenis pelarut dengan tingkat kepolaran
yang berbeda, yaitu n-heksana (nonpolar), etil asetat (semipolar) dan etanol/metanol
(polar). Perbedaan pelarut dalam ekstraksi dapat mempengaruhi kandungan total
senyawa bioaktif (Santoso et al., 2012).
2.3.1 N-heksana
Pelarut n-Heksana adalah pelarut yang baik jika digunakan untuk
mengekstrak senyawa yang sifatnya non polar sebab mempunyai berbagai
kelebihan, yaitu volatil, stabil, dan selektif (Guenther, 1987). Berat Molekul
heksana adalah 86,2 gram/mol dengan titik leleh -94,3°C sampai -95,3°C. Titik
didih heksana pada tekanan 760 mmHg adalah 66°C sampai 71°C (Daintith,
1994). n-Heksan biasanya digunakan sebagai pelarut untuk ekstraksi minyak
nabati.
2.3.2 Etil Asetat
Etil Asetat merupakan senyawa organik berumus molekul
CH3COOCH2CH3 adalah zat sintesis dari ethanol dan asam asetat dengan
katalis asam sulfat melalui proses esterifikasi. Etil asetat atau juga sering
disebut sebagai EtOAc mempunyai massa molar 88,12g/mol. Senyawa ini
berwujud cairan tidak berwarna dan memiliki aroma yang khas (Dutia,
2004).
2.3.3 Etanol/Metanol
Metanol biasa digunakan sebagai pelarut organik, merupakan jenis
alkohol yang mempunyai struktur paling sederhana, tetapi paling toksik
pada manusia. Sedangkan Etanol, disebut juga etil alkohol, alkohol murni,
alkohol absolute atau alkohol saja,adalah sejenis cairan yang mudah
menguap, mudah terbakar, tak berwarna, dan merupakan alkohol yang
paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari (Norma Nabila, 2011).
2.5 Uji Bioaktivitas
Komponen kimia minyak atsiri pada kulit jeruk siam memiliki aktivitas
biologi yang meliputi antiokasidan, antibakteri, larvasida. Antioksidan
merupakan zat yang mampu menstabilkan/menghambat adanya reaksi berantai
dalam pembentukan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron
yang dimiliki radikal bebas (Parwati et al., 2014). Menurut penelitian Septiani,
2012 kulit jeruk siam (Citrus nobilis L. var Microcarpa) yang berasal dari
Pontianak, Kalimantan Barat mengandung senyawa fenol dan flavonoid
mempunyai aktivitas antiokasidan dengan nilai IC50 diperoleh sebesar
98.94813 μg/mL. Antibakteri merupakan zat yang mampu mengendalikan atau
menghambat perkembangan bakteri merugikan. Senyawa pada minyak atsiri
kulit jeruk yang digunakan untuk antibakteri terdiri dari limonene, γ -mirsen,
flavonoid, saponin dan triterpenoid (Wirawan et al., 2018). Larvasida adalah
bahan yang berfungsi untuk mengendalikan pertumbuhan larva. Menurut
Santoso et al., 2020, kulit jeruk Citrus nobilis mempunyai potensi sebagai
larvasida alami, karena larva mati dapat mencapai 95% dalam 24 jam dengan
menggunakan konsentrasi tertinggi pada penelitian yaitu 3000 ppm. Pada kulit
jeruk siam (Citrus nobilis) terdapat senyawa metabolit yang mampu
menyebabkan toksisitas pada larva nyamuk seperti flavanoid, saponin,
terpenoid.

Anda mungkin juga menyukai