Anda di halaman 1dari 17

STUDI KOMPARATIF PENDAPAT IMAM NAWAWI DAN

SYEKH ABDUL AZIZ BIN BAZZ TENTANG ISBAL

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Syariah IAIN Purwokerto untuk memenuhi salah


satu syarat guna mendapatkan gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh
MOH. FAHMI SAHAL ITSNAINI
NIM: 1717304031

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PURWOKERTO
2020

1
PEDOMAN TRANSLITERASI BAHASA ARAB-LATIN

Transliterasi kata-kata Arab yang dipakai dalam penyusunan skripsi ini


berpedoman pada Surat Keputusan Bersama antara Menteri Agama dan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan RI. Nomor 158 tahun 1987 Nomor 0543 b/u/1987
tanggal 10 September 1987 tentang pedoman transliterasi Arab-Latin dengan
beberapa penyesuaian menjadi berikut:
1. Konsonan
Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama
‫ا‬ alif tidak dilambangkan tidak dilambangkan
‫ب‬ ba B be
‫ت‬ ta T te
‫ث‬ ṡa ṡ es (dengan titik di atas)
‫ج‬ jim J je
‫ح‬ ḥa ḥ ha (dengan titik di bawah)
‫خ‬ kha Kh ka dan ha
‫د‬ dal D de
‫ذ‬ żal Ż zet (dengan titik di atas)

‫ر‬ ra R er
‫ز‬ za Z zet
‫س‬ sin S es
‫ش‬ syin Sy es dan ye
‫ص‬ ṣad ṣ es (dengan titik di bawah)
‫ض‬ ḍad ḍ de (dengan titik di bawah)
‫ط‬ ṭa ṭ te (dengan titik di bawah)
‫ظ‬ ẓa ẓ zet (dengan titik di bawah)
‫ع‬ ‘ain …. ‘…. koma terbalik keatas
‫غ‬ gain G Ge
‫ف‬ fa F Ef
‫ق‬ qaf Q Ki

2
‫ك‬ kaf K Ka
‫ل‬ lam L El
‫م‬ mim M Em
‫ن‬ nun N En
‫و‬ wawu W We
‫ه‬ ha H Ha
‫ء‬ hamzah ' Apostrof
‫ي‬ ya Y Ye

2. Vokal
1) Vokal tunggal (monoftong)
Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau
harakat, transliterasinya sebagai berikut:
Tanda Nama Huruf latin Nama
fatḥah A A
َ Kasrah I I
ََ ḍamah U U

ََ ‫َك َت‬
Contoh: ‫ب‬ -kataba َ‫ َي ْذهَب‬- yażhabu
َ‫َف َع َل‬ -fa‘ala َ ‫ –سئِ َل‬su'ila
2) Vokal rangkap (diftong)
Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan
antara harakat dan huruf, transliterasinya gabungan huruf, yaitu:
Tanda dan Nama Gabungan Nama
Huruf َ Huruf
ْ‫ي‬ Fatḥah dan ya Ai a dan i
ْ‫و‬ َ Fatḥah dan Au a dan u
wawu
َْ ‫ َكي‬- kaifa
Contoh: ‫ف‬ ْ‫ – َهو َل‬haula

3
3. Maddah
Maddah atau vocal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf,
transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:
Tanda dan Nama Huruf dan Nama
Huruf Tanda
a dan garis di
fatḥah dan alif
َ
…‫ا‬... Ā atas
ْ‫…ي‬. i dan garis di
Kasrah dan ya
Ī atas
ḍamah dan u dan garis di
ََ
‫ْو‬----- wawu Ū atas

Contoh:
ْ‫ َقا َل‬- qāla ْ‫ قِي َل‬- qīla
‫رمى‬-
َ ramā ‫ – يقول‬yaqūlu
4. Ta Marbūṭah
Transliterasi untuk ta marbūṭah ada dua:
1) Ta marbūṭah hidup
ta marbūṭah yang hidup atau mendapatkan ḥarakatfatḥah, kasrah dan
ḍammah, transliterasinya adalah /t/.
2) Ta marbūṭah mati
Ta marbūṭah yang mati atau mendapat ḥarakat sukun, transliterasinya
adalah /h/.
3) Kalau pada suatu kata yang akhir katanya tamarbūṭah diikuti oleh kata
yang menggunakan kata sandang al, serta bacaan kedua kata itu terpisah
maka ta marbūṭah itu ditransliterasikan dengan ha (h).
contoh:
‫روضة األ طفال‬ Rauḍah al-Aṭfāl
‫املدينة املنورة‬ al-Madīnah al-Munawwarah
‫طلحة‬ Ṭalḥah

4
5. Syaddah (tasydid)
Syaddah atau tasydid yang dalam system tulisan Arab dilambangkan
dengan sebuah tanda syaddah atau tanda tasydid. Dalam transliterasi ini tanda
syaddah tersebut dilambangkan dengan huruf, yaitu huruf yang sama dengan
huruf yang diberi tanda syaddah itu.
Contoh:
ْ‫ربّنا‬- rabbanā
َّ nazzala
‫–نزل‬
6. Kata Sandang
Kata sandang dalam system tulisan Arab dilambangkan dengan huruf,
yaitu ‫ال‬, namun dalam transliterasinya kata sandang itu dibedakan antara kata
sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyyah dengan kata sandang yang diikuti
huruf qamariyyah.
1) Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsyiyyah, kata sandang yang
diikuti oleh huruf syamsiyyah ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya,
yaitu huruf /l/ diganti dengan huruf yang sama dengan huruf yang
langsung mengikuti kata sandang itu.
2) Kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyyah, ditransliterasikan sesuai
dengan aturan yang digariskan di depan dan sesuai dengan bunyinya.
Baik diikuti huruf syamsiyyah maupun huruf qamariyyah, kata
sandang ditulis terpisah dari kata yang mengikuti dan dihubungkan dengan
tanda sambung atau hubung.
Contoh:
‫ الرجل‬- al-rajulu
‫ القلم‬- al-qalamu
7. Hamzah
Dinyatakan di depan bahwa hamzah ditransliterasikan dengan apostrop.
Namun itu, hanya terletak di tengah dan di akhir kata. Bila Hamzah itu terletak
di awal kata, ia dilambangkan karena dalam tulisan Arab berupa alif.

5
Contoh:
Hamzah di awal ‫اكل‬ Akala
Hamzah di tengah ‫تأخذون‬ ta’khuz|ūna
Hamzah di akhir ‫النوء‬ an-nau’u

8. Penulisan Kata
Pada dasarnya setiap kata, baik fi’il, isim maupun huruf, ditulis terpisah.
Bagi kata-kata tertentu yang penulisannya dengan huruf arab yang sudah
lazim dirangkaikan dengan kata lain karena ada huruf atau harakat dihilangkan
maka dalam transliterasi ini penulisan kata tersebut bisa dilakukan dua cara;
bisa dipisah perkata dan bisa pula dirangkaikan. Namun penulis memilih
penulisan kata ini dengan perkata.
Contoh:
‫وان اهلل هلو خريالرازقني‬ : wa innallāha lahuwa khair ar-rāziqīn
‫فاوفوا الكيل وامليزان‬ : fa aufū al-kaila waal-mīzan

9. Huruf Kapital

Meskipun dalam sistem tulisan arab huruf kapital tidak dikenal, transliterasi
ini huruf tersebut digunakan juga. Penggunaan huruf kapital digunakan untuk
menuliskan huruf awal, nama diri tersebut, bukan huru fawal kata sandang.
Contoh:
‫وماحمد اال رسو ل‬ Wa māMuḥammadun illā rasūl.
‫ولقد راه باالفق املبني‬ Wa laqad raāhu bi al-ulfuq al-mubīn

6
STUDI KOMPARATIF PENDAPAT IMAM NAWAWI DAN
SYEKH ABDUL AZIZ BIN BAZZ TENTANG ISBAL
OUTLINE
HALAMAN JUDUL
PEDOMAN TRANSLITERASI
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
D. Metode Penelitian
E. Tinjauan Pustaka
F. Sistematika Penulisan
BAB II PENGERTIAN DAN PERMASALAHAN ISBAL
A. Definisi Isbal
B. Pandangan tokoh Ulama Indonesia tentang Isbal
C. Problematika Isbal di zaman sekarang
BAB III PENDAPAT IMAM NAWAWI DAN SYEKH ABDULLAH
BIN BAZZ TENTANG ISBAL
A. Biografi Imam Nawawi
B. Biografi Syekh Abdulah Bin Bazz
C. Pendapat Imam Nawawi
D. Pendapat Syekh Abdullah Bin Bazz
BAB IV PERBANDINGAN PENDAPAT IMAM NAWAWI DAN BIN
BAZZ
A. Hukum Isbal haram secara mutlak
B. Hukum Isbal haram dengan syarat
C. Pandangan penulis terhadap kedua pendapat tentang Isbal
1. Seberapa pengaruhkah Isbal pada kehidupan sehari-hari
2. Sikap yang di ambil penulis dalam masalah Isbal
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran

7
STUDI KOMPARATIF PENDAPAT IMAM NAWAWI DAN
SYEKH ABDUL AZIZ BIN BAZZ TENTANG ISBAL

A. Latar Belakang Masalah


Sebuah pembahasan yang cukup kontroversial di kalangan umat Islam
tentang permasalahan Isbal sejak era klasik hingga era modern. Merupakan realita
kebiasaan orang terdahulu hingga sekarang, baik disengaja ataupun tidak
disengaja, ataupun di iringi dengan rasa bangga terhadap strata sosial ataukah
karena kesombongan. Penilaian tentang Isbal harus dengan sudut pandang dan
kacamata yang benar. Ketika ingin melihat kategori hukum syar’i maka harus
menggunakan kacamata dan sudut pandang syari’at bukan dengan ‘athifah atau
kecenderungan perasaan atau standar penilainnya. Karena melihat banyaknya
orang yang melakukan kesalahan namun di pandang biasa saja atau hanya sebelah
mata.
Demikian pula terkait hukum Isbal (memanjangkan pakaian atau busana
melebihi mata kaki) termasuk dosa besar menurut sebagian ulama, yang kurang di
perhatikan oleh sebagian umat islam. Sementara sudah banyak hadis yang
meriwayatkan tentang larangan Isbal karena riya’ dan sombong, bahkan telah
mencapai mutawatir1 maknawi, lebih dari 20 sahabat yang meriwayatkannya.
Sehingga sampai saat ini para masyarakat umumnya dan para pemuda khususnya
sudah banyak yang terbawa oleh arus perkembangan zaman yang sudah jauh dari
tatanan yang telah di contohkan oleh Nabi.
Di kalangan masyarakat islam di indonesia, banyak orang yang ber-fashion
dengan sudut pandang model, style, dan trendi saja. Seperti seorang perempuan
yang berpakaian pendek atau yg berpakaian minimalis, atau seperti seorang laki-
laki yang berpakaian layaknya seorang raja hingga pakaiannya melebihi mata kaki
dan terseret-seret, sehingga dengan itu merasakan bangga dengan penampilannya.
Namun ironisnya hal ini malah mendapat pujian oleh sebagian orang yang

1
Secara etimologi, mutawatir berarti berurut, sedangkan menurut terminologi, yang di
gunakan dalam ulum al hadis ialah berita yang di riwayatkan oleh banyak orang pada setiap
tingkat perowinya, mulai dari tingkat sahabat sampai pada mukharijj, yang dapat di simpulkan
bahwa tidak memungkinkan periwayat hadisnya berdusta.

8
melihatnya, sehingga hal tersebut menjadi fashion dan style yang merupakan hal
biasa, akan tetapi tidak sadar bahwa hal tersebut merupakan pelanggaran terhadap
ajaran yang di berikan oleh Rasulullah.
Ada beberapa permasalahan lain terkait Isbal, masihkah Isbal di haramkan
ketika sudah menjadi tuntutan budaya atau apabila Isbal di haramkan karena
kesombongan?, lantas bagaimana jika seseorang tidak memanjangkan pakaiannya
tetapi malah mengepuk dan membusungkan dadanya karena kesombongan?,
problematika seperti inilah yang menyebabkan perbedaan pendapat di beberapa
kalangan ulama.
Umumnya jika menyinggung Isbal maka memiliki makna tentang celana
cingkrang. Jika seseorang mengenakan celana cingkrang maka bisa di kategorikan
dia tidak berIsbal begitupun sebaliknya.
Jika membaca pendapat para ulama salaf maupun kholaf memang sangat
beragam terkait ketetapan hukum Isbal. Sebagian mengatakan haram secara
mutlak sedang sebagian lain menghukumi haram dengan syarat yaitu sombong.
Untuk ulama yang mengatakan haram secara mutlak, mereka berargumen
berdasarkan hadist nabi yang berbunyi2 :

‫ما أسفل من الكعبني من االزار ففي النار‬


“kain yang panjangnya di bawah mata kaki tempatnya adalah neraka”(HR.
Bukhari 5787)3
Sedangkan ulama yang menghukumi haram dengan syarat berdasarkan
hadis yang berbunyi:

‫ ان احد شقي ثويب‬: ‫ فقال أبو بكر‬.‫من جر ثوبه خيالء مل ينظر اهلل اليه يوم القيامة‬
‫ انك لن‬: ‫ اال أن أتعا هد ذللك منه ؟ فقال رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم‬, ‫يسرتخي‬
‫ امسعه ذكر اال ثوبه‬: ‫ فقلت لسامل‬: ‫ قال موسى‬. ‫تصنع ذللك خيالء‬
“Barangsiapa menjulurkan pakaiannya karena sombong, tidak akan di lihat
oleh allah pada hari kiamat. Abu Bakar berkata : salah satu sisi pakaianku
akan melorot kecuali aku ikat dengan benar. Rasulullah bersabda : Engkau
tidak melakukan itu karena sombong. Musa bertanya kepada Salim, apakah
Abdullah Bin Umar menyebutkan Barang siapa menjulurkan kainnya?

2
Abu Hafs Tasyrif, larangan berpakaian Isbal (Solo: at-Tibyan), hal 32
3
HR. Bukhari no.5787.

9
Salim menjawab : yang saya dengar hanya ‘barang siapa menjulurkan
pakainnya’.”(HR. Bukhari 3665, Muslim 2085).4
Dalam permasalahan ini Al-Imam An-Nawawi rahimahullah adalah ulama
besar di masa lalu yang menulis banyak kitab, di antaranya Syarah Shahih
Muslim. Kitab ini adalah kitab yang menjelaskan kitab Shahih Muslim. Beliau
juga adalah penulis kitab hadis lainnya, yaitu Riyadhus-Shalihin yang sangat
terkenal ke mana-mana. Termasuk juga menulis kitab hadis sangat populer, Al-
Arba'in An-Nawawiyah. Juga menulis kitab I'anatut-Thalibin dan lainnya.
Di dalam Syarah Shahih Muslim, beliau menuliskan pendapat:

Adapun hadis-hadis yang mutlak bahwa semua pakaian yang melewati mata
kaki di neraka, maksudnya adalah bila dilakukan oleh orang yang sombong.
Karena dia mutlak, maka wajib dibawa kepada muqayyad, wallahu a'lam.
Dan Khuyala' adalah kibir (sombong). Dan pembatasan adanya sifat
sombong mengkhususkan keumuman musbil (orang yang melakukan Isbal)
pada kainnya, bahwasanya yang dimaksud dengan ancaman dosa hanya
berlaku kepada orang yang memanjangkannya karena sombong. Dan Nabi
SAW telah memberikan rukhshah (keringanan) kepada Abu Bakar Ash-
Shiddiq ra seraya bersabda, "Kamu bukan bagian dari mereka." Hal itu
karena panjangnya kain Abu Bakar bukan karena sombong5.

Dalam sriwayat Rasulullah mengecam orang yang menyeret pakaiannya


karena sombong. Ancamannya adalah tidak di lihat Allah pada hari kiamat,
artinya tidak di kasihi dan di rahmati tetapi di benci dengan amat sangat.
Ancaman tersebut membuat Abu Bakar menjadi khawatir jika larangan Isbal
tersebut merupakan larangan secara mutlak. Maka beliau menanyakan kondisi
pakaiannya yang selalu terjulur/Isbal kecuali beliau benar-benar menjaganya.
Kekhawatiran itu tentu beralasan jika Isbal benar-benar di haramkan secara
mutlak. Namun ternyata Rasulullah mengatakan Isbalnya Abu Bakar bukan
karena sombong. Hal ini dapat di ambil dua pendapat yaitu, pertama; Taqrir Nabi
terhadap Isbalnya Abu Bakar, kedua; Isbal hanya di larang jika ada unsur
kesombongan.6

‫لست ممن يصنعه خيالء‬


4
HR. Bukhari no. 3665, Muslim no. 2085.
5
Al-Minhaj Syarah Shohih Muslim juz 14 halaman 62
6
M.R. Rozikin, fikih Isbal (Malang: UB Press, 2016) ,hlm.13

10
“Engkau bukan termasuk orang yang melakukan hal itu karena sombong”
Lafadz ini menunjukan bahwa di zaman Nabi perilaku Isbal itu ada dua
golongan, yaitu golongan yang melakukannya karena sombong dan golongan
yang melakukannya bukan karena sombong.
Maka klaim bahwa Isbal itu haram secara mutlak dan sudah disepakati oleh
semua ulama adalah klaim yang kurang tepat. Sebab siapa yang tidak kenal
dengan Al-Hafidz Ibnu Hajar dan Al-Imam An-Nawawi rahimahumallah.
Keduanya adalah begawan ulama sepanjang zaman. Dan keduanya mengatakan
bahwa Isbal itu hanya diharamkan bila diiringi rasa sombong.
Syeikh Bin Bazz atau Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Bazz adalah
seorang ulama kontemporer yang ahli dibidang sains Hadis, Aqidah, dan Fiqih.
lahir di Riyadh Arab Saudi tahun 1909 M/1330 H. Jelas dan tegas sekali beliau
mengatakan bahwa Isbal itu haram, apapun alasannya. Dengan niat riya’ atau pun
tanpa niat riya’. Pendeknya, apapun bagian pakaian yang lewat dari mata kaki
adalah dosa besar dan menyeret pelakunya masuk neraka.7
Beliau amat serius dalam masalah ini, sampai-sampai fatwa beliau yang
paling terkenal adalah masalah keharaman mutlak perilaku Isbal. Setidaknya,
fatwa inilah yang selalu dan senantiasa dicopy-paste oleh para murid dan
pendukung beliau, sehingga memenuhi ruang-ruang cyber di mana-mana. Berikut
ini adalah salah satu petikan fatwa beliau:8
Apa yang di bawah kedua mata kaki berupa sarung maka tempatnya di
Neraka " (Hadis Riwayat Bukhari dalam sahihnya)
"Ada tiga golongan yang tidak akan dilihat oleh Allah di hari Kiamat, tidak
dilihat dan tidak disucikan (dari dosa) serta mendapatkan azab yang sangat
pedih, yaitu pelaku Isbal (musbil), pengungkit pemberian dan orang yang
menjual barang dagangannya dengan sumpah palsu." (HR Muslim)9
Kedua hadis ini dan yang semakna dengannya mencakup orang yang
menurunkan pakaiannya (Isbal) karena sombong atau dengan sebab lain. Karena
Rasulullah SAW mengucapkan dengan bentuk umum tanpa mengkhususkan.

7
Fatwa Syaikh Abdul Aziz Ibn Abdullah Ibn Bazz dinukil dari Majalah Ad Da'wah hal
218
8
https://asysyariah.com/pembelaan-asy-syaikh-abdul-aziz-bin-baz-terhadap-hadis-hadis-
nabi-shallallahu-alaihi-wasallam
9
Majalatul buhuts al-islamiyah juz 33 halaman 113

11
Kalau melakukan Isbal karena sombong, maka dosanya lebih besar dan
ancamannya lebih keras.
Tidak boleh menganggap bahwa larangan melakukan Isbal itu hanya karena
sombong saja, karena Rasullullah SAW tidak memberikan pengecualian hal itu
dalam kedua hadis yang telah kita sebutkan tadi, sebagaiman juga beliau tidak
memberikan pengecualian dalam hadist yang lain.
Dengan pendapat kedua ulama di atas, maka penulis termotivasi untuk
mengkaji secara lebih mendalam terkait hukum Isbal, baik oleh ulama klasik,
modern maupun kontemporer. Melihat perbedaan pendapat oleh kedua pakar
hukum islam. Penulis akan mengkaji lebih mendalam dengan bentuk skripsi dan
mengangkat judul “STUDI KOMPARATIF PENDAPAT IMAM NAWAWI
DAN SYEKH ABDUL AZIZ BIN BAZZ TENTANG ISBAL”
B. Rumusan Masalah
Dari beberapa uraian yang telah di paparkan dalam latar belakang, maka
dapat di rumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pendapat Isbal menurut Imam Nawawi dan Syekh Abdul Aziz Bin
Bazz tentang Isbal ?
2. Bagaimanakah komparasi pendapat dari Imam Nawawi dan Syekh Abdul Aziz
Bin Bazz tentang Isbal ?
C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah di sampaikan di atas,maka tujuan
dan kegunaan penelitin ini yaitu
1. Tujuan penelitian :
a. Mengetahui pendapat Imam Nawawi dan Abdullah Bin Bazz tentang Isbal,
b. Mengetahui komparasi pendapat dari Imam Nawawi dan Syekh Abdul Aziz
Bin Bazz tentang Isbal.
2. Kegunaan penelitian :
a. Penulis mengharapkan pembaca dapat mengambil manfaat dari keterangan
yang sudah di tuliskan oleh penulis.

12
b. Penelitian ini di harapkan dapat menambah pengetahuan dan refrensi bagi
penulis maupun pembaca dalam bentuk informasi dan sumber-sumber
hukum islam lainnya.
c. Di harapkan setelah membaca tulisan ini pembaca atau penulis
mendapatkan pengetahuan yang lebih, sehingga dapat memberikan
informasi untuk orang lain dan dapat mengamalkannya dengan benar.
d. Di samping itu, penelitian ini bertujuan untuk menelusuri kualitas sanad
dan matan hadist tersebut, sehingga nantinya dapat memberikan pemikiran
dalam kehidupan sosial yang memang sesuai dengan apa yang di
contohkan oleh Nabi semasa hidupnya bersama para sahabat yang
kemudian di sampaikan kepada tabi’in selanjutnya tabi’ tabi’in berurutan
pada akhirnya sampai kepada kita sekarang.
D. Metodologi Penelitian
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah jenis
penelitian kepustakaan (library research) yaitu penelitian dengan cara
mengkaji atau menganalisis data yang bersumber dari kepustakaan. Penelitian
ini disebut juga dengan studi literatur yang terkait dengan masalah yang
dibahas dalam sebuah penelitian dan juga literature lain yang kemudian di
analisis menjadi sebuah kesimpulan.
2. Sumber data
Dalam pengumpulan data data yang dibutuhkan peneliti banyak menggali
data data kepustakaan atau literature-literature buku yang berkaitan dengan
penelitian skripsi ini. Sumber data yang digunakan yaitu :
a. Sumber data primer
Sumber data primer adalah bahan pustaka yang berisikan pengetahuan
ilmiah yang baru dan mutakhir, ataupun pengertian tentang fakta yang
diketahui maupun mengenai suatu gagasan.
Adapun sumber data primer yang penulis gunakan adalah kitab shahih
muslim karya Imam Nawawi,Terjemah Riyadhus Shalihin, Syarah Kitab

13
al-Jami’, fikih tentang Isbal karya M.R. Rozikin,dan buku-buku atau kitab-
kitab tentang Isbal.
b. Sumber data sekunder
Sumber data sekunder yaitu bahan pustaka yang berisikan informasi
tentang bahan primer. Dengan adanya data sekunder tersebut, seorang
peneliti tidak perlu mengadakan penelitian sendiri dan secara langsung
terhadap faktor-faktor yang menjadi latar belakang penelitianya. Soerjono
soekanto mengatakan bahwa sumber data sekunder mempunyai ruang
lingkup yang sangat luas meliputi surat-surat pribadi , buku-buku, sampai
pada dokumen dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah.10Dalam
hal ini sumber data sekunder peneliti ambil dari fatwa, jurnal dan artikel
tentang Isbal.
3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data, peneliti menggunakan metode pengumpulan
data melalui dokumentasi. Metode ini merupakan kajian dari bahan
dokumenter yang tertulis bisa berupa buku, teks, surat kabar, majalah, surat-
surat, film catatan harian, naskah, artikel dan sejenisnya. Bahan juga dapat
berasal dari pikiran seseorang yang tertuang di dalam buku atau naskah yang di
publikasikan. Untuk kemudian di interpretasikan, di analisis, digali untuk
menentukan tingkat pencapaian pemahaman terhadap topic tertentu dari sebuah
bahan atau teks tersebut. 11
4. Teknik Analisis Data
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif. Penelitian
kualitatif adalah prosedur yang menghasilkan data-data deskriptif, yang
meliputi kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang yang memahami objek
penelitian yang sedang dilakukan yang dapat didukung dengan studi literature
berdasarkan pendalaman kajian pustaka baik berupa data maupun angka yang

10
Soerjono soekanto dan sri mamudji, penelitian hukum normative, hlm. 30.
11
V. wiratna sujarweni, metodologi penelitian lengkap, praktis dan mudah dipahami
(Yogyakarta: PT Pustaka Baru, 2014), hlm. 23.

14
dapat dipahami dengan baik dengan tujuan untuk memahami fenomena dari
subjek penelitian.12
Kemudian untuk memperoleh data yang valid maka peneliti menggunakan
metode descriptive analisis. Yang di maksud dengan metode descriptive
analisys adalah suatu penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran
tentang realitas pada objek yang di teliti secara objektif.13

E. Tinjauan Pustaka
Penelitian ini mengambil dari beberapa sumber yang di jadikan sebagai
bahan rujukan, yaitu:
1. Kajian buku fikih Isbal kayra M.R. Rozikin, dalam buku ini menguat
beberapa pendapat ulama yang Isbal haram secara mutlak (baik disertai
sombong atau tidak), kemudian pendapat hukum Isbal haram apabila di
sertai kesombongan, dan mubah apabila disertai sombong. Dalam buku
ini juga memuat bantahan argumentasi yang menyatakan hukum Isbal
haram, mubah dan makruh.
2. Jurnal dengan judul Kontroversi hadis-hadis tentang Isbal di tulis oleh
Muhamad Nasir IAIN Sultan Amai Gorontalo dan di publikasikan oleh
Jurnal Farabi Volume 10 Nomor 1 Bulan Juni 2013 , kajian yang di
lakukan adalah telaah kritis sanad dan matan hadis tentang Isbal. Dalam
jurnal terbeut berkesimpulan bahwa lafadz atau hadis-hadis yang
melarang Isbal di batasi oleh hadis lain Memanglah kajian yang di
lakukan sama-sama mengenai Isbal, akan tetapi yang membedakan
dengan kajian yang di lakukan peneliti terletak pada komperasi
argumentasi dan hukum Isbal, karena memiliki banyak pro kontra
pendapat oleh kalangan ulama.
3. Jurnal dengan judul Isbal Dalam Perspektif Gerakan Jamaah Tablig
yang di tulis oleh Ahmad Mujtabah dan di terbitkan oleh Institutional
Repository UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Volume 10, No. 2, Juli
12
Lexy j moleong, metodologi penelitian kualitatif (Bandung: rosda, 2009). hlm. 4.
13
Sukandarrumidi, metodologi penelitian (petunjuk praktis untuk peneliti pemula )
(Yogyakarta: Gajahmada University press, 2004). Hlm, 104.

15
2009, dalam jurnal ini kesimpulannya adalah Jamaah Tablig
mengkategorikan Isbal sebagai adab-adab berpakaian umat Islam yang
merupakan ajaran dan tuntunan Rasul. Adapun dalil-dalil yang mereka
gunakan dalam hal Isbal adalah hadis-hadis Nabi yang terdapat dalam
kitab Riyadh as-Salihin karya Imam Nawawi, terbitan Dar al-Fikr,
Beirut. Sedikit berbeda dengan yang di kaji oleh peneliti, dalam hal ini
peneliti mengkaji lebih tentang pendapat Imam Nawawi dan Syekh Bin
Bazz tentang Isbal yang kemudian di komparasikan sehingga
menemukan jawaban terkait hukum Isbal dan alasan argumentasinya.
F. Sistematika Penelitian
Sistematika pembahasan dalam penelitian ini akan di uraikan secara
mendalam dan membaginya menjadi 5 bab, pendahuluan dan untuk bab
selanjutnya akan terdiri dari sub bab masing-masing permasalahan, sebagai
berikut :
Bab I adalah pendahuluan, yang berisi latar belakang, rumusan masalah,
tujuan dan kegunaan penelitian, hipotesis, metodologi penelitian, tinjauan pustaka,
dan sistematika penelitian.
Bab II akan membahas tentang penjelasan Isbal, yang meliputi pengertian,
syarat dan permasalahan Isbal.
Bab III akan membahas tentang pendapat Imam Nawawi dan Syekh Bin
Bazz tentang Isbal.
Bab IV pada bab ini akan menguraikan tentang komparasi, persamaan
pendapat kedua tokoh terhadap hukum Isbal.
Bab V adalah bab penutup, berisi tentang kesimpulan dan kritik-saran
sabagai penutup atau akhir dari penulisan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: rosda. 2009.

M.R. Rozikin, fikih Isbal, Malang : UB Press. 2016

Imam Nawawi, Riyadhus Shalihin. terj. Zaenal Mutaqin, Bandung: penerbit jabal,
2010.

Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah Bin Bazz, Syarah Kitab Al- Jami’. terj.
Fathul Mujib, Yogyakarta: Attuqa. 2018.

Ahmad Mujtabah. Isbal dalam prespektif gerakan jamaah tabligh. Jurnal


Institutional Repository UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2015.

Muhammad Nasir. Kontroversi hadis-hadis tentang Isbal. Jurnal Farabi Institut


Agama Islam Negri Sultan Amai Gorontalo. 2013.

Hadis Riwayat Bukhari no.5787


HR. Bukhari no. 3665, Muslim no. 2085.
HR. Bukhari no.5784,3665.
HR. Ahmad dalam al-Musnad 5/64 no. 20635 dan Abu Dawud no. 4084, serta
dinilai shahih oleh al-Albani dalam Shahih Abi Dawud no. 4084

17

Anda mungkin juga menyukai