Kelas A
Kelas B
3. Analisa terkait 1. Undang-Undang Kemacetan merupakan salah satu problematika yang dialami DKI
penanggulangan Nomor 28 Tahun Jakarta sebagai sebuah Ibu Kota Negara Kesatuan Republik
kemacetan namun 2009 tentang Indonesia, oleh sebab itu alasan yang melatarbelakangi
tetap sejalan Pajak Daerah dan pemindahan ibu kota negara ke Kabupaten Penajam Paser Utara,
dengan Retribusi Daerah Kalimantan Timur. Namun demikian, permasalahan kemacetan
peningkatan 2. Peraturan Daerah tidak serta merta hanya disebabkan oleh status ‘ibu kota’ dari
penerimaan pajak DKI Jakarta Jakarta saja, tetapi lebih luas lagi karena selain menjadi sebuah Ibu
daerah PKB dan Nomor 2 tahun Kota, DKI Jakarta merangkap menjadi pusat bisnis Indonesia.
BBN KB, 2015 tentang
pengendalian Pajak Kendaraan Pemindahan ibukota ke Penajam Paser Utara dinilai tidak
pertumbuhan Bermotor menyelesaikan masalah kemacetan di Ibukota, karena jumlah
Kbm melalui 3. Peraturan Daerah kendaraan di Ibu Kota hanya akan berkurang secara tidak
kebijakan fiskal, DKI Jakarta signifikan. Alasannya ada pemindahan ibukota hanya akan diiringi
peningkatan Nomor 6 tahun dengan pegawainya saja, yaitu dalam hal ini adalah PNS yang
sarana 2019 tentang Bea bekerja di lingkungan Kementerian, DPR, DPD, MPR, dan jajaran
transportasi Balik Nama lembaga negara. Selebihnya yaitu pelaku bisnis dan masyarakat
massal dan Kendaraan lokal Jakarta tetap akan tinggal di Jakarta tidak peduli dengan
kebijakan pajak Bermotor perubahan statusnya.
dan retribusi (BBNKB)
parkir 4. Pajak Daerah DKI Karena masyarakat yang akan berpindah ke Penajam Paser Utara
Jakarta Nomor 16 diperkirakan hanya dari golongan PNS saja, maka diperkirakan
tahun 2010 juga jumlah kendaraan yang berpindah hanyalah kendaraan dinas.
tentang Pajak Dengan demikian, maka permasalahan macet yang disebabkan
Parkir penggunaan kendaraan pribadi tetap akan terjadi sekalipun Ibukota
akan berpindah ke Penajam Paser Utara
“Pasal 5
ANALISIS MASALAH
Salah satu kelemahan administrasi yang menghambat pemungutan
pajak yang optimal adalah dalam pendataan jumlah reklame yang
terpasang. Berdasarkan data yang diambil dari Dinas Pelayanan
Pajak DKI Jakarta tahun 2016, jumlah reklame di Jakarta sudah
mencapai 1 juta lebih, namun yang terdaftar hanya sekitar
150.000. Semakin sulit objek pajak dideteksi, maka kepatuhan
pajak semakin rendah. Salah satu masalah yang menyebabkan
penerimaan pajak reklame adalah masih rendahnya tingkat
kesadaran pemasang reklame sebagai wajib pajak reklame untuk
mendaftarkan reklamenya agar mendapatkan izin, serta untuk
memperpanjang izin reklame bagi reklame yang sudah habis izin
pemasangannya. Kesadaran pemasang reklame amatlah penting
karena pajak reklame ditetapkan dengan sistem official assesment,
yaitu wajib pajak memasukkan data melalui surat permohonan
penyelenggaraan reklame dan setelah melalui pemeriksaan
lapangan berdasarkan data yang ada, kemudian ditetapkanlah
besarnya pajak.
5. Optimalisasi - Undang-Undang DKI Jakarta perlu untuk memiliki sumber pendanaan daerah yang
penerimaan Nomor 28 Tahun reliabel dan besar untuk dapat mewujudkan visi dan misi DKI
daerah (Pajak 2009 tentang Jakarta yaitu “Jakarta Kota Maju, Lestari, Berbudaya, Keadilan
Hotel, Restoran, Pajak Daerah dan dan Kesejahteraan bagi semua”. Sumber pendanaan daerah
Hiburan, PBB, Retribusi Daerah tersebut dapat dilakukan dengan optimalisasi penerimaan pajak
dan BPHTB) - Peraturan Daerah daerah. Optimalisasi pajak daerah dapat dilakukan yaitu dengan
melalui kegiatan Nomor 11 Tahun ekstensifikasi dan intensifikasi pajak daerah.
Intensifikasi dan 2011 tentang
Ekstensifikasi Pajak Restoran Ekstensifikasi Pajak Daerah DKI Jakarta
- 1. Untuk pajak hotel dapat dilakukan dengan mencari
informasi mengenai para pelaku hotel di DKI Jakarta.
Pencarian informasi ini dapat dilakukan dengan bekerja
sama dengan aplikasi pencarian hotel, kamar kos
apartemen, maupun penginapan lainnya;
2. Pencarian informasi juga dapat dilakukan untuk Pajak
Restoran dengan melihat pada aplikasi pencarian restoran
yang ada di DKI Jakarta dan mencocokkannya pada
database pajak daerah milik DKI Jakarta;
3. Otoritas pajak daerah DKI Jakarta harus terus melakukan
sosialisasi sebagai upaya persuasif agar para pelaku yang
belum melaksanakan kewajiban perpajakannya dapat
tercipta self-awareness pada diri masing-masing;
4. Selain melalui cara persuasif, otoritas pajak DKI Jakarta
juga harus mempersiapkan upaya represif bagi Wajib Pajak
yang masih belum melaksanakan kewajiban perpajakan
daerahnya meskipun telah dilakukan sosialisasi. Upaya ini
dapat menjadi upaya terakhir untuk dapat menimbulkan
deterrent effect b agi para Wajib Pajak “nakal”.
6. Peningkatan - Pasal 80 ayat (1) 1. Menaikkan Rentang Tarif Progresif Pada NJOP Atas
kesejahteraan dan Undang-Undang Pasal 80 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
keadilan Republik 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Tarif
masyarakat Indonesia Nomor Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan
melalui kebijakan 28 tahun 2009 paling tinggi sebesar 0,3% (nol koma tiga persen). Kemudian,
pemungutan tentang Pajak Pemerintah Provinsi Gubernur DKI Jakarta dalam Pasal 6
pajak PBB dan Daerah dan Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor
BPHTB Retribusi Daerah 16 tahun 2011 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
- Pasal 6 Peraturan Perkotaan, mengatur tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan
Daerah Provinsi dan Perkotaan sebagaimana diatur berikut:
Daerah Khusus “Pasal 6
Ibukota Jakarta Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
Nomor 16 tahun ditetapkan sebagai berikut :
2011 tentang a. Tarif 0,01% (nol koma nol satu persen) untuk Nilai Jual
Pajak Bumi dan Objek Pajak Tanah dan/atau Bangunan kurang dari
Bangunan Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah);
Perdesaan dan b. Tarif 0,1% (nol koma satu persen) untuk Nilai Jual Objek
Perkotaan Pajak Tanah dan/atau Bangunan Rp.200.000.000,- (dua
- Pasal 77 ayat (4) ratus juta rupiah) sampai dengan kurang dari
Undang-Undang Rp.2.000.000.000. (dua miliar rupiah);
Republik c. Tarif 0,2% (nol koma dua persen) untuk Nilai Jual Objek
Indonesia Nomor Pajak Tanah dan/atau Bangunan Rp.2.000.000.000.- (dua
28 tahun 2009 miliar rupiah) sampai dengan kurang dari
tentang Pajak Rp.10.000.000.000.- (sepuluh miliar rupiah);
Daerah dan d. Tarif 0,3% (nol koma tiga persen) untuk Nilai Jual Objek
Retribusi Daerah Pajak Tanah dan/atau Bangunan Rp.10.000.000.000,-
- Pasal 95 ayat (4) (sepuluh miliar rupiah) atau lebih.”
huruf a. Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang, tarif yang
Undang-Undang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah sudah sesuai yaitu paling tinggi
Republik 0,3%, sehingga sudah tidak bisa meningkatkan tarif lebih besar
Indonesia Nomor dari angka tersebut. Namun, pemda DKI Jakarta dapat mengatur
28 tahun 2009 skema tarif progresif yang mencerminkan keadilan dan
tentang Pajak kesejahteraan. Seiring dengan semakin meningkatnya Nilai Jual
Daerah dan Objek Pajak Tanah dan/atau Bangunan, maka seharusnya
Retribusi Daerah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bisa menerapkan perlakuan
- Pasal 5 ayat (7), pemajakan yang merefleksikan keadilan demi kesejahteraan
(8) dan (9) dengan menaikkan dasar tarif progresif atas PBB-P2. Peningkatan
Peraturan Daerah nilai batas layer pada tarif progresif tersebut akan bertambah beban
Provinsi Daerah pajak bagi Wajib Pajak yang memiliki aset dengan nilai jual objek
Khusus Ibukota pajak tanah yang semakin tinggi nilainya, seiring dengan keadilan
Jakarta Nomor 18 dan demi penerimaan PBB-P2 yang dapat meningkatkan
tahun 2010 kesejahteraan masyarakat.
tentang Bea Pasal 77 ayat (4) Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi
Perolehan Hak Daerah juga mengatur bahwa besarnya Nilai Jual Objek Pajak
Atas Tanah dan Tidak Kena Pajak ditetapkan paling rendah sebesar Rp10.000.000
Bangunan (sepuluh juta rupiah). Kemudian dalam Pasal 4 ayat (2) Peraturan
- Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 16 tahun
Gubernur DKI 2011 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan,
Jakarta Nomor diatur yaitu:
193 Tahun 2016 “Pasal 4
tentang (2) Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak
Pembebasan (NJOPTKP) ditetapkan sebesar Rp15.000.000 (lima belas juta
100% (seratus rupiah) untuk setiap Wajib Pajak.”
persen) atas Bea
Perolehan Hak Berdasarkan peraturan tersebut, maka pemerintah daerah DKI
Atas tanah dan Jakarta telah menetapkan peraturan yang sesuai dengan apa yang
Bangunan Karena diatur dalam UU PDRD yaitu paling rendah Rp10.000.000. Maka,
Jual Beli atau untuk memberikan perlakukan pemajakan PBB-P2 yang
Pemberian Hak mencerminkan nilai keadilan guna mewujudkan kesejahteraan,
Baru Pertama Kali Pemda Provinsi DKI Jakarta dapat meningkatkan besarnya nilai
dan/atau jual objek pajak tidak kena pajak. Hal tersebut seiring dengan
Pengenaan meningkatkan Nilai Jual Objek Pajak. Maka, Wajib Pajak yang
Sebesar 0% (nol berekonomi bawah dapat merasakan keadilan dengan semakin
persen) Bea tingginya besar NJOPTKP.
Perolehan Hak
Atas Tanah dan 2. Pembebasan PBB-P2 atas Beberapa Profesi
Bangunan Karena Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta telah
Peristiwa Waris memberikan sebuah insentif pajak bagi beberapa pihak sebagai
Atau Hibah bentuk penghargaan atas jasa-jasa perjuangan dan pengabdian
Wasiat Dengan yang telah diberikan kepada bangsa dan negara. Insentif pajak
Nilai Jual Objek diberikan dalam bentuk pembebasan Pajak Bumi dan Bangunan
Pajak Sampai Perdesaan dan Perkotaan sebagaimana diatur dalam Peraturan
Dengan Rp. Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 42
2.000.000.000.- tahun 2019 tentang “Pembebasan Pajak Bumi dan bangunan
(Dua Miliar Perdesaan dan Perkotaan Kepada Guru dan Tenaga Kependidikan,
Rupiah) Dosen dan Tenaga Kependidikan Perguruan Tinggi, Veteran
Republik Indonesia, Perintis Kemerdekaan, Penerima Gelar
Pahlawan Nasional, Penerima Tanda Kehormatan, Mantan
Presiden dan Mantan Wakil Presiden, Mantan Gubernur dan
Mantan Wakil Gubernur, Purnawirawan Tentara Nasional
Indonesia/Kepolisian Republik Indonesia dan Pensiunan Pegawai
Negeri Sipil”.
Insentif PBB-P2 nya berbentuk pembebasan seluruhnya
sebesar 100% atas PBB-P2 yang terutang. Wajib Pajak yang
berhak diberikan pembebasan tersebut yaitu:
1. Orang pribadi yang berprofesi sebagai Guru dan Tenaga
Kependidikan dan/atau Dosen dan Tenaga Kependidikan
Perguruan Tinggi, termasuk pensiunannya;
2. Orang pribadi yang merupakan Veteran dan Perintis
Kemerdekaan;
3. Orang pribadi penerima gelar Pahlawan Nasional;
4. Orang pribadi penerima Tanda Kehormatan berupa Bintang
dari Presiden Republik Indonesia;
5. Orang pribadi mantan Presiden dan mantan Wakil
Presiden, mantan Gubernur dan mantan Wakil Gubernur;
6. Orang pribadi Purnawirawan; dan/atau
7. Orang pribadi Pensiunan.
4. Pembebasan BPHTB
Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI
Jakarta) melalui Peraturan Gubernur Nomor 193 Tahun 2016 telah
mengatur mengenai pembebasan 100% atas Bea Perolehan Hak
atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) karena jual beli atau
pemberian hak baru pertama kali dan/atau pengenaan sebesar 0%
BPHTB karena peristiwa waris atau hibah wasiat dengan nilai jual
objek pajak sampai dengan Rp 2.000.000.000,00. Kemudian dalam
rangka penyempurnaan dan percepatan pelayanan Peraturan
Gubernur tersebut, maka diterbitkan Peraturan Gubernur Nomor
126 Tahun 2017 mengenai pengenaan 0% atas BPHTB terhadap
perolehan hak pertama kali. Dengan terbitnya ketentuan ini,
Peraturan Gubernur Nomor 193 Tahun 2016 dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku
Pengenaan tarif BPHTB 0% diberikan terhadap perolehan hak
untuk pertama kali yang meliputi, pemindahan hak dan pemberian
hak baru. Pemindahan hak ini dapat berupa transaksi jual-beli,
hibah, hibah wasiat atau waris. Sedangkan dalam pemberian hak
baru meliputi kelanjutan pelepasan hak baru atau di luar pelepasan
hak. Pengenaan 0% ini diberikan kepada :
a. hanya untuk Wajib Pajak Orang Pribadi;
b. untuk pertama kali perolehan hak karena pemindahan hak
atau pemberian hak baru; dan
c. dengan NPOP sampai dengan Rp 2.000.000.000,00 (dua
miliar rupiah).
Hal ini telah diatur di dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Gubernur
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 47 Tahun 2019
Tentang Pemenuhan Kewajiban Pajak Daerah Dari Pemohon Izin
dan Pemohon Pelayanan Perpajakan Daerah yang berbunyi
“Setiap pemohon Perizinan pada Perangkat Daerah yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang penanaman
modal dan penyelenggaraan pelayanan perizinan dan non
perizinan, wajib melakukan Pemenuhan Kewajiban Pajak
Daerah” . S
ementara Pasal 5 PerGub ini juga mengatur tentang
sanksi administrasinya yang berbunyi “Setiap pemohon Perizinan
yang melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (1), dikenakan sanksi administratif berupa tidak diberikan
Pelayanan Perizinan selama pemohon belum melakukan
Pemenuhan Kewajiban Pajak Daerah”. Jika kebijakan Tax
Clearance ini dapat dilaksanakan sesuai peraturan yang ada serta
adanya pengawasan yang baik dari pemerintah provinsi DKI
Jakarta maka untuk kedepannya diharapkan penerimaan daerah
menjadi optimal optimal.
Fiscal Kadaster
Langkah Kedua optimalisasi Penerimaan Daerah Provinsi DKI
Jakarta yaitu melalui Fiscal Kadaster atau pemetaan potensi pajak.
Pemetaan ini ditujukan untuk mendata objek pajak yang baru atau
lama di wilayah, pendaftaran objek dan wajib pajak baru, dan
pemutakhiran data objek pajak. Pemetaan potensi pajak ini
ditujukan agar seluruh objek dan wajib pajak dapat secara
keseluruhan dipungut pajaknya sehingga tidak ada wajib pajak
yang dapat menghindari pajak atau objek yang belum digali
potensi pajaknya sehingga pemungutan pajak dapat didapatkan
secara optimal. Program ini dapat ditambahkan dengan melakukan
pendataan tidak hanya objek dan wajib pajak, namun juga
melakukan pendataan kepada subjek pajak yang berpotensi
nantinya menjadi wajib pajak. Hal ini dilakukan agar nantinya
pendaftaran akan wajib pajak baru dapat dilakukan dengan mudah
dan cepat karena sudah ada data subjek pajak terlebih dahulu.
Law Enforcement
Program law enforcement atau penegakan hukum atau peraturan
perpajakan yang dapat dilakukan oleh Pemerintah DKI Jakarta
untuk mengoptimalisasi penerimaan daerah. Penegakan hukum
atau peraturan perpajakan dapat dilakukan dengan mempertegas
sanksi serta meningkatkan pengawasan atau pemeriksaan oleh
petugas pajak untuk memaksimalkan pendapatan daerah. Pada
dasarnya, pemerintah berupaya untuk meningkatkan tax
compliance Wajib Pajak, yang mana penegakan hukum merupakan
salah satu upaya untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak
selain itu juga memberikan keadilan bagi Wajib Pajak yang telah
patuh.
Pemerintah Daerah, termasuk DKI Jakarta tentu saja ingin
mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), yakni melalui
pajak daerah. Salah satu pajak daerah yang dapat dioptimalkan
dengan law enforcement adalah PKB atau Pajak Kendaraan
Bermotor. Seperti yang pernah dilakukan oleh Badan Pajak dan
Retribusi Daerah (BPRD), upaya law enforcement yang dilakukan
ialah melakukan kerjasama dengan pihak Dirlantas Polda Metro
Jaya dan KPK untuk melakukan razia dan mendampingi proses
pemanggilan Wajib Pajak yang ditemukan menunggak pajak yang
seharusnya disetorkan ke Pemerintah Daerah, yang mana juga
dilakukan penempelan stiker dan tanda atau plang pada objek
pajak (dalam hal ini kendaraan bermotor) yang belum dilunasi
hutang pajaknya tersebut. Pada hakikatnya pemberian stiker atau
tanda (plang) pada objek pajak yang belum dilunasi pajak
terutangnya dapat dilakukan juga terhadap objek-objek pajak
lainnya, misalnya apabila belum membayar PBB-P2 tanah atau
bangunan (sebagai objek pajak) dapat diberi tanda atau plang.
DAU = AD + CF
*CF = KbF - KpF
*CF = CF daerah : total CF nasional
Upaya Optimalisasi
1. Intensifikasi DAU melalui penghitungan potensi dengan
penyusunan sistem informasi basis data potensi. Efektivitas
dan efisiensi DAU diperlukan untuk meningkatkan
produktivitas penerimaan daerah. Estimasi potensi
dilakukan melalui penyusunan basis data yang dibentuk
dan disusun dari variabel-variabel yang merefleksikan
DAU, sehingga dapat menggambarkan kondisi potensi dari
DAU.
2. Analisis kebutuhan DAU dalam Alokasi Dasar dan Celah
Fiskal. Analisis kebutuhan ini akan berpengaruh untuk
mengetahui besarnya porsi setiap sektor yang
membutuhkan peran DAU secara lebih maksimal dan adil.
3. Analisis kekurangan serta kelebihan perbandingan alokasi
DAU dalam penerimaan daerah.
4. Pembuatan laporan spesifik peran DAU di suatu daerah
serta menunjukkan potensinya dalam peningkatan
kesejahteraan daerah, kemudian menyampaikan laporan
tersebut kepada Menteri Keuangan. Laporan ini juga perlu
menjelaskan bahwa peraturan daerah suatu daerah tidak
bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan
yang lebih tinggi. Hal ini perlu dilakukan sebagai upaya
antisipasi pemotongan DAU kepada suatu daerah oleh
Pemerintah.
Referensi: http://www.djpk.kemenkeu.go.id/wp-content/uploads/2016/01/DAU.pdf
https://media.neliti.com/media/publications/8833-ID-optimalisasi-penerimaan-daerah-di-dalam-peningkatan-kemampuan-keuangan-daerah-ko.p
df
https://jdih.jakarta.go.id/uploads/default/produkhukum/PERGUB_NO._47_TAHUN_2019.pdf
https://www.inews.id/news/megapolitan/dki-beri-keringanan-pajak-daerah-bagi-warga-tapi-ada-sanksi-kepada-pelanggar
https://bprd.jakarta.go.id/2019/09/17/program-keringanan-pajak-daerah-2019/
http://www.klinikpajak.co.id/berita+detail/?id=berita+pajak+-+pemprov+dki+terapkan+lima+langkah+optimalisasi+penerimaan+pajak
https://www.ortax.org/ortax/?mod=aturan&page=show&id=16621
Pertanyaan
1. Aidina Amanda: Bagaimana aspek perpajakan atas reklame berjalan? Kan suka ada iklan di mobil
2. Baeti: No.2 terkait kewenangan yang masi ada di, mulai 1 januari 2014 dikasih ke daerah, p3 masi di pusat. Gimana menurut kalian
kalo pbb p3 ke daerah
3. Averus: pbbp2 rencana pemindahan ibukota, penerimaan potensi daerah di DKI, ketika ada pemindahan ibukota, apa yang menjadi titik
terberat dari pemprov DKI dari proses pemindahan, dari rumah dinas bagaimana kelanjutannya?
Kelas B
1. Abel: saran, point no.3 ada yang belom dibahas, peraturan daerah no 5 tentang transportasi diatur bahwa, melihat kebijakan
transportasi masih manajemen kendararaan, bukan mengurangi penggunnaan kendaraan. Maka dari itu perlu memasukan peraturan
no 5 tahun 2014, usia lebih dari 10 tahun ga boleh berjalan lagi, masih buat angkutan umum belum pribadi.
2. Kebijakan, singapure mampu managemen kendaraan, di indonesia belum ada peraturan terkait volume kendaraan yang terus
bertumbuh
3. Saran peraturan mentri, koefisien motor bisa lebih tinggi dibandingkan motor atau mobil, perhitugnan PKB
4. Masayu: seberapa yakin pemindahan ibukota dapat mengurangi kemacetan di jakarta, skema tukar guling, gedung gedung akan
disewakan untuk menambahkan penerimaan pemerintah, seberapa efektif
5. Tiara Alyska: menanya PKB, acin salah satu upaya dari pemerintah, dengan meningkatkan tarif PKB, di Jakarta udah maksimal, udah
ada batasan maksimal tarif PKB, gimana caranya untuk menanggulangi kemacetan selain dengan meningkatkan tarif PKB